Anda di halaman 1dari 5

KASUS AUDIT MATERNAL ABORTUS di RSUD Dr.

SOESELO SLAWI KABUPATEN TEGAL

DISUSUN OLEH

Dwi Agustin

(19030013)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

Jl. Dr. Soebandi No. 99 Jember, Telp/Fax. (0331) 483536


Email :@stikesdrsoebandijember.ac.id
KASUS AUDIT MATERNAL ABORTUS di RSUD Dr.
SOESELO SLAWI KABUPATEN TEGAL

Dari 125 ibu hamil yang mengalami abortus di RSUD dr. Soeselo
Slawi Kabupaten Tegal, rata-rata mempunyai riwayat paritas tinggi yaitu grande
multipara 16,8%, multipara 39,2%, primipara 17,6%, dan nullipara 26,4%.
Angka kejadian ibu hamil yang mengalami abortus lebih cenderung terjadi pada
multipara dibandingkan primipara. Hal ini disebabkan karena pada multipara,
uterus sudah terlalu sering dibuahi sehingga keadaan uterus melemah.
Dari kejadian yang diketahui, 15-20% merupakan abortus spontan atau
kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan
mengalami 2 keguguran yang berurutan, dan sekitar 1% dari pasangan yang
mengalami 3 atau lebih keguguran yang berurutan. Berdarkan data rekam medik
yang didapat dari RSUD dr. Soeselo Slawi Kabupaten Tegal pada bulan januari-
november 2014, terdapat 573 ibu hamil. Kasus terbanyak adalah abortus 125
(21,8%) orang.
Dari jumlah kasus abortus yang terjadi pada bulan januari-november tahun
2014 sebanyak 125 penderita dengan berbagai jenis abortus yakni abortus
imminens sebanyak 22 kasus (17,6%) abortus insipiens sebanyak 1 kasus (0,8%),
abortus inkomplit sebanyak 97 kasus (77,6%), abortus komplit sebanyak 2 kasus
(1,6%), dan missed abortion 3 kasus (2,4%).
Tindakan utama yang perlu dilakukan dalam upaya mencegah timbulnya
komplikasi kehamilan dengan upaya melakukan deteksi dini terhadap timbulnya
faktor resiko tinggi pada kehamilan. Upaya deteksi dini faktor resiko tinggi pada
kehamilan dapat dilakukan oleh bidan, dengan menjalankan peran dan fungsinya
sesuai dengan permasalahan yang dihadapinya, yang pada akhirnya merupakan
upaya preventif dalam rangka akselerasi penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Abortus sepontan yang disertai terjadinya perdarahan dapat menyebabkan
sebagian placenta site masih terbuka sehingga perdarahan terus berlangsung.
Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa
jaringan konsepsi dikeluarkan.
Komplikasi dapat berupa perdarahan, kegagalan ginjal, infeksi, syok
akibat perdarahan dan infeksi sepsis yang dapat beresiko terjadinya kematian
maternal.

Penganan :
Dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 349 dinyatakan sebagai berikut:
Pasal 346 :
“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain itu, diancam dengan pidana penjara paling lambat empat
tahun”.
Pasal 347:
(1)Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
(2)Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 :
(1)Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandungan
seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun enam bulan.
(2)Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 :
“Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam
pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah
dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam
mana kejahatan dilakukan”.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang
lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hanil, dengan tanpa
persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, dan jika ibu
hamil tersebut mati, diancam 15 tahun penjara.
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara
dan bila ibu hamilnya mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang
dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah
sepertiganya dan hak untuk berpraktek dapat dicabut.
Pada penjelasan UU No.23 Tahun 1992 Pasal 15 dinyatakan sebagai
berikut :
Ayat (1) :
“Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun,
dilarang karena bertentangan dengan noerma hukum, norma agam, norma
kesusilaan, dan norma kesopanan”. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya
untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil
tindakan medis tertentu,
Ayat (2) :
Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan
diambil tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu
hamil dan janinnya terancam bahaya maut.
Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah
tenaga yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya,yaitu
seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan.
Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang
bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan
persetujuannya dapat diminta dari suami atau keluarganya.
Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga
dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh
pemerintah.

Ayat (3) :
Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara
lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan, jiwa ibu hamil atau
janinnya, tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan kewenangan bentuk
persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.

Sumber :
1. http://drdigambiro.blogspot.com/2015/05/abortus.html?m=1
2. JurnalKebidana,
https://www.researchgate.net/publication/319561947_FAKTOR_RISIKO_
MATERNAL_KEJADIAN_ABORTUS_Studi_Kasus_di_RSUD_Dr_Soe
selo_Slawi_Kabupaten_Tegal

Anda mungkin juga menyukai