Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KATARAK

Disusun Oleh :
VIA INDRIAWATI
P27220021344

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan
gangguan penglihatan (Nurarif dan Kusuma, 2015). Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi hidrasi (penambahan
cairan lensa), denaturasi protein lensa atau akibat keduanya. Biasanya
kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat
tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. (Tamsuri, 2011).
Katarak biasanya mempengaruhi kedua mata. Katarak biasa
mempengaruhi kedua mata tetapi masing-masing bekembang secara
independen. Perkecualian, katarak traumatik biasanya unilateral dan
katarak konginetal biasanya stasioner (Istiqomah, 2012). Kekeruhan lensa
akan mengakibatkan sinar terhalang masuk ke dalam mata sehingga
penglihatan menjadi menurun. Gumpalan protein lensa berakibat
menurunkan ketajaman bayangan mencapai retina. Gumpalan kecil tidak
mengganggu penglihatan dan gumpalan ini bertambah besar sehingga
perlahan- lahan penglihatan bertambah kurang. Katarak termasuk ke
dalam golongan kebutaan yang tidak dapat dicegah dan dapat
disembuhkan (Utama, 2014).
2. Etiologi
Pada banyak kasus, penyebabnya tidak diketahui. Katarak biasanya
terjadi pada usia lanjut dan bisa diturunkan. Pembentukan katarak
dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun
lainnya. Katarak bisa disebabkan oleh : cedera mata, penyakit metabolik
(misalnya diabetes), obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid) (Nurarif
dan Kusuma, 2015).
Katarak kongenitalis adalah katarak yang ditemukan pada bayi
ketika lahir (atau beberapa saat kemudian). Katarak kongenitalis bisa
merupakan penyakit keturunan (diwariskan secara autosomal dominan)
atau bisa disebabkan oleh infeksi kongenital seperti campak Jerman dan
penyakit metabolik seperti galaktosemia (Nurarif dan Kusuma, 2015).
Katarak pada dewasa biasanya berhubungan dengan proses penuaan.
Katarak pada dewasa dikelompokkan menjadi :
a. Katarak immatur : lensa masih memiliki bagian yang jernih
b. Katarak matur : lensa sudah seluruhnya keruh
c. Katarak hipermatur : bagian permukaan lensa yang sudah merembes
melalui kapsul lensa dan bisa menyebabkan peradangan pada struktur
mata lainnya.
Banyak penderita katarak yang hanya mengalami gangguan
penglihatan yang ringan dan tidak sadar bahwa mereka menderita katarak.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya katarak adalah :
a. Kadar kalsium yang rendah
b. Diabetes
c. Pemakaian kortikosteroid jangka panjang
d. Berbagai penyakit peradangan dan penyakit metabolik
e. Faktor lingkungan (trauma, penyinaran, sinar ultraviolet).
3. Patofisiologi dan Pathway
Lensa berisi 65% air, 35% protein dan mineral penting. Katarak
merupakan kondisi penurunan ambilan oksigen, penurunan air,
peningkatan kandungan kalsium dan berubahnya protein yang dapat larut
menjadi tidak dapat larut. Pada proses penuaa, lensa secara bertahap
kehilangan air dan mengalami peningkatan dalam ukuran dan densitasnya.
Peningkatan densitas diakibatkan oleh kompresi sentral serat lensa yang
lebih tua. Saat serat lensa yang baru diproduksi di korteks, serat lensa
ditekan menuju sentral. Serat-serat lensa yang padat lama–lama
menyebabkan hilangnya transparansi lensa yang tidak terasa nyeri dan
sering bilateral. Selain itu, berbagai penyebab katarak diatas menyebabkan
gangguan metabolisme pada lensa mata. Gangguan metabolisme ini,
menyebabkan perubahan kandungan bahan-bahan yang ada di dalam lensa
yang ada didalam lensa yang pada akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa.
Kekeruhan dapat berkembang di berbagai bagian lensa atau kapsulnya.
Pada gangguan ini sinar yang masuk melalui kornea dihalangi oleh lensa
yang keruh/buram. Kondisi ini mengaburkan bayangan semu yang sampai
pada retina. Akibatnya otak menginterpretasikan sebagai bayangan yang
berkabut. Pada katarak yang tidak diterapi, lensa mata menjadi putih susu,
kemudian berubah kuning, bahkan menjadi cokelat atau hitam dan klien
mengalami kesulitan dalam membedakan warna (Istiqomah, 2012).
PATHWAY

Usia lanjut dan proses Traumatik atau cedera Penyakit metabolik


penuaan Kongenital. pada mata (misalnya DM)

Nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat


kekuningan

Perubahan fisik (perubahan pd serabut halus multiple


(zunula) yg memanjang dari badan silier kesekitar daerah
lensa)

Hilangnya tranparansi Kurang terpapar


lensa terhadap informasi
MK:Resiko Cidera tentang prosedur
Perubahan kimia dlm protein lensa
tindakan pembedahan

Gangguan koagulasi MK:Ansietas


penerimaan
sensori/status
organ indera
Terputusnya protein lensa disertai influks
air kedalam lensa
Menurunnya
ketajaman Tidak mengenal
Usia meningkat MK: Defisiensi
penglihatan sumber informasi pengetahuan
Penurunan enzim menurun

MK:Gangguan
Degenerasi pada lensa
persepsi sensori-
perseptual
KATARAK

mengaburkan pandangan
MK: Kesiapan
Direncanakan operasi peningkatan
manajemen kesehatan
MK: Resiko Cidera
Intra operasi ECCE

Mata ditutup beberapa hari dan


General Anastesi menggunakan kacamata
MK:Nyeri
Penurunan kesadaran

MK:Resiko tinggi prosedur invasif Post op MK:Resiko Cedera


infeksi pengangkatan katarak

(Tamsuri,2011; Istiqomah, 2012; SDKI, 2017)

4. Manifestasi Klinik
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), manifestasi klinis yang dapat
terjadi antara lain :
a. Penglihatan akan suatu objek benda atau cahaya menjadi kabur, buram.
Bayangan benda terlihat seakan seperti bayangan semu atau seperti
asap.
b. Kesulitan melihat ketika malam hari.
c. Mata terasa sensitif bila terkena cahaya.
d. Bayangan cahaya yang ditangkap seperti sebuah lingkaran.
e. Mebutuhkan pasokan cahaya yang cukup terang untuk membaca atau
beraktifitass lainnya.
f. Sering mengganti kacamata atau lensa kontak karena merasa sudah
tidak nyaman menggunakannya.
g. Warna cahaya memudar dan cenderung berubah warna saat melihat,
misalnya cahaya putih yang ditangkap menjadi cahaya kuning.
h. Jika melihat hanya dengan satu mata, bayangan benda atau cahaya
terlihat ganda.
5. Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Operasi katarak / pengangkatan katarak adalah pengangkatan
melalui bedah terhadap lensa yang telah mengalami opak akibat
perubahan degeneratifsenil, trauma atau penyakit sistemik (diabetes)
atau lensa opak konginetal. Operasi katarak dibedakan dalam operasi
katarak ekstrakapsular dan operasi katarak intrakapsular (Tamsuri,
2011).
Operasi katarak ekstrakapsular atau ekstraksi katarak
ekstrakapsular (EKEK) merupakan tindakan pembedahan pada lensa
katarak, yaitu melakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau
merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan korteks lensa
dapat keluar melalui robekan tersebut. Operasi katarak intrakapsular
atau ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK) adalah pembedahan dengan
mengeluarkan seluruh seluruh lensa bersama kapsul. Pembedahan ini
dapat dilakukan ini dapat dilakukan pada zonuli zinii yang telah rapuh
atau berdegenerasi dan mudah diputus. Katarak ekstraksi intrakapsular
ini tidak boleh dilakukan atau merupakan kontraindikasi pada klien
berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea
kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini antara lain
astigmatisme, glaukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan
(Tamsuri, 2011).
Indikasi operasi katarak menurut Istiqomah, 2012 :
1) Pada bayi (< 1 tahun) , jika fundus tidak terlihat.
2) Pada umur lanjut:
a) Indikasi klinis: Jika timbul komplikasi glaukoma atau uveitis,
meskipun visus masih baik untuk bekerja. Operasi dilakukan
setelah keadaan tenang.
b) Indikasi visual: Katarak matur dengan visus 1/300 atau 1/~
dengan catatan LP baik segala arah. Operasi untuk perbaikan
visus.
c) Indikasi sosial: Pekerjaan.
b. Perawatan Preoperasi
1) Perawatan Preoperasi Rutin (Istiqomah, 2012).
a) Fungsi retina harus baik yang diperiksa dengan tes proyeksi
sinar.
b) Tidak boleh ada infeksi pada mata / jaringan sekitar.
c) Tidak boleh ada glaukoma. Pada keadaan glaukoma,
pembuluh darah retina telah menyesuaikan diri dengan TIO
yang tingi. Jika dilakukan operasi, pada waktu kornea
dipotong, TIO menurun, pembuluh darah pecah dan
menimbulkan perdarahan hebat. Juga dapat menyebabkan
prolapse dari isi bulbus okuli seperti iris, badan kaca dan lensa.
d) Periksa visus.
e) Keadaan umum harus baik : tidak ada hipertensi, tidak diabetes
mellitus (kadar gula darah <150 mg/dl) , tidak ada batuk
menahun dan penyakit jantung seperti dekompensasi kordis.
f) 2-3 hari sebelum operasi, mata dietetsi homatropin 3x1 tetes.
g) Sore hari bulu mata dicukur, yakinkan klien bahwa bulu mata
akan tumbuh lagi. Kerjakan transchanal spoeling (uji Anel).
Uji Anel negatif merupakan kontraindikasi mutlak untuk
operasi intraokuler karena kuman dapat masuk kedalam mata.
h) Beri salep antibiotic, jika perlu luminal tablet.
i) Anjurkan mandi dan keramas sebelum operasi.
j) Kirim ke kamar operasi dengan pakaian operasi.
k) Premedikasi di kamar operasi.
l) Injeksi luminal dan mata ditetesi pantokain tiap menit selama
5 menit.
m) Beri kesempatan klien yang cemas untuk menceritakan
kehilangan pandangan
n) Review prosedur anestesi lokal dan retrobulbar yang biasanya
sering digunakan
o) Berikan Premedikasi sesuai program
(1) Asetazolamid / metazolamid untuk menurunkan TIO.
(2) Obat – obat simpatomimetik, misalnya fenilefrin untuk
vasokontriksi dan midriasis.
(3) Parasimpatolitik untuk menyebabkan paralisis dan
menyebabkan otot siliaris tidak dapat menggerakkan lensa
c. Perawatan Pascaoperasi (Istiqomah, 2012)
Pascaoperasi boleh minum saja, 2 jam pascaoperasi makan
makanan lunak. Pertahankan posisi semifowler atau sesuai advis. Enam
jam pascaoperasi kepala baru boleh bergerak dan tidur miring ke arah
mata yang tidak dioperasi.
Laporkan adanya drainase pada balutan kepada dokter
bedah/dokter mata. Lakukan kompres dingin jika mata gagal.
Kurangi/batasi klien untuk batuk, membungkuk, bersin, mengangkat
benda berat lebih dari 7,5 kg dan tidur / berbaring pada sisi operatif
(karena akan meningkatkan TIO). Rekomendasikan kacamata pada
siang hari dan pelindung mata pada malam hari.
Antibiotik seperti gentamisin sesuai program, yang diberikan
segera setelah pembedahan subkonjungtiva, demikian juga salep
antibiotic dan steroid; keduanya digunakan untuk beberapa hari setelah
operasi. Berikan analgesik sesuai program.
Lakukan observasi dan melaporkan komplikasi pembedahan,
yaitu :
1) Peningkatan TIO, ditandai nyeri parah, mual muntah.
2) Infeksi.
3) Perdarahan ruang mata anterior ditandai dengan perubahan
pandangan.
4) Terbentuknya membrane sekunder atau katarak sekunder, ditandai
dengan lensa belakang menjadi keruh.
5) Retinal detachment,ditandai dengan tampaknya titik hitam,
peningkatan jumlah floaters atau sinar kilat dan hilangnya sebagian
/ seluruh lapang pandang.
d. Pilihan Rehabilitasi (Istiqomah, 2012)
Pilihan rehabilitasi bergantung pada keparahan masalah, umur
klien dan jenis pembedahan. Pilihan rehabilitasi meliputi sebagai
berikut.
1) Kacamata (aphakic spectacles)
Setelah ekstraksi katarak, mata klien tak mempunyai lensa yang
disebut afakia dengan tanda COA dalam, iris tremulans, pupil
hitam. Keadaan ini harus dikoreksi dengan lensa sferis (+) 10D
supaya dapat melihat jauh. Koreksi ini harus diberikan 3 bulan
pascaoperasi sebab sebelum 3 bulan keadaan refraksi masih
berubah-ubah karena kedaan luka belum tenang dan
astigmatismenya tidak tetap. Lensa mengubah bayangan sebanyak
25-33% dan menyebabkan distorsi sehingga garis vertical seperti
pintu tampak melengkung, menyebabkan pandangan perifer hilang,
kedua hanya satu mata yang dioperasi, dan merupakan pilihan yang
tidak mahal.
2) Lensa Kontak
Keuntungan pilihan ini adalah ukuran bayangan hanya 7% lebih
besar daripada ukuran normal, sehingga kedua berfungsi bersama.
Lapang pandang tidak berubah / kontriksi. Kerugiannya dapat
terjadi lakrimasi, perlu ketrampilan untuk memasang dan melepas,
potensial infeksi dan abrasi kornea, implantasi kornea, implantasi
lensa intraokuler, distorsi bayangan minimal 1-3%, segera kembali
ke binokuler vision. Kerugiannya risiko tinggi komplikasi,
kemungkinan penolakan lensa dan biaya mahal.
e. Penanganan rutin pascaoperasi
Pasien menggunakan tetes mata steroid dan antibiotic empat kali sehari
selama 2-4 minggu setelah pembedahan. Selama waktu tersebut ia
dapat membaca, melakukan aktivitas ringan, berbelanja, mandi,
keramas secara hati- hati. Implan yang dimasukkan pada pembedahan
secara normal memberi pasien penglihatan jelas untuk jarak jauh
(misalnya TV, bis) tetapi perlu menggunakan kacamata baca (kira-kira
+2,5D); kacamata ini dapat diresepkan mulai 2-4 minggu setelah
pembedahan pacho-katarak.Beberapa pasien mendapatkan implant
multifokal yang dimasukkan sehingga kurang bergantung pada kacamat
saat membaca (Olver & Cassidy, 2011)
6. Pemeriksaan Penunjang (Nurarif dan Kusuma, 2015)
a. Kartu mata snellen / mesin telebinokuler: mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa, akuesus/vitreus humor, kesalahan refraksi,
penyakit sistem saraf, pengihatan ke retina.
b. Lapang penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, krotis,
glukoma.
c. Pengukuran Tonografi : TIO (12-25 mmHg).
d. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup glukoma.
e. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
f. Darah lengkap, LED : menunjukan anemi sistemik/infeksi.
g. Tes Provokatif : menentukan adanya/tipe glukoma.
h. EKG, kolesterol serum, lipid, Tes toleransi glukosa: kontrol DM.
7. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit katarak menurut Wijaya dan Putri
(2013) yaitu:
a. Glaukoma
Kelainan yang diakibatkan oleh kenaikan tekanan intra okuler di
dalam bola mata, sehingga lapang pandang mengalami gangguan dan
visus mata menurun.
b. Kerusakan retina
Kerusakan retina ini dapat terjadi setelah pasca bedah akibat ada
robekan pada retina, cairan masuk ke belakang dan mendorong retina
atau terjadi penimbunan eksudat dibawah retina sehingga retina
terangkat.
c. Infeksi
Ini terjadi setelah pasca bedah karena kurangnya perawatan yang tidak
adekuat.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, status perkawinan,
alamat, pendidikan.
b. Keluhan utama
Biasanya penderita mengeluhkan penglihatan kabur/terjadi gangguan
penglihatan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering
terjadi pada pasien dengan katarak adalah penurunan ketajaman
penglihatan. Sejak kapan dirasakan, sudah berapa lama, gambaran
gejala apa yang dialami, apa yang memperburuk atau memperingan,
apa yang dilakukan untuk menyembuhkan gejala.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti
DM, hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit
metabolik lainnya memicu risiko katarak.
e. Riwayat penyakit keluarga
Ada atau tidak keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama
seperti pasien.
f. Data Bio – Psiko – Sosial – Spiritual
1) Aktifitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan
aktifitas biasanya atau hobi yang berhubungan dengan gangguan
penglihatan.
2) Neurosensori
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan
penglihatan kabur / tidak jelas.
3) Nyeri / kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan mata menjadi merah
sekali, pembengkakan mata, mata gatal, iritasi, dan pandangan
kabur.
4) Rasa Aman
Yang harus dikaji adalah kecemasan pasien akan penyakitnya
maumun tindakan operatif yang akan dijalaninya.
5) Pembelajaran / pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata, kaji riwayat
keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem
vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti
peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin dan
diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas
fenotiazin.
g. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
2) Pemeriksaan fisik difokuskan pada mata.
2. Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2017)
a. Pre operasi
1) Gangguan persepsi sensori (D.0085) berhubungan dengan
gangguan penglihatan (trauma okuler)
2) Ansietas (D.0080) berhubungan dengan tindakan operatif yang
akan dijalani
b. Post Operasi
1) Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisik
(diskontinuitas jaringan akibat pembedahan)
2) Risiko infeksi (D.0142) berhubungan dengan efek prosedur
invasif.
3) Gangguan persepsi sensori (D.0085) sehubungan dengan luka
post operasi.
3. Perencanaan Keperawatan (SDKI, 2017; SIKI, 2018; SIKI,2019)
a. Pre Operasi
1) Gangguan persepsi sensori (D.0085)
Pengertian : Perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang
disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau terdistorsi
Tujuan dan Kriteria Hasil
Persepsi Sensori (L.09083)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan terjadi perbaikan persepsi-realitas
terhadap stimulus baik internal maupun eksternal
Kriteria Hasil :
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Distorsi Sensori 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
Respons sesuai 1 2 3 4 5
stimulus
Intervensi
Minimalisasi Rangsangan (I. 08241)
Observasi
 Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan (mis. nyeri,
kelelahan)
Terapeutik
 Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis. bising, terlalu terang)
 Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara, aktivitas)
 Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
 Kombinasikan prosedur/tindakan dalam satu waktu, sesuai kebutuhan
Edukasi
 Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis. mengatur pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan, membatasi kunjungan)
Kolaborasi
 Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis. mengatur pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan, membatasi kunjungan)
2) Ansietas (D.0080)
Pengertian: Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang
tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu
melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman
Tujuan dan Kriteria Hasil
Tingkat Ansietas (L.09093)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan tingkat ansietas
klien membaik
Kriteria hasil:
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Verbalisasi 1 2 3 4 5
kebingungan
Verbalisasi 1 2 3 4 5
khawatir
akibat kondisi
yang dihadapi
Perilaku 1 2 3 4 5
gelisah
Perilaku 1 2 3 4 5
tegang
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
Konsentrasi 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5
Intervensi
Reduksi Ansietas (I.09314)
Observasi
 Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stressor)
 Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
Terapeutik
 Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
 Pahami situasi yang membuat ansietas
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
 Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi
 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
 Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

b. Post Operasi
1) Nyeri akut (D.0077)
Pengertian : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Tingkat Nyeri (L.08066)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan terjadi penurunan pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional.
Kriteria Hasil :
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Keluhan 1 2 3 4 5
nyeri
Meringis 1 2 3 4 5
Sikap 1 2 3 4 5
protektif
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
Frekuensi 1 2 3 4 5
Nadi
Pola napas 1 2 3 4 5
Tekanan 1 2 3 4 5
darah
Intervensi
Manajemen Nyeri (I. 08238)
Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Pemberian Analgetik (I.08243)


Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu
 Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

2) Risiko Infeksi (D.0142)


Pengertian: Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
Tujuan dan Kriteria Hasil
Tingkat Infeksi (L.14137)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan terjadi penurunan derajat infeksi
berdasarkan observasi atau sumber informasi
Kriteria Hasil :
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Demam 1 2 3 4 5
Nyeri 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
Kadar sel 1 2 3 4 5
darah putih
Intervensi
Pencegahan Infeksi (I.14539)
Observasi
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
 Berikan perawatan kulit pada area luka
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
Perawatan Luka ( I. 14564)
Observasi
 Monitor karakteristik luka
 Monitor tanda–tanda infeksi
Terapeutik
 Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
 Bersihkan dengan cairan NaCL atau pembersih non toksik,sesuai kebutuhan
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Pertahankan teknik steril saaat perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
Edukasi
 Jelaskan tandan dan gejala infeksi
 Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

3) Gangguan persepsi sensori (D.0085)


Pengertian : Perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang
disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau terdistorsi
Tujuan dan Kriteria Hasil
Persepsi Sensori (L.09083)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan terjadi perbaikan persepsi-realitas
terhadap stimulus baik internal maupun eksternal
Kriteria Hasil :
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Distorsi 1 2 3 4 5
Sensori
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
Respons 1 2 3 4 5
sesuai
stimulus
Intervensi
Minimalisasi Rangsangan (I. 08241)
Observasi
 Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan (mis. nyeri,
kelelahan)
Terapeutik
 Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis. bising, terlalu terang)
 Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara, aktivitas)
 Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
 Kombinasikan prosedur/tindakan dalam satu waktu, sesuai kebutuhan
Edukasi
 Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis. mengatur pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan, membatasi kunjungan)
Kolaborasi
 Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis. mengatur pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan, membatasi kunjungan)

4. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jumlah diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan penatalaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan,
evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan. Evaluasi terdiri dari :
a. S = Subjective data (Data Subjektif)
Masalah yang dikemukakan dan dikeluhkan atau yang dirasakan
sendiri oleh klien.
b. O = Objective data (Data Objektif)
Tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis
keperawatan meliputi data fisiologis dan informasi dari pemeriksaan.
c. A = Assessment (Pengkajian)
Analisis data subjektif dan objektif dalam menentukan masalah
pasien.
d. P = Planning (Perencanaan)
Pengembangan rencana segera atau untuk yang akan datang dari
intervensi tindakan untuk mencapai status kesehatan optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Istiqomah, I. N. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta: EGC.

Nurarif, A., H. dan Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Jilid 1. Yogyakarta :
Penerbit MediAction.

Olver, J., & Cassidy, L. (2011). At a Glance Oftalmologi. Surabaya: Erlangga.

Tamsuri, A. (2011). Klien Gangguan Mata dan Penglihatan Keperawatan Medikal


Bedah. Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

Utama, H. (2014). Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI.

Wijaya, A.S & Putri, Y.M. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa) Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai