Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penyelenggaraan otonomi daerah harus diartikan sebagai upaya pemberdayaan daerah dan
masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam segala bidang kehidupan,
termasuk bidang pendidikan. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam bidang
pendidikan, diperlukan wadah yang dapat mengakomodasi pandangan, aspirasi, dan menggali
potensi masyarakat untuk menjamin demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas. Salah satu
wadah tersebut adalah Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan Komite Sekolah di
tingkat satuan pendidikan.

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan amanat rakyat yang telah tertuang dalam
UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000–2004.
Amanat rakyat ini selaras dengan kebijakan otonomi daerah, yang telah memposisikan
kabupaten/kota sebagai pemegang kewenangan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan
pendidikan. Pelaksanaan pendidikan di daerah tidak hanya diserahkan kepada kabupaten/kota,
melainkan juga dalam beberapa hal telah diberikan kepada satuan pendidikan, baik pada jalur
pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Dengan kata lain, keberhasilan dalam penyelenggaraan
pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah
propinsi, kabupaten/kota, dan pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat atau stakeholder 
pendidikan. Hal ini sesuai dengan konsep peran serta berbasis masyarakat(community-based
participation)  dan manajemen berbasis sekolah (school-based management), yang kini tidak
hanya menjadi wacana, tetapi telah mulai dilaksanakan di Indonesia.

Untuk melaksanakan amanat rakyat tersebut, pada tahun anggaran 2001 Pemerintah telah
melaksanakan rintisan sosialisasi pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di
Propinsi Sumatera Barat, Bali, dan Jawa Timur masing-masing satu kabupaten/kota. Selain itu
ada beberapa kabupaten/kota yang telah membentuk Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
berdasarkan inisiatif sendiri.

1
Berdasarkan hasil sosialisasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa keberadaan Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah memang dipandang sangat strategis sebagai wahana untuk
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Beberapa kalangan masyarakat yang diundang
untuk memberikan masukan tentang pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, pada
umumnya sangat antusias dan mendukung sepenuhnya gagasan ini.

Sesuai dengan aspirasi berbagai kalangan masyarakat tersebut, maka proses pembentukan
Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan Komite Sekolah di tingkat satuan pendidikan
memerlukan program sosialisasi dengan perencanaan yang matang. Agar program sosialisasi
dapat dilaksanakan dengan baik, diperlukan:

(1) materi sosialisasi berupa Panduan Umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah,

(2) petugas sosialisasi, dan

(3) koordinasi dengan pemerintah propinsi dan kabupaten/kota.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan dewan pendidikan dan komite sekolah?


2. Apa saja peran dan fungsi dari dewan pendidikan dan komite sekolah?
3. Apa yang menjadi urgensi pemberdayaan dewan pendidikan dan komite sekolah?
4. Bagaimana strategi pemberdayaan dewan pendidikan dan komite sekolah?
5. Bagaimana menjalin kerja sama dengan komite sekolah?

C. Tujuan

1. Mengetahui fungsi nilai akhir


2. Menjelaskan Faktor-faktor yang TurutDi Pertimbangan dalam Penilaian
3. Menjelaskan cara menentukan nilai akhir

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah


1. Pengertian Dewan Pendidikan

Keputusan Menteri Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah menyatakan bahwa Dewan Pendidikan adalah badan yang mewadahi peran serta
masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan
di kabupaten/ kota. Nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing-
masing, seperti Dewan Pendidikan, Majelis Pendidikan, atau nama lain yang disepakati. Ruang
lingkup pendidikan meliputi pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah, dan jalur
pendidikan luar sekolah.

Gunawan (2012) menyatakan bahwa Dewan Pendidikan merupakan badan yang bersifat
mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan satuan pendidikan maupun lembaga
pemerintah lainnya. Posisi Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, satuan pendidikan, dan
lembaga-lembaga pemerintah lainnya mengacu pada kewenangan masing-masing berdasarkan
ketentuan yang berlaku.

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan


Pendidikan pasal 192 ayat 8 menyatakan bahwa Dewan Pendidikan adalah lembaga mandiri
yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan, sedangkan dalam
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 56 ayat 2 yang
menyatakan Dewan Pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan
dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional,
provinsi, dan kabupaten/ kota yang tidak mempunyai hubungan hierarkis.

Dapat disimpulkan bahwa Dewan Pendidikan adalah badan yang mewadahi peran serta
masyarakat, yang bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan satuan
pendidikan maupun lembaga pemerintah lainnya dan beranggotakan berbagai unsur masyarakat
yang peduli pendidikan.

3
2. Pengertian Komite Sekolah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Online), disebutkan bahwa komite adalah sejumlah
orang yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas tertentu (terutama dalam hubungan dengan
pemerintahan); atau disebut juga sebagai panitia.

Keputusan Menteri Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
menyatakan bahwa Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat dalam
rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik
pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah. Nama
badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing- masing satuan pendidikan, seperti
Komite Sekolah, Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan sekolah, Majelis Sekolah,
Majelis Madrasah, Komite TK, atau nama lain yang disepakati. BP3 (Badan Pembantu Penyelenggara
Pendidikan), komite sekolah dan/atau majelis sekolah yang sudah ada dapat memperluas fungsi, peran,
dan keanggotaan sesuai dengan acuan ini.

Nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing satuan
pendidikan, seperti Komite Sekolah, Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar
Sekolah,Dewan Sekolah, Majelis Sekolah, Komite Taman Kanak-kanak, atau namalain yang
disepakati. Komite sekolah berkedudukan disatuan pendidikan.peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelengaraan Pendidikan pasal 197 ayat 2 menyatakan
masa jabatan pengurus Komite Sekolah adalah 3 (tiga) tahun dapat dipilih kembali 1 (satu) kali
masa jabatan.

Komite sekolah dapat terdiri dari satu satuan pendidikan, atau beberapa satuan pendidikan dalam
jenjang yang sama, atau beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenjang tetapiberada pada lokasi yang
berdekatan,atau satuan-satuan pendidikan yang dikelola oleh suatu penyelenggara pendidikan,atau karena
pertimbangan lainnya. Komite Sekolah bersifat mandiri,tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan
lembaga pemerintahan. Hal inidipertegas dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 56 ayat 3 yang menyatakan komite sekolah/madrasah sebagai lembaga
mandiri, dibentuk danberperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan
pertimbangan,Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan pasal 192 ayat 8 menyatakan bahwa Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang
beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli
pendidikan

4
B. Peran dan Fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
1. Peran Dewan Pendidikan

Keputusan Menteri Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah menyatakan bahwa Dewan Pendidikan berperan sebagai:

a. pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan


pendidikan;
b. pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga
dalam penyelenggaraan pendidikan;
c. pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan; dan
d. mediator antara pemerintah (eksekutif, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD,
legistaltif) dengan masyarakat.

2. Fungsi Dewan Pendidikan

Keputusan Menteri Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan


Komite Sekolah menyatakan bahwa Dewan Pendidikan berfungsi sebagai:

a. mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadapa penyelenggaraan


pendidikan yang bermutu
b. melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan/organisasi), pemerintah, dan
DPRD berkenan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
c. menampung dan menganalisis aspirasi ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan
yang diajukan oleh masyrakat
d. memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada pemerintah daerah/DPRD
mengenai kebijakan dan program pendidikan; kriteria tenaga daerah dalam bidang
pendidikan; kriteria tenaga pendidikan, khususnya guru/tutor dan kepala satuan
pendidikan; kriteria fasilitas pendidikan; dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan;
e. mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung
peningkatan mutu dna pemerataan pendidikan, dan

5
f. melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan
keluaran pendidikan.
3. Peran Komite Sekolah

Keputusan Menteri Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah menyatakan bahwa peran Komite Sekolah adalah
a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan
pendidikan di satuan pendidikan
b. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud financial, pemikiran maupun tenaga
dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;
c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidika
d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.

4. Fungsi Komite Sekolah

Keputusan Menteri Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan


Komite Sekolah Komite sekolah berfungsi:

a. mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaran


pendidikan yang bermutu;
b. melakukan pekerjaan dengan masyarakat (perorangan/ organisasi/ dunia usaha/ dunia
industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaran pendidikan yang bermutu; (3)
menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan,dan berbagai kebutuhan pendidikan
yang diajukan oleh masyarakat;
c. memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan
mengenai kebijakan dan program pendidikan, Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah
(RKAS), kriteria kinerja satuan pendidikan, kriteria tenaga kependidikan, kriteria fasilita
d. s pendidikan, dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan;
e. mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung
peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan;
f. menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di
suatu pendidikan; dan

6
g. melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaran, dan
keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

C. Urgensi Pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

Maksud dibentuknya Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah agar ada suatu
organisasi masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap
peningkatan kualitas pendidikan. Dewan pendidikan dan Komite Sekolah dibentuk dan
dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya, demografis, ekologis, nilai kesepakatan,
serta kepercayaan yang dibangun sesuai dengan potensi masyarakat setempat, sehingga
pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan pengembang kekayaan
filosofis masyarakat secar kolektif. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah mengembangkan
konsep berorientasi pada:

(1) pengguna (client model),

(2) berbagi kewenangan (power sharing and advocacy model), dan

(3) kemitraan (partnership model). Keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
difokuskan pada peningkatan mutu pendidikan.

D. Strategi Pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

Menurut Rahdiyanta, strategi pemberdayaan melihat kondisi dan keprihatinan terhadap


kualitas pendidikan dengan tidak optimalnya peran komite sekolah, maka perlu berbagai strategi
untuk melakukan pemberdayaan komite sekolah. Bentuk pemberdayaan komite sekolah dapat
dilakukan dengan cara :

1. Pemberdayaan Komite Sekolah dilakukan secara bottom up oleh Dewan Pendidikan


Kabupaten/Kota. Untuk dapat melaksanakan kegiatan pemberdayaan Komite Sekolah, Dewan
Pendidikan Kabupaten/Kota harus memiliki tenaga fasilitator yang mempunyai tugas untuk
melakukan pendampingan kepada Komite Sekolah. Kegiatan pendampingan ini
dikoordinasikan oleh fasilitator dari Dewan Pendidikan Provinsi. Konsep pemberdayaan
Komite Sekolah ini merupakan peningkatan dari kegiatan sosialisasi yang biasanya telah
dilakukan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota selama ini. Kegiatan sosialisasi selama ini

7
memang telah dilaksanakan oleh Dewan Pendidikan. Namun kegiatan itu lebih merupakan
kegiatan pertemuan, yang isinya berupa ceramah dan tanya jawab. Peserta kegiatan ini
biasanya bersifat massal, dan selepas pertemuan, peserta biasanya akan kembali kepada
kebiasaan lama, tidak banyak mengubah pola pikir (mindset). Kegiatan sosialisasi seperti itu
hanya berupa penyampaian informasi tanpa menimbulkan perubahan sikap dan kebiasaan
dalam kinerja organisasi. Lalu, apakah pemberian informasi seperti itu memang tidak
diperlukan lagi? Secara umum memang masih bisa dilaksanakan. Namun, pemberian
informasi seperti itu, harus diikuti dengan penerapan pola-pola yang lebih bersifat
pendampingan atau fasilitasi langsung kepada Komite Sekolah. Dengan demikian, kegiatan
sosialisasi itu perlu ditingkatkan menjadi kegiatan pemberdayaan, dengan titik berat sebagai
kegiatan pendampingan kepada setiap kelompok Komite Sekolah, menyerap langsung
masalah yang dihadapi, dan kemudian bersama-sama Komite Sekolah berusaha untuk
memecahkannya. Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota perlu memiliki Tim Fasilitator tingkat
kabupaten/kota, yang terjun langsung ke setiap Komite Sekolah, atau setidaknya ke berbagai
forum kegiatan Komite Sekolah. Fasilitator bukanlah birokrat yang sedang turun ke lapangan
atau sedang melakukan turba (turun ke bawah). Fasilitator adalah pendamping yang setia
Komite Sekolah, yang bersama- sama ikut membentuk Komite Sekolah secara demokratis,
transparan, dan akuntabel.
2. Pelaksanaan program pemberdayaan Komite Sekolah sekaligus mempunyai tujuan ibarat
pisau bermata dua. Satu sisi memang untuk memberdayaan Komite Sekolah, di sisi lain
sekaligus juga untuk memberdayaan Dewan Pendidikan. Untuk dapat melaksanakan program
pemberdayaan Komite Sekolah dengan baik, maka Dewan Pendidikan harus dapat
memberdayakan dirinya sendiri. Tahap awal mengirimkan master trainer untuk mengikuti
training of trainer (TOT) di Jakarta, dan pada tahap berikutnya melakukan TOT mandiri
dengan menggunakan master trainer yang telah dimilikinya.

3. Untuk menghasilkan fasilitator pemberdayaan Komite Sekolah sebagaimana yang diharapkan


tersebut, perlu diadakan TOT (training of trainer) fasilitator pemberdayaan Komite Sekolah,
yang diikuti oleh calon-calon fasilitator yang dikirimkan oleh Dewan Pendidikan
Kabupaten/Kota dan Provinsi. Melalui kegiatan TOT Pemberdayaan Komite Sekolah ini, para

8
peserta diharapkan dapat menjadi fasilitator pemberdayaan Komite Sekolah, dengan tugas
antara lain:
a. memberikan fasilitasi Komite Sekolah, khususnya dalam proses pembentukan Komite
Sekolah,
b. memberikan pendampingan dalam perumusan program dan kegiatan Komite Sekolah
selaras dengan peran dan fungsi Komite Sekolah,
c. membentuk Komite Sekolah Inti (KSIn) dan Komite Sekolah Imbas (KSIm),
d. membangun forum komunikasi Komite Sekolah di daerah kabupaten/kota, dan
e. memberikan fasilitasi untuk menjalin hubungan yang tidak harmonis antara Komite
Sekolah dengan pihak sekolah, serta dunia usaha dan industri (DUDI). Hasil kegiatan
pemberdayaan Komite Sekolah tersebut dilaporkan kepada Dewan Pendidikan
Kabupaten/Kota dan Provinsi. Dengan demikian, Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dan
Provinsi secara berkala memperoleh laporan tentang keadaan dan masalah Komite
Sekolah di daerahnya.
4. Kegiatan TOT tersebut memerlukan bahan atau materi pemberdayaan Komite Sekolah.
Untuk menyiapkan materi dasar yang akan digunakan oleh tim fasilitator perlu dibuatkan
beberapa modul pemberdayaan Komite Sekolah. Modul-modul tersebut bukan hanya akan
diberikan sebagai materi yang akan diberikan dalam kegiataan TOT, tetapi akan menjadi
bekal dasar yang akan digunakan oleh fasilitator untuk melaksanakan tugasnya di lapangan.

Sedangkan menurut Tjuana, Program pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite


Sekolah dapat dinilai berhasil jika telah tercapai beberapa indikator sebagai berikut:

a. Proses pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tidak lagi dilakukan secara
instan, melainkan melalui proses dan mekanisme yang demokratis, transparan, dan
akuntabel sesuai dengan AD/A
b. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah harus benar-benar telah menjadi lembaga
masyarakat yang mandiri, dengan melaksanakan prinsip manajemen yang demokratis,
transparan, dan akuntabel.
c. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di masa depan benar-benar telah menjadi lembaga
masyarakat yang diakui eksistensinya secara mantap oleh pemangku kepentingan
(stakeholder).

9
d. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di masa depan dapat menjalin hubungan dan kerja
sama kemitraan dengan institusi terkait untuk melaksanakan peran dan fungsinya secara
optimal.
e. Dengan kata lain, tidak ada lagi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah “stempel’ dan
Komite Sekolah “eksekutor”. Dengan kata lain, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
yang berhasil dibentuk adalah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang memiliki
semangat kemitraan dengan pemerintah daerah dan satuan pendidikan sekolah/madrasah.
f. Jika ada permasalahan antara pemerintah daerah dengan Dewan Pendidikan dan antara
satuan pendidikan sekolah/madrasah dan Komite Sekolah dapat diselesaikan secara mandiri
oleh Dewan Pendidikan dan satuan pendidikan sekolah/madrasah.
g. Secara bertahap diharapkan agar Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah segera dapat
melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal untuk meningkatkan mutu layanan
pendidikan di daerah dan satuan pendidikan sekolah/madrasah masing-masing.

E. Menjalin Kerjasama dengan Komite Sekolah

Menurut Benty (2015), Komite Sekolah dapat dijadikan wadah oleh sekolah dalam rangka:

a. memperoleh dukungan orangtua dan masyarakat; dan


b. memberdayakan orangtua dan masyarakat untuk melakukan pengembangan dan perubahan
sekolah agar terus lebih baik secara kontinu. Pemberdayaan komite sekolah menjadi hal
yang urgen dilakukan oleh sekolah. Kepala sekolah dalam hal ini harus dapat benar-benar
mengoptimalkan orang-orang kunci agar dapat menjadi komite sekolah, sehingga dengan
demikian agar dapat dihindari fenomena bahwa komite sekolah hanya sebagai alat legalitas
sekolah belaka.
1. Menjalin Kerjasama Komite Sekolah untuk Memperoleh Dukungan Orangtua Dan
Masyarakat
Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pendidikan merupakan keikutsertaannya dalam
memberikan gagasan, kritik membangun, dukungan, dan pelaksanaan pendidikan. Partisipasi
masyarakat dalam sistem pemerintahan yang kebijakannya bersifat sentralistik, partisipasi
masyarakat dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat dan diimplementasikan tidak begitu
dipermasalahkan. namun dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, tingginya

10
partisipasi masyarakat dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan kebijakan tersebut. Partisispasi
masyarakat dapat dikelompokkan secara kuantitatif dan kualitatif. Partisipasi kuantitatif
menunjuk pada frekuensi keterlibatan masyarakat dalam implementasi setiap kebijakan,
sedangkan partisipasi kualitatif menunjuk kepada tingkat dan derajat keterlibatannya.

Sekolah dan masyarakat merupakan partnership dalam berbagai aktivitas yang berkaitan
dengan aspek-aspek pendidikan, diantaranya:

a. sekolah dengan masyarakat merupakan satu keutuhan dalam menyelenggarakan pendidikan


dan pembinaan pribadi peserta didik;
b. sekolah dengan tenaga kependidikan menyadari pentingnya kerjasama dengan masyarakat,
bukan saja dalam melakukan pembaruan tetapi juga dalam menerima berbagai konsekuensi
dan dampaknya, serta mencari alternative pemecahannya;
c. sekolah dengan masyrakat sekitar memiliki andil dan mengambil bagian serta bantuan dalam
pendidikan di sekolah, untuk mengembangkan berbagai potensi secara optimal sesuai
dengan harapan peserta didik;
d. member kesempatan kepada anak untuk mengembangkan gagasan, ide, dan berbagai
aktivitas yang menunjang kegiatan belajar;
e. menciptakan situasi demokratis di rumah;
f. memahami apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh sekolah, dalam
mengembabngkan potensi anaknya;
g. menyediakan sarana belajar yang memadai, sesuai dengan kemampuan orangtua dan
kebutuhan sekolah.

2. Menjalin Kerjasama Komite Sekolah Untuk Melakukan Perubahan


Perubahan terjadi sepanjang hidup, sekolah berkembang, artinya berubah menjadi lebih baik
misalnya dari kurang disiplin menjadi memiliki disiplin tinggi. Perubahan di sekolah selalu
melibatkan banyak pihak, tenaga kependidikan, peserta didik, orangtua, dan masyaraakt sekitar.
Tugas kepala sekolah adalah menggandeng komite sekolah untuk menjadi agen perubahan
(agent of change)yang mendorong dan mengelola agar semua pihak termotivasi dan berperan
aktif dalam perubahan tersebut. Proses inovasi dan penyelesaian masalah itu bisa berlangsung

11
secara sederhana, tetapi bisa juga secara rasional dan rinci. Kepala sekolah sebagai agen
perubahan sebaiknya dapat mengimplementasikan empat fungsi dalam proses inovasi, yakni
sebagai catalyst, solution giver, process helper, dan resources linker.keempat fungsi tersebut
bersifat saling melengkapi
Penyelenggaraan otonomi daerah harus diartikan sebagai upaya pemberdayaan daerah dan
masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam segala bidang kehidupan,
termasuk bidang pendidikan. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam bidang
pendidikan, diperlukan wadah yang dapat mengakomodasi pandangan, aspirasi, dan menggali
potensi masyarakat untuk menjamin demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas. Salah satu
wadah tersebut adalah Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan Komite Sekolah di
tingkat satuan pendidikan.

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan amanat rakyat yang telah tertuang dalam
UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000–2004.
Amanat rakyat ini selaras dengan kebijakan otonomi daerah, yang telah memposisikan
kabupaten/kota sebagai pemegang kewenangan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan
pendidikan. Pelaksanaan pendidikan di daerah tidak hanya diserahkan kepada kabupaten/kota,
melainkan juga dalam beberapa hal telah diberikan kepada satuan pendidikan, baik pada jalur
pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Dengan kata lain, keberhasilan dalam penyelenggaraan
pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah
propinsi, kabupaten/kota, dan pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat atau stakeholder 
pendidikan. Hal ini sesuai dengan konsep peran serta berbasis masyarakat(community-based
participation)  dan manajemen berbasis sekolah (school-based management), yang kini tidak
hanya menjadi wacana, tetapi telah mulai dilaksanakan di Indonesia.

Untuk melaksanakan amanat rakyat tersebut, pada tahun anggaran 2001 Pemerintah telah
melaksanakan rintisan sosialisasi pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di
Propinsi Sumatera Barat, Bali, dan Jawa Timur masing-masing satu kabupaten/kota. Selain itu
ada beberapa kabupaten/kota yang telah membentuk Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
berdasarkan inisiatif sendiri.

Berdasarkan hasil sosialisasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa keberadaan Dewan


Pendidikan dan Komite Sekolah memang dipandang sangat strategis sebagai wahana untuk

12
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Beberapa kalangan masyarakat yang diundang
untuk memberikan masukan tentang pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, pada
umumnya sangat antusias dan mendukung sepenuhnya gagasan ini.

Sesuai dengan aspirasi berbagai kalangan masyarakat tersebut, maka proses pembentukan
Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan Komite Sekolah di tingkat satuan pendidikan
memerlukan program sosialisasi dengan perencanaan yang matang. Agar program sosialisasi
dapat dilaksanakan dengan baik, diperlukan:

(1) materi sosialisasi berupa Panduan Umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah,

(2) petugas sosialisasi, dan

(3) koordinasi dengan pemerintah propinsi dan kabupaten/kota.

13
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dewan Pendidikan adalah badan yang mewadahi peran serta masyarakat, yang bersifat
mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan satuan pendidikan maupun lembaga
pemerintah lainnya dan beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan.
Sementara Komite Sekolah adalah sejumlah orang yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas
tertentu (terutama dalam hubungan dengan pemerintahan) yang berhubungan pendidikan.

Keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dipandang sangat penting, karena
keberadaannya dirasa strategis sebagai wahana untuk meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia. Maksud dibentuknya Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah agar ada suatu
organisasi masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap
peningkatan kualitas pendidikan.

Komite Sekolah dapat dijadikan wadah oleh sekolah dalam rangka: (1) Menjalin kerjasama
Komite Sekolah untuk memperoleh dukungan orangtua dan masyarakat; dan (2) menjalin
kerjasama Komite Sekolah untuk melakukan perubahan. Jadi dengan adanya Dewan Pendidikan
dan Komite Sekolah, tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan dukungn dari masyarakat,
namun juga dapat memberikan perubahan kepada sekolah itu sendiri.

B. KESIMPULAN

Fungsi nilai akhir meliputi: fungsi intruksional, fungsi informatif, fungsi bimbingan dan
fungsi administratif.

Faktor-faktor pertimbangan dalam menentukan nilai akhir adalah: prestasi/pencapaian,


usaha, aspek pribadi dan sosial, dan kebiasaan bekerja.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Cara Menentukan Nilai Akhir.

https://efoelmath89.wordpress.com/2013/03/31/cara-menentukan-nilai-akhir/

Arikunto. S. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.PT Bumi Aksara. Jakarta

15

Anda mungkin juga menyukai