Anda di halaman 1dari 31

PEMODELAN REGRESI

MENGGUNAKAN DATA TIME SERIES

Pada bab-bab ini sebelumnya,kita telah membicarakan masalah-masalah yang dihadapi


oleh regresi linier,yaitu multikolineritas,dan heterskedastisitas. Kalau diperhatikan ilustrasi dan
kasus yang diangkat dari kedua permasalahan di atas,selalu menggunakan data cross section.
Kanapa? Karena kedua permasalahan diatas umumnya memang terjadi pada data cross section.

Sekalipun tidak tertutup kemungkinan kedua masalah tersebut terjadi pula didalam data
time series,tetapi permasalahan utamanya bukan disitu. Pelanggaran asumsi yang hampir
dipastikan ditemui pada setiap data time series adalah apa yang disebut dengan otokolerasi.
Langkah-langkah yang digunakan um=ntuk menanggulangi otokolerasi ini,secara tidak langsung
akan mampu pula menghindari pelanggaran asumsi lainnya. Oleh karena itulah dalam data time
series, masalah otokolerasi inilah yang menjadi fokus perhatian utama.

Dari namanya kita telah dapat menerka apa makna dari otokolerasi. Secara harfiah dapat
disebutkan bahwa otokolerasi adalah korelavasi yang terjadi antar observasi dalam satu variabel.
Kenapa hal itu terjadi ? Kita telah mengetahui bahwa secara konseptial data time series merupakan
data satu indvidu yang observasi dalam rentangan waktu apa artinya ? Dapat dikatakan bahwa data
time series merupakan sejarah karakterisitik tertentu dalam satu individu terjadi tertentu suatu
individu. Contoh sederhanya, data produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 1970-2004. Ini
sesungguhnya cerminan sejarah perekonomian Indonesia dalam kurun waktu tersebut. Disitu akan
tergambambar bagaimana negara ini ketika boom BBM diawal tanun 80-an,dan juga akan terlihat
bagimana kondisinya ketika krisis.

Oleh karena datatime series dapat dikatakan sebagai sejarah, tentunya kondisi antara satu
waktu dengan wakty lainnya akan berhubungan. Ketika boom BBM terjadi tentunya
peningkatannya tetap dipengaruhi waktu sebelumnya,karena berbagai upaya yang dilakukan
diwaktu lalu,seperti pembangunan infrastruktur atau investasi. Tidaklah mungkin,ketika terjadi
boom PDB melonjak tajam,dan ketika tinggal sisa-sisanya maka PDB langsung turun tajam pula.
Demikian juga ketika krisis,penurunan PDB langsung turun tajam pula. Demikian juga ketika
krisis, Penurunan PDB tetap terkait pada upaya yang dilakukan masa lalu,sehingga PDB tidak

1
merosot tanpa kendali. Begitu juga saat recovery, PeningkatanPDB akan tergantung pada upaya-
upaya yang dilakukan.

Dapatkah dibayangkan,bagimana jika PDB atau indikator perekonomian lainnya tidak


terkait pada upaya-upaya waktu lalu? Atau dalam istilah stastistik bersifat random? Kadang-
kadang naik, kadang-kadang turun. Tentunya akan menimbulkan permasalahan besar diberbagai
bidang kehidupan. Setiap manusia akan hidup dalam ketidakpastian ,tidak bisa membuat
perencanaan,atau memperdiksi masa yang akan datang. Jadi otokorelasi dalam kehidupan ehari-
hari merupakan saseuatu yang sangat berguna.

A. MASALAH OTOKORELASI DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN


Sekalipun dalam kehidupan sehari-hari,otokorelasi sangat berguna,ternyata tidak demikian
halnya dengan pembuatan model regresi dengan menggunakan OLS. Dalam menduga prameter
dalam regresi majemuk, Ols mensumsikan bahwa eror merupakan variabel random yang
independen (tidak berkorelasi) agar penduga bersifat BLUE. Atau secara matematis dituliskan :
Covarian : (Ui , Uj) = 0;i≠j.
Artinya tidak ada kolorasi antara u i dan uj untuk i≠j {E (ui uj} = 0, I ≠ j}. Hal ini juga mengartikan
perbedaan antar nilai pada variabel terikat Y dapat berhubungan dengan nilai pada variabel bebas
X. tetapi nilai tersebut tidak berhubungan dengan nilai-nilai dalam variabel yang sama. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa otokorelasi terjadi jika observasi yang berturut-turut sepanjang
waktu mempunyai korelasi antara satu dengan yang lainnya.
Sekarang perhatikan persamaan regresi dibawah ini :
Y1 =βa + β1X1 ++ U1 (7.1)
Perhatikan pula persamaan eror berikut :
U1 = p U1—1 + v1 (7.2)
Dimana : u1 : eror pada waktu ke-t
U1-1 :eror pada waktu ke (t-I)
P : Koefisien otokotelasi lag-1 (untuk engukur korelasi antara residual pada waktu ke-t
Dengan residual pada waktu ke-t dengan residual pada waktu t-I)
V1 = eror yang independen dan berdistribusi Normal dengan nilai tengah = 0, dan
Varian a2.

Persamaan diatas menunjukkan bahwa eror pada satu waktu yang lalu (t=I) secara langsung
memengaruhi eror pada waktu ke-t. Koefisien otokorelasi p mengindiikan seberapa kuat pengaruh

2
tersebut. Yang besarnya -1<p<1,dimana p = -1 menunjukkan korelasi negatif yang sempurna, p=1
menunjukkan korelasi positif yang sempurny, dan p=0 menunjukkan tidak adanya korelasi.
Pada persamaan tersebut terlihat jika p=0, maka u 1 + v1, yaitu eror yang
independent Berdistribusi Norma; dengan nilai tengah = 0 , dan varian o 2. Kondisi inilah
yang Merupakan salah satu asumsi penggunaan teknik OLS, Dimana eror tidak mempunyai
Korelasi dengan eror lainnya.
Akibat dari kondisi tersebut,penduga yang diperoleh dengan menggunakan OLS
tidak lagi BLUE, sekalipun masih tidak bisa,dan konsisten. Estimasi standard eror dan
varian koefisien regresi yang dapat akses “underestimate”. Dengan demikian, koefisien
determinasi akan besar, dan tentunya Uji-t, Uji-F, dan interval kepercayaan menjadi tidak
sahih lagi untuk digunakan. Di samping itu,pemeriksaan terhadap residual biasanya juga
akan menenmui permasalahan.
Otokorelasi yang kuat dapat pula menyebabkan dua variabel yang tidak
berhuungan. Bila metode OLS digunakan, maka akan terlihat koefisien signafikansi, atau
R2 yang besar. Kondisi seperti ini disebut dengan spuraios regression (regresi lancung atau
palsu). Topik tersebut akan dibicarakan pada bagian selanjutnya.

B. MNDETEKSI OTOKORELASI
Sebagimana permasalahan multikolieritas,dan heteroskedastisitas, pada otokorelasi
ini juga banyak metode yang dapat diterapkan untuk mendeteksi otokorelasi. Pada bagian
ini dicoba mempaparkan beberapa metode-metode yang dapat digunakan
B.1 METODE GRAFIK
Metode ini merupakan langkah yang paling mudah unhtuk dilakukan, yaitu dengan
membuat plot antara residual dan variabel bebas X atau waktu. Atau,kita juga dapat
membuat plot antara residual pada waktu ke-t dengan residual pada waktu ke-(t-1). Bila
ditemui pla dalam plot yang dibuat, maka dapat diduga terdapat serial korelasi didalam
residual. Untuk lebih memahaminya, perhatikan plot dibawah ini,yang merupakan hasil
pembuatan regresi antara inflansi dengan IHSG dan inflansi dengan uang yang beredar
(M1),

3
RES_B1

B.2. UJI DURBIN-WATSON


Dalam melakukan uji otokorelasi dengan menggunakan grafik, tidak jarang akan ditemui
kesulitan untuk menentukan ada atau tidaknya otokorelasi. Penilaian yang subjektif.
Tentunya akan dapat mengakibatkan berbedanya kesimpulan antara satu orang dengan
linnya. Apalagi bila gambar yang dilihat mempunyai skala yang berbeda. Oleh karena itu,
uji formal tetap lebih dibuthkan.

Salah satu uji formal yang paling populer untuk mendeteksi otokorelasi adalah uji
Durbin-Watson. Uji ini ternyata juga disediakan dalam beberapa program siap pakai.
Termasuk SPPS.

Uji ini sesungguhnya dilandasi oleh model error yang mempunyai korelasi
sebagaimana telah ditunjukkan di atas, yaitu :

U1 = pu1—1 + v1

Di mana : u1 = eror pada waktu ke-t

U1-1 = eror pada waktu ke-(t-1)

P = koefisien otokorelasi lag-1 (untuk mengukur korelasi antara residual pada waktu ke-t
dengan residual pada waktu (t-1)

Tabel DW terdiri atas dua nilai, yaitu batas bawah (d1) dan batas atas (du). Nilai-nilai ini
dapat digunakan sebagai pembanding uji DW dengan aturan sebagai berikut :

4
1. Bila DW < d1 ; bebrti kita ada korelasi yang positif atau kecenderungan p =1
2. Bila dl ≤ DW ≤ du ; kita dapat mengambil kesimpulan apa-apa
3. Bila du < DW ≤ du ; berarti tidak ada korelasi positif maupun negatif
4. Bila 4 - dU < DW < 4 – dL ; kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa
5. Bila DW < 4 – d1 ; berati ada korelasi negatif.

B.3. UJI RUN


Ternyata uji DW yang sangat populer juga mempunyai kelemahan , yaitu : ketika
kita mendapat nilai DW yang terletak antara batas bawah dan batas atas (d 1 ≤ DW ≤ du)
atau ketika kita mendapat nilai DW antara 4- du dan 4- d1 (4- du ≤ DW ≤ 4 – d1) , sebab
dengan nilai statistik DW tersebut, kita idak dapat memutuskan apakah residual berkorelasi
atau tidak. Bagaimana jika hal itu terjadi Metode grafik mungkin dapat digunakan, atau uji
formal yang lain.
Salah satu uji formal lain yang akan dikenalkan disini adalah UJI RUN. Dasar
pengujian ini sangat sederhana,yaitu hanya dengan melihat tanda nilai residual (positif (+)
atau negatif (-). Tanpa memperhatikan nilainya. Adapun Run didefinisikan sebagai
sekelompok nilai residual yang mempunyai tanda yang sama secara berturut-turut.
Contoh :
(- - - - -) (+ + + + + + + +) (- - - ) (+ + + +)
Run 1 Run 2 Run3 Run 4
Pada contoh di atas terdapat 4 run, dimana masing-masing run mempunyai panjang
5 untuk run 1;8 untuk run 2;2 untuk 3 dan 4 .
N = Jumlah observasi, N = jumlah = , N2 jumlah -, dan R = jumlah run , maka jika
N1 > 10 dan N2 > 10, maka diasumsikan jumlah run mengikuti distribusi Normal, dengan:
2 N1 N2
Mean : E (Run) = + 1 ; dan
N
2N1 N2 (2N1N2−N
Varian o2Run = = N2(N−1)

Dengan Hipotesis : H0 : Residual Random


H1 : Tidak Demikian
Mkaka dibuat interval kepercayaan 95%:
Prob [ E(Run)-1,96 ơRUN ≤ Run ≤ E(Run)+1,96ơRUN]

5
Jika R tidak berada dalam interval kepercayaan maka tolak H 0 atau tidak ada bukti
yang cukup untuk menyatakan bahwa residual random.
Selain beberapa uji diatas, terdapat beberapa uji lain, yang salah satunya adalah
kolegram. Cara melihat otokolerasi dengan kolegram ini akan dibicarakan pada bagian
selanjutnya dalam buku ini .

B.4. LAGRANGE MULTIPLIER (LM)


Uji ini dikembangkan oleh Breusch-Godfrey, sehingga dikenal juga dengan sebutan
The Breusch-Godfrey (BG) Test. Perhatikan kembali model persamaan (7.1) berikut:
Y1 = βa + β1X1
Pada uji ini diasumsikan bahwa ut mengikuti model otoregresif ordo p(AR(p))1
dengan bentuk sebagai berikut :
U1 =p1+u1-1=p2u1-2+p3 u1-3+…+Pp u1_p+ϵ1
Dengan demikian bila kita tidak mempuyai cukup bukti untuk menolak hipotesis, maka u t
= ϵn berarti tidak ada serial korelasi.
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mendeteksi adanya
otokorelasi dengan menggunakan Iji LM ini adalah sebagai berirkut :
1. Estimasi regresi pada persamaan (7.1) dan dapatkan ủ12.
2. Gunakan ủ12. Sebagai variable terikat dan regresikan dengan variable bebas X 1 (Jika
variable bebas lebih dari satu, gunakan keseluruhannya) dan ủ1-1, ủ1-2+….+ṕpủ1-p+ϵ1

Dari hasil regresi tersebut,akan didapat koefisien determina (R 2). Jika data yang digunakan
besar,maka :

(n-p)R2=Xp

dimana P adalah derajat kebebasan yang besarnya sama dengan ordo yang digunakan untuk
model AR.

C. TEKNIK MENGATASI OTOKORELASI


Mengingat dta yang mempunyai otokolerasiakan melanggar asumsi penggunaan metode
OLS dalam membuat regresi, maka permasalahan ini harus maka permasalahan ini harus

6
diastase sebelum mengistemasi koefisien persamaan regresi yang akan dibuat. Pada bagian
ini kita akan mempelajari berbagai teknik untuk mengatasi permasalahan tersebut.

C.1. Evaluasi Model

Salah satu permasalahan yang sering kurang kritis diperhatikan dalam membentuk
model regresi adalah seleksi terhadap variable bebas yang digunakan. Da beberapa
penyebab terjadinya hal tersebut, antara lain: variable bebas ditentukan oleh common sense,
teori hanya menyebutkan hubungan antara satu variable lain tanpa menjelaskan seberapa
besar hubungannya, dan data tidak tersedia. Akibatnya, kadang-kadang justru kita tidak
memasukan suatu variable bebas penting dalam persamaan.

Berdasarkan common sense atau teori yang hanya menuyebut adanya hubungan
antar variable bebas oenting. Variable manakah yang lebih penting dimasukan untuk
mengukur inflasi, apakah jumlah uang yang beredar atau peningkatan konsumsi
masyarakat?

Katakanlah kita dapat menemukan variable bebs tersebut, tetapi ternyata tidak semua data
variable bebas penting itu tersedia. Lebih jauh lahi, ternyata sangat mungkin variable bebas
penting tersebut tidak dapat diukur secara kuantitatif. Contoh: salah satu penyebab
terjadinya korupsi adalah mental pejabat. Bagaimanakan vara mengukur mental pejabat
secara kuantitatif?

Beberapa hal itulah yang terkadangmenyebabkan kita tidak dapat memasukan


variable pwnti ng kedalam persamaan regresi. Padahal, permasalahan otokolerasi dapat
diatasi dengan menambahkan suatu variable penting atau peling tidak dianggap penting ke
dalam model. Dengan penambahan variable bebas, ternyata residual yang tadinya
berkolerasi, bias menjadi bebas satu denagan lainnya.

Akan tetapi teknik Ini bukanlah suatu yang dapat menjamin sifat otokolerasi akan
hilang dari model begitu saja, ketika variable bebas ditambahkan. Bahkan tidak jarang,
penambahan variable juga akan membuat rumit permasalahn.

7
Tektnik ini akan dibicarakan lebih dalam lagi saat membahas mengenai topic
Kointegrasi, yang akan dipaparkan pada bab selanjutnya yang membicarakan masalah
stasioneritas data time series.

C.2. Metode Pembedaan Umum (Generalized Differences)

Perbedaan ini sesungguhnya merupakan salah satu bentuk transformasi


sebagaimana yang pernah dilakukan untuk mengatasi multikolinieritas dan
heterokedastitas. Pada metode perbedaan umum, transformasi dilakukan dengan
mengurangi nilai variable (bebas dan terikat) pada waktu ke-t, dengan waktu ke-(t-1).

Mengapa kita menggunakan transfomasi ini? Bukankah banyak bentuk


transformasi lainnya? Alas an atau argumentasi ini untuk menghilangkan otokolerasi, dapat
ditunjukan secara matematis. Untuk itu, perhatikan kembali persamaan (7.1) dan (7.2).

Y1=βa+β1X1+u1 (7.1)

U1=p u1-1+v1 (7.2)

Untuk waktu ke-(t-1),Model (7.2) dapat dituliskn dengan :

Y1-1=βa+β1X1-1+u1-1 (7.6)

Bila kedua sisi persamaan model (7.6) dikali dengan p, maka akan didapat bentuk
persamaan sebagai berikut :

P Y1-1t-1 (7.7)

Sekarang kita kurangkan persamaa mdoel (7.1) dengan model (7.7), maka akan dihasilkan
persamaan :

Yt-p Yt-1 = (βa-p βa) + β1(X1 – p Xt-1) + ut – p ut-1 (7.8)

Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai :

Ýt = βa (1 – p) + β1 Ẋ1 + v1 (7.9)

Dimana : Ý = y1 – p yt-1

8
Ẋ1 = X1 – pXt-1

Perhatikan eror persamaan (7.9), yang sekarang bernotasikan v1, yaitu eror
independen berdistribusi normal dengan nilai tengah = 0, dan varian konstan. Darimana
kita dapatkan ? Tentunya didapat dari persamaan (7.2) dimana u t = p ut-1 + vt, sehingga vt
= ut =p ut-1 . Dengan demikian residual telah terbebas dari otokorelasi .

Kembali ke model hasil transformasi , terlihat bahwa jika otokorelasi didalam


residual tinggi (p=1), maka kita akan mendapatkan regresi tanpa intercept, yaitu :

Ýt = β1Ẋ+vt (7.10)

Jika terdapat serial korelasi yang lemah (p=0), maka model regresi yang akan
didapat adalah regrasi asal yang tersaji pada persamaan (7.1) .

Bila kita menestimasi koefisien model regresi diatas dengan OLS, Maka metode
lebih dikenal dengan sebutan GENERALIZED LEAST SQUARE (GLS) .

Salah satu kelemahan dari transformasi ini adalah kita akan kehilangan sebuah
observasi. Bila data time series cukup panjang mungkin hal tersebut tidak akan menjadi
masalah. Akan tetapi, bila data relative tidak banyak,maka akan menimbulkan masalah.
Untuk mengisi data yang hilang tersebut, maka nilai pertama,baik untuk variable bebs
manapun variable terikat dapat digantikan dengan :

Y1√1 − 𝑝 Dan Xt √1 − 𝑝2 (7.11)

C.3. Metode Pembedaan Pertama

Kapan kita dapat menggunakan GLS? Tentunysa jika nilai koefesien korelasi
didapat. Pada praktinya sangat jarang kita dapat menemui nilai p karena berasal dari
populasi. Oleh karna itu kita harus mendapatkan nilai p berdasarkan data sampel .

Metode pembedaan pertama (the first-difference method) memberikan sebuah


kriteria untuk menggunakan GLS ,yaitu digunakan metode tersebut jika statistik Durbin-
Watson lebih kecil disbanding koefesien determinas WD<R 2). Perlu dingat bahwa ketika
nilai statistik DW kecil, maka nilai p akan besar. Hal ini yang mengakibatkan R2 Menjadi

9
besar pula. Jika DW lebih kecil dari R2, maka dapat dikatakan bahwa pada resi 2 terdapat
otokorelasi yang kuat. Jika otokorasi kuat, maka kita dapat mengasumsikan p=1,
sehingga persamaan (7.9) dapat digunakan, atau dengan kata lain, kita menggunakan
GLS untuk mengisteminasi keofesien regresi tersebut.

C.4. Estimasi p Berdasarkan Durbin Watson

Pada metode perbedaaan pertama terlihat bahwa kita harus mempunyai otokerelasi
yang kuat(p mendekati 1) agar kita menggunakannya, bagaimana jika kita mempunyai
otokorelasi yang tidak terlalu kuat? Atau karna sesuatu halkita menginginkan untuk
mentranspormasi data sesuai debgan nilai p yang lebih tepat (tanpa menggunakan asumsi
p=1 jika mempunyai otokorelasi yang kuat)?

Untuk kepentingan tersebut kita dapat melakukan estimasi terhadap nilai p. pada
DW
bagian ini akan ditunjukan pormulasi untuk menghitung 𝑝̂ =1- 2

Dimana :

𝑝̂ = estimasi koefisienn korelasi

DW =Statistik Durbin-Watson

Misalnya berdasarkan perhitungan didapat nilai 𝑝̂ =0,8, maka data pada varieabel
bebas dan variable terikat akan ditranformasi dengan cara :

Y1=Y1-0,8 Y1-1

X1=X1-0,8 X1-1

Setelah ditranformasi, selanjutnya lalukan estimasi koefisien regresi dengan


menggunakan OLS.Akan tetapi, formulasi perhitungan (7.12) hanya tepat bila digunakan
untuk data berukuran besar. Sedang untuk berukuran kecil, sebaliknya menggunakan
formulasi yang diusulkan oleh Theil Nagar, yaitu:

𝑝̂ =n2(1-DW /2)+k2

n2+ k2

dimana k adalah jumlah koefesien termasuk intercept.

10
C.5. Estimasi 𝝆 Berdasarkan Residual

Bila pada diatas kita mengestimasi 𝜌 dengan pendekatan nilai statistic DW, maka
pada bagian ini akan diberikan formula untuk mengestimasikan nilai 𝜌 secara langsung,
berdasarkan nilai erornya.

Formula untuk megestimasi 𝜌 residual telah diberikan pada persamaan (7.5)

Setelah nilai 𝜌̂ didapat , maka kita tinggal melakukan transformasi terhadap data,
dan selanjutnya membuat regresi, sebagaimana yang dilakukan pada tranformasi yang
menggunakan pendekatan Durbin-Watson.

Perhitungan 𝜌̂ dapat juga dilakukan dengan membuat regresi antara residual pada waktu
ke-1 dengan residual pada waktu ke 1+1.

U1=p.1-1+y1

Persamaan tersebut merupakan pengukuran terhadap populasi. Bila untuk sampel,


dapat selanjutnya dengan

U1=p n1-1+ v1

Koefisien itulah yang menjadi nilai koefisien korelasi yang diestimasi (𝜌̂). Langkah
selanjutnya sama dengan langkah yang telah dijelaskan diatas.

D. BEBERAPA PENERAPAN DATA KEUANGAN


Untuk lebih memahami teknik untuk mengatasi otokorelasi di atas, berikut akan
diberikan beberapa penerapan data keuangan, yang mana datanya merupakan time series.
Dari contoh ini diharapkan kita akan melihat apa saja yang menjadi permasalahan pada
data, dan bagaimana cara menanggulangi permasalahan tersebut.

D.1. Faktor yang Memengaruhi Indeks Harga Saham Sektor Pertambangan

Sebagaimana diketahui bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga


dihitung berdasarkan sector, yang salah satunya adalah Indeks Harga Saham Pertambangan
(IHSP). Pertama-tama kita akan mencoba untuk melihat, bagaimana pengaruh nilai tukar
dolar Amerika Serikat terhadap IHSSP.

11
Berdasrkan beberapa penelitian diketahui bahwa antara nilai tukar dolar dan IHSG
mempunyai kecenderungan hubungan yang terbalik. Dalam artian, ketika nilai tukar dolar
meningkat, maka IHSG akan turun. Sebalikya bila nilai tukar turun, IHSG akan naik.
Apakah yang hubungan tersebut berlaku pula untuk IHSSP? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, maka digunakan model sebgai berikut:

IHSSP = b0 + b1 kurs_us

Adapun data yang digunakan bersumber pada BEJ dan Bank Indoesia, yang
mencakup beberapa variabel. Data yang digunakan merupakan data mingguan, sejak 6
januari 2003 sampai 29 desember 2003, sebagaimana terlihat pada Tabel 7.1 berikut:

Teknik pengolahan dengan SPSS untuk membuat model diatas tentunya tidak perlu
dipaparkan lagi pada bagian ini, karena telh dipelajari pada bagian sebelumnya. Hanya
yang perlu diterangkan di sini adalah perlunya tambah ‘perinta’ untuk memeriksa
otokorelasi, yaitu dengan meng-klik Durbn-Watson.

Dengan demikian . kita telah memberi perintah pada computer untuk memeriksa
otokoreksi berdasarkan statistic DW. Akibatnya, pada output yang mengajikan tabel
‘model summary’ kita akan mempunyai nilai durbin-watson, dimana untuk persamaaan
tersebut adalah sebesar 0,060. Apa artinya? Kita harus membandingkannya dengan tabel
Durbin-Watson.

Model summaryb
Model R R. Adjusted R Std. Error of Durbin
square Square The estimate Watson
a
1 339 115 097 30.29789 060
a. Predictors :(constant), KURS_US
b. Dependent variable :IHSSP

Terdeteksinya keberadaan otokoresi mengharuskan kita untuk mengatasi


permasalahan tersebut agar model yang didapatkan menjadi lebih cepat. Kita akan
mencoba untuk menerapkan beberapa metode diatas satu per satu.
Sebelum melakukan upaya tersebut, kita perlu pula melihat beberapa karakteristik
yang menjadi akibat kolinieritas dalam residualnya.

12
Pertama-tama kita lihat bahwa variable bebas Kurs_US mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap IHSSP, di mana setiap peningkatan 1000 rupiah nilai tukar dolar,
mengakibatkan indeks harga saham sector pertimbangan turun sebesar 87 poin.

Coefficients
Model Unstandardized Standardiz t sig
coefficients coefficients
B Std error Beta
1 (constant) 897.617 398.362 339 3.008 .001
KURS_US -087 -035 -2.519 .015
a. Dependent variable : IHSSP

Disisi lain, ternyata otokoreksi menyebabkan munculnya outlier. Pada persamaan


yang dibentuk diatas ternyata didapat 3 buah outlier, sebagaimana terlihat pada tabel
dibawah. Mengingat outlier sempat mengganggu, maka diputuskan untuk membuang
observasi yang bernilai ekstrim tersebut.
Casewise Diagnosticsb
Case Number Std Residual IHSSP Predicted value Residual
49 2.429 298.70 156.3406 142.3594
50 2.789 319.80 156.3406 163.4594
51 3.283 346.80 154.4172 192.3829
a. Dependent variable IHSSP
Setelah kegita observasi di atas tidak diikutsertakan dalam estimasi, ternyata
muncul outlier yang lain. Jika outlier itu kembali dibuang, maka muncul outlier lain. Jika
terus mengeluarkan data, maka outlier baru hilang setelah kita ‘membuang’ 29 observasi
atau menyediaka 22 observasi. Tindakan ini tentu tidak tepat. Langkah yang tepat adalah
menemukan mengapa outlier menjadi demikian
Perhatikan nilai DW diatas yang sangat kecil ,sehingga dapat diduga bahwa
korelasi antar residual sangat kuat atau mendekati satu kelompok outlier yang ditemukan
pertama, tentunya dipengaruhi oleh rasioanal lain yang saat itu tidak tampak sebagai
outlier. Ketika kelompok outlier pertama dibuang, maka outlier tersebut muncul.
Kelompok outlier ini pun tentunya dipengaruhi oleh residual lain. Begitulah seterusnya
samapi semua residual yang berkorelasi’hilang’. Oleh karna itu, ketika semua outlier
hilang, nilai DW menjadi besar, yaitu : 2,480.
Model Summaryb

13
Model R R. Square Adjusted R Std. Error of Durbin-Watson
Square The Estimate
1 678a 459 432 2.18248 2.480
a. Predictors ( constant), KURS_US
b. Dependent variable IHSSP
Pertama-tama kita mencoba menghilangkan otokoreksi dengan menambahkan
model dengan sebuah variable bebas.
Variable SBI ini diduga merupakan variable penting yang mempengaruhi IHSSP.
Berdasarkan teori dihipotensikan bahwa jika SBI turun maka, suku bunga simpanan atau
deposito akan turun pula, sehingga investor akan mengalihkan dananya ke jeni investasi
lain, yang salah satunya adalah saham.
Dengan demikian ,sekarang kita akan membuat sebuah regresi majemuk, yang
modelnya adalah sebagai berikut :
IHSSP=ba+b1 kurs_us+b2 SBI
Hasil pengelolaan data menunjukan bahawa pada kasus ini otokoreksi tidak dapat
diatasi dengan menambah variable bebas SBI. Akan tetapi, dengan penambahan variable
ini nilai statistic DW meningkat. Hal ini setidaknya mengindikasikan bahwa otokoreksi
sedikit melemah akibat penambahan variable, walaupun demikian tidak signifikan.

Model Summaryb
Model R R.Square Adjusted R Std. Error of Durbin-Watson
Square The estimate
1 729b 531 513 51.39266 093

Kita dapat lihat pada kedua tabel bahwa nilai DW < R 2. Hal ini mengindikasikan bahwa
otokorelasi yang terjadi kuat sehingga tidak ada salahnya jika kita mencoba untuk menggunakan
Metode GLS. Langkah yang pertama harus dilakukan adalah membuat pembelaan, baik variable
terikat maupun variable bebas. Untuk kebutuhsn tersebut ,ternyata SPSS telah menyediakan
fasilitas, sehingga kita tidak akan bersusah payah.

Hasil yang didapat setelah dilakukan transformasi pembelaan ternyata sekalipun nilai DW
meningkat dengan cukup besar, tetapi tetap masih menunjukan adanya otokorelasi, karna DW < d1.
Terlihat pula akibat transformasi pembelaan , R2 menjadi sangat kecil dibandingkan R2 Sebelum
transformasi.

Model summary c.d

14
Model R R.Squre Adjusted R square Std Error of the Durbin Watson
Estimate
1 022a 000 -020 11.93701 903

Bagaimana dengan koefiensinnya? Ternyata secara dilakukan tranformasi, informasi yang


diberikan berbeda. Dalam regresi ini , peningkatan Kurs dolar tidak mempunyai pengaruh terhadap
peningkatan IHSSP. Disamping itu, berdasarkan koefisien terlihat bahwa hubungannya positif. Ini
berbeda dengan model sebelum perbedaan yang menunjukkan hubungan negatif. Adakah
alasannya? Ingat bahwa kebanyakan perusahaan pertambangan memperoleh gain dalam bentuk
dolar amerika. Sehingga wajar saja jia hubungan keduanya positif.

Coefficientsa,b

Model Unstandardized Standardized t Sig


coefficients coefficients
B Std. Error Beta
1 DIFF(KURS .003 .019 .022 1.55 .878
_US. 1)

Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah masalah outlier. Pada model diatas
ternyata masih didapat banyak outlier(ingat residual persamaan diatas masih menunjukan
korelasi positif). Jika semua outlier dikeluarkan, ternyata observasi yang akan terasa sangat
tinggal 35 observasi. Apakah masih ada teknik lain? Bagaimana jika kita masukan variable
bebas SBI yang sudah ditransformasi?

Casewise Diagnostictsa,b
Case Numbe Std. Residual DIIF (IHSSP,1) Predicted value Residual
40 2.770 32.90 -.1660 33.0660
37 3.030 36.30 .1364 36.1636
43 2.369 29.40 -.0682 29.4682
49 2.492 20.70 -0445 29.7445
51 2.256 27.00 -0652 26.9348
a. Dependent variable : DIFF ( IHSSP,1)
b. Linear Regresion trough the Origin
Ternyata dengan menambahkan variable bebas SBI yang sudah ditransformasi,
hasilnya tidak langsung dapat mengatai permasalahan otokorelasi, sebagaimana terlihat
pada tabel dibawah. Sekalipun demikian, dimasukkannya variable tersebut telah
menambah tingginya angka DW. Jika variable bebas lain yang mempunyai

15
pengaruhterhadap IHSSP, apalagi faktor yang tentunya akan menambah peningkatan DW
dengan lebih besar, yang berakibat persamaan tidak lagi mengandung otokorelasi.

Model Summaryc.d
Model R R. square. Adjusted R. square Std. Error of the Durbin-Watson
Estimate
1 .111b 0.12 -029 11.98862 919

Model ini juga memberikan informasi bahwa variabel Kurs-US dan SBI yang telah
ditransformasi ternyata tidak signifikan .artinya penambahan atau pengurangan nilai tukar
atau SBI tidak mempunyai pengaruh terhdap IHSSP.

Coefficients a,b
Modal Unstandardized Standardized 1 sig
coefficients coefficients
B Std.error Beta
1. DIFF ,003 ,019 ,022 ,024
(KURS -9,895 13.004 -,110 -,761
_US,
1)
DIFF(
SBI, 1)
a. Dependent variabel DIFF (IHSSP, 1)
b. Linear regression trough the origin

Akan tetapi perlu diingatkan interpretasi di atas dditunjukkan oleh persamaan yang
masih mengandung otokorelasi, dan masih dipengaruhi oleh outlier . untuk persamaan
outlier realatif masih banyak , di mana kita harus mengelurkan 13 observasi atau
menyisakan obsrvasi manjadi 37agar terhindar dari outlier

Casewise Diagnossticsa,b
Case numbar Std. residual DIFF(IHSSP,1) Predicted value Residual

44 -2,106 -12.30 6,3645 -18.6645


46 2,790 29.40 4,6768 24.7232
47 2,674 29.70 6,0065 23.6935
49 2,312 27.00 6,5167 20.4333

16
Kali ini akan di coba untuk memeriksa pola plot residualnya terhdap perdiksi .
ternyata terlihat bahwa, varian residual memang tidak konstan, dengan kata terdapat
hetetoskedastistas. Bagaimana jika kita atasi sulu permasalhan hetetoskedastistas tersebut.

Masalah hetetoskedastistas ini akan di lakukan dengan transformasi logaritma ,


sehinggA MOEL akan menjadi:

LnIHSSP1-LnIHSSPt-1=b1 (LnKurs_US1_LnKurs_US1-1)+

b2 (LnSBI1 – LnSBI t-1)

model ini tidak secara langsung mampu mengatasi otokorelasi, karena nilai DW
masih di bawah batas bahwa tael DW, sehigga dapat di simpulkan bahwa dalam residual
nas terdapat atau korelasi

Model Summarya.d
Model R R. square Adjusted R square Std. Error of the Durbin-Watson
Estimate
1 138b 019 -022 -06177 1.320

Disamping itu, outlier juga masih tampak, akan tetapi untuk model ini, outlier yang
dibuang adalahyang terkecil, yaitu hanya 7 buah observasi.

Casewise Disgnosticsa,b
Case Number Std. Residual DIFF(IHSSP,1) Predicted value Residual
40 2.777 18 0045 1715
47 2.655 16 0003 1640

a. Dependent variable DIFF(LN_IHSSP,1)


b. Linear Regression trough the origin
Setelah 7 outlier dibuang, maka dihasilkan regresi yang telah terbebas dari
otokorelasi (lihat dibawah). Kini nilai DW telah beradah didaerah yang dapat disimpulkan
bahwa telah tidak ada otokorelasi.
Model Summaryc.d

model R R. square Adjusted R. square Std. Error of the Durbin-Watson


Estimate
1 078b 008 -014 04162 1648

17
Pada tabel diatas juga terlihat bahwa nilai R 2 sangt kecil artinya, kedua variabel
tersebut, baik kurs dolar maupun SBI, dapat dinyatakan tidak mampu menerangkan variasi
dari IHSSP. Dengan demikian dapat diduga bahwa kedua variabel bebas tidak signifikan
secara statistik. Berikutnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Coufficientsa-b
Model Unstandardi coufficients Standardized t Sig
zed ciufficients
B Std. Error Beta
1 DIFF(LN_KURS,1) -046 .234 -030 -195 345
DIFF(LN_SBI,1 -261 .387 -084 -537 554

Dari pemaparan yang panjang diatas, paling tidak ada beberapa kesimpulan yang
dapat diambil, antara lain:
a. Otokorelasi dapat menyesatkan informasi yang didapat dari regresi yang didapat seperti
R2 yang tinggi dan koefisien signifikan.
b. Otokorelasi yang kuat menghasilkan banyaknya outlier. Jika outlier tersebut
dikeluarkan, maka otokorelasi akan berkurang. Jadi, dalam membuat regresi,
pemeriksaaan terhadap outlier merupakan hal yang penting.
c. Penambahan variabel memang dapat mengurangi otokorelasi terutama variabel penting
yang sangat berpengaruh terhadap variabel terikat oleh karnanya, dalam memilih
variabel bebas harus selektif, terutama degan memasukkan variabel-variabel penting.
d. Paling tidak, berdasarkan data 2003, perubahan kurs dan SBI tidak mempunyai
pengaruh terhadap IHSSP. Sangat mungkin bahwa series data yang digunakan kurang,
misalnya 5 atau 10 tahun.
e. Untuk keperluan analisis IHSSP kita dapat menggunakan model-model time series lain,
menambahkan data, atau mencari variabel yang lebih mempunyai korelasi.

D.2. Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Penyaluran Kredit Perbankan

Pemberian kredit oleh perbankan merupakan satu aktivitas yang dilakukan oleh
sector perbankan. Ada banyak faktor yang dapat memegaruhi penyaluran kredit tersebut,
yang salah satunya adalah dana dari pihak ketiga. Secara teoritis, dana yang dikumpulkan
perbankan kepada masyarakat, akan menjadi modal bank untuk disalurkan kembali kepada
masyarakat yang membutuhkan berupa kredit. Dengan demikian, semakin tinggi dana

18
pihak dana ketiga tersebut, maka semakin tinggi pula dana yang dapat disalurkan oleh
pihat perbankan.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka akan dibaut model regresi sebagai berikut:

KREDIT = b0+b1 DANA

Dimana :

KREDIT = Banyaknya kredit yang disalurkan

DANA = Dana pihak ketiga yang dikumpulkan Bank.

Hasil dari pengolahan data memberikan output mengimpormasikan bahwa R 2


Sangat besar, yaitu 90,8%, dan statistic DW relatif kecil 0,263 dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa residual mempunyai serial kiorelasi. Oleh karna itu, kita perlu
menggunakan metode pembedaan untuk menghilangkan pengaruh otokorelasi dari model
regresi.

Model Summaryc.d
Model R R.square Adjusted R. square Std. Error of the Durbin-Watson
Estimate
1 953a .908 .906 19.51852 263

a. Predictors(constans). DANA
b. Dependent Variable : KREDIT

Setelah melakukan pengolahan terhadap data yang telah diinformasikan dengan


pembedaan, ternyata didapat outlier pada observasi no 17. Dengan alasan dapat
mmengganggu pembentukan model regresi, maka outlier tersebut dikeluarkan.

Casewise Diagnosticsa-b
Case Number Std Residual DIFF(KREDIT,1)
17 3.675 35.20
a. Dependent variable DIFF( KREDIT, 1)
b. Linear regression trough the origin.

Tranformasi dan dikeluarkannya obervasi No.17 mengakibatkan besaran R²


mengalami penurunan, dan nilai DW meningkat.

19
20
Model Summary

Std. Error of the


Model R R. Square Adjuted R. Square Durbin- Watson
Estimate
1 707ᵇ 500 489 8.26223 1.478
a. For regressionthrough the origin (the no-intercept model), R Square measures the propotion of
the variability in the dependent variable about the origin explainded by regression. The
CANNOT be compared to R Square for models which include an intercept.
b. Predictors Variable : DIFF (DANA,1)
c. Dependent Variable : DIFF (KREDIT, 1)
d. Linear Regression through the Origin
Langkah apakah yang harus dilakukan agar model regrei di atas terbebas dari
otokorelasi? Bagaimana dengan penambahan? Kita akan mencoba memasukan factor
permodalan ke dalam persamaan. Secara substansi permodalan ini akan mempunyai
hubungan positif dengan penyaluran kredit di mana diduga semakin besar permodalan
perbankan akan semakin tinggi pula kredit yang disalurkan kepada masyarakat. Disamping
itu, bila ditinjau dari sisi R² Adjusted ternyata regresi sederhana yang hanya menggunakan
variable bebas dana pihak ketiga. Dari argumentasi tersebut, apakah kita memang
membutuhkan variable ‘Modal’ untuk membentuk regresi?

Coefficientsªˑᵇ

Unstandardized Standardized
Collinearity Statistic
Model Coefficients Coefficients t Sig
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 DIFF(DANA, 1) .621 .097 .692 6.404 .000 .953 1.050
DIFF(MODAL, 1) .116 .292 .044 .399 .692 .953 1.050
a. Dependent Variable, DIFF(KREDIT, 1)
b. Linear Regression trough the Origin
Tapi, bukanlah variable ‘Modal’ itu yang membuat regresi menjadi tidak
berotokorelasi negatif, sekalipun kita juga tidak dapat menyimpulkan residual tidak
berotokorelasi? Memang benar, tetapi kita masih punya jalan lain untuk mengatasi
otokorelasi tersebut. Coba perhatikan plot berikut ini, yang didasarakan pada regresi degan
hanya menggunakan dana pihak ketiga sebagai variable bebas.

21
Scatterplot
Dependent Variable: DIFF(KREDIT, 1)

Berdasarkan table dibawah, kita akan mempunyai model :

(Ln KREDIT₁ - Ln KREDIT ₁₋₁) = 1.496 (Ln DANA₁ - Ln DANA₁₋₁)

Pertanyaannya kemudian, bagaimanakah cara menginterprestasikan model di atas?

Coefficientsªˑᵇ
Unstandarized Standarized
Model Coefficients Coefficients t Sig
B Std. Error Beta
1. DIFF (LN-DANA,1) 1.496 .209 .734 7.174 .000
a. Dependent Variable: DIFF (LN_KRDT, 1)
b. Linear Regression trough the Origin

Menginterprestasikan model secara langsung tentu sulit, tetapi jika model tersebut
disederhanakan, maka interprestasi akan lebih mudah. Dari model di atas dapat dibuat menjadi :

Ln KREDIT₁ = Ln KREDIT₁₋₁ + 1.496 Ln DANA₁ - 1.496 Ln DANA₁₋₁

Apa artinya? Ternyata setelah disederhanakan pun model tersebut masih sulit diartikan.
Oleh karenanya, model tersebut lebih banyak digunakan untuk peramalan. Bagaiman dengan
pemeriksaan residual? Berdasarkan histogram dapat dilihat bahwa distribusi residual telah
mengikuti distribusi normal, yang berbentuk lonceng, dengan standar deviasi = 1 dan nilai tengah
mendekati 0.

22
Histogram
Dependent Variable: DIFF(LN_KDRT, 1)

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual


Dependent Variable: DIFF(LN_KRDT, 1)

Plot antara residual standar dan nilai variable terkait standar juga menunjukan tidak
adanya pola, atau acak, sehingga dapat disimpulkan didalam residual tidak ada lagi
heteroskedastisitas.

23
Scatterplot
Dependent Variable: DIFF(LN_KDRT, 1)

D.3 Penanaman Modal Dalam Negeri dan Kondisi Moneter


Pada bagian ini kita akan membicarakan mengenai penanaman modal dalam negeri
(PMDN) dan pengaruh kondisi moneter, yang diawali oleh nilai tukar dolar dan suku bunga
kredit. Pada bagian pertama, akan dilihat terlebih dahulu pengaruh kurs terhadap PMDN.
Dengan demikian, kita akan membuat refrei sederhana:

PMDN = b₀ + b₁ KURS

Data yang digunakan cukup ‘Panjang’ yaitu sekitar 10 tahun, yaitu dari tahun 1993
hingga 2003, yang bersumber dari badan koordinai penanaman modal dalam negeri
(BKPMDN) dan Bank Indonesia (BI)

24
Tabel 7.3
PMDN, Bunga Kredit, Dan Nilai Tukar Dolar 1992-2003
PMDN PMDN
Bunga Kurs Bunga Kurs
Tahun Bulan (Triliun Tahun Bulan (Triliun
(%) (Rupiah) (%) Rupiah
Rupiah) Rupiah)
1993 Februari 1.29 17.70 2.067,00 Juni 3.25 13.44 2.088,00
Maret 3.06 17.65 2.071,00 Juli 3.59 13.42 2.096,00
April 2.38 16.57 2.074,00 Agustus 2.45 13.55 2.102,00
Mei 3.27 16.38 2.079,00 September 5.34 13.54 2.108,00
Juni 1.35 16.37 2.088,00 Oktober 5.67 13.45 2.106,00
Juli 2.50 16.39 2.096,00 November 5.86 14.89 2.106,00
Agustus 2.29 15.92 2.102,00 Desember 3.21 14.66 2.110,00
September 5.08 15.61 2.108,00 1999 Januari 3.12 14.58 2.122,00
Oktober 1.66 15.58 2.106,00 Februari 3.24 14.48 2.071,00
November 5.75 15.38 2.106,00 Maret 4.34 14.10 2.074,00
Desember 9.51 15.15 2.110,00 April 5.64 17.70 2.079,00
1994 Januari 5.76 14.89 2.122,00 Mei 4.32 17.65 2.102,00
Februari 4,39 14.66 2.071,00 Juni 4.76 16.38 2.067,00
Maret 3.25 14.58 2.074,00 Juli 4.87 16.37 2.071,00
April 3.59 14.48 2.079,00 Agustus 4.36 16.39 2.074,00
Mei 2.45 14.10 2.102,00 Oktober 1.29 15.92 2.079,00
Juni 5.34 13.45 2.108,00 November 3.06 15.61 2.088,00
Juli 5.67 13.44 2.088,00 Desember 2.38 15.58 2.096,00
Agustus 5.86 13.42 2.096,00 2000 Januari 3.27 15.38 2.102,00
September 3.21 13.55 2.102,00 Februari 1.35 15.15 2.108,00
Oktober 3.12 13.54 2.108,00 Maret 2.50 14.89 2.106,00
November 3.24 13.45 2.106,00 April 2.29 14.66 2.067,00
Desember 4.34 14.89 2.067,00 Mei 5.08 14.58 2.071,00
1995 Januari 5.64 14.66 2.071,00 Juni 1.66 14.48 2.074,00
Februari 4.32 14.58 2.074,00 Juli 5.75 15.15 2.079,00
Maret 4.76 14.48 2.079,00 Agustus 9.51 14.89 2.088,00
April 4.87 14.10 2.088,00 September 5.76 14.66 2.096,00
Mei 4.36 17.70 2.096,00 November 4.36 14.66 2.102,00
Juni 3.68 17.65 2.102,00 Desember 3.68 14.58 2.108,00
Juli 3.99 16.57 2.108,00 2001 Januari 3.99 14.48 2.106,00
Agustus 5.87 16.38 2.106,00 Februari 5.87 14.10 2.106,00
September 7.23 16.37 2.106,00 Maret 7.23 13.44 2.110,00
Oktober 6.68 16.39 2.110,00 April 6.68 13.45 2.122,00
November 6.35 15.92 2.122,00 Mei 6.35 14.89 2.096,00
Desember 6.13 15.61 2.071,00 Juli 6.13 14.66 2.102,00
1996 Januari 5.78 15.58 2.074,00 Agustus 5.78 14.58 2.108,00
Februari 4.58 15.38 2.079,00 September 4.58 14.48 2.106,00
Maret 4.67 15.15 2.102,00 Oktober 4.67 14.10 2.106,00
April 11.26 14.89 2.108,00 November 11.26 17.70 2.110,00
Mei 9.56 14.66 2.088,00 Desember 9.56 17.65 2.122,00
Juni 19.75 14.66 2.096,00 2002 Januari 19.75 16.57 2.071,00
Juli 7.85 14.58 2.102,00 Februari 7.85 16.38 2.074,00
Agustus 9.12 14.48 2.108,00 Maret 9.12 16.37 2.079,00
September 6.12 14.10 2.106,00 April 6.12 14.58 2.102,00
Oktober 5.76 13.44 2.088,00 Mei 5.76 14.48 2.102,00

25
PMDN PMDN
Bunga Kurs Bunga Kurs
Tahun Bulan (Triliun Tahun Bulan (Triliun
(%) (Rupiah) (%) Rupiah
Rupiah) Rupiah)
November 1.29 17.70 2.067,00 Juni 3.25 13.44 2.088,00
Desember 3.06 17.65 2.071,00 Juli 3.59 13.42 2.096,00
1997 Februari 2.38 16.57 2.074,00 Agustus 2.45 13.55 2.102,00
Maret 3.27 16.38 2.079,00 September 5.34 13.54 2.108,00
April 1.35 16.37 2.088,00 Oktober 5.67 13.45 2.106,00
Mei 2.50 16.39 2.096,00 November 5.86 14.89 2.106,00
Juni 2.29 15.92 2.102,00 Desember 3.21 14.66 2.110,00
Juli 5.08 15.61 2.108,00 2003 Januari 3.12 14.58 2.122,00
Agustus 1.66 15.58 2.106,00 Februari 3.24 14.48 2.071,00
September 5.75 15.38 2.106,00 Maret 4.34 14.10 2.074,00
Oktober 9.51 15.15 2.110,00 April 5.64 17.70 2.079,00
November 5.76 14.89 2.122,00 Mei 4.32 17.65 2.102,00
Desember 4,39 14.66 2.071,00 Juni 4.76 16.38 2.067,00
1998 Januari 3.25 14.58 2.074,00 Juli 4.87 16.37 2.071,00
Februari 3.59 14.48 2.079,00 Agustus 4.36 16.39 2.074,00
Maret 2.45 14.10 2.102,00 September 1.29 15.92 2.079,00
April 5.34 13.45 2.108,00 oktober 3.06 15.61 2.088,00
Mei 5.67 13.44 2.088,00

Setelah dilakukan pengolahan data dengan membuang sebanyak 3 observasi yang


outliar, yaitu observasi No. 38, 64, dan 48, didapat table ‘Model Summary’ sebagaimana
dapat dilihat dibawah.

Model Summary
Model R R. Square Adjusted R. Std. Error of the Durbin -
Square Estimate Watson
1 449ª .202 .195 2.75522 1.646
a. Predictors: (Constan), KURS
b. Dependent Variable: PMDN
Mengingat kita tidak dapat menyimpulkan apa-apa, maka dicoba untuk
menggunakan GLS. Hasil yang didapat akibat transformasi tersebut cukup mengejutkan,
karena GLS justru membuat otokorelasi negatif. Apa penyebabnya?

Model Summary
Model R R. Square Adjusted R. Std. Error of the Durbin –
Square Estimate Watson
1 394ª 155 148 2.69770 2.137
a. Predictors: (Constant), KURS_R11
b. Dependent Variable: PMDN_B1

R² menunjukan angka yang cukup besar, yaitu 15,5%. Berarti variasi kurs
dolar mampu menerangkan variasi PMDN sebesar 15,5%. Disamping itu, uji-F
yang dilakukan juga menunjukan bahwa koefisien slope regresi signifikan secara
statistic.

26
ANOVAᵇ

Model Sum of df Mean F Sig


Squares Squares
1 Regresion 157.700 1 157.700 21.669 .000ª
Residual 858.758 118 7.278
Total 1016.458 119
a. Predistors: (Constant), KURS_R1
b. Dependent Variable: PMDN_B1

Kita juga dapat melihat table yang dibawah bahwa model yang didapat adalah:

PMDN₁ - 0,18 PMDN₁₋₁ = 5,475 – 0,401 (KURS₁ - 0,18 KURS₁₋₁)

Coefficientsª
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 5.475 .493 11.107 .000
KURS_R11 -.401 .086 -.394 -4.655 .000
a. Dependent Variable: PMDN_B1

Bagaimana interprestasi model ini? Bila menggunakan model di atas, tentu interprestasi
akan sulit. Bagaimanakah bila modelnya dibuat sebagai berikut:

PMDN₁ = 5,475 + 0,18 PMDN₁₋₁ - 0,401(KURS₁ + 0,072 KURS₁₋₁)


atau dapat ditulis sebagai:

PMDN₁ = 5,475 + 0,18 PMDN₁₋₁ - 0,401 KURS + 0,072 KURS₁₋₁

Model ini tentunya akan memudahkan dalam melakukan interprestasi. Pertama-


tama kita lihat koefisien PMDN₁₋₁ yang menunjukan bahwa setiap peningkatan PMDN
pada bulan sebelumnya sebesar 1 triliun rupiah akan mengakibatkan peningkatan PMDN
pada bulan ini sebesar 0,18 triliun rupiah.

Sedang untuk kurs pada bulan yang sama ternyata menunjukan tanda negatif, yang
berarti bila kurs bulan ini naik 1 ribu rupiah, maka PMDN akan turun 0,4 triliun rupiah.
Sedangkan kurs bulan lalu ternyata mempunyai hubungan positif, yang berarti bila kurs
bulan lalu naik 1 ribu rupiah, justru akan meningkatkan PMDN sebesar 0,072 triliun rupiah.
Apakah alas an logisnya?

27
Mungkin sebagian orang tidak merasa puas dengan model di atas karena koefisien
determinannya relative kecil.

Berdasarkan model regresi sebelum ditransformasi didapatkan nilai DW sebesar


1,528. Mengingat angka tersebut lebih besar dari R², maka kita tidak akan menggunakan
GLS, melainkan dengan memperkirakan nilai p berdasarkan nilai DW.

Model Summaryᵇ
Adjusted R. Std. Error of the Durbin –
Model R R. Square
Square Estimate Waton
1 393ª 155 141 3,27791 1,528
a. Predistors: (Constant), KURS, BUNGA
b. Dependent Variable: PMDN

Perhitungan yang dilakukan memberikan perkiraan nilai p sebesar:

𝐷𝑊 1,528
p=1− = 1− = 0,24
2 2

Setelah melakukan transformasi data dan membuang 4 buah outlier, maka didapat
nilai Durbin Watson sebesar 2,283. Angka ini menunjukan bahwa model tidak
mengandung otokorelasi. Tentunya hal ini perlu menjadi pertimbangan, apakah memang
variable bunga perlu dimasukan dalam persamaan regresi.

Model Summary
Adjusted R. Std. Error of the Durbin –
Model R R. Square
Square Estimate Waton
1 403ª 163 148 2,63971 2,281
a. Predistors: (Constant), KURS_1, BUNGA_1
b. Dependent Variable: PMDN_1

Pertimbangan lain tentunya dengan melihat Uji-t. ternyata berdasarkan uji tersebut,
variable suku bunga memang tidak signifikan secara statistic pada α = 5%.

Unstandardized Standardized
Collinearity Statistic
model Coefficients Coefficients t Sig
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constan) 7.616 2.045 3.725 .000
BUNGA_1 -.236 .179 -.134 -1.319 .190 .693 1.442
KURS_1 -.335 .109 -.313 -3.084 .003 .693 1.442
a. Dependent Variable: PMDN_1

28
Kita perlu mempertimbangkan adanya kolinearitas antar variable bebas. Di
samping itu, pada table dibawah juga terlihat bahwa nilai C1 untuk dimensi 3, terbilang
besar.

Collinearity Diagnosticª

Condition Variance Propotions


Model Dimension Eigenvalue
Index (Constant) BUNGA_1 KURS_1
1 1 2.832 1.000 .00 .00 .02
2 .162 4.118 .02 .01 .74
3 .006 21.332 .98 .99 .24
a. Dependent Variable: PBV

Bagaimanakah jika variable bebas suku bunga bank dibuat regresi tersendiri?
Sebagaimana dapat diduga bahwa variable suku bunga juga mempunyai otokorelasi. Hal
terbukti setelah data diolah untuk membuat regresi. Hasil pengolahan menunjukan statistic
DW sebesar 1,385. Nilai tersebut lebih tinggi disbanding R², sehingga kita dapat
memperkirakan nilai p, yang setelah diperhitngkan sebesar 0,31.

Model Summaryᵇ
Adjusted R. Std. Error of the Durbin –
Model R R. Square
Square Estimate Waton
1 290ª .084 .077 3.39840 1.385
a. Predistors: (Constant), BUNGA
b. Dependent Variable: PMDN

Setelah variable ditransformasi dan membuang 4 buah outlier, maka didapat nilai
DW yang sebesar 2,338. Di samping itu, terlihat pula nilai R² yang sebesar 5,7%. Ini
menunjukan bahwa variasi bunga kredit dalam menerangkan variasi PMDN, relative
memang kecil.

Model Summaryᵇ
Adjusted R. Std. Error of the Durbin –
Model R R. Square
Square Estimate Waton
1 240ª .057 .050 2.835808 2.338
a. Predistors: (Constant), BUNGA_2
b. Dependent Variable: PMDN_2

Sebagai catatan, terkadang kita kesulitan menemui table yang sesuai dengan jumlah
sampel yang digunakan, terutama sampel yang besar. Misalnya, nilai table DW dengan
sampel sebesar 100 dan 150 tersedia. Kita harus dapat memperkirakan hal tersebut.

29
Atau kita dapat juga menggunakan metode lain, misalnya dengan membuat grafik
antara residual pada waktu ke-t dengan residual pada waktu ke t-1. Pada kasus ini dicoba
pula membuat plot tersebut yang hasilnya adalah:

RES_BUNG

RES_B1

Kita dapat melihat bahwa plot tersebut sudah tidak lagi mempunyai pola. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa residual tidak lagi mengandung korelasi serial.
Kembali ke persamaan regresi yang dihasilkan signifikan secara statistic. Dengan demikian
didapat persamaan regresi sebagai berikut:

PMDN₁ - 0,31 PMDN₁₋₁ = 8,166 – 0,464 (BUNGA₁ - 0,31 BUNGA₁₋₁)

Coefficientsª
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 8.166 1.992 4.100 .000
BUNGA_2 -.464 .172 -.240 -2.693 .008
a. Dependent Variable: PMDN_2

Masalah selanjutnya adalahintepretasi model. Sebagaimana intepretasi model


sebelumnya, maka persamaan regresi perlu disederhanakan lebih dahulu, agar interpretasi
menjadi lebih mudah. Persamaan di atas dapat ditulis dengan:

PMDN₁ = 8,166 + 0,31 PMDB₁₋₁ - 0,464 (BUNGA₁ - 0,31 BUNGA₁₋₁)

30
Atau disederhanakan lagi menjadi:

PMDN₁ = 8,166 + 0,31 PMDN₁₋₁ - 0,464 (BUNGA₁ - 0,31 BUNGA₁₋₁)

Dengan demikian kita dapat menginterpretasikan model tersebut dengan:

• Setiap kenaikan PMDN sebulan lalu sebesar 1 triliun rupiah akan mengakibatkan
naiknya PMDN bulan ini sebesar 0,31 triliun rupiah.
• Setiap kenaikan suku bunga kredit bulan ini sebesar 1% ternyata akan menurunkan
PMDN sebesar 0,464 triliun rupiah. Hal ini tentunya sesuai dengan teori yang ada.
• Akan tetapi, peningkatan suku bunga kredit bulan lalu yang 1%, ternyata akan
meningkatkan PMDN 0,144 triliun rupiah. Kembali disini perlu dipertanyakan, apakah
alas an logisnya?

31

Anda mungkin juga menyukai