Anda di halaman 1dari 16

KEPASTIAN HUKUM PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI DAN

DAMPAKNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

Dr. (Cand) Agustina S.E, S.H., M.H1


Prof. Dr. Triono Eddy S.H., M.Hum2

ABSTRAK
Penlitian ini bertujuan untuk membahas secara komperhensif tentang pentingnya kepastian
hukum dalam penyelenggaraan jasa konstruksi dan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh kepastian hukum penyelenggaraan jasa konstruki terhadap pertumbuhan ekonomi.
Jenis penelitian bersifat normatif law dengan pendekatan deskritif-analitis membahas gejala
dan permasalahan hukum yang ada, serta mengujinya bersadarkan peraturan perundang-
undangan maupun norma-norma hukum yang berlaku. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kepastian hukum dalam jasa konstruksi sangat penting karena usaha jasa konstruksi
merupakan suatu industri dengan tingkat risiko tinggi dan rawan terjadinya konflik
kepentingan (sengketa) antara pihak, sehigga regulasi di bidang konstruksi harus mampu
memberikan kepastian dan jaminan keamanan dari berbagai aspek. Kepastian hukum
penyelenggaraan jasa konstruki memberi pengaruh yang sangat besar terhadap sektor
ekonomi, kegiatan konstruksi juga dapat menimbulkan multiplier effect yang mempengaruhi
perkembangan sektor-sektor vital lainnya.

Kata Kunci : Kepastian Hukum, Jasa Konstruksi, Pertumbuhan Ekonomi


A. PENDAHULUAN
Sektor jasa konstruksi sebagai suatu kegiatan usaha masyarakat dalam mewujudkan
bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi
kemasyarakatan dan menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional.3 Produk jasa
konstruksi merupakan perwujudan simbol kemajuan peradaban dan budaya, dimana untuk
mengukur tingkat kemajuan suatu wilayah dapat dilihat dari perkembangan pembangnannya.
Semakin maju pembangunan di suatu wilayah, maka semakin pesat pula perkembanganya,
begitu sebaliknya. Selain itu, produk konstruksi mewakili harapan publik akan rasa aman dan
kenyamanan bagi yang menanfaatkannya, karenanya sektor konstruksi perlu mendapat
perhatian khusus.4
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sejak tahun 2015 sampai kuartal tiga
2021, sektor konstruksi berkontribusi sebesar 9,94% terhadap produk domestik bruto (PDB)
nasional. Sektor konstruksi berada diurutan keempat sebagai penyumbang PDB setelah sektor

1
Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara 2021.
2
Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
3
Mochamad Yusuf. Penyelesaian Sengketa Akibat Kegagalan Bangunan dalam Perjanjian Kerja
Konstruksi. Unlversltas Islam Indonesia Program Pascasarjana Fakultas Hukum. Yogyakarta. 2008. Hlm 87.
4
Suhartono. Sektor Konstruksi Nasional dan Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang
Jasa Konstruksi. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik. Vol. 3 (No. 1, Juni 2012). Hlm 97.

1
pertanian, kehutanan dan perikanan, serta industri pengolahan. Kebijakan pemerintah yang
menggalakan pemerataan infrastruktur nasional telah mendongkrak sektor usaha jasa
konstruksi menjadi sebuah industri besar dengan prospek yang sangat menjanjikan.5
Bahwa pada tahun 2015 industri konstruksi tumbuh sebesar 7.3 % dan pasar konstruksi
juga mengalami peningkatan mencapai Rp.446 Triliun, perkembangan sektor konstruksi tidak
terlepas dari masifnya program percepatan pembangunan infrastruktur oleh pemerintah.6
Sementara untuk sumbangsih terhadap penyerapan tenaga kerja, sektor konstruksi pada
periode 2017-2021, terus tumbuh sebesar 2.83% sehigga di tahun 2023 ini setidaknya
diperkirakan terdapat 8.76 juta tenaga kerja pada sektor konstruksi. Dengan kontribusi
tersebut, diperlukan payung hukum guna meberikan kepastian7 bagi seluruh pihak, terutama
dalam menyelesaikan persoalan konflik kepentingan atau sengketa yang sangat mungkin
terjadi dalam pelaksanaan jasa konstruksi.
Industri konstruksi dapat dijadikan sebagai indikator dalam mengukur laju
pertumbuhan ekonomi yang sedang berlangsung, karena aktivitas jasa konstruksi juga
sebagai pendorong utama sektor-sektor lainnya yang memberikan multiplier effect. Namun
multiplier effect sektor konstruksi tidak selamnya memberikan dampak positif, melainkan
juga dapat berdampak negatif jika terjadi peningkatan pada industri yang tidak terkendali dan
menyebabkan terjadinya over supply dapat mengganggu stabilitas perekonomian.8
Undang-Undang Nomor : 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi mengatur
penyelenggaraan jasa konstruksi untuk memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan
jasa konstruksi dalam mewujudkan struktur usaha yang kukuh, andal, berdaya saing tinggi
dan hasil kerja konstruksi yang berkualitas, mewujudkan tertib penyelenggaraan konstruksi
yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna dan penyedia jasa dalam menjalankan
hak dan kewajibannya.9
Realitanya para pelaku jasa konstruksi tidak dapat mewujudkan seluruh harapan
masyarakat terutama akan rasa nyaman, aman dan manfaat produk jasa konstruksi. Hal ini
berkaitan dengan adanya potensi kegagalan konstruksi dan atau kegagalan bangunan yang

5
Aras Firdaus. Perspektif Normatif Hukum Pidana Terhadap Kegagalan Kontruksi di Indonesia. Law Jurnal
(Jurnal Ilmiah Penelitian). Vol I (No 1 Juli 2020). Hlm 34.
6
Oka Aditya, Penerapan Manajemen Risiko Perusahaan dan Nilai Perusahaan di Sektor Konstruksi
Properti, Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol 7 (No. 2 Oktober 2017). Hlm 170.
7
Bahwa kepastian hukum yang dimaksud dalam peneltian ini ialah kepastain akan penyelenggaraan jasa
konstruksi, jaminan keamanan serta keselamatan publik sebagai pengguna produk jasa konstruksi (infrastruktur,
sarana pra-sarana, bangunan gedung dan lain sebaginya) dari potensi terjadinya kegagalan bangunan yang
mengakibatkan kerugian materil dan immateril.
8
Petty Ramadhani Putri. Peran Sektor Konstruksi dalam Perekonomian Indonesia (Analisis Input-Output).
Fakultas Ekonomi Universitas Sriwiyaya. 2014. Hlm 4.
9
Selengkapnya Baca Undang-Undang Nomor : 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi.

2
dapat terjadi sewaktu-waktu, seperti pada kasus runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara
(2011) yang menelan puluhan korban jiwa dan luka-luka, serta amblesnya ruas Jalan tol
Cipali (2021) yang baru saja selesai di bangun. Artinya di samping nilai ekonomis yang
tinggi, jaminan kualitas produk konstruksi juga patut dipertanyakan karena belum
sepenuhnya mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi publik.10
Bahwa terlepas dari pada itu, usaha jasa konstruksi merupakan industri startegsi yang
memiliki peran vital dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan
bangsa. Ketersediaan fasilitas, sarana-prasarana atau infrastruktur yang baik dan memadahi
sangat berpengaruh bagi perkembangan suatu daerah. Penyelenggaraan jasa konstruksi harus
dilakukan dengan tujuan mewujudkan bangunan (produk) yang berfungsi sebagai pendukung
aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan dengan tetap menjamin ketertiban dan kepastian
hukum.11
Berdasarkna uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian hukum
yang berjudul “Kepastian Hukum Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan Dampaknya
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi”

B. RUMUSAN MASALAH
Bahwa adapun rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian ini adalah :
1. Mengapa Diperlukan Adanya Kepastian Hukum dalam Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi ?
2. Bagaimana Pengaruh Kepastian Hukum Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi ?
C. METODE PENELITIAN
Sesuai dengan pokok permasalahan, adapun jenis penelitian hukum yang dilakukan adalah
penelitian yuridis normatif atau penelitian yang menganalisis hukum tertulis dan norma-
norma yang hidup dalam masyarakat. Pendekatannya bersifat deskriptif analitis yang
bertujuan untuk mengambil data secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu
permasalahan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan maupun norma-norma
hukum yang berlaku. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan
untuk mendapatkan data sekunder meliputi bahan hukum primer, berupa peraturan
perundang-undangan, buku-buku dan karya ilmiah lainnya maupun bahan hukum tersier yaitu

10
Ibid., Hlm 5.
11
Ade Irawan. Pembaharuan Regulasi Jasa Konstruksi dalam Upaya Mewujudkan Struktur Usaha yang
Kokoh, Andal, Berdaya Saing Tinggi dalam Pekerjaan Konstruksi Berkualitas. Jurnal Hukum Rechts Vinding.
Vol I (No. 2 Agustus 2012). Hlm 215.

3
berupa kamus, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal ilmiah.12

D. PEMBAHASAN
1. Pentingnya Kepastian Hukum dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Sudikno Mertukusumo menyatakan kepastian hukum merupakan jaminan bahwa
hukum tersebut dapat dijalankan dengan baik. Kepastian merupakan tujuan utama dari
hukum, kepastian hukum menjadi keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian itu
sendiri karena esensi dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian
dalam melakukan kegiatan sebagai masyarakat.13 Tujuan penyelenggaraan jasa konstruksi
diatur di dalam pengaturan Pasal 3 Undang Undang Nomor : 2 Tahun 2018 Tentang Jasa
Konstruksi yaitu :
a) memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan
struktur usaha yang kukuh, andal, berdaya saing tinggi dan hasil jasa konstruksi yang
berkualitas;
b) mewujudkan ketertiban penyelenggaraan jasa konstruksi yang menjamin kesetaraan
kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam menjalankan hak dan
kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c) mewujudkan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang jasa konstruksi;
d) menata sistem jasa konstruksi yang mampu mewujudkan keselamatan publik dan
menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun;
e) menjamin tata kelola penyelenggaraan jasa konstruksi yang baik;
f) menciptakan integrasi nilai tambah dari seluruh tahapan penyelenggaraan jasa
konstruksi.14
Pekerjaan konstruksi memiliki karakteristik unik dikarenakan adanya berbagai kondisi
yang mempengaruhi keberlangsungan dan proses pekerjaan yang satu dengan lannya, seperti
faktor kondisi alam, letak geografis, regulasi, hingga fakor manusia. Untuk menjamin
keberlangsungan dan kelancaran proyek konstruksi, selain menuntut adanya regulasi yang
kuat dan jelas, juga diperlukan pengawasan selektif di lapangan. Dengan adanya pengawasan,
perencanaan dan pengendalian yang baik, diharapkan dapat mengantisipasi risiko terjadinya
kegagalan dalam pekerjaan konstruksi.

12
Ronny Hanitijo Soemitro. Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri. (Jakarta : Galamania Indonesia
1990). Hlm. 53.
13
Sudikno Mertukusumo. Penemuan Hukum. (Yogyakarta : Liberty, 2009). Hlm 21.
14
Sulistijo Sidarto Mulyo. Op cit. Hlm 139.

4
Pelaksanaan pekerjaan konstruksi sangat memungkinkan terjadinya sengketa. Potensi
konflik dalam pekerjan konstruksi dapat timbul baik dari internal pelaku konstruksi
(pengguna dan penyedia jasa), atau tidak sepakat para pihak dalam menafsirkan kontrak
kerja.15 Umumnya sengketa konstruksi dapat timbul dari berbagai proses pekerjaan seperti
faktor keselamatan, kesehatan kerja, atau keselamatan umum serta pada proses finishing
penyerahan akhir pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai baik wujud, materil maupun
spesifikasi bangunan (kegagalan bangunan), sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja.16
Karena itu, Undang-Undang Nomor : 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi sebagai regulasi
penyelenggaraan kegiatan konstruksi nasional, harus mampu mengakomodir seluruh
kepentingan.
Sebagai suatu produk hukum, undang-undang jasa konstruksi harus memberikan
kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum bagi masyarakat luas. Adapun bentuk kepastian
hukum dalam hal penyelenggaraan jasa konstruksi dalam undang-undang Nomor : 2 Tahun
2017 diantaranya, adanya pengaturan mengenai persyaratan usaha jasa konstruksi, kewajiban
sertifikasi badan usaha, daftar pengalaman yang harus dipenuhi oleh penyedia jasa,
pengaturan kontrak kerja, penyelesaian sengketa serta kegagalan bangunan yang diuraikan
dalam pasal-pasal sebagai berikut :
a. Pasal 26 Persyaratan Usaha Jasa Konstruksi
1) Setiap usaha orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 yang
akan memberikan layanan jasa konstruksi wajib memiliki Tanda Dafiar Usaha
Perseorangan;
2) Setiap badan usaha jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 yang
akan memberikan layanan jasa konstruksi wajib memiliki Izin Usaha.
b. Pasal 30 Sertifikat Badan Usaha
1) Setiap badan usaha yang mengerjakan jasa konstruksi wajib memiliki Sertifikat
Badan Usaha;
2) Sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan melalui
suatu proses sertifikasi dan registrasi oleh Menteri.

15
Ibid., Hlm 86.
16
Adeline Evelina. Tanggung Jawab Hukum Pelaksana Pekerjaan Konstruksi Terhadap Kegagalan
Pekerjaan Konstruksi dan Bangunan. Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan Repertorium. Vol. 7 (No. 1. Mei
2018). Hlm 57.

5
c. Pasal 31 Daftar Pengalaman
1) Untuk mendapatkan pengakuan pengalaman usaha, setiap badan usaha jasa
konstruksi kualifikasi menengah dan besar harus melakukan registrasi
pengalaman kepada Menteri;
2) Registrasi pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan
tanda daftar pengalaman;
3) Tanda daftar pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit
memuat:
a) nama paket pekerjaan;
b) pengguna jasa;
c) tahun pelaksanaan pekerjaan;
d) nilai pekerjaan;
e) kinerja penyedia jasa.
4) Pengalaman yang diregistrasi ke dalam tanda daftar pengalaman sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) merupakan pengalaman menyelenggarakan jasa
konstruksi yang sudah melalui proses serah terima;
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai registrasi pengalaman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
d. Pasal 47 ayat (1) Kontrak Kerja konstruksi paling sedikit harus mencakup uraian
mengenai:17
1) Para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;
2) Rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja,
nilai pekerjaan, harga satuan dan batasan waktu pelaksanaan;
3) Masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan
pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa;
4) Hak dan kewajiban yang setara, memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh
hasil jasa konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang
diperjanjikan, serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan
jasa serta kewajiban melaksanakan layanan jasa konstruksi;
5) Penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga
kerja konstruksi bersertifikat;

17
Sulistijo Sidarto Mulyo., Op, cit., Hlm 159-160.

6
6) Cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam
melakukan pembayaran hasil layanan jasa konstruksi, termasuk di dalamnya
jaminan atas pembayaran;
7) Wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggungjawab dalam hal salah satu
pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
8) Penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian
perselisihan akibat ketidak sepakatan;
9) Pemutusan kontrak kerja konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan
kontrak kerja yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu
pihak;
10) Keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar
kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu
pihak;
11) Kegagalan bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa
dan/atau pengguna jasa atas kegagalan bangunan dan jangka waktu
pertanggungjawaban.
e. Pasal 67 Kewajiban para Pihak atas Kegagalan Bangunan
Menyebutkan penyedia dan atau pengguna jasa waib memberikan ganti kerugian dalam
hal terjadi kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65-67. Ganti kerugian
yang dimaksud dalam pasal ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku. Dalam hal rencana umur konstruksi lebih dari 10 (sepuluh) tahun, penyedia
jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan dalam jangka waktu paling lama 10
(sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penyerahan akhir hasil jasa konstruksi. Lewat dari 10
tahun, maka tanggung jawab beralih kepada pengguna jasa konstruksi.18
Pekerjaan konstruksi19 dilaksanakan dengan berpedoman pada kontrak kerja yang telah
disepakati para pihak, karena itu kontrak kerja konstruksi sangat dibutuhkan sebagai acuan.
Kontrak kerja konstruksi harus memuat aspek-aspek penting seperti aspek teknis, hukum,

18
Sarwono Hardjomuljadi. Peran Penilai Ahli dalam Penanganan Kegagalan Bangunan dan Kegagalan
Konstruksi (Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Jo PP 29 Tahun 2000). Jurnal Konstruksia Vol 6
(No 1 Desember 2014). Hlm 18.
19
Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor : 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi menyebutkan pekerjaan
konstruksi adalah keseluruhan atau sebagaian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoprasian,
pemeliharaan, pembongkaran dan pembangunan kembali suatu bangunan.

7
administrasi, keuangan, perpajakan, serta sosial ekonomi, termasuk opsi alternatif
penyelesaian sengketa jika terjadi konflik kepentingan para pihak.20
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Peraturan Pelaksana Undang-
Undang Nomor : 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, menegaskan bahwa
penyelenggaraan jasa konstruksi untuk mendirikan bangunan gedung dan/atau bangunan sipil
harus memenuhi prinsip berkelanjutan, sumber daya dan siklus hidup bangunan gedung
dan/atau bangunan sipil. Prinsip-prinsip ini selanjutnya dikenal dengan konstruksi
berkelanjutan yang memiliki tiga pondasi utama yaitu :
1) secara ekonomi layak dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
2) menjaga pelestarian lingkungan;
3) mengurangi disparitas sosial masyarakat.21
Bahwa untuk memenuhi kepastian hukum dalam penyelenggaraan konstruksi
berkelanjutan diwajibkan memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan dan
keberlanjutan (K4) yang diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor : 2 Tahun 2017
Tentang Jasa Konstruksi. Standar K4 merupakan pedoman teknis keamanan, keselamatan,
kesehatan tempat kerja konstruksi, dan perlindungan sosial tenaga kerja, serta tata lingkungan
setempat dan pengelolaan lingkungan hidup dalam penyelenggaraan jasa konstruksi. Standar
K4 ini menjadi kewajiban untuk diterapkan dan dipenuhi dalam setiap pelaksanaan pekerjaan
konstruksi, tujannya adalah selain untuk memenuhi keselamatan dan kemanan dalam
pelaksanaan, juga mengantisipasi terjadinya kegagalan bangunan yang menimbulkan
kerugian materil dan immateril.22
Proyek pembangunan inftrastruktur mengandung risiko besar dan baru memberikan
pengembalian modal (return) dalam kurun waktu yang relatif lama. Dengan demikian, tanpa
ditopang dengan sistem penawaran dan pembiayaan yang evisien, cukup sulit bagi
pemerintah untuk mengajak swasta berpartisipasi. Bagi pihak swasta dalam proyek
infrastruktur, sebenarnya tidak terlalu penting pada bentuk kerjasama apakah melalui
mekanisme build oprate transfer (BOP), build oprate owned (BOO) atau kerjasama operasi,
yang menjadi prioritas adalah struktur yang dapat mendukung return berikut keuntungan
wajar.23

20
Yeremia Reansa Ginting. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Kontrak Kerja Konstruksi Akibat
Terjadinya Keadaan Kahar. Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya. Yogyakarta. 2019. Hlm 11.
21
Aprilia Gayatri, Terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja, Harapan Baru Pemulihan Ekonomi Bangsa.
Tabloit Konstruksi. Edisi 2 Tahun 2021.Hlm 12.
22
Ibid.,
23
Sulistijo Sidarto Mulyo. Op. cit., Hlm 9.

8
Bahwa dalam hal risiko yang dihadapi pada proyek infrastruktur sendiri cukup beragam
dan pengendaliannya diserahkan kepada pihak yang paling mampu untuk mengatasi
terjadinya risiko itu. Setidaknya ada beberapa risiko utama dalam proyek infrastruktur yaitu
politik, oprasional, pasar, mata uang dan sengketa konstruksi.24 Permasalahan dalam jasa
konstruksi terjadi jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam
kontrak yang telah disepakati. Sengketa konstruksi lazim terjadi terutama mengingat praktik
dalam jasa konstruksi yang sarat dengan risiko dan berbagai kepentingan.25
Pelaksanaan proyek konstruksi diawali dengan kontrak konstruksi yang telah
menjabarkan kondisi-kondisi apabila terjadi sengketa konstruksi dan prosedur
penanganannya. Berdasarkan data Badan Arbitrase Nasional, pada periode 1999 sampai
2016, terdapat sebanyak 420 kasus sengketa yang masik dan ditangani BANI, dimana 30.8 %
diantaranya adalah sengketa konstruksi yang berasal dari swasta maupun pemerintah. Jumlah
ini terus mengalami peningkatan seiring gencarnya proyek pembangunan infrastruktur
nasional yang terus berlangsung hingga sekarang.26
Sengketa konstruksi cenderung timbul apabila salah satu pihak beranggapan bahwa
pihak lainnya telah melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan tanggung jawabnya.
Menurut Halerad, sengketa konstruksi dapat dibagi ke dalam empat kategori, yaitu pertama
sengketa berkaitan dengan waktu (keterlambatan progres), kedua berkaitan dengan finansial
(klaim dan pembayaran), ketiga sengketa berkaitan dengan standar pekerjaan (desain dan
hasil pekerjaan) dan keempat konflik kepentingan dalam industri konstruksi.27 Bahwa
pemaparan tersebut di atas, selain disebabkan oleh faktor internal (para pihak) sengketa
dalam pelaksanana pekerjaan konstruksi dikarenakan peraturan-peraturan terkait jasa
konstruksi yang ada saat ini masih belum memberikan kepastian hukum seutuhnya.

2. Pengaruh Kepastian Hukum Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Terhadap


Pertumbuhan Ekonomi
Bahwa antara hukum dan ekonomi keduannya memiliki keterkaitan dan saling
memengaruhi. Konsep efisiensi dan efektivitas dari suatu kegiatan bisnis tidak dapat berdiri
sendiri, tetapi dilengkapi dengan rasionalitas pelaku ekonomi ketika mengambil keputusan
bisnis (businness judgment). Rasionalitas para pelaku bisnis merupakan rational maximizer
24
Ibid., Hlm 10.
25
Beberapa kategori sumber risiko yang berkaitan dengan bidang kontrak dan hukum, yaitu pasal-pasal
kurang lengkap, kurang jelas, dan interpretasi yang berbeda, pengaturan pembayaran, change order dan klaim,
masalah jaminan, guaranty, dan warranty, lisensi dan hak paten, serta force majeure.
26
Helmi Latada. Analisis Penyelesaian Jasa Konstruksi Pada Proyek Pembangunan Pasar Rakyat Pontolo
Kabupaten Gorontalo. Jorunal Flyover (JTO) Vol. 2 (No. 1 Tahun 2022). Hlm 11.
27
Seng Hansen. Manajemen Kontrak Konstruksi. (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2015). Hlm 80.

9
untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dengan pengeloaran modal seminimal
mungkin.28 Bahwa terdapat hubungan sinergitas antara para pelaku ekonomi dalam
menjalankan kegiatan bisnis dengan para aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas
dan kewenangannya. Pada satu sisi pelaku ekonomi memahami konsekuensi hukum atas
tindakan yang dilakukan, sehingga diharapkan akan memperhatikan rambu-rambu hukum dan
moral saat menentukan keputusan bisnis. Di sisi lain, aparat penegak hukum juga harus
memahami akan akibat dan dampak dari tindakan hukum yang dilakukan sehingga harus
memperhatikan keberlangsungan suatu usaha serta aspek-aspek lainnya.29
Hubungan timbal balik ini digambarkan sebagai suatu kesamaan antara ahli ekonomi
dengan ahli hukum yang merpakan rational miximer atau juga dapat diartikan sebagai
rationable man, yaitu orang yang memiliki kemampuan untuk berbuat sesuai dengan akal
sehat. Pada titik logika inilah hukum dan ekonomi memiliki hakikat yang sama. Bertolak dari
kesamaan substansi ini, pendekatan ekonomi terhadap hukum dimaksudkan untuk mengukur
daya tahan pengaturan (regulating regulations), terutama dalam mengkonsepkan model
penegakan hukum dan penerapan sanksi pidana dalam transaksi ekonomi dan aktivitas bisnis
lain.
Bahwa jika efisiensi ekonomi dapat membawa kearah perbaikan hukum, dapat
ditranspatasikan ke dalam hukum nasional yang dimaknai sebagai bentuk kemanfaatan
hukum. Dapat dibayangkan bagaimana jadinya jika aparat penagak hukum secara normatif
tanpa memperhatikan aspek-aspek ekonomi dan sosial lainnya. Tidak hanya inefisiensi tetapi
dampaknya juga menempatkan hukum dan ekonomi pada posisi siametral yang saling
berhadapan dan bertentangan antara satu dengan lainnya, sehingga kontraproduktif terhadap
upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.30
Komitmen Presiden Jokowi dalam menciptkan pemerataan pembangunan telah
dijalankan pada periode pertama (2014-2019), salah satunya diwujudkan dalam 10 proyek
pembangunan prioritas nasional dengan total nilai investasi sebesar Rp. 225 triliun, yang
telah dieksekusi melalu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor : 38/2015 tentang kerja sama
pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Adapun perinciannya adalah
sebagai berikut :31

28
Asep N. Mulyana. Deferred Prosecution Agreement dalam Kejahatan Bisnis. (Jakarta : Kompas
Gramedia, 2019). Hlm 191.
29
Ibid., Hlm 193.
30
Ibid., Hlm 193
31
Sulistijo Sidarto Mulyo. Proyek Infrastruktur dan Sengketa Konstruksi. (Depok : Prenadamedia Group,
2018). Hlm 7-8.

10
1) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 x 1000 megawatt di Batang, Jawa Tengah
dengan nilai investasi sebesar Rp. 10 Triliun;
2) Kilang Mintak Bontang, berkapasitas 235.000 barel per hari senilai Rp. 60. Triliun,
denga skema pembiayaan kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) melalui PT.
Pertamina (Persero);
3) Empat Ruas Tol-Sumatera, yakni : Medan-Binjai, Palembang-Indralaya, Pekanbaru-
Dumai dan Bakuheni-Terbanggi Besar, dengan total investasi sebesar Rp. 30 Triliun;
4) Jalan Tol Balikpapan-Samarinda dengan nilai investasi sebesar Rp. 11,4 Triliun;
5) Sistem pengelolaan air minum (SPAM) Semarang Barat dengan skema KPBU senilai
Rp. 765 Milyar;
6) Revitalisasi tiga bandara, yakni bandara Radin Inten II, Mutiara dan Lanihan Bajo,
dengan skema KPBU dan badan layanan umum;
7) Kereta Api Ekspress Soekarno-Hatta International Airport (SHIA) dengan total
investasi Rp. 24 Triliun;
8) High Voltage Direct Current (HVDC), sepanjang 2742 km yang akan mengalirkan
listrik sebesar 3.000 megawatt dari Sumatera-Jawa, dengan total investasi sebesar Rp.
20 Triliun;
9) Transmisi Sumatera 500 Kilovolt dengan total nilai investasi mencapai Rp. 35 Triliun;
10) Kereta Api Kalimantan Timur dengan total investasi Rp. 4.5 Triliun.
Sektor jasa konstruksi merupakan salah satu sektor jasa di Indonesia yang memberi
konstribusi besar pada Gross Domestic Product (GDP) dan secara kompetitif bersaing pada
perdagangan internasional. Sektor jasa konstruksi masuk kedalam kuandran satu yaitu sektor
yang mempunyai daya saing global yang tinggi dan dampak ekonomi yang relatif besar.
Selain sektor konstruksi, sektor jasa lainnya yang masuk dalam kuadran ini adalah tourism
and travel services, communication services dan sejumlah bisnis lainnya.32
Pertumbuhan sektor konstruksi berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi nasional.
Kebijakan alokasi anggaran infrastruktur sebesar Rp 417,4 triliun dalam APBN 2021
diharapkan menjadi stimulus yang memberikan kontribusi positif terhadap PDB. Sebelumnya
pada tahun 2020, alokasi infrastruktur adalah hanya sebesar Rp 281,1 triliun. Lonjakan
kenaikan anggaran tersebut dikarenakan pemerintah ingin mengejar beberapa proyek yang
sempat tertunda, disamping menambah proyek-proyek baru pada tahun 2021. Sektor

32
Indonesia Services Dialogue Council. Kajian Potensi Pengadaan Pemerintah Sektor Jasa Konstruksi dan
Keinsinyuran Dibawa Skema I-Eu CEPA. Jakarta : 2020. Hlm 17-18.

11
konstruksi sejak tahun 2015-2020 tercatat selalu memberikan kontribusi lebih dari 10 persen
terhadap PDB setiap tahunnya.33
Jasa konstruksi merupakan bidang usaha yang banyak diminati pelaku usaha, terlihat dari
semakin besarnya jumlah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. Sayangnya peluang
ini belum diikuti dengan peningkatan kualifikasi kinerja yang tercermin pada kenyataan
bahwa produk, ketepatan waktu pelaksanaan, efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia,
modal serta teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi nasional belum telalu baik.
Bahwa disisi lain kesadaran masyarakat akan manfaat akan arti penting jasa konstruksi masih
belum ditumbuh-kembangkan agar mampu mendukung terwujudnya penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi secara optimal. Kondisi jasa konstruksi tersebut disebabkan oleh dua
faktor, yaitu:
a) Faktor internal
1) Jasa konstruksi nasional masih mempunyai kelemahan dalam manajemen, penguasaan
teknologi dan permodalan, serta keterbatasan tenaga ahli dan tenaga trampil;
2) Struktur usaha jasa konstruksi nasional belum tentu secara utuh dan kokoh yang
tercermin dalam kenyataan belum terwujudnya kemitraan yang sinergis antar penyedia
jasa dalam berbagai klasifikasi dan kualifikasi.
b) Faktor eksternal
1) Kekurangnya hubungan kerja antara pengguna jasa dan penyedia jasa;
2) Belum mantapnya dukungan berbagai sektor secara langsung maupun tidak langsung
yang mempengaruhi kinerja dan keandalan jasa konstruksi nasional, antara lain akses
kepada permodalan, pengembangan profesi keahlian dan profesi keterampilan,
ketersediaan bahan dan komponen bangunan yang standar;
3) Belum tertatanya pembinaan jasa konstruksi secara nasional masih bersifat parsial dan
sektoral.
Bahwa mengingat usaha jasa konstruksi belum berkembang sesuai dengan yang
diharapkan, maka untuk peningkatan kemampuan jasa konstruksi nasional memerlukan iklim
usaha yang kondusif, yaitu :
a. Terbentuknya kepranataan usaha, meliputi :
1) Persyaratan usaha yang mengatur klasifikasi dan kualifikasi perusahaan jasa
konstruksi;

33
Meylina Hasbullah. Jasa Konstruksi dalam Sinergi Kebijakan untuk Pemulihan Ekonomi Nasional.
Buletin Konstruksi (Edisi 2 Tahun 2021). Hlm 39.

12
2) Standard klasifikasi dan kualifikasi keahlian dan keterampilan yang mengatur bidang
dan tingkat kemampuan orang perseorangan yang bekerja pada perusahaan jasa
konstruksi ataupun yang melakukan usaha orang perseorangan;
3) Tanggung jawab profesional yakni penegasan atas tanggung jawab terhadap hasil
pekerjaannya;
4) Terwujudnya perlindungan bagi pekerja konstruksi yang meliputi kesehatan dan
keselamatan kerja, serta jaminan sosial;
5) Terselenggaranya proses pengikatan yang terbuka dan adil, yang dilandasi oleh
persaingan yang sehat;
6) Pemenuhan kontrak kerja konstruksi yang dilandasi prinsip kesetaraan kedudukan
antar pihak dalam hak dan kewajiban dalam suasana hubungan kerja yang bersifat
terbuka, timbal balik dan sinergis yang memungkinkan para pihak untuk
mendudukkan diri pada fungsi masing-masing secara konsisten.
b. Dukungan pengembangan usaha meliputi :
1) Tersedianya permodalan termasuk pertanggungan yang sesuai dengan karakteristik
usaha jasa konstruksi;
2) Terpenuhinya ketentuan tentang jaminan mutu;
3) Berfungsinya asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi dalam memenuhi kepentingan
anggotanya termasuk memperjuangkan ketentuan imbalan jasa yang adil.
c. Berkembangnya partisipasi masyarakat, yakni timbulnya kesadaran masyarakat akan
mendorong terwujudnya tertib jasa konstruksi serta mampu untuk mengaktualisaikan hak
dan kewajibannya;
d. Terselenggaranya pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan yang dilakukan oleh
pemerintah dan/atau masyarakat jasa konstruksi bagi para pihak dalam penyelenggaraan
pekerjaan pekerjaan konstruksi agar mampu memenuhi berbagai ketentuan yang
dipersyaratkan ataupun kewajiban-kewajiban yang diperjanjikan.

13
E. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Bahwa kepastian hukum dalam penyelenggaraan jasa konstruksi menjadi penting
karena selain memberi kontribusi besar dalam pertumbuhan perekonomian nasional,
usaha jasa konstruksi merupakan suatu industri dengan tingkat risiko tinggi dan
sangat rawan terjadinya konflik kepentingan antara pihak, Undang-Undang Jasa
Konstruksi Nomor : 2 tahun 2017 dan regulasi-regulasi terkait penyelenggaraan
konstruksi harus mampu memberikan kepastian dalam bentuk perlindungan dan
jaminan keamanan dari berbagai aspek, terutama bagai kepentingan masyarkat luas
yang memanfaatkan produk jasa konstruksi;
b. Kepastian hukum dalam penyelenggaraan jasa konstruksi berpengaruh pada
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional, karena sektor produk jasa konstruksi
merupakan salah satu simbol kemajuan peradaban dan budaya masyarakat pada
suatu wilayah, selain itu kegiatan konstruksi juga dapat menimbulkan multiplier
effect yang mempengaruhi perkembangan sektor-sektor vital lainnya. Antra hukum
dan ekonomi harus ditempatkan pada posisi yang sejajar dan saling berhadapan,guna
menghindari ketimpangan atau kontraproduktif dalam upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
2. Saran
a. Bahwa perlu dilakukan peninjauan ulang dan rekonstruksi hukum terhadap
peraturan-peraturan terkait di bidang konstruksi, terutama pada Undang-Undang
Nomor : 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, untuk menciptakan suatu sistem
penyelenggaraan jasa konstruksi yang memberi proteksi menyeluruh dan kepastian
hukum terhadap penyelenggaraan jasa konstruksi, terutama jaminan akan
kenyamanan dan keamanan bagi masyarakat/publik yang memanfaatkan produk jasa
konstruksi, dari potensi kegagalan bangunan atau kondisi berbahaya lainnya yang
mengancam keselamatan;
b. Pelaku ekonomi harus memahami konsekuensi hukum atas setiap tindakan yang
dilakukan karena adanya hubungan sinergitas antara para pelaku ekonomi dalam
menjalankan bisnis dan aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas
kewenangannya. Sehingga harus selalu memperhatikan rambu-rambu hukum dan
etika saat menentukan keputusan bisnis. Di sisi lain, aparat penegak hukum juga
harus memahami akibat dan dampak dari tindakan hukum yang dilakukan terhadap
keberlangsungan suatu usaha serta aspek-aspek lainnya.

14
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, Oka. Penerapan Manajemen Risiko Perusahaan dan Nilai Perusahaan di Sektor
Konstruksi Properti, Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol 7. No. 2 Oktober 2017.

Evelina, Adeline. Tanggung Jawab Hukum Pelaksana Pekerjaan Konstruksi Terhadap


Kegagalan Pekerjaan Konstruksi dan Bangunan. Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan
Repertorium. Vol. 7. No. 1. Mei 2018.

Firdaus, Aras. Perspektif Normatif Hukum Pidana Terhadap Kegagalan Kontruksi di


Indonesia. Law Jurnal (Jurnal Ilmiah Penelitian). Vol 1. No 1 Juli 2020.

Ginting, Yeremia, Reansa. 2019. Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Kontrak
Kerja Konstruksi Akibat Terjadinya Keadaan Kahar. Fakultas Hukum Universitas
Atma Jaya. Yogyakarta.

Gayatri, Aprilia. Terbitnya UU Cipta Kerja, Harapan Baru Pemulihan Ekonomi Bangsa.
Tabloit Konstruksi. Edisi 2 Tahun 2021.

Hansen, Seng. 2015. Manajemen Kontrak Konstruksi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Hardjomuljadi, Sarwono. Peran Penilai Ahli dalam Penanganan Kegagalan Bangunan dan
Kegagalan Konstruksi (Menurut UU Nomor 18 Tahun 1999 Jo Pp 29 Tahun 2000).
Jurnal Konstruksia Vol 6. No 1 Desember 2014.

Hasbullah, Meylina. Jasa Konstruksi dalam Sinergi Kebijakan untuk Pemulihan Ekonomi
Nasional. Buletin Konstruksi (Edisi 2 Tahun 2021).

Indonesia Services Dialogue Council. Kajian Potensi Pengadaan Pemerintah Sektor Jasa
Konstruksi dan Keinsinyuran Dibawa Skema I-Eu Cepa. Jakarta : 2020.

Irawan, Ade. Pembaharuan Regulasi Jasa Konstruksi dalam Upaya Mewujudkan Struktur
Usaha Yang Kokoh, Andal, Berdaya Saing Tinggi dalam Pekerjaan Konstruksi
Berkualitas. Jurnal Hukum Rechts Vinding. Vol 1. No. 2 Agustus 2012.

Latada, Helmi Analisis Penyelesaian Jasa Konstruksi Pada Proyek Pembangunan Pasar
Rakyat Pontolo Kabupaten Gorontalo. Jorunal Flyover (JTO) Vol. 2. No. 1 Tahun
2022.

Mertukusumo, Sudikno. 2009. Penemuan Hukum. Yogyakarta : Liberty.

Mulyana, N, Asep. 2019. Deferred Prosecution Agreement dalam Kejahatan Bisnis. Jakarta :
PT. Gramedia (Kompas Gramedia).

Mulyo, Sulistijo, Sidarto. 2018. Proyek Infrastruktur dan Sengketa Konstruksi. Jakarta :
Prenadamedia Grup.

Putri, Petty, Ramadhani. Peran Sektor Konstruksi dalam Perekonomian Indonesia (Analisis
Input-Output). Fakultas Ekonomi Universitas Sriwiyaya. 2014.

15
Soemitro, Ronny, Hanitijo. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri. Jakarta :
Galamania Indonesia.

Suhartono. Sektor Konstruksi Nasional dan Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun


1999 Tentang Jasa Konstruksi. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik. Vol. 3. No.
1, Juni 2012.

Yusuf, Mochamad. 2008 Penyelesaian Sengketa Akibat Kegagalan Bangunan Dalam


Perjanjian Kerja Konstruksi. Yogykarta : Universltas Islam Indonesia Program
Pascasarjana Fakultas Hukum.

16

Anda mungkin juga menyukai