Anda di halaman 1dari 17

KONSEP TRIAGE

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Peminatan 1


Dosen Pembimbing: Barkah Waladani, M. Kep.

Disusun Oleh:
Kelompok 3
1. Devie Tika Sari (A12019022)
2. Dewi Ismahwati (A12019023)
3. Dewi Sofi Nur Afifah (A12019024)
4. Dhanie Aprilia Janna (A12019025)
5. Diah Alifia Dwi Prastika (A12019026)
6. Dian Nurjanah (A12019027)
7. Dita Vega Sepdiyanti (A12019028)
8. Dwi Aprilia Putri (A12019029)
9. Dwi Ayu Nurul Faizah (A12019030)

KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Konsep
Triage”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah
Peminatan 1 Universitas Muhammadiyah Gombong.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih


yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah ikut berpastisipasi dalam
proses pembuatan makalah ini sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat
waktu.

Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Kebumen, 26 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

A. Latar Belakang...............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6

A. Definisi Triage................................................................................................6
B. Tujuan Triage.................................................................................................6
C. Prinsip Prinsip Triage.....................................................................................7
D. Sistem Triage.................................................................................................8
E. Klasifikasi Triage............................................................................................9
F. Model Triage...............................................................................................11
BAB III PENUTUP.............................................................................................16

A. Kesimpulan..................................................................................................16
B. Saran...........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penggunaan istilah triage ini sudah lama berkembang. Konsep
awal triage modern yang berkembang meniru konsep pada jaman
Napoleon dimana Baron Dominique Jean Larrey (1766 – 1842), seorang
dokter bedah yang merawat tentara Napoleon, mengembangkan dan
melaksanakan sebuah system perawatan dalam kondisi yang paling
mendesak pada tentara yang datang tanpa memperhatikan urutan
kedatangan mereka. System tersebut memberikan perawatan awal pada
luka ketika berada di medan perang kemudian tentara diangkut ke rumah
sakit/tempat perawatan yang berlokasi di garis belakang. Sebelum Larrey
menuangkan konsepnya, semua orang yang terluka tetap berada di
medan perang hingga perang usai baru kemudian diberikan perawatan.
Penggunaan awal kata “trier” mengacu pada penampisan
screening di medan perang. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk
menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus
dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya
manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap hamper
100 juta orang yang memerlukan pertolongan di unit gawat darurat
(UGD) setiap tahunnya. Berbagai system triage mulai dikembangkan pada
akhir tahun 1950-an seiring jumlah kunjungan UGD yang telah melampaui
kemampuan sumber daya yang ada untuk melakukan penanganan
segera. Tujuan triage adalah memilih atau menggolongkan semua pasien
yang datang ke UGD dan menetapkan prioritas penanganan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan triage ?
2. Apa saja tujuan adanya triage ?
3. Apa saja prinsip triage ?
4. Bagaimana sistem triage ?
5. Apa saja klasifikasi triage ?
6. Model apa saja yang ada pada triage ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan dapat memberikan informasi kepada
pembaca mengenai triage
2. Tujuan Khusus  
1. Mampu menjelaskan tentang triage
2. Mampu menjelaskan tujuan triage
3. Mampu menjelaskan prinsip dasar triage
4. Mampu menjelaskan sistem triage
5. Mampu menjelaskan macam-macam triage
6. Mampu melaksanakan triage
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Triage
Triase yaitu untuk mengidentifikasi pasien yang berdasarkan
prioritas. Triase di dalam Bahasa perancis disebut Trier yang artinya
menyeleksi. Istilah triase pada zaman dahulu digunakan untuk menyeleksi
anggur yang baik dan buruknya sebelum di olah menjadi minuman anggur
yang berkualitas, seiring waktu berjalan, istiah triase kemudian digunakan
pada bidang medis (Mardalena, 2016).
Menurut Wijaya (2010) triase adalah proses pemilihan korban
sebelum ditangani, pemilihan tersebut dilandasikan pada proses khusus
pasien berdasarkan berat tidaknya penyakit pasien. Ziammermann dan
Herr dalam bukunya yang berjudul Triage Nursing Scret (2006)
mendefinisikan bahwa triase digolongkan berdasarkan tipe dan tingkat
kegawatan, keterbatasan alat, keterbatasan fasilitas (Mardalena, 2016)
Triase memiliki tujuan utama meminimalkan terjadinya cedera dan
kegagalan selama proses keselamatan pasien. Perawat yang berhak
melakukan triase adalah perawat yang telah bersertifikat pelatihan
Penanggulangan Pasien Gawat Darurat ( PPGD) dan Basic Trauma Cardiac
Life Support (BTCLS). Perawat yang melakukan triase diutamakan yang
memiliki pengetahuan yang memadai dan memiliki pengalaman
(Mardalena, 2016).

B. Tujuan Triage
Menurut Musliha (2012), tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi
kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage selanjutnya adalah untuk
menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan
pertolongan kedaruratan.
Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
1. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada
pasien
2. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan
pengobatan lanjutan
3. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses
penanggulangan/pengobatan gawat adarurat.
Sistem Triage dipengaruhi:
1. Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan
2. Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien
3. Denah bangunan fisik unit gawat darurat
4. Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis.

C. Prinsip Prinsip Triage


Prinsip dalam triase adalah penanganan pasien secara cepat dan tepat,
menurut making the right decision a triage curriculum (1995) , prinsip
triase adalah respon time, diusahakan sesingkat mungkin untuk
menyelamatkan pasien (time saving is life saving), pasien yang benar (the
right patient), tempat yang benar (to the right place) waktu yang benar (at
the right time), dan tersedianya perawatan yang benar (with the right care
provider) bertujuan untuk menyelamatkan pasien dan menghindari pasien
dari resiko kematian dan kecacatan.
Prinsip triase adalah tindakan yang terbaik untuk menyelamatkan banyak
orang, meskipun SDM dan alat terbatas. Perawat melakukan seleksi pasien
terlebih dahulu sebelum ditindak lanjuti berdasarkan ancaman yang
mematikan dalam hitungan menit, tingkat kematian dalam hitungan jam,
trauma ringan, dan pasien yang sudah meninggal dunia.
Menurut Kartikawati (2014) menuliskan setidaknya ada beberapa prinsip
triase. Prinsip-prinsip tersebut meliputi ;
1. Tindakan dilakukan cepat, singkat, akurat.
2. Memiliki kemampuan merespons, menilai kondisi pasien yang
sakit, cedera atau yang sekarat.
3. Melakukan pengkajian secara adekuat dan akurat.
4. Membuat keputusan berdasarkan dengan kajian.
5. Memberi kepuasan pada pasien, bisa berupa perawatan secara
simultan, cepat, dan pasien tidak ada yang dikeluhkan.
6. Perawatan memberikan dukungan emosional, baik kepada warga
maupun kepada pasien
7. Menentukan pasien berdasarkan tempat, waktu, pelayanan yang
tepat.

D. Sistem Triage
1) Klien datang dan diterima oleh petugas UGD.

2) Lalu di ruang triase petugas melakukan anamnase dan pemeriksaan


singkat dan cepat untuk menentukan derajat kegawatan klien.

3) Jika jumlah penderita lebih dari 50 orang maka triase dapat dilakukan
di luar ruangan triase.

4) Klien diklasifikasikan berdasarkan kegawatannya dengan memberikan


kode warna kepada klien:

a. Segera (immediate) dengan kode warna merah, klien dengan tipe


ini mengalami cidera yang mengancam jiwa dan membutuhkan
pertolongan segera.

b. Tunda(delayed) dengan kode kuning, klien dengan tipe ini


memerlukan tindakan definitif namun tidak mengancam jiwa.

c. Minimal dengan kode warna hijau, klien dengan tipe seperti ini
hanya mengalami cedera yang minimal dan masih mampu
berjalan dan menolong dirinya sendiri.
d. Expextant dengan kode warna hitam, klien dengan tipe ini
mengalami cedera yang sangat parah dan mematikan serta akan
meninggal meskipun mendapatkan perawatan.

e. Prioritas pelayanan klien diurutkan berdasarkan warna yaitu


merah, kuning, hijau dan hitam.
f. Klien dengan kode merah langsung diberikan tindakan diruangan
UGD namun jika memerlukan tindakan lanjut klien dipindahkan
keruangan operasi atau dilakukan rujukan.

g. Klien dengan kode warna kuning yang membutuhkan tindakan


lanjut akan dipindahkan ke ruangan observasi dan menunggu
giliran setelah klien triase merah.

h. Klien dengan kode warna hijau dipindahkan ke ruang rawat jalan


atau jika kondisi kilen sudah membaik dapat dipulangkan.

i. Klien dengan kode hitam langsung dibawa keruangan jenazah


(Wijaya, 2019, pp. 305–307).

E. Klasifikasi Triage
1) Menurut (Setyawan & Supriyanto, 2019, p. 312) Klasifikasi berdasarkan
Triage Tage (laber triase). Label triase sangat penting untuk menentukan
prioritas layanan. Sistem triase ini memprioritaskan pasien berdasarkan
kondisi pasien pada saat masuk ruang perawatan dan memberikan kode
warna untuk pasien.
1. Prioritas nol (hitam).

Kode label ini diberikan kepada pasien yang memiliki kemungkinan


hidup yang sangat rendah, luka sangat parah dan juga tidak ada
tanda-tanda kehidupan.

Contohnya henti jantung, trauma kepala berat dan kritis.


2. Prioritas pertama ( merah)

Kode label ini diberikan pada pasien yang nyawanya terancam,


namun mempunyai kesempatan hidup yang besar sehingga perlu
dilakukan tindakan resusitasi dan tindakan bedah segera.
Contohnya sumbatan jalan napas, tension pneumothorak, syok
hemoragik, luka terpotong , cumbotio (luka bakar) tingkat II
dengan luas >25%.

3. Prioritas kedua ( kuning)

Kode label ini diberikan pada pasien yang nyawanya terancam


apabila tidak segera dilakukan tindakan. Misalnya patah tulang
besar, luka bakar pada tingkat II dan III <25%, trauma thorak,
trauma abdomen, laserasi luas dan trauma bola mata.

4. Prioritas ketiga ( hijau)

Kode label ini diberikan pada pasien yang mengalami cidera minor
yang tidak memerlukan tindakan segera. Contohnya luka
superfisial dan luka ringan.

2) Klasifikasi triase berdasarkan prioritas perawatan.

1. Gawat darurat (P1) : keadaan yang sangat mengancam nyawa


pasien atau adanya gangguan ABC dan memerlukan tindakan
segera. Contohnya cardiac arrest, penurunan kesadaran, trauma
mayor dengan perdarahan hebat.

2. Gawat tidak darurat (P2) : keadaan ini mengancam nyawa namun


tidak membutuhkan tindakan segera. Contohnya pasien kanker
stadium lanjut, fraktur, sickle cell.

3. Darurat tidak gawat (P3) : keadaan yang tidak mengancam nyawa


pasien namun tetap memerlukan tindakan segera. Pasien dalam
keadaan sadar, tidak ada gangguan ABC. Contohnya laserasi,
fraktur minor, stitis, otitis.

4. Tidak gawat tidak darurat (P4) : keadaan tidak mengancam nyawa


dan juga tidak memerlukan tindakan gawat. Contohnya penyakit
kulit, batuk,flu dll ( Wijaya, 2019, p. 303).
3) Klasifikasi berdasarkan tingkat ketakutan.

1. Kelas I: pemeriksaan fisik rutin misalnya memar minor.(dapat


menunggu lama tanpa bahaya).

2. Kelas II : nonurgent atau tidak mendesak contohnya ruam,flu


( dapat menunggu lama tanpa bahaya).

3. Kelas III : semi-urgent atau semi mendesak contohnya otitis media


( dapat menunggu sampai 2 jam sebelum pengobatan).

4. Kelas IV : urgent atau mendesak contohnya fraktur panggul,


laserasi berat dan asma (dapat menunggu selama 1 jam).

5. Kelas V: gawat darurat contohnya henti jantung dan syok ( tidak


boleh ada keterlambatan pengobatan karena situasi yang
mengancam nyawa pasien ( Wijaya, 2019, p. 303).

F. Model Triage
1. Metode Simple Triage and Rapid Treatment (START).
Metode ini ditujukan untuk penolong pertama yang bertugas
memilah pasien pada koban musibah atau bencana dengan waktu 30
detik atau kurang berdasarkan pemeriksaan respirasi, perfusi(mengecek
nadi radialis dan status mental) . Hal yang perlu diperhatikan pada
metode ini yaitu tidak melakukan tindakan terapi pada korban yang akan
dilakukan triage. Tugas utama penolong yaitu melakukan pemeriksaan
pasien secara cepat dan memprioritaskan pasien berdasarkan berat
ringannya cedera. Penolong tidak boleh berhenti pada saat melakukan
pengkajian kecuai untuk mempertahankan jalan napas dan menghentikan
perdarahan. Selain itu penolong juga harus melakukan follow up dan
perawatan jika diperlukan dilokasi. Jika penolong lain sudah datang ke
lokasi maka pasien akan dilakukan re-triage dengan pemeriksaan yang
lebih lengkap untuk mengenali kegawatan yang mungkin terjadi, evaluasi
lebih lanjut, resusitasi, stabilisasi dan transportasi. Re-triage dapat
dilakukan dengan menggunakan label Metag sistem yang sudah
mencantumkan identitas dan hasil pemeriksaan terhadap korban. Pasien
diberi label sehingga lebih mudah dikenali oleh penolong lain pada saat
tiba ditempat kejadian. Metode pemasangan label mungkin berbeda di
setiap pusat kesehatan, dapat berupa pita ataupun kertas berwarna
( Kartikawati, 2011, pp. 4–5).

Menurut (Setyawan & Supriyanto, 2019, pp. 316–317)pasien dapat


dikelompokkan yaitu:

1. Korban kritis atau immediate diberikan label warna merah, untuk


mendeskripsikan pasien dengan luka parah diperlukan
transportasi segera ke rumah sakit. Kriteria pada pengkajian yaitu
respirasi>30 x/menit, tidak ada nadi radialis dan tidak sadar.
2. Delay atau tertunda,pasien diberi label kuning yang tidak
mengancam nyawa dalam waktu dekat. Delayed ini digunakan
untuk menggambarkan pasien yang dalam keadaan mengancam
jiwa namun masih dapat menunggu untuk beberapa saat untuk
mendapatkan perawatan dan transportasi dengan kriteria
respirasi <30x/menit, denyut nadi teraba dan sadar.

3. The walking wounded, penolong yang berada ditempat kejadian


memberikan perintah kepada korban untuk berpindah. Kemudian
penolong yang lainnya melakukan pengkajian dan membawa
korban ke rumah sakit secepatnya untuk mendapatkan perawatan
lebih lanjut.

4. Dead, pasien akan diberikan label warna hitam atau tidak


memerlukan penanganan. Digunakan ketika pasien benar-benar
sudah meninggal atau mengalami luka seperti luka tembak di
kepala.

Sistem klasifikasi pasien yang digunakan yaitu:

1. Traffic director, dalam sistem ini tugas perawat hanya


mengidentifikasi keluhan utama dan menentukan antara status
“mendesak” atau “tidak mendesak”.

2. Spot check, pada sistem ini perawat mendapatkan keluhan utama


dan juga data subjektif dan objetif yang terbatas, serta pasien
dikategorikan ke dalam salah satu prioritas pengobatan yaitu gawat
darurat, mendesak atau ditunda.

3. Comprehensive, sistem ini yang paling baik karena melibatkan


dokter dan perawat dalam menjalankan peran triase. Data dasar
yang didapat meliputi pendidikan dan kebutuhan pelayanan
kesehatan primer, keluhan utama serta informasi subjektif dan
objektif. Jika pasien ditempatkan di ruang tunggu, maka pasien
harus dikaji ulang setiap 15 sampai 60 menit (Setyawan &
Supriyanto, 2019, p. 317).

Tahapan metode START yaitu :

1) Langkah pertama adalah dengan memberikan aba-aba (loud


speaker) dengan memerintahkan pada pasien yang dapat berdiri
dan berjalan bergerak ke lokasi tertentu yang lebih aman. Jika
pasien dapat berdiri dan berjalan maka dapat disimpulkan bahwa
sementara tidak terdapat gangguan yang mengancam jiwa pada
korban-korban tersebut. Jika korban mengeluh nyeri atau menolak
untuk berjalan jangan dipaksa untuk pindah tempat. Pasien yang
bisa berjalan dikategorikan sebagai minor.
2) Langkah kedua yaitu pasien yang tidak bisa berdiri dan bergerak
akan menjadi prioritas pengkajian berikutnya. Pasien bergerak dari
tempat penolong secara sistematis dari korban satu ke korban yang
lain. Lalu lakukan pengkajian secara singkat( kurang dari satu menit
setiap pasien) dan beri label sesuai pada pasien. Tugas penolong
yaitu menemukan pasien dengan label merah yang membutuhkan
pertolongan segera, lalu periksa setiap korban, koreksi gangguan
airway dan breathing yang mengancam nyawa dan beri label merah
pada pasien (Kartikawati, 2011, p. 5).

2. Metode ATS

Metode Australia Triage Scale (ATS) merupakan suatu sistem yang


memprioritaskan pasien berdasarkan kegawatannya dan sistem ini juga
memberikan batasan waktu pasien menunggu untuk mendapatkan
tindakan perawatan (Mardalena, 2017, p. 5) Menurut (Cannon et al.,
2017, p. 3)

Sistem ini memiliki 5 tingkatan untuk menilai kegawatan pasien yaitu :

1. Kategori I (segera) : dalam kondisi ini pasien berada dalam


keadaan yang mengancam nyawa dan memerlukan tindakan
segera.

2. Kategori II (waktu 10 menit) : pasien beresiko terancam nyawanya


dan kondisi pasien dapat semakin menurun dalam waktu cepat
serta dapat terjadi kegagalan organ jika tidak dilakukan tindakan
perawatan dalam waktu 10 menit sejak pasien datang ke ruang
gawat darurat.

3. Kategori III (waktu 30 menit) : pasien masih memiliki kesempatan


hidup, namun tetap beresiko mengancam nyawa jika tidak
dilakukan tindakan perawatan dalam waktu 30 menit.

4. Kategori IV (60 menit) : kondisi pasien dapat semakin menurun


jika tidak dilakukan tindakan dalam waktu satu jam.

5. Kategori V (120 menit) : kondisi pasien pada kategori ini tidak


memerlukan tindakan segera, tindakan dapat diberikan setelah 2
jam tanpa mempengaruhi kondisi pasien.

3. Metode CTAS.

Metode The Canadian Triage and Acuity Scale (CTAS) merupakan

Menurut (Hsu, 2009, p. 3) dikategorikan menjadi lima tingkat yaitu:

1. Resusitasi : pada kondisi ini tingkat kegawatan pasien 98% (segera)


dan harus segera dilakukan tindakan.

2. Emergensi : pada kondisi ini tingkat kegawatan pasien 95% dan


tindakan perawatan harus dilakukan dalam waktu 15 menit oleh
dokter.
3. Segera (urgent) : pada kondisi ini tingkat kegawatan pasien 90% dan
tindakan perawatan harus diberikan dalam waktu 30 menit oleh
dokter.

4. Semi urgent : pada kondisi ini tingkat kegawatan pasien 85% dan
tindakan harus dilakukan dalam waktu 60 menit oleh dokter.

5. Tidak segera : pada kondisi ini tingkat kegawatan pasien 80% dan
tindakan dapat diberikan dalam waktu 120 menit oleh dokter.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem triage ini digunakan untuk menentukan prioritas
penanganan kegawat daruratan. Sehingga perawat benar-benar
memberikan pertolongan pada pasien yang sangat membutuhkan,
dimana keadaan pasien sangat mengancam nyawanya, namun dengan
penanganan secara cepat dan tepat, dapat menyelamatkan hidup pasien
tersebut. Tidak membuang wakunya untuk pasien yang memang tidak
bisa diselamatkan lagi, dan mengabaikan pasien yang membutuhkan.

B. Saran
Untuk pengembangan lebih lanjut maka penulis memberikan
saran yang dapat membantu kelancaran praktek Triage Keperawatan di
masa yang akan datang, yaitu : 

 Perlunya penambahan pendidikan perawat dalam memahami triage


untuk membantu perawat di lingkungan kerjanya.

 Perlunya penambahan pelatihan cara triage untuk meningkatkan


prosentase keberhasilan kesembuhannya.

C.
DAFTAR PUSTAKA

Cannon, M., Roitman, R., Ranse, J., & Morphet, J. (2017). Development of a mass-
gathering triage tool: An Australian perspective. Prehospital and Disaster
Medicine, 32(1) , 101–105 . https://doi.org/ 10.1017/S1049023X16001242

Mardalena, I. (2017). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Pustaka


Baru Press.

Setyawan, febri B., & Supriyanto, S. (2019). Manajemen Rumah Sakit. Zifatama
Jawara. https://books.google.co.id/books?
id=pNqSDwAAQBAJ&pg=PA311&dq=triase+gawat+darurat&hl=id&sa=X&v
ed=0ah
UKEwifgqz4iefnAhUk7XMBHZcJAjwQ6AEILjAB#v=onepage&q=triase gawat
darurat&f=false

Wijaya, A. S. (2019). Kegawatdaruratan Dasar. Jakarta : CV Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai