Anda di halaman 1dari 6

MASUKNYA BANGSA EROPA KE NTT

Nusa Tenggara Timur terletak di


wilayah tenggara Indonesia.
Wilayah Nusa Tenggara Timur
terdiri dari beberapa pulau. Pulau
pulau tersebut antara lain adalah
Pulau Flores, Pulau Sumba,
Pulau Timor, Pulau Alor, Pulau
Lembata, Pulau Rote, Pulau
Sabu, Pulau Adonara, Pulau Solor
dan Pulau Palue. Ibukota Nusa
Tenggara Timur adalah Kupang,
yang terletak di Pulau Timor
bagian barat. Pada tanggal 23 April 1886 ditetapkan sebagai tanggal lahir
kota Kupang. 1 Penduduk Nusa Tenggara Timur adalah perpaduan ras
Melayu dan Polinesia yang mayoritas merupakan Suku Tetun. Menurut
catatan Portugis, Suku Tetun digambarkan telanjang, menggunakan gelang
gelang, sisir, dan piring piring emas. Dikatakan juga bahwa terdapat
binatang ternak di Nusa Tenggara Timur, antara lain babi, kambing dan
kerbau. Selain itu, di Nusa Tenggara Timur juga kaya akan hasil pertanian,
antara lain beras, jagung, pisang, tebu, jeruk, lemon, lilin madu (dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuat sabun), kacang almond, kacang
merah dan kayu cendana yang hanya terdapat di Nusa Tenggara Timur. Di
antara hasil hasil tersebut kayu cendana menjadi produk unggulan di
daerah Nusa Tenggara Timur yang merupakan kunci kerjasama Nusa
Tenggara Timur dengan Portugis (diakses pada 14 Juli 2013 Pengaruh
Portugis di Nusa Tenggara Timur Sebelum kedatangan Portugis ke Timor
pada tahun 1519, Alfonso de Alburqueque sudah terlebih dulu membuat
rencana perebutan monopoli perdagangan di beberapa daerah di Nusantara
seperti Maluku, Jawa dan juga Timor. Namun rencana ini gagal akibat
kurangnya kapal layar, dan harus tertunda sebelum pada akhirnya Portugis
berhasil melakukan penetrasi terhadap Timor. Sejarah kependudukan
Portugis di Timor pun bermula pada abad 16. Ekspedisi Timor oleh Portugis
pada awalnya diprakarsai oleh Antonio Pigafetta (pelaut asal itali) &
Fransisco Albo (spanyol) 3. Perjalanan ini dipimpin oleh Ferdinan Magellan
sebagai kapten kapalnya. Namun pada tahun 1521, Magellan dibunuh di
Cebu, Filipina dan digantikan oleh Juan Sebastian de Elcano yang berhasil
mengantar Portugis hingga pulau Pantar dan Alor pada tanggal 26 januari
Jajaran pulau-pulau ini pada awalnya disebut dengan La Queru atau
Lanquiero. Selanjutnya, mereka berhasil menduduki pulau Cutubaba dan
Tiber yang sekarang kita kenal dengan nama Timor Leste. Hasil hasil
pertanian; termasuk kayu cendana, sebagian besar ditemukan di Cabanaza,
Timor. Kabar yang berkembang mengatakan bahwa ditemukan pula hasil
emas di daerah ini. Kabar ini terdengar oleh Belanda dan memicu mereka
untuk mendulang emas di beberapa sungai. Menurut catatan Pigafetta,
barang-barang mewah impor dari pedagang-pedagang asing yang
ditukarkan dengan kayu cendana diantaranya adalah produk tekstil, juga
perlengkapan makan dari metal. Sedangkan menurut catatan Duarte
Barbosa, seorang ahli geografi, hasilhasil alam ini; terutama kayu cendana-
seringkali ditukarkan dengan besi, kapak, pisau, pedang, dan kain dari
Pulicat di India, lalu tembaga, merkuri, timah, arang, dan koral dari
Cambay, India. 4 Perdagangan ini juga dilakukan para rohaniawan, yaitu
ordo dominikan yang menyebarkan agama Katolik. Mereka menjual kayu
cendana ke Malaka untuk diteruskan ke Makao dan Cina. Hal ini mereka
lakukan untuk membiayai penyebaran agama Katolik, selain itu mereka
juga mendirikan benteng di pulau yang akhirnya mereka namakan Pulau
Solor. Nama ini diberikan kepada sebuah pulau berbentuk arit yang terletak
di antara pulau Flores di barat, Adonara di utara, dan Lembata atau
Lomblen di timur. Secara geografis, Solor merupakan dataran tinggi dan
dibagi ke dalam beberapa daerah yang dipimpin oleh kepala. Para kepala ini
disebut dengan Sengaji atau Magu. Daerah-daerahnya diantaranya adalah
Lohayong, Lamahera, Lamahala, Terong dan Adonara. Kelima daerah ini
secara administratif tergabung dalam nama Watan Lema (Five shores) dan
pusatnya terdapat di Lohayong. Bahasa yang digunakan para penduduk
Solor adalah Lamaholot. Suku yang terdapat di pulau ini terbagi menjadi
dua, yaitu suku Paki dan Demon. Suku Paji hidup dari hasil laut dan
perdagangan, sedangkan suku Demon hidup di dataran tinggi dan
menghidupi hidupnya dengan hasil-hasil bumi. Perbedaan agama Islam dan
Katolik juga mempengaruhi pemisahan dua suku ini

Misionaris Portugis di Nusa


Tenggara Timur Penyebaran
agama Katolik oleh bangsa
Portugis pun juga dilakukan di
Pulau Timor. Sebelum Portugis
memasuki wilayah Timor,
penduduk Timor telah memiliki
beragam kepercayaan.
Beberapa dari mereka
dikatakan memiliki aliran yang
memuja berhala berupa kepala
kerbau yang digantung di tiang,
namun ada juga kepercayaan
terhadap Tuhan di Surga (di Dawan, Uis Neno, di Tetun, Maromak) yang
mungkin bersifat monoteistik. Namun dikatakan juga bahwa penduduk
pulau ini tidak menganut agama sama sekali, karena kebiasaan dan ritual
yang mereka lakukan saat itu jauh dari kebiasaan agama-agama lain yang
sudah ada di dunia. Keberagaman kepercayaan yang dimiliki orang Timor
saat itu membuat Portugis pada awalnya sulit untuk menaklukan Timor.
Salah satu alasan lainnya adalah karena kurangnya Dominikan yang
dikirim ke Timor. Namun pada akhir abad ke-16, mulai tumbuh keinginan
dan usaha dari Portugis untuk mengikuti jejak kaki Antonio Taveiro. Dari
Solor, kepala ulama Antonio da Cruz mengirim pastor Belchior da Luz ke
pesisir utara Timor pada tahun 1578 untuk menghidupkan kembali
keberhasilan Taveiro. Pusat misionaris kali itu disebut berada di pelabuhan
kayu cendana di Mena yang secara otomatis membuat raja Mena menjadi
Raja Timor saat itu. Misionaris di Timor ini dianggap tidak lebih sukses
dibanding misionaris di Solor sebelumnya. Awalnya, Raja Mena memiliki
rasa ingin tahu pada Katolik. Namun, poligami yang sudah umum di
kalangan elit Timor ini menjadi hambatan dari konversinya. Da Luz sendiri
menemukan hambatan hambatan lain yang pemukim asing juga banyak
temui di pulau ini, yaitu bahwa iklim pantai yang sangat panas hingga
terkadang mendatangkan penyakit dan demam pada mereka. Maka dari itu
pendatang Eropa lebih memilih tinggal di Solor daripada di Timor. Da Luz
sendiri akhirnya harus meninggalkan Mena setelah enam bulan. Ia ditemani
oleh anak dari Raja Mena, yang kemudian pergi ke Malaka. Bagi bangsa
Portugis, itu adalah taktik umum mereka untuk menempatkan anak-anak
petinggi di lembaga agama dengan tujuan untuk mendapatkan pengaruh.
Dibawa ke salah satu pusat kekuasaan Portugis, anak anak petinggi tadi
diharapkan dapat beradaptasi dengan kebiasaan Portugis dan keyakinan
agama mereka, dan kemudian akan didorong untuk menyebarkannya di
kampung halaman mereka. Sang anak kemudian kembali ke Mena dengan
nama baptis Dom Joao da Silva, namun kemudian ia kembali pada
keyakinan leluhurnya, dengan alasan yang tidak diketahui. Salah satu
alasan lain ketidaksuksesan misionaris disini adalah bahwa pada abad itu
agama Islam telah memperoleh pengaruh hebat di pelabuhan Timor. Bukti
lain mengatakan bahwa setengah abad kemudian beberapa daerah
terkemuka di pulau ini memang terbukti terbuka untuk Islam. 5 Konflik
Bangsa Portugis dengan VOC dan Kepergian Portugis dari Nusa Tenggara
Timur Pada 1609, tersebarnya berita bahwa cendana dan emas dari Solor
dan Timor merupakan harta perdagangan yang sedang dicari-cari oleh VOC
untuk datang ke dua tempat tersebut. Belanda kemudian mengirim
pasukan ke Timor untuk merebut kontrol perdagangan kayu cendana pada
tahun Pertahanan Portugis dan penduduk asli di Solor pun berhasil digoyah
VOC dan akhirnya benteng rohaniwan Portugis di Solor pun direbut.
Portugis yang berada di Solor dipindahkan ke Larantuka, timur Flores, di
sana mereka bisa dikirim kembali ke Malaka. Mereka yang pergi ke
Larantuka merupakan sekelompok besar yang terdiri dari sekitar orang,
termasuk 110 ras Portugis, tujuh pastor Dominikan, dan sisanya
merupakan ras campuran dan penduduk asli. Mereka pun kemudian
menjadikan Larantuka sebagai pemukiman tetap mereka di Nusa Tenggara
Timur. Walaupun hanya mendapat sedikit bantuan dari Estado da India
(pusat pemerintahan Portugis di India). Kehidupan di Larantuka bertahan
dengan baik karena terdapat interaksi yang baik antara Portugis dan
penduduk setempat. Portugis pun berhasil membujuk para penduduk
setempat untuk turut mendukung mereka dari pertikaian yang terjadi
dengan VOC, hal tersebut dapat menghalangi Belanda untuk mendapatkan
banyak keuntungan. Penduduk setempat kemudian dipersenjatai panah,
perisai, pedang, dan beberapa senapan oleh Portugis. Di sisi lain VOC pun
tidak mau kalah, mereka menetap di sebuah benteng terbengkalai di
Lohayong (Solor) dan berhubungan baik dengan penduduk muslim yang
kemudian menjadi sekutu VOC bersama dengan Mena, Muslim Buton,
Makassar, Banten, dan Galiyao dari Alor dan Pantar. Dengan kata lain,
Portugis dan VOC pun memiliki daerah kekuasaan masing-masing di Nusa
Tenggara Timur.
Peninggalan Bangsa Portugis di Nusa
Tenggara Timur Flores Nama FLORES
berasal dari sebuah kata bahasa
Portugis yang memiliki arti bunga-bunga
Alasan Portugis menamai pulau ini
dengan nama FLORES adalah karena
keindahan alam di ujung timur pulau
yang ditutupi kembang flamboyan
bermekaran. Di Flores Tengah, tepatnya
di Sika terdapat peninggalan sandiwara
Portugis yang kerap kali dipentaskan
setiap Hari Raya Natal. Sandiwara ini memiliki naskah yang ditulis dalam
bahasa Portugis. Selain itu, proklamasi pengukuhan raja baru di Sika wajib
mengulangi kalimat-kalimat bahasa Portugis yang merupakan potongan
dari sebuah surat Raja Portugal. Lambang kekuasaan Raja Sika di
Maumere, Flores tengah juga merupakan bendabenda yang dibuat abad ke-
17 oleh orang Portugis yang terbuat dari emas seperti helm emas (tercantum
tahun pembuatannya 1607), dua kalung dari bolabola emas, Menino yang
merupakan patung gading Yesus kecil yang sangat dihormati. Larantuka Di
Larantuka, terdapat nama-nama daerah yang memberi kesan tentang
tradisi Portugis, misalnya Peça de Penha, potongan batu karang yang
artinya menandai kediaman Uskup, selain itu terdapat S. Domingo, yang
merupakan tempat dimana pondasi Gereja dengan nama yang sama
tersembunyi dan Posto (pusat kota). Di sini terdapat bak air Portugis yakni
tempat leluhur orang Katolik Larantuka melakukan pembaptisan.
Organisasi agama di daerah ini juga masih menggunakan istilah Portugis
dan memiliki susunan yang sama dengan yang digunakan di Portugal.
Jubah putih dengan medali dari pita biru yang berbandulkan bunda Maria
yang selalu dikenakan saat upacara keagamaan sambil membaca doa dalam
bahasa portugis. Selain itu, di Larantuka juga terdapat prosesi Semana
Santa. Semana Santa adalah prosesi puncak Jumat Agung dengan tata
ibadah yang masih sangat kental dengan pengaruh Portugis. Di Larantuka,
Raja masih menggunakan gelar Dom. Terdapat pula Kapela Maria (Kapel
Maria) yang di dalamnya terdapat Lonceng Portugis, patung bunda Maria
buatan Portugis dan Maman Muji (Mâes da Musica) yaitu persekutuan para
perempuan tua yang diberitugas berdoa dalam bahasa Portugis pada
upacara-upacara tertentu dalam tahun liturgik.

Di Pulau Solor masih tersisa sebagian


tembok-tembok benteng peninggalan
Portugis. Terdapat pula beberapa
meriam yang masih kokoh. Namun,
peninggalan peninggalan Portugis
tersebut keadaannya cukup
memperihatikan. Di Pulau Adonara juga
terdapat beberapa peninggalan Portugis.
Peninggalan peninggalan tersebut antara
lain Kampung Vure, yaitu satu dari tiga kampung Melayu, yang diduduki
oleh para pengungsi dari Malaka dan Makassar. Terdapat pula Kapel
Senyora (Kapel Ibunda) dan Kapel Krus Kosta (kapel pembawa salib). Selain
itu juga terdapat Salib Aviz, salah satu lambang raja Portugal pada masa
dinasti kedua. Dalam perjamuan natal, masingmasing kepala keluarga
memberi pidato dalam bahasa Portugis. Terdapat juga peninggalan Lonceng
Portugi yang dipesan oleh Antonio de Albuquerque Coelho pada tanggal 1
Desember Peninggalan lainnya yaitu Nicodemus, yang merupakan jubah
putih panjang dan kerudung lancip tinggi yang digunakan pada saat prosesi
Natal dan Jumat Agung. Di Pulau Rote, terdapat peninggalan Portugis
berupa topi tradisional pulau Rote. Topi tersebut terbuat dari jerami. Topi
ini merupakan reproduksi topi Portugis dari abad ke-16 dan abad ke- 17.
Peninggalan Bahasa Peninggalan Portugis di Nusa Tenggara Timur tidak
hanya berupa peninggalan fisik seperti bangunan ataupun benda. Namun,
terdapat juga peninggalan non fisik yang berupa bahasa yang digunakan
oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur, seperti. Bahasa Bahasa Arti dalam
Tetun Portugis bahasa Indonesia Barreti Barrete Topi Escola Escola Sekolah
Prokurador Pracurador Prokurator Sapateru Sapateiro Pembuat sepatu
Vidro Vidro Kaca Kesimpulan Tercatat bahwa Portugis berhasil masuk ke
Nusa Tenggara Timur pada tahun Pada abad 16, kayu cendana merupakan
komoditi unggulan yang sangat dicari dan dinilai sebagai sumber daya alam
yang sangat berharga. Para pedagang dari seluruh daratan Asia, terutama
Cina dan India adalah yang paling sering melakukan pertukaran dengan
Nusa Tenggara Timut. Tentu saja perdagangan ini sangat menguntungkan
mengingat Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu daerah yang
memiliki sumber daya kayu cendana. Hal ini memicu Portugis untuk
melakukan monopoli perdagangan kayu cendana tersebut. Perdagangan ini
juga dilakukan para rohaniawan, yaitu para misionaris untuk mendapatkan
keuntungan dalam rangka membiayai kegiatan penyebaran agama mereka.
Sebelum Portugis memasuki wilayah Timor, penduduk Timor telah memiliki
beragam kepercayaan, diantaranya animisme pagan (menyembah berhala),
agama pagan yang mempercayai paham monoteistik, dan juga islam. Usaha
mereka ini tidak sepenuhnya berjalan dengan baik dan tidak berhasil
membuat mereka dapat menguasai Timor sepenuhnya dikarenakan adanya
beberapa hambatan seperti kurangnya ordo dominikan yang membantu
misionaris di daerah tersebut, hambatan iklim, dan kuatnya pengaruh islam
di daerah tersebut. Hingga pada awal abad 17 tersebar berita hingga ke
Belanda, tentang komoditi cendana dan emas dari Solor dan Timor sebagai
merupakan harta perdagangan yang sangat menguntungkan. Hal ini
menarik VOC untuk merebut daerah-daerah ini dari Portugis. Portugis
menghasut para penduduk yang telah berhasil mereka kuasai, yaitu yang
beragama Katolik untuk membantu mereka melawan VOC. Sedangkan VOC
berhubungan baik dengan penduduk muslim yang kemudian menjadi
sekutu VOC. Hal ini membuat penduduk terbagi menjadi dua, dan baik
Portugis maupun VOC pun memiliki daerah kekuasaan masing-masing di
Nusa Tenggara Timur. Hingga saat ini banyak sekali pengaruh Portugis yang
masih tersisa di daerah Nusa Tenggara Timur, baik fisik maupun non fisik.
Hal ini menurut saya perlu mendapatkan perhatian pemerintah, mengingat
pentingnya pemertahanan warisan budaya Indonesia Portugis yang terdapat
di Indonesia, salah satunya di provinsi Nusa Tenggara Timur.

Anda mungkin juga menyukai