Anda di halaman 1dari 28

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT NEURO REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2021


UNIVERSITAS HASANUDDIN

MENIERE DISEASE

DISUSUN OLEH

Sri Rahayu Igirisa C014202289

PEMBIMBING
dr. Irbab
SUPERVISOR
Dr. dr. Susi Auliana, Sp.S(K)

DISUSUN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIKDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT NEURO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Sri Rahayu Igirisa (C014202289)

MPPD Periode : 9 Agustus – 5 September 2021

Judul Referat :Meniere Disease

Telah menyelesaikan referat ini sebagai tugas kepaniteraan klinik pada Departemen Neuro-
KL di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Agustus 2021

Residen Pembimbing, Residen Pembimbing,

dr. Irbab

Supervisor,

Dr. dr. Susi Auliana, Sp.S(K)


Datar isi
BAB I

PENDAHULUAN

1. Penyakit Meniere

Penyakit Meniere adalah kelainan telinga bagian dalam yang ditandai


dengan tetrad berupa timbulnya episode vertigo, tinnitus, perasaan penuh dalam
telinga, dan gangguan pendengaran yang bersifat fluktuatif. Pada tahun 1861,
seorang dokter asal Prancis bernama Prosper Meniere menggambarkan sebuah
kondisi yang sekarang kondisi tersebut diabadikan dengan menggunakan
namanya. Pendapat ini kemudian dibuktikan oleh Hallpike dan Cairn tahun 1938,
dengan ditemukannya hidrops endolimfa setelah memeriksa tulang temporal
pasien dengan dugaan penyakit Meniere.1
Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo dengan
gangguan pada telinga dalam. Sebagian besar kasus bersifat unilateral dan sekitar
10-20% kasus bersifat bilateral. Insiden penyakit bervariasi, mencapai 15 kasus
per 100.000 populasi di Amerika Serikat hingga 157 kasus per 100.000 populasi
di Inggris dan 750 kasus per 100.000 populasi di Swedia. 1,2,3 Sebuah episode
penyakit Meniere umumnya melibatkan vertigo, ketidakseimbangan, mual, dan
muntah. Serangan rata-rata berlangsung selama dua sampai empat jam. Setelah
serangan yang parah, kebanyakan pasien mengeluhkan kelelahan dan harus
beristirahat selama beberapa jam hingga hari tergantung seberapa berat serangan
yang terjadi.1,2,3 Variabilitas dalam gejala dan durasi serangan yang dialami pasien
tergantung seberapa berat penyakit yang dialami. Sekitar 50% dari kasus penyakit
Meniere dapat sembuh dengan sendirinya walaupun menyisakan sequelae berupa
ketidakseimbangan konstan dan tuli sensorineural.1,2
Beberapa penyakit memiliki gejala yang mirip dengan penyakit Meniere.
Diagnosis ditegakkan selain berdasarkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
telinga, juga termasuk pemeriksaan audiometri, CT scan kepala atau MRI untuk
menyingkirkan suatu tumor saraf kranial VIII (vestibulokokhlearis) serta penyakit
lain dengan gejala serupa. Karena tidak adanya uji yang defintif untuk penyakit
Meniere, penderita biasanya didiagnosis ketika semua penyebab lain dapat
disingkirkan.1,2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1 . Definisi
Penyakit Meniere merupakan suatu kelainan pada telinga dalam yang
menyebabkan keluhan pusing (vertigo), telinga berdenging (tinnitus), penurunan
pendengaran dan rasa penuh atau kongesti pada telinga. Meniere umumnya
hanya mengenai satu telinga (unilateral)(4).
Penyakit ini ditemukan oleh Meniere pada tahun 1861, dan dia yakin bahwa
penyakit ini berada di dalam telinga, sedangkan para ahli pada masa itu banyak
menduga bahwa penyakit itu berada pada otak. Pendapat Meniere dibuktikan oleh
Hallpike dan Cairn tahun 1938, dengan ditemukannya hidrops (pembengkakan)
endolimfa(3).

2. Anatomi Telinga

Gambar 1. Struktur anatomi telinga (3)

 Telinga Luar
Telinga luar meliputi daun telinga (pinna) dan liang telinga sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari kulit dan tulang rawan elastin.
Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang
pada sebelah medial. Seringkali terdapat penyempitan liang telinga pada
perbatasan antara tulang dan tulang rawan ini. Sendi temporomandibularis
dan kelenjar parotis terletak di depan terhadap liang telinga sementara
prosesus mastoideus terletak di belakangnya. Liang telinga berbentuk
menyerupai huruf S dengan panjang sekitar tiga sentimeter. Pada sepertiga
bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan
rambut

sedangkan pada dua pertiga dalamnya hanya sedikit dijumpai kelenjar


serumen. (3) Peradangan pada bagian telinga ini disebut otitis
eksterna. Hal ini terjadi

akibat infeksi bakteri, virus, maupun jamur disertai dengan faktor


predisposisi berupa kebiasaan mengorek telinga, kondisi udara dan
keadaan klinis tertentu yang menyebabkan penurunan dari sistem imunitas
seperti HIV/AIDS, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, radioterapi,
dan diabetes melitus.(3)

 Telinga Tengah

Telinga tengah terisi udara dapat dibayangkan sebagai kotak dengan


enam sisi. Dinding posteriornya jauh lebih luas daripada dinding
anteriornya sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada
dinding medial meluas ke arah lateral ke arah umbo dari membran timpani
sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.(3,4)

Telinga tengah berbentuk kubus dengan : (3,4)

 Batas lateral : membran timpani


 Batas anterior : tuba eustachius
 Batas inferior : bulbus jugularis
 Batas posterior : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars verikalis
 Batas superior : lantai fossa kranii media
 Batas medial : kanalis semisirkularis horizontalis, kanalis
fasialis, fenestra ovale, fenestra rotundum dan promontorium

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari


arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian
atas disebut pars flaksida, sedangkan bagian bawah disebut pars tensa. Pars
flaksida berlapis dua yaitu bagian luar merupakan lanjutan epitel liang
telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti mukosa
saluran pernapasan. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di tengah yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan elastin yang berjalan secara
radier di luar dan sirkuler di dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah
maleus pada membrab timpani disebut umbo. Dari umbo bermula suatu
refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah, yaitu ke arah pukul 7 untuk
membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Serabut
sirkuler dan radier pada membran timpani pars tensa inilah yang
menyebabkan refleks cahaya yang berupa kerucut ini yang kita nilai. (5)

Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yaitu


maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran dalam telinga tengah saling
berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani,
maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak
pada fenestra ovale yang berhubungan dengan kokhlea. Hubungan antara
tulang-tulang pendengaran adalah persendian. (4,5)

Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Pada tempat ini
terdapat aditus ad antrum yang merupakan lubang yang menghubungkan
telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius berfungsi untuk
menjaga keseimbangan tekanan udara dalam cavum timpani. Bagian
lateral berupa dinding dari tulang dan selalu terbuka, sedangkan dinding
medial tersusun dari tulang rawan yang biasanya menutup kecuali
menelan, mengunyah, atau menguap.(3,4,5)
Gambar 3. Anatomi membran timpani (3)

 Telinga dalam

Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut


labirin. Telinga dalam terdiri dari kokhlea yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang dibentuk oleh utrikulus, sakulus, dan kanalis
semisirkularis. Labirin (telinga dalam) mengandung organ pendengaran
dan keseimbangan, terletak pada pars petrosus os temporal. Labirin terdiri
dari : (3,5)

 Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum,


dan kokhlea
 Labirin bagian membran, yang terletak di dalam labirin bagian tulang,
terdiri dari : kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus, dan
duktus endolimfatikus serta kokhlea.
Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan
yang berisi cairan perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan
filtrasi dari darah. Di dalam labirin bagian membran terdapat cairan
endolimfe yang diproduksi oleh stria vaskularis dan diresirbsi pada sakkus
endolimfatikus.(3,5)

Ujung atau puncak kokhlea disebut helikoterma yang


menghubungkan perilimfa skala timpani dan skala vestibuli. Pada irisan
melintang di kokhlea tampak skala vestibuli di sebelah atas, skala timpani
di sebelah bawah dan skala media diantaranya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimfe sedangkan skala media berisi endolimfe. Dasar
skala vestibuli disebut membran reissner sedangkan dasar skala media
disebut membran basilaris yang terletak organ korti di dalamnya. Pada
skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria dan pada membran basilaris melekat sel rambut dalam, sel rambut
luar, dan kanalis korti. Membran basilaris sempit pada basisnya (nada
tinggi) dan melebar pada apeksnya (nada rendah). Terletak diatas
membran basilaris dari basis ke apeks adalah organ korti yang
mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer
pendengaran. Organ korti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3.000)
dan tiga baris sel rambut luar (12.000). Ujung saraf aferen dan eferen
menempel pada ujung bawah sel rambut.

Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh utrikulus, sakulus, dan


kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang
diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut adalah suatu lapisan
gelatinosa yang ditembus oleh silia dan pada lapisan ini terdapat pula otolit
yang mengandung kalsium dan akan menimbulkan rangsangan pada
reseptor. Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus
sempit yang merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula
utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus dengan makula sakulus.
Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing
kanalis memiliki satu ujung yang melebar yang membentuk ampula dan
mengandung sel-sel rambut krista dan diselubungi oleh lapisan gelatinosa
yang disebut kupula. Gerakan dari endolimfe dalam kanalis semisirkularis
akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan silia
sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor.(3,5)

Gambar 4. Anatomi telinga dalam (3)

 Vaskularisasi telinga
Telinga dalam memperoleh pendarahan dari a.auditori interna (a.labirintin)
yang berasal dari a.serebelli anterior atau langsung dari a.basilaris yang
merupakan suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah
anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini
bercabang tiga, yaitu : (3)

 Arteri vestibularis anterior yang memperdarahi makula utrikuli,


sebagian makula sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis
superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus dan sakulus
 Arteri vestibulokokhlearis yang memperdarahi makula sakuli,
kanalis semisirkularis posterior, bagian inferior utrikulus dan
sakulus serta putaran berasal dari kokhlea.
 Arteri kokhlearis yang memasuki mediolus dan menjadi pembuluh-
pembuluh arteri spiral yang memperdarahi organ korti, skala
vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui tiga jalur utama. Vena
auditori interna berasal dari putaran tengah dan apikal kokhlea. Vena
aquaduktus kokhlearis berasal dari putaran basiler kokhlea, sakulus,
dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena
akquaduktus vestibularis berasal dari kanalis semisirkularis sampai
utrikulus. Vena ini mengikuti duktus dan masuk ke sinus sigmoid.(3)

 Persarafan (inervasi) telinga


n.akustikus bersama n.fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus
internus dan bercabang dua sebagai n.vestibularis dan n.kokhlearis. Pada
dasar meatus akustikus internus terletak ganglion vestibularis dan pada
mediolus terletak ganglion spiralis. (3,4)

3. Fisiologi pendengaran

Sampai tingkat tertentu daun telinga adalah suatu pengumpul suara


sementara liang telinga karena bentuk dan dimensinya dapat sangat memperbesar
suara dalam rentang dua sampai empat KHz. Gelombang ini akan diteruskan ke
telinga tengah dengan menggetarkan membran timpani. Getaran ini akan
diteruskan ke telinga tengah dengan menggetarkan membran timpani. Getarani ini
akan diteruskan melalrui rangkaian tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus,
stapes) yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan foramen
ovale.

Tulang-tulang pendengaran akan meningkatkan efisiensi dari getaran


sebanyak 1,3 kali dan perbandingan luas permukaan membran timpani dan
foramen ovale dan mengmplifikasi pendengarana sebanyak 20 kali, energi getar
yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan
foramen ovale sehingga perilimfe pada skala vestibuli akan bergerak. Getaran
diteruskan melalui membran reissner yang mendorong endolimfa sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses
ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion-ion
bermuatan listrik dari badan sel. Untuk suara dengan frekuensi tinggi akan
menyebabkan defleksi dominan pada bagian basis dari membran basilaris
sedangkan untuk frekuensi sedang di tengah dan frekuensi rendah di apeks.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel-sel rambut sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditoris, kemudian dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran di lobus temporalis (area broadman 41).(5,6)

4. Fisiologi keseimbangan

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan


sekitarnya tergantung dari input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ
penglihatan, dan organ proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik
tersebut akan diolah di sistem saraf pusat sehingga akan menimbulkan gambaran
mengenai keadaan posisi tubuh pada suatu saat dan bagaimana mengatur posisi
tubuh seperti yang dikehendaki. Organ penglihatan menerima rangsangan melalui
reseptor di retina yaitu di makula lutea. Rangsang tersebut diteruskan melalui
n.optikus (N.II) sampai ke korteks visual di lobus oksipitalis. Fungsi penglihatan
memberikan informasi tentang posisi dan gerak tubuh serta lingkungan sekitar.
Organ proprioseptif menerima rangsang gerak melalui reseptor muskuloskeletal
terutama di daerah leher yang disalurkan melalui saraf spinal kemudian medula
spinalis, medula oblongata, thalamus dan berakhir di korteks sensoris (post
sentralis). Organ vestibuler menerima rangsangan gerak dari reseptor di labirin
yaitu utrikulus, sakulus (makula) dan kanalis semisirkularis (krista ampularis).
Sel-sel pada organ otolit peka terhadap gerak linier sedangkan sel-sel pada kanalis
semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap percepatan sudut
(perubahan dalam kecepatan sudut). Kemudian rangsang tersebut disalurkan
melalui n.vestibularis (N.VIII) ke medula oblongata dan berakhir di korteks
serebri girus temporalis superior dekat pusat pendengaran. Sebagian rangsangan
disalurkan langsung ke serebelum dan sebagian lagi ke medula spinalis melalui
traktus vestibulospinal menuju ke motor neuron yang menginervasi otot-otot
proksimal, kumparan otot leher dan otot punggung (postural). Sistem ini berjalan

dengan sangat cepat sehingga membantu mempertahankam keseimbangan tubuh.


Rangsang yang diterima oleh reseptor ketiga sistem tersebut disalurkam melalui
saraf perifernya ke sistem saraf pusat integrasi. Koordinasi antara ketiganya dan
beberapa pusat di otak seperti serebelum, ganglia basilaris, dan formatio
retikularis akan mempertahankan fungsi keseimbangan tubuh. Mekanisme
kerjasama ketiga organ sensorik dan susunan saraf pusat tersebut berlangsung
secara involunter. Mekanisme tersebut dapat berjalan sadar apabila dalam keadaan
tertentu misalnya berjalan diatas permukaan yang tidak rata, berlari, dan bermain
ski. Dalam kehidupan sehari-hari, mekanisme tersebut berjalan terus-menerus
untuk mempertahankan tonus otot-otot tubuh dan ekstremitas agar tubuh tetap
dalam posisi tegak atau mengubah posisi agar tidak jatuh pada keadaan tertentu.
Susunan saraf pusat yang selalu memberi perintah melalui jaras vestibulospinal
untuk mengatur kontraksi otot dan ekstremitas inferior untuk mempertahankan
keseimbangan tubuh. (6,7,8)

5 Epidemiologi

Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada telinga
dalam. Sebagian besar kasus timbul pada laki-laki atau perempuan dewasa. Paling
banyak ditemukan pada usia 20-50 tahun. Kemungkinan ada komponen genetik
yang berperan dalam penyakit Meniere karena ada riwayat keluarga yang positif
sekitar 21% pada pasien dengan penyakit Meniere. Pasien dengan resiko besar
terkena penyakit Meniere adalah orang-orang yang memiliki riwayat alergi,
merokok, stres, kelelahan, alkoholisme, dan pasien yang rutin mengonsumsi
aspirin.

6. Etiologi

Penyebab pasti Meniere belum diketahui. Namun terdapat berbagai teori


termasuk pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal pada aliran darah yang
menuju labirin dan terjadi gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi
dan autoimun. (9)

Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi


ketidakseimbangan cairan telinga yang abnormal dan diduga disebabkan oleh
terjadinya malabsorbsi dalam sakus endolimfatikus. Selain itu para ahli juga
mengatakan terjadinya suatu robekan endolimfa dan perilimfa bercampur. Hal ini
menurut para ahli dapat menimbulkan gejala dari penyakit Meniere. Para peneliti
juga sedang melakukan penyelidikan dan penelitian terhadap kemungkinan lain
penyebab penyakit Meniere dan masing-masing memiliki keyakinan tersendiri
terhadap penyebab dari penyakit ini, termasuk faktor lingkungan seperti suara
bising, infeksi virus HSV, penekanan pembuluh darah terhadap saraf
(microvascular compression syndrome). Selain itu gejala dari penyakit Meniere
dapat ditimbulkan oleh trauma kepala, infeksi saluran pernapasan atas, aspirin,
merokok, alkohol, atau konsumsi garam berlebihan. Namun pada dasarnya belum
ada yang tahu secara pasti apa penyebab penyakit Meniere.(9)

7. Klasifikasi

Klasifikasi klinis untuk mendiagnosis penyakit Meniere telah dibuat oleh


American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS)
yang diklasifikasikan menjadi empat, yakni(8):

 Possible Meniere Disease


 Episode vertigo karakteristik pada penyakit Meniere tanpa disertai gangguan
pendengaran
 Tuli sensorineural yang bersifat fluktuatif atau menetap dengan gangguan
keseimbangan namun tanpa episode definitif vertigo
 Tidak ditemukan penyebab lain untuk kondisi di atas
 Probable Meniere Disease
 Satu episode definitif dari vertigo
 Gangguan pendengaran yang dibuktikan dengan audiometri minimal satu kali
 Tinnitus dan perasaan penuh di telinga
 Tidak ditemukan penyebab lain untuk kondisi di atas
Definite Meniere Disease
 Dua atau lebih episode vertigo dengan durasi minimal 20 menit
 Gangguan pendengaran yang dibuktikan dengan audiometri minimal satu kali
 Tinnitus dan perasaan penuh di telinga
 Tidak ditemukan penyebab lain untuk kondisi di atas

 Certain Meniere Disease


 Kriteria definitif untuk penyakit Meniere disertai konfirmasi histopatologi(8)

8.Patofisiologi
Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa
(peningkatan endolimfa yang menyebabkan labirin membranosa berdilatasi) pada
kokhlea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi dan hilang timbul diduga
disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri, menurunnya
tekanan osmotik dalam kapiler, meningkatnya tekanan osmotik ruang
ekstrakapiler, jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat (akibat jaringan parut
atau karena defek dari sejak lahir).(9)

Hidrops endolimfa ini lama kelamaan menyebabkan penekanan yang bila


mencapai dilatasi maksimal akan terjadi ruptur labirin membran dan endolimfa
akan bercampur dengan perilimfa. Pencampuran ini menyebabkan potensial aksi
di telinga dalam sehingga menimbulkan gejala vertigo, tinnitus, dan gangguan
pendengaran serta rasa penuh di telinga. Ketika tekanan sudah sama, maka
membran akan sembuh dengan sendirinya dan cairan perilimfe dan endolimfe
tidak bercampur kembali namun penyembuhan ini tidak sempurna.(9)

Penyakit Meniere dapat menimbulkan (9.10).Kematian sel rambut pada organ


korti di telinga tengahSerangan berulang penyakit Meniere menyebabkan
kematian sel rambut organ korti. Dalam setahun dapat menimbulkan tuli
sensorineural unilateral. Sel rambut vestibuler masih dapat berfungsi, namun
dengan tes kalori menunjukkan kemunduran fungsi. (9.10)

 Perubahan mekanisme telinga


Dimana disebabkan periode pembesaran kemudian penyusutan utrikulus dan
sakulus kronik. Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal ditemukan
perubahan morfologi pada membran Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam
skala vestibuli terutama di apeks kokhlea (helikoterma). Sakulus juga
mengalami pelebaran yang sama yang dapat menekan utrikulus. Pada
awalnya pelebaran skala media dimulai dari apeks kokhlea kemudian dapat
meluas mengenai bagian tengah dan basal kokhlea. Hal ini dapat menjelaskan
tejadinya tuli saraf nada rendah pada penyakit ini.(9.10)

9. Gejala Klinis

Penyakit Meniere dimulai dengan satu gejala lalu secara progresif gejala
lain bertambah. Gejala-gejala klinis dari penyakit Meniere yang khas sering
disebut trias Meniere yaitu vertigo, tinnitus, dan tuli saraf sensorineural fluktuatif
terutama nada rendah. Serangan pertama dirasakan sangat berat, yaitu vertigo
disertai rasa mual dan muntah. Setiap kali berusaha untuk berdiri, pasien akan
merasa berputar, mual dan muntah lagi. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu, kemudian keadaan akan berangsur membaik. Penyakit ini bisa
sembuh tanpa obat dan gejala penyakit ini bisa hilang sama sekali. Pada serangan
kedua dan selanjutnya dirasakan lebih ringan tidak seperti serangan pertama kali.
Pada penyakit Meniere, vertigonya periodik dan makin mereda pada serangan-
serangan selanjutnya.(11)

Pada setiap serangan biasanya disertai dengan gangguan pendengaran dan


dalam keadaan tidak ada serangan pendengararn dirasakan baik kembali. Gejala
lain yang menyertai serangan adalah tinnitus yang kadang menetap walaupun
diluar serangan. Gejala lain yang menjadi tanda khusus adalah perasaan penuh
pada telinga.(11)

Vertigo periodik biasanya dirasakan dalam dua puluh menit sampai dua
jam atau lebih dalam periode serangan seminggu atau sebulan yang diselingi
periode remisi. Vertigo menyebabkan nistagmus, mual, dan muntah. Pada setiap
serangan biasanya disertai gangguan pendengaran dan keseimbangan sehingga
tidak dapat beraktivitas dan dalam keadaan tidak ada serangan pendengaran akan
pulih kembali. Dari keluhan vertigonya kita sudah dapat membedakan dengan
penyakit lainnya yang juga memiliki gejala vertigo seperti tumor N.VIII, sklerosis
multipel, neuritis vestibularis atau vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). (11)

Pada tumor N.VIII serangan vertigo periodik, mula-mula lemah dan


semakin lama makin kuat. Pada sklerosis multipel vertigo periodik dengan
intensitas sama pada tiap serangan. Pada neuritis vestibuler serangan vertigo tidak
periodik dan makin lama menghilang. Pada VPPJ, keluhan vertigo datang akibat
perubahan posisi kepala yang dirasakan sangat berat dan terkadang disertai rasa
mual dan muntah namun tidak berlangsung lama. (8,11)

Tinnitus kadang menetap (periode detik hingga menit), meskipun di luar


serangan. Tinnitus sering memburuk sebelum terjadi serangan vertigo. Tinnitus
sering pasien sebagai suara motor, mesin, gemuruh, berdenging, berdengung, dan
denging dalam telinga. (1,8) didekripsikan

Gangguan pendengaran mungkin terasa hanya berkurang sedikit pada awal


serangan, namun seiring dengan berjalannya waktu dapat terjadi kehilangan
pendengaran yang tetap. Penyakit Meniere mungkin melibatkan semua kerusakan
saraf di semua frekuensi suara pendengaran namun paling mungkin melibatkan
semua kerusakan saraf di semua frekuensi suara pendegaran namun paling umum
terjadi pada frekuensi yang rendah. Suara yang keras mungkin menjadi tidak
nyaman dan sangat mengganggu pada telinga yang terpengaruh.(11)

Rasa penuh pada telinga dirasakan seperti saat kita mengalami perubahan
tekanan udara.(1,8,11)

10. Diagnosis 10

Kondisi penyakit lain dapat menghasilkan gejala yang serupa seperti


penyakit Meniere, dengan demikian kemungkinan penyakit lain harus
disingkirkan dalam rangka menegakkan diagnosis yang akurat. Evaluasi awal
didasarkan pada anamnesi yang sangat hati-hati. Diagnosis penyakti ini dapat
dipermudah dengan kriteria diagnosis : (1,9,11)
 Vertigo yang hilang timbul disertai dengan tinnitus dan rasa penuh pada
telinga
 Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural Menyingkirkan
kemungkinan penyebab sentral, misalnya tumor N.VIII Pada tumor N.VIII
serangan vertigo periodik, mula-mula lemah dan semakin lama makin
kuat. Pada sklerosis multipel vertigo periodik dengan intensitas sama pada
tiap serangan. Pada neuritis vestibuler serangan vertigo tidak periodik dan
makin lama menghilang. Pada VPPJ, keluhan vertigo datang akibat
perubahan posisi kepala yang dirasakan sangat berat dan terkadang disertai
rasa mual dan muntah namun tidak berlangsung lama.
 Pemeriksaan Fisik
Diperlukan untuk memperkuat diagnosis. Bila dari hasil pemeriksaan fisik
telinga kemungkinan kelainan telinga luar dan tengah dapat
disingkirkan dan dipastikan kelainan berasal dari telinga dalam misalnya
dari anamnesis didapatkan kelainan tuli saraf fluktuatif dan ternyata
dikuatkan dengan hasil pemeriksaan maka kita sudah dapat mendiagnosis
penyakit Meniere, sebab tidak ada tuli saraf yang membaik kecuali pada
penyakit Meniere.

 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat mendiagnosis penyakit Meniere
adalah: (1,11)

 emeriksaan audiometri
 Elektronistagmografi (ENG) dan tes keseimbangan, untuk
mengetahui secara objektif kuantitas dari gangguan keseimbangan pada
pasien. Pada sebagian besar pasien dengan penyakit Meniere mengalami
penurunan respons nistagmus terhadap stimulasi dengan air panas dan air
dingin yag digunakan pada tes ini.
 Elektrokokleografi (ECOG), mengukur akumulasi cairan di
telinga dalam dengan cara merekam potensial aksi neuron auditoris
melalui elektroda yang ditempatkan dekat dengan kokhlea. Pada pasien
dengan penyakit Meniere, tes ini juga menunjukkan peningkatan tekanan
yang disebabkan oleh cairan yang berlebihan pada telinga dalam yang
ditunjukkan dengan adanya pelebaran bentuk gelombang bentuk
gelombang dengan puncak yang multipel.
 Brain Evoked Response Audiometry (BERA), biasanya normal pada
pasien dengan penyakit Meniere, walaupun terkadang terdapat penurunan
pendengaran ringan pada pasien dengan kelainan pada sistem saraf pusat.
 Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan kontras yang disebut
gadolinium spesifik memvisualisasikan n.VII. Jika ada bagian serabut
saraf yang tidak terisi kontras menunjukkan adanya neuroma akustik.
Selain itu pemeriksaan MRI juga dapat memvisualisasikan kokhlea dan
kanalis semisirkularis.

11. Penatalaksanaan

Pasien yang datang dengan keluhan khas penyakit Meniere awalnya hanya
diberikan pengobatan yagng bersifat simptomatik, seperti sedatif dan bila perlu
bila perlu diberikan antiemetik. Pengobatan paling baik adalah sesuai dengan
penyebabnya. Penatalaksanaan pada Penyakit Meniere adalah sebagai berikut :
(11,14,15)

 Diet dan gaya hidup


Diet rendah garam memiliki efek yang kecil terhadap konsentrasi sodium
pada plasma, karena tubuh telah memiliki sistem regulasi dalam ginjal untuk
mempertahankan level sodium dalam plasma. Untuk mempertahankan
keseimbangan konsentrasi sodium, ginjal menyesuaikan kapasitas untuk
kemampuan transport ion berdasarkan intake sodium. Penyesuaian ini
diperankan oleh hormon aldosteron yang berfungsi mengontrol jumlah
transport ion di ginjal sehingga akan memengaruhi regulasi sodium di
endolimfe sehingga mengurangi serangan penyakit Meniere.

Banyak pasien dapat mengontrol gejala hanya dengan mematuhi diet rendah
garam (2000 mg/hari). Jumlah sodium merupakan salah satu faktor yang
mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh. Retensi natrium dan cairan
dalam tubuh dapat merusak keseimbangan antara endolimfe dan perilimfe di
dalam telinga.

Garam natrium yang ditambahkam ke dalam makanan biasanya berupa ikatan


natrium klorida atau garam dapur, monosodium glutamat (vetsin), natrium
bikarbonat (soda kue), natrium benzoat (daging kornet). Pemakaian alkohol,
rokok, coklat harus dihentikan. Kafein dan nikotin juga merupakan stimulan
vasoaktif dan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan penurunan aliran
darah arteri kecil yang memberi nutrisi saraf dari telinga tengah. Dengan
menghindari kedua zat tersebut dapat mengurangi gejala.

Olahraga yang rutin dapat menstimulasi sirkulasi aliran darah sehingga perlu
untuk dianjurkan ke pasien. Pasien juga harus menghindari penggunaan obat-
obatan yang bersifat ototoksik seperti aspirin karena dapat memperberat
tinnitus. Selama serangan akut dianjurkan untuk berbaring di tempat yang
keras, berusaha untuk tidak bergerak, pandangan mata difiksasi pada satu
objek tidak bergerak, jangan mencoba minum walaupun ada perasaan mau
muntah, setelah vertigo hilang pasien diminta untuk bangun secara perlahan
karena biasanya setelah serangan akan terjadi kelelahan dan sebaiknya pasien
mencari tempat yang nyaman untuk tidur selama beberapa jam untuk
memulihkan keseimbangan.

 Farmakologi

Untuk penyakit ini diberikan obat-obatan vasodilator perifer, antihistamin,


antikolinergik, steroid, dan diuretik untuk mengurangi tekanan pada
endolimfe. Obat-obat antiiskemia dapat pula diberikan sebagai obat alternatif
dan neurotonik untuk menguatkan sarafnya selain itu jika terdapat infeksi
virus dapat diberikan antivirus seperti asiklovir.

Transquilizer seperti diazepam (valium) dapat digunakan pada kasus akut


untuk membantu mengontrol vertigo, namun karena sifat adiktifnya tidak
digunakan tidak digunakan sebagai pengobatan jangka panjang. Antiemetik
seperti prometazin tidak hanya mengurangi mual dan muntah tapi juga
mengurangi gejala vertigo. Diuretik seperti tiazide dapat membantu
mengurangi gejala penyakit Meniere dengan menurunkan tekanan dalam
sistem endolimfe. Pasien harus diingatkan untuk banyak makanan yang
mengandung kalium seperti pisang, tomat, dan jeruk ketika menggunakan
diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium.

 Latihan

Rehabilitasi penting dilakukan sebab dengan melakukan latihan sistem


vestibuler ini sangat menolong. Kadang-kadang gejala vertigo dapat diatasi
dengan latihan yang teratur dan baik. Orang-orang yang karena profesinya
menderita vertigo dapat diatasi dengan latihan yang intensif sehingga gejala
yang timbul tidak lagi mengganggu pekerjaan sehari-hari.(1,9,12)

Ada beberapa latihan, yaitu : canalit reposition treatment (CRT) / epley


manouver dan brand-darroff exercise. Dari beberapa latihan ini kadang
memerlukan seseorang untuk membantunya tapi ada juga yang dapat dikerjakan
sendiri. Dari beberapa latihan, umumnya yang dilakukan pertama adalah CRT
jika masih terasa ada sisa baru dilakukan brand-darroff exercise

Gambar 10. canalit reposition treatment (CRT) / epley manouver (13)


Gambar 11. brand-darroff exercise (13)

 Penatalaksanaan bedah
Operasi yang direkomendasikan bila serangan veertigo tidak terkontrol antara
lain :

 Dekompresi sakus endolimfatikus

Operasi ini mendekompresikan cairan berlebih di telinga dalam dan

menyebabkan kembali normalnya tekanan terhadap ujung saraf


vestibulokokhlearis. Insisi dilakukan di belakang telinga yang terinfeksi dan
air cell mastoid diangkat agar dapat melihat telinga dalam. Insisi kecil
dilakukan pada sakus endolimfatikus untuk mengalirkan cairan ke rongga
mastoid.

Secara keseluruhan sekitar 60% pasien serangan vertigo menjadi terkontrol,


20% mengalami serangan yang lebih buruk. Fungsi pendengaran tetap stabil
namun jarang yang membaik dan tinnitus tetap ada, 2% mengalami tuli total
dan vertigo tetap ada.

 Labirinektomi
Operasi ini mengangkat kanalis semisirkularis dan saraf
vestibulokokhlearis. Dilakukan dengan insisi di telinga belakang dan air
cell mastoid diangkat, bila telinga dalam sudah terlihat, keseluruhan labirin
tulang diangkat. Setelah satu atau dua hari paskaoperasi, tidak jarang
terjadi vertigo berat. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan.
Setelah seminggu, pasien mengalami periode ketidakseimbangan tingkat
sedang tanpa vertigo, sesudahnya telinga yang normal mengambil alih
seluruh fungsi keseimbangan. Operasi ini menghilangkan fungsi
pendengaran telinga.

 Neurektomi vestibuler
Bila pasien masih dapat mendengar, neurektomi vestibuler merupakan
pilihan untuk menyembuhkan vertigo dan pendengaran yang tersisa.
Dilakukan insisi di belakang telinga dan air cell mastoid diangkat,
edilakukan pembukaan pada fossa durameter dan n.VIII dan dilakukan
pemotongan terhadap saraf keseimbangan. Pemilihan operasi ini mirip
labirinektomi. Namun karena operasi ini melibatkan daerah intrakranial,
sehingga harus dilakukan pengawasan ketat paskaoperasi. Operasi ini
diindikasikan pada pasien di bawah 60 tahun yang sehat. Sekitar 5%
mengalami tuli total pada telinga yang terinfeksi, paralisis wajah
sementara dapat terjadi selama beberapa hari hingga bulan, sekitar 85%
vertigo dapat terkontrol.

 Endolimfe shunt
Operasi ini masih kontroversi karena banyak peneliti yang
menganggap operasi ini merupakan plasebo Ada dua tipe dari operasi ini
yaitu:

Endolimfe subaraknoid shunt : dengan mempertahankan tuba diantara


endolimfe dan kranium
Endolimfe mastoid shunt : dengan menempatkan tuba antara sakus
endolimfatikus dan rongga mastoid. (14,15)

12. Prognosis

Penyakit Meniere belum dapat disembuhkan dan bersifat progresif, tapi


tidak fatal dan banyak pilihan terapi untuk mengobati gejalanya. Penyakit ini
berbeda untuk tiap pasien. Beberapa pasien mengalami remisi spontan dalam
jangka waktu hari hingga tahun. Pasien lain mengalami perburukan gejala secara
cepat. Namun ada juga pasien yang perkembangan penyakitnya lambat.(11,15)
Belum ada terapi yang efektif untuk penyakit ini namun berbagai tindakan dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya serangan dan progresivitas penyakit.
Sebaiknya pasien dengan vertigo berat disarankan untuk tidak mengendarai mobil,
naik tangga dan berenang.(11,1

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit meniere merupakan suatu penyakit yang diakibatkan adanya


kelainan pada telinga dalam berupa hidrops (pembengkakan) endolimfa pada
kokhlea dan vestibulum. Gejala dari penyakit meniere disebut tetrad meniere yang
terdiri dari vertigo, tinnitus, gangguan pendengaran fluktuatif berupa tuli sensori
neural, dan perasaan penuh di telinga.

Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada


telinga dalam. Sebagian besar kasus timbul pada laki-laki atau perempuan dewasa.
Paling banyak ditemukan pada usia 20-50 tahun. Pasien dengan resiko besar
terkena penyakit Meniere adalah orang-orang yang memiliki riwayat alergi,
merokok, stres, kelelahan, alkoholisme, dan pasien yang rutin mengonsumsi
aspirin dan kafein. Pada dasarnya, etiologi pasti dari penyakit meniere ini belum
diketahui. Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi
ketidakseimbangan cairan telinga yang abnormal dan diduga disebabkan oleh
terjadinya malabsorbsi dalam sakus endolimfatikus.

Untuk menegakkan diagnosis penyakit meniere dengan akurat, kondisi


penyakit lain dapat menghasilkan gejala yang serupa seperti penyakit Meniere
harus disingkirkan. Evaluasi awal didasarkan pada anamnesis yang sangat hati-
hati tentang gambaran khas gejala pada penyakit Meniere sesuai dengan kriteria
diagnosis AAO-HNS. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menyingkirkan
penyebab yang berasal dari telinga luar atau telinga dalam. Pemeriksaan
penunjang seperti audiometri, elektronistagmografi, elektrokokhleografi, BERA,
dan MRI terkadang diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit meniere.
Pasien yang datang dengan keluhan khas penyakit Meniere awalnya hanya
diberikan pengobatan yang bersifat simptomatik serta diberikan edukasi mengenai
penyakitnya. Pengobatan yang diberikan untuk penyakit Meniere yang persisten
dan sangat mengganggu kehidupan sehari-hari adalah dengan operatif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hain, TC, Yacovino D. Meniere Disease. 2003. Available at :


http://www.dizziness-and-balance/disorders/menieres/menieres_english.html.
Accessed on July 2nd, 2015.
2. National Institute and Other Communication Disorder. Menieres’s
Disease. Available at :
http://nidcd.nih.gov/healthinfo/balance/menieresdisease.htm. Accessed on
July 2nd, 2015.
3. Ellis H. The Special Senses : The Ear. In : Clinical Anatomy, Applied
Anatomi for Students and Junior Doctor. 6th Ed. Massachussetts.
Blackwell Publishing. 20-6. 384-387.
4. Liston LS, Duvail AJ. Embriologi, Anatomi, dan Fisiologi Telinga.
Dalam : BOEIS Buku Ajar THT Edisi ke 6. Editor : Efendi H, Santosa K.
Jakarta : EGC. 1997. 27-38.
5. Soetirto I, Hendamin H, Bashiruddin J. Ganguan Pendengaran. Dalam :
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidunng, Tenggorok, Kepala dan
Leher. Edisi ke-6. Editor : Soepardi EA, Iskandar N. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 10-16.
6. Sherwood L. Telinga : Pendengaran dan Keseimbangan. Dalam : Fisiologi
Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta : EGC. 2006. 176-189.
7. Anderson JH, Levine SC. Sistem Vestibularis. BOEIS Buku Ajar THT
Edisi ke 6. Editor : Efendi H, Santosa K. Jakarta : EGC. 1997. 39-45.
8. Bashiruddin J, Hadjar E, Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam :
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidunng, Tenggorok, Kepala dan
Leher. Edisi ke-6. Editor : Soepardi EA, Iskandar N. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 94-101.
9. Hadjar E, Bashiruddin J. Penyakit Meniere. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidunng, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-6.
Editor : Soepardi EA,Iskandar N. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007. 102-103.
10. Paparella MM. Pathogenesis and Pathophysiology of Meniere Disease.
Acta Otolaryngol (Stockh). 2006 ; (suppl 485)26.
11. Levine SC. Penyakit Telinga Dalam. Dalam : BOEIS Buku Ajar THT
Edisi ke 6.Editor : Efendi H, Santosa K. Jakarta : EGC. 1997. 136-137.
12. Rutka JA. Evaluation of Vertigo. Blitzer A, Pillsbury HC, Jahn AF, Binder
WJ, editors. Office based surgery in otolaryngology. New York : Thieme;
1998. p.71-78.
13. Diza.M. Pengobatan Gangguan Keseimbangan (Vertigo). 2009. Available
at : http://d132a.wordpress.com/2008/12/26/pengobatan-gangguan-
keseimbangan-vertigo/. Accessed on July 2nd, 2015.
14. Levenson, Mark J. Home of the Surgery Information Centre. Meniere
Syndrome.2009.Available.at
http://www.earsurgery.org/site/pages/conditions/menieres-syndrome.php.
Accessed on July 2nd, 2015.
15. Becker W, Naumann HH, Pfalfz CR. A Pocket Reference Ear, Nose, and
Throat Disease. Second Revised Edition. New York : Thiemes; 2004. 100-
101.

Anda mungkin juga menyukai