Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stunting

Stunting merupakan suatu kondisi dimana terjadi gagal tumbuh pada anak

balita (bawah lima tahun) disebabkan oleh kekurangan gizi kronis sehingga anak

terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi berada di dalam

kandungan dan pada masa awal setelah bayi dilahirkan. Akan tetapi,

kondisi stunting baru akan muncul setelah anak berusia 2 tahun. Balita stunting

adalah balita dengan panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) menurut

umurnya (U) dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre

Growth Reference Study) 2006, Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan

(Kemenkes) stunting adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -

2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari -3SD (severely stunted) (Tim

Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017).

Stunting adalah suatu kondisi gagal tumbuh pada anak balita yang

mana disebabkan oleh kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk

usianya, kekurangan gizi terjadi pada saat bayi masih berada di dalam kandungan

dan pada masa awal setelah anak lahir, akan tetapi baru nampak setelah anak

berusia 2 tahun. Stunting berdampak pada tingkat kecerdasan anak,

kerentanan terhadap penyakit, menurunkan produktivitas dan kemudian

menghambat pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kemiskinan

(Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, 2018)

10
1. Faktor Penyebab Stunting

Menurut Kemenkes (2017) stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi :

1) Praktik pengasuhan yang tidak baik (pola asuh), meliputi kurang

pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada saat masa

kehamilan, 60% anak usia 0-6 bulan tidak memperoleh ASI Eksklusif,

2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima MP-ASI.

2) Terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal

Care, Post-Natal dan pembelajaran dini yang berkualitas, meliputi 1

dari 3 anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar PAUD, 2 dari 3 ibu hamil

belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang memadai, menurunnya

tingkat kehadiran anak di posyandu, tidak mendapat akses yang

memadai ke layanan imunisasi.

3) Kurangnya akses ke air bersih dan santasi, meliputi 1 dari 5 rumah

tangga masih BAB di ruang terbuka, 1 dari 3 rumah tangga belum

memiliki akses ke air minum yang bersih.

WHO (2013) membagi penyebab terjadinya stunting pada anak

menjadi 4 kategori besar yaitu

a) faktor keluarga dan rumah tangga, makanan tambahan/ komplementer

yang tidak adekuat, menyusui, dan infeksi.

Faktor keluarga dan rumah tangga dibagi lagi menjadi faktor

maternal dan faktor lingkungan rumah. Faktor maternal berupa nutrisi yang

kurang pada saat prekonsepsi, kehamilan dan laktasi, tinggi badan ibu

yang rendah, infeksi, kehamilan pada usia remaja, kesehatan mental,

Intrauterine Growth Restriction


11
(IUGR), kelahiran preterm, jarak kehamilan yang pendek, dan

hipertensi. Faktor lingkungan rumah berupa stimulasi dan aktivitas

anak yang tidak adekuat, perawatan yang kurang, sanitasi dan pasukan

air yang tidak adekuat, akses dan ketersediaan pangan yang

kurang, alokasi makanan dalam rumah tangga yang tidak sesuai, dan

edukasi pengasuh yang rendah.

b) Faktor kedua penyebab stunting adalah makanan komplementer yang

tidak adekuat, yang dibagi menjadi tiga, yaitu kualitas makanan

yang rendah, cara pemberian yang tidak adekuat, dan keamanan

makanan dan minuman. Kualitas makanan yang rendah dapat berupa

kualitas mikronutrien yang rendah, keragaman jenis makanan yang

dikonsumsi dan sumber makanan hewani yang rendah, makanan yang

tidak mengandung nutrisi, dan makanan komplementer yang

mengandung energi rendah. Cara pemberian yang tidak adekuat

berupa frekuensi pemberian makanan yang rendah, pemberian

makanan yang tidak adekuat ketika sakit dan setelah sakit,

konsistensi makanan yang terlalu halus, pemberian makan yang rendah

dalam kuantitas. Keamanan makanan dan minuman dapat berupa

makanan dan minuman yang terkontaminasi, kebersihan yang rendah,

penyimpanan dan persiapan makanan yang tidak aman.

c) Faktor ketiga yang dapat menyebabkan stunting adalah pemberian

ASI (Air Susu Ibu) yang salah, karena inisiasi yang terlambat, tidak

ASI eksklusif, dan penghentian penyusuan yang terlalu cepat.

12
d) Faktor keempat adalah infeksi klinis dan sub klinis seperti infeksi

pada usus : diare, environmental enteropathy, infeksi cacing, infeksi

pernafasan, malaria, nafsu makan yang kurang akibat infeksi, dan

inflamasi.

Masalah gizi terutama masalah balita stunting dapat menyebabkan proses

tumbuh kembang menjadi terhambat, dan memiliki dampak negatif yang akan

berlangsung untuk kehidupan selanjutnya. Sebuah penelitian menunjukkan

bahwa balita pendek sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang

kurang dan pendapatan yang rendah sebagai orang dewasa (Astutik,

Rahfiludin, & Aruben, 2018).

Menurut WHO, dampak yang terjadi akibat stunting dibagi menjadi

dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang

Dampak jangka pendek, yaitu :

a) Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian

b) Perkembangan kognitif, motorik dan verbal pada anak tidak optimal

c) Peningkatan biaya kesehatan

Dampak jangka panjang, yaitu :

a) Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek bila

dibandingkan pada umumnya)

b) Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya

c) Menurunnya kesehatan reproduksi

d) Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah

e) Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal

13
B. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stunting

Faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah jenis kelamin

balita, gizi ibu hamil yang dapat dilihat dari KMS ibu hamil yang mengalami

KEK (Kurang Energi Kronis), riwayat BBLR, karakteristik keluarga mulai dari

pendidikan orang tua/pengasuh, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga,

pola asuh yang meliputi ASI Eksklusif, pola pemberian makanan, inteks

makanan/asupan makanan, pelayanan kesehatan yang meliputi status

imunisasi, penyakit infeksi (diare dan ISPA), kebersihan lingkungan

meliputi sanitasi lingkungan (personal hygiene).

a) Jenis Kelamin Balita

Studi kohort di Ethiopia menunjukkan bayi dengan jenis kelamin laki-

laki memiliki risiko dua kali lipat menjadi stunting dibandingkan bayi

perempuan pada usia 6-12 bulan (Medhin, 2010)

b) Riwayat Berat Badan Lahir Rendah

Berat badan adalah hasil keseluruhan jaringan-jaringan tulang, otot,

lemak, cairan tubuh dan lainnya. Berat badan merupakan ukuran antropometri

yang terpenting dipakai pada setia pemeriksaan kesehatan anak padasetiap

kelompok umur. Selain itu, berat badan digunakan sebagai indikator tunggal

yang terbaik pada saat ini untuk keadaan gizi dan keadaan tumbuh kembang

(Narendra & Suyitno, 2002).

c) Karakteristik Keluarga

 Pendidikan Orang Tua/Pengasuh

 Pekerjaan Orang Tua

 Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh


14
anggota rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan

bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga. Pendapatan

keluarga adalah sebagai pendapatan yang diperoleh dari seluruh anggota

yang bekerja baik dari pertanian maupun dari luar pertanian (Subandi,

2001 dalam Geti Wulandari, 2015).

d) Pola Asuh

Ibu sangat berperan penting dalam praktik pola asuh pada anak, karena

perhatian dan dukungan terhadap anak akan memberikan dampak positif bagi

keadaan status gizi anak. Menurut Husaini (2000) menyatakan peran keluarga

terutama ibu dalam mengasuh anak akan menentukan tumbuh kembang anak.

Secara etiologi, pola asuh berarti bentuk, tata cara. Sedangkan asuh

berarti merawat, menjaga, mendidik. Sehingga pola asuh berarti bentuk atau

sistem dalam merawat, menjaga dan mendidik. Pola asuh orang tua adalah

interaksi orang tua terhadap anaknya dalam hal mendidik dan memberikan

contoh yang baik agar anak dapat kemampuan sesuai dengan tahap

perkembangannya. (Handayani, dkk, 2017).

Pola asuh orang tua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang

terjadi antara orang tua dan anak yang dapat memberi pengaruh terhadap

perkembangan kepribadian anak. Interaksi orang tua dalam suatu pembelajaran

menentukan karakter anak nantinya (Rakhmawati, 2015).

e) Gizi

Gizi adalah proses dimana tubuh kita menerima makanan serta proses

organisme suatu makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses

digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-

zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan serta menghasilkan


15
energi (Supariasa, 2002). Sedangkan menurut Eastwood (2003), gizi atau

nutrient adalah zat atau pertikel kimia yang digunakan oleh mahluk hidup untuk

aktivitas metabolisme. Hasil metabolisme ini dibutuhkan untuk menghasilkan

energi, pertumbuhan, mengganti sel-sel yang rusak, reproduksi dan menyusui

Adapun macam-macam gizi yang diperlukan oleh tubuh yaitu karbohidrat dan

lemak sebagai penghasil energi, protein berguna untuk pertumbuhan, serta

vitamin dan mineral berguna untuk pengatur (United States Department of

Agriculture Child and Adult Care Food Program, 2002).

Status gizi adalah keadaan kesehatan individu yang ditentukan oleh

keseimbangan antara asupan zat gizi dangan kebutuhan zat gizi (Wilasasih

dan Wirjadmadi, 2012). Status gizi biasanya dilakukan untuk mengetahui tinggi

dan berat badan. Standar penilaian status gizi pada anak sesuai

keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia yaitu menggunakan

antropometri yaitu kategori status gizi berdasarkan berat badan dibanding

umur (BB/U) diklasifikasikan menjadi gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan

gizi lebih.

C. Dampak Stunting Dan Gizi Kurang Pada Balita

Dalam Conceptual Framework on Childhood Stunting : Proximate

causes and contextual determinants, WHO menunjukan dampak apa yang

bisa terjadi apabila seorang anak mengalami stunting dan gizi kurang yaitu

(World Health Organization, 2013):

1) Dampak jangka pendek

Dampak jangka pendek yang dapat timbul jika seorang anak

mengalami stunting dan gizi kurang adalah sebagai berikut :


16
1. Pengaruh terhadap kesehatan

Dampak terhadap kesehatan pada anak yang mengalami

stunting dan gizi kurang adalah meningkatnya angka kejadian

kesakitan dan kematian pada balita. Hal ini ditunjukan pada

hasil sebuah penelitian yang menunjukan bahwa pada balita

dengan wasting (kurus) dan stunting (pendek) atau yang disebut

Wast lebih berisiko mengalami kematian dan dikatakan pula

anak yang mengalami Wast juga mengalami gizi kurang

(underweight) (Myatt et al., 2018) .

2) Perkembangan Anak

Stunting dan gizi kurang juga mempengaruhi

perkembangan anak yaitu perkembangan kognitif, motorik, dan

perkembangan bahasa. Seperti sebuah studi yang mengatakan

bahwa stunting mempengaruhi perkembangan anak dan juga

pada perkembangan kognitif membuat anak mengalami

penurunan dalam prestasi belajar saat anak memasuki usia

sekolah (Haile, Nigatu, Gashaw, & Demelash, 2016).

3) Dampak Terhadap Ekonomi Keluarga

Dampak stunting dan gizi kurang yang seperti disebutkan

di atas yaitu meningkatkan angka kesakitan dan kematian dapat

mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga yang mana terjadi

peningkatan pengeluaran untuk kesehatan anak serta

pengeluaran biaya pada saat merawat anak yang sakit.

17
2) Dampak Jangka Panjang

1) Pengaruh terhadap kesehatan

Dampak dari stunting yang mempengaruhi

pertumbuhan linear menghasilkan generasi dewasa yang

berperawakan pendek serta gizi kurang yang mempengaruhi

pertumbuhan massa jaringan. Selain itu, berdasarkan Teori Thrifty

Phenotype (Barker dan Hales) dikatakan bahwa bayi yang

mengalami malnutrisi selama dalam kandungan dan telah

melakukan adaptasi metabolik dan endokrin secara permanen,

akan mengalami kesulitan untuk beradaptasi pada lingkungan

yang kaya gizi pasca lahir, sehingga menyebabkan obesitas dan

mengalami gangguan toleransi terhadap glukosa hal yang ini

yang menyebabkan pada saat dewasa anak ini beresiko menderita

penyakit degeneratif seperti Diabetes Melitus tipe 2, Hipertensi,

dan lain-lain (Hales & Barker, 2001).

2) Perkembangan anak

Saat anak memasuki usia sekolah, anak stunting maupun gizi

kurang mengalami penurunan prestasi belajar (Haile et al., 2016)

3) Ekonomi

Terjadi penurunan kemampuan dalam bekerja serta

penurunan produktivitas kerja. Stunting dan masalah gizi lain

diperkirakan dapat menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB)

suatu negara. Di Asia, penurunan PDB dalam setahun mencapai

rata-rata 11% (United Nations Children’s Fund, 2019).

18
C. Penilaian Status Gizi

1. Definisi

Penilaian status gizi adalah pengukuran yang dilakukan pada

aspek tubuh yang dapat menjadi indikator penilaian status gizi

seseorang, yang kenudian dibandingkan dengan standar baku yang ada

(Susilowati & Kuspriyanto, 2016)

Salah satu metode pengukuran status gizi yang dilakukan secara

langsung yaitu pengukuran antropometri. Antropometri mempunyai arti

secara umum yaitu ukuran tubuh manusia. Dari sudut gizi,

antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi

tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Antropometri juga secara umum digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energi (Susilowati & Kuspriyanto,

2016).

2. Indeks Standar Antropometri Anak

a. Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U) (Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, 2020)

Indeks BB/U ini menggambarkan berat badan relatif

dibandingkan dengan umur anak. Indeks ini digunakan untuk

menilai anak dengan berat badan kurang (underweight) atau

sangat kurang (severe underweight), tetapi tidak dapat digunakan

untuk mengklasifikasikan anak gemuk atau sangat gemuk. Seorang

anak dengan BB/U rendah kemungkinan mengalami masalah

pertumbuhan, sehingga perlu dikonfirmasi dengan indeks BB/PB

atau BB/TB atau IMT/U sebelum diintervensi.


19
b. Indeks Panjang Badan Menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan

Menurut Umur (TB/U)

Indeks PB/U atau TB/U menggambarkan pertumbuhan

panjang atau tinggi badan anak berdasarkan umurnya. Indeks ini dapat

mengidentifikasikan anak-anak yang pendek (stunted) atau sangat

pendek (severely stunted) yang disebabkan oleh gizi kurang dalam

waktu yang lama atau sering sakit. Anak-anak dengan tinggi badan di

atas normal (tinggi sekali) biasanya disebabkan oleh gangguan

endokrin.

c. Indeks Berat Badan Menurut Panjang Badan/Tinggi Badan

Indeks BB/PB atau BB/TB ini menggambarkan apakah

berat badan anak sesuai terhadap pertumbuhan panjang/ tinggi

badannya. Indeks ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi anak

gizi kurang (wasted), gizi buruk (severely wasted) serta anak yang

memiliki risiko gizi lebih (possible risk of overweight). Kondisi gizi

buruk biasanya disebabkan oleh penyakit dan kekurangan asupan

gizi yang baru saja terjadi (akut) maupun yang telah lama terjadi

(kronis).

d. Indeks Masa Tubuh Menurut Umur (IMT /U)

Indeks IMT/U digunakan untuk menentukan kategori gizi buruk,

gizi kurang, gizi baik, berisiko gizi lebih, gizi lebih dan obesitas.

Grafik IMT/U dan grafik BB/PB atau BB/TB cenderung menunjukan

hasil yang sama. Namun indeks IMT/U lebih sensitive untuk

penapisan anak gizi lebih dan obesitas.

20
Kerangka Teori

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor orang tua

1. Status ekonomi
2. Pola asuh
3. Pendidikan ibu
4. Pengetahuan ibu

Faktor balita
1. Gizi
2. Bblr
3. Infeksi
4. Riwayat imunisasi Stunting
5. Asi eklusif

Faktor Lingkungan

1. Sosial ekonomi
2. Pendidikan
3. Kesehatan
4. Lingkungan

Sumber :Word bank 2018, diadftasi dari UNICEF 1990

21

Anda mungkin juga menyukai