Anda di halaman 1dari 55

i

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA PASIEN


HIPERTENSI DENGAN MASALAH RISIKO JATUH DI
WILAYAH UPTD PUSKESMAS PEKAN HERAN

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

KARINA TASYA ANANDA


NIM : P031914472010

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2022
2

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA PASIEN


HIPERTENSI DENGAN MASALAH RISIKO JATUH DI
WILAYAH UPTD PUSKESMAS PEKAN HERAN

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan
Program Pendidikan Diploma III Keperawatan Diluar Kampus Utama Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Riau

KARINA TASYA ANANDA


NIM : P031914472010

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III KEPERAWATAN
2022
3

LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah oleh Karina Tasya Ananda NIM


P031914472010
telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Pematang Reba, 2021


Pembimbing

Ns. Yulianto,S.Kep, M.pd, MPH


NIDN.
4

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat

Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dengan baik.

Proposal Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi

Tugas Akhir dan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh Ujian Akhir

Program di Program Studi Diploma III Keperawatan Jurusan Keperawatan

Politeknik Kesehatan Kemenkes Riau. Atas terselesaikannya Proposal Karya

Tulis Ilmiah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Riau Bapak H.Husnan,

S.Kp, .MKM.

2. Direktur RSUD Bapak dr.M.Sobri Indrasari Rengat

3. Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Riau Ibu

Resherina, S.Pd, S.Kep, M.Kes.

4. Ketua Program Studi Diploma III Keperawatan Riau Bapak Ns. Yulianto,

S.Kep, M.pd, MPH.

5. Bapak Ns. Yulianto, S.Kep,M.pd,MPH. selaku Dosen Pembimbing

Akademik dan Dosen Pembimbing Satu.

6. Ibu Ns. Alice Rosy, M.Kep selaku Dosen Pembimbing dua.

7. Bapak/Ibu dosen beserta seluruh staf Poltekkes Kemenkes Riau Program Studi D III

Keperawatan Di Luar Kampus Utama yang memberikan bekal ilmu dan dukungan

untuk penulis.

8. Kedua orang tua tercinta bapak sopingi dan ibunda siti rukmini beserta kakak

rahayu suhartiningsih dan adik raudha shakila dan adik septian herlambang

yang telah memberikan dukungan, doa serta finansial selama berkuliah.


5

9. Semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuannya selama

penelitian dan penyelesaian laporan ini. Penulis berharap semoga Proposal

Karya Tulis Ilmiah Studi Kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

membutuhkan.

Pematang Reba, 2022

Penulis

KARINA TASYA ANANDA


NIM : P031914472010

ii
6

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………….................................i
LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………….................................ii
DAFTAR ISI……………………………………………………….....................vi
DAFTAR TABEL……………………………………………….........................ix
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………....................xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………...................................................1
1.2 Rumusan Masalah ………………………….................................................2
1.3 Tujuan penelitian………………………………………................................3
1.3.1 Tujuan Umum...............................................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus..............................................................................................3
1.4 Manfaat penelitian……………………………………...................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Dasar Penyakit Hipertensi..................................................................5
2.1.1 Pengertian.....................................................................................................5
2.1.2 Penyebab.......................................................................................................6
2.1.3 Manifestasi klinik.........................................................................................7
2.1.4 Patofisiologi..................................................................................................7
2.1.5 Komplikasi...................................................................................................8
2.1.6 Manajamen Pengendalian Hipertensi...........................................................10
2.2.7 Penatalaksanaan............................................................................................12
2.2 Konsep Gerontik..............................................................................................14
2.2.1 Definisi Gerontik...........................................................................................14
2.2.2 jatuh..............................................................................................................14
2.3 Konsep asuhan keperawatan hipertensi...........................................................17
2.3.1 Pengkajian....................................................................................................17
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................................20
2.3.3 Intervensi Keperawatan................................................................................21
2.3.4 Implementasi Keperawatan..........................................................................24
2.3.5 Evaluasi Keperawatan..................................................................................25

BAB III METODOLOGI ILMIAH


3.1 Desain Penelitian.............................................................................................28
3.2 Batasan Istilah ...............................................................................................28
3.3 Unit Analisis....................................................................................................28
3.4 Lokasi dan Waktu............................................................................................29
3.5 Pengumpulan Data...........................................................................................30
3.6 Uji Keabsahan Data.........................................................................................30
3.7 Analisi Data.....................................................................................................30
3.8 Etika Penulisan................................................................................................31

iii
7

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perioritas Masalah Keperawatan Keluarga


Table 2.2 Rencana Keperawatan Keluarga
8

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Pengambilan Data


Lampiran 2. Lembaran Konsultasi
Lampiran 3. Format Pengkajian
Lampiran 4. SAP
Lampiran 5. Lefleat
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang dimana merupakan


penyakit kardiovaskuler yang mengancam. Hipertensi merupakan keadaan
meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan diastolik lebih dari
90 mmHg. Prevalensi hipertensi yang terus meningkat sejalan dengan perubahan
gaya hidup seperti merokok, obesitas dan stress psikososial. Hampir disetiap
Negara, hipertensi menduduki peringkat pertama sebagai penyakit yang paling
sering diumpai di seluruh Dunia (Efendi & Larasati, 2017).

Menurut data dari world health organization (WHO) pada tahun 2019
hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi medis serius yang secara
signifikan meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, gagal ginjal dan
kebutaan. Ini adalah salah satu penyebab utama kematian dini di seluruh dunia.
Dari sekitar 1,13 miliar orang yang menderita hipertensi, 80% yang mengidapnya.
Penyebab utama peningkatan hipertensi adalah pola makan yang tidak sehat,
kurangnya aktivitas fisik, konsumsi alkohol dan merokok. Prevalensi hipertensi
diseluruh wilayah dan kelompok pendapatan Negara yang berbeda terdapat angka
yang tidak sama. Wilayah Afrika memiliki prevalensi hipertensi tertinggi (27%)
sedangkan Wilayah Amerika memiliki prevalensi hipertensi terendah (18%).

Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 prevalensi


hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia 18 tahun sebesar
34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44,1%), sedangkan terendah di Papua
sebesar (22,2%). Hipertensi terjadi pada kelompok umur 32-44 tahun (31,6%),
umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%), umur 65-74 tahun
(63,22%) dan mengalami peningkatan pada umur > 75 tahun (69,53%). Prevalensi
hipertensi yang tertinggi di Indonesia berada di Provinsi Kalimantan Selatan
sebesar (44,13%), sedangkan yang terendah di Provinsi Papua (22,22%). Provinsi
Bali pada tahun 2018 prevalensi hipertensi cukup tinggi yaitu (29,97%). Estimasi

1
2

jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka


kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian.

Data yang didapatkan dari Profil kesehatan Provinsi Riau tahun 2019 dari
13 kabupaten/kota yang berada di Provinsi Riau kasus hipertensi tertinggi berada
di Bengkalis yaitu sebanyak 85%. sedangkan yang terendah berada di Dumai
yaitu sebanyak 1%, sedangkan Indragiri Hulu menempati urutan ke delapan yaitu
sebanyak 13% (Profil Kesehatan Provinsi Riau, 2019).

Penyakit jantung dan pembuluh darah, termasuk hipertensi telah menjadi


penyakit yang mematikan banyak penduduk di negara maju dan negara
berkembang lebih dari delapan dekade terakhir. Hipertensi merupakan gangguan
system peredaran darah yang di sebabkan kenaikan tekanan darah di atas nilai
normal yaitu melebihi 140/90 mmHg. Menurut Triyanto (2014) etiologi hipertensi
hipertensi dibedakan menjadi 2 yaitu : hipertensi primer dan hipertensi sekunder.
Hipertensi primer merupakan suatu kondisi dimana penyebab sekunder dari
hipertensi tidak ditemukan. Penyebab sekunder hipertensi merupakan penyakit
renovaskuler,gagal ginjal,dan penyakit lainnya.

Penderita penyakit hipertensi harus menjaga pola makan dan juga harus
melakukan olahraga. Perawat dalam menjalankan peran edukator membantu
pasien untuk meningkatkan kesehatan melalui pengetahuan terkait dengan
keperawatan medis yang diterima, sehingga pasien atau keluarga dapat menerima
tanggung jawab hal-hal yang diketahuinya. Edukasi yang diberikan perawat dapat
menambah pengetahuan pasien tentang bagaimana perawatan dan pengobatan
terhadap penyakit yang diderita. Pasien akan mengetahui cara terbaik
penatalaksanaan terhadap penyakit, sehingga kesadaran utnuk patuh terhadap
perawatan dan pengobatan akan meningkat (Manoppo et al,2016).

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, menunjukkan bahwa 59,9%


memiliki resiko jatuh yang tinggi, sedangkan sisanya 43,1% memiliki resiko jatuh
rendah. Proses penuaan menyebabkan banyak perubahaan pada komposisi tubuh
dan fungsi psikologis lansia. Hal ini disebabkan penurunan kekuatan otot,
3

keseimbangan,daya tubuh. Permasalahn panca indra juga mengakibatkan


menurunnya refleks pada keluarga. (Efendi dan Makhfudli,2009)

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk

melakukan Asuhan keperawatan tentang “Asuhan Keperawatan Keluarga

Hipertensi dengan Masalah Resiko Jatuh di UPTD Puskesmas Pekan Heran”.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan keperawatan Keluarga pada pasien hipertensi


dengan resiko jatuh di UPTD Puskesmas Pekan Heran

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan menerapkan Asuhan Keperawatan keluarga pada

pasien dengan resiko jatuh di UPTD Puskesmas Pekan Heran

1.3.2 Tujuan khusus

(1) Melakukan pengkajian keperawatan pasien hipertensi dengan resiko jatuh di

UPTD Puskesmas Pekan Heran

(2) Merumuskan Diagnosis keperawatan pada pasien hipertensi dengan resiko

jatuh di UPTD Puskesmas Pekan Heran

(3) Menyusun intervensi keperawatan pada pasien hipertensi dengan resiko jatuh

di UPTD Puskesmas Pekan Heran

(4) Melakukan implementasi keertawan pada pasien hipertensi dengan resiko

jatuh di UPTD Puskesmas Pekan Heran


4

(5) Melakukan Evaluasi keperawatan pada pasien hipertensi dengan resiko jatuh

di UPTD Puskesmas Pekan Heran.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil dari penulisan Studi Kasus ini dapat dijadikan pendukung dari teori yang
ada khususnya Asuhan Keperawatan keluarga pada pasien hipertensi dengan
resiko jatuh di UPTD Puskesmas Pekan Heran.

1.4.2 Manfaat Praktis


(1) Manfaat bagi penulis
Memperoleh pengalaman dalam melaksanakan aplikasi ilmu
keperawatan selama perkuliahan, khususnya dalam pembelajaran
keperawatan penyakit dalam, asuhan keperawan keluarga pada pasien
hipertensi dengan resiko jatuh di UPTD Puskesmas Pekan Heran.
(2) Manfaat bagi Keluarga
Hasil dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini di harapkan mampu
memberikan masukan dan bahan pertimbangan dalam pemberian
asuhan keperawatan keluarga pada pasien hipertensi dengan resiko
jatuh di UPTD Puskesmas Pekan Heran.
(3) Manfaat bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi mahasiswa
yang akan mengadakan penelitian yang berhubngan dengan Asuhan
Keperawatan keluarga pada pasien hipertensidengan resiko jatuh di
UPTD Puskesmas Pekan Heran.
(4) Manfaat bagi pasien
5

Dengan adanya penelitian ini penderita dapat meningkatkan aktifits dan


mendapatkan motivasi serta dapat mengubah persepsi klien akan
penyakit yang di deritanya

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit Hipertensi

2.1.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi dapat didefnisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten di mana

tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.

Pada populasi manula, hipertensi sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan

diastolik 90 mmHg (Abdul Majid,2018: 213).

Tekanan darah adalah kekuatan yang diberikan oleh darah ke dinding

pembuluh darah. Tekananya tergantung pada pekerjaannya yang dilakukan oleh

jantung dan daya tahan pembuluh darah. Hipertenbsi dan penyakit jantung adalah

masalah kesehatan global. Organisasi kesehatan dunia WHO (World Health

Organization) menunjukan bahwa industri makanan olahan telah mempengaruhi

jumlah garam dalam makanan di seluruh dunia dan ini berperan dalam hipertensi

di Indonesia. Hipertensi masih merupakan tantangan besar (Abdul Majid, 2018:

205).

Hipertensi didefinisikan sebagai teknan darah sistolik lebih dari 140 mmHg

dan diastolik lebih dari 90 mmHg berdasarkan pada dua kali pengukuran
6

(Smaltzer, dkk,. 2010). Komplikasi yang harus diwaspadai terhadap penderita

hipertensi anatara lain serangan jantung, gagal ginjal, stoke dan pengelihatan

terganggu (Jitowijoyo,2018: 205).

2.1.2 Penyebab Hipertensi

Hipertensi dapat terjadi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume

sekuncup, dan Total Paripheal Restistance ( TPR ). Peningkatan denyut jantung

dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormone pada nodus SA.

Peningkatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan

Hopertiroiddime. Akan tetapi, peningkatan denyut jantung biasanya dikompensasi

oleh penurunan volume sekuncup, sehingga tidak menimbulkan hipertensi.

Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume plasma yang

berkepanjangan akibat gangguan garam dan air oleh ginjal. Peningkatan volume

plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir, sehingga terjadi

peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkatan preload biasanya

berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik. Peningkatan TPR yang

berlangsung lama dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormone

pada aertoriol atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan

normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah.

Pada peningkatan TPR, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan

demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah

melintasi pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebabkan peningkatan

tekanan diastolik. Jika peningkatan afterload jantung dan biasanya berkaitan

dengan peningkatan tekanan diastolik. Jika peningkatan afterload maka ventrikel

kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi (membesar). Dengan hipertrofi,


7

kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat, sehingga ventrikel harus

memenuhi kebutuhan tersebut. pada hipertrofi, syaraf-syaraf otot juga mulai

tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya akan menyebabkan

kontaktilitas dan volume sekuncup (Abdul Majid, 2018 : 125).

2.1.3 Manifestasi klinik

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala meskipun

secara tidak sengaja terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan

tekanan darah tinggi (padahal tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala,

pendarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan yang bisa terjadi

pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang

normal. Jika hipertensinya berat atau menurun dan tidak diobati, bisa tumbul

gejala seperti sakit kepala, kelelahan, mual, sesak napas, gelisah, pandangan kabur

karena adanya keruskan pada otak, mata,jantung dan ginjal (Manuntung, 2018:7).

2.1.4 Patofisiologi

Patofisiologi hipertensi belum diketahui. Sejumlah kecil klien antara 2-5%

memiliki penyakit dasar ginjal atau adrenal yang menyebabkan peningkatan

tekanan darah. Namun, masih belum ada penyebab tunggal yang dapat

diidentifikasi . kondisi inilah yang disebut sebagai “hipertensi esensial”. Sejumlah

mekanisme fisiologis terlibat dalam pengaturan tekanan darah normal, yang

kemudian dapat turut berperan dalam terjadinya hipertensi esensial. Penyebab

hipertensi primer belum diketahui, meskipun telah banyak penyebab yang dapat

diifentifikasi. Penyakit ini memungkinan banyak faktor, termasuk:


8

(1) Aterosklerosis.

(2) Meningkatnya pemasukan sodium.

(3) Baroreseptor.

(4) Renin secretion.

(5) Renal exoretion dari sodium dan air.

(6) Faktor genetik dan lingkungan.

Peningkatan cairan dan peningkatan resistensi peripheral merupakan dua dasar

mekanisme penyebab hipertensi. Banyak yang menduga bahwa plaque berisi

arteri menyebabkan tekanan darah meningkat. Peranan ahli gizi dalam pemasukan

sodium dan hipertensi juga kontroversial. Studi empiris menyatakan terdapat

hubungan antara tingginya sodium pada individu yang berdampak pada tingginya

tekanan darah. Sebaliknya, turunya tekanan darah diikuti dengan penurunan

sodium dalam diet. (Abdul Majid, 2018: 126).

2.1.5 Komplikasi

Menurut Aspiani (2015), komplokasi yang dapat terjadi pada pasien hipertensi

yaitu:

(1) Stroke, dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah tinggi di otak, atau

akibat dari embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajang darah

tinggi.
9

(2) Infark miokard, dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak

dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk thrombus

yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah.

(3) Gagal ginjal, dapat terjadi akibat kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

pada kapiler glomerulus ginjal. dengan rusaknya glomerulus, aliran darak

henefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian.

(4) Ensefalopati (kerusakan otak), dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna

(hipertensi yang sangat meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat

tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan

mendorong cairan ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuron

yang berada di sekitarnya kolaps dan terjadi koma bahkan kematian.

(5) Kejang, dapat terjadi pada wanita preeclampsia. Bayi yang lahir mungkin

memiliki berat lahir kecil akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat, kemudian

dapat mengalami kejang selama satu sebelum proses persalinan.

2.1.6 Manajemen Pengendalian Hipertensi

Manajemen pengendalian hipertensi yang dapat di lakukan terdiri dari 3 hal yaitu :

2.1.6.1 Upaya pencegahan komprehensif

Upaya pencegahan komprehensif yang di lakukan mencakup 6 hal yang di

lakukan secara komprehensif. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut :

(1) Pencegahan primordial

(2) Promosi kesehatan

(3) Proteksi spesifik : kurangi garam sebagai salah satu faktor resiko
10

(4) Diagnosis dini : screening, pemeriksaan check-up

(5) Pengobatan tepat dengan cara segera mendapatkan pengobatan komprehensif

sejak awal mengalami keluhan.

(6) Rehabilitasi yaitu upaya perbaikan dampak lanjutan hipertensi yang tidak bisa

diobati

2.1.6.2 Perencanaan pengendalian hipertensi

Hipertensi merupakan masalah yang tidak menunjukkan gejala yang

cukup berarti namun berpotensi mengakibatkan masalah kesehtan yang lebih

besar. Oleh karena itu,diperlukan perencanaan yaitu :

(1) Besar masalah , dengan menggunakan metode survey populasi tekanan darah

dan kontrol hipertensi.

(2) Etiologi , dengan menggunakan metode penelitian observasional, peneliti

eksperimental, dan randomized controlled trials.

(3) Efektifitas, dnegan menggunakan metode evalution program screening dan

studi kepatuhan.

(4) Efisiensi , dengan menggunakan metode penelitian cost-effectiveness

(5) Implementasi, dengan menggunakan metode kontrol nasional tekanan darah

populasi

(6) Monitoring, dengan menggunakan metode kontrol nasional tekann darah

populasi.
11

(7) Reassessment, dengan menggunakan metode assessment personal dan

peralatan, efek kualitas hidup, dan pengukuran kembali tingkat hipertensi

2.1.6.3 Manajemen stress dan dukungan psikososial

Stress merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah.

Manajemen stress yang baik dan mampu untuk mengelola stress dapat kita

lakukan dengan menggunakan beberapa teknik seperti relaksasi napas dalam,

meditasi, yoga, mendengarkan musik serta berada di tempat yang tenang. Selain

itu, faktor yang memiliki peranan cukup penting dalam manajemen stress adalah

adanya dukungan dari keluarga atau teman terdekat. Dukungan yang dapat

diberikan bisa berupa dukungan dalam mengatasi kecemasan mengenai penyakit

yang di derita. (Prasetyaningrum, 2014)

Manajemen pengendalian hipertensi membutuhkan kesadaran dari masyarakat

untuk penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kesadaran masyarakat perlu di

tingkatkan dengan menggunakan pendekatan yang tepat.

2.1.7 Penatalaksanaan

Menurut Irwan (2016), tujuan pengobatan hipertensi merupakan

mengendalikan tekanan darah untuk mencegah terjadinya komplikasi, adapun

penatalaksanaannya adalah sebagai berikut :

2.1.7.1 Non Medikamentosa

Pengendalian faktor risiko, promosi kesehatan dalam rangka pengendalian

faktor resiko, yaitu :

(1) Turunkan berat badan pada obesitas.


12

(2) Pembatasan konsumsi garam dapur ( kecuali mendapatkan HCT)

(3) Hentikan konsumsi alkohol.

(4) Hentikan merokok dan olahraga teratur.

(5) Pola makan yang sehat.

(6) Istirahat cukup dan hindari stress.

(7) Pemberian kalium dalam bentuk makanan (sayur dan buah) diet hipertensi

Penderita atau mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi diharapkan lebih

hati-hati terhadap makanan yang dapat memicu timbulnya hipertensi, antara lain :

(1) Semua makanan termasuk buah dan sayur yang diolah dengan menggunakan

garam dapur/soda, biskuit, daging asap, dendeng, abon, ikan asin, telur pindang,

sawi asin, asinan, acar, dan lainnya

(2) Otak, ginjal, lidah, keju, margarin, mentega biasa, dan lainnya.

(3) Bumbu-bumbu: garam dapur, baking powder, soda kue, kecap, terasi, petis,

taoco, dan lain-lain.

2.1.7.2 Medikamentosa

Hipertensi ringan sampai sedang, dicoba dulu diatasi dengan pengobtan non

medikamentosa selama 2-4 minggu. Medikamentosa hipertensi stage 1 mulai

salah satu obat berikut :

(1) Hidroklorotizid (HCT) 12,5-25 mg/hari dosis tunggal pagi hari.

(2) Propranolol 2 x 20 – 40 mg sehari.

(3) Methyldopa
13

(4) Katopril 2-3 x 12,5 mg sehari

(5) Nifedipin long acting ( short acting tidak di anjurkan ) 1x20-60 mg

(6) Tensigard 3x1 tablet

(7) Amlodipine 1x5-10 mg

(8) Diltiazen (3x30-60 mg sehari) kerja panjang 90 mg sehari.

Sebaliknya dosis dimulai dengan yang terendah, dengan evaluasi berkala

dinaikkan sampao respons yang diinginkan. Lebih tua usia penderita, penggunaan

obat harus lebih hati-hati. Hipertensi sedang sampai berat dapat diobati dengan

kombimasi HCT + propranolol, atau HCT + kaptopril, bila obat tunggal tidak

efektif. Pada hipertensi berat yang tidak sembuh dengan kombinasi di atas di

tambahkan metildopa 2x125-250 mg. Penderita hipertensi dengan asma bronchial

jangan beri beta blocker. Bila ada penyulit/hipertensi emergensi segera rujuk ke

rumah sakit.

2.2 Konsep Keluarga

2.2.1 Definisi Keluarga

Duval dan Logen (1986) menunjukan dalam Setyowati dan Murwani (2

018) bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang memiliki hubungan

perkawinan, kelahiran dan adopsi, bertujuan untuk menciptakan, memelihara

budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, emosional dan

sosialnya dalam setiap anggota keluarga.

Menurut Efendy (dalam Bangga D.F., 2015), keluarga adalah unit terkecil

dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan berapa orang yang

berkumpul dan tinggal disuatu atap dalam keadaan saling berketergantungan.


14

2.2.2 Tipe Keluarga

Dalam Setyowati dan Murwani (2018) Keluarga membutuhkan pelayanan

kesehatan untuk berbagai gaya hidup dengan perkembangan masyarakat, jenis

keluarga juga akan berkembang. Untuk melibatkan keluarga dalam meningkatkan

kesehatan, maka kita perlu memahami semua tipe dalam keluarga.

(1) Tradisional

(a) Keluarga inti mengacu pada keluarga (biologis atau adopsi) yang terdiri

dari suami, istri dan anak.

(b) Keluarga besar mengacu pada keluarga inti dan keluarga lain yang

berhubungan dengan kerabat dengan sedarah, seperi kakek nenek,

keponakan, paman dan bibi.

(c) Keluarga Dayt adalah terdiri dari sepasang suami istri tanpa anak.

(d) Single Parent keluarga yang terdiri dari orang tua (ayah/ibu) dan anak.

Orang tua tunggal.

(e) Single Adult adalah orang dewasa lajang.

(2) Non tradisional

(a) The unmariedteenege mother (Remaja yang belum menikah)

Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dan anak-anak dari

hubungan tanpa menikah.

(b) The stepparent family

Keluarga dengan orang tus iri.

(c) Commune family (keluarga komunal)

Bebrapa pasangan keluarga yang tidak terkait dan anak-anak mereka.

(d) The nonmarital heterosexual chabiting family


15

Keluarga yang tinggal bersama namun bisa saja berganti pasangan tanpa

adanya menikah.

(e) Gay and lesbian families

Orang dengan jenis kelamin yang sama hidup dengan “pasangan nikah”

(f) Cohabitating family

Orang dewasa yang tinggal satu rumah tetapi tidak ada ikatan pernikahan.

(g) Group marriage-family

Mereka merasa bahwa hubungan romantis yang mereka jalani adalah

pernikahan

(h) Group network family

Kelompok jaringan keluarga dimana keluarga inti meiliki ikatan yang sama

dan mereka hidup bersama untuk berbagi kebutuhan sehari-hari dan

memberikan layanan dan tanggung jawab untuk mengasuh anak.

(i) Foster family

Keluarga angakat ketika orang tua membutuhkan bantuan untuk

mneyatukan kembali keluarga aslinya, keluarga akan menerima sementara

anak yang tidak ada hubunganya dengan keluarga/saudara kandung.

(j) Homeslees family

Keluarga tunawisma karena ksiris pribadi yang berkaitan dengan kondisi

ekonomi dan masalah kesehatan mental.

(k) Gang
16

Bentuk keluarga yang merusak, dalam arti mereka mencari ikatan

emosional dan merawat keluarga, tetapi tumbuh dalam lingkungan yang

penuh kekerasan dan kejahatan dalam hidup mereka.

2.2.3 Struktur Keluarga

Menurut Friedman (2003) dalam Nadirawati (2018) Salah satu pendekatan

dalam keluarga adalah pendekatan struktural fungsional, struktur keluarga

menyatakan bagaimana keluarga disusun atau bagaimana unit-unit ditata dan

saling terkait satu sama lain. Struktur dalam keluarga terbagi menjadi 4 yaitu :

(1) Pola Komunikasi Keluarga

Komunikasi sangatlah penting dalam suatu hubungan namun tidak hanya

untuk keluarga, tetapi juga untuk semua jenis hubungan. Tanpa komunikasi, tidak

aka nada hubungan yang dekat dan intim, atau bahkan saling pengertian. Dalam

keluarga ada beberapa interaksi yang efektif dan beberapa tidak.

Mode interaktif yang berfungsi dalam keluarga memiliki karakteristik

sebagai berikut:

(a) Terbuka, jujur, berpikiran positif, dan selalu berusaha menyelesaikan konflik

keluarga.

(b) Komunikasi berkualitas tinggi antara pembicara dan audiens

Dalam pola komunikasi ini biasanya disebut stimulus respons,

komunikasi semacam ini kadang terjadi ketika orang tua mengasuh bayi ataupun

sebaliknya. Orang tua lebih aktif dan kreatif dalam merespon (stimulus). Melalui

model komunikasi yang berfungsi dengan baik ini, penyampaian pesan


17

(pembicara) akan mengungkapkan pendapat, meminta dan menerima umpan

balik. Di sisi lain, penerima pesan selalu siap mendengarkan, memberikan umpan

balik, dan verifikasi.

Pada saat yang sama, keluarga dengan metode komunikasi yang buruk

dapat menimbulkan berbagai masalah, terutama beban psikologis anggota

keluarga.

Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan dari posisi

tertentu. Ayah berperan sebagai kepala keluarga, ibu berperan sebagai daerah

domestik keluarga, dan anak memiliki perannya masing-masing dan berharap

dapat saling memahami dan mendukung. Selain peran utama terdapat peran

informal, peran tersebut dilakukan dalam kondisi tertentu atau sudah menjadi

kesepakatan antar anggota keluarga.

(2) Struktur Kekuatan

Kondisi struktur keluarga yang menggambarkan adanya kekuasaan yang

digunakan untuk mengontrol dan mempengaruhi anggota keluarga lainnya dalam

sebuah keluarga, setiap individu dalam keluarga memiliki kekuatan untuk

mengubah perilaku anggotanya kearah yang lebih positif dalam hal perilaku dan

kesehatan. Ketika seseorang memiliki kekuatan sebenarnya dia dapat mengontrol

interaksi. Dimana kekuatan ini dapat dibangun dengan berbagai cara. Selain itu,

terdapat banyak faktor dalam struktur kekuatan keluarga, diantaranya:

(a) Kekuatan hukum (kekuatan/kewenangan hukum)

Dalam korteks kekeluargaan, kekuatan ini sebenarnya tumbuh secara

mandiri, karena adanya hirarki (pemimpin) yang merupakan struktur

masyarakat kita. Kepala keluarga merupakan pemegang kemampuan


18

interaktif dalam keluarga. Ia berhak mengontrol tingkah laku anggota

keluarga lainnya, terutama pada anak-anak.

(b) Referent power

Dalam masyarakat orang tua merupakan contoh teladan dalam keluarga,

terutama kedudukan sang ayah sebagai kepala keluarga. Apa yang

dilakukan sang ayah akan menjadi teladan bagi pasangan dan anak-

anaknya.

(c) Reward power/Kemampuan menghargai

Imbalan penting untuk memiliki dampak yang mendalam didalam

keluarga. Hal ini tentunya sering terjadi di masyarakat kita, jika anak-anak

mereka mencapai nilai terbaik di sekolah, mereka akan diberikan hadiah.

Cara ini memang bisa secara efektif menstimulasi semangat si

anak, tapi jika si anak tidak berhasil, maka itu tidak akan menghadiahinya.

Cara yang lebih baik adalah bahwa anak tetap akan diberikan

penghargaan, tetapi jika berhasil, itu akan lebih rendah dari standar yang

dijanjikan. Namun, meskipun orang tua tidak berhasil, usaha anak-

anaknya akan tetap dihargai oleh orangtuanya.

(d) Coercive power

Dalam memperkuat hubungan disebuah rumah tangga peraturan

sangat penting untuk diterapkan. Konsekuensinya apabila melakukan

pelanggaran atau tidak mematuhi peraturan yang ada maka ancaman

atau berupa hukum akan diterima.

2.2.2.1 Nilai-Nilai Dalam Kehidupan Keluarga


19

Di dalam kehidupan keluarga sikap maupun kepercayaan sangat penting

dimana didalamnya tedapat nilai yang merupakan sistematis. Nilai-nilai

kekeluargaan juga dapat digunakan sebagai pedoman dalam menetapkan norma

dan aturan. Norma merupakan perilaku social yang baik berdasarkan sistem nilai

keluarga.

Nilai-nilai dalam keluarga tidak hanya dibentuk oleh keluarga itu sendiri, tetapi

juga diturunkan oleh keluarga istri atau suami. Perpaduan dua nilai dengan nilai

berbeda akan menciptakan nilai baru bagi sebuah keluarga

2.2.4 Fungsi Keluarga

Struktur dan fungsi sangat erat kaitannya, dan ada interaksi yang

berkelanjutan antara satu sama lain. Strukturnya didasarkan pada model organisasi

atau keanggotaan dan hubungan yang berkelanjutan.

Menurut Friedman (1986) dalam Setyowati dan Murwani (2018)

mengidentifikasi 5 fungsi dasar keluarga, diantaranya:

2.1.4.1 Fungsi afektif

Fungsi afektif yaitu dimana dalam suatu rumah tangga saling mengasuh

dan memberikan cinta, fungsi emosional sangat berguna untuk pemenuhan

kebutuhan psikososial. Dari kebahagiaan dan kegembiraan semua anggota

keluarga itu dapat dilihat bahwa terwujudnya fungsi emosional yang berhasil pada

setiap anggota keluarga mempertahankan suasana yang positif. Ini dapat dipelajari

dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Oleh karena

itu, dalam keluarga yang berhasil menjalankan fungsi emosional, semua anggota
20

keluarga dapat mengembangkan konsep diri yang positif serta saling menerima

dan mendukung satu sama yang lain.

Ada beberapa komponen yang perlu untuk dipenuhi oleh keluarga dalam

melaksanakan fungsi afektif, sebagai berikut:

(1) Saling peduli, cinta, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antar

anggota keluarga, mendapatkan cinta dan dukungan dari anggota lainnya.

Kemudian kemampuannya untuk memberikan cinta akan meningkat, yang

pada gilirannya menjalin hubungan yang hangat dan suportif. Keintiman

dalam keluarga merupakan modal dasar untuk membangun relasi dengan

orang lain diluar keluarga/komunitas.

(2) Saling menghormati. Jika anggota keluarga saling menghormati, mengakui

keberadaan dan hak masing-masing anggota keluarga, serta senantiasa

menjaga suasana positif, maka fungsi emosional akan terwujud.

(3) Ketika suami dan istri sepakat untuk memulai hidup baru, mereka mulai

menjalin hubungan intim dan menentukan hubungan keluarga mereka. Ikatan

antar anggota keluarga dikembangkan melalui proses mengidentifikasi dan

menyesuaikan semua aspek kehidupan anggota keluarga. Para orang tua

hendaknya membentuk proses identifikasi positif agar anak dapat mencontoh

perilaku positif kedua orang tua.

Fungsi emosional adalah kebahagiaan yang ditentukan dari sumber energy

atau kekuatan sebaliknya adanya kerusakan dalam keluarga itu disebabkan karena

ketidakmampuan dalam mewujudkan fungsi emosional didalam keluarga itu

sendiri.

2.1.4.2 Fungsi sosialisasi


21

Menurut Friedman (1986) dalam Setyowati dan Murwani (2018)

Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan pengalaman pribadi, yang

mengarah pada interaksi social dan pembelajaran berperan dalam lingkungan

sosial.

Sosialisasi dimulai dengan kelahiran manusia, keluarga merupakan tempat dimana

individu belajar bersosialisasi, misalnya seorang anak yang baru lahir akan

melihat ayahnya, ibunya dan orang-orang disekitarnya.

Kemudian ketika masih balita, ia mulai belajar bersosialisasi dengan

lingkungannya, meskipun keluarga tetap memegang peranan penting dalam

interaksi social. Keberhasilan perkembangan pribadi dan keluarga dicapai melalui

interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang ditunjukkan dalam proses

sosialisasi. Anggota keluarga mempelajari disiplin, norma, budaya, dan perilaku

melalui hubungan dan interaksi keluarga.

2.1.4.3 Fungsi reproduksi

Setiap keluarga setelah melangsungkan pernikahan adalah memiliki anak,

dimana fungsi reproduksi utamanya ialah sebagai sarana melanjutkan generasi

penerus serta secara tidak langsung meneruskan kelangsungan keturunan sumber

daya manusia. Oleh sebab itu dengan adanya hubungan pernikahan yang sah,

selain untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani pasangan, tujuan

didirikannya sebuah keluarga adalah untuk mempunyai keturunan yang bertujuan

untuk memperpanjang garis keturunan atau sebagai penerus.

2.1.4.4 Fungsi ekonomi

Dalam hal ini fungsi ekonomi pada keluarga yaitu untuk memenuhi segala

kebutuhan finansial seluruh anggota keluarga misalnya untuk pemenuhan


22

kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Seperti saat ini, yang terjadi adalah

banyaknya pasangan yang melihat masalah yang berujung pada perceraian karena

hal pendapatan yang sedikit atau tidak sesuai dengan kebutuhan sehari-hari antara

suami dengan istri.

Isi yang akan dipelajari tentang fungsi ekonomi keluarga adalah:

(1) Fungsi pendidikan

Jelaskan upaya yang diperoleh dari sekolah atau masyarakat sekitar dan

upaya pendidikan yang dilakukan oleh keluarga

(2) Fungsi religious

Jelaskan penelitian keluarga yang berhubungan dengan kesehatan dan

kegiatan keagamaan

(3) Fungsi waktu luang

Jelaskan kemampuan keluarga untuk menghibur bersama didalam dan diluar

rumah serta kegiatan keluarga, dan jumlah yang diselesaikan.

2.1.4.5 Fungsi perawatan kesehatan

Keluarga juga memegang peranan penting dalam pelaksanaan praktik

kesehatan, yaitu dengan mengurus masalah kesehatan atau anggota keluarga, pada

saat sakit maka kemampuan keluarga dalam memberikan pelayanan kesehatan

akan mempengaruhi kesehatan keluarga. Dari kinerja tugas kesehatan keluarga

dapat dilihat kemampuan medis dan kesehatan keluarga. Keluarga yang dapat

melaksanakan tugas kesehatan berarti dapat menyelesaikan masalah kesehatan.

Adapun fungsi keluarga menurut Allender & Spardley (2001) dalam

Nadirawati (2018), sebagai berikut:


23

(1) Affection

(a) Untuk menciptakan persaudaraan atau memelihara kasih sayang

(b) Perkembangan kehidupan seksual dan kebutuhan seksual

(c) Menambah anggota baru (anak)

(2) Security and acceptance

(a) Memenuhi kebutuhan fisik

(b) Menerima individu sebagai anggota

(3) Identity and satisfaction

(a) Tetap atau mempertahankan motivasi

(b)Kembangkan peran dan citra diri

(c) Tentukan tingkat social dan kepuasan aktivitas

(4) Affiliation and companionship

(a) Kembangkan metode komunikasi

(b) Pertahankan hubungan yang harmonis

(5) Socialization

(a) Memahami budaya (nilai dan perilaku)

(b) Aturan atau pedoman untuk hubungan internal dan eksternal,

membebaskan anggota

(6) Control

(a) Pertahankan kontrol social

(b) Pembagian kerja

(c) Penempatan dan penggunaan sumber daya yang ada

2.2.1 Karakteristik Keluarga

Menurut Nadirawati (2018), karakteristik keluarga adalah :


24

(1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan perkawinan

atau adopsi.

(2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap

memperhatikan satu sama lain.

(3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai

peran social suami, istri, anak, kakak atau adik.

(4) Mempunyai tujuan : menciptakan dan mempertahankan budaya,

meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan social anggota.

2.2.6 Tahap Perkembangan Keluarga

Friedman (2003) dalam Nadirawati (2018) mengemukakan bahwa dalam

siklus kehidupan keluarga, ada tahapan yang dapat yang dapat diperkirakan,

seperti hak individu untuk tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.

Layaknya keluarga, perkembangan keluarga merupakan proses perubahan dalam

sistem keluarga, termasuk perubahan pola interaksi dan hubungan antar

anggotanya dari waktu ke waktu. Tahap-tahap perkembangan keluarga dibagi

menurut kurun waktu ke waktu. Tahap-tahap perkembangan keluarga dibagi

menurut kurun waktu yang dianggap stabil, misalnya keluarga dengan anak

pertama berbeda dengan keluarga yang beranjak remaja.

2.1.6.1 Tahap I : Pasangan baru (Beginning Family)

Tahap perkembangan keluarga dari pasangan yang baru menikah yang

dimulai dengan pernikahan seorang anak adam dan menandai dimulainya sebuah

keluarga baru, keluarga atau suami istri yang bertujuan untuk menghasilkan
25

keturunan sudah menikah, perpindahan dari keluarga asli atau lajang ke hubungan

dekat yang baru. Tugas perkembangan tahap ini, sebagai berikut:

(a) Menciptakan sebuah perkawinan yang saling memuaskan

(b) Hubungkan secara harmonis jaringan saudara

(c) Mendiskusikan rencana memiliki anak (menjadi orang tua)

2.1.6.2 Tahap II : Keluarga “Child-Bearing” (Kelahiran anak pertama)

Tahap kedua dimulai dari kelahiran anak pertama dan berlangsung hingga

anak pertama berusia 30 bulan kedatangan bayi membawa perubahan

transformative bagi anggota keluarga dan setiap kelompok kerabat. Pasangan

yang sudah menikah perlu mempersiapkan kehamilan dan persalinan mulai

beberapa tugas perkembangan yang penting. Tugas perkembangannya yaitu:

(a) Siap menjadi orang tua

(b) Beradaptasi dengan anggota keluarga yang berubah: peran, interaksi,

hubungan dan aktivitas seksual

(c) Menjaga hubungan yang memuaskan dengan pasangan

2.1.6.3 Tahap III : Keluarga dengan Anak Prasekolah

Tahap ini dimulai dengan kelahiran anak pertama pada usia 2,5 tahun dan

berakhir pada usia 5 tahun, pada tahap ini fungsi keluarga dan jumlah serta

kompleksitas masalah telah berkembang dengan baik. Tugas perkembangan

keluarga dengan Anak Prasekolah:

(a) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan perumahan, privasi

dan keamanan

(b) Bantu anak-anak bersosialisasi


26

(c) Beradaptasi dengan bayi yang baru lahir sekaligus harus memenuhi kebutuhan

anak lainnya

(d) Menjaga hubungan yang sehat baik di dalam maupun diluar keluarga

(keluarga lain dan lingkungan)

(e) Alokasikan waktu untuk individu, pasangan dan anak-anak

(f) Bagikan tanggung jawab anggota keluarga

(g) Kegiatan dan waktu untuk merangsang tumbuh kembang anak

2.1.6.4 Tahap IV : Keluarga dengan Anak Sekolah

Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia 6 tahun dan berakhir

pada usia 12 tahun, pada tahap ini biasanya anggota keluarga paling banyak, jadi

keluarga sangat sibuk, selain aktivitas sekolah, setiap anak memiliki aktivitas dan

minatnya masing-masing. Demikian pula orang tua melakukan kegiatan yang

berbeda dengan anak-anaknya. Tugas perkembangan keluarga dengan Anak

Sekolah

(a) Membantu anak-anak dengan kegiatan penjangkauan, tetangga, sekolah dan

lingkungan, termasuk meningkatkan kinerja sekolah dan mengembangkan

hubungan teman sebaya yang sehat

(b) Jaga hubungan intim dengan pasangan anda

(c) Memenuhi kebutuhan hidup dan biaya hidup yang terus meningkat, termasuk

kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.

2.1.6.5 Tahap V : Keluarga dengan Anak Remaja

Masa remaja dianggap penting karena adanya perubahan tubuh dan

perkembangan kecerdasan yang pesat, selama masa transisi dari masa kanak-

kanak hingga dewasa, perkembangan psikologis remaja biasanya tidak berdampak


27

negative pada tahap psikologis remaja, oleh karena itu diperlukan penyesuaian

psikologis dan pembentukan sikap, nilai, dan minat baru. Tahap ini dimulai saat

anak pertama berusia 13 tahun dan meninggalkan rumah orang tuanya setelah 6-7

tahun. Adapun tahap perkembangan keluarga dengan Anak Remaja:

(a) Mempertimbangkan bertambahnya usia dan kemandirian kaum muda, berikan

kebebasan untuk menyeimbangkan tanggung jawab

(b) Menjaga hubungan dekat dengan keluarga

(c) Menjaga komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, hindari perdebatan,

permusuhan dan keraguan

(d) Mengubah peran dan aturan tumbuh kembang keluarga

Tahap ini merupakan tahap yang paling sulit karena orang tua menyerahkan

kewenangannya dan mengarahkan anaknya untuk bertanggung jawab dengan

kewenangan atas diri sendiri dalam peran dan fungsinya, konflik sering terjadi

antara orang tua dan remaja karena anak ingin bebas melakukan aktivitas, dan

orang tua berhak mengontrol aktivitas anaknya.

2.1.6.6 Tahap VI : Keluarga dengan Anak Dewasa (Pelepasan)

Tahap ini dimulai pada saat terakhir kali meninggalkan rumah dan

berakhir pada saat anak terakhir kali meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini

bergantung pada jumlah anak dalam keluarga atau jika anak yang belum

berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua. Tugas perkembangan pada saat

ini antara lain:

(a) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar

(b) Mempertahankan keintiman pasangan

(c) Membantu orang tua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua.
28

(d) Membantu anak untuk mandiri dimasyarakat

(e) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.

2.1.6.7 Tahap VII : Keluarga Usia Pertengahan

Tahap ini dimulai pada saat seorang anak terakhir kali meninggalkan

rumah dan berakhir pada saat pension atau salah satu pasangan meninggal. Pada

beberapa pasangan fase ini dirasakan sulit karena masalah lanjut usia, perpisahan

dengan anak, dan perasaan gagal sebagai orang tua. Tugas perkembangan pada

saat ini antara lain:

(a) Mempertahankan kesehatan

(b) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan

anak-anak

(c) Meningkatkan keakraban pasangan.

2.1.6.8 Tahap VIII : Keluarga Usia Lanjut

Tahap terakhir perkembangan keluarga inti ini dimulai saat salah satu

pasangan pension, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal sampai keduanya

meninggal. Proses lanjut usia dan pension merupakan realitas yang tidak dapat

dihindari karena berbagai stressor dan kehilangan yang harus dialami keluarga.

Stressor tersebut adalah berkurangnya pendapatan, kehilangan berbagai hubungan

social, kehilangan pekerjaan, serta perasaan menurunnya produktivitas dan fungsi

kesehatan. Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

(a) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan

(b) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik, dan

pendapatan

(c) Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat


29

(d) Mempertahankan hubungan dengan anak dan masyarakat social

(e) Melakukan life revie.

2.3 Jatuh

2.3.1 Definisi jatuh

Menurut Boedhi-Darmojo (2011) jatuh merupakan kejadian yang tidak bisa

disadari oleh seseorang yang terduduk di tempat yang lebih rendah tanpa

disebabkan oleh hilangnya kesadaran, stroke, atau kekuatan yang berlebih.

Menurut miller (2012) jatuh pada lansia sebagian besar disebabkan oleh

perubahan terkait usia dan kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan.

Sebaliknya penurunan pada orang yang berusia lebih dari 75 tahun biasanya

dikaitkan dengan fakor terkait penyakit dan obat. Jatuh merupakan kondisi medis

yang paling serius yang mempengaruhi kesehatan lansia. Menurut kamel,

Abdulmajeed & Ismail (2013) jatuh adalah salah satu sindrom geriatri yang paling

umum yang mengancam kemandirian lansia.

2.3.2 Faktor resiko jatuh

Menurut Ashar, (2016) mengatakan ada dua faktor yang menyebabkan lansia

jatuh yaitu :

(1)Faktor intrinsik

Faktor yang berasal dari dalam tubuh lansia, seperti faktor usia, fungsi kognitif

dan riwayat penyakit.

1)Usia
30

Bertambahnya usia juga dapat meningkatkan resiko jatuh, karena dengan


bertambahnya usia dapat mengalami penurunan masa dan kekuatan tulang yang
memiliki usia lebih dari 75 tahun lebih sering mengalami jatuh.

2) Perubahan fungsi kognitif

Perubahan psikososial berhubungan kognitif pada lansia dipengaruhi oleh


lingkungan seperti tingkat pendidikan, faktor personal, status kesehatan seperti
depresi.

3) Riwayat penyakit

Riwayat penyakit kronis pada lansia yang di derita selama bertahun-tahun


seperti penyakit stroke, hipertensi, hilangnya fungsi penglihatan, dizziness, dan
syncope biasanya menyebabkan lansia mudah jatuh.

Gangguan jantung adalah salah satu contoh riwayat penyakit pada lansia,
karena gangguan jantung menyebabkan kehilangan oksigen ke jantung yang
mengakibatkan aliran darah ke jantung berkurang. Menurut mustakim (2015)
gangguan jantung pada lansia dapt menyebabkan lansia mengalami nyeri pada
daerah prekordinal dan sesak nafas, sehingga membuat lansia merasa cepat lelah
dan akan menyebabkan lansia mengalami syncope. Hipertensi dan artimia juga
sering ditemukan pada lansia.

2.3.3 Faktor Ekstrinsik

Menurut Ashar (2016) faktor yang di dapat dari lingkungan sekitar lansia
seperti pencahayaan yang kurang, karpet yang licim, pegangan yang mulai rapuh,
lantai yang licin, dan alat bantu yang tidak kuat. Adapun ruangan yang sering
menyebabkan lansia jatuh, yaitu kamar mandi, tangga, dan tempat tidur.

(1)Alat bantu jalan

Menurut ashar (2016) penggunaan alat bantu jalan seperti walker, tongkat,
kursi roda, kruk dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan jatuh karena
mempengaruhi fungsi keseimbangan tubuh.

(2)Lingkungan
31

Menurut mustakim (2015) lingkungan adalah keadaan dimana kondisi baik


bersifat mendukung atau bahaya yang dapat mempengaruhi jatuh pada lansia.
lingkungan yang sering dihubungkan jatuh pada lansia, seperti alat-alat atau
perlengkapan rumah tangga yang berserakan atau tergeletak di bawah, tempat
tidur yang tinggi, kamar mandi yang licin, tangga yang tidak ada pegangannya ,
lantai licin atau menurun, keset yang tebal atau menekuk pinggirnya, dan
penerangan yang tidak baik

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi

2.4.1 Pengkajian

2.4.1.1 Analisa Data

Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi:

2.4.1.2 Nama kepala keluarga (KK)

Identifikasi siapa nama KK sebagai penanggung jawab penuh terhadap

keberlangsungan keluarga.

2.4.1.3 Alamat dan Telepon

Identifikasi alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi sehingga

mempermudah dalam pemberian Asuhan Keperawatan.

2.4.1.4 Pekerjaan dan Pendidikan KK

Identifikasi pekerjaan dan latar belakang pendidikan kepala keluarga dan

anggota keluarga yang lainnya sebagai dasar dalam menentukan tindakan

keperawatan selanjutnya.

2.4.1.5 Komposisi Keluarga

Komposisi keluarga menyatakan anggota keluarga yang di identifikasi

sebagai bagian dari keluarga mereka.


32

2.4.1.6 Genogram

Genogram keluarga merupakan sebuah diagram yang menggambarkan

konstelasi keluarga atau pohon keluarga dan genogram merupakan alat pengkajian

informative yang digunakan untuk mengetahui keluarga, dan riwayat, serta

sumber-sumber keluarga.

2.4.1.7 Tipe Keluarga

Menjelaskan mengenai tipe keluarga beserta kendala atau permasalahan.

2.4.1.8 Suku Bangsa

Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi

budaya suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan.

2.4.1.9 Agama

Mengkaji agama yang dianut keluarga serta kepercayaan yang dapat

mempengaruhi kesehatan.

2.4.1.10 Status Sosial Ekonomi Keluarga

Status sosial keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala

keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status social ekonomi

keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh

keluarga serta barang-barang yang dimiliki keluarga.

2.4.1.11 Rekreasi Keluarga

Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi bersama-

sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu, namun dengan menonton Tv

dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi.

2.4.1.12Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

(1) Tahap perkembangan keluarga saat ini


33

Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak tertua dari

keluarga inti

(2)Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Menjalankan tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga

serta kendala mengapa tugas perkembangan keluarga tersebut belum terpenuhi

(3)Riwayat keluarga inti

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, dijelaskan

mulai lahir hingga saat ini yang meliputi riwayat penyakit turunan, riwayat

kesehatan masing-masing anggota keluarga, perhatian terhadap pencegahan

penyakit, sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta

pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan kesehatan, termasuk juga dalam hal

ini riwayat perkembangan dan kejadian-kejadian dan pengalaman kesehatan yang

unik yang berkaitan dengan kesehatan (perceraian, kematian, hilang, dll) yang

terjadi dalam kehidupan keluarga.

(1)Riwayat keluarga sebelumnya

Dijelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari pihak suami

dan istri/keluarga asal kedua orang tua seperti apa kehidupan keluarga asalnya,

hubungan masa silam dan dengan orang tua dari kedua orang tua.

2.4.1.13 Data Lingkungan

Meliputi seluruh alam kehidupan keluarga mulai dari pertimbangan

bidang-bidang yang paling sederhana seperti aspek dalam rumah hingga

komunitas yang lebih luas dan kompleks dimana keluarga tersebut berada.

2.4.1.14 Struktur Keluarga

(1) Pola komunitas keluarga


34

Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antara anggota

keluarga.

(2) Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain

untuk mengubah perilaku.

(3) Struktur peran

Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik secara formal

maupun informal.

2.4.1.15 Nilai atau norma keluarga

Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang

berhubungan dengan kesehatan.

2.4.1.16 Fungsi keluarga

(1) Fungsi Afektif

Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan

memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota

keluarga lainnya, bagaimana kehangatan tercipta pada anggota keluarga dan

bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.

(2) Fungsi Sosialisasi

Hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga,

sejauh mana anggota keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.

(3) Fungsi Perawatan Kesehatan

Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian,

perlindungan serta merawat anggota keluarga yang sakit. Sejauh mana

pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit. Kesanggupan keluarga di dalam


35

melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga

melaksanakan 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu keluarga mampu mengenal

masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan, melakukan

perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang

dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terhadap dilakukan setempat.

(4) Fungsi Reproduksi

(a) Berapa jumlah anak

(b) Bagaimana keluarga merencanakan jumlah anak

(c) Metode apa yang digunakan keluarga dalam mengendalikan jumlah anak

(5) Fungsi Perawat Keluarga

Fungsi ini penting untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota

keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.

(6) Stress dan Koping Keluarga

Stress jangka panjang dan jangka pendek

(a) Sebutkan stressor jangka pendek (<6 bulan) dan stressor jangka panjang (>6

bulan) yang saat ini terjadi pada keluarga. Apakah keluarga dapat mengetahui

stressor biasa dan ketegangan sehari-hari?

(b) Bagaimana keluarga mengatasi masalah tersebut?

Strategi koping apa yang digunakan oleh keluarga untuk menghadapi

masalah-masalah? (koping apa yang dibuat).

(7) Pemeriksaan Fisik (head to toe)

Data selanjutnya yang harus dikumpulkan oleh perawat adalah data tentang

kesehatan fisik anggota keluarga. Tidak hanya kondisi pasien, melainkan kondisi

kesehatan seluruh anggota keluarga.


36

(8) Harapan Keluarga

(a) Terhadap masalah kesehatan keluarga

(b) Terhadap pertugas kesehatan yang ada

2.4.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis Keperawatan merupakan suatau penilaian klinis mengenai


respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis Keperawatan tersebut
bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI) adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman
penegakan diagnosis keperawatan dalam rangka memberikan asuhan keperawatan
yang aman, efektif dan etis (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Dengan mengacu
pada SDKI maka peneliti menetapkan diagnosa keperawatan yaitu Risiko Jatuh
berhubungan dengan kekuatan otot menurun.

2.4.2.1 Resiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun

(D.0143).

Tabel 2.1 Proritas Masalah Keperawatan Keluarga

Table Perioritas masalah keperawatan keluarga dapat dilihat sebagai berikut:

No Kriteria Skor Bobot

1 Sifat maslah
Skala: Wellness 3
Aktual 3
Resiko 2 1
Potensial 1
2 Kemungkinan masalah dapat diubah
Skala:
Mudah 2 2
Sebagian 1
Tidak dapat 0
3 Potensi masalah untuk dicegah
Skala:
Tinggi 3 1
Cukup 2
Rendah 1
4 Menonjolnya masalah
37

Skala:
Segera 2 1
Tidak perlu 1
Tidak dirasakan 0
(Sumber: Baylon & Maglaya (1978) dalam Padila (2012)

Skor (total nilai kriteria) x bobot = Nilai

Angka tertinggi

Cara melakukan Skoring adalah:

(a) Tentukan skor untuk setiap kriteria

(b) Skor dibagi dengan angkaa tertinggi dan kalikan dengan bobot

(c) Jumlah skor untuk semua kriteria

(d) Tentukan skor, nilai tertinggi menentukan urutan nomor diagnose keperawatan

keluarga.

2.4.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi Keperawatan adalah segala treatmen yang dikerjakan oleh


perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
luaran (autocome) yang diharapkan. Tindakan keperawatan adalah perilaku atau
aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan
intervensi keperawatan. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
merupakan tolok ukur yang dipergunakan sebagai panduan dalam penyusunan
intervensi keperawatan dalam rangka memberikan asuhan keperawatan yang
aman, efektif dan etis (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).

2.2 Tabel Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi keperawatan

Diagnosa : Risiko Jatuh Luaran Utama : Intervensi utama :


berhubungan dengan tingkatan jatuh pencegahan jatuh
38

kekuatan otot menurun (L.14138). (I.14540).


(D.0143).
Ekspektasi : Menurun Pencegahan jatuh
Kriteria Hasil :
a) Observasi
1. Jatuh dari tempat
tidur menurun. 1. Identifikasi faktor risiko
jatuh (misal usia > 65
2. Jatuh saat berdiri tahun, penurunan tingkat
menurun. kesadaran, defisit kognitif,
hipotensi ortostatik,
3. Jatuh saat duduk gangguan keseimbangan,
menurun. gangguan penglihatan,
4. Jatuh saat berjalan neuropati). 2. Identifikasi
menurun. risiko jatuh setidaknya
sekali setiap shift atau
5. Jatuh saat naik sesuai dengan kebijakan
tangga menurun. institusi.

6. Jatuh saat dikamar 3. Identifikasi faktor


mandi menurun. lingkungan yang
meningkatkan risiko jatuh
7.jatuh saat
(misal: lantai licin,
membungkuk menurun
penerangan kurang).

4. Hitung risiko jatuh


dengan menggunakan
skala (misal: Fall Morse
Scale, Humpty Dumpty
Scale), jika perlu.

5. Monitor kemampuan
berpindah dari tempat
tidur ke kursi roda dan
sebaliknya.

b) Terapeutik

1.Orientasikan ruangan
pada pasien dan keluarga.
2. Pastikan roda tempat
tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci.

3. Pasang handrail di
39

tempat tidur.

4. Atur tempat tidur


mekanis pada posisi
terendah.

5. Tempatkan pasien
beresiko tinggi jatuh dekat
dengan pantauan perawat
dan nurse station.

6. Gunakan alat bantu


berjalan (misal Kursi roda,
Walker).

c) edukasi

1.Anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah.

2. Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tidak licin.

3.Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan tubuh.

4. Anjurkan melebarkan
jarak kedua kaki untuk
meningkatkan
keseimbangan saat berdiri.

5. Ajarkan cara
menggunakan bel 39
pemanggil untuk
memanggil perawat.

Sumber: (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) (Tim
Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)

2.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
40

status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti, 2017).

implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan yang


telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien
untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangi dampak atau respon yang
ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Zaidin Ali, 2014).

Implementasi dari Asuhan Keperawatan keluarga dengan Masalah


Keperawatan Risiko Jatuh adalah :

(1) Mengidentifikasi faktor risiko jatuh (misal usia > 65 tahun, penurunan tingkat
kesadaran, defisit kognitif, hipotensi 40 ortostatik, gangguan keseimbangan,
gangguan penglihatan, neuropati).

(2) Mengidentifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan resiko jatuh (misal:


lantai licin, penerangan kurang).

(3) Menghitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (misal: Fall Morse Scale,
Humpty Dumpty Scale), jika perlu.

(4) Memonitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda dan
sebaliknya.

(5) Menggunakan alat bantu berjalan (misal Kursi roda, Walker).

(6) Menganjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin.

(7) Menganjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh.

(8) Menganjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan


keseimbangan saat berdiri.

(9) Berkolaborasi dengan pendamping ruangan tindakan apa saja yang akan di
lakukan

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Dokumentasi pada tahap evaluasi adalah membandingkan secara


sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan dengan kenyataan yang ada pada klien, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi
41

keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang 41


berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai
atau perlu pendekatan lain (Dinarti, 2017).

Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP: (Suprajitno dalam


Wardani, 2013).

S : ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh


keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.

O : keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan


pengamatan yang objektif.

A : analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.

P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

Peneliti mengharapkan setelah dilakukannya tindakan Asuhan


Keperawatan keluarga dengan Masalah Keperawatan Risiko Jatuh adalah Risiko
Jatuh yang tinggi terjadi pada lansia diharapkan dapat menurun. Dengan kriteria
hasil jatuh dari tempat tidur menurun, jatuh saat berdiri menurun, jatuh saat ingin
duduk menurun, jatuh saat berjalan menurun, jatuh saat akan naik tangga
menurun, dan jatuh saat berada dikamar mandi menurun.

BAB 3

METODOLOGI ILMIAH

3.1 Desain Penelitian


42

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dalam bentuk studi kasus untuk

mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan klien dengan hipertensi dengan

masalah defisit pengetahuan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

3.2 Batasan Istilah

Untuk menghadiri kesalahan dalam memahami judul penelitian, maka

peneliti sangat perlu memberikan batasan istilah yang digunakan dalam penelitian

ini sebagai berikut:

(1) Asuhan keperawatan adalah suatu metode yang sistematis dan

terorganisasasi dalam pemberian asuhan keperawatan yang difokuskan pada

reaksi dan respon unik individu pada suatu kelompok dan perorangan

terhadap gangguan kesehatan yang dialami, baik aktual maupun potensial.

(2) Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan

darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam

satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya

masing-masing serta pempertahankan kebudayaan.

(3) Defisit pengetahuan adalah ketiadaan atau kurangnya informasi.

(4) Hipertensi adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah

tinggi dimana diastoliknya lebih dari 140 mmHg dan sistoliknya lebih dari
37
90 mmHg.

3.3 Lokasi dan Waktu


43

(1) Lokasi: Studi kasus akan dilakukan pada keluarga dan lien yang menderita

penyakit Hipertensi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pekan Heran tepatnya di

Desa Rantau bakung.

(2) Waktu: Studi kasus ini akan dilakukan pada tanggal 04-23 April 2022 Lama

waktu 3 s/d 4 minggu (dengan mengunjungi 3x dalam seminggu).

3.4 Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang digunakan dalam studi kasus ini adalah dua

responden (2 kasus) dengan masalah keperawatan yang sama pada pasien

Hipertensi dengan masalah Defisit Pengetahuan dimana memiliki karakteristik

sebagai berikut:

(1) Bersedia menjadi responden

(2) Klien yang sudah terdiagnosis penyakit Hipertensi

(3) Klien yang kurang kooperatif

3.5 Pengumpulan Data

Agar dapat diperoleh data yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini,

sangatlah diperlukan teknik pengumpulan data. Adapun teknik tersebut adalah:

(1) Wawancara
44

Hasil anamnesis berisi tentang identitas pasien, keluhan utama, riwayat

penyakit sekarang-dahulu-keluarga dll.

(2) Observasi dan pemeriksaan fisik

Dengan pendekatan IPPA: ispeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.

(3) Studi dokumentasi

Hasil dari pemeriksaan diagnostik dan data lain yang relevan.

3.6 Analisis Data

(1) pengumpulan data

Data dikumpulkan dari hasil WOD (Wawancara, Observasi dan Dokumen).

Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk

transkip.

(2) Mereduksi data

Dengan membuat koding dan kategori. Data dari hasil wawancara yang

terkumpul dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk

transkip.

(4) Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dengan table, gambar, bagan maupun teks

naratif.

(5) Kesimpulan
45

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan

hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan.

3.7 Uji Keabsahan Data

Keabsahan data dimaksudkan untuk membuktikan kualitas data atau

informasi yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validasi tinggi.

Pada karya tulis ilmiah ini uji keabsahan data dilakukan dengan memperpanjang

waktu pengamatan atau tindakan, sumber informasi tambahan menggunakan

triangulasi dari tiga sumber data utama yaitu klien, perawat dan kekuarga klien

yang berkaitan dengan masalah yang ditulis.

3.8 Etika Penulisan

Pada penelitian ini penulis memperhatikan kode etik penelitian dengan cara

pemberian inform Consen yang dinarasikan untuk mendapat persetujuan

responden. Menggunakan nama inisial pada keluarga/ responden dan menjaga

kerahasiaan data yang diberikan keluarga/responden.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz H. (2011) Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis


Data. Jakarta: Salemba Medika.
Aspiani, (2018). Asuhan keperawatan klien gangguan kardiovaskuler Aplikasi
NIC & NOC. Jakarta: EGC
46

Ardiansyah, M. (2012). Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press Dinkes.


Adamaryo, S. 2016, Keperawatan Keluarga : konsep teori, prosesdan praktik
keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Effendi, H., & Larasati, T. A. (2017). Dukungan Keluarga dalam Manajement
Penyakit Hipertensi Family Suport in Hypertension Disease “s
Manajement. Majority,6, 34-40
Erick Johans Manoppo, dkk. (2018). Hubungan Peran Perawat Sebagai Edukator
Dengan Kepatuhan Penatalaksanaan Hipertensi Di Puskesmas Tahuma
Timur.6.
Notoadmojo,(2010). Metode Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Nadirawati, (2018). Buku ajar asuhan keperawatan keluarga teori dan aplikasi
praktik (anna(Ed),p.10).
Friedman, M. (2010). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik Edisi 5. Jakarta:
EGC
Friedman, (2013). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Friedman.(2017). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta.
Jurnal pengamas kesehatan sasambo, Volume I No 2 Mei Tahun 2020
https://jkp.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/pks
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar. In
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. https://doi.org/1 Desember
2013
Kemenkes RI, 2011, Panduan Pembinaan Dan Penilaian Perilaku Hidup Bersih
Dan Sehat Dirumah Tangga
Nursalam, 2011, konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Profil Kesehatan Provinsi Riau 2019
Potter, PA, & Perry, AG, 2012, Fundamental of Nursing. Jakarta: EGC
Potter & Perry. (2013). Fundamental of Nursing. 8th Ed. St. Louis, Missouri:
Mosby Elesvier
Setyowati, Murwani. (2018). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jogjakarta: Mitra
Cendik
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesisa
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan pengurus PPNI.
Tim pokja SIKI DPD PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Defisit dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan pengurus PPNI.
47

Tim pokja SLKI PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Defisit dan
kriteria hasil keperawatan. Edisi cetakan II. Jakarta: Dewan pengurus
PPNI.
Tim pokja SLKI PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Defisit dan
kriteria hasil keperawatan. Edisi cetakan II. Jakarta: Dewan pengurus
PPNI.
Suprajitno, 2014, Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC
Undang-undang Keperawatan Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Kesehatan.
http://hukor.kemenkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMKNo_26_Th_219
_ttg_peraturan_pelaksanaan_UU_Nomor_38_Tahun_2014_tentang_keper
awatan.pdf ,

Anda mungkin juga menyukai