Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Penurunan kesadaran merupakan masalah umum dalam kedokteran. Keadaan ini
mendominasi Unit Gawat Darurat pada pelayanan rumah sakit. Tidak sadar adalah
kondisi mental dan perilaku dari menurunnya pemahaman (comprehension), rasionalitas
(coherence), dan kapasitas motivasi (Sudoyo A. W dkk, 2016). Penentuan status
penurunan kesadaran di tentukan dengan salah satu teknik menggunakan Glaslow Coma
Scale (Muchlisin, 2017). Penurunan Kesadaran dapat disebabkan oleh penyebab
traumatik dan non- traumatik.. Penyebab non-traumatik antara lain gangguan metabolik,
intoksikasi obat, hipoksia global, iskemia global, stroke, perdarahan intrase- rebral,
perdarahan subaraknoid, tumor otak, kondisi inflamasi, infeksi sistem saraf pusat seperti
meningitis, ensefalitis dan abses serta gangguan psikogenik. Keadaan itu dapat berlanjut
menjadi kematian batang otak jika tidak ada perbaikan keadaan klinis ( Aprilia dan
Riyanto, 2015).
Prevalensi jumlah kunjungan pasien dengan Penurunan kesadaran di Instalasi
Gawat Darurat Rumah Ssakit Daerah Balung Dari hasil sensus harian pada tahun 2016
sebanyak pasien dengan khasus non trauma sebesar 134 dan trauma sebanyak 87. Pada
tahun 2017 sampai dengan bulan juli khasus dengan penurunan kesadaran sebanyak 74
khasus non trauma dan 37 khasus trauma. Dari data tersebut diperkirakan akan adanya
peningkatan pada akhir tahun 2017 dibanding dengan tahun 2016. Khasus non trauma
menduduki data terbanyak. Menurut PERKI (2016), Penanganan khasus penurunan
kesadaran ini sangat komplek salah satu hal terpeting adalah masalah jalan nafas (air
way).
Tindakan memasukkan pipa ke saluran pernafasan/jalan nafas menjadi tindakan
yang rutin dilakukan dalam operasi khususnya dengan anestesi umum atau general
anestesi. Secara umum, indikasi pasien dilakukan intubasi ialah pasien yang berisiko
aspirasi dan bagi mereka yang menjalani prosedur pembedahan sedang hingga besar
dengan risiko yang tinggi. Dalam tindakan intubasi ini, petugas anestesi masih sering
mengalami permasalahan cukup berisiko. Permasalahan yang kerap muncul pada
prosedur intubasi yaitu kesulitan intubasi (Butterworth, 2018).
Kesulitan intubasi sering berhubungan dengan komplikasi serius, khususnya bila
petugas gagal melakukan intubasi dalam suatu tindakan anestesi. Pada kasus pasien
dengan kesulitan jalan nafas, memposisikan ahli anestesi dengan situasi ketika ventilasi
pada pasien sulit dilakukan dan merupakan emergensi kritis yang dapat berhubungan
dengan kematian atau kerusakan otak secara permanen. Risiko yang dapat dialami pasien
apabila kesulitan bahkan kegagalan intubasi terjadi yaitu, cidera pada saluran pernafasan
pasien, seperti perdarahan, aspirasi, penumpukan sekret, yang dapat berujung pada
kematian karena gagal nafas atau karena hipoksia (Bergesio, 2016). Kegagalan
penatalaksanaan pasien dengan jalan napas sulit mengakibatkan sekitar 25–30% kematian
dalam tindakan anestesi. Angka kejadian kesulitan intubasi pada pasien yang menjalani
pembedahan dengan anestesi umum bervariasi antara 1,5% sampai 13,3%. Kegagalan
intubasi berpotensi memicu timbulnya masalah yang serius seperti hipoventilasi,
hipoksemia, kerusakan sel-sel, otak dan kematian. Oleh karena itu, pemeriksaan
preoperatif untuk mendeteksi kesulitan menjaga patensi jalan napas sangat penting
dilakukan (Sulistiono, 2018).

Anda mungkin juga menyukai