Anda di halaman 1dari 18

KEBIJAKAN PELAYANAN PASIEN RS PRASETYA BUNDA

BAB I
KETENTUAN UMUM
1. Pasien diterima di rumah sakit bila rumah sakit dapat memberi pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan oleh pasien
2. Rumah sakit menetapkan proses untuk mengelola alur pasien di seluruh bagian rumah
sakit
3. Pengelolaan alur pasien yang efektif dilaksanakan agar dapat mengurangi penundaan
asuhan kepada pasien
4. Perpindahan pasien ke berbagai unit pelayanan disesuaikan dengan ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Rumah Sakit
5. Semua Instalasi/ Unit Pelayanan di RS TMC wajib menerapkan prinsip-prinsip
peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit

BAB II
HAK PASIEN DAN KELUARGA
1. Rumah sakit menghormati Hak dan Kewajiban pasien dan keluarga
2. Rumah sakit memberikan asuhan dengan menghargai agama, keyakinan dan nilai-nilai
pribadi pasien
3. Sesuai kebutuhan pasien, dapat dilayani terkait dukungan agama atau bimbingan
kerohanian
4. Menghormati kerahasiaan informasi pasien dan kebutuhan privacy pasien
5. Melindungi harta benda milik pasien dari kehilangan atau pencurian
6. Melindungi pasien yang rentan terhadap kekerasan fisik serta kelompok pasien yang
berisiko diidentifikasi dan dilindungi
7. Dalam proses asuhan, pasien dan keluarga dapat mengajukan second opinion, tanpa rasa
khawatir akan mempengaruhi asuhannya
8. Dari hasil asesmen, pasien berhak mendapat informasi tentang kondisi, diagnostic pasti,
rencana asuhan dan dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
9. Staf klinis menjelaskan setiap tindakan atau prosedur yang diusulkan kepada pasien dan
keluarga, dan informasi yang diberikan memuat :
a. Diagnostic (diagnostic kerja dan diagnostic banding) dan dasar diagnostic;
b. Kondisi pasien;
c. Tindakan yang diusulkan;
d. Tata cara dan tujuan tindakan;
e. Manfaat dan risiko tindakan;
f. Nama orang mengerjakan tindakan;
g. Kemungkinan alternative dari tindakan;
h. Prognosis dari tindakan;
i. Kemungkinan hasil yang tidak terduga;
j. Kemungkinan dari hasil bila tidak dilakukan.
10. Memberitahukan hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak melanjutkan
pengobatan serta konsekuensi, tanggung jawab berkaitan dengan keputusan tersebut dan
tersedianya alternatif pelayanan dan pengobatan
11. Memberitahukan pasien dan keluarga tentang menghormati keinginan untuk menolak
pelayanan resusitasi atau memberhentikan pengobatan bantuan hidup dasar (Do Not
Resuscitate)
12. Mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan mendapatkan pelayanan yang
penuh hormat dan kasih sayang pada akhir kehidupannya.
13. Semua staf harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir kehidupannya.
14. Rumah Sakit memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang proses untuk
menerima, menanggapi dan menindaklanjuti terhadap keluhan, konflik serta perbedaan
pendapat terhadap pelayanan pasien
15. Pernyataan persetujuan (informed consent) dari pasien didapat melalui suatu proses yang
ditetapkan rumah sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih, dalam bahasa yang
dipahami pasien
16. Rumah sakit menetapkan pengganti pasien yang dapat memberikan persetujuan dalam
informed consent bila pasien tidak kompetem sesuai konteks perundang-undangan.
17. Informed consent diberikan sebelum operasi, anesthesia (termasuk sedasi), pemakaian
darah dan produk darah, tindakan dan prosedur, serta pengobatan lain yang berisiko
tinggi.

BAB III
MANAJEMEN KOMUNIKASI DAN EDUKASI
1. Rumah sakit memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang jenis asuhan dan
pelayanan, serta akses untuk mendapatkan pelayanan.
2. Komunikasi dan edukasi pada pasien dan keluarga diberikan dalam format dan bahasa
yang mudah dimengerti
3. Rumah Sakit menetapkan cara dan informasi yang dikomunikasikan antar staf klinis,
meliputi: status kesehatam pasien antara catatan perkembangan pasien terintegrasi
(CPPT);ringkasan asuhan yang diberikan (ringkasan pulang dan ringkasan rawat jalan);
informasi klinis pasien saat ditransfer dan rujukan serta serah terima
4. Edukasi diberikan untuk menunjang partisipasi pasien dan keluarga dalam proses
asuhan; dan edukasi yang efektif diberikan oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA)
5. Staf yang memberikan edukasi harus melakukan asesmen kemampuan, kemauan belajar
dan kebutuhan edukasi yang tercatat dalam rekam medis.
6. Edukasi pasien dan keluarga memuat tentang: penggunaan obat yang aman, penggunaan
peralatan medis yang aman, potensi interaksi antara obat dan makanan, pedoman nutrisi,
manajemen nyeri dan tehnik rehabilitasi.
7. Dalam pemberian edukasi metode yang digunakan mempertimbangkan nilai-nilai dan
pilihan pasien dan keluarga , serta memperkenankan interaksi yang memadai antara
pasien-keluarga dan staf klinis

BAB III
SASARAN KESELAMATAN PASIEN
1. Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar
a. Identifikasi pasien digunakan di semua area layanan rumah sakit seperti di rawat
jalan, rawat inap, IGD, kamar operasi, unit layanan diagnostic dan lainnya.
b. Cara identifikasi pasien dengan menggunakan 2 dari 3 identitas,yaitu: nama
pasien, tanggal lahir, dan nomor kamar pasien atau lokasi pasien
c. Identifikasi pasien dilakukan sebelum pelaksanaan :
- Tindakan, prosedur diagnostic dan terapeutik
- Pemberian obat, darah, produk darah, pengambilan specimen dan pemberian
diet
- Pemberian radioterapi, menerima cairan intravena, hemodialysis, pengambilan
darah atau pengambilan specimen lain untuk pemeriksaan klinis, kateterisasi
jantung, prosedur radiologi diagnostic, dan identifikasi terhadap pasien koma
d. Bila pasien tidak sadar, tidak kooperatif, pasien bayi dan anak kecil yang sulit
bicara, identifikasi dilakukan dengan menanyakan pada keluarga yang
mendampingi, apabila tidak ada keluarga yang mendampingi maka identifikasi
dicocokkan dengan rekam medis pasien.
2. Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif
a. Perintah lengkap secara verbal atau verbal lewat telepon harus dituliskan secara
lengkap di catatan perkembangan terintegrasi oleh penerima perintah, dibacakan
kembali, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan secara lengkap kepada pemberi
perintah, kemudian distempel menggunakan stempel TBAK.
b. Konfirmasi perintah dilakukan secara lisan dan tertulis, konfirmasi lisan dilakukan
sesaat setelah pemberi perintah mendengar pembacaan dan memberikan
pernyataan kebenaran secara lisan seperti “ya sudah benar”. Konfirmasi tertulis
dengan tanda tangan pemberi perintah yang harus diminta pada kesempatan
kunjungan berikutnya
c. Penulisan singkatan dan symbol yang ditulis di dokumen rekam medis sesuai
dengan yang sudah ditetapkan oleh rumah sakit
d. Komunikasi antar PPA harus dilakukan pada saat serah terima asuhan pasien
(hand over)
e. Pelaporan hasil pemeriksaan diangnostik kritis diantaranya : pemeriksaan
laboratorium, radiologi, diagnostic jantung, pemeriksaan tanda-tanda vital.
f. Rumah sakit menetapkan besaran nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostic dan
hasil diagnostic kritis, dan menetapkan siapa saja yang harus melaporkan dan
siapa yang harus menerima nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostic dan dicatat di
rekam medis.
3. Meningkatkan Keamanan Obat-Obatan
a. Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas :
- Obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat
menimbulkan kematian atau kecacatan seperti : insulin, heparin, atau
kemoterapeutik
- Obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan sama
(look alike), bunyi ucapan sama (sound alike), seperti : Xanax, dan Zantac atau
hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga LASA
- Elektrolit konsentrat seperti : potasium klorida dengan konsentrasi sama atau
lebih dari 2 mEq/ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar
dari 3 mmol/ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9% dan
magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40% atau lebih.
b. Setiap unit pelayanan harus mempunyai daftar obat High Alert, obat LASA,
elektrolit konsentrat, serta panduan penatalaksanaan obat High Alert.
c. Pada setiap kemasan obat high alert harus ditempelkan stiker obat High Alert
d. Sebelum perawat memberikan obat High Alert lakukan double check kepada
perawat lain (satu orang memeriksa perintah dokter, satu orang lagi memeriksa
obat) untuk memastikan 5 benar pasien (pasien, obat, dosis, rute, waktu).
4. Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar, Pembedahan
Pada Pasien Yang Benar.
a. Rumah sakit memastikan tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien sebelum
menjalani tindakan dan atau prosedur baik itu di kamar operasi maupun diluar
kamar operasi.
b. Rumah Sakit menggunakan daftar tilik keselamatan pasien operasi untuk
melakukan verifikasi praoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien
operasi, dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan
fungsional.
c. Setiap pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan/operasi harus dilakukan
penandaan lokasi operasi dengan menggunakan suatu tanda yang jelas, terlihat
sampai saat akan diinsisi yang dilakukan oleh dokter operator yang akan
melakukan tindakan.
d. Penandaan area operasi sebagai berikut :
- Dilakukan pada saat pasien terjaga dan sadar.
- Semua pasien operasi yang dilakukan pada sisi lateral (laterality), daerah
struktur multipel (multiple structure), jari tangan, jari kaki, lesi, atau tulang
belakang, harus dilakukan penandaan pada pasien dan pada formulir
penandaan.
- Penandaan yang tidak dilakukan pada pasien, tetapi tetap dilakukan penandaan
pada formulir, diantaranya tindakan dengan prosedur sebagai berikut :
 Kasus organ tunggal (misalkan section cesaria, histerektomi,
tyroidektomi)
 Kasus intervensi seperti kateter jantung, endoskopi
 Kasus yang melibatkan gigi (penandaan dilakukan pada foto rontgen)
 Prosedur yang melibatkan bayi prematur dimana penandaan akan
menyebabkan tato permanen
 Daerah/ bagian anatomis yang sulit untuk dilakukan penandaan seperti
perineum, gembur kulit di sekitar penandaan
 Operasi THT yang melibatkan mukosa atau jaringan didalam
( tonsilektomi, adenoidektomi )
5. Mengurangi Risiko Onfeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
a. Pengurangan risiko infeksi dilaksanakan dengan menerapkan kewaspadaan isolasi
di Rumah Sakit
b. Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air
mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan
alkohol bila tangan tidak tampak kotor.
c. Indikasi kebersihan tangan diantaranya:
- Sebelum kontak dengan pasien
- Sebelum tindakan aseptic
- Setelah kontak dengan darah dan cairan tubuh
- Setelah kontak dengan pasien
- Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
d. Rumah Sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif untuk mencegah
agar tidak terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien dan mencegah kontaminasi dari
pasien ke lingkungan termasuk lingkungan kerja petugas.
e. Rumah Sakit menyediakan fasilitas cuci tangan di kamar perawatan serta koridor
rumah sakit berupa larutan berbahan dasar alcohol, serta fasilitas washtafel, sabun
cuci tangan, dan hand towel di setiap unit keperawatan dan unit penunjang medis.
f. Rumah sakit melakukan evaluasi terhadap upaya menurunkan angka infeksi
terkait pelayanan kesehatan diantaranya pelaksanaan cuci tangan.
6. Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh
a. Setiap pasien rawat inap harus dikaji risiko jatuh menggunakan Morse Fall Scale
untuk dewasa, dan Humpty Dumpty untuk anak-anak.
b. Untuk pasien rawat jalan pengkajian risiko jatuh menggunakan metode Get Up
and Go untuk pasien dewasa dan metode Humpty Dumpty untuk pasien bayi dan
anak-anak.
c. Berbagai factor yang meningkatkan risiko pasien jatuh antara lain :
- Kondisi pasien
- Gangguan fungsional pasien ( contoh gangguan keseimbangan, gangguan
penglihatan, atau perubahan status kognitif
- Lokasi atau situasi lingkungan rumah sakit
- Riwayah jatuh pasien
- Konsumsi obat tertentu
- Konsumsi alkohol
d. Pengkajian ulang dilakukan setiap hari untuk pasien rawat inap yang memiliki
risiko sedang dan tinggi, terjadi perubahan kondisi dan pengobatan, dan setiap
pindah ruangan.
e. Penandaan pasien risiko jatuh pada pasien rawat jalan dengan menggunakan
gelang kuning pada pasien dengan risiko jatuh tinggi.
f. Penandaan pasien risiko jatuh pada pasien rawat inap dengan risiko jatuh sedang
dengan menggunakan bendera kuning yang dipasang ditiang infus pasien,
sedangkan pasien risiko jatung tinggi dengan menggunakan gelang kuning yang
dipasang bersama gelang identitas dan bendera kuning yang dipasang ditiang infus
g. Assesmen ulang risiko jatuh sedang dan tinggi dilakukan setiap hari dan berhenti
apabila skor < 25 untuk pasien dewasa dan skor < 12 untuk pasien anak selama
2x24 jam
h. Pada pasien neonatus (0-28 hari) karena dinggap berisiko tinggi jatuh maka hanya
dipasangkan bendera kuning pada box bayi dan incubator dan tidak dilakukan
assessmen ulang
d. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil pengkajian dianggap berisiko jatuh.
e. Langkah-langkah pengurangan risiko jatuh dimonitor hasilnya, baik tentang
keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh maupun dampak dari kejadian yang
tidak diharapkan

BAB IV
ASUHAN PASIEN
1. Rumah sakit menjamin pelaksanaan asuhan pasien yang seragam di seluruh unit
pelayanan rumah sakit
2. Asuhan pasien yang seragam terefleksi dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Akses untuk asuhan dan pengobatan yang memadai diberikan oleh PPA yang
kompeten, dan dilakukan setiap hari atau setiap waktu
b. Penggunaan alokasi sumber daya yang sama
c. Pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien sama di semua unit pelayanan di
rumah sakit
d. Pasien dengan kesamaan kebutuhan asuhan medis, keperawatan, gizi, fisioterapi, dan
lainnya, akan menerima asuhan medis, keperawatan, gizi, fisioterapi, dan lainnya
yang setara di seluruh rumah sakit
e. Penerapan dan penggunaan regulasi, form, dan rekam medis yang sama dalam
asuhan klinis pasien
3. Asuhan pasien di Rumah Sakit diberikan dan dilaksanakan dengan pola pelayanan
berfokus pada pasien (Patient Centered Care-PCC)
4. PCC diterapkan dalam bentuk Asuhan Pasien Terintegrasi yang bersifat integrasi
horizontal dan vertikal dengan elemen:
a. Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga.
b. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan sebagai ketua tim asuhan/ Clinical Leader
c. Profesional Pemberi Asuhan bekerja sebagai tim intra- dan inter-disiplin dengan
kolaborasi interprofesional, dibantu antara lain dengan Panduan Praktik Klinis,
Panduan Asuhan PPA lainnya, Alur Klinis/ Clinical Pathway terintegrasi, Algoritme,
Protokol, Prosedur, Standing Order dan CPPT (Catatan Perkembangan Pasien
Terintegrasi)
d. Perencanaan pemulangan pasien terintegrasi
e. Asuhan gizi terintegrasi
f. Manajer Pelayanan Pasien/ Case Manager
5. Proses asuhan pasien terdiri dari
a. Assesmen pasien (kecuali assesmen gizi) yang menggunakan metode SOAP, yaitu:
1) Subyektif dimana Profesional Pemberi Asuhan mengumpulkan data dan
informasi berupa anamnesis dan riwayat penyakit pasien
2) Obyektif dimana Profesional Pemberi Asuhan mengumpulkan data dan
informasi berupa hasil pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan penunjang
3) Assesmen dimana Profesional Pemberi Asuhan melakukan analisis terhadap
data dan informasi yang menghasilkan assesmen/ diagnosis/ masalah untuk
mengidentifikasi kebutuhan pasien
4) Plan dimana Profesional Pemberi Asuhan menyusun solusi/ rencana untuk
mengatasi/ memperbaiki kelainan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan
pasien yang telah teridentifikasi.
b. Pemberian pelayanan, implementasi rencana, intervensi, monitoring
6. Assesmen pasien dilakukan oleh Profesional Pemberi Asuhan yang terdiri dari:
a. Dokter yang disebut assesmen medis
b. Perawat yang disebut pengkajian keperawatan
c. Bidan yang disebut pengkajian kebidanan
d. Ahli gizi yang disebut assesmen gizi
e. Fisioterapist yang disebut assesmen fisioterapi
f. Apoteker yang disebut rekonsiliasi
7. Menurut waktu pelaksanaannya, assesmen pasien dibagi menjadi:
a. Assesmen awal dimana pelaksanaannya dilakukan Profesional Pemberi Asuhan pada
saat pertama kali bertemu dengan pasien, dan kemudian menghasilkan diagnosis,
masalah kesehatan, dan rencana asuhan.
b. Assesmen ulang dimana pelaksanaannya dilakukan Profesional Pemberi Asuhan
untuk mengevaluasi rencana asuhan yang telah diberikan, dan kemudian
menghasilkan aqarencana kelanjutan asuhan dan atau rencana pulang
c. Assesmen lanjutan merupakan assesmen ulang pasien dengan risiko jatuh
8. Assesmen awal pasien meliputi riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, skrining
nyeri, faktor bio-psiko-sosio-kultural-spiritual, skrining status nutrisi, kebutuhan
fungsional, dan skrining pasien dengan kebutuhan untuk Perencanaan Pemulangan
Pasien (P3).
9. Assesmen awal pasien rawat inap baik medis maupun keperawatan dilakukan paling
lama 24 jam setelah pasien di rawat inap
10. Assesmen ulang medis dilaksanakan minimal satu kali sehari termasuk akhir minggu/
libur untuk pasien akut
11. Assesmen ulang keperawatan dilaksanakan minimal satu kali per shift atau sesusi dengan
perubahan kondisi pasien
12. Assesmen ulang oleh Profesional Pemberi Asuhan lainnya dilakukan sesuai kebutuhan
dan kondisi pasien.
13. Assesmen tambahan diperlukan berdasarkan kondisi dan kebutuhan pasien
BAB V
DOKTER PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN (DPJP)
1. Setiap pasien yang berobat di RS TMC harus memiliki DPJP
2. Apabila pasien berobat di unit rawat jalan, maka DPJP-nya adalah dokter klinik terkait
3. Apabila pasien berobat di IGD dan tidak dirawat inap, maka DPJP-nya adalah dokter
jaga IGD
4. Apabila pasien di rawat inap maka DPJP-nya adalah dokter spesialis disiplin yang sesuai
5. Apabila pasien dirawat bersama oleh lebih dari 1 orang dokter spesialis, maka harus
ditunjuk seorang dokter spesialis sebagai DPJP utama dan yang lain sebagai DPJP
tambahan
6. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan merupakan Ketua Tim asuhan pasien oleh para
Profesional Pemberi Asuhan (Clinical Leader)
7. Pengaturan penetapan DPJP akan disesuaikan dengan ketentuan yang telah ditetapkan
oleh Rumah Sakit

BAB VI
PEMBERIAN INTRUKSI
1. Intruksi diberikan oleh Profesional Pemberi Asuhan yang menangani pasien
2. Permintaan pemeriksaan laboratorium dan radiologi imaging harus disertai indikasi
klinis
3. Intruksi didokumentasikan di rekam medis

BAB VII
PELAYANAN DARAH
1. Pelayanan darah dan produk darah harus diberikan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang meliputi:
a. Pemberian persetujuan
b. Pengadaan darah
c. Identifikasi pasien
d. Pemberian darah
e. Monitoring pasien
f. Identifikasi dan respon terhadap reaksi transfusi
2. Pelayanan darah dan produk darah diberikan oleh staf yang kompeten dan berwenang.
BAB VIII
PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI
1. Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan regulasi pelayanan untuk pasien risiko
tinggi berdasarkan Panduan Praktik Klinik dan peraturan perundang-undangan
2. Pasien risiko tinggi di RS TMC meliputi:
a. Pasien emergensi
b. Pasien dengan penyakit menular
c. Pasien koma
d. Pasien dengan alat bantuan hidup dasar
e. Pasien terminal
f. Pasien “immunosupressed”
g. Pasien dialisis
h. Pasien dengan restraint
i. Populasi pasien rentan, seperti lansia, anak-anak, dan pasien berisiko tindak
kekerasan, ditelantarkan, dan bunuh diri.

BAB IX
PEMBERIAN PELAYANAN RISIKO TINGGI
1. Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan regulasi pemberian pelayanan risiko tinggi
berdasarkan Panduan Praktik Klinik dan peraturan perundang-undangan
2. Pelayanan risiko tinggi di RS TM meliputi:
a. Pelayanan pasien dengan penyakit menular
b. Pelayanan pasien yang menerima dialisis
c. Pelayanan pasien yang menerima obat high alert
d. Pelayanan pasien yang menjalani tindakan pembedahan
e. Pelayanan pasien yang menjalani tindakan anestesi dan sedasi

BAB X
MANAJEMEN NYERI
1. Manajemen nyeri pada setiap pasien di RS TMC menggunakan Alur Manajemen Nyeri
yang telah ditetapkan.
2. Setiap Pasien di RS TMC baik itu di IGD, Rawat Jalan, dan Rawat Inap harus di lakukan
skrining nyeri
3. Skrining nyeri dilakukan oleh dokter/ perawat bersamaan dengan pemeriksaan tanda-
tanda vital pasien
4. Bila pasien mengeluhkan nyeri pada saat skrining nyeri, maka pasien tersebut akan
dilakukan assesmen nyeri awal oleh dokter/perawat
5. Assesmen nyeri awal dilakukan dengan metode PQRST
6. Assesmen nyeri awal di Rawat Jalan hanya menilai intensitas/derajat nyeri
7. Assesmen nyeri ulang hanya menilai intensitas/ derajat nyeri.
8. Assesmen nyeri ulang dilakukan oleh dokter/perawat berdasarkan intensitas nyeri atau
tindakan yang telah dilakukan untuk mengatasi nyeri
9. Pasien /keluarga pasien mendapatkan edukasi pengelolaan nyeri yang meliputi: hasil
assesmen nyeri, terapi yang diberikan dan evaluasi terapi oleh tim tenaga medis rumah
sakit
10. Penilaian intensitas/ derajat nyeri pada anak > 1 tahun dan dewasa yang dapat
menggambarkan nyeri dengan baik, menggunakan metode Numeric Rating Scale
11. Penilaian intensitas/ derajat nyeri pada anak dan dewasa > 1 tahun yang tidak dapat
menggambarkan nyeri dengan baik, menggunakan metode Wong Baker Face Scale
12. Penilaian intensitas/ derajat nyeri pada anak < 1 tahun menggunakan metode Neonatus
and Infant Pain Scale (NIPS)
13. Penilaian intensitas/ derajat nyeri pada pasien yang tidak sadar mulai umur > 1 tahun
menggunakan metode Critical Care Pain Observation (CPOT)
14. Pasien yang mengalami nyeri ringan, nyeri sedang, dan nyeri berat akan mendapatkan
terapi sesuai terapi DPJP
15. Pasien yang mengalami nyeri berat walaupun telah mendapatkan terapi dari DPJP, dapat
dikonsulkan ke dokter Spesialis Anestesi untuk penanganan nyeri lebih lanjut atas seijin
DPJP

BAB XI
PELAYANAN GERIATRI
1. Direktur membentuk Tim Terpadu Geriatri RS TMC untuk bekerja secara Interdisiplin
untuk menangani masalah kesehatan Lanjut Usia dengan prinsip tata kelola pelayanan
terpadu dan paripurna dengan mendekatkan pelayanan kepada pasien Lanjut Usia.
2. Tim Terpadu Geriatri RS TMC dipimpin oleh Dokter Spesialis Penyakit Dalam
3. Jenis pelayanan Geriatri yang tersedia di RS TMC adalah pelayanan Geriatri tingkat
Sederhana yang meliputi Rawat Jalan dan Kunjungan Rumah (Home Care)
4. Pelayanan Geriatri di RS TMC diberikan kepada Pasien Geriatri dengan kriteria yang
telah ditentukan
5. Pelayanan Geriatri dilakukan secara mandiri, terpisah dengan pelayanan yang lainnya di
RS TMC
6. Pelayanan Geriatri di RS TMC, diberikan sesuai dengan Alur Pelayanan Geriatri yang
telah ditentukan.
7. Dalam hal Pasien Geriatri membutuhkan pelayanan Geriatri di luar kemampuan tingkatan
pelayanannya, Tim Terpadu Geriatari melakukan sistem rujukan.
8. Tim Terpadu Geriatri wajib melakukan pemantauan dan evaluasi mutu pelayanan Geriatri
secara berkesinambungan untuk mewujudkan keberhasilan pelayanan Geriatri bagi Pasien
Geriatri

BAB XII
PPRA
1. Direktur membentuk Tim Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) RS
TMC yang bertujuan menerapkan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di
Rumah Sakit melalui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring, dan
evaluasi.
2. Tim PPRA RS TMC dipimpin oleh seorang klinisi yang berminat di bidang infeksi
3. Strategi Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di RS TMC dilakukan dengan
cara:
a. Mengendalikan berkembangnya mikroba resisten akibat tekanan seleksi oleh
antibiotik, melalui penggunaan antibiotik secara bijak; dan
b. Mencegah penyebaran mikroba resisten melalui peningkatan ketaatan terhadap prinsip
pencegahan dan pengendalian infeksi.
4. Evaluasi terhadap pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba di RS TMC
dilakukan melalui:
a. evaluasi penggunaan antibiotik; dan
b. pemantauan atas muncul dan menyebarnya mikroba multiresisten.
5. Penanganan kasus infeksi dilaksanakan secara multidisiplin
6. Pemberian terapi antibiotik meliputi antibiotik empirik dan definitif
7. Pemberian antibiotik pada prosedur operasi terkontaminasi dan kotor tergolong dalam
pemberian antibiotik terapi sehingga tidak perlu ditambahkan antibiotik profilaksis
8. Pelaporan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di RS TMC dilakukan secara
berkala setiap akhir tahun dan dilaporkan kepada Menteri melalui KPRA dengan
tembusan kepada Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat dan Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya.
9. Pengobatan awal
a. Pasien yang secara klinis diduga atau diidentifikasi mengalami infeksi bakteri diberi
antibiotik empirik selama 48-72 jam.
b. Pemberian antibiotik lanjutan harus didukung data hasil pemeriksaan laboratorium
dan mikrobiologi.
c. Sebelum pemberian antibiotik dilakukan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan
mikrobiologi.
10. Antibiotik empirik ditetapkan berdasarkan pola mikroba dan kepekaan antibiotik
setempat.
11. Prinsip pemilihan antibiotik
a. Pilihan pertama (first choice).
b. Pembatasan antibiotik (restricted/reserved).
c. Kelompok antibiotik profilaksis dan terapi.
12. Pengendalian lama pemberian antibiotik dilakukan dengan menerapkan automatic stop
order sesuai dengan indikasi pemberian antibiotik yaitu profilaksis, terapi empirik, atau
terapi definitif.
13. Pelayanan laboratorium mikrobiologi.
a. Pelaporan pola mikroba dan kepekaan antibiotik dikeluarkan secara berkala setiap
tahun.
b. Pelaporan hasil uji kultur dan sensitivitas harus cepat dan akurat.
14. Bila sarana pemeriksaan mikrobiologi belum lengkap, maka diupayakan adanya
pemeriksaan pulasan gram dan KOH.

BAB XIII
IGD
1. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan 24
jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu
2. IGD RS TMC dipimpin oleh Dokter yang mempunyai minat di area medis
kegawatdaruratan
3. Perawat yang bekerja di IGD mempunyai minat di area kegawatdaruratan dan
kompetensi dasar kegawatdaruratan
4. Semua pasien yang masuk ke IGD wajib dilakukan skrining/ triase untuk menentukan
derajat kegawatannya, prioritas assesmen dan tindakan kegawatan.
5. Semua pasien yang minta dijemput wajib dilakukan skrining baik itu pada saat
menghubungi RS, maupun pada saat perawat/ dokter melakukan penjemputan di tempat
penjemputan.
6. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 menit setelah sampai di IGD
7. Semua pasien IGD dilakukan assesmen awal pasien gawat darurat
8. Assesmen awal pasien gawat darurat dilakukan sebelum pasien pindah ke ruangan,
dirujuk, atau pulang
9. Pelayanan gawat darurat memiliki kemampuan untuk melakukan pemeriksaan awal
kasus-kasus gawat darurat
10. Pelayanan gawat darurat memiliki kemampuan melakukan resusitasi dan stabilisasi (life
saving)
11. IGD dapat menahan pasien untuk observasi bila tidak tersedia tempat tidur di seluruh
rumah sakit atau bila hasil pemeriksaan penunjang belum muncul
12. Rumah sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus gawat darurat
13. Organisasi Instalasi gawat darurat didasarkan pada organisasi multidisiplin, multiprofesi
dan terintegrasi dengan struktur organisasi fungsional yang terdiri dari unsur pimpinan
dan unsur pelaksana, yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan terhadap
pasien gawat darurat di instalasi gawat darurat (IGD), dengan wewenang penuh yang
dipimpin oleh dokter

BAB XII
UNIT RAWAT JALAN
1. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk pasien rawat jalan yang mempunyai asuhan
kompleks atau diagnosis yang kompleks dalam Profil Ringkas Medis Rawat Jalan
2. Semua pasien rawat jalan dilakukan assesmen awal rawat jalan
3. Assesmen awal rawat jalan dilakukan pada pasien baru, pasien dengan diagnosis baru,
pasien dengan diagnosis sama pada kunjungan kedua yang jarak waktunya 1 bulan untuk
diagnosis akut, dan 3 bulan untuk diagnosis penyakit kronis.
BAB XIII
ICU
1. Pelayanan ICU RS TMC merupakan pelayanan ICU primer menurut aturan yang berlaku
2. Instalasi ICU RS TMC dipimpin oleh dokter Spesialis Anestesi tetap atau dokter
Spesialis Penyakit dalam Tetap
3. Pelayanan ICU RS TMC tersedia selama 24 jam sehari.
4. Perawat yang bekerja di ICU RS TMC mempunyai minat di perawatan intensif dan
diusahakan mempunyai kemampuan melakukan resusitasi dan perawatan intensif kepada
pasien
5. Pasien yang masuk ke ICU harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan RS TMC.
6. Sistem perawatan/ pelayanan medis di ICU RS TMC bersifat open system, yang berarti
bahwa DPJP pasien di ICU adalah Dokter spesialis yang memasukkan pasien ke ICU,
kecuali bila dokter tersebut meng-alihrawat-kan pasien tersebut ke dokter yang lain.
7. Setiap DPJP pasien ICU wajib mengisi form assesmen awal rawat ICU
8. Perawatan pasien di ICU RS TMC menggunakan metode Patient Centered Care, yang
berarti bahwa pasien dirawat oleh tim multidisiplin/ para PPA yang dipimpin oleh DPJP
9. Pencatatan monitoring tanda-tanda vital dilakukan paling lama setiap 1 jam.
10. Pasien diperbolehkan keluar dari ICU setelah mendapatkan pertimbangan medis dari tim
multidisiplin yang dipimpin oleh DPJP.
11. Setiap DPJP pasien yang mengeluarkan pasien dari ICU, wajib mengisi form resume
pasien rawat ICU

BAB XIV
INSTALASI RAWAT INAP
1. Pada proses admisi pasien rawat inap dilakukan skrining kebutuhan pasien untuk
menetapkan pelayanan preventif, paliatif, kuratif, dan rehabilitatif yang diprioritaskan
berdasar atas kondisi pasien
2. Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan regulasi mengenai proses pemulangan
pasien dari rumah sakit berdasar atas kondisi kesehatan pasien dan kebutuhan
kesinambungan asuhan atau tindakan
3. Rumah sakit tidak mengizinkan pasien untuk keluar dari rumah sakit selama pasien
tersebut masih dalam masa perawatan dan belum diperbolehkan pulang oleh DPJP.
4. Bila pasien membutuhkan pelayanan dukungan dan pelayanan kesehatan setelah pasien
keluar dari rumah sakit, maka rumah sakit akan bekerja sama dengan praktisi kesehatan
di luar rumah sakit untuk pemberian pelayanan yang dibutuhkan.
5. Ringkasan pasien pulang dibuat untuk semua pasien rawat inap oleh DPJP sebelum
pasien pulang
6. Ringkasan pasien pulang memuat hal:
a. Indikasi pasien masuk dirawat, diagnosis, dan komorbiditas lain
b. Temuan fisik penting dan temuan-temuan lain
c. Tindakan diagnostik dan prosedur terapi yang telah dikerjakan
d. Obat yang diberikan selama dirawat inap dengan potensi akibat residual setelah obat
tidak diteruskan dan semua obat yang harus diberikan di rumah
e. Kondisi pasien saat pulang
f. Intruksi tindak lanjut
g. Tanda tangan pasien/ keluarga
7. Ringkasan pasien pulang diberikan kepada pasien, pihak penjamin, dan tenaga kesehatan
yang bertanggung jawab memberikan kelanjutan asiuhan

BAB XV
RUJUKAN
1. Rumah sakit menetapkan proses rujukan untuk memastikan pasien pindah dengan aman
meliputi:
a. Memastikan rumah sakit yang dirujuk dapat memenuhi kebutuhan pasien
b. Memastikan staf yang kompeten yang menemani pasien selama dalam perjalanan
c. Memastikan kebutuhan obat-obatan, alat medis, transportasi selama perjalanan dapat
memenuhi kebutuhan pasien
d. Memastikan adanya proses serah terima antar staf pengantar dengan yang menerima
e. Memastikan adanya evaluasi terhadap mutu dan keamanan proses rujukan

BAB XVI
TRANSPORTASI
1. Rumah sakit menetapkan regulasi tentang transportasi yang aman dalam proses merujuk,
penjemputan, pemindahan, dan atau pemulangan pasien rawat inap atau pasien rawat
jalan yang memenuhi kebutuhan pasien

Anda mungkin juga menyukai