REVIEW ARTIKEL 2
Judul Percampuran Budaya Jawa dan Cina : Harmoni dan Toleransi
Beragama Masyarakat Lasem
Jurnal Kajian Kebudayaan
Volume dan Halaman Volume 4 dan 11
Tahun 2016
Penulis Ahmad Atabik
Reviewer Ainil Mardhiah (19029003)
Tanggal 17 Maret 2020
Latar Belakang Latar belakang membahas tentang Lasem mempunyai sejarah
panjang toleransi dan harmonisasi antara penduduk asli dengan
para pendatang etnis Tionghoa. Sebagai kota kecil, Lasem telah
membuktikan tumbuh suburnya sikap toleransi di kalangan
masyarakat Jawa sebagai pribumi dengan kelompok masyarakat
Cina sebagai pendatang. Percampuran kedua etnis tersebut
tampak dalam berbagai sektor kehidupan, terutama bidang
ekonomi dan sosial. Bahkan saat bangsa ini berjuang melawan
penjajah Belanda, di Lasem kedua kelompok masyarakat tersebut
bahu membahu bertempur bersama melawan penjajah.
Tujuan Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi
fakta keserasian dan nilai-nilai tolerasi beragama asimilasi
budaya etnis Tionghoa dan penduduk lokal di Lasem.
Pembahasan Sejarah telah mencatat adanya interaksi sosial antara masyarakat
pribumi Lasem dengan etnis Cina, bahkan sejak abad 14 hingga
abad 16 pasca gelombang migrasi Cina datang ke tanah Jawa
pada masa Majapahit. Meskipun interaksi kedua etnis tersebut
mengalami pasang surut, namun harmoni dan toleransi itu
senantiasa berjalan dengan baik. Relasi antara etnis Tionghoa
dan pribumi Lasem merupakan struktur sosial yang saling
membutuhkan. Relasi ini terjadi pada wilayah elit dan
masyarakat di perkampungan pada kehidupan seharihari. Pola
hubungan antarelit terjadi pada komunikasi bersama dalam
negosiasi, kontestasi maupun relasi yang saling membutuhkan.
Dalam kehidupan sehari-hari harmoni terjaga karena beberapa
faktor, yakni perkawinan silang, perasaan bersaudara antarwarga,
hingga terbukannya ruang-ruang sosial. Perkawinan silang
antarwarga lintas etnik yang terdiri dari orang Tionghoa, pribumi
Jawa dan santri, terjadi sejak hadirnya orang Tionghoa di Lasem,
sekitar abad XIII, kemudian dilanjutkan dengan kedatangan
rombongan Cheng Ho di daerah binangun sekitar abad XV. Sejak
saat itu, perkawinan campur lazim terjadi hingga kini.
Kedatangan etnis Cina di Lasem melahirkan kebudayaan dan
pluralitas dalam masyarakat. Pluralitas itu membentuk sebuah
harmonisasi kerukunan dalam beragama dan bersosial.
Hubungan yang harmonis antara kedua etnis tersebut terutama
ketika bersama-sama melawan penjajah Belanda di bumi Lasem.
Harmoni dan toleransi masyarakat muslim Lasem juga dapat
lihat dari interaksi penduduk asli secara baik dengan para
pendatang, baik yang beragama muslim maupun non muslim
yang kebanyakan dari etnis Cina.
Kelebihan Penelitian ini dibahas secara rinci sehingga bisa memberikan
informasi yang jelas dan mudah dipahami. Bahasa yang
digunakan jelas.
Kekurangan -
Kesimpulan Kedatangan etnis Cina di Lasem melahirkan kebudayaan dan
pluralitas dalam masyarakat. Pluralitas itu membentuk sebuah
harmonisasi kerukunan dalam beragama dan bersosial.
Hubungan yang harmonis antara kedua etnis tersebut terutama
ketika bersama-sama melawan penjajah Belanda di bumi Lasem.
Harmoni dan toleransi masyarakat muslim Lasem juga dapat
lihat dari interaksi penduduk asli secara baik dengan para
pendatang, baik yang beragama muslim maupun non muslim
yang kebanyakan dari etnis Cina. Dalam kehidupan sehari-hari,
harmoni terjaga karena beberapa faktor, yakni perkawinan silang,
perasaan bersaudara antarwarga, hingga terbukannya ruang-
ruang sosial. Perkawinan silang antarwarga lintas etnik yang
terdiri dari orang Tionghoa, pribumi Jawa dan santri, terjadi
sejak hadirnya orang Tionghoa di Lasem.
REVIEW ARTIKEL 3
Judul Interaksi Sosial Antar Etnis di Pasar Gang Baru Pecinan
Semarang dalam Perspektif Multikultural
Jurnal Educational Social Studies
Volume dan Halaman Volume 1 Nomor 1 dan 6
Tahun 2012
Penulis Deka Setiawan
Reviewer Ainil Mardhiah (19029003)
Tanggal 17 Maret 2020
Latar Belakang Latar belakang membahas tentang realitas yang tak dapat
dielakkan bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia terdiri atas
berbagai keragaman sosial, kelompok etnis, budaya, agama,
aspirasi politik dan lain-lain sehingga masyarakat dan bangsa
Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat
multikultural. Keragaman ini diakui atau tidak, akan menim-
bulkan bebagai persoalan seperti yang sekarang dihadapi bangsa
ini.
Tujuan Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menemukan dan
mengungkapkan bagaimanakah interaksi sosial antar etnis di
Gang Baru Pecinan Semarang dalam perspektif multikultural di
era reformasi.
Pembahasan Secara administrasi Pasar Gang Baru Pecinan terletak di
Kelurahan Kranggan merupakan salah satu wilayah yang berada
di Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Provinsi Jawa
Tengah. Selain sebagai wilayah, Pecinan wilayahnya cukup
ramai dan penduduknya bersifat heterogen. Luas wilayah
Pecinan adalah 25,25 ha, dengan bentuk permukaan tanah berupa
dataran rendah. Untuk memenuhi kebutuhan hidup maka tanah di
wilayah tersebut digunakan untuk wiraswasta dan jasa.Pasar
Gang Baru Pecinan Semarang sebagai sebuah pasar di tengah
kota, interaksi sosial antar anggota etnis berlangsung secara
intensif. Pranata-pranata tradisional yang ada di Pasar Gang Baru
Pecinan Semarang dipandang cukup penting dalam proses
interaksi antara satu sama lain. Selain rumah-rumah dan
perkumpulan keagamaan yang di dalamnya terjadi interaksi ter-
batas antara anggota satu agama, tempat-tempat berkumpul dan
bertemu lainnya, seperti kedai kopi, kedai sampah (angkringan),
pasar tradisional, halaman atau teras rumah penduduk, dan
sebagainya, dinilai cukup fungsional dalam menjalin hubungan
antar etnis di sana. Adanya interaksi antara satu agama dengan
agama lain. Salah satu akibat positif dari proses interaksi yang
cukup intensif itu adalah pertukaran bahasa antaretnis. Walaupun
orang-orang pada Pasar Gang Baru Pecinan Semarang tersebut
mengaku menggunakan bahasa Jawa di tempat-tempat umum,
namun tampaknya pertukaran bahasa etnis juga terjadi antara
satu komunitas dengan komunitas lainnya, khususnya bagi me-
reka yang sudah lama bermukim di sana. Selain pertukaran
bahasa antara Tionghoa dan Jawa, bahasa Jawa menjadi pilihan
yang banyak digunakan anggota komunitas selain Jawa. Bahkan,
banyak orang-orang Tionghoa yang lebih lancar berbahasa Jawa
daripada bahasa Hokian (Cina) dan bahasa Mandarin. Oleh
karena itu, tidak heran bilamana dalam komunikasi antara orang
Tionghoa di Pasar Gang Baru Pecinan Semarang lebih banyak
menggunakan bahasa Jawa.
Kelebihan Telah dipaparkan dengan baik dan jelas. Kejelasan bahasa yang
digunakan sehingga memudahkan dalam memahami isi jurnal
tersebut.
Kekurangan -
Kesimpulan Pranata-panata tradisional dipandang cukup fungsional dalam
membangun jaringan integrasi antara komunitas-komunitas yang
heterogen itu. Berfungsinya pranata-pranata tradisional tersebut
melahirkan banyak pola-pola hubungan antar etnis, yang pada
intinya menggambarkan adanya integrasi yang kuat antara satu
komunitas dengan komunitas lainnya. Nilai-nilai budaya yang
mengedepankan pentingnya harmonitas yang didukung oleh
corak pemahaman agama yang toleran merupakan faktor kunci
terciptanya integrasi sosial antaretnis. Karena itu, hegemoni
kultur dominan yang mengarah pada konflik mayoritas-minoritas
akan dapat teratasi dengan menguatnya kesadaran sosial terhadap
nilai budaya kerukunan. Masa depan integrasi sosial pada
pemukiman yang terdiri atas etnis lokal dan etnis pendatang
sangat tergantung pada sikap-sikap sosial masing-masing
komunitas etnis. Bila komunitas etnis pendatang memiliki
kesediaan untuk beradaptasi secara intensif serta lebih men-
gedepankan perubahan secara evolutif, maka integrasi sosial
akan dapat dipertahankan dengan baik.
Nilai-nilai yang mengikat bangsa Indonesia dengan latar belakang perbedaan SARA.
Nilai-nilai yang mengikat tersebut tercermin dalam empat pilar kebangsaan sebagai dasar
bernegara.Empat pilar tersebut antara lain, Pancasila sebagai dasar dan Ideologi Negara,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD RI) tahun 1945 sebagai Konstitusi
Negara serta Ketetapan MPR dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai
bentuk negara dan pilar keempat yakni Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara
Adanya empat pilar kebangsaan tersebut adalah untuk mewujudkan cita-cita reformasi
dan pelaksanaan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara
konsekuen serta untuk mengakhiri berbagai persoalan yang terjadi. Maka perlu kesadaran dan
komitmen seluruh warga masyarakat untuk memantapkan persatuan dan kesatuan nasional.
Hal ini hanya dapat dicapai jika setiap warga negara Indonesia mampu hidup dalam
kemajemukan dan bisa mengelola perbedaan yang ada dengan baik.