Anda di halaman 1dari 12

UJIAN TENGAH SEMESTER

ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN


(HSPB 802)

Dosen Pengajar:
Ir. Eliatun, S.T., M.T. IPM
NIP. 19750525 200501 2 004

Oleh:
Muhammad Faisal Rijani
NIM. 1810811110026

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL
BANJARBARU
2020
SOAL 1
Uraikan dengan jelas mengenai perkembangan Hukum Konstruksi di Indonesia!
Jawab:
Sektor konstruksi dan bangunan di Indonesia mengalami lonjakan nilai yang
terus naik. Dan Sektor konstruksi di Indonesia telah berkembang 7-8 persen. Salah
satu penyebabnya adalah karena tingginya permintaan untuk perumahan dan
tingginya pertumbuhan sektor properti di beberapa kota besar di seluruh Indonesia.
Investasi publik adalah kunci dalam rencana pemerintah untuk fasilitas umum.
Fasilitas umum seperti membangun jalan, sumber daya air dan infrastruktur
pemukiman warga untuk pembangunan jangka panjang.
Perusahaan konstruksi asing telah masuk ke Indonesia selama beberapa tahun.
Pada tahun 2011, jumlah perusahaan kontraktor asing yang terdaftar di Indonesia
adalah 128, sebagian besar berasal dari Jepang. Jumlah perusahaan konsultan yang
terdaftar di Indonesia adalah 78, dan jumlah kontraktor EPC adalah 23. Pada tahun
2012, 5 kontraktor dari India juga masuk ke Indonesia.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Asosiasi Konstruksi Indonesia (AKI)
pada semester pertama tahun 2011 melihat pertumbuhan 6,4 persen. Sektor swasta
berkembang hingga 65 persen dari semua proyek konstruksi. Tahun lalu misalnya
Pemerintah merencanakan pembangunan lebih dari 4000 kilometer jalan, 150
kilometer dari jalur rel dan 14 bandara, semua bagian dari program pembangunan
yang bertujuan untuk meningkatkan transportasi dan logistik hubungan di seluruh
negeri.
Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan
konstruksi. Sektor jasa konstruksi merupakan kegiatan masyarakat mewujudkan
bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi
kemasyarakatan guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Jasa
Konstruksi diatur dengan UU tersendiri dan harus menyesuaikan dengan
perkembangan zaman. UU Jasa Konstruksi terbaru saat ini adalah Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mencabut


UndangUndang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, karena belum dapat
memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika perkembangan
penyelenggaraan jasa konstruksi. UU 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi disahkan
Presiden Joko Widodo pada tanggal 12 Januari 2017. UU 2 tahun 2017 diundangkan
oleh Yasonna H. Laoly, Menkumham RI pada Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 11. Dan Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017
tentang Jasa Konstruksi dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6018 pada tanggal 12 Januari 2017 di Jakarta.
Latar belakang terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi adalah:

a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan


makmur yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
b. b. bahwa sektor jasa konstruksi merupakan kegiatan masyarakat mewujudkan
bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial
ekonomi kemasyarakatan guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan
nasional
c. bahwa penyelenggaraan jasa konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian
hokum
d. bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi belum
dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika
perkembangan penyelenggaraan jasa konstruksi
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi;

Landasan hukum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa


Konstruksi adalah Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sesuai dengan tujuan pembangunan tersebut
maka kegiatan pembangunan baik fisik maupun non fisik memiliki peranan yang
penting bagi kesejahteraan masyarakat. Sektor Jasa Konstruksi merupakan kegiatan
masyarakat dalam mewujudkan bangunan yang berfungsisebagai pendukung atau
prasarana aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan dan menunjang terwujudnya
tujuan pembangunan nasional.

Selain berperan mendukung berbagai bidang pembangunan, Jasa Konstruksi


berperan pula untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri
barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan secara
luas mendukung perekonomian nasional. Oleh karena penyelenggaraan Jasa
Konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian hukum, sedangkan Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi belum dapat memenuhi
tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika perkembangan
penyelenggaraan jasa konstruksi, maka perlu dilakukan penyempurnaan pengaturan
bidang Jasa Konstruksi.
SOAL 2
Jelaskan mengenai Prinsip Hukum Pemborongan menurut KUHPdt dan menurut
UUJK No.02 tahun 2017!
Jawab:
Menurut Pasal 1 UUJK Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi
konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi. Dalam Pasal 1604 sampai dengan Pasal
1615 KUH Perdata Buku Ke Tiga Tentang Perikatan pada Bagian Ke Enam Tentang
Pemborongan Pekerjaan digunakan istilah pemborong untuk pekerjaan konstruksi.

Ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan di dalam KUHPerdata berlaku


baik bagi perjanjian pemborongan pada proyek-proyek swasta maupun pada proyek-
proyek pemerintah. Perjanjian pemborongan pada KUHPerdata itu bersifat pelengkap
artinya ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan dalam KUHPerdata dapat
digunakan oleh para pihak dalam perjanjian pemborongan atau para pihak dalam
perjanjian pemborongan dapat membuat sendiri ketentuan-ketentuan perjanjian
pemborongan asal tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan
ketertiban umum dan 10 kesusilaan.

Perjanjian (Overeenkomst) merupakan suatu peristiwa dimana pihak yang satu


berjanji kepada pihak lain untuk melaksanakan suatu hal berdasarkan peristiwa
tersebut, lalu timbul Hubungan Hukum antara kedua belah pihak. Persetujuan atau
perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana pihak yang satu berjanji kepada pihak
yang lain untuk melaksanakan suatu hal berdasarkan peristiwa tersebut, lalu timbul
hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan hukum itulah yang dinamakan
perikatan. Undang-undang menyatakan bahwa sumber-sumber dari perikatan adalah
perjanjian dan undang-undang (pasal1233KUHPerdata). Disebutkan pula (Pasal 1352
KUIlPerdata) bahwa perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-undang bisa
timbul dari undang-undang saja, atau dari undang- undang sebagai akibat dari
perbuatan manusia.

Perlu dijelaskan bahwa perikatan yang timbul dari perundang-undangan


terbagi atas:

a. Karena undang-undang saja, misalnya hukum perkawinan dalam hal hubungan


antara orang tua dengan anak, dan hukum kewarisan.
b. Karena akibat dari undang-undang, yaitu akibat yang dikarenakan dari perbuatan
orang atau manusia menurut hukum dan terjadi karena perbuatan yang
diperbolehkan hukum (sah) dan yang bertentangan dengan hokum (tidak sah).
Mengenai prinsip hubungan hukum dalam perjanjian pemborongan yang terdapat
dalam KUHPerdata adalah sebagai berikut:

a. Prinsip Korelasi Tanggung Jawab Para Pihak


Prinsip ini menyatakan tanggung jawab dari para pihak yang dikaitkan dengan
penyediaan bahan bangunan. Dalam hal ini Pasal 1604 KUHPerdata menentukan
bahwa dalam suatu perjanjian pekerjaan pemborongan, jika pihak pemborong
yang harus menyediakan bahan bangunannya, maka apabila sebelum diserahkan
pekerjaan rusak atau hancur dan dalam keadaan bagaimana pun juga setiap
kerugian yang timbul adalah merupakan tanggung jawab dari pihak pemborong,
kecuali dapat dibuktikan bahwa pihak pemberi tugas juga ikut melakukan
kesalahan yang merupakan kausa dari kondisi pekerjaan tersebut. Sebaliknya
apabila bahan bangunan disediakan oleh pihak pemberi tugas sementara pihak
pemborong hanya berkewajiban melakukan pekerjaan dari segi tenaganya saja,
maka apabila pekerjaannya musnah dan dalam hal ini pihak pemborong hanya
bertanggung jawab untuk kesalahannya saja.
Sehubungan dengan hal tersebut terakhir, yakni dalam hal pihak pemborong
hanya berkewajiban melakukan pekerjaannya saja, kemudian pekerjaannya
musnah sebelum diserahkan tanpa ada kesalahan dari pihak pemborong, maka
pihak pemborong tetap tidak berhak untuk menerima harga borongan, kecuali
dalam hal:
1. Pemberi tugas telah bersalah yakni lalai memeriksa dan menyetujui
pekerjaannya,
2. Musnahnya pekerjaan tersebut akibat dari cacat dari bahan yang
bersangkutan.

b. Prinsip Ketegasan Tanggung Jawab Pemborong


Menurut prinsip ini terhadap suatu pembangunan gedung (Pasal 1605)
KUHPerdata, maka pihak pemborong yang juga dianggap sebagai ahli bangunan
mesti bertanggung jawab secara hukum atas pekerjaan yang dibuatnya, jika
kemudian bangunannya musnah atau rubuh (seluruhnya atau sebagian) asal
memenuhi syarat-syarat sebagai )berikut:
1. Yang diborongkan adalah pembangunan Gedung
2. Pekerjaan diborongkan untuk suatu harga tertentu, dan
3. Tanggung jawab pemborong sampai dengan jangka waktu 10 th (Pasal 1609).
c. Prinsip larangan perubahan harga perjanjian
Yang dimaksud dengan prinsip larangan perubahan harga perjanjian adalah
bahwa pihak pemborong tidak boleh mengubah perjanjian secara sepihak dengan
menaikkan harga borongan (Pasal 1610), dengan alasan telah terjadi:
1. Telah terjadi kenaikan upah buruh, atau
2. Telah terjadi kenaikan harga bahan bangunan dan,
3. Terjadinya perubahan pekerjaan serta tambahan pekerjaan yang tidak termasuk
dalam rencana tersebut.

d. Prinsip Kebebasan Pemutusan Perjanjian Secara Sepihak


Prinsip ini berasal dari Pasal 1611 KUHPerdata. Prinsip ini menentukan
bahwa pihak pemberi tugas bebas memutuskan perjanjian di tengah jalan secara
sepihak (meskipun disebutkan di dalam perjanjian) walau tanpa kesalahan dari
pihak pemborong, asalkan pemberi tugas tersebut mengganti kerugian (biaya
yang telah dikeluarkan dan keuntungan yang hilang) dari pekerjaan tersebut.
Prinsip ini menyimpang dari prinsip hukum perjanjian yang umumnya berlaku
bahwa para pihak tidak dapat memutuskan perjanjian di tengah jalan kecuali
disetujui oleh kedua belah pihak atau dengan keputusan pengadilan atau
pembatalan harus dimintakan kepada hakim yaitu melalui keputusan pengadilan
(Pasal 1266 KUHPerdata).

Dalam Pasal 39 Ayat (3) pada UUJK Bagian Kedua tentang Pengikatan Para
Pihak dinyatakan bahwa pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan
berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan
cara pelelangan umum atau terbatas. Pada Pasal 42 Ayat (1) UUJK dinyatakan pula
bahwa dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara
pemilihan langsung atau penunjukan langsung. Selanjutnya pada Pasal 46 Ayat (1)
UUJK menyatakan bahwa pengguna jasa dan penyedia jasa harus menindaklanjuti
penetapan tertulis dengan suatu Kontrak Kerja Konstruksi untuk menjamin
terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak yang secara adil dan seimbang serta
dilandasi dengan itikad baik dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Pada Pasal
46 Ayat (1) UUJK Bagian Ketiga Kontrak Kerja Konstruksi dinyatakan bahwa
pengaturan hubungan kerja berdasarkan hukum harus dituangkan dalam Kontrak
Kerja Konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Pada Pasal 47 Ayat (1)
UUJK dinyatakan pula bahwa Kontrak Kerja Konstruksi sekurang-kurangnya harus
mencakup uraian mengenai:
a. Para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;
b. Rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja,
nilai pekerjaan, harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan;
c. Masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan
pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa;
d. Hak dan kewajiban yang setara, memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh
hasil jasa konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang
diperjanjikan, serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan
jasa serta kewajibannya melaksanakan layanan jasa konstruksi;
e. Penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga
kerja konstruksi bersertifikat;
f. Cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam
melakukan pembayaran hasil layanan jasa konstruksi, termasuk di dalamnya
jaminan atas pembayaran;
g. Wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu
pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
h. Penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian
perselisihan akibat ketidaksepakatan;
i. Pemutusan kontrak kerja konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan
kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban
salah satu pihak;
j. Keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar
kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu
pihak;
k. Kegagalan bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa
dan/atau pengguna jasa atas kegagalan bangunan dan jangka waktu
pertanggungjawaban kegagalan bangunan;
l. Pelindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;
m. Pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat
kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan
kerugian atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;
n. Aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan
tentang lingkungan;
o. Jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain
dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi atau akibat dari kegagalan bangunan; dan
p. Pilihan penyelesaian sengketa konstruksi.

SOAL 3
Jelaskan pengertian tentang Keinsinyuran dan ruang lingkupnya menurut UU No. 11
tahun 2014!
Jawab:
Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang
Keinsinyuran disebutkan bahwa Keinsinyuran adalah kegiatan teknik dengan
menggunakan kepakaran dan keahlian berdasarkan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk meningkatkan nilai tambah dan daya guna secara berkelanjutan
dengan memperhatikan keselamatan, kesehatan, kemaslahatan, serta kesejahteraan
masyarakat dan kelestarian lingkungan. Praktik Keinsinyuran adalah
penyelenggaraan kegiatan Keinsinyuran, dan Insinyur adalah seseorang yang
mempunyai gelar profesi di bidang Keinsinyuran.
Lingkup pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2014 tentang
Keinsinyuran mencakup aturan tentang Keinsinyuran, standar Keinsinyuran, Program
Profesi Insinyur, Registrasi Insinyur, Insinyur Asing, Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan, hak dan kewajiban, kelembagaan Insinyur, organisasi profesi Insinyur,
dan pembinaan Keinsinyuran. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2014 tentang
Keinsinyuran mengatur bahwa Keinsinyuran mencakup disiplin teknik Keinsinyuran
dan bidang Keinsinyuran. Sementara itu, untuk menjamin mutu kompetensi dan
profesionalitas layanan profesi Insinyur, dikembangkan standar profesi Keinsinyuran
yang terdiri atas standar layanan Insinyur, standar kompetensi Insinyur, dan standar
Program Profesi Insinyur.
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran bertujuan untuk
meningkatkan daya saing bangsa dan negara dalam menggali dan memberikan nilai
tambah atas berbagai potensi yang dimiliki tanah air, menjawab kebutuhan mengatasi
segala kendala dan masalah dari perubahan global yang dihadapi dan selanjutnya
dapat menyumbang banyak bagi kemajuan dan kemandirian bangsa.
Pertimbangan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran
adalah:
a. bahwa keinsinyuran merupakan kegiatan penggunaan ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk memajukan peradaban dan meningkatkan kesejahteraan umat
manusia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945;
b. bahwa upaya memajukan peradaban dan meningkatkan kesejahteraan umat
manusia dicapai melalui penyelenggaraan keinsinyuran yang andal dan
profesional yang mampu meningkatkan nilai tambah, daya guna dan hasil guna,
memberikan pelindungan kepada masyarakat, serta mewujudkan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan;
c. bahwa untuk ketahanan nasional dalam tatanan global, penyelenggaraan
keinsinyuran sebagaimana dimaksud dalam huruf b memerlukan peningkatan
penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui
pendidikan, pengembangan keprofesian berkelanjutan dan riset, percepatan
penambahan jumlah insinyur yang sejajar dengan negara teknologi maju,
peningkatan minat pada pendidikan teknik, dan peningkatan mutu insinyur
profesional;
d. bahwa saat ini belum ada pengaturan yang terintegrasi mengenai penyelenggaraan
keinsinyuran yang dapat memberikan pelindungan dan kepastian hukum untuk
insinyur, pengguna keinsinyuran, dan pemanfaat keinsinyuran;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Keinsinyuran;

Dasar hukum Undang-Undang Nomor 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran


adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C, Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 31
ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

SOAL 4
Jelaskan Dokumen apa saja yang harus merupakan bagian dari Dokumen Kontrak
Kerja Konstruksi dan Elemen Esensial apa yang terdapat dalam suatu perjanjian!
Jawab:
Sesuai Pasal 22 Peraturan Pemerintah 29 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Kontrak Kerja Konstruksi sekurang-kurangnya
memuat dokumen-dokumen yang meliputi:
a. Surat Perjanjian;
b. Dokumen Lelang;
c. Usulan atau Penawaran;
d. Berita Acara berisi kesepakatan antar pengguna jasa dan penyedia jasa selama
proses evaluasi oleh pengguna jasa antara lain klarifikasi atas hal-hal yang
menimbulkan keragu-raguan;
e. Surat Perjanjian dari pengguna jasa menyatakan menerima atau menyetujui
usulan penawaran dari penyedia jasa; dan
f. Surat pernyataan dari penyedia jasa yang menyatakan kesanggupan untuk
melaksanakan pekerjaan.

Sementara itu dokumen kontrak untuk pekerjaan-pekerjaan konstruksi jalan


dan jembatan dengan dengan sistem Pelelangan Nasional (National/Local
Competitive Bidding) dalam urutan prioritas terdiri dari:
a. Surat Perjanjian termasuk Adendum Kontrak (bila ada);
b. Surat Penunjukan Pemenang Lelang;
c. Surat Penawaran;
d. Adendum Dokumen Lelang;
e. Data Kontrak;
f. Syarat-syarat Kontrak;
g. Spesifikasi;
h. Gambar-gambar;
i. Daftar Kuantitas dan harga yang telah diisi harga penawarannya;
j. Dokumen lain yang tercantum dalam Data Kontrak pembentuk bagian dari
kontrak;

Sedangkan untuk kontrak-kontrak dengan sistem Pelelangan Internasional


(International Competitive Bidding), dokumen kontrak tersebut secara urutan
prioritas meliputi :
a. the Contract Agreement;
b. the Letter of Acceptance;
c. the Bid and the Appendix to Bid;
d. the Conditions of Contract, Part II;
e. the Conditions of Contract, Part I;
f. the Specifications;
g. the Drawings;
h. the priced Bill of Quantities; and
i. other documents, as listed in the Appendix to Bid.

Keppres N0. 80/2003 memuat ketentuan mengenai dokumen kontrak yang


terdiri sebagai berikut:
a. Surat Perjanjian;
b. Syarat-syarat Umum Kontrak;
c. Syarat-syarat Khusus Kontrak; dan
d. Dokumen Lainya Yang Merupakan Bagian Dari Kontrak yang terdiri dari :
1. Surat penunjukan;
2. Surat penawaran;
3. Spesifikasi khusus;
4. Gambar-gambar;
5. Adenda dalam proses pemilihan yang kemudian dimasukkan di masing-
masing substansinya;
6. Daftar kuantitas dan harga (untuk kontrak harga satuan);
7. Dokumen lainnya, misalnya:
a. Dokumen penawaran lainnya;
b. Jaminan pelaksanaan;
c. Jaminan uang muka.
SOAL 5
Jelaskan perbedaan mendasar secara umum antara Kontrak Konstruksi di Indonesia
dengan Kontrak International!
Jawab:
Kontrak konstruksi di Indonesia (dalam negeri) dan kontrak Internasional
(asing/luar negeri) mempunyai perbedaan dalam sistematika penyusunan dan
penggunaannya. Kedua Golongan Kontrak ini juga mempunyai perbedaan Standar
yang dipakai.
Golongan kontrak Indonesia (dalam negeri) dapat dibedakan menjadi dua
versi yaitu versi pemerintah dan versi swasta nasional. Dalam versi pemerintah
standar yang biasanya dipakai adalah standar Departemen Pekerjaan Umum. Bahkan
pekerjaan umum memiliki lebih dari satu standar karena masing-masing Direktorat
Jenderal. Sedangkan dalam Versi Swasta Nasional beraneka ragam standar yang
dipakai sesuai selera Pengguna Jasa/Pemilik Proyek. Kadang-kadang mengutip
standar Departemen atau yang sudah lebih maju mengutip sebagian sistem Kontrak
Luar Negeri seperti FIDIC (Federation Internasonale des Ingenieurs Counsels), JCT
(Joint Contract Tribunals) atau AIA (American Institute Of Architects). Namun
karena diambil setengah-setengah, maka wajah kontrak versi ini menjadi tidak karuan
dan sangat rawan sengketa.
Bentuk kontrak konstruksi Indonesia dapat ditinjau dari berbagai aspek yaitu:
a. Aspek Perhitungan Biaya
1. Fixed Lump Sum Price
2. Unit Price
b. Aspek Perhitungan Jasa
1. Biaya Tanpa Jasa (Cost Without Fee
2. Biaya Ditambah Jasa (Cost Plus Fee
3. Biaya ditambah Jasa Pasti (Cost Plus Fixed Fee)
c. Aspek Cara Pembayaran
1. Cara Pembayaran Bulanan (Monthly Payment)
2. Cara Pembayaran atas Prestasi (Stage Payment)
3. Pra Pendanaan Penuh dari Penyedia Jasa (Contractor’s Full Prefinanced)
d. Aspek Pembagian Tugas
1. Bentuk Kontrak Konvensional
2. Benttuk Kontrak Spesialis
3. Bentuk Kontrak Rancang Bangun (Design Contruct/Build, Turnkey)
4. Bentuk kontrak Engineering, Procurement & Construction (EPC)
5. Bentuk Kontrak BOT/BLT
6. Bentuk Swakelola (Force Account)
Sedangkan dalam kontrak internasional dikenal beberapa bentuk syarat-syarat
kontrak kontruksi yang diterbitkan oleh beberapa negara atau asosiasi profesi. Di
antaranya yang dikenal oleh kalangan industri konstruksi adalah FIDIC (Federation
Internationale des Ingeieurs Counsels), JCT (Joint Contract Tribunals), AIA
(American Institute of Architects) dan SIA (Singapore Institute of Architects). Di
Indonesia umumnya sering menjumpai kontrak-kontrak yang menggunakan
standar/sistem FIDIC dan JCT, terutama untuk pryek-proyek pemerintah yang
menggunakan dana pinjaman (loan) dari luar negeri.
Pihak swasta asing yang beroperasi di Indonesia biasanya juga memakai salah
satu sistem/standar di atas. Negara-negara penyandang dana dari eropa Barat biasanya
menggunakan sistem/standar FIDIC, sedangkan Inggris dan negara-negara
persemakmuran memakai sistem JCT. Sistem AIA kebanyakan dipakai oleh
perusahaanperusahaan Amerika yang beroperasi di Indonesia (kontrak-kontrak
pertambangan).
a. Standar Kontrak Amerika Serikat (AIA)
b. Standar Kontrak FIDIC 1987 dan FIDIC 1995
c. Standar/Sistem Kontrak JCT 1980
d. Standar/Sistem Kontrak SIA

Berikut tabel perbandingan kontrak konstruksi di Indonesia dengan Kontrak


Internasional:
Kontrak Konstruksi di Indonesia Kontrak Internasional
Format yang dipakai yaitu: Format yang dipakai yaitu:

- Perjanjian/Kontrak - Perjanjian/Kontrak
- Syarat-syarat kontrak (umum & khusus) - Syarat-syarat kontrak (umum & khusus)
- Lampiran-lampiran - Lampiran-lampiran
- Spesifikasi Teknis - Spesifikasi Teknis
- Gambar-gambar kontrak - Gambar-gambar kontrak

Dalam penyelesaian perselisihan/sengketa: Dalam penyelesaian perselisihan/sengketa:

Kadang-kadang masih diselesaikan melalui Standar kontrak internasional tak ada yang
pengadilan. memilih pengadilan, semuanya diselesaikan
melalui Badan Arbitrase.
Istilah Masa Pemeliharaan yang biasa kita kenal Istilah Masa Pemeliharaan yang biasa kita kenal
diganti dengan Masa Tanggung Jawab atas Cacat diganti dengan Masa Tanggung Jawab atas Cacat
(Defect Liability Period) (Defect Liability Period)
Istilah Denda yang lazim kita ketahui tidak lagi Istilah Denda yang lazim kita ketahui tidak lagi
digunakan diganti dengan Ganti Rugi digunakan diganti dengan Ganti Rugi
Kelambatan (Liquidity Damages for Delay). Kelambatan (Liquidity Damages for Delay).

Anda mungkin juga menyukai