Anda di halaman 1dari 15

KASUS: 1

Respiratory failure et causa CAP + Efusi Pleura

Seorang laki-laki berusia 42 tahun di bawa ke UGD karena sesak napas. Hasil pengkajian
kesadaran somnolen, keringat dingin, akral teraba dingin, pucat dan CRT 3 detik, TD 98/60
mmHg, frekuensi nadi 126 x/menit, frekuensi napas 8 x/menit. Terdengar suara snoring,
Refleks batuk (-), reflek menelan (-), ronchi di kedua lapang paru. Sesak napas dirasakan
sejak 2 hari yang lalu. Pasien dilakukan intubasi ETT no.7,5, kedalaman 21 cm, tekanan cuff
ETT 30, terhubung ke ventilator mode SIMV PS dengan PEEP 8, FiO2 50%, Tidal volume
420 ml/jam, frekuensi napas 19 – 21 x/menit, I:E 3 :1 , CVP 15 cmH2O. Tekanan darah 115-
130/70-85 mmHg, frekuensi nadi 88-98 x/menit. Tampak keluaran sekret warna putih.
Terpasang NGT, BU 7X/menit. GCS E2M4Vt. Pasien dipindahkan ke ruang Intensif Care
Unit (ICU)

Pasien dilakukan pemeriksaan darah dengan hasil

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan


Hematolo
gi 9,2 g/dl 13 – 16 g/dl L
Hemoglo 29 % 35 – 47%
bin 30.600/ 4400 – L
Hematokr mm3 3,4 11.300/mm3
it jt/uL H
3,6 – 5,8 juta/uL
Leukosit
Eritrosit L
0.6 0,5 – 0,9 mg/dl
Kimia mg/dl 54 L
Klinik 15 – 50 mg/dl
mgl/dl
Kreatinin 139 135 – 145 mEq/l
Ureum mEq/L 3,6 – 5,5 mEq/l L
Natrium 3,7
Kalium mEq/L
Chlorida 110
Kalsium mEq/L H
GDS 4,51
Albumin mEq/L L
Protein 154
total mEq/L 7,35 – 7,45 L
2,4 35 – 45 mmHg
AGD (Arteri) 4,5 80 – 100 mmHg
pH
22 – 26 mEq/L
pC
O2 (-2)-(+2)
7,26 >95%
pO2
53 mmHg
HC
O3 60 mmHg
BE 19,1 L
SaO mEq/L
2 -3 L
mmol/L
L
89 %
L
L
Hasil pemeriksaan radiologi

Thorax AP
Foto dibandingkan dengan foto thorax digital tanggal 24-10-2018
Cor sulut dinilai, batas kiri tertutup perselubungan. Sinus dan diafragma
kanan normal, sinus dan diafragma kiri berselubung
Pulmo :
- Hilus kanan normal, hilus kiri tertutup perselubungan
- Corakan bronkovaskuler sebagian normal
- Tampak perselubungan opak inhomogen di lapang atas sampai
bawah paru kiri sedikit berkurang
- Tampak perselubungan opak homogen di hemithorax tengah
sampai bawah kiri belum jelas berkurang
Tampak terpasang ETT dengan ujung setinggi corpus vertebra thorax 4
Tampak terpasang CDL dengan ujung setinggi corpus vertebra thorax 9-10
Tampak terpasang plate dan screw pada 1/3 distal os clavicula kanan, posisi
stabil
Kesimpulan:
Pleuropneumonia kiri sedikit perbaikan

Hasil pemeriksaan mikrobiologi

Sample : darah

Hasil : ditemukan kuman staphylococcus hominis

Hasil pemeriksaan mikrobiologi

Sample : sputum

Hasil : ditemukan bakteri coccus gram (+)

Nutrisi

Kebutuhan kalori : 2000 Kcal

Kebutuhan protein : 1,5 g/kgBB/hari = 1,5 x60 = 90 gram/hari

Karbohidrat : 50%

Lemak : 50%
Nutrisi enteral : entramix : 70 ccx6 = 420 cc dalam 24 jam

a. Terapi
Ob Dosis
at
levofloxaim 1 x 750 gr
IV
Omeprazol vial 40 mg 2 x 40 mg
IV
Paracetamol infus 1 gr 1 x 1 gr IV
M asetil sistein 3x 200 mg
IV
Ceftazidim 3 x 2 gr IV
combivent 6 x 1 hari

Cairan

NaCl 0.9% IV (maintenance)

Balance Cairan: -189 cc dalam 7 jam

Pertanyaan :

1. Jelaskan interpretasi analisa gas darah pada kasus tersebut

AGD (Arteri) Hasil Normal Interpretasi

pH 7,26 7,35 – 7,45 Rendah Asidosis


paCO2 53 mmHg 35 – 45 Tinggi Asidosis
mmHg Respiratorik
pO2 60 mmHg 80 – 100 Rendah Hipoksemia
mmHg
HCO3 19,1 mEq/L 22 – 26 Rendah Asidosis
mEq/L Metabolik
BE -3 mmol/L (-2)-(+2) Rendah Asidosis
Metabolik
SaO2 89 % >95% Rendah Hipoksia

Penjelasan :

Pada kasus
Komponen respirasi, pH menurun, paCO2 meningkat artinya asidosis respiratorik
Komponen metabolik, pH menurun, HCO3- menurun artinya asidosis metabolik
Ph + paCO2 + HCO3 : Terkompensasi Sebagian
Hasil : Asidosis respiratorik gabungan metabolik terkompensasi sebagian
2. Jelaskan terjadinya gagal nafas pada kasus diatas

CAP

Infeksi bakteri

Merangsang respon
inflamasi

Netrofil dan makrofag

Aktifasi proses fagasitosis

Dx : Bersihan jalan
Penumpukan fibrin, eksudat, napas tidak efektif
eritrosit, dan leukosit

Secret menumpuk pada Asma


Fagasitosis
bronkial

Obstruksi jalan napas Bronkospasme

Kegagalan ventilasi

Gangguan difusi & resestensi CO2

v/p Mismatch

PCO2 >50 mmhg dalam darah

Asidosis respiratorik

Dx gangguan pertukaan gas

Gagal nafas merupakan kondisi ketidakmampuan sistem pernapasan untuk memasok


oksigen yang cukup dan membuang karbondioksida. Keadaan ini menyebabkan terjadinya
hipoksemia, hiperkapnia, atau kombinasi keduanya. Faktor yang biasanya menyebabkan gagal
nafas yaitu ketidakbersihan jalan nafas, kelainan sistem pernapasan dan sistem lainnya,
termasuk gangguan sistem saraf.
Mikroorganisme pada pneumonia mengeluarkan toksin dan memicu reaksi inflamasi dan
mensekresikan mucus. Mucus membuat area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan
kapiler paru secara kontinu menurun, membuat terganggunya difusi O2 dan eliminasi CO2
(Sundari, 2013). Hal tersebut menyebabkan penurunan oksigen dalam darah. Jika oksigen
dalam darah menurun maka akan terjadi hipoksemia dan hipoksia sehingga menyebabkan
gagal napas.
Pada kasus masalah utama terjadi pada proses difusi sehingga terjadi penebalan membran paru
yang mengakibatkan sesak nafas, dan alveoli yang terganggu menyebabkan gangguan
pernafasan yang dapat berakibat pada gangguan fungsi sistem tubuh yang lainnya.

3. Pasien telah terpasang ventilator ; identifikasi fungsi paru dari pasien ; dan
identifikasi fungsi organ lain pada kasus ini
1. Fisiologi Ventilasi Mekanik
Pada saat inspirasi pernapasan normal yang spontan diawali dengan terjadinya
kontraksi otot diafragma dan otot pernapasan yang lain sehingga volume dada
mengembang dan membuat tekanan negatif dalam rongga dada. Tekanan negatif
ini menyebabkan udara di luar yang bertekanan lebih tinggi masuk ke dalam paru
paru dan terjadilah inspirasi. Jumlah udara yang masuk akan dianggap cukup
setelah otot otot diafragma dan pernapasan mulai relaksasi dan tekanan dalam
rongga dada sama dengan di luar tubuh. Ketika otot otot kembali ke posisi
semula terjadilah ekspirasi karena tekanan dalam rongga dada lebih tinggi
daripada di luar tubuh.
Pada penggunaan ventilasi mekanik, aliran udara dapat masuk ke paru paru
karena adanya tekanan positif buatan oleh ventilator, dimana fase ekspirasinya
terjadi secara pasif. Ventilator mengirimkan udara dengan memompakan ke paru
paru pasien, sehingga tekanan selama inspirasi adalah positif. Perbedaan tekanan
baik pada proses inspirasi dan ekspirasi menimbulkan dampak terhadap kondisi
hemostasis yang fisiologik.
Efek pada kardiovaskular terlihat karena tekanan positif yang diberikan
menyebabkan penurunan aliran darah balik ke jantung sehingga curah jantung
menurun. Penderita dengan status hemodinamik baik akan dapat
mengkompensasi perubahan ini dengan vasokontriksi, namun pada penderita
dengan gangguan saraf simpatis dan sedang mengalami hipovolemik sehingga
homeostasis terganggu dan pasien bisa jatuh dalam keadaan syok.
Perubahan pada paru sangat bervariasi tergantung keadaan paru pasien. Tekanan
inflasi yang tinggi dan lama dapat merusak membran kapiler paru, kerusakan
surfaktan, atelektasis, barotrauma, maldistribusi gas, dan penurunan kapasitas
residu fungsional.
Penggunaan ventilasi mekanik juga dapat mempengaruhi keseimbangan asam
basa dalam tubuh dikarenakan volume ventilasi yang besar dapat menyebabkan
hipocarbia dan alkalosis respiratorik. Hal ini menyebabkan vasokonstriksi
serebral dan peningkatan afinitas oksigen - hemoglobin. Hipokarbia tersebut
dapat diatasi dengan menggunakan ruang rugi tambahan. Efek pada organ lain
bisa dilihat dari menurunnya aliran darah ke hati dan ginjal akibat dari penurunan
curah jantung.
Tujuan dari ventilasi mekanik adalah mempertahankan ventilasi alveolar yang
tepat untuk kebutuhan metabolik pasien dan untuk memperbaiki hipoksemia dan
memaksimalkan transpor oksigen (Hudak & Gallo, 2010). bila fungsi paru untuk
melaksanakan pembebasan CO2 atau pengambilan O2 dari atmosfer tidak cukup,
maka dapat dipertimbangkan pemakaian ventilator (Rab, 2007). Tujuan fisiologis
meliputi membantu pertukaran gas
Pada penggunaan ventilasi mekanik, aliran udara masuk ke paru-paru karena
adanya tekanan positif buatan oleh ventilator, dimana fase ekspirasinya terjadi
secara pasif. Ventilator mengirimkan udara dengan memompakan ke paru paru
pasien, sehingga tekanan selama inspirasi adalah positif dan menyebabkan
tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga
toraks paling positif.
- identifikasi fungsi organ lain
Efek pada organ lain bisa dilihat dari menurunnya aliran darah ke hati dan ginjal
akibat penurunan curah jantung. Penurunan perfusi pada ginjal akan
mengakibatkan sekresi ADH dan aldosteron sehingga terjadi retensi natrium dan
air, dimana berujung pada ekskresi urin yang menurun.

● Identifikasi Fungsi Paru-paru

No Data Pasien Nilai Normal

1. Tidal volume Tidal volume normal


420 ml/jam, 500 ml/jam
2. frekuensi 12 hingga 20 kali per
napas 19 – 21 menit
x/menit

3. I : E (3 :1) I : E (2 :1)

4. CVP 15 Normalnya 5-12


cmH2O cmH2O (nilai CVP
yang tinggi
mengartikan klien
mengalami kelebihan
volume cairan, gagal
jantung sebelah
kanan)

5. frekuensi nadi Frekuensi nadi


88-98 x/menit normal
60-100x/menit

Menentukan Kategori derajat keparahan ARDS :


DIK :
- FiO2 50%
- PaO2 60 mmHg
Jawab :
Perhitungan nilai = PaO2/FiO2
= 60 /50 %
= 120 %

Berdasarkan kriteria Berlin, derajat keparahan ARDS juga dapat dibedakan menjadi:

● ARDS ringan: PaO2/FiO2 201 sampai ≤ 300 mmHg pada ventilator


dengan PEEP atau CPAP ≥5 cm H2O.
● ARDS sedang: PaO2/FiO2 100 sampai ≤200 mmHg pada ventilator
dengan PEEP atau CPAP ≥5 cm H2O
● ARDS berat: PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg pada ventilator dengan PEEP atau
CPAP ≥5 cm H2O
➔ Dapat disimpulkan derajat keparahan ARDS pasien adalah ARDS sedang dikarenakan hasil
PaO2/FiO2 120% dan penggunaan ventilator mode SIMV PS dengan PEEP 8.
➔ Penggunaan Ventilator Pada Pasien :
- SIMV (Synchronous Intermittent Mandatory Ventilation) : Menggabungkan spontan dan
ACV, memberikan napas bantuan tekanan positif pada interval tertentu dengan usaha pasien.
- PS (Pressure Support) : diberikan pada pasien karena pasien sudah dapat bernafas dengan
spontan
- PEEP (Positive End Expiratory Pressure) : Meningkatkan VA (Alveolar Ventilation),
peningkatan FRC (fungsi residual capacity); pencegahan atelectasis; digunakan pada edema
paru dan ARDS, digunakan dengan SIMV
★ Fungsi Ventilasi Pada Paru-Paru :

Menurut Rahajoe dkk, (1994) fungsi utama paru adalah sebagai alat pernapasan yaitu
melakukan pertukaran udara (ventilasi), bertujuan menghirup masuknya udara dari atmosfer
ke dalam paru-paru (inspirasi) dan mengeluarkan udara dari alveolar ke luar tubuh
(ekspirasi). Gagal nafas pasien disebabkan karena hiperkapnia atau kegagalan fungsi ventilasi
kegagalan ini ditandai dengan retensi CO2, disertai dengan penurunan pH yang abnormal,
penurunan PaO2, perbandingan nilai I : E (3:1), dan nilai perbedaan tekanan O 2 di alveoli-
arteri (A-a)DO2 meningkat atau normal.

Kegagalan ventilasi terjadi sebagai berikut : sebagian alveoli mengalami penurunan


ventilasi relatif terhadap perfusi, sedangkan sebagian lagi terjadi peningkatan ventilasi
relative terhadap perfusi. Awalnya daerah dengan ventilasi rendah dapat dikompesasi dengan
daerah terventilai tinggi sehingga tidak terjadi peningkatan PaCO 2. Tetapi apabila
ketidakseimbangan ventilasi ini sudah semakin beratnya maka mekanisme kompensasi
tersebut gagal sehingga terjadi kegagalan ventilasi yang ditandai oleh peningkatan PaCO 2,
penurunan PaO2, dengan peningkatan (A-a) DO2 yang bermakna

★ Fungsi Difusi Pada Paru-Paru

Proses difusi adalah perpindahan oksigen dari alveolus menuju kapiler darah dapat
terjadi karena tekanan partikel oksigen di dalam alveolus lebih tinggi daripada di dalam
darah. Difusi merupakan proses bergeraknya molekul dari area yang berkonsentrasi tinggi ke
area yang berkonsentrasi rendah. Pada kasus diatas fungsi difusi paru paru terganggu karena
pasien mengalami Acute Respiratory Distress Sydrome (ARDS) yaitu suatu kondisi
kegawatdaruratan yang terjadi karena adanya akumulasi cairan di alveoli yang menyebabkan
terjadinya gangguan pertukaran gas sehingga distribusi oksigen ke jaringan menjadi berkurang.

★ Fungsi Perfusi Pada Paru-Paru


Perfusi adalah proses dimana darah mengalir ke paru dan mengalami sirkulasi darah
di dalam pembuluh kapiler paru. Ventilasi / perfusi adalah mekanisme yang paling umum dan
sering terjadi pada saat penurunan ventilasi, biasanya perfusi atau saat daerah paru-paru
dengan penurunan lebih besar pada ventilasi daripada perfusi.

Pada kasus pasien menggunakan ventilator SIMV (Synchronous Intermittent


Mandatory Ventilation) Kelemahan utama dari ventilasi bertekanan positif yakni mengubah
rasio ventilasi-perfusi, efek pada peredaran darah yang berpotensi merugikan, dan risiko
barotrauma paru dan volutrauma. ventilasi bertekanan positif meningkatkan ruang mati (dead
space) fisiologis karena aliran gas secara khusus dialirkan ke bagian paru yang lebih
compliant, daerah nondependent dari paru-paru, sedangkan aliran darah (yang dipengaruhi
oleh gravitasi) mengisi daerah paru yang dependen. Namun ventilator tipe ini akan
memberikan tekanan positif di atas tekanan atmosfer sehingga dada dan paru mengembang
pada fase inspirasi, selanjutnya pada akhir inspirasi tekanan kembali sama dengan tekanan
atmosfer sehingga udara keluar secara pasif pada fase ekspirasi. Selama ventilasi bertekanan
positif, inflasi paru dicapai dengan secara berkala menerapkan tekanan positif ke saluran
napas bagian atas melalui (ventilasi mekanik non-invasif) atau melalui endotrakeal tube atau
trakeostomi. Peningkatan resistensi saluran napas dan penurunan complians paru bisa diatasi
dengan memanipulasi aliran dan tekanan gas inspirasi.

● Identifikasi Fungsi Organ Lain


Komplikasi yang akan dialami pada pasien dengan gagal nafas akut dapat berupa
penyakit paru, kardiovaskular, gastrointestinal (GI), penyakit menular, ginjal, atau gizi.
Komplikasi GI utama yang terkait dengan gagal napas akut adalah perdarahan, distensi
lambung, ileus, diare, dan pneumoperitoneum. Infeksi nosokomial, seperti pneumonia,
infeksi saluran kemih, dan sepsis terkait kateter, sering terjadi komplikasi gagal napas
akut.Ini biasanya terjadi dengan penggunaan alat mekanis. Komplikasi gizi meliputi
malnutrisi dan pengaruhnya terhadap kinerja pernapasan dan komplikasi yang berkaitan
dengan pemberian nutrisi enteral atau parenteral (Kaynar, 2016).
Komplikasi yang berhubungan dengan mesin dan alat mekanik ventilator pada pasien
gagal napas juga banyak menimbulkan komplikasi yaitu infeksi (Hb rendah, hematokrit
rendah, Leukosit tinggi, dan eritrosit rendah), desaturasi arteri, hipotensi (TD 98/60 mmHg),
barotrauma, komplikasi yang ditimbulkan oleh dipasangnya intubasi trakhea adalah
hipoksemia cedera otak, henti jantung, kejang, hipoventilasi, pneumotoraks, atelektasis.
Gagal napas akut juga mempunyai komplikasi di bidang gastrointestinal yaitu stress ulserasi,
ileus dan diare (Putri, 2013).
Kardiovaskular memiliki komplikasi hipotensi, aritmia, penurunan curah jantung,
infark miokard, dan hipertensi pulmonal. Komplikasi pada ginjal dapat menyebabkan acute
kidney injury dan retensi cairan. Resiko terkena infeksi pada pasien gagal napas juga cukup
tinggi yaitu infeksi nosokomial, bakteremia, sepsis dan sinusitis paranasal (Putri, 2013).
Berdasarkan kasus diatas diketahui hasil pemeriksaan mikrobiologi dengan
menggunakan sampel sputum ditemukan adanya bakteri coccus gram (+) yaitu genus
Staphylococcus sp dan Streptococcus sp, yang mana bakteri ini merupakan flora normal yang
dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan yang menjadi patogen apabila daya
tahan tubuh pasien menurun. Beberapa jenis bakteri coccus gram (+) selain dapat
menyebabkan infeksi pernapasan, ternyata dapat menyebabkan meningitis atau radang
selaput otak, dan selulitis atau infeksi pada kulit. Tidak hanya itu, ditemukan juga adanya
kuman staphylococcus hominis yang dapat menciptakan aroma bau tidak sedap karena
menghasilkan protein yang dapat memecah molekul keringat. Pasien sudah diberikan obat
ceftazidime yang merupakan obat antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri.
Ditemukan juga pada kasus jika pasien terpasang ventilator mode SIMV PS dengan
PEEP 8 sehingga menyebabkan asupan nutrisi pasien tidak dapat terpenuhi secara maksimal
karena reflek menelan (-). Oleh karena itu pasien dipasang NGT supaya tidak terjadi
malnutrisi pada pasien dengan pemberian nutrisi enteral : entramix : 70 ccx6 = 420 cc dalam
24 jam. Pasien diberikan obat omeprazole, obat yang digunakan dalam pengobatan penyakit
refluks gastroesofagus, ulkus peptikum, dan sindrom Zollinger-Ellison. Obat ini juga
digunakan untuk mencegah perdarahan saluran cerna atas pada orang yang berisiko tinggi.
Obat dapat diminum atau disuntikkan ke pembuluh darah. Pada kasus didapatkan hasil
laboratorium kadar klorida meningkat sebesar 110 mEq/L, yang mana normalnya kadar
klorida dalam tubuh adalah 96–106 mmol/L.
Selama penggunaan alat ventilator, dapat terjadi beberapa efek samping, yaitu:
- Luka pada mulut dan tenggorokan akibat tindakan intubasi.
- Infeksi paru-paru, biasanya akibat masuknya kuman melalui selang pernapasan yang
terpasang pada tenggorokan.
- Cedera paru-paru dan kebocoran udara ke rongga di luar paru-paru (pneumothorax)
- Kehilangan kemampuan untuk batuk dan menelan, sehingga dahak atau lendir pada
saluran napas bisa menumpuk dan mengganggu masuknya udara.

Selain itu, pasien yang terhubung dengan ventilator dan harus berbaring dalam waktu
yang lama berisiko mengalami luka dekubitus dan gangguan aliran darah akibat
tromboembolisme. Meski penggunaan ventilator memiliki peranan penting dalam perawatan
pasien, risikonya pun tidak sedikit. Penggunaan alat ventilator juga umumnya membutuhkan
biaya yang besar. Semakin lama pasien dirawat menggunakan ventilator, semakin banyak
biaya yang harus dikeluarkan.

4. Apakah masalah keperawatan yang muncul pada kasus tersebut

Data Analisis Etiologi Masalah Keperawatan

DO: Infeksi Saluran nafas Pola nafas tidak efektif


● Pola nafas abnormal ↓ (D.0005)
8x/menit Pembentukan cairan
(Bradipnea) berlebih (eksudat)

DS:
Efusi pleura
● Dispnea sejak 2 hari

yang lalu Penumpukan cairan dalam
rongga pleura

Penurunan ekspansi paru

Sesak nafas

Pola nafas tidak efektif

DO: Infeksi Saluran nafas Gangguan Pertukaran Gas


● PCO2 53 mmHg ↓ (D.0003)
(meningkat) Pembentukan cairan
● PO2 60 mmHg berlebih (eksudat)

(Menurun)
Efusi pleura
● HR 126x/menit ↓
(Takikardi) Penurunan ekspansi paru
● pH 7,26 (Menurun) ↓
● Suara nafas Penurunan suplai oksigen
tambahan (Snoring ↓
dan Ronchi) Gangguan pertukaran gas
● Warna kulit pucat
● Kesadaran
Somnolen
(menurun)
DS:
● Diketahui pasien
sesak napas
dirasakan sejak 2
hari yang lalu
(dyspnea)

DO: Infeksi saluran nafas Ketidakefektifan perfusi


● Penurunan ↓ jaringan perifer
kesadaran Gangguan sirkulasi ke
● CRT 3 detik jaringan
● Akral teraba dingin ↓
● Warna kulit pucat Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
DS:
● Keluarga
mengatakan pasien
mengalami sesak
dari 2 hari yang lalu

5. Sebutkan dan jelaskan intervensi yang harus dilakukan pada kasus tersebut
kelancaran airway, opa
Pemberian intubasi, ETT
bantuan nafas dengan ventilator
Pengeluaran sekret dengan suction bc kasus ada sekret
Perlu pemberian antibiotik terdefinisi

No Diagnosis Tujuan Intevensi

1. Pola nafas tidak efektif Pola nafas : inspirasi dan Manajemen jalan nafas
(D.0005) ekspirasi yang (I.01011)
memberikan ventilasi 1) Observasi
adekuat (L.01004) - Monitor
Setelah diberikan … pola nafas
selama 1x 24 jam
(frekuensi,
didapatkan kriteria hasil
- Ventilasi kedalaman,
meningkat usaha
- Dispnea menurun nafas)
- Penggunaan otot - Monitor
bantu nafas bunyi nafas
menurun tambahan
- Frekuensi nafas - Monitor
membaik sputum
2) Terapeutik
- Pertahanka
n kepatenan
jalan nafas
- Posisikan
semi fowler
atau fowler
- Lakukan
hiperoksige
nasi
sebelum
pengisapan
endotrakeal
- Keluarkan
sumbatan
benda padat
dengan
forceps
McGill
Manajemen Jalan nafas
Buatan (I.01012)
1) Observasi
- Monitor
posisi
selang
endotrakeal
(ETT),
terutama
setelah
mengubah
posisi
- Monitor
tekanan
balon ETT
setiap 4-8
jam
2) Terapeutik
- Cegah ETT
terlipat
- Ganti iksasi
ETT setiap
24 jam
- Ubah posisi
ETT setiap
24 jam
(kiri,
kanan)
- Lakukan
perawatan
mulut
3) Edukasi
- Jelaskan
kepada
pasien atau
keluarga
tujuan dan
prsedur
pemasanga
n jalan
nafas
buatan
2. Gangguan Pertukaran
Gas
(D.0003)

Diagnosa Outcome Intervensi

Pola Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi PEMANTAUAN


(D.0005) selama 1 x 24 jam maka pola RESPIRASI (I.01014)
napas membaik (L.01004) Observasi
dengan kriteria hasil: 1. Monitor frekuensi,
1. Dispnea menurun irama, kedalaman,
2. Frekuensi napas dan upaya napas
membaik 2. Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi)
3. Monitor adanya
sumbatan jalan napas
4. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
5. Auskultasi bunyi
napas
6. Monitor saturasi
oksigen
7. Monitor nilai AGD
8. Monitor hasil x-ray
toraks

Terapeutik
9. Atur interval waktu
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
10. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi

11. Jelaskan tujuan dan


prosedur pemantauan
12. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu

Anda mungkin juga menyukai