Anda di halaman 1dari 19

KONSEP

PERILAKU KEKERASAN
A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko
menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain (Carpenito,
2000).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan
kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart dan Sundeen, 2005).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk 
melukai atau  mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati
dan Hartono, 2010).
Rentang Respon
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


(Stuart dan Sundeen, 1995)
a. Respon marah yang adaptif meliputi :
1) Pernyataan (Assertion)
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan
atau menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan memberikan
kelegaan.
2) Frustasi
Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan,
kepuasan, atau rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan
tersebut individu tidak menemukan alternatif lain.
b. Respon marah yang maladaptif meliputi :
1) Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk
mengungkapkan perasaan yang sedang di alami untuk menghindari
suatu tuntutan nyata.
2) Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu
untuk menuntut suatu yang dianggapnya benar dalam bentuk
destruktif tapi masih terkontrol.
3) Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang kontrol,
dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.

B. Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan 


menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan 
oleh (Purba dkk, 2008) adalah:
1) Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
a) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls 
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada
sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka
individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan
pusat agresif.
b) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine,
dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat
konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
c) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
d) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang 
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan
epilepsi, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2) Teori Psikologik
a) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak  terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti  dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa  ketidakberdayaan dan rendahnya harga
diri.
b) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi
ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru
pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang
mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial
dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

C.   Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan 
dengan (Yosep, 2007):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

D.    Tanda dan Gejala


Yosep (2007) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
1) Tidak adekuat
2) Tidak aman dan nyaman
3) Rasa terganggu, dendam dan jengkel
4) Tidak berdaya
5) Bermusuhan
6) Mengamuk, ingin berkelahi
7) Menyalahkan dan menuntut
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, 
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

E. Akibat Dari Perilaku Kekerasan


Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai
diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

F. Penatalaksanaan

a. Pengobatan medik
Beberapa obat yang sering digunakan untuk mengatasi perilaku agresif antara
lain:
a) Anti ansietas hipnotiksedatif, contohnya diazepam (valium)
b) Anti depresan, contohnya Amitriptilin
c)  Mood stabilizer, contohnya: Lithium, Carbamazepin.
d)   Antipsikotik, contohnya: Chlorpromazine, Haloperidol, dan Stelazine
e) Obat lain: Naltrexone, Propanolol
f) ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila
mengarah pada keadaan amuk.
b. Penanganan Secara Keperawatan
1. Strategi tindakan keperawatan perilaku kekerasan disesuaikan sejauh mana
tindakan kekerasan yang dilakukan oleh klien. Strategi tindakan tersebut terdiri
dari :
a. Strategi preventif, terdiri dari penyuluhan klein dan latihan asertif
b. Startegi antisipasi, terdiri dari komunikasi, perubahan lingkungan,
tindakan perilaku dan psikofarmakologi.
c.    Strategi pengekangan, terdiri dari manajemen krisis, pengasingan dan
pengikatan.
2.    Penyuluhan
Penyuluhan yang diberikan pada klien untuk mencegah perilaku kekerasan
berisi :
a. Bantu klien mengidentifikasi marah
b. Berikan kesempatan untuk marah
c.    Praktekan ekspresi marah
d.   Terapkan ekspresi marah dalam situasi nyata
e. Identifikasi alternatif cara mengekpresikan marah
3. Latihan Asertif
Adapun tujuan dari latihan asertif klien bisa berperilaku asertif yang ditandai
dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Berkomunikasi langsung dengan orang lain
b. Mengatakan tidak untuk permintaan yang tidak beralasan
c.   Mampu menyatakan keluhan
d. Mengekspresikan apresiasi yang sesuai
Tahap latihan meliputi :
1) Diskusikan bersama klien cara ekspresi marah selama ini
2) Tanyakan apakah dengan cara ekspresi marah tersebut dapat
menyelesaikan masalah atau justru menimbulkan masalah baru
3) Anjurkan klien untuk memperagakannya
4) Anjurkan klien untuk menerapkan asertif dalam situasi nyata

V. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
a. Aspek biologis
Respons biologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi,
muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala
yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan,
ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan
refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah
bertambah.
b. Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan
sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses
intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu
pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi
penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
d. Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan.
Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali
menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain
sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata
kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat
mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak
mengikuti aturan.
e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa
tidak berdosa.
b. Masalah Keperawatan
a) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika   
sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif :
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
b) Perilaku kekerasan
Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika   
sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif ;
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
c) Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data Subyektif:
 Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
Data Obyektif:
 Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

c. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:


a.      Resiko Perilaku kekerasan
b.      Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
c.       Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

B. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1 : Resiko Perilaku Kekerasan
TujuanUmum :
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus :
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
 Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
 Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2.      Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
 Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
 Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
 Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan
sikap tenang.
3.      Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
 Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
 Observasi tanda perilaku kekerasan.
 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang   dialami
klien.
4.      Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
 Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
 Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
 Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5.      Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
 Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
 Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
 Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6.      Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
 Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
 Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
 Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
 Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk
diberi kesabaran.
7.      Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
 Bantu memilih cara yang paling tepat.
 Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
 Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
 Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
 Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8.      Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
 Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9.      Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
 Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping).
 Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat,
dosis, cara dan waktu).
 Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.

Diagnosa II : Gangguan konsep diri: harga diri rendah


Tujuan Umum :
Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus :
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
 Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
 Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2.      Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
 Utamakan pemberian pujian yang realitas
3.      Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri
dan keluarga
Tindakan:
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4.      Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan
yang dimiliki
Tindakan :
 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan.
 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5.      Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
 Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
 Beri pujian atas keberhasilan klien
 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6.      Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
Diagnosa III   : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan umum :                                                        
 Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :                                                       
 Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
 Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
 Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
 Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik
Tindakan :
 Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang
laain dan lingkungan
 Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
o   Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
o   Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif
o   Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
o   Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
o   Merencanakan yang dapat pasien lakukan
 Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
o   Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
o   Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
o   Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih
baik
STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN
Strategi pelaksanaan prilaku kekerasan (SP) I
1. Identifikasi penyebab, tanda, dan gejala, PK yang dilakukan, akibat PK
2. Jelaskan cara mengontrol PK: fisik, obat, verbal, spiritual
3. Latihan cara mengontrol PK fisik 1 dan 2
4. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik

Strategi pelaksanaan prilaku kekerasan (SP) II


1. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1, 2 beri pujian
2. Latihan cara mengontrol PK dengan obat (jelaskan 6 benar: jenis, guna, dosis,
frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)
3. Masukan pada kegiatan untuk latihan fisik dan minum obat

Strategi pelaksanaan prilaku kekerasan (SP) III


1. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1, 2 dan minum obat, beri pujian
2. Latihan mengotrol PK secara verbal (3 cara yaitu: mengungkapkan, meminta,
menolak dengan benar)
3. Masukan dalam jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, dan verbal

Strategi pelaksanaan prilaku kekerasan (SP) IV


1. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1, 2, obat, dan verbal beri pujian
2. Latihan cara mengontrol spiritual (2 kegiatan)
3. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, verbal, dan
spiritual

Strategi pelaksanaan prilaku kekerasan (SP) V


1. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1, 2, dan obat, dan verbal, dan spiritual. Beri
pujian
2. Nilai kemampuan yang telah mandiri
3. Nilai apakah PK terkontrol
STRATEGI PEMBELAJARAN KELUARGA
Strategi pelaksanaan prilaku kekerasan (SP) I
1. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya PK (gunakan
booklet)
3. Jelaskan cara merawat PK
4. Latih satu cara merawat PK: fisik 1, 2
5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan member pujian

Strategi pelaksanaan prilaku kekerasan (SP) II


1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien fisik 1, 2. Beri
pujian
2. Jelaskan 6 benar cara pemberian obat
3. Latihan cara memberikan/membimbing minum obat
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian

Strategi pelaksanaan prilaku kekerasan (SP) III


1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien fisik 1,2 dan
memberi obat
2. Latih cara membimbing verbal/bicara
3. Latih cara membimbing kegiatan spiritual
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan beri pujian

Strategi pelaksanaan prilaku kekerasan (SP) IV


1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien fisik 1,2,
memberikan obat, verbal dan spiritual. Beri pujian
2. Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh, rujukan
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan beri pujian

Strategi pelaksanaan prilaku kekerasan (SP) V


1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien fisik 1,2,
memberikan obat verbal, spiritual dan follow up. Beri pujian
2. Nilai kemampuan keluarga merawat pasien
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan ke PKM
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Kes. Wa, 2001, Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa,
Edisi I, Direktorat Kesehatan Jiwa RSJP, Bandung

Keliat B.A, 2005, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, ( Terjemahan ).


Penerbit Buku Kedokteran , EGC, Jakarta.

Maramis, WF. 2007. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya.

Stuart G. W, Sundeen. S. J. 2003 Buku Saku Keperawatan Jiwa. (Terjemahan) Edisi


3, Alih Bahasa Yasmin Asih, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Stuart G. W, dan Laria M. T, 2001, Erinciple and Practice of Phychitric Nursing.


(Terjemahan) (7 th ed), St. Lois : Mosby

Townsend M. C, 2010, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri, (terjemahan),


Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai