Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PERSALINAN DAN BBL


DI PUSKESMAS TASEPLIN

DI SUSUN OLEH
RITA AFRIMIYANTI
(PO 71242230406)

DOSEN PEMBIMBING
VERAWATI PULUNGAN, SST.,MKM

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENENTRIAN KESEHATAN JAMBI

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN

TAHUN AKADEMIK 2023/2024


TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Persalinan
1. Pengertian
Persalinan adalah proses penngeluaran konsepsi (janin dan plasenta)
yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir
atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri)
(Manuaba, 2010 dalam Legawati, 2018).
Persalinan adalah proses penngeluaran konsepsi (janin dan plasenta)
yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir
atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri)
(Manuaba 2010). Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput
ketuban keluar dari Rahim. Persalinan diangap abnormal jika prosesnya terjadi
pada usia cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai dengan penyulit (APN,
2013).
2. Jenis Persalinan
Jenis persalinan menurut (Legawati 2019) adalah sebagai berikut:
a. Persalinan spontan
Yaitu persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri, melalui
jalan lahir ibu tersebut.
b. Persalinan Buatan
Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi
forcep atau dilakukan operasi sectio caesarea.
c. Persalinan Anjuran
Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung
setelah pemecahan ketuban, pemberian Pitocin atau prostaglandin.
3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Persalianan
a. Passage (jalan lahir)
Passage atau faktor jalan lahir terbagi atas bagian keras dan bagian
lunak. Bagian keras terdiri dari tulang-tulang panggul (rangka panggul).
Bagian lunak terdiri dari otot-otot, jaringan - jaringan dan ligament -
ligament.
b. Power (Tenaga)
Kekuatan yang mendorong janin keluar. Kekuatan yang mendorong
janin keluar dalam persalinan ialah his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi
diafragma dan aksi dari ligament, dengan kerjasama yang baik dan
sempurna.
1) His
Adalah kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim bekerja
dengan baik dan sempurna dengan sifat-sifat: kontraksi simetris, fundus
dominan, kemudian diikuti relaksasi. Pada saat kontraksi otot-otot
rahim menguncup sehingga menjadi tebal dan lebih pendek. Kavum
uteri menjadi lebih kecil mendorong janin dan kantong amnion kearah
bawah rahim dan serviks. Dalam melakukan observasi pada ibu
bersalin, hal-hal yang harus diperhatikan dari his adalah:
a) Frekuensi his adalah jumlah his dalam waktu tertentu biasanya
permenit atau per 10 menit
b) Intensitas his adalah kekuatan his (adekuat atau lemah)
c) Durasi (lama his) adalah lamanya setiap his berlangsung dan
ditentukan dengan detik, misalnya 50 detik
d) Interval his adalah jarak antara his satu dengan his berikutnya,
misalnya his datang tiap 2 – 3 menit
e) Datangnya his apakah sering, teratur atau tidak.
Perubahan - perubahan akibat his, diantaranya:
a) Pada uterus dan serviks
Uterus teraba keras/padat karena kontraksi. Serviks tidak
mempunyai otot-otot yang banyak, sehingga setiap muncul his
maka terjadi pendataran (effacement) dan pembukaan (dilatasi) dari
serviks.
b) Pada ibu
Rasa nyeri karena iskemia rahim dan kontraksi rahim,
terdapat pula kenaikan nadi dan tekanan darah.
c) Pada janin
Pertukaran oksigen pada sirkulasi utero–plasenter kurang
sehingga timbul hipoksia janin. Denyut jantung janin melambat dan
kurang jelas didengar karena adanya iskemia fisiologis. Jika benar
terjadi hipoksia yang cukup lama, misalnya pada kontraksi tetanik,
maka terjadi gawat janin asfiksia dengan denyut jantung janin
diatas 160 permenit dan tidak teratur.
2) Tenaga mengejan
Setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah tenaga
yang mendorong anak keluar selain his, terutama disebabkan oleh
kontraksi otot-otot dinding perut yang mengakibatkan peninggian
tekanan intra abdominal. Tenaga ini serupa dengan tenaga mengejan
saat buang air besar tetapi jauh lebih kuat lagi. Saat kepala sampai pada
dasar panggul, timbul suatu reflek yang mengakibatkan ibu menutup
glottisnya, mengkontraksikan otot-otot perutnya dan menekan
diafragmanya ke bawah. Tenaga mengejan ini hanya dapat berhasil, bila
pembukaan sudah lengkap dan paling efektif sewaktu ada his. Tanpa
tenaga mengejan ini anak tidak dapat lahir, misalnya pada penderita
yang lumpuh otot-otot perutnya, persalinan harus dibantu dengan
forceps. Tenaga mengejan ini juga melahirkan placenta setelah plasenta
lepas daridinding rahim.
c. Passenger
Faktor lain yang berpengaruh terhadap persalinan adalah faktor janin
yang meliputi sikap janin, letak janin, presentasi janin, bagian terbawah, dan
posisi janin.
1) Sikap (habitus) Menunjukkan hubungan bagian-bagian janin dengan
sumbu janin, biasanya terhadap tulang punggungnya. Janin umumnya
dalam sikap fleksi dimana kepala, tulang punggung, dan kaki dalam
keadaan fleksi, lengan bersilang di dada.
2) Letak (situs) Adalah bagaimana sumbu janin berada terhadap sumbu
ibu misalnya Letak Lintang dimana sumbu janin tegak lurus pada
sumbu ibu. Letak membujur dimana sumbu janin sejajar dengan sumbu
ibu, ini bisa letak kepala atau letak sungsang.
3) Presentasi Dipakai untuk menentukan bagian janin yang ada di bagian
bawah rahim yang dijumpai pada palpasi atau pada pemeriksaan dalam.
Misalnya presentasi kepala, presentasi bokong, presentasi bahu dan
lain-lain.
a) Bagian terbawah janin, sama dengan presentasi hanya lebih
diperjelas istilahnya.
b) Posisi janin untuk indikator atau menetapkan arah bagian terbawah
janin apakah sebelah kanan, kiri, depan atau belakang terhadap
sumbu ibu (maternal–pelvis). Misalnya pada letak belakang kepala
(LBK) ubun-ubun kecil (UUK) kiri depan, UUK kanan belakang
(Kurniawati and Mirzanie 2009).
4. Tanda Persalinan
Tanda persalinan menurut (Sulfianti et al. 2020) adalah sebagai berikut:
a. Tanda – Tanda Permulaan Persalinan
Sebelum terjadinya persalinan beberapa minggu sebelumnya wanita
memasuki “bulannya” atau “minggunya” atau “harinya” yang disebut kala
pendahuluan. Ini memberikan tanda – tanda sebagai berikut: Lightening atau
settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul
terutama pada primigravida. Pada Multipara, perut kelihatan lebih melebar,
fundus uteri menurun, perasaan sering kencing atau susah kencing karena
kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin dari uterus, kadang –
kadang disebut “farse labor pains”, serviks menjadi lembek, muai mendatar
dan sekresinya bertambah bias bercampur darah (bloody show).
b. Tanda – Tanda Timbulnya Persalinan (Inpartu)
Pada fase ini sudah memasuki tanda – tanda inpartu:
1) Terjadinya his persalinan
His adalah kontraksi Rahim yang dapat diraba menimbulkan rasa
nyeri diperut serta dapat menimbulkan pembukaan serviks kontraksi
rahim yang dimulai pada 2 face maker yang letaknya di dekat cornu uteri.
His yang menimbulkan pembukaan serviks dengan kecepatan tertentu
disebut his efektif. His efektif mempunyai sifat adanya dominan
kontraksi uterus pada fundus uteri, kontraksi berlangsung secara sinkron
dan harmonis, adanya intensitas kontraksi yang maksimal diantara dua
kontraksi, irama teratur dan frekuensinya kian sering, lama his berkisar
45-60 detik. Pengaruh his ini dapat menimbulkan desakan di daerah
uterus (meningkat) terjadi penurunan janin, terjadi penebalan pada
dinding korpus uterus, terjadi peregangan dan penipisan pada isthmus
uteri, serta terjadinya pembukaan pada kanalis servikalis.
His persalinan memiliki sifat sebagai berikut:
a) Pinggang terasa sakit dan mulai menjalar ke depan
b) Teratur dengan interval yang makin pendek dan kekuatannya makin
besar
c) Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks
d) Penambahan aktivitas (seperti berjalan) maka his tersebut semakin
meningkat disebabkan oleh robeknya pembuluh darah waktu serviks
membuka.
2) Keluarnya lendir bercampur darah (show)
Lendir berasal dari pembukaan kanalis servikalis. Sedangkan
pengeluaran darahnya disebabkan oleh robeknya pembuluh darah waktu
serviks membuka.
3) Ketuban pecah
Sebagian ibu hamil mengeluarkan air ketuban akibat pecahnya
selaput ketuban menjelang persalinan. Jika ketuban sudah pecah, maka
ditargetkan persalinan dapat berlangsung dalam 24 jam. Namun, apabila
persalinan tidak tercapai maka persalinan harus diakhiri dengan tindakan
tertentu, misalnya ekstraksi vakum atau sectio caesarea.
4) Dilatasi dan effacement
Dilatasi adalah terbukanya kanalis servikalis secara berangsur –
angsur akibat pengaruh his. Effacement adalah pendataran atau
pemendekan kanalis servikalis yang semula panjang 1-2 cm menjadi
hilang sama sekali, sehingga tinggal hanya ostium yang tipis seperti
kertas. Untuk rasa sakit yang dirasakan oleh wanita pada saat
menghadapi persalinan berbeda - beda tergantung dari rasa sakitnya,
akan tetapi secara umum wanita yang akan mendekati persalinan akan
merasakan.
5. Persalinan Kala I
a. Pengertian
Persalinan kala I atau kala pembukaan adalah periode persalinan yang
dimulai dari his persalinan yang pertama sampai pembukaan service
menjadi lengkap (Diana, Mail, and Rufaida 2019).
b. Klasifikasi
Klasifikasi Persalinan Kala I berdasarkan kemajuan maka kala I menurut
(Diana, Mail, and Rufaida 2019) dibagi menjadi:
1) Fase laten
Yaitu fase pembukaan yang sangat lambat ialah dari 0 sampai 3 cm
yang membutuhkan waktu 8 jam.
2) Fase Aktif
Yaitu fase pembukaan yang lebih cepat membutuhkan waktu 6 jam
yang terbagi lagi menjadi:
a) Fase akselerasi (fase percepatan) dari pembukaan 3 cm sampai 4
cm yang dicapai dalam 2 jam
b) Fase dilatasi maksimal dari pembukaan 4 cm sampai 9 cm yang
dicapai dalam 2 jam
c) Fase deselerasi (kurangnya kecepatan) dari pembukaan 9 cm
sampai 10 cm yang dicapai dalam 2 jam
6. Asuhan persalinan kala II
a. Pengertian
Kala II disebut juga kala pengeluaran dimulai dari pembukaan serviks sudah
lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut
sebagai kala pengeluaran bayi (Oktarina 2015).
b. Tanda dan gejala kala II persalinan
1) Ibu merasakan ingin meneran secara bersamaan dengan terjadinya
kontrasepsi
2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan vaginanya
3) Perineum menonjol
4) Vulva-vagina dan sphincter ani membuka
5) Meningkatkan pengeluaran lendir bercampur darah
6) Pembukaan serviks telah lengkap, atau
7) Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.
c. Mekanisme persalinan
1) Engagement
2) Fleksi
3) Putaran paksi dalam
4) Ekstensi
5) Putatan paksi luar
6) Melahirkan bahu kanan dan kiri
7) Seluruh badan lahir lengkap
d. Langkah-langkah pertolongan persalinan
1) Mengenali tanda-tanda kala II
2) Menyiapkan pertolongan persalinan (memastikan kelengkapan peralatan
dan obat-obatan)
3) Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik (melakukan PD,
periksa DJJ)
4) Melakukan persiapan persalinan (mendekatkan peralatan,memakai APD
lengkap, membantu proses persalinan)
5) Penanganan BBL (nilai keadaan bayi, jaga kehangatan , dan keringkan
tubuh bayi)
e. Episiotomi (perlukaan jalan lahir)
1) Pengertian
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang
menyebabkan terpotngnya selaput lendih vagina, cincin selaput dara,
jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit
sebelah depan perineum (Prawirohardjo 2016).
Luka perineum adalah perlukaan perineum pada diafragma
urogenitalis dan musculus levator ani, yang terjadi pada waktu persalinan
normal, atau persalinan dengan alat, dapat terjadi tanpa luka pada kulit
perineum atau pada vagina, sehingga tidak terlihat dari luar. Perlukaan
jalan lahir terdiri dari, robekan perineum yang terjadi pada hampir semua
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.
Robekan ini dapat dihindari atau dikurangi dengan menjaga jangan
sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat (Judha
2015).
2) Etiologi
Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana,
kepala janin terlalu cepat lahir, persalinan tidak dipimpin sebagaimana
mestinya, sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut, dan
pada persalinan dengan distosia bahu (Prawirohardjo 2016).
3) Indikasi Episiotomi
Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu
maupun janin nya (Prawirohardjo 2016).
a) Indikasi janin

● Sewaktu melahirkan janin prematur, tujuannya untuk

mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala


janin

● Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin

dengan cunam, ekstraksi vakum, dan janin besar, distosia


bahu, presentasi bokong.
b) Indikasi ibu
Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga
ditakuti akan terjadi robekan perineum, umpama pada primipara,
persalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum,
dan anak besar. Pasien tidak mampu berhenti mengejan atau tidak
dapat menahan tekanan.
f. Tingkatan Luka Perineum
Perlukaan pada perineum biasanya terjadi sewaktu kepala janin
dilahirkan. Luas robekan didefinisikan berdasarkan kedalam robekan
(Prawirohardjo 2018).
1) Derajat I : Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina atau
tanpa mengenai kulit perineum sedikit (mencapai kulit dan jaringan
superfisial sampai ke otot)
2) Derajat II : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu sampai mengenai
selaput lendir vagina juga mencapai otot-otot perineum tetapi tidak
sampai sfingter ani
3) Derajat III : Robekan terjadi mengenai seluruh perineum sampai
berlanjut ke otot sfingter ani
4) Derajat IV : Robekan sampai mencapai dinding rektum anterior .
g. Penjahitan laserasi perineum
Penanganan laserasi perineum periksa terlebih dahulu keadaan laserasi
secara keseluruhan untuk mengetahui tingkat keparahan laserasi,
kemudian dilakukan teknik penjahitan laserasi perineum disesuaikan
dengan derajat laserasi nya (Prawirohardjo 2018).
Teknik penjahitan
1) Derajat I : Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan
hanya dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur
(continuous suture) atau dengan cara angka delapan (figure of eight).
2) Derajat II : Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum
tingkat II maupun tingkat III, jika dijumpai pinggir robekan yang
tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus
diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan
masing-masing diklem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah
pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-
mula otot-otot dijahit dengan catgut. Kemudian selaput lendir vagina
dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan
selaput lendir vagina dimulai dari puncak robekan. Terakhir kulit
perineum dijahit dengan benang sutera secara terputus-putus.
3) Derajat III : Mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit.
Kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit
dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot
sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan diklem dengan klem
Pean lurus, kemudian dijahit dengan 2-3 ja catgut kromik sehingga
bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis de lapis seperti
menjahit robekan perineum tingkat II.
4) Deraajat IV : Mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit
dengan jahitan jelujur menggunakan catgut kromik no. 2/0 Jahit fasia
perirectal dengan menggunakan benang yang sama, sehingga
bertemu kembali Jahit fasia septum rektovaginal dengan
menggunakan benang yang sama, sehingga bertemu kembali Ujung
otot spingter ani yang terpisah karena robekan diklem dengan
menggunakan pean lurus Kemudian tautkan ujung otot spingter ani
dengan melakukan jahitan 2-3 jahitan angka 8 sehingga bertemu
kembali. Selanjutnya dilakukan jahitan lapis demi lapis seperti
melakukan jahitan pada laserasi perineum derajat dua.
7. Asuhan persalinan kala III
a. Pengertian
Kala III persalinan di juga sebagai kala uri atau kala pengeluaran plasenta.
Kala tiga dan empat persalnan merupakan kelanjutan dari kala satu (kala
pembukaan) dan kala dua (kala pengeluaran bayi) persalinan.
b. Tanda-Tanda lepasnya plasenta
1) Perubahan bentuk dan tinggi fundus.
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus
berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya dibawah pusat.
2) Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva
(tanda ahfeld)
3) Semburan darah mendadak dan singkat.
Darah yang terkumpul dibelakan plasenta akan membantu mendorong
plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan
darah (retroplacental pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan
permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah
tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
Yang perlu kita ingat tanda tanda pelepasan plasenta adalah:

● Perubahan bentuk dan tinggi uterus

● Tali pusat memanjang

● Semburan darah mendadak dan singkat

c. Manajemen aktif kala tiga


Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi
uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah
perdarahan dan mengurangi kehilangan darah pada ibu
1) Suntikan oksitosin suntikkan segera setelah bayi lahir dengan dosis 10 UI
secara IM di paha bagian luar ibu.
2) Melakukan PTT (peregangan tali pusat terkendali)
3) Masase fundus uteri pastikan findus uteri berkontraksi dengan baik, Jika
uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik. Lakukan penatalaksaan
antonio uteri. Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam
pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kedua
pasca persalinan
d. Pemeriksaan plasenta
1) Pemeriksaan plasenta
a) Menginspeksi plasenta untuk melihat adanya noda area-area
kalsifikasi
b) Memeriksa sisi maternal untuk melihat keutuhan. Untuk melakukan
ini, plasenta ditempatkan di atas permukaan datar dengan sisi
maternal diatas. Kasa 4x4 digunakan untuk menghapus darah dan
benda benda dari luar untuk melihat permukaan plasenta dengan
jelas.
c) Untuk mengindentifikasi kotiledon yang hilang dari margin
plasenta atau lubos aksesori yang hilang, margin plasenta di raba
dan jari digerakkan mengelilingi tepi plasenta. Gerakan ini harus
mulus dan area yang kasar harus diselidiki dengan seksama karena
area yang kasar merupakan indikasi jaringan plasena terindikasi.
d) Plasenta di ukur dan di timbang .
2) Pemeriksaan selaput ketuban
Selaput ketuban diperiksa dengan menggantung plasenta sedemikian
rupa dengan memegang tali pusat, sehingga selaput ketuban tergantung
kebawah. Anda dapat melihat lubang dimana janin dilahirkan dan
periksalah apakah tidak ada selaput ketuban yang tertinggal.
3) Pemeriksaan tali pusat
Menghitung jumlah pembuluh darah tali pusat. Untuk melakukan nya.
Gunakan kasa berukuran 4x4 cm dan tali pusat yang telah dipotong.
Dari tekanan dan lubang pembuluh darah yang terdapat pada ujung tali
pusat dapat dihitung jumlah pembuluh darahnya. Apabila untuk
beberapa alasan, waktu sudah lewat dan pembuluh darah kolaps
sebelum dapat di identifikasi, maka tali pusat di klem dan dipotong
kembali, kemudian dicari pembuluh darah tersebut pada tempat
potongan yang baru, tempat pebuluh darah akan mudah terlihat.
Mengukur panjang tali pusat.Pengukur panjang tali pusat di lakukan
ketika tal pusat bayi di klem dan dipotong.
8. Asuhan persalinan kala IV
a. Pengertian
Kala IV persalinan di mulai sejak plasenta lahir sampai kurang lebih 2 jam
setelah plasenta lahir kala ini dimasukkan dalam persalinan karna pada masa
ini sering timbul perdarahan. 2 jam setelah persalianan merupakan waktu
yang kritis bagi ibu dan bayi.keduanya baru saja mengalami perubahan fisik
yang luar biasa. Dalam kala IV ini petugas atau bidan harus tinggal bersama
ibu dan bayi utnuk memastikan bahwa keduanya dalam kondisi yang stabil
dan mengambil tindakan yang tepat untuk melakukan stabilisasi (Walyani
2015).
b. Pemantauan dan penanganan kala IV
1) Memperhatikan jumlah darah yang keluar
Salah satu cara memperkiraka banyaknya darah yang keluar adalah
dengan menghitung jumlah kain yang dipakai.ini juga tidak tepat karena
ibu yang mengganti kain ketika telah benar-benar basah dengan
darah.Jumlah darah yang keluar dapat diperkirakan dengan bertanya
kepada diri sendiri beberapa botol ukuran 500 cc yang akan dapat diisi
oleh darah tersebut? jika jawabannya dalah 2 botol, ibu maka ibu telah
kehilangan darah 1 liter,jika ½ botol, ibu telah kehilangan dara 250 cc.
Perkiraan darah yang keluar hanya merupakan salah satu cara untuk
menilai kondisi ibu.
Adalah jauh lebih penting seringkali memeriksa ibu selama Kala
IV dan menilai jumlah darah yang dikeluarkan melalui tanda-tanda vital
dan pengamatan darah yang keluar dari vagina. Serta penilain kontraksi
uterus.
a) Pemeriksaan perineum lihat adakah perdarahan aktif dan nilai
derajat laserasi perineum.
b) Pemantauan keadaan umum ibu
Pada masa ini ibu harus sering dilakukan pemantauan tekanan
darah,nadi,tinggi fundus uteri, kandung kemih kontraksi uterus dan
tanda-tanda adanya pendarahan setiap 15 menit pada jam ke pertama
dan setiap 30 menit pada jam kedua selama kala IV, jika di dapatkan
temuan–temuan abnormal, maka nilaai kembali lebih sering,disamping
pemantauan hal-hal diatas, nilailah apakah ibu merasa nyaman, lapar
atau haus atau ingin menggendong bayinya.
Bila kandungan kemih ibu penuh,bantu ibu untuk mengosongkan
kandung kemihnya secarah sepontan, penolong dapat membantu ibu
dengan cara membasu daera vulva menggunakan air hangat untuk
merangsang keinginan berkemih penolong dapat melakukan
keteterisasi.
2) Evaluasi
Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam:
a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
b) Setiap 15 menit pada satu jam pertama pasca persalinan
c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan
d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik laksanakan perawatan
yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri
e) Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan lakukan
pnjahitan dengan anastesia lokal dan menggunakan teknik yang
sesuai.
9. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
a. Pengertian
Pada tahun 1992 WHO/UNICEF mengeluarkan protokol tentang Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) sebagai salah satu dari Evidence for the ten steps to
successful breastfeeding yang harus diketahui oleh setiap tenaga kesehatan.
Segera setelah dilahirkan, bayi diletakkan di dada atau perut atas ibu selama
paling sedikit satu jam untuk memberi kesempatan pada bayi untuk mencari
dan menemukan puting ibunya (Prawirohardjo 2018).
Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah permulaan kegiatan menyusu
dalam satu jam pertama setelah bayi lahir. Inisiasi dini juga bisa diartikan
sebagai cara bayi menyusu satu jam pertama setelah lahir dengan usaha
sendiri dengan kata lain menyusu bukan disusui. Cara bayi melakukan
inisiasi menyusui dini ini dinamakan The Breast Crawl atau merangkak
mencari payudara (Rahayu, Suharto, and Sumaningsih 2018).
b. Manfaat IMD
1) Bagi bayi adalah membantu stabilisasi pernapasan, mengendalikan suhu
tubuh bayi lebih baik dibandingkan dengan inkubator, menjaga
kolonisasi kuman yang aman untuk bayi dan mencegah infeksi
nosokomial. Kadar bilirubin bayi juga lebih cepat normal karena
pengeluaran mekonium lebih cepat sehingga dapat menurun kan insiden
ikterus bayi baru lahir. Kontak kulit dengan kulit juga membuat bayi
lebih tenang sehingga didapat pola tidur yang lebih baik. Dengan
demikian, berat badan bayi cepat meningkat dan lebih cepat ke luar dari
rumah sakit.
2) Bagi ibu, IMD dapat mengoptimalkan pengeluaran hormon oksitosin,
prolaktin, dan secara psikologis dapat menguatkan ikatan batin antara
ibu dan bayi.
10. Pemberian salep mata/tetes mata
Pemberian salep mata pada bayi merupakan salah satu yang diharuskan
dalam melakukan asuhan bayi baru lahir, pemberian salep mata berguna untuk
mencegah terjadinya oftalmia neonatrorum atau infeksi mata yang dapat di
tularkan dari jalan lahir, pemberian salep mata diberikan segera setelah IMD dan
setelah bayi menyusui, sebaiknya diberikan 1 jam setelah bayi lahir, obat mata
yang digunakan eritromisin 0,5% atau tetrasiklin 1% di anjurkan untuk
mencegah penyakit menular seksual, seperti klamidia (Prawirohardjo 2018).
11. Pemberian vitamin K
Pemberian vitamin K pada bayi baru lahir bertujuan untuk mencegah
terjadinya perdarahan karena defisiensi suntikan vitamin K (PDVK). Vitamin K
diberikan secara intramuscular sebanyak 1 mg dosis tunggal. Suntikan vitamin
K diberikan pada paha kiri setelah 1 jam bayi lahir (Prawirohardjo 2018).
12. Pemberian Imunisasi HB0
Imunisasi Hepatitis B pertama (HB0) diberikan 1-2 jam setelah pemberian
vitamin K1 secara intramuskuler. Imunisasi Hepatitis B bermanfaat untuk
mencegah infeksi Hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu dan
bayi. Imunisasi Hepatitis B harus diberikan Pada bayi umur 0-7 hari karena :
a) Sebagian ibu hamil merupakan Carrier Hepatitis B.
b) Hampir separuh bayi dapat tertular Hepatitis B pada saat lahir dari ibu
pembawa virus.
c) Penularan pada saat lahir hampir seluruhnya berlanjut menjadi Hepatitis
menahun, yang kemudian dapat berlanjut menjadi sirosis hati dan kanker
hati primer
d) Imunisasi Hepatitis B sedini mungkin akan melindungi sekitar 75% bayi
dari penularan hepatitis B (Kemenkes RI, 2010).
13. Mekanisme Persalinan
Denominator atau petunjuk adalah kedudukan dari salah satu bagian dari
bagian depan janin terhadap jalan lahir. Hipomoklion adalah titik putar atau
pusat pemutaran.
No Mekanisme Persalinan Keterangan
.
1. Engagement (fiksasi) = masuk Ialah masuknya kepala dengan lingkaran
terbesar (diameter biparietal) melalui PAP

Gambar Engagement
2. Descensus = penurunan Ialah penurunan kepala lebih lanjut
kedalam panggul. Faktor-faktor yang
mempengaruhi descensus antara lain
tekanan air ketuban, dorongan langsung
fundus uteri pada bokong janin, kontraksi
otot-otot abdomen, ekstensi badan janin.

Gambar Penurunan kepala


3. Fleksi Ialah menekannya kepala dimana dagu
mendekati sternum sehingga lingkaran
kepala menjadi mengecil 🡪 suboksipito
bregmatikus (9,5 cm). Fleksi terjadi pada
waktu kepala terdorong his ke bawah
kemudian menemui jalan lahir. Pada
waktu kepala tertahan jalan lahir,
sedangkan dari atas mendapat dorongan,
Gambar Fleksi maka kepala bergerak menekan ke bawah.
4. Putaran Paksi Dalam (internal Ialah berputarnya oksiput ke arah depan
rotation) sehingga ubun -ubun kecil berada di
bawah symphisis (HIII). Faktor-faktor yang
mempengaruhi antara lain perubahan arah
bidang PAP dan PBP, bentuk jalan lahir
yang melengkung, kepala yang bulat dan
lonjong.

Gambar Putaran paksi dalam


5. Ekstensi Ialah mekanisme lahirnya kepala lewat
perineum. Faktor yang menyebabkan
terjadinya hal ini ialah lengkungan
panggul sebelah depan lebih pendek dari
pada yang belakang. Pada waktu defleksi,
maka kepala akan berputar ke atas dengan
suboksiput sebagai titik putar
(hypomochlion) dibawah symphisis
Gambar Ekstensi
sehingga berturut-turut lahir ubun-ubun
besar, dahi, muka dan dagu.

6. Putaran paksi luar (external Ialah berputarnya kepala menyesuaikan


rotation) kembali dengan sumbu badan (arahnya
sesuai dengan punggung bayi).

Gambar Putaran paksi Luar

7. Expulsi Lahirnya seluruh badan bayi.

Gambar Ekspulsi
Gambar Mekanisme Persalinan Letak Belakang Kepala(Sarwono, 2008)
14. Penatalaksanaan
Menurut JNPK-KR (2012, hal. 180) untuk melakukan asuhan persalinan normal
dirumuskan 60 langkah asuhan yaitu sebagai berikut:
I. Mengenali Gejala dan Tanda Kala Dua
1. Mendengarkan dan melihat tanda Kala Dua persalinan
● Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran

● Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rectum dan


vagina
● Perineum tampak menonjol

● Vulva dan sfingter ani membuka


II. Menyiapkan Pertolongan Persalinan
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi segera pada ibu dan
bayi baru lahir.
Untuk asuhan bayi baru lahir atau resusitasi, siapkan:
● Tempat datar, rata, bersih, kering, dan hangat.

● Tiga handuk/kain bersih dan kering (termasuk ganjal bahu bayi).

● Alat penghisap lender.

● Lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi.


Untuk ibu:
● Menggelar kain di perut bawah ibu

● Menyiapkan oksitosin 10 unit

● Alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set


3. Pakai celemek plastic atau dari bahan yang tidak tembus cairan
4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan
tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering
5. Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk periksa
dalam
6. Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai
sarung tangan DTT atau steril dan pastikan tidak terjadi kontaminasi pada
alat suntik)
III. Memastikan Pembukaan Lengkap Dan Keadaan Janin
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyeka dengan hati-hati dari
anterior(depan) ke posterior(belakang) menggunakan kapas atau kasa yang
dibasahi air DTT
● Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang.
● Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang
tersedia

Jika terkontaminasi, lakukan dekontaminasi, lepaskan dan rendam sarung tangan ter

8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap


● Bila selaput ketuban masih utuh saat pembukaan sudah lengkap maka
lakukan amniotomy
9. Dekontaminasi sarung tangan (celupkan tangan yang masih memakai
sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan dalam
keadaan terbalik, dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit).
Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi uterus mereda
(relaksasi) untuk memastikan DJJ masih dalam batas normal
(120-160x/menit)
● Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal

● Mendokumentasikan hasil-hasil periksa dalam, DJJ, semua temuan


pemeriksaan dan asuhan yang diberikan ke dalam partograf
IV. Menyiapkan Ibu Dan Keluarga Untuk Membantu Proses Persalinan
11. Beritahukan pada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin
cukup baik, kemudian bantu ibu menemukan posisi yang nyaman dan sesuai
dengan keinginannya.
● Tunggu hingga timbul kontraksi atau rasa ingin meneran, lanjutkan
pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman
penatalaksanaan fase-aktif) dan dokumentasikan semua temuan yang
ada
● Jelaskan pada anggota keluarga tentang peran mereka untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu dan meneran secara benar
12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran jika ada rasa ingin
meneran atau kontraksi yang kuat. Pada kondisi itu, ibu diposisikan
setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa
nyaman.
13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ingin meneran atau
timbul kontraksi yang kuat:
● Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif

● Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara
meneran apabila caranya tidak sesuai
● Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali
posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
● Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi

● Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu

● Berikan cukup asupan cairan peroral (minum)

● Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai


Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah pembukaan lengka

14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi yang
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam selang
waktu 60 menit
V. Persiapan Untuk Melahirkan Bayi
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut bawah ibu, jika
kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6cm
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian sebagai alas bokong ibu
17. Buka tutup partus set dan periksa kembali kelengkapan peralatan dan bahn
18. Pakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan
VI. Pertolongan Untuk Melahirkan Bayi
Lahirnya Kepala
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan
kering, tangan yang lain menahan belakang kepala untuk mempertahankan
posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu meneran secara
efektif atau bernafas cepat dan dangkal
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat (ambil tindakan yang sesuai
jika hal itu terjadi), segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
Perhatikan!
● Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lilitan lewat bagian
atas kepala bayi
● Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat
dan potong tali pusat di antara dua klem tersebut
21. Setelah kepala lahir, tunggu putaran paksi luar yang berlangsung secara
spontan
Lahirnya Bahu
22. Setelah putaran paksi luar selesai, pegang kepala bayi secara biparental.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan
kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus
pubis dan kemudian gerakkan kearah atas dan distal untuk melahirkan bahu
belakang
Lahirnya Badan dan Tungkai
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah untuk menopang kepala dan
bahu. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan
siku sebelah atas
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke
punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan
telunjuk diantara kedua kaki dan pegang kedua kaki dengan melingkarkan
ibu jari pada satu sisi dan jari-jari lainnya pada sisi yang lain agar bertemu
dengan jari telunjuk)
VII Asuhan Bayi Baru Lahir
25. Lakukan penilaian (selintas):
● Apakah bayi cukup bulan?

● Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan?

● Apakah bayi bergerak dengan aktif?


Bila salah satu jawaban “TIDAK”, lanjut ke langkah resusitasi pada bayi
baru lahir dengan asfiksia
Bila semua jawaban “YA”, lanjut ke-30
26. Keringkan tubuh bayi
Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
(kecuali kedua tangan) tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah
dengan handuk/kain yang kering. Pastikan bayi dalam posisi dan kondisi
aman diperut bagian bawah ibu
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan hanya satu bayi yang lahir (hamil
tunggal) dan bukan kehamilan ganda (gemelli)
28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit
(intramuskuler) di 1/3 distal lateral paha (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikkan oksitosin)
30. Setelah 2 menit sejak bayi (cukup bulan) lahir, pegang tali pusat dengan
satu tangan pada sekitar 5 cm dari pusar bayi, kemudian jari telunjuk dan
jari tengah tangan lain menjepit tali pusat dan geser hingga 3 cm proksimal
dari pusar bayi. Klem tali pusat pada titik tersebut kemudian tahan klem ini
pada posisinya, gunakan jari telunjuk dan tengah tangan lain untuk
mendorong isi tali pusat kearah ibu (sekitar 5 cm) dan klem tali pusat pada
sekitar 2 cm distal dari klem pertama.
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
● Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut
bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem tersebut
● Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian
lingkarkan lagi benang tersebut dan ikat tali pusat dengan simppul
kunci pada sisi lainnya
● Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan
32. Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulitibu-bayi. Luruskan
bahu bayi sehingga dada bayi menempel di dada ibunya. Usahakan kepala
bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari putting
susu atau areola mamae ibu
● Selimuti ibu-bayi dengan kain kering dan hangat, pasang topi di kepala
bayi
● Biarkan bayi melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit
1 jam
● Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini
dalam waktu 30-60 menit. Menyusu untuk pertama kali akan
berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu
payudara
● Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah
berhasil menyusu
VII Manajemen Aktif Kala Tiga Persalinan (MAKIII)
I
33. Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
34. Letakkan satu tangan diatas kain pada perut bawah ibu (diatas simfisis),
untuk mendeteksi kontraksi. Tangan lain memegang klem untuk
menegangkan tali pusat
35. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil
tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang-atas (dorso-kranial)
secara hati-hati (untuk mencegah inversion uteri). Jika plasenta tidak lahir
setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga
timbul kontraksi berikutnya dan ulangi kembali prosedur diatas.
● Jika uterus tidak segera berkontraksi , minta ibu, suami atau anggota
keluarga untuk melakukan stimulasi putting susu
Mengeluarkan Plasenta
36. Bila pada penekanan bagian bawah dinding depan uterus kearah dorsal
ternyata diikuti dengan pergeseran tali pusat kearah distal maka lanjutkan
dorongan kearah kranial hingga plasenta dapat dilahirkan.
● Ibu boleh meneran tetapi tali pusat hanya ditegangkan (jangan ditarik
secara kuat terutama jika uterus tak berkontraksi) sesuai dengan sumbu
jalan lahir (kearah bawah-sejajar lantai-atas)
● Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak
sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
● Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
1. Ulangi pemberian oksitosin10 unit IM
2. Lakukan kateterisasi (gunakan teknik aseptic) jika kandung kemih
penuh
3. Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4. Ulangi tekanan dorso-kranial dan penegangan tali pusat 15 menit
berikutnya
Jika plasenta tak lahir dalam 30 menit sejak bayi lahir atau terjadi
perdarahan maka segera lakukan tindakan plasenta manual
37. Saat palsenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua
tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian
lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.
● Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk
melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan
atau klem ovum DTT atau steril untuk mengeluarkan selaput yang
tertinggal
Rangsangan Taktil (Massase) Uterus
38. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan massase uterus,
letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan massase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras)
a. Lakukan tindakan yang diperlukan (Kompresi Bimanual Internal,
Kompresi Aorta Abdominis, Tampon Kondom-Kateter) jika uterus
tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah rangsangan taktil/massase
IX. Menilai Perdarahan
39. Periksa kedua sisi palsenta (maternal-fetal) pastikan plasenta telah
dilahirkan lengkap. Masukkan plasenta ke dalam kantong plastik atau
tempat khusus
40. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan
penjahitan apabila terjadi laserasi yang luas dan menimbulkan perdarahan.
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan
penjahitan
X. Asuhan Pasca Persalinan
41. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam
42. Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan
klorin 0,5%, bersihkan noda darah dan cairan tubuh kemudian celupkan ke
dalam air bersih, keringkan tangan dengan handuk pribadi yang bersih dan
kering
Evaluasi
43. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik serta kandung kemih kosong
44. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan massase uterus dan menilai kontraksi
45. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
46. Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik
47. Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-
60x/menit)
a. Jika bayi sulit bernafas, merintih, atau retraksi, diresusitasi dan segera
merujuk ke rumah sakit
b. Jika bayi bernafas terlalu cepat atau sesak nafas, segera rujuk ke RS
rujukan
c. Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Lakukan kembali
kontak kulit ibu-bayi dan hangatkan ibu-bayi dalam satu selimut
Kebersihan dan Keamanan
48. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi
49. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai
50. Bersihkan ibu dari paparan darah dan cairan tubuh dengan menggunakan
air. Bersihkan cairan ketuban, lender dan darah di ranjang atau disekitar ibu
berbaring. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering
51. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan
keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya
52. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin0,5%
53. Celupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian
dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selam 10 menit
54. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan
tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering
55. Pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan pemeriksaan fisik
bayi
56. Dalam satu jam pertama, beri salep/tetes mata profilaksis infeksi, vitamin
K1 1mg IM di paha kiri bawah lateral, pemeriksaan fisik bayi baru lahir,
pernafasan bayi (normal 40-60x/menit) dan temperature tubuh (normal
36,5-37,5℃ ) setiap 15 menit
57. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi
Hepatitis B dipaha kanan bawah lateral. Letakkan bayi di dalam jangkauan
ibu agar sewaktu-waktu dapat disusukan
58. Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam didalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit
59. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan
tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering
Dokumentasi
60. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan
asuhan Kala IV Persalinan
Sumber: JNPK-KR (2012;180).

B. Macam-macam Posisi Melahirkan


1. Setengah Duduk atau Duduk
Posisi setengah duduk juga posisi melahirkan yang umum diterapkan di
berbagai rumah sakit atau klinik bersalin di Indonesia. Posisi ini mengharuskan
ibu duduk dengan punggung bersandar bantal. Kaki ditekuk dan paha dibuka kea
rah samping.
Keuntungan: posisi ini membuat ibu merasa nyaman karena membantu ibu
untuk beristirahat diantara kontraksi, alur jalan lahir yang perlu ditempuh untuk
bisa keluar lebih pendek, suplai oksigen dari ibu ke janin berlangsung optimal,
dan gaya grafitasi membantu ibu melahirkan bayinya.
Kekurangan: posisi ini bisa menyebabkan keluhan pegal di punggung dan
kelelahan, apalagi kalua proses persalinannya lama.
2. Lateral (miring)
Posisi ini mengharuskan ibu berbaring miring ke kiri atau ke kanan. Salah
satu kaki diangkat sedangkan kaki lainnya dalam keadaan lurus. Biasa dilakukan
bila posisi kepala bayi belum tepat. Normalnya posisi ubun-ubun bayi berada di
depan jalan lahir, menjadi tidak normal bila posisi ubun-ubun berada di belakang
atau samping. Miring ke kiri atau ke kanan dengan harapan bayinya akan
memutar. Posisi ini juga bisa digunakan bila persalinan berlangsung lama dan
ibu sudah kelelahan dengan posisi lainnya.
Keuntungan: peredaran darah balik ibu mengalir lancer, pengiriman oksigen
dalam darah ibu ke janin melalui plasenta tidak terganggu, karena tidak terlalu
menekan, proses pembukaan berlangsung perlahan-lahan sehingga persalinan
relative lebih nyaman, dan dapat mencegah terjadinya laserasi.
Kekurangan: Posisi ini membuat dokter atau bidan kesulitan membantu
proses persalinan, kepala bayi lebih sulit dipegang atau diarahkan, bila harus
melakukan episiotomy pun posisinya lebih sulit.
3. Berdiri atau Jongkok
Beberapa suku di Indonesia Timur, mulai Lombok Timur hingga Papua,
wanitanya mempunyai kebiasaan melahirkan dengan cara jongkok.
Keuntungan: Posisi ini menguntungkan karena pengaruh gravitasi tubuh, ibu
tak harus bersusah payah mengejan, bayi akan keluar lewat jalan lahir dengan
sendirinya (membantu mempercepat kemajuan kala dua), memudahkan dalam
pengosongan kandung kemih, dan mengurangi rasa nyeri. Pada posisi jongkok
beradasarkan bukti radiologis dapat menyebabkan terjadinya peregangan bagian
bawah simfisis pubis akibat berat badan sehingga mengakibatkan 28% terjadinya
perluasan pintu panggul.
Kekurangan: Bila tidak disiapkan dengan baik, posisi ini sangat berpeluang
membuat kepala bayi cedera, sebab bayi bisa “meluncur” dengan cepat. Supaya
hal in tidak terjadi, biasanya sudah disiapkan bantalan yang empuk dan steril
untuk menahan kepala dna tubuh bayi. Dokter atau bidan pun sedikit kesulitan
bila harus membantu persalinan melalui episiotomy atau memamntau
perkembangan pembukaan.
4. Posisi Dorsal Recumbert
Pada posisi ini ibu bersalin menekuk dan melebarkan kedua kaki. Ibu
memakai bantal di kepala dan kedua telapak kaki tetap menapak di tempat tidur,
sedangkan kedua tangan ibu bersalin di letakkan diatas kepala.
Kelebihan: Keuntungan posisi ini, penolong bisa leluasa membantu
persalinan. Jalan lahir mengahadap ke depan sehingga dapat lebih mudah
mengukur perkembangan pembukaan. Dengan demikian waktu persalinan bisa
diprediksi lebih akurat.
Kelemahan: Posisi berbaring membuat ibu sulit untuk mengejan. Hal ini
karena gaya berat tubuh berada di bawah dan sejajar dengan posisi bayi. Posisi
ini diduga membuat pengiriman oksigen melalui darah yang mengalir dari si ibu
ke janin lewat plasenta jadi relative berkurang.

C. Teori EBM (Evidence Based Midwifery)

Evidence based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi


berdasarkan pengalaman atau kebiasaaan semata. Evidence based
midwifery adalah pemberian informasi kebidanan berdasarkan bukti dari
penelitian yang bisa dipertanggung jawabkan (Gray, 1997).
Praktik kebidanan sekarang lebih didasarkan pada bukti ilmiah hasil
penelitian dan pengalaman praktik dari para praktisi dari seluruh penjuru
dunia. Rutinitas yang tidak terbukti manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi
(Jayanti, 2020).
Berikut ini adalah beberapa jurnal penelitian yang berhubungan dengan
Posisi pada persalinan :

1 Hasil penelitian (Wardanis, Fadmiyanor, and Susanti 2019) dengan judul


perbedaan posisi persalinan Mc.Robert dan posisi Lithotomi modifikasi lateral
terhadap lama persalinan kala II pada ibu primigravida di klinik swasta kota
pekanbaru tahun 2018. Menunjukkan bahwa secara klinis menemukan rata-rata
lamanya persalinan kala II pada ibu primigravida dengan posisi Mc.Robert
modifikasi lateral 43.81 menit dengan standar deviasi 23.19 menit dengan nilai
minimum 15 menit dan maksimum 85 menit. Sedangkan rata-rata lamanya
persalinan kala II pada ibu primigravida dengan posisi Lithotomi modifikasi
Lateral selama 65.37 menit dengan standar deviasi 23.61 menit dengan nilai
minimum 20 menit dan maksimum 110 menit. Beda rata-rata sebesar 21.56
menit artinya lama kala II posisi Mc.Robert rata-rata lebih cepat 21.56 menit
bila dibandingkan dengan posisi Lithotomi.
2 Hasil penelitian (Anggeni 2019) perbedaan posisi persalinan setengah duduk
dengan posisi jongkok terhadap lamanya kala ii di bpm erniwaty babat supat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata waktu lamanya kala II ibu
bersalin pada posisi setengah duduk adalah 18,90, sedangkan untuk rata-rata
waktu lamanya kala II ibu bersalin pada posisi jongkok adalah 13,90, perbedaan
rata-rata antara setengah duduk dengan posisi jongkok adalah 5. Oleh karena
rata-rata waktu lamanya kala II pada posisi setengah duduk lebih besar dari pada
rata-rata waktu lamanya kala II pada posisi jongkok sehingga dapat dinyatakan
bahwa posisi persalinan jongkok efektif digunakan dalam asuhan persalinan
normal kala II.
3 Hasil penelitian (Hakiki and Oktaviana 2018) perbedaan posisi miring dengan
setengah duduk pada ibu bersalin dalam percepatan persalinan kala II.
Menunjukkan bahwa Tidak ada perbedaan posisi miring dengan setengah duduk
pada ibu bersalin dalam percepatan kala II di BPM Ny. Nur laila hayati, SKM.
M.PH desa Gitik Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi Tahun 2017.
4 Hasil penelitian (Indrasari 2020) perbedaan lama persalinan kala II pada posisi
miring dan posisi setengah duduk. Hasil analisis menyimpulkan bahwa ada
perbedaan lama persalinan kala II antara posisi miring dan setengah duduk pada
ibu bersalin primipara (p=0,0021) dan ada perbedaan lama persalinan kala II
antara posisi miring dan setengah duduk pada ibu bersalin multipara
(p=0,002).Demikian juga ada perbedaan lama persalinan kala II antara posisi
miring pada ibu primipara dan ibu mualtipara (p=0,000)dan ada perbedaan lama
persalinan kala II antara posisi setengah duduk pada ibu primiapar dan ibu
multipara (p=0,000).
5 Hasil dari penelitian (Fakhriyah 2017) Perbedaan Posisi Miring Ke Kiri Dan
Posisi Setengah Duduk Terhadap Waktu Kala II Pada Ibu Multipara Di RSUD
Idaman Banjarbaru. Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan bahwa: 1.
Ibu multipara pada waktu kala II dengan posisi miring ke kiri adalah 15 orang
dan posisi setengah duduk adalah sebanyak 15 orang. 2. Rerata waktu kala II ibu
multipara dengan posisi miring ke kiri adalah 12,40 menit dan posisi setengah
duduk adalah 22,47 menit. 3. Hasil analisis menggunakan independent T test
didapatkan nilai p=0,037 (α<0,05) yang artinya ada perbedaan waktu kala II
antara posisi miring ke kiri dan posisi setengah duduk.

D. DAFTAR PUSTAKA
Anggeni, Untari. 2019. “Perbedaan Posisi Persalinan Setengah Duduk Dengan Posisi
Jongkok Terhadap Lamanya Kala Ii Di Bpm Erniwaty Babat Supat.” Jurnal
Kesehatan dan Pembangunan 9(18): 113–22.
Diana, Sulis, Erfiani Mail, and Zulfa Rufaida. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Persalinan Dan Bayi. Baru Lahir. 1st ed. Surakarta: Oase Group.
https://books.google.co.id/books?
id=pQC5DwAAQBAJ&printsec=copyright&hl=id#v=onepage&q&f=false.
Fakhriyah, Siska Puji Astuti. 2017. “19PendahuluanData Survey Dasar
KesehatanIndonesia (SDKI) Menunjukkan AKI DiIndonesia Masih Tinggi
Yaitu 359 Per100.000 Kelahiran Hidup. Angka Inimengalami Kenaikan Jika
Dibandingkandengan SDKI Tahun 2007, Yaitu Sebesar 228per 100.000
Kelahiran Hidup (1).M.” (8): 19–23.
Hakiki, Miftahul, and EkaFauziah Oktaviana. 2018. “Perbedaan Posisi Miring
Dengan Setengah Duduk Pada Pada Ibu Bersalin Dalam Percepatan Persalinan
Kala II.” 6(2): 90–103.
Indrasari, Nelly. 2020. “Perbedaan Lama Persalinan Kala II Pada Posisi Miring Dan
Posisi Setengah Duduk.” Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik X(1): 75–81.
https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/321.
Judha. 2015. “Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan.”
Kurniawati, Desy, and Hanifah Mirzanie. 2009. Obgynacea : Obstetri & Ginekologi.
Yogyakarta: Tosca Enterprise.
Legawati. 2019. Asuhan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir. Malang: Wineka Media.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, Dan KB
Untuk Pendidikan Bidan. 2nd ed. Jakarta: EGC.
Oktarina, Mika. 2015. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru
Lahir. 1st ed. Yogyakarta: Deepublish.
Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan. ke-4. Jakarta: Bina Pustaka.
———. 2018. Ilmu Kebidanan. eds. Abdul Bari Saifuddin, Trijatmo Rachimhadh,
and Gulardi H. Wiknjosastro. Jakarta: Bina Pustaka.
Rahayu, Teta Puji, Agung Suharto, and Rahayu Sumaningsih. 2018. “Modul Ajar1
KEBIDANAN KOMUNITAS.” Prodi D-3 kebidanan magetan polekkes
kemenkes surabaya: 1–146.
Sulfianti et al. 2020. Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. 1st ed. Surakarta: Yayasan
Kita Menulis.
Varney, Helen, Jan M.Kriebs, and Carolyn L.Gegor. 2007. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan. 4th ed. Jakarta: EGC.
Walyani, Elisabeth Siwi. 2015. Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta: Pustaka Baru Pres.
Wardanis, Melly, Isye Fadmiyanor, and Ari Susanti. 2019. “Perbedaan Posisi
Persalinan Mc RobertDan Posisi Lithotomi Modifikasi Lateral Terhadap Lama
Persalinan Kala Ii Pada Ibu Primigravida Di Klinik Swasta Kota Pekanbaru
Tahun 2018.” Jurnal Proteksi Kesehatan 7(2): 101–6.

Anda mungkin juga menyukai