Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

REVIEW KEUNGGULAN BAB V DAN BAB VI UNDANG-UNDANG


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA
KONSTRUKSI
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Administrasi Proyek
dan Hukum Pembangunan

Dosen :
Dr. Antono D., Ir., MMBAT.

Disusun Oleh :
Gabriel Rapidin Mangampa (2411151042)
Nurman Sopian (2411151048)
Boy Raja Agustinus Sihotang (2411151049)

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jasa Konstruksi merupakan salah satu kegiatan bidang ekonomi yang
mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran, guna
menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Jasa Konstruksi yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 melingkupi tiga layanan
jasa konstruksi, yaitu perencanaan pekerjaan konstruksi, pelaksanaan pekerjaan
konstruksi, dan pengawasan pekerjaan konstruksi. Usaha jasa pelaksanaan
pekerjaan konstruksi memberikan layanan jasa pelaksanaan yang meliputi
bidang pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan/atau tata
lingkungan. Lingkup layanan jasa pengawasan pekerjaan konstruksi dapat terdiri
atas jasa pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi, serta pengawasan
keyakinan mutu dan ketepatan waktu dalam proses pekerjaan dan hasil pekerjaan
konstruksi. Lingkup layanan jasa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
secara terintegrasi dapat terdiri atas jasa rancang bangun; perencanaan,
pengadaan, dan pelaksanaan terima jadi atau penyelenggaraan pekerjaan terima
jadi.
UU Jasa Konstruksi No 12 Tahun 2017 yang baru disahkan ini terdiri dari
14 Bab dan 106 pasal telah melalui harmonisasi dengan peraturan sektor lain,
seperti UU Nomor 11/2014 tentang Keinsinyuran, UU Nomor 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan, UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, UU Nomor 23/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan aturan terkait
lainnya.
Latar belakang lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 :
1. Adanya tuntutan tata kelola pemerintahan yang baik
2. Tuntutan mutu produk produksi
3. Perkembangan sistem penyelenggaraan jasa konstruksi
4. Tantangan penyelenggaraan jasa konstruksi meningkat dan membesar
5. Lingkungan strategis muncul signifikan sehingga memerlukan harmonisasi
peraturan perundang-undangan terkait pemerintahan daerah, bidang PUPR,
bidang ketenagakerjaan, Standar Internasional Usaha Jasa Konstruksi,
Profesi Keinsinyiuran dan Arsitek, Sektor Yang Relevan seperti ESDM
6. Wujud penyempurnaan pada pengaturan aspek pembinaan,
penyelenggaraan, penegakan hukum, partisipasi masyarakat, keamanan-
keselamatan – kesehatan – keberlanjutan konstruksi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas diatas maka terdapat
pertanyaan yang dijadikan rumusan masalah dalam penelitian yang dilakukan,
yaitu : Apa kelebihan BAB VI pada UU No.2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi dibandingkan dengan UU No.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
dalam upaya peningkatan mutu konstruksi di Indonesia.

1.3 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan makalah ini adalah mengindentifikasi kelebihan BAB
VI pada UU No.2 tahun 2017 dari UU No.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
terhadap upaya peningkatan mutu konstruksi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Umum


Perkembangan manajemen mutu di industri konstruksi di Indonesia
sebelum lahirnya UU No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi berjalan dengan
sangat lambat, dikarenakan karaktersitik industri konstruksi saat itu sebagai
berikut :
1. Kompetisi yang terjadi ialah kompetisi lokal dengan sedikit pesaing
2. Pelanggan tidak mempunyai banyak tuntutan
3. Inovasi berlangsung dengan lambat
4. SDM murah dan berlimpah, tetapi dengan tingkat kualitas yang rendah
5. Mutu hanya dilihat dari produk/ keberhasilan penyelesaian pekerjaan
6. Mutu produk/ hasil pekerjaan ditentukan oleh penyedia jasa.

2.2 Perbandingan Undang- Undang Jasa Konstruksi


Terdapat beberapa perbedaan dan penambahan pada pembaruan UUJK
No.2 tahun 2017, dapat dilihat di tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1 Perbandingan Undang- Undang Jasa Konstruksi
UU NO. 18 TAHUN 1999 UU NO. 2 TAHUN 2017
Lingkup Konstruksi Pengguna dan Penyedia Jasa, Usaha Penyediaan
Jasa Bangunan dan Rantai
Pasok
Lingkup Pembinaan 1. Pengaturan, 1. Penetapan
Pemberdayaan dan Kebijakan
Pengawasan 2. Penyelenggaraan
2. Pengembangan Kebijakan
(dilaksanakan oleh 3. Pengawasan,
LPJK) Pemantauan, dan
Evaluasi
4. Pengembangan
Jasa Konstruksi
dan
Pengembangan
Kerjasama
Klasifikasi Usaha ASMET Central Product
Clasification
Partisipasi 1. Forum Jasa 1. Satu Lembaga
Masyarakat Konstruksi 2. Peningkatan
2. Melalui Peran Asosiasi
Pembentukan suatu 3. Forum dalam
Lembaga berbagai Media

Perbandingan antara UU No.18 tahun 1999 dengan UU No.2 tahun 2017 yaitu
dalam hal :
1. UU No.18/1999 hanya mencakup jasa yang yang terkait dengan
pengguna dan penyedia jasa; sedangkan UU No.2/2017 mencakup selain
pengguna dan penyedia jasa, juga mencakup penyediaan bangunan
(investasi) dan pelaku rantai pasok.
2. Pembinaan tidak lagi bersifat sentralisasi namun sudah bersifat
desentralisasi, seperti yang tercantum dalam BAB III Tanggung Jawab
dan Kewenangan Pasal 7 dan 8 tentang kewenangan daerah; lingkup
pembinaan yang sebelumnya hanya mencakup pengaturan,
pemberdayaan, dan pengawasan, namun juga mencakup jasa usaha
penyediaan bangunan.
3. Hal lainnya yang menjadi perbandingan yaitu klasifikasi usaha yang
sebelumnya berdasarkan arsitektur, sipil, mekanikal, kelistrikan, dan tata
lingkungan (ASMET), menjadi didasarkan pada Central Product
Clasification (CPC) seperti Bangunan Gedung dan Bangunan Sipil.
4. Selain hal diatas, di dalam UU ini juga mengatur upaya pemerintah
mendorong pengembangan tenaga kerja indonesia melalui penetapan
standar remunerasi minimal tenaga kerja ahli dan peningkatan peran
masyarakat yang lebih nyata dengan cara misalnya bisa mengakses
informasi dan keterangan terkait kegiatan konstruksi yang berdampak
pada kepentingan masyarakat, masyarakat juga dapat memberikan
masukan kepada pemerintah dalam perumusan kebijakan jasa konstruksi.

2.3 Penyelenggaraan Jasa Konstruksi


Adapun tujuan dari penyelenggaraan jasa konstruksi pada undang-undang
No. 2/2017 adalah sebagai berikut :
1. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan Jasa Konstruksi
untuk mewujudkan struktur usaha kukuh, andal, berdaya saing tinggi,
dan hasil Jasa Konstruksi berkualitas;
2. Mewujudkan ketertiban penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang
menjamin kesetaraan kedudukan Pengguna dan Penyedia Jasa, serta
peningkatan kepatuhan pada peraturan perundang-undangan;
3. Mewujudkan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang Jasa
Konstruksi;
4. Menata sistem Jasa Konstruksi yang mewujudkan keselamatan publik
dan kenyamanan lingkungan terbangun;
5. Menjamin tata kelola penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang baik;
6. Menciptakan integrasi nilai tambah dari seluruh tahapan
penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Tujuan dari undang-undang No. 2/2017 lebih komprehensif dibandingkan
dengan tujuan dari undang-undang No. 18/1999 yang hanya mencakup :
1. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi
untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing
tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas;
2. Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang
menjamin kesetaran kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa
dalam hak dan kewajiban, serta menignkatkan kepatuhan pada
ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;
3. Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.
2.4 Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan Konstruksi
Pada Undang-Undang Jasa Konstruksi No.18 tahun 1999 belum mengatur
mengenai Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan Konstruksi.
Pada Undang-Undang Jasa Konstruksi terbaru bab VI pasal 59 mempunyai
aturan, sebagai berikut :
1. Dalam setiap penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pengguna Jasa dan
Penyedia Jasa wajib memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, dan
Kesehatan. Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Penyedia Jasa
dan/atau Pengguna Jasa dapat memberikan pengesahan atau persetujuan
atas :
a. Hasil pengkajian, perencanaan dan/atau perancangan
b. Rencana teknis proses pembangunan, pemeliharaan, penghancuran,
dan/atau pembuatan kembali
c. Dilaksanakannya suatu proses pembangunan, pemeliharaan,
penghancuran, dan/atau pembuatan kembali
d. Penggunaan material dan/atau peralatan
e. Diterimanya hasil layanan Jasa Konstruksi
2. Standar Keamanan, Keselamatan, dan Kesehatan paling sedikit meliputi :
a. Standar mutu bahan
b. Standar mutu peralatan
c. Standar prosedur keamanan, keselamatan, dan kesehatan kerja
d. Standar prosedur pelaksanaan pekerjaan konstruksi
e. Standar mutu hasil pekerjaan konstruksi
f. Standar operasi dan pemeliharaan
g. Pedoman perlindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan pekerjaan
konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
h. Standar pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Standar Keamanan, Keselamatan, dan Kesehatan untuk setiap produk
konstruksi diatur oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri teknis
terkait.
Dengan diaturnya Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan
Keberlanjutin Konstruksi mutu konstruksi di Indonesia semakin terjamin.

2.5 Hasil Rekapitulasi Perbedaan Undang-Undang Jasa Konstruksi


Tabel 2.2 Rekapitulasi Perbedaan Undang-Undang Jasa Konstruksi
Parameter UU No.18 Tahun UU No.2 Tahun Tanggapan
Perbandingan 1999 2017
Tujuan Pengaturan jasa Penyelenggaraan Terdapat
Penyelenggaraan konstruksi jasa konstruksi beberapa
Kontruksi bertujuan untuk : bertujuan untuk : penambahan
a. Memberikan arah a.Memberikan arah dari tujuan
pertumbuhan dan pertumbuhan dan penyelenggaran
perkembangan jasa perkembangan jasa konstruksi, hal
konstruksi untuk konstruksi untuk ini bertujuan
mewujudkan mewujudkan untuk
struktur usaha yang struktur usaha yang terciptanya
kokoh, handal, kokoh, handal, kesatuan yang
berdaya saing berdaya saing utuh dalam
tinggi, dan hasil tinggi, dan hasil proses
pekerjaan jasa pekerjaan jasa penyelenggaran
konstruksi yang konstruksi yang konstruksi
berkualitas berkualitas
b. Mewujudkan b. Mewujudkan
tertib ketertiban
penyelenggaraan penyelenggaraan
pekerjaan jasa konstruksi
konstruksi yang yang menjamin
menjamin kesetaraan
kesetaraan kedudukan antara
kedudukan antara pengguna jasa dan
pengguna jasa dan penyedia jasa
penyedia jasa dalam menjalankan
dalam hak dan hak dan kewajiban,
kewajiban, serta serta meningkatkan
meningkatkan kepatuhan sesuai
kepatuhan pada dengan ketentuan
ketentuan peraturan peraturan
perundangundangan perundangundangan
yang berlaku c. Mewujudkan
c. Mewujudkan peningkatan
peningkatan peran partisipasi
masyarakat di masyarakat di
bidang jasa bidang jasa
konstruksi konstruksi
d. Menata system
Jasa Konstruksi
yang mampu
mewujudkan
keselamatan public
dan menciptakan
kenyamanan
lingkungan
terbangun
e.Menjamin tata
kelola
penyelenggaraan
jasa konstruksi
yang baik
f. Menciptakan
integrasi nilai
tambah dari sepuluh
tahapan
penyelenggaraan
Jasa Konstruksi
Keamanan, Tidak diatur secara Mengatur lebih Dengan aturan
Keselamatan, spesifik tentang jelas dan rinci baru yang lebih
Kesehatan, Dan standar keamanan, tentang standar spesifik
Keberlanjutan keselamatan, keamanan, mengenai
Konstruksi kesehatan, dan keselamatan, standar aturan
keberlanjutan kesehatan, dan mutu bahan,
konstruksi keberlanjutan peralatan, hasil
konstruksi. pekerjaan
sehingga
meningkatkan
mutu dari
konstruksi

2.6 Contoh Kasus Terkait Penyelenggaraan Jasa Konstruksi

SENGKETA KONSTRUKSI : BANI Gandeng Korea Hindari


Kriminalisasi

JAKARTA – Badan Arbitrase Nasional Indonesia bekerja sama dengan


Korean Commercial Arbitration Board terkait penyelesaian alternatif
sengketa konstruksi yang melibatkan kedua negara.

Husseyn Umar, Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI),


mengatakan lingkup kerja sama dengan Korean Commercial Arbitration
Board (KCAB) meliputi pertukaran arbiter kedua lembaga, dan
pengembangan kapasitas arbriter.
“Kerja sama ini tidak hanya untuk sengketa konstruksi saja, tetapi karena
saat ini marak pembangunan infrastruktur, maka banyak terjadi sengketa
konstruksi,” katanya di sela-sela seminar Alternative Dispute Resolution on
Construction Dispute, Selasa (16/5).

KCAB dinilai memiliki pengalaman dalam menyelesaikan sengketa


konstruksi, karena telah menangani setidaknya 30 kasus sengketa
konstruksi yang melibatkan warga Korea Selatan dalam beberapa tahun
terakhir.

Husseyn menuturkan penyelesaian sengketa konstruksi melalui arbitrase


sebenarnya telah diamanatkan dalam Undang-Undang No. 2/2017 tentang
Jasa Konstruksi yang memandang sengketa konstruksi sebagai kasus
perdata. Sebelumnya, kasus konstruksi di Indonesia diselesaikan melalui
jalur pengadilan, sehingga kontraktor rawan mengalami kriminalisasi.

Penggunaan jalur arbitrase untuk menyelesaikan kasus sengketa konstruksi


juga akan memakan waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan
pengadilan, karena hanya membutuhkan 180 hari.

BANI sendiri telahmenangani 1.162 kasus sengketa pada periode 1977—


2016. Periode 2007—2016 menjadi yang paling banyak terdapat kasus
sengketa, dengan jumlah 672 kasus.

Mayoritas sengketa yang ditangani BANI merupakan sengketa konstruksi


dengan jumlah persentase mencapai 26,9% dari total kasus sengketa yang
terjadi. Tempat kedua ditempati oleh kasus sengketa sewa guna usaha 23%,
dan sengketa telekomunikasi sebanyak 14,7% di tempat ketiga.

Heehwan Kwon, Direktur Tim Kerja Sama Internasional KCAB,


mengatakan pihaknya telah menangani 1.170 kasus sengketa domestik, dan
323 sengketa internasional sepanjang 2012—2015.
“Sejak pertama kali berdiri pada 1966, KCAB menjadi institusi yang
diandalkan dalam penyelesaian sengketa. Kami menyediakan jasa mediasi,
konsultasi, hingga arbitrase,” ujarnya.

KCAB juga memiliki setidaknya 320 arbiter dari berbagai kewarganegaraan


untuk menangani sengketa arbitrase internasional. Selain berasal dari
Korea, arbiter KCAB banyak berasal dari Amerika Serikat, Inggris, China,
Jerman, Australia, dan Singapura.

Yusid Toyib, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan


Umum dan Perumahan Rakyat, mengatakan penyelesaian sengketa melalui
arbitrase jauh lebih efisien ketimbang proses pengadilan.

“Dengan Undang-Undang yang baru, apabila ada persoalan jasa konstruksi


maka tidak selesai di pengadilan, tetapi di arbitrase. Ini merupakan solusi
agar tidak ke pengadilan,” ucapnya.

UU Jasa Konstruksi saat ini mengatur kegagalan konstruksi menjadi


kegagalan bangunan. Dengan demikian segala sengketa yang berkaitan
dengan penyelenggaraan jasa konstruksi tidak lagi digugat secara pidana ke
pengadilan, tetapi diselesaikan sesuai dengan yang tercantum dalam
kontrak.

Yusid juga menyebut UU Jasa Konstruksi tidak hanya mengikat proyek


pemerintah, tetapi juga proyek swasta. Hal itu membuat perusahaan swasta
yang menyelenggarakan proyek konstruksi harus memahami perubahan
yang ada dalam UU itu.

Sumber :

http://kalimantan.bisnis.com/read/20170517/437/654304/sengketa-
konstruksi-bani-gandeng-korea-hindari-kriminalisasi
2.7 Contoh Kasus Terkait Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan
Keberlanjutan Konstruksi

KESEHATAN & KESELAMATAN KERJA : “Hasil investigasi


Tidak Pernah Di-publish”

JAKARTA — Dalam kurun waktu 6 bulan terakhir, terdapat 11 kecelakaan


kerja dalam pembangunan infrastruktur. Padahal, pemerintah tengah gencar
membangun dan menyelesaikan sejumlah proyek untuk mengejar
ketertinggalan infrastruktur.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kesehatan dan keselamatan


kerja, Bisnismewawancarai Ketua Umum Asosiasi Ahli Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Konstruksi (A2K4) Indonesia Lazuardi Nurdin. Berikut
petikan wawancara tersebut.

Di tengah masifnya pembangunan infrastruktur, mengapa sering


sekali terjadi kecelakaan kerja?

Seiring dengan banyaknya proyek infrastruktur yang sedang berjalan


memang tidak bisa dihindari adanya kecelakaan kerja apabila tidak benar-
benar menjalankan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
(K3).

Lihat sendiri, akan banyak pekerjaan yang dibangun atau tengah


diselesaikan. Seperti rencana Pemprov DKI membangun LRT (light rail
transit) yang terintegrasi dengan Bodetabek. Ini memang perlu perhatian
pada keselamatan kerja.

Kejadiannya rerata dalam proses pengangkatan girder (konstruksi baja atau


beton yang membentuk bentangan jembatan) itu ada proses ada metode
kerja itu harus diikuti job safety analysis. Job safety analysis ini tidak
dilakukan dengan baik dan hanya diserahkan kepada ahli K3. Pimpinan
tertinggi proyek harus berada di lokasi saat pengangkatan. Konsultan
pengawas pun harus memiliki ahli K3. Ini kita lihat pendidikan konsultan
pengawas yang ikut pendidikan K3 di kami sedikit sekali.

Kemudian, pada hari libur dan tengah malam harus benar-benar diawasi,
apalagi proyek-proyek pembangunan dilakukan 7 hari selama 24 jam
dengan 3 shift.

Kompetensi setiap shift ini harus diperhatikan apakah mereka punya standar
kompetensi yang sama. Orang yang kerja pada shift sore sampai pagi pun
beda fisiknya dengan yang bekerja pagi hingga sore.

Dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu proyek infrastruktur


apakah sudah direncanakan tentang keselamatan kerja?

Kementerian PUPR memiliki Permen No. 5/2014 tentang Sistem K3.


Penyedia jasa saat perencanaan proyek harus membuat RK3K (rencana
keselamatan dan kesehatan kerja kontrak). Setelah menjadi pemenang juga
harus kembali membuat gambaran pelaksanaan RK3K yang dibahas oleh
PPK [pejabat pembuat komitmen] terkait dengan keselamatan kerja di
lapangan.
Dengan adanya prosedur instruksi kerja, kebijakan K3 yang dibuat oleh
perusahaan harus dipahami oleh semua orang yang terlibat dalam kegiatan
konstruksi dan tentu diuji apakah mampu mengantisipasi kejadian.

Sebagian besar kecelakaan terjadi saat pengangkatan gelagar (girder),


mengapa dan seperti apa pengawasan di lapangan?

Ini memang harus mencari tahu penyebabnya. Memang perlu ada prosedur
khusus bagaimana pengangkatan girder yang dalam hal ini siapa yang
bertanggung jawab. Ini perlu proses perencanaan, tidak hanya ahli K3.

Ahli K3, engineering, dan pimpinan proyek harus membahas dahulu


kemudian disepakati dan dianalisis kecelakaan atau job safety analysis.

Selama ini apakah keselamatan kerja hanya menjadi tanggung jawab


ahli K3?

Kalau risikonya masih rendah bisa diserahkan kepada ahli K3. Namun, ya,
dilihat bagaimana kompetensinya. Kalau risikonya tinggi harus ada peranan
engineering, pimpinan proyek, dan ahli K3.

Kompetensi K3 ini ada tiga macam yakni muda, madya, dan utama. Yang
kami beri sertifikasi muda sudah 6.000 orang, kalau madya dan utama
kurang lebih baru 100 orang.

Apakah perlu dibentuk tim keselamatan konstruksi?

Dalam UU Jasa Konstruksi Nomor 2/2017 memang tidak ada amanat untuk
membentuk komite keselamatan konstruksi. Di dalam UU ini hanya ada
standar terkait keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan.

Dalam amanat UU 1 tahun 1970 disebutkan memang ada pengawasan dari


pegawai pengawas dari dinas tenaga kerja dalam hal ini Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang mengawasi keselamatan kerja.

Kami meminta agar PUPR membentuk tim keselamatan kerja konstruksi


yang bertugas bukan saja saat terjadi kecelakaan, melainkan me-monitoring
pelaksanaan kerja apakah sudah sesuai dengan rencana K3 yang ada dalam
kontrak.

Kalau Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) kan turun saat


terjadi kecelakaan, tapi kalau ini Komisi Keselamatan Kerja Konstruksi
turun sebelumnya yakni memantau dari perencanaan hingga pelaksanaan.

Memang PUPR setiap ada kecelakaan kerja membuat tim investigasi, tetapi
hanya dilakukan saat kecelakaan itu terjadi. Hasil investigasi pun tidak
pernah di-publish kepada masyarakat apa yang menjadi penyebab
kecelakaan itu terjadi.

Kami pun tidak pernah melihat rilis penyebabnya maupun turut serta dalam
investigasi itu. Kami berharap kecelakaan kerja ini tidak berulang.

Bagaimana dengan sanksinya. Di dalam UU Jasa Konstruksi apabila


terdapat kegagalan konstruksi, kontraktor, dan penyedia jasa bebas
ancaman pidana?

Dalam Pasal 59 ayat 1 dan Pasal 96 disebutkan bahwa setiap penyedia jasa
dan/atau pengguna jasa yang tidak memenuhi standar keamanan,
keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan jasa
konstruksi dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis,
denda administratif, penghentian sementara konstruksi/kegiatan layanan
jasa, pencantuman dalam daftar hitam, pembekuan izin, dan/atau
pencabutan izin.

Ini seharusnya dijabarkan dan diperinci dalam aturan turunannya atau PP


(peraturan pemerintah), termasuk memerinci terkait dengan standar
keamanan, keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan.

Sumber :

http://kalimantan.bisnis.com/read/20180126/437/730631/kesehatan-
keselamatan-kerja-hasil-investigasi-tidak-pernah-di-publish
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Dalam upaya meningkatkan mutu konstruksi di Indonesia, Undang-Undang
Jasa Konstruksi No.2 tahun 2017 memiliki keunggulan yaitu mengatur secara
spesifik mengenai Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan
Konstruksi sehingga tercipta keselamatan publik dan kenyamanan lingkungan,
dan tercipta integrasi nilai tambah. Dengan aturan baru yang lebih spesifik
mengenai standar aturan mutu bahan, peralatan, hasil pekerjaan sehingga
meningkatkan mutu dari konstruksi. Terdapat beberapa penambahan dari tujuan
penyelenggaran jasa konstruksi, hal ini bertujuan untuk terciptanya kesatuan
yang utuh dalam proses penyelenggaran konstruksi. Namun pengaplikasian di
lapangan dirasa belum optimal.

3.2 Saran
Dengan pengaturan yang komprehensif yang melingkupi berbagai aspek
dalam sektor jasa konstruksi, maka UU ini diharapkan memenuhi kebutuhan
kebutuhan masyarakat dalam upaya peningkatan mutu di Indonesia, khususnya
kepada masyarakat jasa konstruksi dan masyarakat secara keseluruhan.

Anda mungkin juga menyukai