Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

TIGA ARTIKEL TENTANG FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN PROSES KOMUNIKASI

Oleh

NAMA: GIOVARO JUNIOR MUSSANIDA

NPM: 12114201200086
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat,taufiq dan hiayah-Nya kepada kita, sehingga kita dapat
menyelesaikan makalah inidengan judul “Bentuk Komunikasi Dalam
Keperawatan”.

Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam


penyelesaian makalah ini. Semoga dengan terselesaikannya makalah ini
kami harap, dapat membantu dan menambah wawasan bagi para
pembaca.Kami menyadari bahwa makalah ini kurang sempurna.

Oleh karena itu, dengan senang hati kami senantiasa menerima kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi dalam kehidupan sehari– hari merupakan sarana yang


penting untuk menjalin relasi dengan orang lain. Komunikasi juga dapat
memberikan pertukaran informasi dan dukungan emosional pada saat
mengalami stress (Elliot & Wright, 1999). Dalam bidang keperawatan,
komunikasi penting untuk menciptakan hubungan antara perawat dengan
pasien, untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana
tindakan serta kerja sama dalam memenuhi kebutuhan tersebut (Purwanto,
1994). Seorang perawat profesional selalu berusaha untuk berperilaku
terapeutik, yang berarti bahwa setiap interaksi yang dilakukannya
memberikan dampak terapeutik yang memungkinkan klien untuk tumbuh dan
berkembang. Oleh karena itu, perawat harus mampu meningkatkan
kemampuan dan pengetahuannya tentang dinamika komunikasi,
penghayatan terhadap kelebihan dan kekurangan diri serta kepekaan
terhadap kebutuhan orang lain (Hamid, 2000).

Menurut Nurjannah (2001), mampu terapeutik berarti seorang perawat


yang mampu melakukan atau mengkomunikasikan perkataan, perbuatan,
atau ekspresi yang memfasilitasi penyembuhan klien.

Beberapa penelitian tentang komunikasi terapeutik yang dilakukan, di


antaranya penelitian tentang hubungan karakteristik individu perawat dan
organisasi dengan penerapan komunikasi terapeutik di R. Rawat Inap Perjan
Rumah Sakit Persahabatan Jakarta yang dilakukan oleh Manurung (2004)
pada 147 perawat pelaksana yang sedang bertugas, menunjukkan bahwa
penerapan komunikasi terapeutik masih relatif kurang yaitu 46,3%.

Selain itu, penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan


efektifitas komunikasi terapeutik perawat pelaksana di ruang rawat inap
Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta yang dilakukan oleh Yahya (2004) pada
139 perawat dan 248 klien yang dirawat dengan tujuan untuk mengetahui
hubungan antara faktor-faktor yang menumbuhkan hubungan interpersonal
baik dengan efektifitas komunikasi terapeutik perawat-klien, menunjukkan
hasil bahwa dari delapan variabel independen yaitu keterpercayaan dan
kesinambungan, deskripsi, orientasi masalah, kejelasan, konsistensi,
spontanitas, persamaan dan profesionalisme, lima di antaranya yang
berhubungan secara signifikan dengan variabel dependen yaitu deskripsi,
orientasi masalah, kejelasan, keterpercayaan dan kesinambungan serta
konsistensi.

Perawat memandang manusia sebagai makhluk yang terdiri bio-


psikososio- kultural dan spiritual yang berespon secara utuh terhadap suatu
perubahan yang terjadi antara lain karena gangguan kesehatan dan
penyimpangan pemenuhan kebutuhan secara menyeluruh dan unik
diperlukan penyelesaian dengan pendekatan yang komprehensif dan bersifat
individual bagi tiap pasien, sedangkan intinya adalah falsafah keperawatan
memandang bahwa pasien sebagai manusia yang utuh yang harus dipenuhi
segala kebutuhannya baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial dan spiritual
yang diberikan secara menyeluruh yang tidak bisa dilakukan secara sepihak
atau sebagian dari kebutuhannya (Hamid, 2009).

Dalam upaya pemenuhan kebutuhan spiritual ini dapat meningkatkan


kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.
Kepuasan pasien merupakan respon yang diberikan oleh pasien setelah
membandingkan harapan-harapan yang dialami oleh pasien dengan apa
yang dialami oleh pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh (Winarti,
2016) terdapat pengaruh antara penerapan asuhan spiritual dengan
kepuasan pasien dengan P value 0,000. Disisi lain banyaknya fenomena
pelaksanaan keperawatan spiritual yang belum maksimal dilaksanakan
padahal hal ini merupakan aspek yang sangat penting dalam pelaksanaan
keperawatan secara komprehensif (Abu Bakar & Ninuk Dian Kurniawati,
2019) Salah satu indikator dalam pelaksanaan keperawatan spiritual diukur
berdasarkan kompetensi adalah kontak dan komunikasi.

Hubungan perawat dan pasien dapat terjalin dengan baik jika dimulai
dengan komunikasi dan kontak yang mebuat pasien menjadi nyaman dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan. (Leeuwen & Schep-Akkerman, 2015)
Namun dalam observasi sederhana yang dilakukan oleh peneliti ditemukan
banyaknya rumah sakit yang memiliki background spiritual namun belum
mengimplementasikan dengan baik dalam pemberian asuhan keperawatan.
Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kontak dan
komunikasi yang dilakukan oleh perawat kepada pasien sebagai bagian
dalam pelakasanaan keperawatan spiritual terhadap kepuasan spiritual
pasien.

Perawat yang memiliki kemampuan dan keterampilan baik dalam hal


berkomunikasi akan mudah menjalin hubungan dengan pasien maupun
keluarga (Liljeroos, Snellman, & Ekstedt, 2011).

Komunikasi yang baik dan benar merupakan poin penting yang harus
dimiliki oleh setiap tenaga kesehatan, khususnya perawat. Komunikasi
dibutuhkan oleh perawat dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan
baik kepada pasien maupun keluarga. Kemampuan seperti ini penting dan
harus ditumbuhkembangkan oleh perawat, sehingga menjadi suatu
kebiasaan dalam setiap menjalankan tugasnya dalam memberikan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

Menurut Suryani (2014), komunikasi berperan dalam kesembuhan


klien, berhubungan dalam kolaborasi yang dilakukan perawat dengan tenaga
kesehatan lainnya, dan juga berpengaruh pada kepuasan klien dan keluarga.
Hal tersebut menjadikan komunikasi dibutuhkan di setiap bentuk pelayanan
yang ada di Rumah Sakit. Salah satu bentuk pelayanan yang ada di Rumah
Sakit adalah ruangan intensive care unit (ICU) yaitu sebuah bentuk
pelayanan khusus pada pasien-pasien yang mengalami kondisi kritis.
Intensive care unit adalah unit perawatan khusus yang dikelola untuk
merawat pasien sakit berat dan kritis, cedera dengan penyulit yang akan
mengancam nyawa atau berpotensial mengancam nyawa dengan melibatkan
tenaga kesehatan terlatih serta didukung dengan kelengkapan peralatan
khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan, dan terapi pasien-pasien
(Depkes, 2006; Kepmenkes, 2010).

Kondisi pasien yang tidak stabil dan umumnya mengalami penurunan


kesadaran, menjadikan keluarga sebagai pihak penting dalam pembuat
keputusan yang berkaitan dengan tindakan keperawatan. Dalam kondisi
seperti itu, tentunya dibutuhkan komunikasi yang efektif antara perawat dan
keluarga.
1.2 Rumusan Masalah

 Hubungan Pengetahuan Komunikasi Terapeutik Terhadap


Kemampuan Komunikasi Perawat Dalam Melaksanakan
Asuhan Keperawatan Di RS. Elisabeth Purwokerto
 Hambatan komunikasi efektif perawat dengan keluarga pasien
 Pengaruh komuniksi terapeutik terhadap kecemasan lansia
yang tinggal di balai rahabilitas sosial “MANDIRI” PUCANG
GADING SEMARANG

1.3 Tujuan masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas yang ada, adapun tujuan yang


ingin di dapat dari penelitian untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh serta
besarnya pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap

 tingkat kemampuan komunikasi perawat dalam melaksanakan


asuhan keperawatan
 efektif perawat dengan keluarga pasien
 pengaruh komunikasi terhadap kecemasan lansia
BAB II

PEMBAHASAN

1. Hubungan Pengetahuan Komunikasi Terapeutik Terhadap


Kemampuan Komunikasi Perawat Dalam Melaksanakan Asuhan
Keperawatan.

Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pengetahuan


komunikasi terapeutik dengan kemampuan komunikasi terapeutik perawat
RS. Elisabeth dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Spearman’s
rho = 0,636 dengan nilai p = 0,001). Dengan demikian Ho ditolak dan Ha
diterima yang berarti bahwa ada hubungan antara pengetahuan
komunikasi terapeutik terhadap kemampuan komunikasi perawat RS.
Elisabeth dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan tentang


komunikasi terapeutik yang dimiliki menentukan kemampuan komunikasi
terapeutik perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Menurut
Potter dan Perry (2005), tingkat pengetahuan seseorang akan sangat
berpengaruh dalam berinteraksi dengan orang lain. Seseorang dengan
tingkat pengetahuan yang rendah akan sulit merespon pertanyaan atau
informasi yang menggunakan bahasa verbal dari orang yang tingkat
pengetahuannya tinggi.

Pesan yang disampaikan menjadi tidak jelas bila kata-kata yang


digunakan tidak dikenal pendengar atau penerima. Seorang komunikator
yang baik perlu mengetahui tingkat pengetahuan penerima pesan agar
informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik sehingga
interaksi dapat berjalan dengan baik. Nilai Spearman’s rho = 0,636 yang
menunjukkan tingkat keeratan hubungan antara pengetahuan komunikasi
terapeutik dengan kemampuan komunikasi perawat RS. Elisabeth
menurut Sugiyono (2003) termasuk dalam kategori kuat (0,60 – 0,799).

Kekuatan hubungan antara pengetahuan komunikasi terapeutik


dengan kemampuan komunikasi perawat RS. Elisabeth dalam
melaksanakan asuhan keperawatan mengindikasikan bahwa perawat
yang memiliki pengetahuan komunikasi terapeutik baik, akan memiliki
kemampuan komunikasi terapeutik yang baik pula. Sebaliknya jika
pengetahuan komunikasi terapeutik kurang baik, maka kemampuan
komunikasi terapeutik dalam melaksanakan asuhan keperawatan juga
kurang baik.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semakin banyak


pengetahuan komunikasi terapeutik yang dimiliki dan keterampilan atau
kemampuan perawat menerapkan komunikasi terapeutik dalam praktek
keperawatan sehari-hari merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan pelayanan keperawatan sehingga memberikan kepuasan
personal dan kepuasan profesional bagi perawat dan kepuasan bagi
pasien. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Perilaku
yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

2. Hambatan komunikasi efektif perawat dengan keluarga pasien

berhubungan dalam komunikasi antara perawat dengan keluarga pasien


di ICU yaitu usia, pendidikan, dan ekonomi.

1. Usia

Usia menjadi salah satu faktor demografi keluarga yang


mempengaruhi komunikasi. Hal ini dikarenakan cara kita
berkomunikasi dengan orang lain tentunya disesuaikan dengan faktor
demografi orang tersebut salah satunya adalah usia. Dalam hal ini kita
sebagai perawat harus bisa menyesuaikan dan menempatkan diri
dengan adanya perbedaan usia antara perawat dengan keluarga
pasien baik itu kepada yang lebih muda, sebaya, maupun kepada
yang lebih tua. Hal tersebut diungkapkan oleh 7 orang dari 10
informan yang diwawancara dengan beberapa kutipan informan di
bawah ini “……. udah sepuh kan ya pasti rada sulit sih kan harus
ngejelasinnya pelan-pelan …….” (P4) “……. harus dengan
menggunakan bahasa sederhana pokoknya yang mudah dimengerti
sama mereka ……” (P5) “…….. harus pelan-pelan banget, diulang-
ulang karna seringnya nggak paham …….” (P6)
2. Pendidikan

Selain usia, status pendidikan juga sangat mempengaruhi komunikasi


yang ada. Adanya perbedaan tingkat pendidikan seseorang
menjadikan setiap individu memiliki pemahaman yang berbeda dalam
mencerna informasi yang diberikan. Hal ini seperti yang diungkapkan
oleh 9 orang dari 10 informan bahwa mereka mengalami kesulitan
saat berkomunikasi dengan keluarga pasien yang memiliki status
pendidikan menengah ke bawah. Berikut adalah beberapa kutipan
yang diungkapkan oleh informan “……. gitu lah yang pendidikannya
rendah gitu kan keliatan juga kan ya pas ngobrol susah nyambung
……” (P2) “……. kalo yang latar belakang pendidikannya rendah gitu
ya seringnya udah dijelasin nih terus masih aja nggak ngerti ……” (P4)

3. Ekonomi

Salah satu status sosial yang dapat mempengaruhi komunikasi yang


ada adalah ekonomi. Hal ini dikarenakan dibutuhkan banyak pemikiran
dan pertimbangan apabila menyangkut tentang pembiayaan
mengingat hal ini merupakan sesuatu yang sensitif bagi keluarga
pasien. Dari hasil wawancara didapatkan 4 orang dari 10 informan
menyatakan bahwa ekonomi mempengaruhi komunikasi antara
mereka dengan keluarga pasien, seperti yang diungkapkan oleh
informan di bawah ini “……. kalo pemeriksaannya mahal ya wajar kan
ya namanya juga berhubungan sama duit” (P2) “……. masalah biaya
sih ujungujungnya …….” (P3) Kesalahpahaman Keragaman budaya
dan bahasa sering kali menjadi hambatan seseorang dalam
berkomunikasi. Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki perbedaan
budaya dan bahasa yang tentunya akan berpengaruh dalam
komunikasi antar individu. Dari hasil analisa data muncul dua sub
tema terkait kesalahpahaman komunikasi yang sering dialami oleh
perawat dalam berkomunikasi dengan keluarga pasien di ICU yaitu
budaya dan bahasa.
3. Pengaruh komuniksi terapeutik terhadap kecemasan lansia yang
tinggal di balai rahabilitas social.

Hasil penelitian didapatkan mean difference kecemasan lansia


kelompok kontrol dan intervensi yaitu -7,600.
Berdasarkan uji t independen, didapatkan nilai t hitung sebesar
- 4,962 dengan p-value sebesar 0,000. Oleh karena p-value 0,000 < 
(0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan
tingkat kecemasan lansia sesudah diberikan komunikasi terapeutik
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada pengukuran
posttest di Balai Rehabilitasi Pengaruh Komunikasi Terapeutik
Terhadap Kecemasan Lansia Yang Tinggal Di Balai Rehabilitasi Sosial
“Mandiri” Pucang Gading Semarang Siti Azizah, Puji Lestari, Liya
Novitasari 95 Sosial “Mandiri” Pucang Gading, Semarang. Ini juga
menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan komunikasi
terapeutik terhadap kecemasan pada lansia di Balai Rehabilitasi Sosial
“Mandiri” Pucang Gading Semarang.
Teori menyebutkan bahwa komunikasi merupakan hal yang
sangat penting dalam proses pemberian asuhan keperawatan.
Komunikasi yang terjalin baik akan menimbulkan kepercayaan
sehingga terjadi hubungan yang lebih hangat dan mendalam.
Kehangatan suatu hubungan akan mendorong pengungkapan beban
perasaan dan pikiran yang dirasakan oleh klien yang dapat menjadi
jembatan dalam menurunkan tingkat kecemasan yang terjadi
(Tamsuri, 2006).
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Komunikasi adalah suatu proses, bukan sesuatu yang bersifat


statis.Komunikasi memerlukan tempat, dinamis, menghasilkan perubahan
dalam usahamencapai hasil, melibatkan interaksi bersama, serta melibatkan
suatu kelompok

Saran

Setelah mambaca makalah ini kami mengharapkan kita sebagai


calontenaga kesehatan dapat memahami betul tentang cara berkomunikasi
yang baikterutama komunikasi kepada pasien, keluarga pasien, teman
sejawat, atau oranglain. Serta mengetahui hambatan yang dapat
mempengaruhi komunikasi

Anda mungkin juga menyukai