Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN BENCANA II

Oleh :

Kelompok 2

Khaira Nikmah Reda Triyuliya

Salsabila Mangum Febiska

Tesa Aprianti Rohadatul Atika

Rani Rahmadhani Hari Venda Maulana

Tri Selsa Agung Yudha Pratama

Aulfa Zadkia Fakhri Hisbullah Hidayat

Diana Ariska Harles Trio Saputra

Trisya Adisty

Dosen Pembimbing :

Ns. Kalpana Kartika, S. Kep, M. Si

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehungga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga
terlimpah curahkan kepada Baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas
limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan
Komunitas dengan judul “ Keperawatan Bencana II tentang Perawatan Individu dan Komunitas
pada Bencana”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat , terima kasih.

Bukittinggi, 21 Maret 2022

Penyusun Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................................4
BAB I............................................................................................................................................5
PENDAHULUAN........................................................................................................................5
A. LATAR BELAKANG......................................................................................................5
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................................6
C. TUJUAN...........................................................................................................................6
BAB II..........................................................................................................................................7
PEMBAHASAN...........................................................................................................................7
A. KOMUNITAS UNTUK KESEHATAN...........................................................................7
B. MANAJEMEN BENCANA DAN PARTISIPASI KOMUNITAS...................................7
C. CBDM...............................................................................................................................9
D. PERENCANAAN STRATEGIS.....................................................................................11
E. KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA.........................................................13
BAB III.......................................................................................................................................17
PENUTUP..................................................................................................................................17
A. KESIMPULAN...............................................................................................................17
B. SARAN...........................................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap wilayah tempat tinggal manusia memiliki resiko bencana. Seringkali


resiko tersebut tidak terbaca oleh individu maupun komunitas sehingga tidak
dikelola dengan baik. Kondisi darurat merupakan dampak awal dari yerjadi bencana
,dimana akibat yang ditimbulkan dari bencana yaitu terjadinya penurunan kualitas
hidup individu dan komunitas sehingga korban tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasar dengan kemampuan sendiri. Kecepatan dalam memberikan respon dalam
sangat diperlukan karena dapat meminimalisir keparahan dalam penurunan
pemenuhan kebutuhan kebutuhan dasar komunitas .
Perbedaan mendasar ditemukan antara kerja dalam kondisi darurat dengan
kerja penguatan kapasitas masyarakat secara umum. Dalam kondisi darurat, waktu
kerusakan terjadi sangat cepat dan skala kerusakan yang ditimbulkan pun biasanya
sangat besar. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam karakteristik respon kondisi
darurat. Komitmen, kecekatan dan pemahaman situasi dan kondisi bencana
(termasuk konflik) dalam rangka memahami latar belakang kebiasaan, kondisi fisik
maupun mental komunitas korban dan karenanya kebutuhan mereka, sangat
dibutuhkan. Selain itu, sebuah kondisi darurat juga tidak bisa menjadi legitimasi
kerja pemberian bantuan yang asal-asalan. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa
sumber daya sebesar apapun yang kita miliki tidak akan cukup untuk memenuhi
seluruh kebutuhan komunitas korban bencana. Di sisi lain, sekecil apapun sumber
daya yang kita miliki akan memberikan arti bila didasarkan pada pemahaman
kondisi yang baik dan perencanaan yang tepat dan cepat, mengena pada kebutuhan
yang paling mendesak.
Bencana merupakan hal yang menganggu tatanan masyarakat dalam
segala aspeknya, baik psikologis, ekonomi, sosial budaya maupun material.
Jika kita mengamini faktum bahwa setiap orang memiliki hak untuk hidup
layak maka komunitas manapun yang mengalami bencana berhak atas
bantuan kemanusiaan dalam batas-batas minimum

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana perawatan individu dan komunitas terhadap bencana ?

C. TUJUAN
Untuk mengetahui perawatan individu dan komunitas terhadap bencana
BAB II

PEMBAHASAN

A. KOMUNITAS UNTUK KESEHATAN

Secara luas, komunitas adalah kumpulan orang yang berintekrasi satu sama lain dan
yang kepentingan atau karakteristiknya memberi mereka rasa persatuan dan
kepemilikan. Komunitas merupakan sekelompok orang di area geografis yang
ditentukan dengan tujuan dan sasaran yang sama dan potensi untuk berintekrasi satu
sama lain dalam suasana yang saling melengkapi. Fungsi komunitas nanapun termasuk
pentingnya rasa memiliki dan adanya identitas bersama dalam pemaknaan : nilai,
norma,komunikasi, dan perilaku pendukung anggotanya.

Demikian pula, suatu komunikasi kesehatan sering didefinisikan oleh batas


geografisnya, keberminatan dalam pemerhatian aspek kesehatan, dan oleh karenanya
disebut komunitas kesehatan untuk wilayah tertentu atau geografis. Contoh, adalah
komunitas anti rokok pada kota tertentu. Dalam hal ini kota atau lingkungan adalah
komunitas geografis, sedangkan anti rokok adalah aspek pemerhatian kesehatan yang
diminati.

Komunitas memiliki tiga fitur yaitu : lokasi, populasi, dan sistem sosial.
Pertama, lokasi: setiap komunikasi fisik melakukankeberadaannya sehari-hari di lokasi
geografis tertentu. Kesehatan komuntas dipengaruhi oleh lokasi ini, termasuk penetapan
layanan, fitur geografis. Kedua, populasi: terdiri dari agregat khusus, tetapi semua
orang yang berbeda yang hidup dengan batas komunitas. Ketiga, sistem sosial: berbagai
bagian sistem sosial masyarakat yang berintekrasi dan mencakup sistem kesehatan,
sistem keluarga, sistem ekonomi, dan sistem pendidikan.
B. MANAJEMEN BENCANA DAN PARTISIPASI KOMUNITAS

Suatu komunitas dalam konteks manajemen bencana dapat diartikan sebagai


sebuah kelompok masyarakat yang dapat mempunyai satu atau dua kesamaan seperti
misalnya tinggal di lingkungan yang sama, terpapar risiko bahaya yang serupa, atau
sama-sama telah terkena dampak suatu bencana. Komunitas juga dapat mempunyai
masalah, kekhawatiran dan harapan yang sama tentang risiko bencana. Meskipun
demikian, mereka yang tinggal dalam sebuah komunitas mempunyai kerentanan dan
kapasitas yang berbeda-beda. Sebagian mungkin ada lain. yang lebih rentan atau lebih
mampu daripada yang lain.

Pemerintah memiliki tanggung jawab utama untuk tindakan manajemen


bencana dan untuk mempertimbangkan peran yang dimainkan oleh stakeholder yang
berbeda. Pendekatan top down yang berupa command and control seringkali digunakan
untuk mengatur konsekuensi dari terjadinya bencana. Dalam pendekatan ini, keputusan
datang dari otoritas yang lebih tinggi berdasarkan persepsi mereka pada kebutuhannya
sendiri. Masyarakat/komunitas yang terkena bencana lebih banyak berfungsi sebagai
objek penerima bantuan semata. Dalam prakteknya, pendekatan ini terbukti tidak
efektif untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan korban bencana yang vital (Pandey &
Okazaki, 2005).

Jadi, banyak dari program manajemen bencana yang bersifat top-down gagal
untuk memenuhi kebutuhan lokal, mengabaikan potensi sumber daya dan kapasitas
lokal, dan mungkin bahkan meningkatkan ketergantungan sekaligus kerentanan
komunitas.

Pandey & Okazaki (2005) menyatakan bahwa elemen penting dari manajamen
bencana yang dilakukann keberlanjutan adalah adanya partisipasi dari komunitas.
Artinya proses ini dilakukan untuk memberikan wewenang lebih luas kepada
komunitas untuk secara kolektif memecahkan berbagai masalah kebencanaan.
Pembagian kewenangan ini dilakukan berdasarkan tingkat keikutsertaan komunitas
dalam suatu program/kegiatan manajemen bencana. Partipasi komunitas ini bertujuan
untuk mencari jawaban atas masalah dengan cara yang lebih baik, dengan memberi
peran kepada komunitas untuk berkontribusi sehingga implementasi kegiatan berjalan
lebih efektif, efeisien, dan berkelanjutan.

C. CBDM

Manajemen bencana berbasis komunitas (CBDM) mempromosikan pendekatan


bottom up yang bekerja selaras dengan pendekatan top down untuk menghadapi
berbagai kesulitan dan tantangan. Agar pelaksanaannya efektif, maka komunitas lokal
harus didukung dalam menganalisis kondisi berbahaya, kerentanan dan kapasitas
mereka saat mereka mempersepsi diri mereka sendiri. Dalam kasus bencana, orang-
orang di tingkat komunitas memang cenderung lebih kehilangan karena mereka adalah
orang-orang yang langsung dilanda bencana. Mereka adalah pihak pertama yang
menjadi rentan terhadap efek dari kejadian berbahaya tersebut.

Pendekatan CBDM memberikan peluang bagi komunitas lokal untuk


mengevaluasi situasi mereka sendiri berdasarkan pengalaman mereka sendiri. Dalam
pendekatan ini, warga komunitas tidak hanya menjadi bagian dari upaya membuat
rencana dan keputusan, tetapi juga menjadi aktor utama dalam implementasinya.
Meskipun komunitas diberikan peran yang lebih besar dalam proses pengambilan
keputusan dan pelaksanaan, CBDM tentu saja tidak mengabaikan pentingnya evaluasi
risiko dan perencanaan secara ilmiah dan objektif. Pendekatan CBDM mengakui bahwa
stakeholders yang lain harus terlibat dalam proses, dengan tujuan akhir untuk mencapai
kapasitas sumber daya manusia, khususnya pihak/komunitas yang rentan terhadap
bencana (Pandey dan Okazaki, 2005).

Maksud dari pendekatan CBDM adalah untuk mengurangi kerentanan dan


memperkuat kapasitas komunits dalam manajemen bencana. Tujuan utama dari CBDM
adalah untuk memberdayakan masyarakat (lokal) dengan mendukung mereka untuk
menjadi semakin mandiri. CBDM dapat dinyatakan sebagai "suatu upaya yang
melibatkan partisipasi aktif masyarakat yang paling mungkin terkena bahaya, dalam
perencanaan, pengambilan keputusan dan kegiatan operasional di semua level tanggung
jawab manajemen bencana.
Selanjutnya, penjelasan mengenai tantangan, pendekatan, partisipasi
masyarakat, dan keberlanjutan kerjasama stakeholder dalam CBDM, yaitu sebagai
berikut:

1. Tantangan

Tantangan utama CBDM adalah keberlanjutan upaya yang dilakukan di


tingkat masyarakat dan integrasi isu CBDM di tingkat kebijakan. Agar efektif dan
membuat dampak yang berkelanjutan, penerapan CBDM harus melampaui inisiatif
masyarakat lokal, LSM dan pemerintah daerah. Sebagai bagian dari advokasi bagi
pemerintahan yang lebih responsif dan efektif, pemerintah tingkat pusat dan negara
harus memadukan CBDM dalam kebijakan mereka dan melaksanakan prosedur.
Penilaian kerentanan dan kapasitas merupakan komponen utama dalam CBDM
karena harus terkait dengan situasi kondisi dan masyarakat lokal.

2. Pendekatan

Pendekatan CBDM diawali untuk mengatasi penyebab kerentanan sebagai


bagian dari upaya pembangunan yang lebih luas dan untuk mengurangi
ketergantungan mereka pada bantuan luar; memobilisasi relawan dan target yang
paling rentan; peningkatan kesiapan masyarakat (sipil) dan tanggapan pemerintah
terhadap dampak bencana; melindungi dan menjamin pembangunan social dan
ekonimi yang positif dan menggurangi kematian dan kehancuran yang massif.

3. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan akan


memungkinkan mereka untuk memahami masalah dan kapasitasnya. Masyarakat
setempat juga dapat dengan mudah memahami realitas dan konteks yang lebih baik
daripada orang luar. Kesiapsiagaan bencana mencakup kegiatan untuk
meningkatkan kemampuan memprediksi, mengeluarkan peringatan dan
memfasilitasi suatu respons yang cepat, serta mengatasi dampak dari bencana. Hal
ini mencakup kegiatan kegiatan peringatan sebelum bencana oleh rumah tangga,
masyarakat dan organisasi untuk bereaksi dengan tepat jika terjadi bencana.
4. Keberlanjutan

Kerjasama Stakeholder Ada banyak alasan untuk penurunan bertahap


keterlibatan masyarakat dalam suatu proyek tertentu. Unsur-unsur yang paling
umum adalah kurangnya kemitraan, partisipasi, pemberdayaan, dan kepemilikan
masyarakat lokal. Semua proyek harus mengundang partisipasi stakeholder untuk
memiliki keberlanjutan. Stakeholder program CBDM dapat didefinisikan secara
luas sebagai individu atau institusi, yang mungkin telah memberi kontribusi pada
manajemen bencana atau mereka yang biasanya terkena dampak bencana di suatu
area, dan dengan demikian memiliki minat untuk berpartisipasi dalam CBDM.
Keterkaitan di antara pemerintah, LSM, lernbaga akademis dan organisasi
internasional harus tercermin dalam hal inisiatif proyek, dan model kerjasama harus
dibuat.

D. PERENCANAAN STRATEGIS

Perencanaan strategis adalah suatu rencana jangka panjang yang bersifat


komprehensif, memberikan formula ke mana suatu organisasi akan diarahkan, dan
bagaimana sumberdaya dialokasikan untuk mencapai tujuan dalam berbagai
kemungkinan keadaan lingkungan. Perencanaan strategis juga merupakan suatu
proses pemilihan tujuan-tujuan organisasi, penentuan strategi, kebijaksanaan,
program-program strategis yang diperlukan untuk tujuan-tujuan tersebut.

Manajemen bencana berbasis komunitas memerlukan perencanaan yang


efektif dan partisipasi masyarakat dengan penuh kesadaran. Organisasi berbasis
masyarakat, badan-badan lokal dan agen yang berpartisipasi lainnya memerlukan
visi yang jelas, kapasitas manajemen, pengetahuan yang memadai, informasi yang
up to date dan akurat bagi keberhasilan CBDM. Kontribusi masyarakat memastikan
penyediaan sumber daya di tingkat lokal akan meningkatkan kecenderungan
kemitraan dan kepemilikan komunitas. Hal ini diakui dari berbagai program bahwa
posisi terbaik dari pemerintah daerah adalah untuk memberikan kepemimpinan
yang mengintegrasikan manajemen bencana dengan pembangunan jangka panjang
Oleh karena itu, isu tentang manajemen bencana berbasis komunitas
kiranya dapat merevitalisasi eksistensi modal sosial. Menurut Putnam (1993),
modal sosial mengacu pada esensi dari institusi sosial, seperti kepercayaan, norma
dan jaringan sosial yang memungkinkan pelaksanaan kegiatan lebih terkoordinasi,
dan anggota masyarakat dapat berpartisipasi dan bekerjasama secara efektif dan
efisien dalam mencapai tujuan kolektif, dan memengaruhi produktivitas secara
individual maupun sosial. Modal sosial menyangkut mekanisme, seperti integrasi,
kohesivitas hingga kerjasama kolektif. Hal ini memang merefleksikan adanya
partisipasi masyarakat dalam suatu komunitas. Ringkasnya, modal sosial jelas
dibutuhkan dalam pengembangan komunitas tertentu. Dalam konteks ini,
pemerintah harus dapat memetakan kebutuhan masyarakat dalam rangka capacity
building, baik jenis, kualitas dan

Bentuk pemberdayaan masyarakat dalam menghadapi kesiapsiagaan


bencana di Indonesia adalah:

1. Community-Based Disaster Risk Management (CBDRM).


CBDRM adalah suatu pendekatan berbasis masyarakat yang bertujuan
untuk mengurangi risiko bencana melalui berbagai intervensi, tindakan, kegiatan,
proyek, dan program, yang terutama dirancang di daerah. yang berisiko. CBDRM
dapat dianggap sebagai mekanisme pilihan untuk membangun ketahanan
masyarakat di tingkat lokal, dengan memberdayakan masyarakat untuk
merencanakan dan memutuskan tindakan untuk mengurangi risiko bencana dengan
sumber daya mereka sendiri. Dengan CBDRM, masyarakat juga diberdayakan
untuk segera bangkit kembali dan pulih dari bencana. Dalam CBDRM masyarakat
memainkan peran kunci dalam mengelola risiko bencana.
Masyarakat adalah aktor utama yang mengembangkan dan menerapkan
pendekatannya sendiri dalam penanggulangan bencana. Contoh dari CBDRM
adalah Community-Based Flood Mitigation di Bandung dan Jakarta. Masyarakat
didorong untuk mengatur diri mereka sendiri dan mengembangkan serta
melaksanakan perencanaan yang sudah dibuat meliputi sistem pengelolaan sampah
masyarakat. peningkatan kesiapsiagaan masyarakat terhadap banjir seperti sistem
peringatan banjir lokal, tindakan untuk melindungi aset berharga selama banjir.
pencarian dan penyelamatan, pengorganisasian bantuan darurat, dll (Pribadi et al.,
2011).

E. KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No 24 Tahun 2007


kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna (Pemerintah Republik Indonesia, 2007).

Dalam menghadapi bencana perencanaan sangat penting untuk komunitas,


bisnis, atau rumah sakit. Ini melibatkan pemikiran tentang detail persiapan dan
manajemen oleh semua yang terlibat, termasuk komunitas, profesional kesehatan
dan keselamatan kerja, dan orang awam (Ann Allender, Rector and Wamer, 2013).
Perencanaan dan penanggulangan bencana harus dimulai di tingkat masyarakat
Berbagai organisasi mungkin terlibat dalam perencanaan bencana dan manajemen
bencana, termasuk perawatan kesehatan, penegakan hukum, layanan darurat dan
pertolongan pertama, lembaga keuangan, tempat penampungan darurat, kelompok
berbasis agama, perusahaan utilitas, dan layanan pos. Individu, yang melayani
sebagai relawan, juga memainkan peran penting. Kerja sama dan koordinasi di
antara organisasi dan tingkat pemerintahan sangat penting untuk perencanaan dan
tanggapan yang cepat dan efektif (Anderson, 2018).

Kesiapsiagaan menghadapi bencana dapat disebut sebagai semua tindakan


yang dilakukan untuk mempersiapkan diri sebelumnya, yang bertujuan untuk
mengurangi dampak dari kemungkinan bencana (Osti and Miyake, 2011). Latihan
mempunyai peran penting dalam meningkatkan upaya kesiapsiagaan dalam
menghadapi bencana. Ada tiga tahapan yaitu tahap pelatihan, simulasi, dan uji
sistem.

Alurnya adalah sebagai berikut:


1. Bertahap, berarti kesiapsiagaan menghadapi bencana dilakukan dari tahap awal
analisis kebutuhan, perencanaan, persiapan dan pelaksanaan, monitoring, dan
evaluasi.
2. Berjenjang, berarti latihan dilakukan dari tingkat kompleksitas paling dasar, yakni
sosialisasi, hingga kompleksitas paling tinggi, yakni latihan terpadu/ gladi lapang.
Semua jenis latihan kesiapsiagaan dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas
pemangku kepentingan. mulai dari meningkatkan pengetahuan, hingga sikap dan
keterampilan dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawab saat situasi darurat.
3. Berkelanjutan, berarti latihan dilakukan secara terus menerus dan teratur. Kegiatan
latihan kesiapsiagaan dapat dilakukan secara rutin. terutama di kota/kabupaten
dengan risiko bencana yang tinggi, dan dilakukan minimal 1 tahun sekali.

Tabel : peran masyarakat saat bencana (Anderson, 2018)

Aktivitas masyarakat
Tahap 1: Prevention (Deterrence and carly  Merencanakan dan mempersiapkan.
warning) sebelum kejadian terjadi, dengan tujuan
untuk mencegah
 Menganalisis kerentanan komunitas dan
melaksanakan kegiatan pencegahan
 Mengidentifikasi sumber daya dan
kapasitas komunitas
 Menerapkan sistem peringatan
komunitas yang efektif
Stage 2: Preparedness (Continued prevention  Melaksanakan pendidikan kebencanaan
and preparation for disaster response) masyarakat
 Mengevaluasi dan memperbarui
kebijakan dan prosedur
 Mengembangkan perjanjian kerja
 Merencanakan pelatihan
Stage 3: Response (Management and  Tanggap terhadap kejadian (jangka
mitigation)
pendek dan panjang)
 Menilai kerusakan, cedera, atau
kebutuhan komunitas dengan segera
 Mengurangi potensi bahaya
 Memberikan bantuan dari komunitas dan
menjaga sumber daya lain yang
dibutuhkan
 Melibatkan kesehatan masyarakat dan
badan lain untuk pengawasan dan
pengendalian bahaya.

Kesiapsiagaan masyarakat dalam tahapan manajemen bencana menurut (Nies,


Mary A; McEwen, 2015) adalah:

1. Tahap prevention
Masyarakat menyusun rencana terhadap adanya potensi bencana.
2. Tahap preparedness
Kesiapsiagaan individu dan keluarga meliputi pelatihan first aid,
mempersiapkan Emergency Preparedness Kit (tas siaga bencana). mendirikan
tempat pertemuan yang telah ditentukan yang jauh dari rumah, dan membuat
rencana komunikasi dalam keluarga.
3. Tahap respons
Tahap tanggap bencana dimulai segera setelah kejadian bencana terjadi.
Rencana kesiapsiagaan masyarakat yang telah dikembangkan dimulai. Jika bencana
terjadi. orang orang harus tetap tenang dan bersabar, mengikuti nasihat dari pejabat
darurat setempat. dan mendengarkan berita dan instruksi dari radio atau televisi.
Jika ada yang terluka. seseorang harus memberikan pertolongan pertama. mencari
bantuan, dan memeriksa daerah tersebut untuk status bahaya. Masyarakat yang ada
di rumah harus mematikan peralatan yang rusak, mengamankan hewan peliharaan,
menghubungi keluarga lain, dan memeriksa tetangga, terutama orang tua atau orang
cacat.
Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan
kesiapsiagaan dalam bencana terhadap bencana alam adalah (Hanny, Poli: Franklin,
2019):

1. Mengenali dan mengetahui adanya potensi ancaman bencana yang ada di sekitar
kawasan tempat tinggal.
2. Mengenali dan mengetahui penyebab atau tanda-tanda akan terjadinya bencana.
3. Memahami dan mengetahui tindakan yang harus dipersiapkan dan yang harus
dilakukan sebelum, pada saat, dan sesudah terjadi bencana.
4. Memberikan pendidikan dan pelatihan kesiapsiagaan menghadapi bencana bagi
masyarakat terhadap adanya potensi bencana di daerah masing-masing.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Manajemen bencana berbasis komunitas diharapkan akan berhasil


meningkatkan kesediaan individu untuk bekerja mencapai tujuan yang sama;
penggunaan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah masyarakat dan menurunkan
ketergantungan pada bantuan eksternal; peningkatan kesadaran individu dan langkah-
langkah kesiapsiagaan bencana dari komunitas (lokal), dan penanaman sikap positif di
antara warga dalam hal kemampuan mereka untuk memulai perubahan ke arah
perbaikan masyarakat.

Manajemen bencana yang efektif dan berkelanjutan mensyaratkan dukungan


dan partisipasi dari berbagai stakeholder, baik pemerintah maupun komunitas (lokal).
Posisi masyarakat adalah pihak yang terkena dampak terjadinya bencana dan
pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam memberikan
perlindungan pada warganya. Untuk itulah, perlu berbagai upaya agar suatu komunitas
memiliki ketahanan terhadap bencana. Kerjasama dan kolaborasi dapat menjadi kunci
keberhasilan dalam manajemen bencana.

B. SARAN
Sebaiknya perlu adanya kerjasama dan memahami masing-masing peran antara
perawat dan masyarakat dalam menghadapi suatu bencana.
DAFTAR PUSTAKA

Keperawatan Bencana. Adventina Delima Hutapea, dkk. Yayasan Kita Menulis. 2021

Manajemen Bencana : Suatu Pengantar Pendekatan Proaktif. M. Chazienul Ulum.


Elektronik Pertama dan Terbesar di Indonesia. 2014

Keperawatan Bencana : Efektivitas Pelatihan Bencana Pre Hospital Gawat Darurat dalam
Peningkatan Efikasi Diri Kelompok Siaga Bencana dan Non Siaga Bencana.

Peran Komunitas Sekolah Terhadap Pengurangan Risiko Bencana Di Yogyakarta Fika Nur
Indriasari1, Prima Daniyati Kusuma2. Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 2,
Hal 395-401, Agustus 2020. Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

Anda mungkin juga menyukai