Sekalipun tidak tertutup kemungkinan kedua masalah tersebut terjadi pula didalam data
time series,tetapi permasalahan utamanya bukan disitu. Pelanggaran asumsi yang hampir
dipastikan ditemui pada setiap data time series adalah apa yang disebut dengan otokolerasi.
Langkah-langkah yang digunakan um=ntuk menanggulangi otokolerasi ini,secara tidak langsung
akan mampu pula menghindari pelanggaran asumsi lainnya. Oleh karena itulah dalam data time
series, masalah otokolerasi inilah yang menjadi fokus perhatian utama.
Dari namanya kita telah dapat menerka apa makna dari otokolerasi. Secara harfiah dapat
disebutkan bahwa otokolerasi adalah korelavasi yang terjadi antar observasi dalam satu variabel.
Kenapa hal itu terjadi ? Kita telah mengetahui bahwa secara konseptial data time series merupakan
data satu indvidu yang observasi dalam rentangan waktu apa artinya ? Dapat dikatakan bahwa data
time series merupakan sejarah karakterisitik tertentu dalam satu individu terjadi tertentu suatu
individu. Contoh sederhanya, data produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 1970-2004. Ini
sesungguhnya cerminan sejarah perekonomian Indonesia dalam kurun waktu tersebut. Disitu akan
tergambambar bagaimana negara ini ketika boom BBM diawal tanun 80-an,dan juga akan terlihat
bagimana kondisinya ketika krisis.
Oleh karena datatime series dapat dikatakan sebagai sejarah, tentunya kondisi antara satu
waktu dengan wakty lainnya akan berhubungan. Ketika boom BBM terjadi tentunya
peningkatannya tetap dipengaruhi waktu sebelumnya,karena berbagai upaya yang dilakukan
diwaktu lalu,seperti pembangunan infrastruktur atau investasi. Tidaklah mungkin,ketika terjadi
boom PDB melonjak tajam,dan ketika tinggal sisa-sisanya maka PDB langsung turun tajam pula.
Demikian juga ketika krisis,penurunan PDB langsung turun tajam pula. Demikian juga ketika
krisis, Penurunan PDB tetap terkait pada upaya yang dilakukan masa lalu,sehingga PDB tidak
1
merosot tanpa kendali. Begitu juga saat recovery, PeningkatanPDB akan tergantung pada upaya-
upaya yang dilakukan.
Persamaan diatas menunjukkan bahwa eror pada satu waktu yang lalu (t=I) secara langsung
memengaruhi eror pada waktu ke-t. Koefisien otokorelasi p mengindiikan seberapa kuat pengaruh
2
tersebut. Yang besarnya -1<p<1,dimana p = -1 menunjukkan korelasi negatif yang sempurna, p=1
menunjukkan korelasi positif yang sempurny, dan p=0 menunjukkan tidak adanya korelasi.
Pada persamaan tersebut terlihat jika p=0, maka u 1 + v1, yaitu eror yang
independent Berdistribusi Norma; dengan nilai tengah = 0 , dan varian o 2. Kondisi inilah
yang Merupakan salah satu asumsi penggunaan teknik OLS, Dimana eror tidak mempunyai
Korelasi dengan eror lainnya.
Akibat dari kondisi tersebut,penduga yang diperoleh dengan menggunakan OLS
tidak lagi BLUE, sekalipun masih tidak bisa,dan konsisten. Estimasi standard eror dan
varian koefisien regresi yang dapat akses “underestimate”. Dengan demikian, koefisien
determinasi akan besar, dan tentunya Uji-t, Uji-F, dan interval kepercayaan menjadi tidak
sahih lagi untuk digunakan. Di samping itu,pemeriksaan terhadap residual biasanya juga
akan menenmui permasalahan.
Otokorelasi yang kuat dapat pula menyebabkan dua variabel yang tidak
berhuungan. Bila metode OLS digunakan, maka akan terlihat koefisien signafikansi, atau
R2 yang besar. Kondisi seperti ini disebut dengan spuraios regression (regresi lancung atau
palsu). Topik tersebut akan dibicarakan pada bagian selanjutnya.
B. MNDETEKSI OTOKORELASI
Sebagimana permasalahan multikolieritas,dan heteroskedastisitas, pada otokorelasi
ini juga banyak metode yang dapat diterapkan untuk mendeteksi otokorelasi. Pada bagian
ini dicoba mempaparkan beberapa metode-metode yang dapat digunakan
B.1 METODE GRAFIK
Metode ini merupakan langkah yang paling mudah unhtuk dilakukan, yaitu dengan
membuat plot antara residual dan variabel bebas X atau waktu. Atau,kita juga dapat
membuat plot antara residual pada waktu ke-t dengan residual pada waktu ke-(t-1). Bila
ditemui pla dalam plot yang dibuat, maka dapat diduga terdapat serial korelasi didalam
residual. Untuk lebih memahaminya, perhatikan plot dibawah ini,yang merupakan hasil
pembuatan regresi antara inflansi dengan IHSG dan inflansi dengan uang yang beredar
(M1),
3
RES_B1
Salah satu uji formal yang paling populer untuk mendeteksi otokorelasi adalah uji
Durbin-Watson. Uji ini ternyata juga disediakan dalam beberapa program siap pakai.
Termasuk SPPS.
Uji ini sesungguhnya dilandasi oleh model error yang mempunyai korelasi
sebagaimana telah ditunjukkan di atas, yaitu :
U1 = pu1—1 + v1
P = koefisien otokorelasi lag-1 (untuk mengukur korelasi antara residual pada waktu ke-t
dengan residual pada waktu (t-1)
Tabel DW terdiri atas dua nilai, yaitu batas bawah (d1) dan batas atas (du). Nilai-nilai ini
dapat digunakan sebagai pembanding uji DW dengan aturan sebagai berikut :
4
1. Bila DW < d1 ; bebrti kita ada korelasi yang positif atau kecenderungan p =1
2. Bila dl ≤ DW ≤ du ; kita dapat mengambil kesimpulan apa-apa
3. Bila du < DW ≤ du ; berarti tidak ada korelasi positif maupun negatif
4. Bila 4 - dU < DW < 4 – dL ; kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa
5. Bila DW < 4 – d1 ; berati ada korelasi negatif.
5
Jika R tidak berada dalam interval kepercayaan maka tolak H 0 atau tidak ada bukti
yang cukup untuk menyatakan bahwa residual random.
Selain beberapa uji diatas, terdapat beberapa uji lain, yang salah satunya adalah
kolegram. Cara melihat otokolerasi dengan kolegram ini akan dibicarakan pada bagian
selanjutnya dalam buku ini .
Dari hasil regresi tersebut,akan didapat koefisien determina (R 2). Jika data yang digunakan
besar,maka :
(n-p)R2=Xp
dimana P adalah derajat kebebasan yang besarnya sama dengan ordo yang digunakan untuk
model AR.
6
diastase sebelum mengistemasi koefisien persamaan regresi yang akan dibuat. Pada bagian
ini kita akan mempelajari berbagai teknik untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Salah satu permasalahan yang sering kurang kritis diperhatikan dalam membentuk
model regresi adalah seleksi terhadap variable bebas yang digunakan. Da beberapa
penyebab terjadinya hal tersebut, antara lain: variable bebas ditentukan oleh common sense,
teori hanya menyebutkan hubungan antara satu variable lain tanpa menjelaskan seberapa
besar hubungannya, dan data tidak tersedia. Akibatnya, kadang-kadang justru kita tidak
memasukan suatu variable bebas penting dalam persamaan.
Berdasarkan common sense atau teori yang hanya menuyebut adanya hubungan
antar variable bebas oenting. Variable manakah yang lebih penting dimasukan untuk
mengukur inflasi, apakah jumlah uang yang beredar atau peningkatan konsumsi
masyarakat?
Katakanlah kita dapat menemukan variable bebs tersebut, tetapi ternyata tidak semua data
variable bebas penting itu tersedia. Lebih jauh lahi, ternyata sangat mungkin variable bebas
penting tersebut tidak dapat diukur secara kuantitatif. Contoh: salah satu penyebab
terjadinya korupsi adalah mental pejabat. Bagaimanakan vara mengukur mental pejabat
secara kuantitatif?
Akan tetapi teknik Ini bukanlah suatu yang dapat menjamin sifat otokolerasi akan
hilang dari model begitu saja, ketika variable bebas ditambahkan. Bahkan tidak jarang,
penambahan variable juga akan membuat rumit permasalahn.
7
Tektnik ini akan dibicarakan lebih dalam lagi saat membahas mengenai topic
Kointegrasi, yang akan dipaparkan pada bab selanjutnya yang membicarakan masalah
stasioneritas data time series.
Y1=βa+β1X1+u1 (7.1)
Y1-1=βa+β1X1-1+u1-1 (7.6)
Bila kedua sisi persamaan model (7.6) dikali dengan p, maka akan didapat bentuk
persamaan sebagai berikut :
P Y1-1t-1 (7.7)
Sekarang kita kurangkan persamaa mdoel (7.1) dengan model (7.7), maka akan dihasilkan
persamaan :
Ýt = βa (1 – p) + β1 Ẋ1 + v1 (7.9)
Dimana : Ý = y1 – p yt-1
8
Ẋ1 = X1 – pXt-1
Perhatikan eror persamaan (7.9), yang sekarang bernotasikan v1, yaitu eror
independen berdistribusi normal dengan nilai tengah = 0, dan varian konstan. Darimana
kita dapatkan ? Tentunya didapat dari persamaan (7.2) dimana u t = p ut-1 + vt, sehingga vt
= ut =p ut-1 . Dengan demikian residual telah terbebas dari otokorelasi .
Ýt = β1Ẋ+vt (7.10)
Jika terdapat serial korelasi yang lemah (p=0), maka model regresi yang akan
didapat adalah regrasi asal yang tersaji pada persamaan (7.1) .
Bila kita menestimasi koefisien model regresi diatas dengan OLS, Maka metode
lebih dikenal dengan sebutan GENERALIZED LEAST SQUARE (GLS) .
Salah satu kelemahan dari transformasi ini adalah kita akan kehilangan sebuah
observasi. Bila data time series cukup panjang mungkin hal tersebut tidak akan menjadi
masalah. Akan tetapi, bila data relative tidak banyak,maka akan menimbulkan masalah.
Untuk mengisi data yang hilang tersebut, maka nilai pertama,baik untuk variable bebs
manapun variable terikat dapat digantikan dengan :
Kapan kita dapat menggunakan GLS? Tentunysa jika nilai koefesien korelasi
didapat. Pada praktinya sangat jarang kita dapat menemui nilai p karena berasal dari
populasi. Oleh karna itu kita harus mendapatkan nilai p berdasarkan data sampel .
9
besar pula. Jika DW lebih kecil dari R2, maka dapat dikatakan bahwa pada resi 2 terdapat
otokorelasi yang kuat. Jika otokorasi kuat, maka kita dapat mengasumsikan p=1,
sehingga persamaan (7.9) dapat digunakan, atau dengan kata lain, kita menggunakan
GLS untuk mengisteminasi keofesien regresi tersebut.
Pada metode perbedaaan pertama terlihat bahwa kita harus mempunyai otokerelasi
yang kuat(p mendekati 1) agar kita menggunakannya, bagaimana jika kita mempunyai
otokorelasi yang tidak terlalu kuat? Atau karna sesuatu halkita menginginkan untuk
mentranspormasi data sesuai debgan nilai p yang lebih tepat (tanpa menggunakan asumsi
p=1 jika mempunyai otokorelasi yang kuat)?
Untuk kepentingan tersebut kita dapat melakukan estimasi terhadap nilai p. pada
DW
bagian ini akan ditunjukan pormulasi untuk menghitung 𝑝̂ =1- 2
Dimana :
DW =Statistik Durbin-Watson
Misalnya berdasarkan perhitungan didapat nilai 𝑝̂ =0,8, maka data pada varieabel
bebas dan variable terikat akan ditranformasi dengan cara :
Y1=Y1-0,8 Y1-1
X1=X1-0,8 X1-1
𝑝̂ =n2(1-DW /2)+k2
n2+ k2
10
C.5. Estimasi 𝝆 Berdasarkan Residual
Bila pada diatas kita mengestimasi 𝜌 dengan pendekatan nilai statistic DW, maka
pada bagian ini akan diberikan formula untuk mengestimasikan nilai 𝜌 secara langsung,
berdasarkan nilai erornya.
Setelah nilai 𝜌̂ didapat , maka kita tinggal melakukan transformasi terhadap data,
dan selanjutnya membuat regresi, sebagaimana yang dilakukan pada tranformasi yang
menggunakan pendekatan Durbin-Watson.
Perhitungan 𝜌̂ dapat juga dilakukan dengan membuat regresi antara residual pada waktu
ke-1 dengan residual pada waktu ke 1+1.
U1=p.1-1+y1
U1=p n1-1+ v1
Koefisien itulah yang menjadi nilai koefisien korelasi yang diestimasi (𝜌̂). Langkah
selanjutnya sama dengan langkah yang telah dijelaskan diatas.
11
Berdasrkan beberapa penelitian diketahui bahwa antara nilai tukar dolar dan IHSG
mempunyai kecenderungan hubungan yang terbalik. Dalam artian, ketika nilai tukar dolar
meningkat, maka IHSG akan turun. Sebalikya bila nilai tukar turun, IHSG akan naik.
Apakah yang hubungan tersebut berlaku pula untuk IHSSP? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, maka digunakan model sebgai berikut:
IHSSP = b0 + b1 kurs_us
Adapun data yang digunakan bersumber pada BEJ dan Bank Indoesia, yang
mencakup beberapa variabel. Data yang digunakan merupakan data mingguan, sejak 6
januari 2003 sampai 29 desember 2003, sebagaimana terlihat pada Tabel 7.1 berikut:
Teknik pengolahan dengan SPSS untuk membuat model diatas tentunya tidak perlu
dipaparkan lagi pada bagian ini, karena telh dipelajari pada bagian sebelumnya. Hanya
yang perlu diterangkan di sini adalah perlunya tambah ‘perinta’ untuk memeriksa
otokorelasi, yaitu dengan meng-klik Durbn-Watson.
Dengan demikian . kita telah memberi perintah pada computer untuk memeriksa
otokoreksi berdasarkan statistic DW. Akibatnya, pada output yang mengajikan tabel
‘model summary’ kita akan mempunyai nilai durbin-watson, dimana untuk persamaaan
tersebut adalah sebesar 0,060. Apa artinya? Kita harus membandingkannya dengan tabel
Durbin-Watson.
Model summaryb
Model R R. Adjusted R Std. Error of Durbin
square Square The estimate Watson
a
1 339 115 097 30.29789 060
a. Predictors :(constant), KURS_US
b. Dependent variable :IHSSP
12
Pertama-tama kita lihat bahwa variable bebas Kurs_US mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap IHSSP, di mana setiap peningkatan 1000 rupiah nilai tukar dolar,
mengakibatkan indeks harga saham sector pertimbangan turun sebesar 87 poin.
Coefficients
Model Unstandardized Standardiz t sig
coefficients coefficients
B Std error Beta
1 (constant) 897.617 398.362 339 3.008 .001
KURS_US -087 -035 -2.519 .015
a. Dependent variable : IHSSP
13
Model R R. Square Adjusted R Std. Error of Durbin-Watson
Square The Estimate
1 678a 459 432 2.18248 2.480
a. Predictors ( constant), KURS_US
b. Dependent variable IHSSP
Pertama-tama kita mencoba menghilangkan otokoreksi dengan menambahkan
model dengan sebuah variable bebas.
Variable SBI ini diduga merupakan variable penting yang mempengaruhi IHSSP.
Berdasarkan teori dihipotensikan bahwa jika SBI turun maka, suku bunga simpanan atau
deposito akan turun pula, sehingga investor akan mengalihkan dananya ke jeni investasi
lain, yang salah satunya adalah saham.
Dengan demikian ,sekarang kita akan membuat sebuah regresi majemuk, yang
modelnya adalah sebagai berikut :
IHSSP=ba+b1 kurs_us+b2 SBI
Hasil pengelolaan data menunjukan bahawa pada kasus ini otokoreksi tidak dapat
diatasi dengan menambah variable bebas SBI. Akan tetapi, dengan penambahan variable
ini nilai statistic DW meningkat. Hal ini setidaknya mengindikasikan bahwa otokoreksi
sedikit melemah akibat penambahan variable, walaupun demikian tidak signifikan.
Model Summaryb
Model R R.Square Adjusted R Std. Error of Durbin-Watson
Square The estimate
1 729b 531 513 51.39266 093
Kita dapat lihat pada kedua tabel bahwa nilai DW < R 2. Hal ini mengindikasikan bahwa
otokorelasi yang terjadi kuat sehingga tidak ada salahnya jika kita mencoba untuk menggunakan
Metode GLS. Langkah yang pertama harus dilakukan adalah membuat pembelaan, baik variable
terikat maupun variable bebas. Untuk kebutuhsn tersebut ,ternyata SPSS telah menyediakan
fasilitas, sehingga kita tidak akan bersusah payah.
Hasil yang didapat setelah dilakukan transformasi pembelaan ternyata sekalipun nilai DW
meningkat dengan cukup besar, tetapi tetap masih menunjukan adanya otokorelasi, karna DW < d1.
Terlihat pula akibat transformasi pembelaan , R2 menjadi sangat kecil dibandingkan R2 Sebelum
transformasi.
14
Model R R.Squre Adjusted R square Std Error of the Durbin Watson
Estimate
1 022a 000 -020 11.93701 903
Coefficientsa,b
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah masalah outlier. Pada model diatas
ternyata masih didapat banyak outlier(ingat residual persamaan diatas masih menunjukan
korelasi positif). Jika semua outlier dikeluarkan, ternyata observasi yang akan terasa sangat
tinggal 35 observasi. Apakah masih ada teknik lain? Bagaimana jika kita masukan variable
bebas SBI yang sudah ditransformasi?
Casewise Diagnostictsa,b
Case Numbe Std. Residual DIIF (IHSSP,1) Predicted value Residual
40 2.770 32.90 -.1660 33.0660
37 3.030 36.30 .1364 36.1636
43 2.369 29.40 -.0682 29.4682
49 2.492 20.70 -0445 29.7445
51 2.256 27.00 -0652 26.9348
a. Dependent variable : DIFF ( IHSSP,1)
b. Linear Regresion trough the Origin
Ternyata dengan menambahkan variable bebas SBI yang sudah ditransformasi,
hasilnya tidak langsung dapat mengatai permasalahan otokorelasi, sebagaimana terlihat
pada tabel dibawah. Sekalipun demikian, dimasukkannya variable tersebut telah
menambah tingginya angka DW. Jika variable bebas lain yang mempunyai
15
pengaruhterhadap IHSSP, apalagi faktor yang tentunya akan menambah peningkatan DW
dengan lebih besar, yang berakibat persamaan tidak lagi mengandung otokorelasi.
Model Summaryc.d
Model R R. square. Adjusted R. square Std. Error of the Durbin-Watson
Estimate
1 .111b 0.12 -029 11.98862 919
Model ini juga memberikan informasi bahwa variabel Kurs-US dan SBI yang telah
ditransformasi ternyata tidak signifikan .artinya penambahan atau pengurangan nilai tukar
atau SBI tidak mempunyai pengaruh terhdap IHSSP.
Coefficients a,b
Modal Unstandardized Standardized 1 sig
coefficients coefficients
B Std.error Beta
1. DIFF ,003 ,019 ,022 ,024
(KURS -9,895 13.004 -,110 -,761
_US,
1)
DIFF(
SBI, 1)
a. Dependent variabel DIFF (IHSSP, 1)
b. Linear regression trough the origin
Akan tetapi perlu diingatkan interpretasi di atas dditunjukkan oleh persamaan yang
masih mengandung otokorelasi, dan masih dipengaruhi oleh outlier . untuk persamaan
outlier realatif masih banyak , di mana kita harus mengelurkan 13 observasi atau
menyisakan obsrvasi manjadi 37agar terhindar dari outlier
Casewise Diagnossticsa,b
Case numbar Std. residual DIFF(IHSSP,1) Predicted value Residual
16
Kali ini akan di coba untuk memeriksa pola plot residualnya terhdap perdiksi .
ternyata terlihat bahwa, varian residual memang tidak konstan, dengan kata terdapat
hetetoskedastistas. Bagaimana jika kita atasi sulu permasalhan hetetoskedastistas tersebut.
LnIHSSP1-LnIHSSPt-1=b1 (LnKurs_US1_LnKurs_US1-1)+
model ini tidak secara langsung mampu mengatasi otokorelasi, karena nilai DW
masih di bawah batas bahwa tael DW, sehigga dapat di simpulkan bahwa dalam residual
nas terdapat atau korelasi
Model Summarya.d
Model R R. square Adjusted R square Std. Error of the Durbin-Watson
Estimate
1 138b 019 -022 -06177 1.320
Disamping itu, outlier juga masih tampak, akan tetapi untuk model ini, outlier yang
dibuang adalahyang terkecil, yaitu hanya 7 buah observasi.
Casewise Disgnosticsa,b
Case Number Std. Residual DIFF(IHSSP,1) Predicted value Residual
40 2.777 18 0045 1715
47 2.655 16 0003 1640
17
Pada tabel diatas juga terlihat bahwa nilai R 2 sangt kecil artinya, kedua variabel
tersebut, baik kurs dolar maupun SBI, dapat dinyatakan tidak mampu menerangkan variasi
dari IHSSP. Dengan demikian dapat diduga bahwa kedua variabel bebas tidak signifikan
secara statistik. Berikutnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Coufficientsa-b
Model Unstandardi coufficients Standardized t Sig
zed ciufficients
B Std. Error Beta
1 DIFF(LN_KURS,1) -046 .234 -030 -195 345
DIFF(LN_SBI,1 -261 .387 -084 -537 554
Dari pemaparan yang panjang diatas, paling tidak ada beberapa kesimpulan yang
dapat diambil, antara lain:
a. Otokorelasi dapat menyesatkan informasi yang didapat dari regresi yang didapat seperti
R2 yang tinggi dan koefisien signifikan.
b. Otokorelasi yang kuat menghasilkan banyaknya outlier. Jika outlier tersebut
dikeluarkan, maka otokorelasi akan berkurang. Jadi, dalam membuat regresi,
pemeriksaaan terhadap outlier merupakan hal yang penting.
c. Penambahan variabel memang dapat mengurangi otokorelasi terutama variabel penting
yang sangat berpengaruh terhadap variabel terikat oleh karnanya, dalam memilih
variabel bebas harus selektif, terutama degan memasukkan variabel-variabel penting.
d. Paling tidak, berdasarkan data 2003, perubahan kurs dan SBI tidak mempunyai
pengaruh terhadap IHSSP. Sangat mungkin bahwa series data yang digunakan kurang,
misalnya 5 atau 10 tahun.
e. Untuk keperluan analisis IHSSP kita dapat menggunakan model-model time series lain,
menambahkan data, atau mencari variabel yang lebih mempunyai korelasi.
Pemberian kredit oleh perbankan merupakan satu aktivitas yang dilakukan oleh
sector perbankan. Ada banyak faktor yang dapat memegaruhi penyaluran kredit tersebut,
yang salah satunya adalah dana dari pihak ketiga. Secara teoritis, dana yang dikumpulkan
perbankan kepada masyarakat, akan menjadi modal bank untuk disalurkan kembali kepada
masyarakat yang membutuhkan berupa kredit. Dengan demikian, semakin tinggi dana
18
pihak dana ketiga tersebut, maka semakin tinggi pula dana yang dapat disalurkan oleh
pihat perbankan.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka akan dibaut model regresi sebagai berikut:
Dimana :
Model Summaryc.d
Model R R.square Adjusted R. square Std. Error of the Durbin-Watson
Estimate
1 953a .908 .906 19.51852 263
a. Predictors(constans). DANA
b. Dependent Variable : KREDIT
Casewise Diagnosticsa-b
Case Number Std Residual DIFF(KREDIT,1)
17 3.675 35.20
a. Dependent variable DIFF( KREDIT, 1)
b. Linear regression trough the origin.
19
20
Model Summary
Coefficientsªˑᵇ
Unstandardized Standardized
Collinearity Statistic
Model Coefficients Coefficients t Sig
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 DIFF(DANA, 1) .621 .097 .692 6.404 .000 .953 1.050
DIFF(MODAL, 1) .116 .292 .044 .399 .692 .953 1.050
a. Dependent Variable, DIFF(KREDIT, 1)
b. Linear Regression trough the Origin
Tapi, bukanlah variable ‘Modal’ itu yang membuat regresi menjadi tidak
berotokorelasi negatif, sekalipun kita juga tidak dapat menyimpulkan residual tidak
berotokorelasi? Memang benar, tetapi kita masih punya jalan lain untuk mengatasi
otokorelasi tersebut. Coba perhatikan plot berikut ini, yang didasarakan pada regresi degan
hanya menggunakan dana pihak ketiga sebagai variable bebas.
21
Scatterplot
Dependent Variable: DIFF(KREDIT, 1)
Coefficientsªˑᵇ
Unstandarized Standarized
Model Coefficients Coefficients t Sig
B Std. Error Beta
1. DIFF (LN-DANA,1) 1.496 .209 .734 7.174 .000
a. Dependent Variable: DIFF (LN_KRDT, 1)
b. Linear Regression trough the Origin
Menginterprestasikan model secara langsung tentu sulit, tetapi jika model tersebut
disederhanakan, maka interprestasi akan lebih mudah. Dari model di atas dapat dibuat menjadi :
Apa artinya? Ternyata setelah disederhanakan pun model tersebut masih sulit diartikan.
Oleh karenanya, model tersebut lebih banyak digunakan untuk peramalan. Bagaiman dengan
pemeriksaan residual? Berdasarkan histogram dapat dilihat bahwa distribusi residual telah
mengikuti distribusi normal, yang berbentuk lonceng, dengan standar deviasi = 1 dan nilai tengah
mendekati 0.
22
Histogram
Dependent Variable: DIFF(LN_KDRT, 1)
Plot antara residual standar dan nilai variable terkait standar juga menunjukan tidak
adanya pola, atau acak, sehingga dapat disimpulkan didalam residual tidak ada lagi
heteroskedastisitas.
23
Scatterplot
Dependent Variable: DIFF(LN_KDRT, 1)
PMDN = b₀ + b₁ KURS
Data yang digunakan cukup ‘Panjang’ yaitu sekitar 10 tahun, yaitu dari tahun 1993
hingga 2003, yang bersumber dari badan koordinai penanaman modal dalam negeri
(BKPMDN) dan Bank Indonesia (BI)
24
Tabel 7.3
PMDN, Bunga Kredit, Dan Nilai Tukar Dolar 1992-2003
PMDN PMDN
Bunga Kurs Bunga Kurs
Tahun Bulan (Triliun Tahun Bulan (Triliun
(%) (Rupiah) (%) Rupiah
Rupiah) Rupiah)
1993 Februari 1.29 17.70 2.067,00 Juni 3.25 13.44 2.088,00
Maret 3.06 17.65 2.071,00 Juli 3.59 13.42 2.096,00
April 2.38 16.57 2.074,00 Agustus 2.45 13.55 2.102,00
Mei 3.27 16.38 2.079,00 September 5.34 13.54 2.108,00
Juni 1.35 16.37 2.088,00 Oktober 5.67 13.45 2.106,00
Juli 2.50 16.39 2.096,00 November 5.86 14.89 2.106,00
Agustus 2.29 15.92 2.102,00 Desember 3.21 14.66 2.110,00
September 5.08 15.61 2.108,00 1999 Januari 3.12 14.58 2.122,00
Oktober 1.66 15.58 2.106,00 Februari 3.24 14.48 2.071,00
November 5.75 15.38 2.106,00 Maret 4.34 14.10 2.074,00
Desember 9.51 15.15 2.110,00 April 5.64 17.70 2.079,00
1994 Januari 5.76 14.89 2.122,00 Mei 4.32 17.65 2.102,00
Februari 4,39 14.66 2.071,00 Juni 4.76 16.38 2.067,00
Maret 3.25 14.58 2.074,00 Juli 4.87 16.37 2.071,00
April 3.59 14.48 2.079,00 Agustus 4.36 16.39 2.074,00
Mei 2.45 14.10 2.102,00 Oktober 1.29 15.92 2.079,00
Juni 5.34 13.45 2.108,00 November 3.06 15.61 2.088,00
Juli 5.67 13.44 2.088,00 Desember 2.38 15.58 2.096,00
Agustus 5.86 13.42 2.096,00 2000 Januari 3.27 15.38 2.102,00
September 3.21 13.55 2.102,00 Februari 1.35 15.15 2.108,00
Oktober 3.12 13.54 2.108,00 Maret 2.50 14.89 2.106,00
November 3.24 13.45 2.106,00 April 2.29 14.66 2.067,00
Desember 4.34 14.89 2.067,00 Mei 5.08 14.58 2.071,00
1995 Januari 5.64 14.66 2.071,00 Juni 1.66 14.48 2.074,00
Februari 4.32 14.58 2.074,00 Juli 5.75 15.15 2.079,00
Maret 4.76 14.48 2.079,00 Agustus 9.51 14.89 2.088,00
April 4.87 14.10 2.088,00 September 5.76 14.66 2.096,00
Mei 4.36 17.70 2.096,00 November 4.36 14.66 2.102,00
Juni 3.68 17.65 2.102,00 Desember 3.68 14.58 2.108,00
Juli 3.99 16.57 2.108,00 2001 Januari 3.99 14.48 2.106,00
Agustus 5.87 16.38 2.106,00 Februari 5.87 14.10 2.106,00
September 7.23 16.37 2.106,00 Maret 7.23 13.44 2.110,00
Oktober 6.68 16.39 2.110,00 April 6.68 13.45 2.122,00
November 6.35 15.92 2.122,00 Mei 6.35 14.89 2.096,00
Desember 6.13 15.61 2.071,00 Juli 6.13 14.66 2.102,00
1996 Januari 5.78 15.58 2.074,00 Agustus 5.78 14.58 2.108,00
Februari 4.58 15.38 2.079,00 September 4.58 14.48 2.106,00
Maret 4.67 15.15 2.102,00 Oktober 4.67 14.10 2.106,00
April 11.26 14.89 2.108,00 November 11.26 17.70 2.110,00
Mei 9.56 14.66 2.088,00 Desember 9.56 17.65 2.122,00
Juni 19.75 14.66 2.096,00 2002 Januari 19.75 16.57 2.071,00
Juli 7.85 14.58 2.102,00 Februari 7.85 16.38 2.074,00
Agustus 9.12 14.48 2.108,00 Maret 9.12 16.37 2.079,00
September 6.12 14.10 2.106,00 April 6.12 14.58 2.102,00
Oktober 5.76 13.44 2.088,00 Mei 5.76 14.48 2.102,00
25
PMDN PMDN
Bunga Kurs Bunga Kurs
Tahun Bulan (Triliun Tahun Bulan (Triliun
(%) (Rupiah) (%) Rupiah
Rupiah) Rupiah)
November 1.29 17.70 2.067,00 Juni 3.25 13.44 2.088,00
Desember 3.06 17.65 2.071,00 Juli 3.59 13.42 2.096,00
1997 Februari 2.38 16.57 2.074,00 Agustus 2.45 13.55 2.102,00
Maret 3.27 16.38 2.079,00 September 5.34 13.54 2.108,00
April 1.35 16.37 2.088,00 Oktober 5.67 13.45 2.106,00
Mei 2.50 16.39 2.096,00 November 5.86 14.89 2.106,00
Juni 2.29 15.92 2.102,00 Desember 3.21 14.66 2.110,00
Juli 5.08 15.61 2.108,00 2003 Januari 3.12 14.58 2.122,00
Agustus 1.66 15.58 2.106,00 Februari 3.24 14.48 2.071,00
September 5.75 15.38 2.106,00 Maret 4.34 14.10 2.074,00
Oktober 9.51 15.15 2.110,00 April 5.64 17.70 2.079,00
November 5.76 14.89 2.122,00 Mei 4.32 17.65 2.102,00
Desember 4,39 14.66 2.071,00 Juni 4.76 16.38 2.067,00
1998 Januari 3.25 14.58 2.074,00 Juli 4.87 16.37 2.071,00
Februari 3.59 14.48 2.079,00 Agustus 4.36 16.39 2.074,00
Maret 2.45 14.10 2.102,00 September 1.29 15.92 2.079,00
April 5.34 13.45 2.108,00 oktober 3.06 15.61 2.088,00
Mei 5.67 13.44 2.088,00
Model Summary
Model R R. Square Adjusted R. Std. Error of the Durbin -
Square Estimate Watson
1 449ª .202 .195 2.75522 1.646
a. Predictors: (Constan), KURS
b. Dependent Variable: PMDN
Mengingat kita tidak dapat menyimpulkan apa-apa, maka dicoba untuk
menggunakan GLS. Hasil yang didapat akibat transformasi tersebut cukup mengejutkan,
karena GLS justru membuat otokorelasi negatif. Apa penyebabnya?
Model Summary
Model R R. Square Adjusted R. Std. Error of the Durbin –
Square Estimate Watson
1 394ª 155 148 2.69770 2.137
a. Predictors: (Constant), KURS_R11
b. Dependent Variable: PMDN_B1
R² menunjukan angka yang cukup besar, yaitu 15,5%. Berarti variasi kurs
dolar mampu menerangkan variasi PMDN sebesar 15,5%. Disamping itu, uji-F
yang dilakukan juga menunjukan bahwa koefisien slope regresi signifikan secara
statistic.
26
ANOVAᵇ
Kita juga dapat melihat table yang dibawah bahwa model yang didapat adalah:
Coefficientsª
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 5.475 .493 11.107 .000
KURS_R11 -.401 .086 -.394 -4.655 .000
a. Dependent Variable: PMDN_B1
Bagaimana interprestasi model ini? Bila menggunakan model di atas, tentu interprestasi
akan sulit. Bagaimanakah bila modelnya dibuat sebagai berikut:
Sedang untuk kurs pada bulan yang sama ternyata menunjukan tanda negatif, yang
berarti bila kurs bulan ini naik 1 ribu rupiah, maka PMDN akan turun 0,4 triliun rupiah.
Sedangkan kurs bulan lalu ternyata mempunyai hubungan positif, yang berarti bila kurs
bulan lalu naik 1 ribu rupiah, justru akan meningkatkan PMDN sebesar 0,072 triliun rupiah.
Apakah alas an logisnya?
27
Mungkin sebagian orang tidak merasa puas dengan model di atas karena koefisien
determinannya relative kecil.
Model Summaryᵇ
Adjusted R. Std. Error of the Durbin –
Model R R. Square
Square Estimate Waton
1 393ª 155 141 3,27791 1,528
a. Predistors: (Constant), KURS, BUNGA
b. Dependent Variable: PMDN
𝐷𝑊 1,528
p=1− = 1− = 0,24
2 2
Setelah melakukan transformasi data dan membuang 4 buah outlier, maka didapat
nilai Durbin Watson sebesar 2,283. Angka ini menunjukan bahwa model tidak
mengandung otokorelasi. Tentunya hal ini perlu menjadi pertimbangan, apakah memang
variable bunga perlu dimasukan dalam persamaan regresi.
Model Summary
Adjusted R. Std. Error of the Durbin –
Model R R. Square
Square Estimate Waton
1 403ª 163 148 2,63971 2,281
a. Predistors: (Constant), KURS_1, BUNGA_1
b. Dependent Variable: PMDN_1
Pertimbangan lain tentunya dengan melihat Uji-t. ternyata berdasarkan uji tersebut,
variable suku bunga memang tidak signifikan secara statistic pada α = 5%.
Unstandardized Standardized
Collinearity Statistic
model Coefficients Coefficients t Sig
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constan) 7.616 2.045 3.725 .000
BUNGA_1 -.236 .179 -.134 -1.319 .190 .693 1.442
KURS_1 -.335 .109 -.313 -3.084 .003 .693 1.442
a. Dependent Variable: PMDN_1
28
Kita perlu mempertimbangkan adanya kolinearitas antar variable bebas. Di
samping itu, pada table dibawah juga terlihat bahwa nilai C1 untuk dimensi 3, terbilang
besar.
Collinearity Diagnosticª
Bagaimanakah jika variable bebas suku bunga bank dibuat regresi tersendiri?
Sebagaimana dapat diduga bahwa variable suku bunga juga mempunyai otokorelasi. Hal
terbukti setelah data diolah untuk membuat regresi. Hasil pengolahan menunjukan statistic
DW sebesar 1,385. Nilai tersebut lebih tinggi disbanding R², sehingga kita dapat
memperkirakan nilai p, yang setelah diperhitngkan sebesar 0,31.
Model Summaryᵇ
Adjusted R. Std. Error of the Durbin –
Model R R. Square
Square Estimate Waton
1 290ª .084 .077 3.39840 1.385
a. Predistors: (Constant), BUNGA
b. Dependent Variable: PMDN
Setelah variable ditransformasi dan membuang 4 buah outlier, maka didapat nilai
DW yang sebesar 2,338. Di samping itu, terlihat pula nilai R² yang sebesar 5,7%. Ini
menunjukan bahwa variasi bunga kredit dalam menerangkan variasi PMDN, relative
memang kecil.
Model Summaryᵇ
Adjusted R. Std. Error of the Durbin –
Model R R. Square
Square Estimate Waton
1 240ª .057 .050 2.835808 2.338
a. Predistors: (Constant), BUNGA_2
b. Dependent Variable: PMDN_2
Sebagai catatan, terkadang kita kesulitan menemui table yang sesuai dengan jumlah
sampel yang digunakan, terutama sampel yang besar. Misalnya, nilai table DW dengan
sampel sebesar 100 dan 150 tersedia. Kita harus dapat memperkirakan hal tersebut.
29
Atau kita dapat juga menggunakan metode lain, misalnya dengan membuat grafik
antara residual pada waktu ke-t dengan residual pada waktu ke t-1. Pada kasus ini dicoba
pula membuat plot tersebut yang hasilnya adalah:
RES_BUNG
RES_B1
Kita dapat melihat bahwa plot tersebut sudah tidak lagi mempunyai pola. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa residual tidak lagi mengandung korelasi serial.
Kembali ke persamaan regresi yang dihasilkan signifikan secara statistic. Dengan demikian
didapat persamaan regresi sebagai berikut:
Coefficientsª
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 8.166 1.992 4.100 .000
BUNGA_2 -.464 .172 -.240 -2.693 .008
a. Dependent Variable: PMDN_2
30
Atau disederhanakan lagi menjadi:
• Setiap kenaikan PMDN sebulan lalu sebesar 1 triliun rupiah akan mengakibatkan
naiknya PMDN bulan ini sebesar 0,31 triliun rupiah.
• Setiap kenaikan suku bunga kredit bulan ini sebesar 1% ternyata akan menurunkan
PMDN sebesar 0,464 triliun rupiah. Hal ini tentunya sesuai dengan teori yang ada.
• Akan tetapi, peningkatan suku bunga kredit bulan lalu yang 1%, ternyata akan
meningkatkan PMDN 0,144 triliun rupiah. Kembali disini perlu dipertanyakan, apakah
alas an logisnya?
31