Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM DAN


IMPLEMENTASI HAM DALAM NEGARA HUKUM”

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum

Dosen Pengampu: Udiyo Basuki, S. H., M.Hum.

Disusun oleh

Nama : Naila Zahiyatur Rosyida


NIM : 20103040032
Program Studi/Kelas : Ilmu Hukum/A
Fakultas : Syari’ah dan Hukum

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... i

BAB I ..................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG .............................................................................................. 1

BAB II .................................................................................................................................... 2

PEMBAHASAN..................................................................................................................... 2

A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PENEGAKAN HUKUM ...................................... 2

B. FAKTOR-FAKTOR PENEGAKAN HUKUM ....................................................... 3

C. PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM ......................................................... 4

D. PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA ................................................................ 6

E. IMPLEMENTASI HAM DALAM NEGARA HUKUM ......................................... 8

BAB III ................................................................................................................................ 11

PENUTUP ............................................................................................................................ 11

A. KESIMPULAN ....................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 13

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pentingnya peran instrumen hukum yang mengatur segala aspek

kehidupan manusia dalam suatu masyarakat, menjadi tanggung jawab

para penegak hukum untuk selalu menjaga dan menegakkan hukum demi

tercapainya keadilan dan ketertiban dalam masyarakat itu sendiri.

Di dalam sebuah negara hukum, yang segala sesuatunya diatur oleh

hukum, para penegak hukum sudah seharusnya menjalankan

kewajibannya dengan baik, agar tujuan negara tersebut terrealisasikan dan

selaras dengan sebutannya.

Di dalam negara hukum, sudah sepatutnya menjunjung tinggi

martabat manusia sebagai salah satu subjek hukum yang nyata. Hak asasi

manusia, dalam negara hukum, memiliki koneksi yang erat dengan

hukum. Hukum memiliki peran penting dalam menegakkan keadilan dan

kesejahteraan masyarakatnya, termasuk adalah hak asasi manusia.

Maka dari itu, penegakan hukum erat kaitannya dengan hak asasi

manusia. Dimana hukum menjadi salah satu sarana untuk melindungi

hak-hak manusia sebagai subjek hukum yang nyata, demi mewujudkan

masyarakat yang tertib dan sejahtera.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PENEGAKAN HUKUM

Satjipto Raharjo berpendapat bahwa penegakan hukum itu bukan

merupakan suatu tindakan yang pasti, yaitu menerapkan hukum terhadap

suatu kejadian, yang dapat diibaratkan menarik garis lurus antara dua

titik.1

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa penegakan hukum adalah

kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam

kaidah-kaidah/pandangan nilai yang mantap dan mengejewantah dan

sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk

menciptakan, memelihara dan memepertahankan kedamaian pergaulan

hidup.2

Sedangkan menurut Jimly Asshiddiqie penegakan hukum adalah

proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-

norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas

atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara.

1
Satjipto Raharjo, Sosiologi Hukum: Perkembangan Metode Dan Pilihan Masalah,
(Yogyakarta: Sinar Grafika, 2002), hal.190.
2
Shant Dellyana, Konsep Penegakan Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1988), hal. 32.

2
Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif

dalam praktik sebagaimana seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu,

memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan hukum in

concreto dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum

materiil dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh

hukum formal. 3

Pada hakekatnya tujuan penegakan hukum adalah untuk

mewujudkan apa yang hendak dicapai oleh hukum. Teguh Prasetyo,

mengatakan bahwa tujuan hukum itu adalah mencapai keseimbangan agar

hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan masyarakat tidak terjadi

kekacauan.4 Selanjutnya menurut beliau bahwa tujuan hukum secara

umum adalah untuk mencapai keadilan. Hal demikian dikatakan oleh

Gustav Radbrugh sebagaimana dikutip Teguh Prasetyo, bahwa tujuan

hukum mcncapai tiga hal yakni, kepastian hukum, keadilan dan daya

guna.

B. FAKTOR-FAKTOR PENEGAKAN HUKUM

Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa penegakan hukum sebagai

suatu proses pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang

menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh

kaedah-kaedah hukum, tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi.

3
Ibid., hal. 37.
4
Teguh Prasetyo, Hukum dan Sistern Hukum Berdasarkan Pancasila (Yogyakarta:
Media rerkasa, 2013), hal. 54.

3
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas dapatlah ditarik suatu

keseimpulan sementara, bahwa masalah pokok penegak hukum

sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya.

Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak

positif atau negatifnya terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhi

penegakan hukum tersebut. Menurut Soerjono Soekanto bahwa faktor-

faktor tersebut ada lima, yaitu5:

1. Hukumnya sendiri, dibatasi pada undang-undang saja;

2. Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum;

3. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

4. Masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan;

5. Kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

C. PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM

Hukum merupakan salah satu bidang yang keberadaannya sangat

esensial sifatnya untuk menjamin kehidupan bermasyarakat dan

bernegara, apalagi negara Indonesia adalah negara hukum, yang berarti

bahwa setiap perbuatan aparat negara harus berdasar hukum, serta setiap

warga harus mentaati hukum. 6

5
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 8.
6
Alfan Biroli, “Problematika Penegakan Hukum Di Indonesia (Kajian Dengan
Perspektif Sosiologi Hukum)”. Dimensi Journal of Sociology, Vol 8, No 2, 2015, hal. 3-4.

4
Beberapa permasalahan mengenai penegakan hukum, tentunya

tidak dapat terlepas dari kenyataan, bahwa berfungsinya hukum sangatlah

tergantung pada hubungan yang serasi antara hukum itu sendiri, penegak

hukum, fasilitasnya dan masyarakat yang diaturnya. Kepincangan pada

salah satu unsur, tidak menutup kemungkinan akan mengakibatkan bahwa

seluruh sistem akan terkena pengaruh negatifnya.7

Masalah utama penegakan hukum di negara-negara berkembang

khususnya Indonesia bukanlah pada sistem hukum itu sendiri, melainkan

pada kualitas manusia yang menjalankan hukum (penegak hukum).

Dengan demikian peranan manusia yang menjalankan hukum itu

(penegak hukum) menempati posisi strategis. Masalah transparansi

penegak hukum berkaitan erat dengan akuntabilitas kinerja lembaga

penegak hukum. 8

Dalam berbagai penanganan kasus hukum yang terjadi di tanah air,

seringkali mencuat menjadi bahan perbincangan publik karena putusan

peradilan dianggap mengabaikan nilainilai keadilan yang semestinya

dirasakan oleh masyarakat dan pencari keadilan. Proses hukum di

lingkungan peradilan Indonesia hingga saat ini dianggap belum

sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai keadilan yang sesungguhnya.

Keadilan seolah menjadi “barang mahal” yang jauh dari jangkauan

masyarakat.9

7
Soerjono Soekanto, dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat.
(Jakarta: Rajawali Press, 1987), hal. 20.
8
Eman Sulaiman, "Problematika Penegakan Hukum di Indonesia", Jurnal Pendidikan
Studi Islam Ash-Shahabah, Vol 2, No 1, 2016, hal. 67.
9
Alfan Biroli, “Problematika Penegakan Hukum Di Indonesia (Kajian Dengan
Perspektif Sosiologi Hukum)”. Dimensi Journal of Sociology, Vol 8, No 2, 2015, hal. 4.

5
Undang-undang No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara

yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, telah

menetapkan beberapa asas. Asas-asas tersebut mempunyai tujuan, yaitu

sebagai pedoman bagi para penyelenggara negara untuk dapat

mewujudkan penyelenggara yang mampu menjalankan fungsi dan

tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.10

D. PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA

Menurut Abu A’la al-Maududi, HAM adalah hak kodrati yang

dianugerahkan Allah SWT. kepada setiap manusia dan tidak dapat dicabut

atau dikurangi oleh kekuasaan atau badan apapun. Hak-hak yang

diberikan Allah itu bersifat permanen, kekal, dan abadi, tidak boleh

diubah atau dimodifikasi. 11

Menurut Adnan Buyung Nasution, “HAM adalah inalienable

rights. Hak-hak yang dengan dalih apapun tidak dapat dilenyapkan dan

manusia karena dia manusia. Hak ini adalah hak yang melekat pada

manusia. Hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya

bersamaan dengan kelahirannya atau kehadirannya di dalam kehidupan

masyarakat.”.12

Menurut Desire Frans, HAM adalah hak yang diperoleh seseorang

karena dia manusia dan bersifat universal. Hak dalarn kategori seperti ini

10
Siswanto Sunarso, Penegakan Hukum Psikotropika, Kajian Sosiologi Hukum,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 50
11
Terkutip dalam: Dede Rosyada, et al. Pendidikan Kewatganegaraan (Civic
Education,): Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Kencana-
ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003), hal. 219.
12
Adnan Buyung Nasution, Arus Pemikiran Konstitusionalisme: Hak Asasi Manusia
dan Demokrasi, (Jakarta: Kata Hasta Pustaka, 2007), hal. 44.

6
disebut “mensenrechten.”. Adapun hak lain yang diperoleh seseorang

karena menjadi warga dan suatu negara disebut sebagai “hak dasar”

(grondrechten). Hak yang disebut terakhir bersifat domestik karena

berasal dari negara.13

Menurut Mashood A. Baderin, hak asasi manusia adalah hak-hak

manusia. Itulah hak-hak sernua manusia yang sepenuhnya setara. Kita

layak dianugerahi hak-hak itu semata-mata karena kita manusia. Semua

hak itu berasal dan martabat inheren manusia dan telah didefinisikan

sebagai “klaim-klaim” manusia, untuk diri mereka sendiri atau untuk

orang-orang lain, ... didukung oleh suatu teori yang berpusat pada

perikemanusiaan pada manusia sebagai manusia, anggota umat manusia.

Klaim-klaim ini berhubungan dengan standar-standar kehidupan, yang

tiap-tiap manusia mempunyai hak untuk mendapatkannya dari

masyarakat sebagai manusia. 14

Menurut Soetandyo Wignjosoebroto, hak asasi manusia adalah hak

yang melekat secara kodrati pada setiap makhluk yang dilahirkan dengan

sosok biologis manusia, yang memberikan jaminan moral dan menikmati

kebebasan dari segala bentuk perlakuan yang menyebabkan manusia itu

tak dapat hidup secara layak sebagai manusia yang dimuliakan Allah,

yang oleh sebab itu tak mungkin dialihkan kepada — apalagi dirampas

oleh — siapapun, kepada/oleh para pengemban kekuasaan negara

13
Terpetik dalam: Aswanto, “Hak Asasi Manusia: Konsepsi Filosofis, Historis, dan
Yuridis”, Jurnal Ilmu Hukuin Amannagappa, Vol. 13, No. 4, 2005, hal. 315- 321. [316]; D.
F. Scheltens, Mens en mensenrechten. Published Aiphen aan den Rijn [etc.] : Samsom, 1981.
14
Mashood A. Baderin, Hukum Internasional Hak Asasi Manusia dan Hukurn Islam,
terjemahan (Jakarta: Komnas HAM, 2007), hal. 15.

7
sekalipun, kecuali untuk dikurangkan atas dasar persetujuan para

penyandang hak itu lewat proses-proses legislatif yang benar-benar

representatif demi tertegakkannya hak-hak asasi manusia lain sesarna

dalam kehidupan rnasyarakat.15

E. IMPLEMENTASI HAM DALAM NEGARA HUKUM

Perkembangan HAM menurut sejarahnya bergantung pada sistem

pemerintahan yang ada. Dalam pemerintahan yang otoriter dan represif,

perkembangan HAM relatif mandeg seiring ditutupnya atau dibatasinya

kran kebebasan, sedangkan model pemerintahan yang demokratis relatif

mendukung upaya penegakan HAM karena terbukanya ruang kebebasan

dan partisipasi politik masyarakat.16

Hak Asasi Manusia dengan negara hukum tidak dapat dipisahkan,

justru berpikir secara hukum berkaitan dengan ide bagaimana keadilan

dan ketertiban dapat terwujud. Dengan demikian, pengakuan dan

pengakuan negara hukum salah satu tujuannya melindungi Hak Asasi

Manusia, berarti hak dan sekaligus kebebasan perseorangan diakui,

dihormati dan dijunjung tinggi. 17

Indonesia dengan ideologi Pancasila yang dianutnya, diharapkan

dapat mengimplementasikan HAM dengan baik sesuai dengan sifat-sifat

dasar dari ideologi tersebut. Menurut ideologi Pancasila, hak-hak asasi

setiap rakyat Indonesia pada dasarnya diimplementasikan secara bebas,

15
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum: Paradigma, Metode dan Dinamika
Masalahnya, (Jakarta: ELSAM dan HuMa, 2002), hal. 436-437.
16
Fajrul Wadi, Bantuan Hukum dan Implementasi Perlindungan HAM di Indonesia,
Jurnal Al-Hurriyah, Vol. 11, No. 1, 2010, hal. 27.
17
Ibid.

8
akan tetapi kebebasan tersebut dibatasi dengan hak asasi orang lain.

Sehingga walaupun terdapat kebebasan, namun kebebasan tersebut harus

bertanggung jawab dengan memperhatikan dan tidak mengganggu hak

asasi orang lain.

Sebagai suatu negara hukum, konsekuensinya adalah bahwa Negara

Republik Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan menjamin

segala warga negaranya bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan, serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu

dengan tidak ada kecualinya. Selain itu juga menjunjung tinggi asas

Peradilan yang bebas, dalam arti tidak tunduk kepada kekuasaan lain

manapun. 18

Adapun asas-asas tersebut antara lain adalah:

a. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan

tidak mengadakan perbedaan perlakuan;

b. Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan hanya

dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi

wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal serta dengan

cara yang diatur dengan undang-undang;

c. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau

dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak

bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang mengatakan

kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap;

18
Perubahan Undang-undang Dasar 1945 khususnya Amandemen ke 4 memberikan
penguatan tentang perlindungan HAM bagi warga negara. Dalam hal lingkungan hidup
misalnya semula hak atas lingkungan merupakan hak normatif semata, tetapi saat sekarang
telah menjadi hak dasar setelah dicantumkan dalam UUD 1945.

9
d. Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya

ringan serta bebas, jujur, dan juga tidak memihak, harus

diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.

e. Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan

memperoleh bantuan hukum yang semata-mata untuk

melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya.

f. Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan

atau penahanan wajib diberi tahu haknya itu termasuk hak untuk

menghubungi dan minta bantuan penasehat hukum.

g. Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara

pidana dilakukan oleh ketua pengadilan negeri yang

bersangkutan.

Langkah pemerintah di bidang legislasi untuk menegakkan

perlindungan HAM sudah direalisasikan melalui upaya pembentukan

Komisi Nasional HAM melalui Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun

1993, selain itu pemerintah juga telah meratifikasi konvensi-konvensi

HAM, dan dilanjutkan dengan penyusunan peraturan perundang-

undangan yang melindungi HAM. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

10
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penegakan hukum dalam memberikan keadilan dalam suatu perkara

berarti memutuskan hukum in concreto dalam mempertahankan dan

menjamin ditaatinya hukum materiil dengan menggunakan cara

prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal. Pada hakekatnya tujuan

penegakan hukum adalah untuk mewujudkan apa yang hendak dicapai

oleh hukum.

Penegakan hukum sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan

penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak

secara ketat diatur oleh kaidah-kaidah hukum, tetapi mempunyai unsur

penilaian pribadi. Faktor-faktor penegakan hukum mempunyai arti yang

netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada faktor-faktor

yang mempengaruhi penegakan hukum tersebut.

Masalah utama penegakan hukum di negara-negara berkembang

khususnya Indonesia bukanlah pada sistem hukum itu sendiri, melainkan

juga pada kualitas manusia yang menjalankan hukum (penegak hukum).

Dengan demikian peranan manusia yang menjalankan hukum itu

(penegak hukum) menempati posisi strategis. Masalah transparansi

penegak hukum berkaitan erat dengan akuntabilitas kinerja lembaga

penegak hukum.

11
Hak asasi manusia adalah hak yang melekat secara kodrati pada

setiap makhluk yang dilahirkan dengan sosok biologis manusia, yang

memberikan jaminan moral dan menikmati kebebasan dan segala bentuk

perlakuan yang menyebabkan manusia itu tak dapat hidup secara layak

sebagai manusia yang dimuliakan Allah.

Hak Asasi Manusia dengan negara hukum tidak dapat dipisahkan,

justru berpikir secara hukum berkaitan dengan ide bagaimana keadilan

dan ketertiban dapat terwujud. Dengan demikian, pengakuan dan

pengakuan negara hukum salah satu tujuannya melindungi Hak Asasi

Manusia, berarti hak dan sekaligus kebebasan perseorangan diakui,

dihormati dan dijunjung tinggi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Roihanah, Rif’ah. 2015. PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA:

Sebuah Harapan dan Kenyataan. Justitia Islamica, 12(1), 43-44.

Arliman, Laurensius. 2015. Penegakan Hukum dan Kesadaran

Masyarakat. Yogyakarta: Deepublish.

Yustika Arini Muharram. 2018. “Penegakkan Hukum Terhadap

Ancaman Pidana Minimum Khusus Dalam Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika Dalam Tindak Pidana Narkotika Golongan I

Dihubungkan Dengan Asas Kepastian Hukum”. Skripsi. Fakultas Hukum,

Ilmu Hukum, Universitas Pasundan.

Biroli, Alfan. 2015. Problematika Penegakan Hukum Di Indonesia

(Kajian Dengan Perspektif Sosiologi Hukum). Dimensi Journal of Sociology,

8(2), 3-4.

Sulaiman, Eman. 2016. Problematika Penegakan Hukum di Indonesia.

Jurnal Pendidikan Studi Islam Ash-Shahabah, 2(1), 64-78.

Ashri, Muhammad. 2018. HAK ASASI MANUSIA: Filosofi, Teori, &

Instrumen Dasar. Makassar: Penerbit SIGn.

Wadi, Fajrul. 2010. Bantuan Hukum dan Implementasi Perlindungan

HAM di Indonesia. Jurnal Al-Hurriyah, 11(1), 22-31.

Direktorat Jenderal HAM, Artikel “Bagaimanakah Implementasi HAM

di Indonesia?” http://ham.go.id/2013/10/29/bagaimanakah-implementasi-

ham-di-indonesia/

13

Anda mungkin juga menyukai