Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PENELITIAN

METODE (RAPID) STATIC UNTUK DENSIFIKASI JARING


KERANGKA HORIZONTAL NASIONAL (JKHN)
GUNA KEPERLUAN KADASTRAL

Oleh:
Tanjung Nugroho
Sunarto
Yudhiana Irawan
Susilo Widiyantoro
Taufiq Ihsanudin
Dwi Wahyuningrum

SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL


KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
2020

DP 18 Laporan Penelitian |1
METODE (RAPID) STATIC UNTUK DENSIFIKASI
JARING KERANGKA HORIZONTAL NASIONAL (JKHN)
GUNA KEPERLUAN KADASTRAL

HALAMAN PENGESAHAN

Disusun oleh:
Tanjung Nugroho
Sunarto
Yudhiana Irawan
Susilo Widiyantoro
Taufiq Ihsanudin
Dwi Wahyuningrum

Laporan ini telah diseminarkan pada Seminar Hasil Penelitian PPPM-STPN pada
tanggal .............................……….. 2020
di hadapan Reviewer.

Mengetahui
Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

M. Nazir Salim
NIP. 197706012011011001

DP 18 Laporan Penelitian |2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah, Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan laporan penelitian yang berjudul “Metode (Rapid)
Static Untuk Densifikasi Jaring Kerangka Horizontal Nasional (JKHN) Guna
Keperluan Kadastral”. Penyelesaian laporan ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, dan secara khusus ucapan terima kasih kami sampaikan kepada:
1. Ketua Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional
2. Kepala Kantor BPN Kabupaten Purworejo
3. Kepala Kantor BPN Kabupaten Kebumen
4. Kepala Kantor BPN Kabupaten Banyumas
5. Rekan Penelitian

Atas bantuan berbagai pihak, tim peneliti ini berhasil mendapatkan data-data
yang diperlukan sehingga dapat membuat laporan penelitian sampai selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon masukan dan saran yang
membangun dan semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Akhir kata, dengan kerendahan hati, penyusun mengharapkan , kritik dan
saran yang bersifat menyempurnakan hasil penelitian ini, agar bisa bermanfaat
bagi semua pihak.

Yogyakarta, November 2020


Tim Penyusun

DP 18 Laporan Penelitian |3
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
Summary
BAB I PENDAHULUAN 10
A. Latar Belakang 10
B. Rumusan Masalah 13
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 14
BAB II LITERATURE REVIEW 15
A. Kajian Terdahulu 15
B. Keaslian Penelitian 17
C. Kerangka Teori 17
C.1 Jaring Kontrol Horizontal Nasional 17
C.2 Kebijakan Satu Peta 17
C.3 Penentuan Posisi dengan GPS 17
C.4 Metode Rapid Static 21
BAB III Metode Penelitian 23
A. Format Penelitian 23
B. Lokasi atau Objek Penelitian 23
C. Definisi Operasional Konsep atau Variabel 23
D. Jenis, Sumber, dan Teknik Pengumpulan Data 24
E. Teknik Analisis Data 25
BAB IV Setting Wilayah Penelitian 26
BAB V Hasil 30
LAMPIRAN

DP 18 Laporan Penelitian |4
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penelitian Sebelumnya


Tabel 2. Hasil Penelitian Terdahulu
Tabel 3. Kelas (pengukuran) jaring titik kontrol horizontal
Tabel 4. Orde jaring titik kontrol horizontal
Tabel 5. Spesifikasi teknis metode dan strategi pengamatan jaring titik kontrol
geodetic orde-00 sampai dengan orde-4 dengan Survey GPS
Tabel 6. Daftar koordinat titik uji hasil pengolahan data pengamatan static
dengan lama waktu pengmatan 60 menit dengan mode jaringan
(sebagai acuan)
Tabel 7. Daftar koordinat titik uji hasil pengolahan rapid static lama
pengataman 5 menit mode radial beserta beda lateralnya dengan
koordinat acuan
Tabel 8. Daftar koordinat titik uji hasil pengolahan rapid static lama
pengataman 10 menit mode radial
Tabel 9. Daftar koordinat titik uji hasil pengolahan rapid static lama
pengataman 15 menit mode radial beserta beda lateralnya dengan
acuan
Tabel 10. Daftar koordinat titik uji hasil pengolahan rapid static lama
pengataman 20 menit mode radial beserta beda lateralnya dengan
acuan
Tabel 11. Daftar koordinat titik uji hasil pengolahan static lama pengataman 30
menit mode radial beserta beda lateralnya dengan acuan
Tabel 12. Daftar koordinat titik uji hasil pengolahan static lama pengataman 45
menit mode radial beserta beda lateralnya dengan acuan
Tabel 13. Daftar koordinat titik uji hasil pengolahan static lama pengataman 60
menit mode radial beserta beda lateralnya dengan acuan

DP 18 Laporan Penelitian |5
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Metode dan sistem penentuan posisi dengan GPS.

Gambar 2. Kombinasi metode survei statik dan rapid static.

Gambar 3. Sebaran lokasi penelitian.

DP 18 Laporan Penelitian |6
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Buku Tugu Jaring Penelitian

DP 18 Laporan Penelitian |7
SUMMARY

Tidak tersedianya titik-titik Kerangka Referensi perlu dipecahkan ketika


pengukuran sistematik dilakukan. Jika mengacu pada KSP (Kebijakan Satu Peta),
maka titik kerangka referensi harus terikat pada jaring InaCORS. Salah satu cara
pengamatan GNSS yang praktis adalah dengan metode rapid static mode radial,
tetapi hingga sekarang belum ada kajian tentang metode tersebut di tengah-
tengah KSP dengan InaCORS yang belum terdisribusi merata untuk melayani
pengukuran di wilayah nasional. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian
metode rapid static mode radial yang dikenal praktis dalam pengadaan Kerangka
Referensi Koordinat nasional orde menengah dan orde rendah, khususnya
densifikasi JKHN, dengan tidak mengorbankan syarat ketelitian/akurasi yang
digariskan PMNA/KBPN 3/97. Tujuan dari peneliatian ini adalah untuk
mengetahui sampai seberapa jauh metode rapid static mode radial dapat
diimplementasikan untuk densifikasi JKHN, serta hubungan antara panjang basis
dan waktu pengamatan terhadap akurasi pengamatan metode rapid static mode
radial.
Hasil pengolahan dapat dilihat bahwa pada site Kilometer 15, harga beda
lateral dari ketiga titik uji berada pada kisaran 0 hingga 0,034 meter. Pada site
Kilometer 30, beda lateralnya berkisar 0,002 hingga 0,007 meter. Pada Kilometer
45 beda lateralnya 0,004 hingga 0,069 meter. Pada Kilometer 60, beda lateralnya
berkisar 0,020 hingga 0,032 meter. Pada Kilometer 75, beda lateralnya berkisar
0,015 hingga 0,066 meter. Pada Kilometer 90, beda lateralnya berkisar 0,048
hingga 0,174 meter. Terakhir pada Kilometer 105, beda lateralnya berkisar 0,019
hingga 0,177 meter. Dari harga beda lateral pada setiap site tersebut, dapat
dinyatakan bahwa masih terjadi inkonsistensi terhadap harga jarak pengamatan,
di mana pada jarak yang semakin jauh dari base station tentunya akurasinya akan
semakin berkurang. Jika dirujukkan dengan kriteria akurasi posisi batas bidang
tanah, di mana mensyaratkan ketelitian 10 cm, maka pengamatan static 60 menit

DP 18 Laporan Penelitian |8
dengan penyelesaian mode radial menggunakan referensi base station InaCORS
layak digunakan hingga radius 75 kilometer untuk pengadaan Titik Dasar untuk
pengikatan bidang-bidang tanah.
Dengan kemampuan solusi mode radial pada data pengamatan statik 60
menit yang mencapai 75 kilometer dari base station InaCORS, maka dengan
memperhatikan kepadatan base station InaCORS di Pulau Jawa, Bali, dan
Lombok, maka metode ini dapat digunakan untuk densifikasi JKHN guna
keperluan kadastral. Demikian pula di beberapa provinsi di Sumatera dan
Sulawesi, metode ini akan dapat mengatasi keterbatasan base station InaCORS
dan JRSP CORS. Metode rapid static dengan pengikatan terhadap base station
InaCORS belum dapat diaplikasikan untuk densifikasi JKHN guna keperluan
kadastral. Sedangkan metode statik dengan lama pengamatan 60 menit dengan
solusi mode radial dapat diimplementasikan untuk densifikasi JKHN hingga 75
kilometer dari base station InaCORS.

DP 18 Laporan Penelitian |9
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peta adalah salah satu bentuk penyajian informasi daripada
permukaan bumi. Penyajian tersebut berupa abstraksi segala
kenampakan objek yang ada di permukaan bumi, dalam arti bahwa
informasi yang disampaikan oleh peta merupakan hasil kompilasi
objek-objek sesuai dengan maksud dan tujuan daripada pemetaan itu.
Peta yang baik adalah peta yang memenuhi syarat-syarat kartografis,
yaitu peta yang dibuat dengan prosedur yang sesuai dengan konsep
pemetaan dan ketentuan standarnya.
Sudah menjadi ketentuan bahwa kegiatan pemetaan akan diawali
dengan pengadaan Kerangka Referensi Koordinat sebagai titik-titik
acuan dalam pengukuran detil/objek yang akan dipetakan. Kerangka
Referensi ini harus diselenggarakan dengan sebaik-baiknya, dalam arti
kerangka ini harus dibuat seteliti mungkin. Jika luasan daerah yang
akan dipetakan sangat luas, misalkan satu wilayah negara, maka
pengadaannya harus dibuat bertingkat (berorde), dari orde 0 (zeroth
order) yang merupakan jaring besar dan mempunyai ketelitian paling
tinggi ke orde di bawahnya yang bersifat densifikasi dan ketelitiannya
berada di bawah dari orde 0, dan seterusnya hingga orde yang paling
bawah.
Dalam PMNA/KBPN 3/97 dijelaskan bahwa pengukuran bidang
tanah dapat diselenggarakan dengan metode terestris, fotogrametri,
pengamatan satelit, dan metode lainnya atau kombinasi daripada yang
telah disebutkan atau pun fit for purpose. Dalam peraturan tersebut
juga disebutkan kalau pengadaan Kerangka Referensi Koordinat dalam
sistem nasional dapat diselenggarakan dengan metode pengamatan
satelit dan pengolahan datanya secara post processing, terutama untuk

DP 18 Laporan Penelitian | 10
orde tinggi, sementara untuk orde rendah dapat dselenggarakan
lakukan secara terestris.
Satu hal yang menjadi masalah hingga sekarang adalah
georeferensi pemetaan kadastral yang tidak definitif dalam tataran
teoritis dan praktis. Sejak tahun 1997, pengukuran dan pemetaan
kadastral bereferensi pada datum tunggal Datum Geodesi Nasional
1995 (DGN1995) yang mengacu pada International Terestrial Reference
Frame (ITRF) epoch 1992.0 dan ber-epoch reference 1 Januari 1993.
Sebagai wujud dari DGN1995 adalah dibangunnya tugu-tugu kerangka
dasar pemetaan yang disebut titik dasar teknik dari orde 0 hingga orde
4. Seiring dengan perkembangan teknologi penentuan posisi
menggunakan piranti satelit dengan metode real time kinematic CORS
(Continously Operating Reference System), dipasang base station - base
station CORS di Kantor-kantor Pertanahan yang membentuk Jaring
Referensi Satelit Pertanahan (JRSP). Ternyata pemasangan base station
CORS tersebut tidak di-setting mengacu pada DGN1995, tetapi
mengikuti epoch reference ITRF yang berlaku saat dipasangnya base
station, yaitu ITRF2008.0 epoch 2005, sehingga ada perbedaan
koordinat atau posisi dalam pemetaan bidang-bidang tanah jika
dilakukan pengikatan terhadap titik dasar teknik dan terhadap JRSP.
Tidak semua Kantor Pertanahan memasang base station CORS,
sehingga kebanyakan Kantor Pertanahan mempunyai problematika
ketika pengadaan titik dasar teknik oleh BPN dihentikan karena
peraturan perundangan. Kebijakan pun berganti, bahwa pemetaan bisa
dilakukan dengan ‘mendaratkan’ bidang tanah ukuran pada Peta Dasar
berupa CSRT (Citra Satelit Resolusi Tinggi). Kondisi saat ini, sangat
beragam CSRT yang digunakan sebagai Peta Dasar dalam pemetaan
kadastral. Tetapi satu yang dinyatakan resmi menurut Kebijakan Satu
Peta (KSP) adalah CSRT yang telah diorthorektifikasi oleh BIG (Badan
Informasi Geospasial) atau LAPAN (Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional).

DP 18 Laporan Penelitian | 11
KSP antara lain menekankan One Reference (Referensi Tunggal),
yaitu Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI2013) untuk
semua kegiatan pemetaan di Tanah Air. Referensi Tunggal ini akan
menjamin bahwa semua kegiatan pengukuran dan pemetaan akan
terkoordinasi dengan baik, dan hasil pemetaannya tidak akan terjadi
misplace, overlap atau pun gap. Jika masing-masing instansi melakukan
kegiatan pengukuran dan pemetaan dengan referensi yang tunggal,
maka jika hasil pemetaannya ditumpangsusunkan akan diperoleh
kesesuaian posisi dari objek-objek yang dipetakan. Demikian
sebaliknya, jika tidak dipakai referensi yang tunggal maka tidak pernah
diperoleh kesesuaian dalam pemetaan.
Untuk keperluan pemetaan bidang-bidang tanah, Referensi
Tunggal ini meliputi Kerangka Referensi Koordinat dan Peta Dasar.
Hingga saat ini, Kementerian ATR/BPN belum memutuskan
menggunakan SRGI 2013 sebagai datum pemetaannya, sedangkan
sebagian Kantor Pertanahan telah memakai Peta Dasar berupa CSRT
orthorektifikasi dari BIG, sebagaimana pengadaan CSRT tersebut
sebagian didapatkan dari BIG. Peta Dasar ini berada pada sistem datum
SRGI 2013, di mana perwujudan SRGI2013 adalah base station - base
station CORS yang dipasang tersebar di wilayah RI, atau yang biasa
disebut InaCORS.
Dari penelitian yang penyusun lakukan di beberapa
kota/kabupaten di Jawa Tengah, antara lain Kabupaten Banyumas,
Kabupaten Magelang, Kota Surakarta dan Kota Magelang, ternyata Peta
Dasar yang digunakan kurang akurat untuk memetakan bidang-bidang
tanah setelah dilakukan uji pengukuran menggunakan acuan InaCORS
maupun TDT. Pemetaan bidang dengan cara mendaratkan hasil ploting
bidang di atas CSRT Peta Dasar ternyata tidak akurat atau kurang baik
kualitas petanya dan tidak memenuhi toleransi sebagaimana telah
digariskan dalam PMNA/KBPN 3/97.
Permasalahan di lapangan sebenarnya adalah ketiadaan titik ikat

DP 18 Laporan Penelitian | 12
dalam meningkatkan kualitas peta tersebut. Karena ketiadaan titik ikat
untuk acuan maka pemetaan model mendaratkan bidang di atas CSRT
telah menjadi ‘standar’ dalam pemetaan kadastral di tanah air.
Permasalahan ini perlu dicari keluarnya dengan pengadaan titik-titik
ikat sebagai acuan dalam pekerjaan pengukuran dan pemetaan bidang
tanah agar posisi batas-batas bidang tanah terdefinisi dengan baik.
Tantangan ke depan, menuntut peta kadastral harus dapat dijadikan
pendukung dalam melayani pendaftaran tanah berstelsel positif dan
bisa digunakan sebagai ‘multipurpose cadastre’ guna melayani
msyarakat luas pada program smart city.
Ketiadaan titik-titik Kerangka Referensi ini perlu dipecahkan
sewaktu pengukuran sistematik dilakukan. Jika mengacu pada KSP,
maka harus terikat pada jaring InaCORS. Salah satu cara pengamatan
GNSS yang praktis adalah dengan metode rapid static mode radial,
tetapi hingga sekarang belum ada kajian tentang metode tersebut di
tengah-tengah KSP dengan InaCORS yang belum terdisribusi merata
untuk melayani pengukuran di wilayah nasional. Oleh sebab itu, perlu
dilakukan penelitian metode rapid static mode radial yang dikenal
praktis dalam pengadaan Kerangka Referensi Koordinat nasional orde
menengah dan orde rendah, khususnya densifikasi JKHN, dengan tidak
mengorbankan syarat ketelitian/akurasi yang digariskan PMNA/KBPN
3/97.

B. Rumusan Masalah
1. Seberapa jauh metode rapid static mode radial dapat
diimplementasikan untuk densifikasi JKHN?
2. Bagaimana hubungan antara panjang basis dan waktu pengamatan
terhadap akurasi pengamatan metode rapid static mode radial?

DP 18 Laporan Penelitian | 13
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk :
1. Mengetahui sampai seberapa jauh metode rapid static mode radial
dapat diimplementasikan untuk densifikasi JKHN
2. Mengetahui hubungan antara panjang basis dan waktu
pengamatan terhadap akurasi pengamatan metode rapid static
mode radial.
Hasil penelitian dapat bermanfaat untuk :
a) memperkaya pengetahuan perihal pengamatan GNSS metode rapid
static untuk pengadaan titik-titik referensi pemetaan; dan
b) masukan kepada Kementerian ATR/BPN dalam hal pengadaan
Kerangka Referensi Koordinat yang selama ini terkesan diabaikan
dalam memetakan bidang-bidang tanah.

DP 18 Laporan Penelitian | 14
BAB II
LITRERATURE REVIEW

A. Kajian Terdahulu
Tabel 1
Penelitian Sebelumnya

Pengarang Hasil
No Judul Permasalahan Metode
(Tahun) Penelitian
1 Hernandi A Strategi Pelaksanaan Menggunakan Kebijakan
& Gumilar I Penyelesaian pendaftaran metode pendaftaran
(2019) Pendaftaran tanah yang penyusunan tanah di
Tanah di berlaku masih pohon masalah Indonesia
Indonesia belum efektif dan pohon masih terfokus
dengan untuk tujuan untuk pada
Menggunakan menyelesaikan Menyusun pencapaian
Pendekatan pendaftaran strategi akhir berupa
Fit For tanah di pencapaian penerbitan
Purpose Land Indonesia. pendaftaran sertifikat
Administration Terobosan baru tanah; yakni tanah,
Approach yang bagaimana melakukan sehingga
yang mampu analisis SWOT pencapaian
mempercepat dengan pendaftaran
penyelesaian pendekatan tanah lengkap
pendaftaran FFP-LA di tiga masih rendah.
tanah? kerangka:
kelembagaan,
spasial dan
hukum.
2 Marbawi M, Analisis 1. Berapa Metode yang Uji jangkauan
Yuwono Pengukuran ketelitian digunakan RTK-Radio
BD, Bidang Tanah posisi adalah dengan diperoleh
Sudarsono Menggunakan horizontal pengukuran jangkauan
B (2015) GNSS RTK- jarak antar GNSS metode maksimal
Radio dan titik, luas RTK-Radio dan sejauh 420 m.
RTK-NTRIP bidang tanah, RTK-NTRIP Pengukuran
Pada Stasiun dan elevasi yang diikatkan fix solution
CORS UNDIP hasil di Stasiun CORS diperoleh jika
pengukuran UNDIP. Panjang area
bidang tanah baseline yang pengukuran
dengan RTK- dipakai adalah memiliki
Radio dan 1,5 km dan 11 obstruksi
RTK-NTRIP? km dari stasiun ringan sampai
2. Berapa jarak CORS. sedang, jika

DP 18 Laporan Penelitian | 15
optimum tingkat
pengukuran obstruksi
dengan RTK- sedang sampai
Radio? berat maka
3. Bagaimana hasil
hasil pengukuran
pengukuran di adalah float
daerah terbuka atau
dan daerah autonomous.
yang terdapat
obstruksi?
3 Hajri A, Kajian 1. Bagaimana Penelitian ini Hasil dari
Yuwono Penentuan cara berfokus pada penelitian ini
BD, Posisi Jaring penentuan kajian adalah nilai
Sasmito B Kontrol posisi pada penentuan koordinat
(2017) Horizontal titik Jaring posisis dengan dalam sistem
Dari Sistem Kontrol menggunakan tetap DGN-95,
Tetap (DGN- Horiontal 12 data Jaring SRGI 2013,
95) ke SRGI dengan sistem Kontrol dan
(Studi kasus: tetap (DGN-95) Horizontal pada menghasilkan
Sulawesi dan SRGI tahun 2015. velocity rate
Barat) 2013? Titik ikat yang pada masing-
2. Berapa digunakan masing
parameter- berjumlah 8 pengamatan.
parameter stasiun CORS di
transformasi Indonesia.
dari Sistem Pengolahan data
Tetap DGN-95 menggunakan
ke SRGI? aplikasi GAMIS
3. Berapa besar 10.6.
perbedaan
koordinat yang
terjadi pada
Jaring Kontrol
Horizontal
antara Sistem
Tetap (DGN-
95) dengan
SRGI 2013?

DP 18 Laporan Penelitian | 16
B. Keaslian Penelitian
Tabel 2
Hasil Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian


1 Hernandi A & Strategi Penyelesaian Membahas secara detil aspek SWOT
Gumilar I (2019) Pendaftaran Tanah di dari pendaftaran tanah di Indonesia.
Indonesia dengan Sehingga aspek spasial terkait dengan
Menggunakan proses pengukuran untuk
Pendekatan Fit For pengambilan data lapangan, belum
Purpose Land dianalisa secara lebih detil.
Administration
Approach
2 Marbawi M, Yuwono Analisis Pengukuran Penelitian ini membandingkan dua
BD, Sudarsono B Bidang Tanah metode pengukuran GNSS yaitu RTK-
(2015) Menggunakan GNSS Radio dan RTK-NTRIP dengan
RTK-Radio dan RTK- baseline berbeda. Keduanya
NTRIP Pada Stasiun menggunakan acuan berupa Stasiun
CORS UNDIP CORS UNDIP.
3 Hajri A, Yuwono BD, Kajian Penentuan Penelitian ini lebih berfokus pada
Sasmito B (2017) Posisi Jaring Kontrol analisis perubahan parameter yang
Horizontal Dari Sistem ada dari dua sistem referensi
Tetap (DGN-95) ke horizontal yang berbeda yaitu DGN-95
SRGI (Studi kasus: dan SRGI 2013.
Sulawesi Barat)

C. Kerangka Teori
C.1. Jaring Kontrol Horizontal Nasional
Jaring Kontrol Horizontal Nasional yang selanjutnya disingkat JKHN
adalah sebaran titik kontrol geodesi horizontal yang terhubung satu sama lain
dalam satu kerangka referensi. JKHN berfungsi sebagai kerangka acuan posisi
horizontal untuk Informasi Geospasial (IG). Koordinat-koordinat JKHN
ditentukan dengan metode pengukuran geodetic tertentu, dinyatakan dalam
system referensi koordinat tertentu, dan diwujudkan dalam bentuk tanda
fisik.
Metode pengukuran geodetic tertentu yang digunakan untuk
menentukan koordinat JKHN merupakan cara pengukuran untuk memperoleh
posisi horizontal dengan ketelitian yang diperlukan. Pengukuran ini
memanfaatkan teknologi penentuan posisi geodetic horizontal, baik secara
diam (statis) maupun bergerak (kinematis/diam), secara sporadic maupun
terus menerus (kontinyu), dan secara pasif maupun aktif. Tingkat ketelitian

DP 18 Laporan Penelitian | 17
horizontal merupakan ukuran kedekatan nilai koordinat horizontal (X,Y) hasil
pengukuran terhadap nilai sebenarnya.
Terdapat beberapa jenis JKHN yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat
ketelitian koordinat horizontalnya. Klasifikasi suatu jaring control didasarka
pada tingkat presisi dan tingkat akurasi dari jarring yang bersangkutan.
Tingkat presisi suatu jaring diklasifikasikan berdasarkan kelas dan tingkat
akurasi diklasifikasikan berdasarkan orde.
C.1.1 Penetapan kelas jaringan
Tabel 3
Kelas (pengukuran) jaring titik kontrol horizontal

Kelas c (ppm)* Aplikasi tipikal


3A 0,01 Jaring tetap (kontinyu) GPS
2A 0,1 Survei geodetic berskala nasional
A 1 Survei geodetic berskala regional
B 10 Survei geodetic berskala lokal
C 30 Survei geodetic berskala perapatan
D 50 Survei pemetaan
*c = faktor empirik yang menggambarkan tingkat presisi survei

C.1.2 Penetapan orde jaringan


Tabel 4
Orde jaring titik kontrol horizontal

Orde c* Jaring Kontrol Jarak** Kelas


00 0,01 Jaring fidusial nasional (jaring tetap GPS) 1000 3A
0 0,1 Jaring titik kontrol geodetik nasional 500 2A
1 1 Jaring titik kontrol geodetik regional 100 A
2 10 Jaring titik kontrol geodetik local 10 B
3 30 Jaring titik kontrol geodetik perapatan 2 C
4 50 Jaring titik kontrol pemetaan 0,1 D
* = faktor empirik yang menggambarkan tingkat presisi survei
** = jarak tipikal antar titik yang berdampingan dalam jaringan (dalam km)

DP 18 Laporan Penelitian | 18
C.2. Kebijakan Satu Peta (KSP)
Peraturan mengenai percepatan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (KSP)
ditetapkan untuk mendukung terwujudnya agenda prioritas Nawacita. Selain
itu, tujuan lainnya adalah mendorong penggunaan Informasi Geospasial untuk
mendukung pelaksanaan pembangunan nasional. KSP mengacu pada satu
referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal.
Kebijakan Satu Peta (KSP) memiliki pengertian sebagai arahan stratergis
dalam terpenuhinya satu peta yang mengacu pada satu referensi geospasial,
satu standar, satu basis data, dan satu geoportal pada tingkat ketelitian peta
skala 1:50.000. Mekanisme KSP untuk menghasilkan produk One Map melalui
tiga tahapan, yang meliputi komilasi, integrasi, dan sinkronisasi. Kompilasi
merupakan proses pengumpulan IG Tematik yang telah ada dan dimiliki oleh
Kementerian/Lembaga saat ini. Tahap Integrasi adalah proses penyelarasan
IG Tematik, baik yang dimiliki oleh Kementerian/Lembaga maupun yang baru
dibuat, pada IG Dasar. Tahap selanjutnya adalah proses sinkronisasi, yaitu
penyelarasan antar IG Tematik, termasuk di dalamnya penyelesaian konflik
yang terjadi akibat tumpeng tindih hasil integrasi.
Manfaat dari adanya KSP adalah meningkatkan kualitas penataan ruang
di tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota. Manfaat tersebut
kemudian akan memberikan efek lanjutan terhadap peningkatan kualitas
perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur prioritas. Selain
itu, adanya realisasi KSP mampu memberikan kepastian, terutama terkait
aspek lokasi, peruntukan/zonasi lahan, proses perizinan, dan kepastian aspek
hukum dari suatu objek/asset berharga.

C.3. Penentuan Posisi dengan GPS


Global Positioning System (GPS) merupakan system satelit navigasi dan
penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat yang
didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi serta informasi
mengenai waktu, secara kontinu di seluruh dunia kepada banyak orang secara
simultan tanpa bergantung pada waktu dan cuaca. Satelit GPS yang pertama

DP 18 Laporan Penelitian | 19
diluncurkan pada tahun 1978, dan secara totalitas sistem dinyatakan
operasional pada tahun 1994. Survei penentuan posisi dengan pengamatan
satelit GPS, yang merupakan proses penentuan koordinat dari sejumlah titik
terhadap beberapa buah titik yang telah diketahui koordinatnya dengan
menggunakan metode penentuan posisi diferensial (diferential positioning)
serta data pengamatan fase (carrier phase) dari sinyal GPS.

Gambar 1. Metode dan sistem penentuan posisi dengan GPS.

Konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi (pengikatan


ke belakang) dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak secara simultan ke
beberapa satelit GPS yang koordinatnya telah diketahui. Posisi yang diberikan
oleh GPS adalah posisi 3D (X,Y,Z atau L, B,h) yang dinyatakan dalam datum
WGS (World Geodetic System) 1984. Dengan GPS, titik yang akan ditentukan
posisinya dapat diam (static positioning) ataupun bergerak (kinematic
positioning). Posisi titik dapat ditentukan dengan menggunakan satu receiver
GPS terhadap pusat bumi dengan menggunakan metode absolute (point)
positioning, ataupun terhadap titik lainnya yang telah diketahui koordinatnya
(monitor station) dengan menggunakan metode differential (relative)
positioning yang menggunakan minimal dua receiver GPS, yang menghasilkan
ketelitian posisi yang relative lebih tinggi. GPS dapat memberikan posisi
secara instan (real-time) ataupun sesudah pengamatan setelah data

DP 18 Laporan Penelitian | 20
pengamatannya di proses secara lebih ekstensif (post-processing) yang
biasanya dilakukan untuk mendapatkan ketelitian yang lebih baik.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia tentang Jaring Kontrol
Horizontal, proses survey GPS untuk orde 00 sampai dengan orde 4 perlu
memerhatikan spesifikasi teknis terkait metode dan strategi pengamatan.
Tabel 5
Spesifikasi teknis metode dan strategi pengamatan jaring titik kontrol
geodetik orde-00 sampai dengan orde-4 dengan Survey GPS

Terdapat beberapa metode yang digunakan dalam pengamatan GPS,


antar lain:
4. Metode survei rapid static
5. Metode stop and go
6. Metode pseudo kinematik

C.4. Metode Rapid Static


Metode penentuan posisi dengan survei statik singkat (rapid static) pada
dasarnya adalah survei statik dengan waktu pengamatan yang lebih singkat.
Metode ini bertumpu pada proses penentuan ambiguitas fase yang cepat.
Selain memerlukan perangkat lunak yang andal dan canggih, metode ini juga

DP 18 Laporan Penelitian | 21
memerlukan geometri pengamatan yang baik.
Dalam penenetuan koordinat titik-titik kontrol untuk keperluan survei
pemetaan, skenario paling baik adalah dengan menggabungkan metode survei
statik dan statik singkat, dimana setiap metode digunakan secara fungsional
sesuai dengan karakternya masing-masing. Dalam hal ini survei statik
digunakan untuk menentukan koordinat dari titik-titik kontrol yang relatif
berjarak jauh satu dengan lainnya serta menuntut orde ketelitian yang relatif
lebih tinggi, sedangkan survei statik singkat digunakan untuk menentukan
koordinat dari titik-titik kontrol yang relatif dekat satu sama lainnya serta
berorde ketelitian yang relative lebih rendah.

Gambar 2. Kombinasi metode survei statik dan rapid static.

DP 18 Laporan Penelitian | 22
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Format Penelitian
Penelitian menggunakan metode eksperimen dengan pendekatan
kuantitatif yang bersifat komparatif. Melalui pengamatan posisi relatif
yang bereferensi pada InaCORS terhadap titik-titik simulasi sebagai titik
uji, akan diuji sampai berapa jauh dari base station InaCORS, dapat
dilakukan pengadaan titik referensi untuk pengukuran dan pemetaan
kadastral.

B. Lokasi atau Obyek Penelitian


Penelitian mengambil lokasi di Provinsi DIY dan Jawa Tengah, yaitu di
sepanjang jalan raya pesisir selatan Jawa dari Gamping Sleman -
Kulonprogo - Purworejo - Kebumen - Cilacap (lokasi detil terlampir).
Dimulai dari Gamping Sleman karena ada base station InaCORS, tepatnya
di satsiun BMKG Desa Balecatur, sehingga titik ini bisa dijadikan acuan
dalam pengolahan data rapid static. Dari Gamping, pengambilan sampel
mengarah ke barat hingga Kabupaten Kebumen.

C. Definisi Operasional Konsep atau Variabel


1. Informasi Geospasial (IG) merupakan data geospasial (terkait dengan
lokasi geografis, dimensi atau ukuran dan/atau karakteristik objek alam
dan/atau buatan manusia yang ada di bawah, pada atau di atas
permukaan bumi) yang sudah diolah sehingga dapat digunakan sebagai
alat bantu dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan,
dan/atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang
kebumian.
2. Informasi Geospasial Dasar (IGD) merupakan IG yang berisi objek yang
dapat dilihat secara langsung atau diukur dari kenampakan fisik di muka
bumi dan yang tidak berubah dalam waktu yang relatif lama.
3. Informasi Geospasial Tematik (IGT) merupakan IG yang menggambarkan

DP 18 Laporan Penelitian | 23
satu atau lebih tema tertentu yang dibuat mengacu pada IGD.
4. Sistem Referensi Geospasial adalah suatu sistem referensi koordinat, yang
digunakan dalam pendefinisian dan penentuan posisi suatu entitas
geospasial mencakup posisi horizontal, vertical maupun gaya berat
berikut perubahannya sebagai fungsi waktu.
5. Sistem Refernsi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI2013) merupakan suatu
Sistem Referensi Geospasial yang digunakan secara nasional dan
konsisten untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
serta kompatibel dengan sistem referensi geospasial global.
6. Fit for Purpose merupakan proses penerapan aspek spasial, hukum, dan
institusional secara tepat sesuai dengan tujuan untuk menyediakan aspek
tenurial secara aman untuk semua kalangan. Pendekatan ini
memungkinkan dibangunnya sistem administrasi pertanahan nasional
secara efektif dan efisien (waktu maupun biaya) dan dapat dikelola untuk
meningkatkan kualitasnnya di masa mendatang.
7. Post Processing merupakan salah satu metode pengolahan hasil
pengukuran GPS dengan menggunakan data ukuran dari beberapa
receiver GPS yang terlibat dalam pengukuran.

D. Jenis, Sumber, dan Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengambilan sampel
bertujuan (purposive sampling). Ditetapkan 8 (delapan) lokasi untuk
pengambilan sampel, yaitu pada lokus dengan interval 15 km, atau yang
berjarak sekitar 30 km, 45 km, 60 km, 75 km, 90 km, 105 km, 120 km, dan
135 km dari base station InaCORS Balecatur. Pada masing-masing lokus,
diamat 3 titik yang membentuk bangun segitiga. Selang pengamatan
selama 60 menit dengan menggunakan 3 receiver dengan pengamatan
serentak, dan 60 menit lagi di 2 titik secara serentak.
Dengan cara pengamatan seperti itu, maka pengolahan data (post
processing) dapat dilakukan secara static mode jaringan dengan durasi
data 60 menit. Berikutnya, untuk memperoleh data rapid static mode
radial dapat dipotong durasi pengamatan selama 5 menit, 10 menit dan

DP 18 Laporan Penelitian | 24
15 menit dan dihitung tiap data receiver secara individu.

E. Teknik Analisis Data


Analisis dilakukan terhadap perbedaan koordinat masing-masing titik
uji yang diperoleh dengan pengolahan post processing metode rapid static
mode radial dan metode static mode jaringan. Perbedaan koordinat ini
mencerminkan tingkat akurasi dari pengamatan rapid static mode radial,
sekaligus dapat dijadikan penilaian terhadap metode yang diuji.
Analisis berikutnya terhadap hubungan antara panjang basis dan
waktu pengamatan terhadap ketelitian yang diperoleh metode rapid static
mode radial. Untuk ini digunakan uji dengan korelasi Pearson. Pengujian
untuk melihat data lebih mendalam dilakukan dengan uji statistik, yaitu
uji beda data yang berbeda durasi pengamatan dan berbeda panjang basis.

DP 18 Laporan Penelitian | 25
BAB IV
SETING WILAYAH PENELITIAN
Menyusuri Selatan Yogyakarta – Kebumen

Penelitian mengambil lokasi di Provinsi DIY dan Jawa Tengah, yaitu di


sepanjang jalan raya pesisir selatan Jawa dari Gamping Sleman - Kulonprogo -
Purworejo - Kebumen - Cilacap. Dimulai dari Gamping Sleman karena ada base
station InaCORS, tepatnya di satsiun BMKG Desa Balecatur, sehingga titik ini bisa
dijadikan acuan dalam pengolahan data rapid static. Dari Gamping, pengambilan
sampel mengarah ke barat hingga Kabupaten Kebumen. Base station kedua yang
digunakan untuk penelitian adalah CKBM yang berada di Kebumen.

Gambar 3. Sebaran lokasi penelitian.


Dua buah base station InaCORS menjadi stasiun ikat pengamatan metode
jaring. Titik-titik pengamatan diikatkan dengan stasiun CORS terdekat untuk
mendapatkan hasil pengolahan yang presisi. Hasil pengolahan jaring presisi ini
nantinya menjadi acuan pembanding dari hasil pengolahan mode radial.
Pengamatan pada kilometer 15, 30, dan 45 menggunakan stasiun CORS JOGS.
Sedangkan pengamatan pada kilometer 60, 75, 90, dan 105 menggunakan stasiun
CORS CKBMN. Jarak dari stasiun JOGS ke area pengamatan adalah sebagai

DP 18 Laporan Penelitian | 26
berikut:
a. Area pengamatan 15 adalah sejauh 15 kilometer dari stasiun JOGS.
b. Area pengamatan 30 adalah sejauh 30 kilometer dari stasiun JOGS.
c. Area pengamatan 45 adalah sejauh 45 kilometer dari stasiun JOGS.
d. Area pengamatan 60 adalah sejauh 60 kilometer dari stasiun JOGS dan
sejauh 14 kilometer dari stasiun CKBMN.
e. Area pengamatan 75 adalah sejauh 75 kilometer dari stasiun JOGS dan
sejauh 10 kilometer dari stasiun CKBMN.
f. Area pengamatan 90 adalah sejauh 90 kilometer dari stasiun JOGS dan
sejauh 20 kilometer dari stasiun CKBMN.
g. Area pengamatan 105 adalah sejauh 105 kilometer dari stasiun JOGS
dan sejauh 35 kilometer dari stasiun CKBMN.
Tiga buah titik amat ditentukan sebagai lokasi pengukuran pada kilometer
15 dari CORS JOGS, yaitu 15A, 15B, dan 15C. Titik 15A berada di Desa Bumirejo,
Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo. Lebih tepatnya dari Pasar Legi ke
arah utara, kemudian berbelok ke barat. Alat ukur didirikan di sebuah lapangan,
di sisi utara saluran irigasi. Titik 15B berada di Desa Tirtorahayu, Kecamatan
Galur, Kabupaten Kulon Progo. Alat ukur didirikan di bahu jalan, Jl. Karangsewu
Tirtorahayu, di area persawahan. Sedangkan titik 15C berada di Desa
Krembangan, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo. Alat ukur didirikan
di utara saluran irigasi area persawahan sebelah timur laut Jl. Gotakan. Kondisi
cuaca saat pengamatan adalah gerimis setelah hujan agak lebat, sehingga kondisi
langit masih sedikit mendung.
Pada kilometer 30 telah ditetapkan tiga buah titik amat, yakni 30A, 30B, dan
30C. Pengamatan dilakukan pada hari pertama dengan kondisi cuaca yang cerah.
Titik 30A berada di Desa Dadirejo, Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo,
Jawa Tengah. Alat ukur didirikan di atas tepian saluran irigasi yang dikelilingi
oleh sawah. Titik 30B berada di Desa Krajan, Kecamatan Jogoboyo, Kabupaten
Purworejo. Lokasi pengamatan di sebelah tenggara pertigaan Jl. Daendels. Alat
ukur didirikan di dalam kompleks Puskesmas Jogoboyo. Titik 30C berlokasi di
Desa Jogoresan, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo. Alat berdiri di

DP 18 Laporan Penelitian | 27
atas tanah kosong di selatan Jl. Daendels.
Tiga buah titik amat ditentukan pada observasi kilometer 45, yaitu titik
45A, 45B, 45C. Titik 45A berada di Desa Ketawang, Kecamatan Grabag,
Kabupaten Purworejo. Pemasangan alat ukur di atas bahu tanah antara dua buah
parit yang melintang dari timur ke barat. Titik 45B ditentukan di Desa
Ketawangrejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo. Peralatan dipasang di
atas lahan konblok di halaman Masjid JAMI, bersebrangan dengan SDN
Ketawangrejo. Titik 45C berada di Desa Munggungsari, Kecamatan Grabag,
Kabupaten Purworejo. Peralatan dipasang di selatan Jl. Daendels bagian timur
Masjid At-Taqwa. Lokasi tersebut berada di area lading dan persawahan. Lebih
tepatnya, lokasi alat berdiri adalah di sebelah barat toko bangunan Kalisari.
Selanjutnya pada kilometer 60 telah ditetapkan tiga buah titik pengamatan,
meliputi titik 60A, 60B, dan 60C. Lokasi titik 60A berada di Desa Pucangan,
Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen. Pemasangan alat dilakukan di sebuah
lahan datar di area pertanian. Titik 60B ditetapkan di Desa Kaibon, Kecamatan
Ambal, Kabupaten Kebumen. Peralatan dipasang di sebuah ladang warga, dari
Kantor Kecamatan Ambal ke arah Selatan, area ladang warga sebelah barat jalan.
Titik 60C berada di Desa Kaibon Petangkuran, Kecamatan Ambal, Kabupaten
Kebumen. Dari Balai Desa Etok menuju arah selatan, kemudian berbelok ke barat.
Pemasangan alat dilakukan di selatan jalan pada area persawahan. Cuaca hari
pengukuran cenderung cerah dan berawan.
Pada kilometer 75, tiga buah titik digunakan yaitu titik 75A, 75B, dan 75C.
Titik 75A berada di desa Jogomerta, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen.
Alat ukur dipasang di sebuah lapangan di sisi utara Jl. Adipati Anden. Lebih
tepatnya di sebelah timur SDN 2 Jogomertan. Kondisi cuaca pada saat
pengukuran cenderung cerah berawan. Titik 75B ditetapkan di Desa
Tambakprogaten, Kecamatan Klirong, Kabupaten Kebumen. Lokasi detilnya
berada di sisi utara Jl. Ambal-Kembaran, dari Puskesmas Klirong II
Tambakprogaten ke arah barat, di seberang Masjid At Taqwa. Alat didirikan di
sebuah lahan kosong dengan cuaca hari pengukuran cenderung cerah. Sedangkan
titik 75C berada di Desa Jogomertan, Kecamatan Petanahan, Kabupaten

DP 18 Laporan Penelitian | 28
Kebumen. Lokasi pengukuran berada di sisi utara Jl. Ambal – Petanahan di sebuah
area pertanian/ladang, dari Pasar Bodo ke arah barat.
Pengukuran selanjutnya adalah di lokasi kilometer 90 dari CORS JOGS,
ditetapkan tiga buah titik amat yaitu 90A, 90B, dan 90C. Titik 90A ditetapkan di
Desa Tambakmulyo, Kecamatan Puring, Kabupaten Kebumen. Lokasi tepatnya
dari SMK N 1 Puring ke arah selatan sampai pada Masjid Imam Syafii di barat
jalan. Alat ukur didirikan di selatan masjid, pada lahan kosong di pelataran
sebuah warung makan. Titik amat 90B masih berada di Desa Tambakmulyo,
Kecamatan Puring, Kabupaten Kebumen. Lokasi tepatnya di sisi selatan Jl. Pantai
Suwuk, di area sebelah sisi timur Sungai Cicingguling. Alat ukur didirikan di
sebuah lahan kosong dan cuaca pengukuran cenderung berawan. Lokasi titik 90C
berada di Desa Jladri, Kecamatan Buayan, Kabupaten Kebumen. Alat ukur
didirikan di bahu jalan di dekat MTS IStiqomah Jladri. Cuaca hari pengukuran
cenderung cerah dan berawan.
Pada kilometer 105 ditetapkan tiga buah titik amat, 105A, 105B, dan 105C.
Titik 105A berada di Desa Selanegara, Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten
Banyumas. Lokasi pengamatan berada di atas pintu air tanggul irigasi, sebelah
barat laut MI Al Huda Selanegara. Titik 105B berlokasi di Desa Keciples,
Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas. Lebih tepatnya berada di dalam
Lapangan/ Stadion Sumpiuh Jl. Kusuma. Cuaca amat saat pengukuran adalah
berawan. Sedangkan titik 105C berada di Desa Lebeng, Kecamatan Sumpiuh,
Kabupaten Banyumas. Alat ukur didirikan di atas bahu jalan kampung, di area
persawahan. Kondisi cuaca pada saat pengukuran adalah berawan.

DP 18 Laporan Penelitian | 29
BAB V
HASIL

Koordinat titik-titik uji hasil hitungan (post processing) dari data


pengamatan (rapid) static, didapat dari 4 lama waktu pengamatan rapid static
dan 3 lama waktu pengamatan static. Untuk lama waktu pengamatan rapid static
teridiri atas 5 menit, 10 menit, 15 menit dan 20 menit, sedangkan lama waktu
pengamatan static terdiri atas 30 menit, 45 menit dan 60 menit. Pengujian
berdasarkan lama waktu pengamatan tersebut meliputi hasil pengamatan pada
site pengujian dengan jarak 15 km, 30 km, 45 km, 60 km, 75 km, 90 km, dan 105
km dari base station InaCORS JOGS yang terletak di Desa Balecatur. Kecamatan
Gamping, Kabupaten Sleman. Pada setiap site pengamatan, digunakan 3 receiver
A, B, dan C sebagai rover.
Untuk menguji akurasi daripada hasil koordinat yang diperoleh pada
setiap titik uji, perlu dihitung terlebih dahulu harga koordinat titik-titik uji
dengan menggunakan mode jaringan. Mode jaringan ini akan memberikan hasil
yang lebih handal daripada mode radial, sehingga bisa dijadikan acuan dalam
menguji ingkat akurasi daripada hasil penyelesaian mode radial. Tabel berikut ini
menampilkan harga koordinat dari semua titik uji hasil pengolahan data
pengamatan static dengan lama waktu pengmatan 60 menit dengan mode
jaringan.
Tabel 6.
Daftar koordinat titik uji hasil pengolahan data pengamatan static dengan lama
waktu pengmatan 60 menit dengan mode jaringan (sebagai acuan)
Titik x y Titik x y
15 A 276648,246 624501,925 75 B 212899,512 642078,568
15 C 275151,807 624450,232 75 C 211422,986 642391,521
15B 276551,206 622994,793 75A 212371,331 643308,226
jogs 287655,14 635629,565 ckbm 216899,488 651918,111
30 A 258504,136 628985,7 90 B 197294,966 642293,558

DP 18 Laporan Penelitian | 30
30 C 257370,629 628542,097 90 C 196759,214 643559,051
30B 258363,264 628296,167 90A 198806,719 643002,103
jogs 287655,14 635629,565 ckbm 216899,488 651918,111
45 A 243585,413 634962,127 105 B 185079,075 658776,107
45 C 242151,032 634248,95 105 C 183365,785 659777,048
45B 243112,954 634029,146 105A 185385,499 660155,32
jogs 287655,14 635629,565 ckbm 216899,488 651918,111
60 B 224164,013 639070,99
60 C 222910,353 639258,717
60A 224378,162 640783,72
ckbm 216899,488 651918,111

keterangan:
jogs adalah base station InaCORS di Desa Balecatur, Kecamatan Gamping,
Kabupaten Sleman.
ckbm adalah base station InaCORS di Kabupaten Kebumen

Koordinat titik-titik uji hasil pengolahan rapid static lama pengataman 5


menit dengan mode radial di setiap site beserta harga beda lateral dengan
acuannya disajikan pada tabel di bawah ini,
Tabel 7.
Daftar koordinat titik uji hasil pengolahan rapid static lama pengataman 5 menit
mode radial beserta beda lateralnya dengan koordinat acuan
Mode Jaring 60 menit Mode Radial 30 menit
Beda
Titik x y Titik x y
lateral
15 A 276648,246 624501,925 15 A 276648,268 624501,891 0,040
15 C 275151,807 624450,232 15 C 275151,829 624450,344 0,114
15B 276551,206 622994,793 15 B 276551,183 622994,831 0,044
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
30 A 258504,136 628985,7 30 A 258504,136 628985,694 0,006
30 C 257370,629 628542,097 30 C 257370,591 628542,095 0,038
30B 258363,264 628296,167 30B 258363,243 628296,14 0,034

DP 18 Laporan Penelitian | 31
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
45 A 243585,413 634962,127 45 A 243584,931 634962,073 0,485
45 C 242151,032 634248,95 45 C 242150,728 634248,919 0,306
45B 243112,954 634029,146 45B 243112,698 634029,161 0,256
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
60 B 224164,013 639070,99 60 B 224164,061 639070,989 0,048
60 C 222910,353 639258,717 60 C 222910,198 639258,733 0,156
60A 224378,162 640783,72 60A 224378,241 640783,744 0,083
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
75 B 212899,512 642078,568 75 B 212899,496 642078,575 0,017
75 C 211422,986 642391,521 75 C 211422,97 642391,527 0,017
75A 212371,331 643308,226 75A 212371,318 643308,21 0,021
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
90 B 197294,966 642293,558 90 B 197295,363 642293,684 0,417
90 C 196759,214 643559,051 90 C 196759,599 643559,16 0,400
90A 198806,719 643002,103 90A 198806,721 643002,228 0,125
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
105 B 185079,075 658776,107 105 B 185078,891 658776,053 0,192
105 C 183365,785 659777,048 105 C 183366,014 659777,108 0,237
105A 185385,499 660155,32 105A 185385,478 660155,321 0,021
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada site Kilometer 15, akurasi yang
diwakili oleh harga beda lateral dari ketiga titik uji berada pada kisaran 0,215
hingga 0,776 meter. Pada site Kilometer 30, beda lateralnya berkisar 0,211
hingga 0,459 meter. Pada Kilometer 45 beda lateralnya 0,105 hingga 1,970
meter. Pada Kilometer 60, beda lateralnya berkisar 0,177 hingga 0,310 meter.
Pada Kilometer 75, beda lateralnya berkisar 0,148 hingga 0,811 meter. Pada
Kilometer 90, beda lateralnya berkisar 0,163 hingga 1,487 meter. Terakhir pada
Kilometer 105, beda lateralnya berkisar 0,365 hingga 0,554 meter. Dari harga
beda lateral pada setiap site tersebut, dapat dinyatakan bahwa terjadi
inkonsistensi terhadap harga jarak pengamatan, di mana pada jarak yang
semakin jauh dari base station tentunya akurasinya akan semakin berkurang. Jika

DP 18 Laporan Penelitian | 32
dirujukkan dengan kriteria akurasi posisi batas bidang tanah, di mana
mensyaratkan ketelitian 10 cm, maka pengamatan static singkat 5 menit dengan
penyelesaian mode radial dengan referensi base station InaCORS tidak layak
digunakan untuk pengadaan Titik Dasar untuk pengikatan bidang-bidang tanah
guna pemetaan kadastral.
Pengujian dilanjutkan dengan menghitung koordinat titik-titik uji dengan
data pengmatan 10 menit. Koordinat titik-titik uji hasil pengolahan rapid static
lama pengataman 10 menit dengan mode radial di setiap site beserta harga beda
lateral dengan acuannya disajikan pada tabel di bawah ini,
Tabel 8.
Daftar koordinat titik uji hasil pengolahan rapid static lama pengataman 10
menit mode radial
Mode Jaring 60 menit Mode Radial 45 menit Beda
Titik x y Titik x y lateral
15 A 276648,246 624501,925 15 A 276649,036 624502,316 0,881
15 C 275151,807 624450,232 15 C 275151,844 624450,177 0,066
15B 276551,206 622994,793 15B 276551,23 622994,741 0,057
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
30 A 258504,136 628985,7 30 A 258504,077 628985,642 0,083
30 C 257370,629 628542,097 30 C 257370,374 628542,135 0,258
30B 258363,264 628296,167 30B 258363,126 628296,158 0,138
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
45 A 243585,413 634962,127 45 A 243585,573 634962,16 0,163
45 C 242151,032 634248,95 45 C 242151,691 634248,985 0,660
45B 243112,954 634029,146 45B 243113,027 634029,259 0,135
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
60 B 224164,013 639070,99 60 B 224163,413 639070,824 0,623
60 C 222910,353 639258,717 60 C 222910,498 639258,739 0,147
60A 224378,162 640783,72 60A 224377,912 640783,793 0,260
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
75 B 212899,512 642078,568 75 B 212899,273 642078,572 0,239
75 C 211422,986 642391,521 75 C 211422,898 642391,547 0,092
75A 212371,331 643308,226 75A 212372,201 643308,483 0,907

DP 18 Laporan Penelitian | 33
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
90 B 197294,966 642293,558 90 B 197294,709 642293,802 0,354
90 C 196759,214 643559,051 90 C 196759,544 643559,202 0,363
90A 198806,719 643002,103 90A 198806,619 643002,11 0,100
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
105 B 185079,075 658776,107 105 B 185079,434 658776,061 0,362
105 C 183365,785 659777,048 105 C 183366,117 659777,101 0,336
105A 185385,499 660155,32 105A 185386,34 660155,417 0,847
ckbm 216899,488 651918,111 jogs

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada site Kilometer 15, harga beda
lateral dari ketiga titik uji berada pada kisaran 0,057 hingga 0,881 meter. Pada
site Kilometer 30, beda lateralnya berkisar 0,083 hingga 0,258 meter. Pada
Kilometer 45 beda lateralnya 0,135 hingga 0,660 meter. Pada Kilometer 60, beda
lateralnya berkisar 0,147 hingga 0,623 meter. Pada Kilometer 75, beda lateralnya
berkisar 0,092 hingga 0,907 meter. Pada Kilometer 90, beda lateralnya berkisar
0,100 hingga 0,363 meter. Terakhir pada Kilometer 105, beda lateralnya berkisar
0,336 hingga 0,847 meter. Dari harga beda lateral pada setiap site tersebut, dapat
dinyatakan bahwa masih terjadi inkonsistensi terhadap harga jarak pengamatan,
di mana pada jarak yang semakin jauh dari base station tentunya akurasinya akan
semakin berkurang. Jika dirujukkan dengan kriteria akurasi posisi batas bidang
tanah, di mana mensyaratkan ketelitian 10 cm, maka pengamatan static singkat
10 menit dengan penyelesaian mode radial menggunakan referensi base station
InaCORS tidak layak digunakan untuk pengadaan Titik Dasar untuk pengikatan
bidang-bidang tanah.
Pengujian dilanjutkan lagi dengan menghitung koordinat titik-titik uji
dengan data pengmatan 15 menit. Koordinat titik-titik uji hasil pengolahan rapid
static lama pengataman 15 menit dengan mode radial di setiap site beserta harga
beda lateral dengan acuannya disajikan pada tabel di bawah ini,

DP 18 Laporan Penelitian | 34
Tabel 9.
Daftar koordinat titik uji hasil pengolahan rapid static lama pengataman 15
menit mode radial beserta beda lateralnya dengan acuan
Mode Jaring 60 menit Mode Radial 15 Menit
Beda
Titik x y Titik x y
lateral
15 A 276648,246 624501,925 15 A 276648,239 624501,891 0,035
15 C 275151,807 624450,232 15 C 275152,507 624450,648 0,814
15B 276551,206 622994,793 15B 276551,224 622994,731 0,065
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
30 A 258504,136 628985,7 30 A 258504,138 628985,695 0,005
30 C 257370,629 628542,097 30 C 257370,291 628542,137 0,340
30B 258363,264 628296,167 30B 258363,159 628296,154 0,106
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
45 A 243585,413 634962,127 45 A 243585,17 634962,104 0,244
45 C 242151,032 634248,95 45 C 242151,264 634249,025 0,244
45B 243112,954 634029,146 45B 243113,161 634029,242 0,228
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
60 B 224164,013 639070,99 60 B 224163,81 639070,956 0,206
60 C 222910,353 639258,717 60 C 222910,186 639258,732 0,168
60A 224378,162 640783,72 60A 224377,805 640783,655 0,363
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
75 B 212899,512 642078,568 75 B 212899,377 642078,567 0,135
75 C 211422,986 642391,521 75 C 211422,837 642391,484 0,154
75A 212371,331 643308,226 75A 212371,603 643308,328 0,290
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
90 B 197294,966 642293,558 90 B 197294,709 642293,802 0,354
90 C 196759,214 643559,051 90 C 196759,544 643559,202 0,363
90A 198806,719 643002,103 90A 198806,619 643002,11 0,100
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
105 B 185079,075 658776,107 105 B 185079,506 658776,054 0,434
105 C 183365,785 659777,048 105 C 183366,171 659777,105 0,390
105A 185385,499 660155,32 105A 185385,573 660155,242 0,108
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565

DP 18 Laporan Penelitian | 35
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada site Kilometer 15, harga beda
lateral dari ketiga titik uji berada pada kisaran 0,035 hingga 0,814 meter. Pada
site Kilometer 30, beda lateralnya berkisar 0,005 hingga 0,340 meter. Pada
Kilometer 45 beda lateralnya 0,228 hingga 0,244 meter. Pada Kilometer 60, beda
lateralnya berkisar 0,168 hingga 0,363 meter. Pada Kilometer 75, beda lateralnya
berkisar 0,135 hingga 0,290 meter. Pada Kilometer 90, beda lateralnya berkisar
0,100 hingga 0,363 meter. Terakhir pada Kilometer 105, beda lateralnya berkisar
0,108 hingga 0,434 meter. Dari harga beda lateral pada setiap site tersebut, dapat
dinyatakan bahwa masih terjadi inkonsistensi terhadap harga jarak pengamatan,
di mana pada jarak yang semakin jauh dari base station tentunya akurasinya akan
semakin berkurang. Jika dirujukkan dengan kriteria akurasi posisi batas bidang
tanah, di mana mensyaratkan ketelitian 10 cm, maka pengamatan static singkat
15 menit dengan penyelesaian mode radial menggunakan referensi base station
InaCORS tidak layak digunakan untuk pengadaan Titik Dasar untuk pengikatan
bidang-bidang tanah.
Pengujian dilanjutkan lagi dengan menghitung koordinat titik-titik uji
dengan data pengmatan 20 menit. Koordinat titik-titik uji hasil pengolahan rapid
static lama pengataman 20 menit dengan mode radial di setiap site beserta harga
beda lateral dengan acuannya disajikan pada tabel di bawah ini,
Tabel 10.
Daftar koordinat titik uji hasil pengolahan rapid static lama pengataman 20
menit mode radial beserta beda lateralnya dengan acuan
Mode Jaring 60 menit Mode Radial 20 menit
Beda lateral
Titik x y Titik x y
15 A 276648,246 624501,925 15 A 276648,263 624501,885 0,043
15 C 275151,807 624450,232 15 C 275151,688 624450,239 0,119
15B 276551,206 622994,793 15B 276551,224 622994,725 0,070
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
30 A 258504,136 628985,7 30 A 258504,14 628985,694 0,007
30 C 257370,629 628542,097 30 C 257370,349 628542,187 0,294
30B 258363,264 628296,167 30B 258363,201 628296,142 0,068
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0

DP 18 Laporan Penelitian | 36
45 A 243585,413 634962,127 45 A 243584,981 634962,023 0,444
45 C 242151,032 634248,95 45 C 242151,382 634248,991 0,352
45B 243112,954 634029,146 45B 243112,882 634029,224 0,106
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
60 B 224164,013 639070,99 60 B 224163,987 639070,988 0,026
60 C 222910,353 639258,717 60 C 222910,294 639258,683 0,068
60A 224378,162 640783,72 60A 224377,912 640783,623 0,268
jogs 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
75 B 212899,512 642078,568 75 B 212899,395 642078,571 0,117
75 C 211422,986 642391,521 75 C 211422,972 642391,513 0,016
75A 212371,331 643308,226 75A 212371,649 643308,277 0,322
jogs 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
90 B 197294,966 642293,558 90 B 197295,106 642293,585 0,143
90 C 196759,214 643559,051 90 C 196759,617 643558,99 0,408
90A 198806,719 643002,103 90A 198806,798 643002,136 0,086
jogs 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
105 B 185079,075 658776,107 105 B 185079,34 658776,061 0,269
105 C 183365,785 659777,048 105 C 183366,303 659777,089 0,520
105A 185385,499 660155,32 105A 185385,645 660155,234 0,169
jogs 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada site Kilometer 15, harga beda
lateral dari ketiga titik uji berada pada kisaran 0,043 hingga 0,119 meter. Pada
site Kilometer 30, beda lateralnya berkisar 0,007 hingga 0,294 meter. Pada
Kilometer 45 beda lateralnya 0,106 hingga 0,444 meter. Pada Kilometer 60, beda
lateralnya berkisar 0,026 hingga 0,268 meter. Pada Kilometer 75, beda lateralnya
berkisar 0,016 hingga 0,322 meter. Pada Kilometer 90, beda lateralnya berkisar
0,086 hingga 0,143 meter. Terakhir pada Kilometer 105, beda lateralnya berkisar
0,169 hingga 0,269 meter. Dari harga beda lateral pada setiap site tersebut, dapat
dinyatakan bahwa masih terjadi inkonsistensi terhadap harga jarak pengamatan,
di mana pada jarak yang semakin jauh dari base station tentunya akurasinya akan
semakin berkurang. Jika dirujukkan dengan kriteria akurasi posisi batas bidang
tanah, di mana mensyaratkan ketelitian 10 cm, maka pengamatan static singkat

DP 18 Laporan Penelitian | 37
20 menit dengan penyelesaian mode radial menggunakan referensi base station
InaCORS tidak layak digunakan untuk pengadaan Titik Dasar untuk pengikatan
bidang-bidang tanah.
Pengujian dilanjutkan lagi dengan menghitung koordinat titik-titik uji
dengan data pengmatan static 30 menit. Koordinat titik-titik uji hasil pengolahan
static lama pengataman 30 menit dengan mode radial di setiap site beserta harga
beda lateral dengan acuannya disajikan pada tabel di bawah ini,
Tabel 11.
Daftar koordinat titik uji hasil pengolahan static lama pengataman 30 menit
mode radial beserta beda lateralnya dengan acuan
Mode Jaring 60 menit Mode Radial 30 menit Beda
Titik x y Titik x y lateral
15 A 276648,246 624501,925 15 A 276648,268 624501,891 0,040
15 C 275151,807 624450,232 15 C 275151,829 624450,344 0,114
15B 276551,206 622994,793 15B 276551,183 622994,831 0,044
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
30 A 258504,136 628985,7 30 A 258504,136 628985,694 0,006
30 C 257370,629 628542,097 30 C 257370,591 628542,095 0,038
30B 258363,264 628296,167 30B 258363,243 628296,14 0,034
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
45 A 243585,413 634962,127 45 A 243584,931 634962,073 0,485
45 C 242151,032 634248,95 45 C 242150,728 634248,919 0,306
45B 243112,954 634029,146 45B 243112,698 634029,161 0,256
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
60 B 224164,013 639070,99 60 B 224164,061 639070,989 0,048
60 C 222910,353 639258,717 60 C 222910,198 639258,733 0,156
60A 224378,162 640783,72 60A 224378,241 640783,744 0,083
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
75 B 212899,512 642078,568 75 B 212899,496 642078,575 0,017
75 C 211422,986 642391,521 75 C 211422,97 642391,527 0,017
75A 212371,331 643308,226 75A 212371,318 643308,21 0,021
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
90 B 197294,966 642293,558 90 B 197295,363 642293,684 0,417
90 C 196759,214 643559,051 90 C 196759,599 643559,16 0,400

DP 18 Laporan Penelitian | 38
90A 198806,719 643002,103 90A 198806,721 643002,228 0,125
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
105 B 185079,075 658776,107 105 B 185078,891 658776,053 0,192
105 C 183365,785 659777,048 105 C 183366,014 659777,108 0,237
105A 185385,499 660155,32 105A 185385,478 660155,321 0,021
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada site Kilometer 15, harga beda
lateral dari ketiga titik uji berada pada kisaran 0,040 hingga 0,114 meter. Pada
site Kilometer 30, beda lateralnya berkisar 0,006 hingga 0,038 meter. Pada
Kilometer 45 beda lateralnya 0,256 hingga 0,485 meter. Pada Kilometer 60, beda
lateralnya berkisar 0,048 hingga 0,156 meter. Pada Kilometer 75, beda lateralnya
berkisar 0,017 hingga 0,021 meter. Pada Kilometer 90, beda lateralnya berkisar
0,125 hingga 0,417 meter. Terakhir pada Kilometer 105, beda lateralnya berkisar
0,021 hingga 0,237 meter. Dari harga beda lateral pada setiap site tersebut, dapat
dinyatakan bahwa masih terjadi inkonsistensi terhadap harga jarak pengamatan,
di mana pada jarak yang semakin jauh dari base station tentunya akurasinya akan
semakin berkurang. Jika dirujukkan dengan kriteria akurasi posisi batas bidang
tanah, di mana mensyaratkan ketelitian 10 cm, maka pengamatan static 30 menit
dengan penyelesaian mode radial menggunakan referensi base station InaCORS
tidak layak digunakan untuk pengadaan Titik Dasar untuk pengikatan bidang-
bidang
Pengujian dilanjutkan lagi dengan menghitung koordinat titik-titik uji
dengan data pengmatan static 45 menit. Koordinat titik-titik uji hasil pengolahan
static lama pengataman 45 menit dengan mode radial di setiap site beserta harga
beda lateral dengan acuannya disajikan pada tabel di bawah ini,

DP 18 Laporan Penelitian | 39
Tabel 12.
Daftar koordinat titik uji hasil pengolahan static lama pengataman 45 menit
mode radial beserta beda lateralnya dengan acuan
Mode Jaring 60 menit Mode Radial 45 menit Beda
Titik x y Titik x y lateral
15 A 276648,246 624501,925 15 A 276648,262 624501,893 0,036
15 C 275151,807 624450,232 15 C 275151,847 624450,172 0,072
15B 276551,206 622994,793 15B 276551,193 622994,725 0,069
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
30 A 258504,136 628985,7 30 A 258504,132 628985,697 0,005
30 C 257370,629 628542,097 30 C 257370,626 628542,092 0,006
30B 258363,264 628296,167 30B 258363,189 628296,195 0,080
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
45 A 243585,413 634962,127 45 A 243585,317 634962,148 0,098
45 C 242151,032 634248,95 45 C 242150,93 634248,901 0,113
45B 243112,954 634029,146 45B 243113,027 634029,164 0,075
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
60 B 224164,013 639070,99 60 B 224163,979 639070,983 0,035
60 C 222910,353 639258,717 60 C 222910,333 639258,716 0,020
60A 224378,162 640783,72 60A 224378,199 640783,733 0,039
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
75 B 212899,512 642078,568 75 B 212899,5 642078,573 0,013
75 C 211422,986 642391,521 75 C 211422,957 642391,527 0,030
75A 212371,331 643308,226 75A 212371,272 643308,206 0,062
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
90 B 197294,966 642293,558 90 B 197295,014 642293,596 0,061
90 C 196759,214 643559,051 90 C 196759,203 643559,078 0,029
90A 198806,719 643002,103 90A 198806,507 643002,139 0,215
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
105 B 185079,075 658776,107 105 B 185079,168 658776,046 0,111
105 C 183365,785 659777,048 105 C 183366,14 659777,047 0,355
105A 185385,499 660155,32 105A 185385,634 660155,322 0,135
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada site Kilometer 15, harga beda

DP 18 Laporan Penelitian | 40
lateral dari ketiga titik uji berada pada kisaran 0,036 hingga 0,072 meter. Pada
site Kilometer 30, beda lateralnya berkisar 0,005 hingga 0,080 meter. Pada
Kilometer 45 beda lateralnya 0,075 hingga 0,113 meter. Pada Kilometer 60, beda
lateralnya berkisar 0,020 hingga 0,039 meter. Pada Kilometer 75, beda lateralnya
berkisar 0,013 hingga 0,062 meter. Pada Kilometer 90, beda lateralnya berkisar
0,029 hingga 0,215 meter. Terakhir pada Kilometer 105, beda lateralnya berkisar
0,111 hingga 0,355 meter. Dari harga beda lateral pada setiap site tersebut, dapat
dinyatakan bahwa masih terjadi inkonsistensi terhadap harga jarak pengamatan,
di mana pada jarak yang semakin jauh dari base station tentunya akurasinya akan
semakin berkurang. Jika dirujukkan dengan kriteria akurasi posisi batas bidang
tanah, di mana mensyaratkan ketelitian 10 cm, maka pengamatan static 45 menit
dengan penyelesaian mode radial menggunakan referensi base station InaCORS
layak digunakan hingga jarak 15 kilometer untuk pengadaan Titik Dasar untuk
pengikatan bidang-bidang tanah.
Pengujian dilanjutkan lagi dengan menghitung koordinat titik-titik uji
dengan data pengmatan static 60 menit. Koordinat titik-titik uji hasil pengolahan
static lama pengataman 60 menit dengan mode radial di setiap site beserta harga
beda lateral dengan acuannya disajikan pada tabel di bawah ini,
Tabel 13.
Daftar koordinat titik uji hasil pengolahan static lama pengataman 60 menit
mode radial beserta beda lateralnya dengan acuan
Mode Jaring 60 menit Mode Radial 60 Menit Beda
Titik x y Titik x y lateral
15 A 276648,246 624501,925 15 A 276648,254 624501,915 0,013
15 C 275151,807 624450,232 15 C 275151,807 624450,232 0
15B 276551,206 622994,793 15B 276551,191 622994,763 0,034
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
30 A 258504,136 628985,7 30 A 258504,13 628985,699 0,006
30 C 257370,629 628542,097 30 C 257370,627 628542,097 0,002
30B 258363,264 628296,167 30B 258363,259 628296,162 0,007
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
45 A 243585,413 634962,127 45 A 243585,345 634962,115 0,069

DP 18 Laporan Penelitian | 41
45 C 242151,032 634248,95 45 C 242151,034 634248,947 0,004
45B 243112,954 634029,146 45B 243112,907 634029,141 0,047
jogs 287655,14 635629,565 jogs 287655,14 635629,565 0
60 B 224164,013 639070,99 60 B 224163,982 639070,982 0,032
60 C 222910,353 639258,717 60 C 222910,333 639258,714 0,020
60A 224378,162 640783,72 60A 224378,134 640783,711 0,029
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
75 B 212899,512 642078,568 75 B 212899,497 642078,571 0,015
75 C 211422,986 642391,521 75 C 211422,954 642391,525 0,032
75A 212371,331 643308,226 75A 212371,394 643308,206 0,066
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
90 B 197294,966 642293,558 90 B 197294,996 642293,596 0,048
90 C 196759,214 643559,051 90 C 196759,04 643559,048 0,174
90A 198806,719 643002,103 90A 198806,548 643002,1 0,171
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565
105 B 185079,075 658776,107 105 B 185079,044 658776,106 0,031
105 C 183365,785 659777,048 105 C 183365,958 659777,087 0,177
105A 185385,499 660155,32 105A 185385,48 660155,319 0,019
ckbm 216899,488 651918,111 jogs 287655,14 635629,565

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada site Kilometer 15, harga beda
lateral dari ketiga titik uji berada pada kisaran 0 hingga 0,034 meter. Pada site
Kilometer 30, beda lateralnya berkisar 0,002 hingga 0,007 meter. Pada Kilometer
45 beda lateralnya 0,004 hingga 0,069 meter. Pada Kilometer 60, beda lateralnya
berkisar 0,020 hingga 0,032 meter. Pada Kilometer 75, beda lateralnya berkisar
0,015 hingga 0,066 meter. Pada Kilometer 90, beda lateralnya berkisar 0,048
hingga 0,174 meter. Terakhir pada Kilometer 105, beda lateralnya berkisar 0,019
hingga 0,177 meter. Dari harga beda lateral pada setiap site tersebut, dapat
dinyatakan bahwa masih terjadi inkonsistensi terhadap harga jarak pengamatan,
di mana pada jarak yang semakin jauh dari base station tentunya akurasinya akan
semakin berkurang. Jika dirujukkan dengan kriteria akurasi posisi batas bidang
tanah, di mana mensyaratkan ketelitian 10 cm, maka pengamatan static 60 menit
dengan penyelesaian mode radial menggunakan referensi base station InaCORS

DP 18 Laporan Penelitian | 42
layak digunakan hingga radius 75 kilometer untuk pengadaan Titik Dasar untuk
pengikatan bidang-bidang tanah.
Dengan kemampuan solusi mode radial pada data pengamatan statik 60
menit yang mencapai 75 kilometer dari base station InaCORS, maka dengan
memperhatikan kepadatan base station InaCORS di Pulau Jawa, Bali, dan
LOmbok, maka metode ini dapat digunakan untuk densifikasi JKHN guna
keperluan kadastral. Demikian pula di beberapa provinsi di Sumatera dan
Sulawesi, metode ini akan dapat mengatasi keterbatasan base station InaCORS
dan JRSP CORS.

DP 18 Laporan Penelitian | 43
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Metode rapid static dengan pengikatan terhadap base station InaCORS belum
dapat diaplikasikan untuk densifikasi JKHN guna keperluan kadastral.
2. Metode statik dengan lama pengamatan 60 menit dengan solusi mode radial
dapat diimplementasikan untuk densifikasi JKHN hingga 75 kilometer dari
base station InaCORS.

DP 18 Laporan Penelitian | 44
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Hasanuddin Z.. 2000. Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya,
Cetakan kedua, Pradnya Paramita, Jakarta.
Abidin, Hasanuddin Z.. “SRGI 2013: Karakteristik dan Implementasi”, Makalah
Seminar dan Workshop Ikatan Surveyor Indonesia (ISI), Pekanbaru 21 – 22
Mei 2014.
Andreas, Heri. “Epoch Reference 2012.0” dalam Prosiding FIT ISI Tahun 2011,
Semarang.
Ilk, Karl Heinz. 1996. Reference Systems in Geodesy, Lecture notes part 5, 2nd
Tropical School of Geodesy, ITB Press, Bandung.
Fahrurrazi, Djawahir. 2011. Sistem Acuan Geodetik: dari Big Bang sampai
Kerangka Acuan Terestrial. Cetakan pertama, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Jurusan Teknik Geodesi FTSP-ITB. 1997. Buku Petunjuk Penggunaan Proyeksi TM-
3 dalam Pengukuran dan Pemetaan Kadastral, Jurusan Teknik Geodesi
FTSP-ITB, Bandung.
Kahar, Joenil. 2007. Geodesi: Teknik Kuadrat Terkecil. Penerbit ITB, Bandung.
Mobbs, Kim and Morgan, Peter. 1996. Geodinamics and Modern Datum Definition,
Lecture Notes part 6, 2nd Tropical School of Geodesy, Bandung.
Nugroho, Tanjung. 2013. “Kadaster 4D: Sebuah Keniscayaan Menurut Kondisi
Geologis Indonesia” dalam Jurnal Ilmiah Pertanahan Bhumi 2013, STPN
Press, Yogyakarta.
Nugroho, Tanjung dan Roswandi, 2014. “Dualisme Kerangka Referensi Kadastral:
Dampak, Solusi, dan Arah Kebijakan (Dengan Studi Kasus Daerah
Sleman)”, dalam Jurnal Ilmiah Pertanahan IPTEK 2014, Puslitbang BPN RI.
Sunantyo, T. Aris. “Tinjauan Status Titik Dasar Teknik dan Prospeknya di Masa
Mendatang bagi BPN RI ”, Makalah Seminar Nasional GNSS CORS Tahun
2010, Jurusan Teknik Geodesi FT-UGM, Yogyakarta.
Pusat Pemetaan Integrasi Tematik (BIG). 2017. “Kebijakan Satu Peta dan
Kontribusinya Dalam Mendukung Perubahan Iklim”, dalam Workshop

DP 18 Laporan Penelitian | 45
Nasional Menterjemahkan Transparency Framework Persetujuan Paris
Dalam Konteks Nasional, Badan Informasi Geospasial, Jakarta.
Enemark S., McLaren R., Lemmen C. 2016. “Fit for Purpose Land Administration –
Guiding Principles for Country Implementation”, United Nation Human
Settlements Programme UN-Habitat, Kenya.
Hernandi, A. & Gumilar, I. 2019. Strategi Penyelesaian Pendaftaran Tanah di
Indonesia dengan Menggunakan Pendekatan Fit-For-Purpose Land
Administration, Jurnal Sosioteknologi ITB Vol. 18 No.2 Tahun 2019,
Bandung.
Hajri A., Yuwono BD., Sasmito B. 2017. Kajian Penentuan Posisi Jaring Kontrol
Horizontal dari Sistem Tetap (DGN-95) ke SRGI 2013 (Studi Kasus: Sulawesi
Barat), Jurnal Geodesi Undip Vol.6 No.1 Tahun 2017, Semarang.
Marwabi M., Yuwono BD., Sudarsono B. 2015. Analisis Pengukuran Bidang Tanah
Menggunakan GNSS RTK-Radio dan RTK-NTRIP pada Stasiun CORS UNDIP,
Jurnal Geodesi Undip Vol. 4 No.4 Tahun 2015, Semarang.

Daftar Peraturan
Petunjuk Teknis Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 1997: Materi Pengukuran dan Pemetaan
Pendaftaran Tanah, yang memuat aturan ketentuan pengukuran dan
pemetaan bidang-bidang tanah.
Petunjuk Teknis Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap 2020, yang di dalamnya
terdapat ketentuan pengumpulan data yuridis dan data teknis, pengolahan
data, integrasi data lama dan baru (termasuk validasi data), serta link data.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, yang
memuat Kebijakan Satu Peta (Kerangka Referensi Koordinat dan Peta
Dasar).
Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2013 tentang
Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013.
Standar Nasional Indonesia 19-6724-2002 Jaring Kontrol Horizontal.

DP 18 Laporan Penelitian | 46
LAMPIRAN
(Halaman ini dibiarkan kosong)

DP 18 Laporan Penelitian | 47

Anda mungkin juga menyukai