Anda di halaman 1dari 11

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

CEDERA KEPALA

Oleh :

Tesa Aprianti

(1914201302)

Dosen Pembimbing :

Ns. Lisa Mustika Sari,M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa diseratai perdarahan intersitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. Penyebab terjadinya cedera kepala salah satunya karena adanya benturan
atau kecelakaan. Cedera kepala mengakibatkan pasien dan keluarga mengalami perubahan
fisik maupun psikologis dan akibat paling fatal adalah kematian. Asuhan keperawatan pada
penderita cedera kepala memegang peranan penting terutama dalam pencengahan koplikasi
(Muttaqin, 2008).
Cedera kepala merupakan masalah yang sering ditemukan di masyarakat dengan
tingkat disabilitas tinggi. Instalasi gawat darurat merupakan gerbang utama yang berperan
penting sebagai pintu pertama dalam menyelamatkan kondisi pasien. Kondisi spesifik di
IGD yaitu harus cepat dalam memberikan pelayanan, cepat dalam mengambil keputusan
untuk bisa mengetahui kondisi status fisiologis pasien cedera kepala dilakukan dengan
penilaian status fisiologis yaitu dengan menggunakan (Revised Trauma Score).
B. Rumusan Masalah
1. Definisi cedera kepala
2. Etiologi cedera kepala
3. Manifestasi klinis cedera kepala
4. Penilaian sistem cedera kepala
5. Pemeriksaan penunjang cedera kepala
6. Komplikasi cedera kepala
C. Tujuan
1. Untuk megetahui definisi cedera kepala
2. Untuk mengetahui etiologi cedera kepala
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis cedera kepala
4. Untuk mengetahui penilaian sistem cedera kepala
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang cedera kepala
6. Untuk mengetahui komplikasi cedera kepala
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN CEDERA KEPALA

Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan
otak. Cedera kepala menjadi penyebab utama kematian disabilitas pada usia muda. Penderita
cedera kepala seringkali mengalami edema serebri yaitu akumulasi kelebihan cairan di
intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau perdarahan intrakranial yang mengakibatkan
meningkatnya tekanan intrakranial. (Morton,2012)

Berdasarkan tingkat keparahannya, cedera kepala dibagi menjadi tiga, yaitu cedera
kepala ringan, sedang, berat. Cedera kepala ringan dapat menyebabkan gangguan sementara
pada fungsi otak. Penderita dapat merasa mual, pusing, linglung, atau kesulitan mengingat
untuk beberapasaat. Penderita cedera kepala sedang juga dapat mengalami kondisi yang
sama, namun dalam waktu yang lebih lama. Bagi penderita cedera kepala berat, potensi
komplikasi jangka panjang hingga kematian dapat terjadi jika tidak ditangani dengan tepat.
Perubahan perilaku dan kelumpuhan adalah beberapa efek yang dapat dialami penderita
dikarenakan otak mengalami kerusakan, baik fungsi fisiologisnya maupun struktur
anatomisnya.

Selain itu, cedera kepala juga dapat dibedakan menjadi cedera kepala terbuka dan
tertutup. Cedera kepala terbuka adalah apabila cedera menyebabkan kerusakan pada tulang
tengkorak sehingga mengenai jaringan otak.Sedangkan cedera kepala tertutup adalah bil
cedera yang terjadi tidak menyebabkan kerusakan pada tulang tengkorak, dan tidak
mengenai otak secara langsung.

B. ETIOLOGI
Menurut Tarwoto (2007), penyebab cedera kepala adalah karena adanya trauma yang
dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :
1) Trauma primer
Trauma primer terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi
dn deselerasi)
2) Trauma sekunder
Terjadi akibat dari truma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea atau hipotensi sistemik.
3) Kecelakaan lalu lintas
4) Pukulan dan trauma tumpul pada kepala
5) Terjatuh
6) Benturan langsung dari kepala
7) Kecelakaan pada saat olahraga
8) Kecelakaan industri.

C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Mansjoer, 2000 :
a) Pingsan tidak lebih dari sepuluh menit
b) Setelah sadar timbul nyeri
c) Pusing
d) Muntah
e) Tidak terdapat kelainan neurologis
f) Pernafasan secara progresif menjadi abnormal
g) Respon pupil lenyap atau progresif menurun
h) Nyeri kepala dapat timbul segera atau bertahap

D. PENILAIAN SISTEM TRAUMA KEPALA


Terdapat tiga tipe sistem penilaian trauma. Tipe pertama berdasarkan anatomi,
tergantung diskripsi cedera. Tipe kedua berdasarkan fisiologi di dapat dari observasi dan
pengukuran tanda-tanda vital untuk menentukan tingkat penurunan fisiologi akibat cedera.
Tipe ketiga adalah kombinasi sistem penilaian anatomis dan fisiologis (Carolina Salim,
2015).
Untuk itu itu akan dikenal istilah Glasgow Koma Scale (GCS) dan Resived Trauma
Score (RST). Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan instrumen standar yang dapat
digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran pasien. Revised Trauma Score (RST) menilai
sistem fisiologis manusia secara keseluran. Instrumen RTS merupakan hasil penyempurnaan
instrumen GCS untuk menilai kondisi awal pasien trauma kepala (Kadek Artawan, 2013).
Penilaian awal pasien trauma kepala dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya adalah Glasgow Coma Scale (GCS) dan Revised Trauma Score (RTS).
Penilaian GCS berdasarkan respon mata, verbal, dan motorik, sedangkan penilaian RTS
berdasarkan GCS, tekanan darah sistolik, dan frekuensi pernafasan pasien.
Penilaian RTS dilakukan segera setelah pasien cedera, umumnya saat sebelum
masuk rumah sakit atau ketika berada di unit gawat darurat. Reviset trauma score telah
divalidasi sebagai metode penilaian untuk membedakan pasien memiliki prognosis baik atau
buruk. Penilaian RTS dapat mengidentifikasi lebih dari 97% orang yang akan meninggal
jika tidak dilakukan perawat (Fedakar, Aydiner, & Ercan, 2007).
Revised Trauma Score adalah sistem penilaian fisiologis, dengan tinggi rehabilitas
antar penilaian dan akurasi ditunjukan dalam memprediksi kematian. RTS ini mencetak
tujuan dari pengaturan data pertama yang diperoleh pada pasien, dan terdiri dari Glasgow
Coma Scale, tekanan darah sistolik dan Respiratory Rate (Francis, Erin, & Benedict, 2010).
Revised trauma score (RTS) adalah satu skor fisiologis yang lebih umum.
Menggunakan 3 paremeter sebagai berikut : (1) Skala Glasgow Koma (GCS), (2) Tekanan
darah sistolik (SBP) dan (3) frekuensi pernafasan (RR). Skor bernilai dari 0-4. Semakin
rendah nilai RTS makan akan semakin memperburuk keadaan pasien. Adapun tingkat
keparahan RTS dapat di kategorikan dengan nilai (1) Serius (<6), (2) Berat (7-8), (3) sedang
(9-10) dan (4) Ringan (11-12) (Padila, 2013).
E.Pathway
TIK : - Oedem
- Hematom

Trauma Kepala Respon Biologi


Hipoxemia

Trauma Otak Primer Trauma Sekunder Kelainan Metabolisme

Kontusio

Kerusakan Sel Otak ↑


Laserasi

↑ Rangsangan simpatis Stress


Gangguan autoregulasi

Aliran darah ke otak ↓ ↑ tahanan vesikuler Katekoalamin sekresi


sistematik TD ↑ asam lambung

O2↓ Gangguan Merabolisme


Tekanan pemb Mual, muntah
Asam Laktat ↑ darah pulmonal

Oedem Otak Tek. Hidrostatik


M k. Defisit Nutrisi
Mk. Resiko Kebocoran cairan
perfusi jaringan Kapiler
Serebral
Oedema Paru Cardiac out put

Gangguan Perfusi Jaringan


Disfusi O2 terhambat

Mk. Bersihan
Jalan Nafas
Sumber : Muttaqin.A(2011)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Arif Mutaqin 2008 Pemeriksaan Penujunang Pasien cedera Kepala :
a. CT Scan
Mengidentifikasi luasnya lesi, pendarahan, determinan, ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak.
b. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radioaktif.

F. KOMPLIKASI
a) Kejang
b) Infeksi
c) Fraktur
d) Gastrointestinal
e) demam
BAB lll
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Cedera kepala merupakan permasalahan kesehatn global sebagai penyebab kematian,


disabilitas, dan defisit mental. Cedera kepala menjadi penyebab utama kematian
disabilitas pada usia muda. Penderita cedera kepala sering kali mengalami edema serebri
yaitu akumulasi kelebihan cairan di intraseluler atau ekstraluler ruang otak atau
perdarahan intrakranial yang mengakibatkan meningkatkanya tekanan intrakranial.
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak
(morton, 2012).

B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeon Committee on Trauma. 2008 Cedera Kepela dalam Advanced
Trauma Life Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. komisi trauma IKABI.

Defense Center of Exellence. 2010. Assessment and Management of Dizziness Associated


with Mild TBI.

Ganong, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan Dan


Pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. (Alih Bahasa Oleh : 1 Mode Kariasa, DKK).
Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculaplus.

Mansjoer, Arief. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculaplus

Morton, Gallo, Hudak. 2012. Keperawatan Kritis Volume 1 & 2. Edisi 8. Jakarta : EGC

Nursalam. 2001, Pengantar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC

Satynegara, 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Tengerang : Gramedia Pustaka Utama

Smeltrzer, Suzanna C & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Dan
Suddart. (Alih Bahasa Agung Waluyo). Edisi 8. Jakarta : EGC

Smeltrzer Dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II Edisi 8.
Jakarta :EGC

Tarwoto, 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : CV.
Sagung Seto.

WHO, world Health Statistic 2015 : World Health Organization ; 2015.

Wahyudi, S. 2012. Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Tingkat Keperawatan Cidera
Kepala. Diakses tanggal 3 juli 2018.

Anda mungkin juga menyukai