ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi natrium bisulfit dan suhu
pengeringan terhadap sifat fisik-kimia tepung biji nangka yang dihasilkan, dan mengetahui sifat sensorik
puding tepung biji nangka, serta perlakuan terbaik. Rancangan percobaan penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama konsentrasi natrium bisulfit
(200, 400, 600 ppm). Faktor yang kedua suhu pengeringan (50, 60, 70 0C). Analisa data menggunakan
ANOVA (Analisys of Variance) yang diikuti dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 0.05 dan
0.01. Pemilihan perlakuan terbaik menggunakan metode Multiple Atribute, Berdasarkan hasil penelitian,
konsentrasi natrium bisulft dan suhu pengeringan berpengaruh terhadap tepung biji nangka. Hasil yang
optimal pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 50 0C. Pada
perlakuan ini rerata rendemen sebesar 39.384%, modulus kehalusan 1.603, derajat keputihan 78.346%,
kadar air 11.685%, kadar abu 0.868%, pH 4.459, tekstur 4.12 (netral - agak menyukai), aroma 4.44 (netral
- agak menyukai), rasa 5.12 (agak menyukai - menyukai) dan warna 4.36 (netral - agak menyukai).
Kata kunci: tepung biji nangka, pengeringan, natrum bisulfit, sifat fisik, kimia
ABSTRACT
This research aims to know influence sodium bisulfite concentration and drying temperature on
physical-chemical properties jackfruit seed flour produced, and knowing sensory properties jackfruit
seeds flour pudding, as well as the best treatment. This experimental design research used Randomized
Complete Design (RCD) factorial with two factors. First factor is natrium bisulfit concentration (200,
400, 600 ppm). Second factor is drying temperature (50, 60, 70 0C). Data analysis using ANOVA
(Analisys of Variance) with followed Least Significant Difference (LSD) test at level 0.05 and 0.01.
Selection the best treatment using Multiple Attribute method. Based on research results, sodium bisulfite
concentration and drying temperature influence jackfruit seed flour. Optimum results are at treatment
sodium bisulfite concentration 400 ppm and drying temperature 50 0C. In this treatment mean obtained
yield 39.384%, fineness modulus 1.603, whiteness degree 78.346%, moisture content 11.685%, ash
content 0.868%, pH 4.459, texture 4.12 (neutral - rather like), scent 4.44 (neutral - rather like), taste
5.12 (rather like - like) and colour 4.36 (neutral - rather like).
Key words: jackfruit seed flour,drying, natrium bisulfite, physical properties, chemical
PENDAHULUAN
1
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
memanfaatkan biji nangka menjadi tepung, selanjutnya mengolah tepung biji nangka menjadi aneka
olahan makanan yang mempunyai nilai jual tinggi (Purnomo dan Winarti, 2006 dalam Hartika, 2009).
Biji nangka banyak yang terbuang atau menjadi limbah, karena hanya daging buah nangka saja yang
dikonsumsi masyarakat, tetapi ternyata biji nangka memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi.
Menurut Setyawati (1990), kandungan nutrisi biji nangka meliputi karbohidrat 36.7%, protein 4.2% dan
lemak 0.1%. Hal ini yang menjadi nilai yang cukup potensial bagi biji nangka untuk dapat dimanfaatkan.
Tepung biji nangka yang dihasilkan dimaksudkan untuk memperpanjang umur simpan produk dan
meningkatkan nilai ekonomis serta memudahkan penggunaan aplikasi produk.
Tepung biji-bijian dapat dihasilkan dari beberapa tahapan proses yaitu perendaman (sulfurisasi),
blanching, pengeringan dan penggilingan. Proses perendaman dilakukan dengan cara bahan direndam ke
dalam larutan natrium bisulfit dengan konsentrasi 730 ppm pada suhu konstan (28-30 0C) selama tidak
lebih dari 72 jam (Arogba, 1999). Hal ini bertujuan untuk mempertahankan warna dari bahan dan
mencegah terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatis maupun enzimatis, serta untuk menghambat
pertumbuhan mikroba. Tepung biji nangka yang dihasilkan digunakan pada pembuatan puding, dengan
dicampur tepung agar-agar, maizena, gula, susu dan air. Tepung biji nangka digunakan sebagai bahan
tambahan karena memiliki aroma yang khas.
Metode
Rancangan penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktorial. Faktor yang
digunakan ada 2. Faktor pertama adalah perendaman dengan natrium bisulfit terdiri dari 3 level yaitu
(200, 400, 600 ppm). Faktor kedua suhu pengeringan pada oven terdiri dari 3 level yaitu (50, 60, 70 0C).
Preparasi sampel
Sampel yang digunakan merupakan biji nangka dari buah nangka jenis salak yang telah masak,
kemudian dikupas dan diambil bijinya.
Parameter pengamatan
Rendemen, modulus kehalusan derajat keputihan, kadar air, kadar, pH, organoleptik (tekstur, aroma, rasa
dan warna) dengan 25 panelis, keseimbangan massa. Pemilihan perlakuan terbaik dengan metode
Multiple Attribute (Zaleny (1982) dalam Utomo (2012)).
2
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
Gambar 1 menunjukkan bahwa rendemen tepung biji nangka cenderung semakin menurun dengan
berkurangnya konsentrasi natrium bisulfit dan meningkatnya suhu pengeringan. Rendemen tertinggi
39.925% pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 600 ppm dan suhu pengeringan 50 0C. Rendemen
paling rendah 32.072% pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 70 0C.
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa rendemen dari masing-masing suhu pengeringan berbeda sangat
nyata. Menurut Widya (2003), nilai rendemen yang rendah disebabkan penyusutan bobot akibat air yang
hilang karena pemanasan. Proses pemanasan membuat sel-sel membran menjadi lebih permeabel,
sehingga pergerakan air tidak terhambat dan air lebih mudah dikeluarkan saat pengeringan.
Modulus kehalusan
Modulus kehalusan tepung biji nangka berkisar antara 1.578 hingga 1.622. Analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa faktor perlakuan konsentrasi natrium bisulfit, suhu pengeringan dan interaksi antara
kedua perlakuan tidak berbeda nyata terhadap modulus kehalusan tepung biji nangka yang dihasilkan
(P>0.05). Grafik hubungan modulus kehalusan ditunjukkan pada Gambar 2.
1.71
Modulus kehalusan
1.66
0
1.61 Suhu ( C)
50
1.56
60
1.51 70
1.46
200 400 600
Konsentrasi natrium bisulfit (ppm)
Gambar 2. Grafik hubungan modulus kehalusan dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu
pengeringan
Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan peningkatan modulus kehalusan tepung
biji nangka dengan bertambahnya konsentrasi natrium bisulfit dan menurunnya suhu pengeringan. Nilai
3
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
modulus kehalusan tertinggi diiperoleh pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu
pengeringan 60 0C dengan rerata sebesar 1.622. Sedangkan nilai modulus kehalusan yang terendah
sebesar 1.578 pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 200 ppm dan suhu pengeringan 70 0C.
Modulus kehalusan menyatakan tingkat kehalusan, atau menunjukkan besar dan kecilnya ukuran
pertikel tepung yang dihasilkan. Nilai modulus kehalusan yang besar, maka tepung yang dihasilkan
mempunyai partikel kasar. Nilai modulus kehalusan dipengaruhi oleh banyaknya bahan yang tertinggal
pada ayakan. Semakin besar ukuran partikel bahan maka jumlah partikel yang tertinggal semakin banyak,
sehingga modulus kehalusan maka semakin besar.
Derajat keputihan
Derajat keputihan menyatakan tingkat warna kehitaman dan keputihan dengan kisaran 0 sampai 100.
Nilai 0 menyatakan warna kehitaman atau gelap, sedangkan nilai 100 menyatakan warna keputihan atau
terang. Grafik hubungan derajat keputihan dengan konsentrasi dan suhu seperti disajikan pada Gambar 3.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan variasi suhu pegeringan dan
interaksi kedua perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap derajat keputihan tepung (P<0.01). Rerata
derajat keputihan akibat perlakuan suhu pengeringan seperti disajikan pada Tabel 2. Rerata derajat
keputihan berdasarkan konsensentasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan disajikan dalam Tabel 3.
100
Derajat Keputihn (%)
80
0
60 Suhu ( C)
40
50
60
20 70
0
200 400 600
Konsentrasi natrium bisulfit (ppm)
Gambar 3. Grafik hubungan derajat keputihan dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan
Gambar 3 menunjukkan bahwa tingkat derajat keputihan tepung biji nangka mengalami peningkatan
dengan semakin rendahnya suhu pengeringan dan semakin meningkatnya konsentrasi natrium bisulfit.
Rerata nilai derajat keputihan terendah sebesar 63.879%, pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 200
ppm dan suhu pengeringan 70 0C. Sedangkan derajat keputihan tertinggi 78.346%, diperoleh pada
perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 50 0C.
Tabel 3. Derajat keputihan berdasarkan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan
Sampel Rerata BNT 0.01
K1T3 63.880 a
K2T3 64.892 b
K1T2 66.395 b
K3T2 68.166 bc
K2T2 69.587 cd 5.050
K3T1 71.952 cd
K3T3 74.203 de
K1T1 77.334 e
K2T1 78.346 e
Keterangan : nilai dengan notasi berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata
4
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
Pada Tabel 2 menunjukkan hasil uji BNT bahwa terjadi kecenderungan menurunnya nilai derajat
keputihan dari tepung biji nangka dengan meningkatnya suhu pengeringan. Pada Tabel 3 menunjukkan
bahwa terjadi kecenderungan meningkatnya nilai derajat keputihan dari tepung biji nangka dengan
semakin bertambahnya konsentrasi Natrium Bisulfit dan semakin menurunnya suhu pengeringan.
Semakin tinggi konsentrasi Natrium Bisulfit semakin tinggi derajat keputihan. Semakin tinggi suhu
pengeringan maka derajat keputihan akan semakin rendah.
Diduga pencoklatan yang terjadi pada tepung biji nangka disebabkan oleh reaksi non enzimatik,
yaitu pencoklatan akibat bahan yang sensitif terhadap suhu tinggi. Menurut Asgar dan Musaddad. (2006).
Reaksi non enzimatik melibatkan asam amino dan gugus karbonil. Reaksi non enzimatik terjadi pada
suhu tinggi, dengan laju reaksi yang akan meningkat tajam pada suhu yang lebih tinggi, sehingga
menyebabkan proses pencoklatan semakin cepat terjadi.
Pada Tabel 4 menunjukkan hasil uji BNT bahwa terjadi kecenderungan peningkatan kadar air
tepung biji nangka dengan menurunnya suhu pengeringan. Masing-masing suhu pengeringan berbeda
sangat nyata terhadap kadar air tepung biji nangka yang dihasilkan. Grafik hubungan kadar air dengan
konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.
14
12
Kadar air (%)
10
Suhu (0C)
8
50
6
60
4 70
2
0
200 400 600
Konsentrasi natrium bisulfit (ppm)
Gambar 4. Grafik hubungan kadar air dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan
Gambar 4 menunjukkan kadar air tertinggi 11.905%, didapatkan perlakuan pada konsentrasi natrium
bisulfit 600 ppm dan suhu pengeringan 50 0C. Sedangkan kadar air yang paling rendah 7.040%, diperoleh
perlakuan pada konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 70 0C. Kadar air pada
penelitian ini lebih rendah jika apabila dibandingkan dengan SNI tepung terigu (01-3751-1995) maksimal
14.5%.. Dengan demikian, kadar air tepung biji nangka yang dihasilkan sudah memenuhi standar.
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium bisulfit yang
ditambahkan, maka kadar air akan semakin besar. Semakin tinggi suhu pengeringan maka kadar air yang
diperoleh akan semakin kecil. Hal ini, diperkuat dengan pernyataan Lahmudin (2006) bahwa kadar air
yang rendah disebabkan oleh pengeringan dengan suhu yang tinggi. Pada suhu yang tinggi terjadi proses
evaporasi berlangsung lebih cepat, sehingga kehilangan komponen air akan semakin besar.
5
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
Kadar abu
Kadar abu tepung biji nangka berkisar antara 0.868 sampai 2.057%. Grafik hubungan kadar abu
dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan hasil
analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan konsentrasi natrium bisulfit berpengaruh nyata
terhadap kadar abu tepung (P<0.05). Perlakuan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap
kadar abu tepung (P<0.01). Hal ini disebabkan natrium bisulfit dapat mengikat mineral pada bahan.
sedangkan suhu pengeringan berperan dalam penguraian komponen yang terkandung dalam bahan.
Notasi yang berbeda pada Tabel 5 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antara ketiga konsentrasi
natrium bisulfit. Kadar abu akibat ketiga variasi suhu pengeringan disajikan Tabel 6.
2.5
2
Kadar abu (%)
0
1.5 Suhu ( C)
1 50
60
0.5
70
0
200 400 600
Konsentrasi natrium bisulfit (ppm)
Gambar 5. Grafik hubungan kadar abu dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan
Gambar 5 menunjukkan kadar abu pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 600 ppm dan suhu
pengeringan 70 0C, diperoleh kadar abu yang paling tinggi dengan rerata 2.057%. Sedangkan rerata kadar
abu yang paling rendah tepung biji nangka diperoleh 0.868%, pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit
200 ppm dan suhu pengeringan 50 0C. Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan SNI 01-3751 (1995) tepung terigu maksimal 0.6%
Hasil uji BNT pada Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar abu tepung biji nangka cenderung
mengalami peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi natrium bisulfit. Pada Tabel 6 menunjukkan
bahwa terjadi kecenderungan peningkatan kadar abu tepung dengan meningkatnya suhu pengeringan.
Konsentrasi natrium bisulfit yang ditambahkan semakin tinggi, maka kadar abu yang dihasilkan
semakin tinggi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Desti dkk. (2012), bahwa semakin tinggi konsentrasi
natrium bisulfit, maka kadar abu semakin meningkat. dikarenakan pada natrium bisulfit terdapat mineral
Na dan S, yang dapat mengikat komponen mineral dalam bahan.
Semakin tinggi suhu pengeringan maka kadar abu yang dihasilkan semakin meningkat. Hal ini
disebabkan pada pengeringan dengan suhu rendah akan lebih sedikit komponen abu pada bahan yang
mengalami penguraian. Proses perpindahan panas yang tinggi berpeluang terurainya komponen dalam
bahan lebih jelas (Desrosier, 1988).
pH
Rerata nilai pH tepung biji nangka, berkisar antara 4.181 sampai 4.529. Grafik hubungan pH
dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan disajikan pada Gambar 6. Hasil analisis sidik
6
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap pH
tepung (P<0.01). Nilai rerata pH akibat ketiga variasi suhu pengeringan disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7 menunjukkan hasil uji BNT, bahwa semakin rendah suhu pengeringan maka pH yang
dihasilkan semakin meningkat. Nilai pH yang ditetapkan oleh SNI 01-3751 (1995) tepung terigu adalah
maksimal 4. Sedangkan pH tepung biji nangka yang diperoleh berkisar antara 4.181 sampai 4.529, belum
memenuhi SNI tepung terigu. Tetapi selisih pH tepung biji nangka dengan pH tepung terigu yang
ditetapkan SNI tidak terlalu besar yakni antara 0.181 sampai 0.529.
5
4.5
4 0
3.5 Suhu ( C)
3
pH
2.5 50
2
1.5 60
1 70
0.5
0
200 400 600
Kosentrasi natrium bisulfit (ppm)
Gambar 6. Grafik hubungan pH dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan
Pada Gambar 6 dapat diketahui bahwa nilai pH terendah pada perlakuan konsentrasi natrium
bisulfit 600 ppm dan suhu pengeringan 70 0C sebesar 4.181. Sedangkan rerata pH yang paling tinggi
sebesar 4.529 pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 200 ppm dan suhu pengeringan 50 0C.
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan terjadi penurunan pH seiring dengan semakin tingginya
suhu pengeringan dan meningkatnya konsentrasi narium bisulfit. Penurunan pH, dikarenakan suhu
pengeringan berperan pada penguapan air. Sedangkan natrium bisulfit yang ditambahkan pada saat
perendaman. Natrium bisulfit terbentuk pada pH di bawah 3 (Syarief dan Irawati, 1988).
Aroma
Rerata penilaian tingkat kesukaan aroma. pudding tepung biji nangka. adalah 3.96 sampai 4.52..
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu
pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap aroma puding. Begitu pula dengan Interaksi kedua
perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap aroma puding.
Rasa
Rerata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa puding berkisar antara 4.56 sampai 5.12. Berdasarkan
hasil analisa sidik ragam rasa puding. Bahwa penambahan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu
pengeringan, serta Interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap rasa puding (P>0.05).
Warna
7
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
Rerata kesukaan panlis terhadap warna produk puding mempunyai rentang antara 3.36 hingga 4.56.
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi natrium bisulfit tidak berpengaruh nyata
terhadap tingkat kesukaan panelis pada warna puding Suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata
terhadap warna puding (P<0.01).. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap kesukaan panelis
pada warna puding (P<0.05).
Keseimbangan Massa
Perhitungan keseimbangan massa digunakan untuk mencari atau mengetahui material yang masuk
(inflow) dan material yang keluar (outflow) pada proses. Cara yang digunakan untuk mengetahui
keseimbangan massa adalah dengan membuat perumusan, mengevaluasi bahan sebelum pemrosesan dan
mengevaluasi hasil akhir setelah pemrosesan.
Gambar 7 menunjukkan bahwa massa biji nangka awal sebesar 100 gram. Pada proses pengeringan,
terjadi pengurangan massa biji nangka yang cukup besar akibat uap air yang keluar dari sistem,
menghasilkan biji nangka kering yang bermassa 42.358 gram dengan kadar air 11.714%.
8
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
Pembuatan puding dimulai dengan pencampuran bahan massa tepung biji nangka 5 gram dengan
tepung agar-agar, maizena, susu, gula dan air menghasilkan campuran bahan bermassa 382.6 gram.
Selanjutnya dilakukan proses pemasakan dan pengadukan, terjadi kehilangan massa akibat adonan yang
menempel pada panci dan air yang menguap saat pemasakan, massa adonan berkurang menjadi 366.2
gram. Kemudian adonan dicetak dan didinginkan, menjadi produk puding dengan massa 354.6 gram dan
kadar air sebesar 77.532%.
KESIMPULAN
9
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
39.925%, modulus kehalusan 1.578 - 1.622, derajat keputihan 63.879 - 78.346%, kadar air 7.040 -
11.905%, kadar abu 0.868 - 2.057%, pH 4.181 - 4.529.
2. Nilai kesukaan penelis terhadap produk puding dengan rerata tekstur 3.52 – 4.16 (agak tidak
menyukai - agak menyukai), aroma 3.96 – 4.52 (agak tidak menyukai - agak menyukai), rasa 4.56 –
5.12 (netral - menyukai), warna 3.36 – 4.56 (agak tidak menyukai - agak menyukai).
3. Perlakuan terbaik dari hasil analisis menggunakan metode multiple atribute diperoleh pada perlakuan
konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 50 0C. Pada perlakuan ini diperoleh nilai
rerata rendemen sebesar 39.384%, modulus kehalusan 1.603, derajat keputihan 78.346%, kadar air
11.685%, kadar abu 0.868%, pH 4.459, tekstur 4.12 (netral - agak menyukai), aroma 4.44 (netral -
agak menyukai), rasa 5.12 (agak menyukai - menyukai) dan warna 4.36 (netral - agak menyukai).
DAFTAR PUSTAKA
Arogba, S. S. 1999. The Performance of Prcessed Mango (Mangifera indica) Kernel Flour in a Model
Food System. Journal. Dept. of Sci and Tech. Nigeria.
Asgar, A dan D. Musaddad. 2006. Optimalisasi Cara, Suhu, dan Lama Blansing Sebelum
Pengeringan pada Wortel. Jurnal Hortikultura. Vol. 16 (3) : 245-252. Balai Penelitian
Tanaman Sayuran Lembang. Bandung.
Darmajana, Doddy A. 2010. Upaya Mempertahankan Derajat Putih Pati Jagung dengan Proses
Perendaman dalam Natrium Bisulfit. Jurnal ISSN 1693 – 4393. LIPI. Subang.
Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M. Muljohardjo. UI-Press. Jakarta.
Desti, D. K., Amanto, B. Sigit, dan Aji, M. D. R. 2012. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan dan Suhu
Pengeringan Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Dan Sensori Tepung Biji Nangka (Artocarpus
heterophyllus). Jurnal Teknosains Pangan. Vol 1 No 1 ISSN : 2302-0733. Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
Lahmudin, Agus. 2006. Proses Pembuatan Tepung Putih Telur dengan Pengering Semprot. Skripsi.
Program Studi Teknologi Hasil Perternakan IPB. Bogor.
Purnomo dan Winarti. 2006. dalam Hartika, Widya. 2009. Kajian Sifat Fisik dan Kimia Tepung Biji
Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) dan Aplikasinya dalam Pambuatan Roti Manis.
Skripsi. Universitas Andalas. Padang.
Setyawati. 1990. Karakteristik Pati dan Manfaatnya dalam Industri. IPB. Bogor.
SNI 01-0222. 1995. Bahan Tambahan Makanan. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Medyatama Sarana
Perkasa. Jakarta.
Utomo Wahyu, Arif. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Karakteristik
Fisikokimiawi Plastik Biodegredeble dari Komposit Pati Lidah Buaya (Aloe verra)-Kitosan.
Skripsi. FTP. Universitas Brawijaya. Malang.
Widya, Deasy. 2003. Proses Produksi dan Karakteristik Tepung Biji Mangga Jenis Arumanis
(Mangifera indica L.). Skripsi. IPB. Bogor.
10