Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

RISIKO PERILAKU KEKERASAN (RPK)

Disusun oleh:

Safanah Aulya Nugroho


202114126

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA

2022
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik,baik pada
dirinya sendiri maupun orang lain,di sertai dengan amuk dan gaduh
gelisah yang tidak terkontrol (kusumawati dan hartono,2010)
Herdman (2012) mengatakan bahwa risiko perilaku kekerasan
merupakan perilaku yang diperlihatkan oleh individu. Bentuk ancaman
bisa fisik, emosional atau seksual yang ditujukan kepada orang lain.
Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut,
manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik
emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga
menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan
ketergantungan pada orang lain.  Perilaku kekerasan merupakan suatu
keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan (fitria, 2009).
Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpiulkan bahwa perilaku
kekerasan merupakan respon emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap
kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman. Perilaku
kekerasan dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan.
B. Diagnosa Medik
1. Resiko Perilaku Kekerasan
2. Perilaku Kekerasan
C. Etiologi
1. Faktor predisposisi
a. Teori biologik
1) Neurologic factor, beragam komponen dari system
syaraf seperti synap, neurotrans mitter, dendrit, axon,
terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau
menghambat rangsangan atau pesan-pesan yang akan
mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat
terihat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
bermusuhan dan respons agresif.
2) Genetic factor, adanya factor gen yang di turunkan
melalui orang tua, menjadi potensi perilaku agresif.
Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen
manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang sedang
tidur dan akan bangun jika terstimulasi oleh faktor
eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyo type
XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni perilaku
tidak kriminal serta orang-orang yang tersangkut hukum
akibat perilaku agresif
3) Cyicordian Rhytm (irama sirkardian tubuh) memegang
peranan pada individu. Menurut penelitian pada jam-
jam tertentu manusia mengalami peningkatan cortisol
terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang kerja
dan menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan
jam 13. Pada jam tertentu orang lebih mudah
terstimulasi untuk bersikap agresif
4) Biochemistry factor (factor biokimia tubuh) seperti
neurotransmitter diotak (epinephrine, norepinephrine,
dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan
dalam penyampaian informasi melalui system
persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar
tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan
akan dihantar melalui implus neurotransmitter ke otak
dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan
hormon androgen dan norepinephrine serta penurunan
serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal vertebra
dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif
5) Brain Area disorder, gangguan pada system limbic dan
lobus temporal, sintrom otak organik, tumor otak,
trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan
sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tidak
kekerasan
b. Teori psikologik
1) Teori psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh
riwayat tumbuh kembang seseorang (life span hystori).
Teori ini menjelaskan bahwa ada ketidakpuasan fase oral
antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih
sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup
cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan
setelah dewasa sebagai kompensasi adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri perilaku
tindak kekerasan
2) Imitation, modeling and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang
dalam lingkungan yang menolelis kekerasan. Adanya
contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media atau
lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku
tersebut.
Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan
untuk menonton tayangan pemukulan pada boneka dengan
reward positif (makin keras pukulannya akan diberi
coklat), anak lain menonton tayangan cara mengasihi dan
mencium boneka tersebut dengan reward positif pula
(makin baik belaiannya mendapat hadiah coklat ) setelah
anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-
masing anak berperilaku sesuai dengan tontonan yang
pernah dialaminya
3) Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu
terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana
respon ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati
bagaimana respons ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa
dengan agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli,
bertanya, menanggapi dan menganggap bahwa dirinya eksis
dan patut unntuk diperhitungkan
c. Teori sosikultural
Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan
uang receh, sesaji atau kotoran kerbau di keratin, serta ritual-
ritual yang cenderung mengarah pada kemusrykan secara tidak
langsung turut memupuk sikap agresif dan ingin menang
sendiri. Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan
menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian
masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi
terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu juga dengan
maraknya demonstrasi, flem-flem kekerasan, mistik, tahayul
dan perdukunan (santet, teluh) dalam tayangan televisi
d. Aspek religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresivitas
merupakan dorongan dan bisikan setan yang sangat menyukai
kerusakan agar manusia menyesal (devil support). Semua
bentuk kekerasan adalah bisikan setan melalui pembuluh darah
ke jantung, otak dan organ vital manusia lain yang dituruti
manusia sebagai bentuk kompensasi bahwa kebutuhan dirinya
terancam dan harus segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan
akal (ego) dan norma agama (super ego).
2. Faktor presipitasi
Faktor faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali
berkaitan dengan :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidak
mampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.
D. Rentang Respon

Gambar : Rentang Respon Perilaku Kekerasan ( Ermawati,2009 )


Perbandingan Perilaku Asertif, Frustasi, Pasif, Agresif, Mengamuk
1. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai
perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan hargadiri orang lain.
2. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan
atau keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan
kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan
kemarahan.
3. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang dialami.
4. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih
dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau
mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang
harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan
mengharapkan perlakuan yang samadari orang lain
5. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan control diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak
dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Respon kemarahan dapat
berfluktusi dalam rentang adaptif-maladaptif.

E. Tanda dan Gejala


Dalam perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau
wawancara tentang perilaku berikut ini :
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Ketus
e. Suara keras
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Merusak barang atau benda
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Agresif/amuk
e. Menyerang orang lain
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam
dan jengkel, tidak berdaya, bermusushan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penoalakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual
F. Pohon Masalah
Resiko mencederai orang lain/lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan harga diri : harga diri rendah

G. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Risiko tinggi mencederai orang lain
3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah

H. Tindakan Keperawatan
Intervensi pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan dapat dilakukan
dengan pemberian teknik mengontrol perilaku kekerasan dengan
pemberian SP I cara fisik yaitu relaksasi nafas dalam, serta penyaluran
energi, SP II dengan pemberian obat, SP III dengan verbal atau social, SP
IV spiritual. Intervensi tersebut dilakukan pada pasien lalu pasien
diberikan jadwal kegiatan sehari dalam upaya mengevaluasi kemampuan
mengontrol perilaku kekerasan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami,Ermawati, dkk. 2009.Asuhan Keperawatan Klein DenganGangguanJiwa.


Jakarta : Trans Info Media.

Dermawan,Deden dan Rusdi.2013. Keperawatan Jiwa Konsep Dan Kerangka Kerja


Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:Gosyen Publishing.

Direja,Ade Herman S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta:Nuha


Medika.

Jurnal Keperawatan Jiwa. 2013. PPNI. Vol.1 (2): 108.

Jurnal Pendidikan dan Praktik Keperawatan Indonesia. 2014 INJEC. Vol.1 (2): 179.

Kaliat, Budi A. 2011.Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic


Course).Jakarta: EGC.

Kaliat, Budi A. 2011.Manajemen Kasus Gangguan Jiwa: CMHN (Intermadiate


Course).Jakarta: EGC.

Kaliat, Budi A. 2009. Model Praktik Keperawatan profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Kaliat, Budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Lumbantobing. 2007. Skizofrenia Gila. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Nasir, Abdul & Abdul M. 2011.Dasar-dasar Keperawatan Jiwa pengantar dan


Teori.Jakarta: Salemba Medika.

Stuart dan Laraia. 2001. Principle and Practice of Psychiatric Nursing, Edisi 6, St.
Louis Mosby Year Book.

Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Jakarta: Refika Aditama


STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Masalah :Resiko Perilaku Kekerasan


Pertemuan :1
  
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian :
a. Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika    sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
2. Diagnosa keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

B. STRTEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Tindakan keperawatan untuk pasien
a. Tujuan
1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
4) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
5) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya
6) Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara
fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
b. Tindakan
1) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara.
Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina hubungan
saling percaya adalah:
a) Mengucapkan salam terapeutik
b) Berjabat tangan
c) Menjelaskan tujuan interaksi
d) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali
bertemu pasien
2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini
dan  yang lalu
3) Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku
kekerasan
a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
psikologis
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
spiritual
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
intelektual
4) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan pada saat  marah   secara:
a) verbal
b) terhadap orang lain
c) terhadap diri sendiri
d) terhadap lingkungan
5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan
secara:
a) Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam
b) Obat
c) Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
d) Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
7) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik:
a) Latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal
b) Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur – bantal
8) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
a) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan
perasaan dengan baik
b) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
9) Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual:
a) Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa
b) Buat jadwal latihan sholat, berdoa
10) Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:
a) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima
benar (benar nama
b) pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar
waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan
guna obat dan akibat berhenti minum obat
11) Susun jadwal minum obat secara teratur
a) Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok 
Stimulasi Persepsi mengontrol Perilaku Kekerasan
b) Susun jadwal minum obat secara teratur
12) Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok  Stimulasi
Persepsi mengontrol Perilaku Kekerasan

A. ORIENTASI:
“Selamat pagi  bu, perkenalkan nama perawat (...) panggil saya perawat
(...), saya perawat yang dinas di ruangan 9 ini, Nama ibu siapa, senangnya
dipanggil apa? Bagaimana perasaan ibu saat  ini?, Masih ada perasaan
kesal atau marah? Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang 
tentang perasaan marah ibu” Berapa lama ibu mau kita berbincang-
bincang?” Bagaimana kalau 10 menit? Dimana enaknya kita duduk untuk
berbincang-bincang, bu? Bagaimana kalau di ruang tamu?”

B. KERJA:
“Apa yang menyebabkan ibu marah?, Abuah sebelumnya ibu pernah
marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?.
O..iya, apakah ada penyebab lain yang membuat ibu  marah” “Pada saat
penyebab marah itu ada, seperti ibu stress karena pekerjaan atau masalah
uang. apa yang ibu rasakan?”
“Apakah ibu merasakan kesal kemudian dada ibu berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang ibu lakukan? O..iya, jadi ibu marah-marah,
membanting pintu dan memecahkan barang-barang, abuah dengan cara
ini stress ibu hilang? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang ibu
lakukan? Betul, istri jadi takut barang-barang pecah. Menurut ibu adakah
cara lain yang lebih baik? Maukah ibu belajar cara mengungkapkan
kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, bu. Salah satunya
adalahlah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa
marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini bu, kalau tanda-tanda marah tadi sudah ibu rasakan maka ibu
berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu
perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo
coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah,
lakukan 5 kali. Bagus sekali, ibu  sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini ibu lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul ibu sudah terbiasa melakukannya”

C. TERMINASI
“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
ibu?”
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat  lagi penyebab marah ibu yang
lalu, apa yang ibu lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan
lupa latihan napas dalamnya ya bu. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya
ya bu, berapa kali sehari ibu mau latihan napas dalam?, jam berapa saja
bu?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang
lain untuk mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya bu,
Selamat pagi” 
STARTEGI PELAKSANAAN PASIEN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Masalah :Resiko Perilaku Kekerasan


Pertemuan :2
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien :
a. Data Subjektif
1) Klien mengatakan dendam dan jengkel
2) Klien menyalahkan dan menuntut
3) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
4) Klien mengancam.
b. Data Objektif
1) Muka merah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Bicara kasar
4) Suara tinggi, menjerit atau berteriak.
2. Diagnose Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan khusus :
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat
c. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

B. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
“Assalamu’alaikum Bu, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita
ketemu lagi”
“ Bagaimana Bu, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur
bantal?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?.
Coba kita lihat cek kegiatannya”.  
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum
obat yang benar untuk mengontrol rasa marah?”  
“Dimana enaknya kita berbincang -bincang? Bagaimana kalau di tempat
kemarin?”  
“Berapa lama Ibu A mau kita berbincang -bincang? Bagaimana kalau 15
menit”  
“Dimana kita bicara, Bagaimana kalau di ruang tamu?”

2. Fase Kerja
(perawat membawa obat pasien) 
“Ibu A sudah dapat obat dari dokter?”  
“Berapa macam obat yang Ibu A minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam
berapa Ibu A minum?”
“Bagus!” 
“Obatnya ada tiga macam Bu, yang warnanya oranye  namanya CPZ
gunanya agar pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks,
dan yang merah jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa
marah berkurang. semuanya ini harus Ibu A minum 3 kali sehari jam 7
pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”. 
“Bila nanti setelah minum obat mulut Ibu A terasa kering,   untuk
membantu mengatasinya Ibu A bisa minum air putih yang tersedia di
ruangan”. 
“Bila terasa mata berkunang -kunang, Ibu A sebaiknya istirahat dan
jangan beraktivitas dulu”  
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini Ibu A lihat dulu label di kotak
obat  apakah sudah benar nama Ibu A tertulis disitu, berapa dosis yang
harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga nama obatnya
sudah benar? Di sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi benar
obatnya!”  
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan
dokter ya Bu, karena dapat terjadi kekambuhan.”  
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadwal ya Bu.”  

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah tahu cara mengotrol dengan minum
obat yang benar?”
“Coba Ibu sebutkan cara minum obat dengan benar? Bagus bu.”
b. Rencana Tindak Lanjut
“Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat.
Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya”. 
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara verbal meliputi mengungkapkan, meminta,
menolak dengan benar. Mau jam berapa Bu? Baik, jam 10 pagi ya.
Ditempat mana kita berbincang-bincang bu? Oh disini juga ya bu.
Baik bu saya izin pamit undur diri terlebih dahulu.
Wassalamu’alaikum wr wb”
SP 3 PASIEN RISIKO PERILAKU KEKERASAN
LATIHAN MENGONTROL PERILAKU KEKERASAN SECARA
SOSIAL/VERBAL
Masalah : Risiko Perilaku Kekerasan
Pertemuan :3
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data subjektif
1) Klien mengatakan dandam dan jengkel
2) Klien menyalahkan dan menuntut
3) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
4) Klien mengancam
b. Data objektif
1) Muka merah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Bicara kasar
4) Suara tinggi,menjerit atau berteriak
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
a. Mengevaluasi gejala PK dan memvalidasi kemampuan melaksanakan
jadwal kegitan latihan fisik 1,2 & obat. Memberikan pujian
b. Melatih cara mengontrol PK dengan cara verbal (3 cara, yaitu dengan
mengungkapkan, meminta, menolak dengan benar)
c. Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum oba dan
verbal
B. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
“Selamat pagi ibu A, masih ingat dengan saya kan ?, sesuai dengan janji saya
kemarin sekarang kita ketemu lagi ya ibu A”
“bagaimana perasaan ibu A sekarang ?, apakah ibu masih ingat apa gejala
perilaku kekerasan ?, yah jawaban ibu A benar”
“ibu A apakah masih ingat bagaimana cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan obat?, apakah ibu masih ingat berapa obat ibu dan apa saja
obatnya?,wah benar jawaban ibu, coba ibu A sebutan ada berapa prinsip benar
minum obat?, wah ternyata ibu A masih ingat ya, bagus sekali ibu A”
“apakah ibu A sudah melakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur
bantal sesuai jadwal?, bagaimana perasaan ibu A setalah melakukan latihan
tarik napas dan pukul kasur bantal ?, apakah ibu A melakukan latihan secara
teratur ?, wah bagus sekali ya ibu melakukan latihan tarik nafas dan pukul
bantal guling dengan teratur”
“coba saya lihat jadwal harian kegiatan ibu A.wah bagus sekali ya ibu A
sudah melakukan latihan tarik napas dan pukul kasur bantal dan minum obat
secara teratur juga. Nah, kalau dilakukan sendiri tulis M, artinya mandiri,
kalau diingatkan suster baru ditulis B, artinya dibantu atau diingatkan, dan
kalau tidak dilakukan ditulis T, artinya belum bisa melakukan. Apakah ibu A
mengerti ?”
“bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah
marah ? .Dimana enaknya kita berbincang-bincang ibu A ?, bagaimana jika
ditaman samping ?. Ibu A mau berapa lama kita berbincang-bincang ?,
bagaimana kalau 20 menit ?”

2. Kerja
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau
marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal, dan
sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah.
Untuk caranya sendiri ada tiga cara bu”
“ pertama, meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah
serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin ibu A bilang penyebab
marahnya karena minta uang ke suami tapi tidak dikasih. Coba ibu A minta
minta uang kepada suami dengan cara yang baik, contohnya : pak saya minta
uang untuk beli baju. Nanti ibu A bisa dipraktekkan disini untuk meminta
baju, minta makan, minta oat dan lain-lain. Coba sekarang ibu A praktekkan
sekarang. Wah bagus sekali ya ibu A, caranya begitu ya bu, harus meminta
dengan cara yang baik, jangan marah-marah pakai emosi”
“Kedua, menolak dengan baik, jika da yang menyuruh dan ibu A tidak ingin
melakukannya, katakan : Maaf, saya tidak bisa melakukannya karena sedang
ada urusan lain. Coba sekarang ibu A prektekkan sekarang. Wah bagus ya ibu

“Ketiga, mengucapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal ibu A dapat mengatakan : saya jadi ingin marah karena
perkataanmu itu. Jadi ibu jangan langsung marah ya. Coba sekarang ibu A
praktekkan sekarang. Wah, bagus ya ibu A, caranya seperti itu ya bu jika ada
orang lain yang membuat kesal ibu”

3. Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu A setelah kita berbincang-bincang tentang cara
mengontrol marah dengan berbicara yang baik ?”
“Coba ibu A sebutkan cara bicara yang baik yang telah kita pelajari tadi ?,
bagus sekali ibu A, dapat menjelaskan kembali apa yang sudah kita pelajari
tadi”
“sekarang mari kita masukkan dalam jadwal harian ibu A ya. Ibu A mau
latihan bicara yang baik berapa kali sehari bu ?,mau di jam berapa bu ?, bisa
kita buatkan jadwalnya?”
“ coba ibu A masukkan dalam jadwal harian ibu, misalnya meminta makan,
uang, obat, dll. Bagus nanti dicoba lagi ya ibu A”
“Bagimana kalau nanti sore kita ketemu lagi bu?, nanti kita akan
membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah ibu yaitu dengan cara
ibadah, apakah ibu setuju?, nanti mau jam berapa bu ?, baik nanti jam 4 sore
ya, ibu A mau di tempat mana ?, tetep disini atau mau pindah?, baik disini lagi
ya bu”
“Baik sampai ketemu nanti lagi ya ibu A, selamat pagi”
SP 4 PASIEN RISIKO PERILAKU KEKERASAN
LATIHAN SPIRITUAL
Masalah : Risiko Perilaku Kekerasan
Pertemuan : 4
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data subjektif
1) Klien mengatakan dandam dan jengkel
2) Klien menyalahkan dan menuntut
3) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
4) Klien mengancam
b. Data objektif
1) Muka merah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Bicara kasar
4) Suara tinggi,menjerit atau berteriak
2. Diagnosa Keperawata
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
a. Mengevaluasi gejala PK dan memvalidasi kemampuan
melaksanakan jadwal kegitan latihan fisik 1, 2 & obat, dan bicara
asertif. Memberikan pujian
b. Melatih cara mengontrol PK secara spiritual dengan berdoa.
c. Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan spiritual

B. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
“Selamat pagi ibu A, masih ingat dengan saya kan ?, sesuai dengan janji
saya kemarin sekarang kita ketemu lagi ya ibu A”
“bagaimana perasaan ibu A sekarang ?, apakah ibu masih ingat apa
gejala perilaku kekerasan ?, yah jawaban ibu A benar”
“ibu A apakah masih ingat bagaimana cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan berbicara yang baik?, apakah ibu masih ingat berapa
cara mengungkapkannya?,wah benar jawaban ibu, coba ibu A sebutkan
apa saja caranya?, wah ternyata ibu A masih ingat ya, bagus sekali ibu

“apakah ibu A sudah melakukan latihan tarik napas dalam dan pukul
kasur bantal sesuai jadwal?, bagaimana perasaan ibu A setalah
melakukan latihan tarik napas dan pukul kasur bantal ?, apakah ibu A
melakukan latihan secara teratur ?, wah bagus sekali ya ibu melakukan
latihan tarik nafas dan pukul bantal guling dengan teratur”
“coba saya lihat jadwal harian kegiatan ibu A.wah bagus sekali ya ibu A
sudah melakukan latihan tarik napas dan pukul kasur bantal dan minum
obat secara teratur juga. Nah, kalau dilakukan sendiri tulis M, artinya
mandiri, kalau diingatkan suster baru ditulis B, artinya dibantu atau
diingatkan, dan kalau tidak dilakukan ditulis T, artinya belum bisa
melakukan. Apakah ibu A mengerti ?”
“bagaimana kalau sekarang kita latihan spiritual dengan
berdoa? .Dimana enaknya kita berbincang-bincang ibu A ?, bagaimana
jika ditaman samping ?. Ibu A mau berapa lama kita berbincang-bincang
?, bagaimana kalau 20 menit ?”
2. Kerja
“Sekarang kita latihan spiritual dengan berdoa ya. Kalau marah sudah
disalurkan melalui tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal, dan
berbicara asertif, maka kita perlu berdoa agar diberikan kesembuhan dan
bisa pulih seperti sediakala.”
“ pertama, jika ibu sedang marah dan sudah melakukan latihan tarik napas
dalam, pukul bantal dan berbicara asertif tidak kunjung lega. Ada baiknya
jika ibu A mengambil wudhu. Salah satu manfaat dari wudhu adalah
meredam amarah, bu.”
“Kedua, jika ibu A selesai berwudhu. Agar mengoptimalkan manfaatnya
ibu A bisa sholat. Didahulukan sholat wajibnya baru yang sunnah, ya bu.”
“Ketiga, jika ibu sudah selesai sholat sebaiknya jangan langsung pergi.
Tetapi berdzikir mendekatkan diri kepada Tuhan dan berdoa memohon
agar dijauhkan dari amarah dan meminta kemudahan untuk
mengendalikan marah ibu.”
“Ibu A sudah tahukan sholat wajib ada berapa kali sehari? Iya, bemar, Bu.
Sholat wajib ada 5 kali sehari.”
“Bisa ibu sebutkan apa saja sholat wajib itu? Wah, ibu benar. Ada subuh,
dzuhur, ashar, maghrib, dan isya’ ya, bu.”
“Kalau dzikir ada berapa ibu? Benar ada 3. Bisa disebutkan apa saja 3
dzikir itu, bu?”
“Benar lagi, ada subhanallah, alhamdulilah, dan allahuakbar ya, bu.”
“Disamping itu tadi jangan lupa beristighfar jika saat ingin marah.
Niscaya jika ibu beristighfar, tidak jadi marah ya, bu.”
3. Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu A setelah kita berbincang-bincang tentang cara
mengontrol marah dengan latihan spiritual?”
“Coba ibu A sebutkan cara latihan spiritual yang telah kita pelajari tadi ?,
bagus sekali ibu A, dapat menjelaskan kembali apa yang sudah kita
pelajari tadi”
“sekarang mari kita masukkan dalam jadwal harian ibu A ya. Ibu A
bersedia ya latihan spiritual 5 kali sehari bu ? dan tepat waktu ? bisa kita
buatkan jadwalnya?”
“ coba ibu A masukkan dalam jadwal harian ibu, misalnya berwudhu,
menunaikan sholat, berdzikir, dan berdoa. Bagus nanti jika sudah
memasuki waktu sholat bisa dipraktikkan ya ibu A”
“ bagus sekali bu,  ibu sudah bisa memahami dengan baik, jangan
lupa ya bu kegiatan tadi dituliskan setiap kali ibu melakukannya,
dan tak lupa kegiatan sebelumnya juga di catat ya bu”.
“Pertemuan depan kita bertemu kembali ya bu , nanti kita bicar akan
kembali empat cara untuk mengontrol saat sedang marah yaitu
latihan teknik nafas dalam dan pukul kasur, minum obat, meminta
dan menolak dengan cara yang baik serta latihan dengan spiritual.
Saya akan melihat kemampuan ibu A dalam melakukan kegiatan
yang sudah dibuat dalam jadwal ini dan bagaiman perasaan Ibu
A setelah melakukannya. I bu maunya dimana dan jam berapa
Bu ?’’
“Baiklah  Bu, kita sepakati pertemuan mendatang kita bertemu
ditempat yang sama dan di jam yang sama ya bu. Sebelum saya
pamit, apakah masih ada yang ingin Ibu A tanyakan?, jika tidak
saya pamit permisi ya Bu.”
“Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat pagi, Ibu.”

Anda mungkin juga menyukai