Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KEGIATAN

PRAKTIK KERJA MEDIK VETERINER RUMINANSIA DAN


NON RUMINANSIA DI UPTD IBI SAREE

KELOMPOK 1
GELOMBANG 21

Bariul Husna, S.KH 2102501010080 Nurulya Pinta 2102501010059


Cahyani, S.KH
Bayu Pratama, S.KH 2102501010079 Rahmawati, S.KH 2102501010064
Excellence Bunga, 2102501010081 Restu Annisa Bahri, 2102501010053
S.KH S.KH
Femi Junita Sari, 2102501010095 Ricki Halim, S.KH 2102501010062
S.KH
Hotnida Shofiah H., 2102501010052 Rivaldi Luthfi, S.KH 2102501010051
S.KH
Liza Lhorasita, S.KH 2102501010060 Safitri Rimadhanti, 2102501010065
S.KH
Luthfia Amanda, 2102501010066 Shinta Sawitri, S.KH 2102501010091
S.KH
Mahardika Sasmita 2102501010055 Surya Bima Sakti, 2102501010026
A., S.KH S.KH
Monita Previa Alasa, 2102501010063 Tri Wahyu Illahi, 2102501010017
S.KH S.KH
Morizka Wianda, 2102501010061 Yayang Nuri Al 2102501010018
S.KH Aliya, S.KH
Nailul Aftari, S.KH 2102501010054

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
SEMESTER GENAP
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat beriring salam kepada

Rasulullah Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wassalam sehingga kami dapat

menyelesaikan Laporan Kegiatan Praktek Kerja Medik Veteriner Ruminansia dan

Non Ruminansia di UPTD Inseminasi Buatan dan Inkubator Saree ini dengan

baik. Laporan ini merupakan salah satu tugas akhir untuk memenuhi syarat dalam

pelaksanaan Praktek Kerja Medik Veteriner Ruminansia.

Rasa hormat dan terima kasih kami sampaikan kepada Dekan Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala drh. Teuku Reza Ferasyi, M.Sc.,

Ph.D., Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Hewan Dr. drh. Erwin,

M.Sc., Koordinator Mata Kuliah Praktek Kerja Medik Veteriner Ruminansia dan

Non Ruminansia Prof. Dr. drh. Hanafiah, M.Si, serta kepada drh. Muslina, M.Si

dan drh Nurlelawati selaku dokter hewan di UPTD IBI Saree yang telah

membimbing kami dalam kegiatan lapangan PKMV dan seluruh staf yang telah

banyak membantu kami dalam menuntut ilmu dengan baik.

Kami menyadari dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan

baik keterbatasan literatur, ilmu dan pengalaman yang kami miliki. Oleh karena

itu, kami mengharapkan kritik, saran dan masukan yang membangun. Semoga

laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca aamiin yaa rabbal’alaamiin.

Banda Aceh, 28 Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
PENDAHULUAN 6
WAKTU PELAKSANAAN DAN KEGIATAN 7
MATERI KEGIATAN 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
33
LAMPIRAN

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Keterangan
1 Survei lokasi instalasi ternak di UPTD-IBI Saree
2 Proses sanitasi dan desinfeksi kandang
3 Proses penimbangan sapi
4 Proses pengukuran bobot badan (A) pengukuran tinggi gumba, (B)
pengukuran panjang badan, dan (C) pengukuran lingkar dada.
5 Pemberian mineral blok pada sapi
6 Pemberian Molasses
7 Pemberian obat cacing
8 Palpasi Rektal
9 Kebuntingan 70 hari
10 Kebuntingan 3 bulan
11 Kebuntingan 4 bulan
12 Kebuntingan 5 bulan
13 Kandang Sapi
14 Penyemprotan butox pada sapi
15 Penampungan semen
16 Volume sperma
17 Ph sperma
18 Motilitas sperma
19 Mesin printing straw
20 Mesin filing dan sealing
21 preefreezing

iv
DAFTAR TABEL

Tabel Keterangan
1 Pembagian Sub Kelompok
2 Pembagian jadwal kegiatan pada masing-masing instalasi
3 Kegiatan Harian di UPTD IBI Saree

v
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Co-assistant (Coas) Praktik Kerja Medik Veteriner Ruminansia (PKMVR)

dilakukan di UPTD-IBI Saree di Dusun Suka Makmur, Gampong Suka Damai,

Kec. Lembah Sealawah, Kab. Aceh Besar, Aceh. UPTD-IBI Saree berada

dibawah naungan Dinas Peternakan Aceh yang mempunyai tugas untuk

melaksanakan sebagian kegiatan-kegiatan teknis operasional maupun penunjang

dibidang perbaikan mutu genetik ternak, perkembangan teknologi inseminsasi

buatan, proses produksi semen beku dan semen cair dari benih unggul. Lingkup

kegiatan yang dilakukan antara lain melakukan perawatan ternak pejantan (bull),

pelatihan inseminator, pemeriksaan kebuntingan (PKb), asisten teknologi

reproduksi (ATR) dan recording peserta pembinaan, serta pelayanan peternak

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (HUMAS

Prov. Aceh, 2020).

1.2 Tujuan

Tujuan dari Praktik Kerja Medik Veteriner Ruminansia (PKMVR) ini adalah

untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang tatalaksana proses manajemen

pemeliharaan dan pembibitan ternak ruminansia. Manfaat yang diperoleh dari

Praktik Kerja Medik Veteriner Ruminansia (PKMVR) ini adalah mahasiswa dapat

mengetahui secara langsung kondisi pemeliharaan dan pembibitan ternak

ruminanasia sehingga dapat dijadikan sebagai pengalaman, menambah wawasan

dan keterampilan dan membandingkannya dengan teori yang didapatkan.

6
WAKTU DAN PELAKSANAAN KEGIATAN

Kegiatan Praktek Kerja Medik Veteriner (PKMV) ternak ruminansia dan

non ruminansia dilaksanakan pada tanggal 10 Mei – 27 Mei 2022 di UPTD

Inseminasi Buatan dan Inkubator Saree. Adapun rangkaian pelaksaan kegiatan

dimulai dengan dzikir pagi bersama Sekretaris Daerah Aceh pada jam 08.00 WIB

yang dilaksanakan secara daring menggunakan aplikasi zoom.

Kegiatan dilanjutkan dengan melakukan sanitasi kandang pada jam 09.00 –

11.00 WIB, penanganan penyakit dan penyampaian materi hingga jam 12.00

WIB. Kemudian kegiatan lapangan dilanjutkan pada pukul 15.00-17.00 WIB sore

hari yang dilakukan pada instalasi masing-masing dengan kelompok yang sudah

dibagi sebelumnya. Kegiatan harian dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 1. Pembagian Sub Kelompok


Nama

Sub 1 Excellence Bunga, S.KH


Nurulya Pinta Cahyani, S.KH
Restu Annisa Bahri, S.KH
Ricki Halim, S.KH
Sub 2 Bariul Husa, S.KH
Mahardika Sasmita Aninda, S.KH
Rahmawati, S.KH
Rivaldi Luthfi, S.KH
Hotnida Shofiah Hasibuan, S.KH
Sub 3 Femi Junita Sari, S.KH
Nailul Aftari, S.KH
Surya Bima Sakti, S.KH
Yayang Nuri Al Aliya, S.KH

7
8

Sub 4 Bayu Pratama, S.KH


Monita Previa Alasa, S.KH
Morizka Wianda, S.KH
Safitri Rimadhanti, S.KH
Sub 5 Tri Wahyu Illahi, S.KH
Liza Lhorasita, S.KH
Luthfia Amanda, S.KH
Shinta Sawitri, S.KH

Tabel 2. Pembagian jadwal kegiatan pada masing-masing instalasi

Instalasi 10-12 Mei 17-19 Mei 23-24 Mei 25-26 Mei

Unggas Sub 1 Sub 5 Sub 4 Sub 3

Bull Sub 2 Sub 1 Sub 5 Sub 4

Indukan Sub 3 Sub 2 Sub 1 Sub 5

Laktasi/Karantina Sub 4 Sub 3 Sub 2 Sub 1

Brahman Cross Sub 5 Sub 4 Sub 3 Sub 2

Tabel 3. Kegiatan Harian di UPTD IBI Saree

Rangkaian Kegiatan Waktu Kegiatan

Dzikir pagi 08.00-09.00 WIB

Sanitasi kandang, penanganan kasus dan materi 09.00-12.00 WIB

Istirahat 12.00-15.00 WIB

Kegiatan pada masing-masing instalasi 15.00-17.00 WIB

istirahat 17.00 WIB


MATERI KEGIATAN

3.1 Survey Lokasi dan Pengenalan Instalasi

Cara kerja: Seluruh mahasiswa koasistensi diajak oleh pengurus UPTD IBI

Saree untuk berkeliling dan mengenalkan instalasi mulai dari lokasi kandang

unggas, bull, indukan, laktasi, koloni, karantina, brahman cross dan laboratorium

inkubasi dan processing spermatozoa.

3.2 Penimbangan Berat Badan dengan Metode Korelasi Lingkar Dada dan

Panjang Tubuh

Alat dan Bahan

Tali

Kandang jepit

Timbangan digital

Meteran

Cara Kerja: arahkan sapi agar masuk kedalam kandang jepit yang sudah

dipasang timbangan digital, kemudian lakukan pengukuran berat badan dan

pengukuran bobot serta pengkuran panjang tubuh sapi.

3.3 Pemberian Mineral Block

Alat dan Bahan

Mineral Block

Cara Kerja: Pemberian mineral block dilakukan 1 bulan 2 kali dengan dosis 1

bungkus mineral block sama dengan 2 kg untuk kebutuhan satu ekor sapi. Cara

kerjanya dengan mengeluarkan mineral block dari bungkusan kemudian

hancurkan dan tabur di tempat pakan sapi dalam satu tumpukan.

9
3.4 Desinfeksi dan Sanitasi Kandang

Alat dan Bahan

Selang air, sapu lidi, sekop dan air mengalir

Cara kerja: Semprotkan air ke lantai dan dinding kadang serta kaki sapi yang

terkena feses hingga bersih dan bersihkan tempat minum serta tempat pakan sapi

10
10

dari makanan sisa kemarin hingga bersih dan lakukan pengisian ulang air minum

dengan air yang bersih.

3.5 Pengobatan sapi sakit (molases sapi ambruk akibat malnutrisi kandang

BX) serta pengobatan rutin sapi sakit di ikuti dengan pemberian obat cacing

rutin

Alat dan Bahan

Tali, spuid, Molase, sulpidon dan vitamin B complex

Cara Kerja: Lakukan restrain pada sapi, kemudian pemberian molase atau

sulpidon dengan menahan area bagian mulut dan lidah sapi agar molase masuk

secara keseluruhan. Untuk pemberian vitamin B complex di injekan melalui sub

cutan

3.6 Praktek Pelaksaan IB pada Sapi

Alat dan Bahan

Hand glove

Kandang jepit

Tali

Gun IB

Cara Kerja: Masukkan tangan yang sudah dilapisi dengan hand glove, bentuk

jari secara mengerucut kedalam rectum, kemudian lakukan palpasi rectal untuk

mendapatkan cicin servix kemudian setelah ditemukan masukan gun IB dengan

tangan kanan ke dalam vagina sapi hingga mencapai cincin keempat dari uterus..

3.7 Penanganan Induk dan Anak pada Masa Laktasi


11

Alat dan Bahan

Bull holder

Iodin

Alcohol

Cara Kerja: Memindahkan induk dan anak dari kandang koloni ke kandang

induk dan anak. Kemudian restrain induk lalu bersihkan area mammae kemudian

arahkan pedet ke putting mammae yang aktif memproduksi susu.

3.8 Penanganan Caplak dan Ektoparasit

Alat dan Bahan

Handsprayer, air dan butox

Cara kerja: sebanyak 7 ml butox dilarutkan dengan 18-20 liter air yang

dimasukkan kedalam handsprayer kemudian homogenkan. Selanjutnya

disemprotkan pada sapi yang terkena ektoparasit seperti caplak secara meyeluruh.

3.9 Koleksi dan Processing Semen

Alat dan Bahan

Vagina buatan

Mikroskop

Indikator Universal

Spektofotometer pengencer ekstender

Mesin filling sealing straw

Mesin printing straw

Mesin Kultub

Box tempat equilibrasi (sterofom)


12

Countainer yang berisi nitrogen cair

Cara Kerja: sapi yang digunakan untuk koleksi semen adalah sapi aceh, caranya

dengan menampung semen menggunakan vagina buatan. Lakukan pengamatan

secara makroskopis dan mikroskopis pada semen. Pengamatan secara

makroskopis meliputi warna, PH, bau, volume dan konsistensi semen, serta

penagamatan secara mikroskopis meliputi pergerakan, mortalitas dan mortilitas.

Encerkan semen menggunakan mesin spektofotometer biasanya menggunakan

andromed atau kuning telur, kemudian masukkan semen yang telah diencerkan ke

mesin filling sealing dan beri label. Setelah dilakukan pelabelan straw

diequilibrasi dengan menggunakan nitrogen cair di dalam box sterofom dengan

suhu -110—140 oC selama 9-11 menit. Kemudian tahapan terakhir simpan straw

didalam container dengan suhu -196oC.

4.0 Peternakan Ayam Layer Tipe Kandang Close House

Alat dan Bahan

Desinfektan dan baju kandang yang bersih

Cara Kerja: sebelum memasuki kandang close house seluruh mahasiswa

koasistensi disemprot secara keseluruhan dengan desinfektan. Kemudian

mahasiswa diajak masuk dan melihat area kandang. Panjang kandang 100 meter

dan lebar kandang 12 meter dengan total jumlah ayam sebanyak 18.000 ekor.

Masa panen penyusutan 4 bulan kemudian ayam dilakukan pengafkiran jika sudah

berusia 88 minggu karena produksi telur sudah menurun dan terhenti.


PEMBAHASAN

4.1 Survei Lokasi dan Pengenalan Instalasi

UPTD-IBI Saree berada di bawah dinas peternakan aceh yang


melaksanakan kegiatan teknis maupun penunjang di idang perbaikan mutu ternak,
pengembangan teknologi inseminasi buatan, melaksanakan produksi semen beku
dan semen cai dari benih sapi aceh unggul. UPTD IBI Saree memiliki beberaba
instalasi untuk memudahkan pemeliharaaan dan manajemen ternak, seperti
instalasi unggas, instalasi ternak pejantan, instalasi ternak indukan, instalasi ternak
laktasidan karantina, serta instalasi sapi Brahman Cross.

Gambar 1. Survei lokasi instalasi ternak di UPTD-IBI Saree

4.2 Sanitasi dan Desinfeksi Kandang

Sanitasi merupakan sebuah program kebersihan yang bertujuan untuk mencegah


masuk dan perpindahan bibit penyakit yang menyerang ternak. Cara yang
dilakukan biasanya adalah pengasapan dan penyemprotan. Desinfeksi yaitu usaha
yang dilakukan untuk membasmi agen penyakit dengan menggunakan kimia atau
desinfektan.

13
14

Gambar 2. Proses sanitasi dan desinfeksi kandang

Standar manajemen peternakan mensyaratkan sanitasi sebagai sebuah


kewajiban. Peraturan yang berlaku dari pemerintah pun juga mengharuskan para
peternak untuk melakukan sanitasi. Menurut Suharyati et al. 2015, kebersihan
kandang ternak memengaruhi nilai CR (Conception Rate) pada ternak. Kandang
yang bersih menjadi faktor penting dalam kesehatan ternak.

4.3 Penimbangan Bobot Badan Sapi dan Teknik Mengukur Bobot Badan

Bobot badan seekor sapi hanya dapat diketahui secara tepat melalui
penimbangan, namun dalam situasi dan kondisi tertentu, terutama pada kondisi
peternakan rakyat jarang tersedia timbangan untuk sapi sehingga diperlukan
alternatif lain untuk menaksir bobot badan sapi (Putra et al., 2014). Monica
(2016) menyatakan bahwa lingkar dada memiliki pengaruh yang besar terhadap
pertambahan bobot badan sehingga pertambahan lingkar dada dapat digunakan
untuk menduga pertambahan bobot badan. Hal ini diduga karena lingkar dada
mempunyai hubungan langsung dengan dada dan ruang abdomen, yang dimana
sebagian besar bobot badan ternak berasal dari bagian dada hingga pinggul,
sehingga semakin besar ukuran lingkar dada maka bobot badan semakin berat
(Faizi, 2017).
15

Gambar 3. Proses penimbangan sapi

Mahasiswa koasistensi di upt IBI Saree juga diajarkan alternatif menaksir


bobot badan ternak selain dengan cara penimbangan. Adapun teknik penaksiran
bobot badan dihitung berdasarkan lingkar dada dan Panjang badan menggunakan
rumus Schrool Indonesia dan Lanbourne (Andilah, 2021). Pengukuran lingkar
dada yaitu panjang melingkar keliling yang diukur pada bagian belakang tulang
gumba pada tulang rusuk ke tiga sampai keempat, pengukuran panjang badan
yaitu jarak antara ujung samping tulang bahu (tuberculum humeralis lateralis)
sampai dengan ujung tulang duduk (tuberculum ischiadicum) sehingga
didapatkan hasil LD (lingkar dada) : 151 dan PB (panjang badan :112).
16

A B

Gambar 4. Proses pengukuran bobot badan (A) pengukuran tinggi gumba, (B)
pengukuran panjang badan, dan (C) pengukuran lingkar dada.

Rumus Schrool Indonesia:


BB = (LD + 18)2
100

BB = (151 +18)2 = 285 kg


100

Rumus Lanbourne :

BB = PB x LD2
10840

BB = 112 x 1512 = 235 kg


10840

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus Schrool didapatkan


hasil 285kg sedangkan timbangan digital 268kg yang menunjukkan selisih sebesar
17kg, sedangkan pada rumus Lanbourne didapatkan hasil 235 kg yang
menunjukkan selisih -33 kg, sehingga kita lebih dianjurkan untuk memakai rumus
Scrool karena selisihnya dari timbagan digital lebih rendah.
17

4.4 Pemberian Mineral Blok

Mineral merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Mineral yang
dibutuhkanternak terdiri dari mineral makro untuk pembentukan organ tubuh dan
mineral mikro untuk homeostatis dalam tubuh. Pemberian mineral blok pada
ternak diharapkan untuk memenuhi kebutuhan mineral ternak, sehingga
memberikan pengaruh terhadap penambahan bobot badan, meningkatkan efesiensi
pakan, meningkatkan ketahan terhadap penyakit dan stress.

Gambar 5. Pemberian mineral blok pada sapi

4. 5. Pengobatan Sapi Sakit dengan Menggunakan Molasses, Sulfidon,


Vitamin B Kompleks dan Obat Cacing pada Sapi

Molasses merupakan bahan pakan yang mengandung karohidrat tinggi


yang berfungsi sebagai penambah energi ataupun nafsu makan pada ternak.
Molasses terbuat dari cairan dari hasil sampingan tebu yang didapat memalui
pengolahan gula dengan proses kritalisasi berulang. Selain dicampurkan dengan
pakan, pemberian molasses dapat juga dilakukan pengolahan fermentasi dalam
pembuatan konsentrat. Kandungan yang terdapat pada molasses adalah
karbohidrat yang tinggi, vitamin B kompleks dan vitamin yang larut dalam air.
Namun pemberian yang baik ialah tidak diberikan secara tunggal namun dicampur
dengan bahan pakan sumber protein. Efek pemberian yang berlebihan dapat
menyebabkan ternak mengalami diare dikarenakan kadar kalium yang tinggi dan
batas maksimum yang dapat dikonsumsi sebanyak 15% dari campuran bahan
konsentrat. Pemberian yang dilakukan oleh UPTD-IBI Saree dilakukan dengan
secara diberikan langsung pada ternak maupun dicampur dengan pakan.
Pemberian yang diberikan secara langsung dicampur dengan air dan dimasukkan
kedalam mulut ternak menggunakan botol kaca. Selain pemberian molasses,
18

pengobatan sapi yang terkena demam diberikan Sulfidon sebagai antipiretik, anti
analgesik serta antipasmodik dengan dosis 2,5 ml untuk 100 kg berat badan.
Sedangkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh diberikan vitamin B kompleks
agar sistem imun tubuh meningkat pada saat sapi menderita penyakit.

Gambar 6. Pemberian Molasses, Sulfidon dan Vitamin B Kompleks

Selain pemberian molasses, di UPT-IBI Saree juga menerapkan pemberian


obat cacing secara rutin pada ternak sapi. Pemberian obat cacing merupakan
langkah pertama dalam mengendalikan dan menjadi penangganan cacingan pada
sapi. Program pemberian obat cacing sebaiknya dilakukan sejak masih muda dan
diulang secara berkala setiap 6 bulan sekali guna membasmi cacing secara tuntas
dan memutuskan siklus hidup parasit tersebut. Jika ternak terinfeksi cacingan
dapat merugikan perekonomian dengan turunnya produktivitas ternak seperti
turunnya produksi susu, angka fertilitas rendah, penurunan tenaga ternak pekerja,
tingginya culling, tingginya biaya pengobatan dan turunnya harga jual (Kristiyani
dkk., 2019). Pemberian obat cacing yang digunakan ialah Flukucide Bolus dengan
kandungan Albendazole 2,250 mg dengan dosis pemberian 1 bolus untuk 300 kg
berat badan.

Gambar 7. Pemberian Obat Cacing


19

4. 6. Praktek Inseminasi Buatan Pada Sapi

Inseminasi Buatan pada sapi (kawin suntik) adalah suatu cara atau teknik untuk
memasukkan mani (spermatozoa atau semen) yang telah dicairkan dan telah
diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat
kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut
'insemination gun'. Praktek yang kami lakukan di UPTD-IBI Saree menggunakan
teknik palpasi rektal sebelumnya melakukan praktek inseminasi buatan dengan
menggunakan IB gun. Hal ini bertujuan untuk mengetahui letak posisi servik dan
kornua uteri dengan teknik meraba sehingga dapat dilakukan penempatan semen
nantinya. Pada saat melakukan inseminasi buatan, inseminator harus
menggunakan sarung tangan (handgloves) dan memasukkan tangan ke dalam
rektum untuk menjangkau dan memegang leher rahim (servix), apabila dalam
rektum banyak kotoran harus dikeluarkan lebih dahulu, Semen
disuntikkan/disemprotkan pada badan uterus yaitu pada daerah yang disebut
dengan ‘posisi ke empat’. Setelah semua prosedur tersebut dilaksanakan maka gun
dikeluarkan dari uterus dan servix dengan perlahan-lahan.

Gambar 8. Praktek Inseminasi Buatan

4. 7. Penangan Pada Sapi Indukan Pada Masa laktasi

A. Perkandangan

Sistem perkandangan merupakan aspek penting dalam usaha peternakan sapi.


Bangunan kandang sebaiknya diusahakan supaya sinar matahari pagi bisa masuk
ke dalam kandang. Sebab sinar matahari pagi tidak begitu panas dan banyak
mengandung ultraviolet yang berfungsi sebagai disinfektan dan membantu
pembentukan vitamin D.

Ukuran kandang induk laktasi yaitu lebar 1,75 m dan panjang 1,25 m serta
dilengkapi tempat pakan dan minum, masing-masing dengan ukuran 80 x 50 cm
20

dan 50 x 40 cm. Kandang yang baik mempunyai persyaratan, seperti lantai yang
kuat dan tidak licin, dengan kemiringan 5º dan kemiringan atap 30ºserta
disesuaikan dengan suhu dan kelembaban lingkungan sehingga ternak
akan merasa nyaman berada di dalam kandang serta letak selokan dibuat pada
gang tepat di belakang jajaran sapi

Gambar 9. Kandang Sapi

B. Pakan Sapi

Ransum induk laktasi pada dasarnya terdiri dari hijauan (leguminosa maupun
rumput-rumputan dalam keadaan segar atau kering) dan konsentrat yang tinggi
kualitas dan palatabilitasnya. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan ransum sapi adalah ransum cukup mengandung protein dan lemak,
perlu di perhatikan sifat supplementary effect dari bahan pakan ternak, dan
ransum tersusun dari bahan pakan yangdibutuhkan ternak.

Pakan konsentrat adalah bahan pakan yang konsentrasi gizinya tinggi tetapi
kandungan serat kasarnya relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan dapat berupa
dedak atau bekatul, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ketelapohon atau
gaplek dan lain-lain. Pada umumnya peternak menyajikan pakan konsentrat ini
masih sangat sederhana, yakni hanya membuat susunan pakan/
ransum yang terdiri dari dua bahan saja, dan bahkan ada yang hanya satu macam
bahan saja
21

C. Sanitasi kandang dan Ternak

Sanitasi kandang dilakukan dengan cara membersihkan tempat pakan dan


tempat minum, feses serta sisa pakan yang tercecer pada lantai kandang.
Lingkungan kandang yang bersih dimaksudkan agar sapi tidak terserang penyakit
dan susu yang dihasilkan tidak terkontaminasi oleh kotoran.

4. 8. Penanganan Caplak dan Ektoparasit

Gambar 10. Penyemprotan butox pada sapi


22

Pada BPTU-IBI Saree pembasmian caplak dilakukan dengan menyemprot


menggunakan Handsprayer yang berisikan 7 ml Butox dan 20-30 liter air. Cara
pengaplikasiannya ialah dengan memasukan terlebih dahulu air sebanyak 20-30
liter ke dalam handsprayer kemudian masukan 7 ml butox setelah itu semprotkan
pada tubuh sapi.

Caplak sapi atau Boophilus sp. adalah ektoparasit penghisap darah yang
menyebabkan anemia pada ternak (Hadi et al., 2010). Predileksi caplak Boophilus
sp. yang menginfestasi sapi ditemukan pada bagian kepala, leher, punggung,
abdomen, selangkangan, dan kaki (Patodo et al., 2018). Caplak ditemukan hampir
semua di bagian dalam kaki belakang. Menurut penelitian Patodo et al. (2018),
infestasi caplak pada bagian tubuh tertinggi yaitu selangkangan karena bagian ini
merupakan tempat yang lembab serta tempat berlindungnya caplak dari inangnya.
Faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan caplak Boophilus sp. pada sapi
adalah kondisi lingkungan, suhu dan kelembaban di sekitar kandang
(Sulistyaningsih, 2016).

Faktor umur pada sapi tua (>8 tahun) prevalensinya lebih tinggi
dibandingkan dengan sapi dewasa (>2 tahun – 8 tahun) dan sapi muda (< 2 tahun),
data ini di dukung oleh penelitian Rony et al. (2010). Faktor jenis kelamin, umur,
cara pemeliharaan dan lingkungan yang berhubungan dengan infestasi caplak
Boophilus microplus pada sapi (Kaur et al., 2015).

Kerugian yang ditimbulkan oleh Boophilus microplus diantaranya


menurunnya produksi susu dan daging, anemia hingga kematian. Boophilus
microplus juga diketahui merupakan vektor berbagai penyakit seperti babesiosis,
ricketsiosis, anaplasmosis, dan Q-fever (Labruna et al. 2009). Sapi dikatakan
terinfestasi caplak Boophilus microplus ketika caplak mengisap darah yang dapat
menimbulkan kerusakan pada kulit (dermatosis) yang termasuk kategori ringan
hingga menimbulkan kematian yang termasuk kategori sangat berat (Wall dan
Shearer 2001). Disamping itu luka bekas gigitan caplak dapat mengundang
kehadiran lalat hijau Chrysomia untuk bertelur pada luka tersebut sehingga
23

menyebabkan belatungan (myasis). Pada kasus belatungan, infestasi larva lalat


pada awalnya terjadi pada jaringan kulit yang luka, selanjutnya larva bergerak
lebih dalam menuju ke jaringan otot sehingga luka melebar dan bau busuk
menyengat. Kondisi tersebut menyebabkan tubuh ternak terganggu, demam
disertai penurunan nafsu makan sehingga sangat merugikan peternak (Gunandini
2006).

Berdasarkan jumlah induk semang yang ditumpanginya caplak dapat


digolongkan menjadi 3 yaitu, caplak berumah satu, dua dan tiga. Hal yang
membedakan caplak caplak menjadi 3 golongan terletak pada proses terjadinya
siklus hidup. Pada caplak berumah satu perubahan stadium larva menjadi nimfe
dan nimfe menjadi dewasa berlangsung pada tubuh induk semang tanpa jatuh ke
tanah. Pada caplak berumah dua, perubahan induk semang terjadi setelah
perubahan bentuk nimfe menjadi dewasa. Sedangkan perubahan induk semang
pada caplak berumah tiga terjadi setelah perubahan bentuk larva menjadi nimfe
dan bentuk nimfe menjadi dewasa. B. microplus adalah caplak berumah satu
karena sejak larva hingga dewasa menempel pada tubuh sapi. Seekor caplak
betina dapat menghasilkan telur sebanyak 2.030 butir dan akan menetas menjadi
larva, nimpa dan dewasa pada suhu sesuai, kelembaban dan curah hujan yang
tinggi (Beriajaya, 1982). Selama stadium perkembangan setiap caplak mengisap
darah sapi 0,5 ml dan apabila serangan caplak ekstrim misalnya populasi caplak
pada sapi 6.000-10.000 ekor maka dapat membunuh sapi dewasa (Barnett, 1968).
24

4. 9. Prosesing Semen Beku

1. Penampungan Semen

Gambar 11. Penampungan semen

Metode penampungan semen yang dilakukan di UPTD IBI Saree yaitu

mengunakan metode vagina buatan. Saat ini metode penampungan semen yang

banyak digunakan adalah metode dengan menggunakan vagina buatan (VG).

Metode lain yang dapat diaplikasikan adalah metode elektroejakulator. Metode

ini biasa digunakan pada ternak jantan yang tidak dapat menaiki ternak betina

akibat faktor usia atau akibat traumatika karena terjadi kecelakaan (Herdis, 2012).

Untuk persiapan sebelum koleksi vagina buatan harus disterilisasi, di olesi

dengan lubrikan dan dibungkus dengan selongsong. Air panas dimasukkan

kedalam lubang tabung vagina buatan dengan suhu 36-40 °C, dengan tekanan

menyerupai keadaan alamiah sehingga mirip dengan keadaan vagina yang


25

sebenarnya. Suhu air panas harus selalu diperhatikan agar tetap menjaga kualitas

sperma.

Untuk persiapan sapi yang akan menjadi teaser (sapi pemancing) harus

diikat terlebih dahulu dikandang jepit. Hidung diikat agar teaser tidak melihat

kebelakang dan memberi kode ke sapi yg akan dikoleksi semen. Kemudian ekor

diikat agar sapi yang akan dikoleksi sperma tidak mencium bagian kelamin sapi

teaser. Untuk sapi yang akan dikoleksi semennya terlebih dahulu diberikan untuk

exercise dengan cara diajak berkeliling beberapa putaran. Semen yang ditampung

yaitu seman enjakulasi ketiga, agar kita medapat semen yang bersihdari kotoran

dan urin sapi.

2. Evaluasi Kualitas Semen Segar

Untuk memastikan semen seger yang didapatkan memiliki kualitas yang

bagus maka harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu seperti, volume, warna,

bau, pH, konsistensi, motilitas, dan abnormalitas sperma.

Gambar 12. Volume sperma Gambar 13. pH sperma


26

Gambar 14. Motilitas sperma

3. Pengenceran

Setelah semen segar dievaluasi dan layak untuk dibekukan, maka

dilakukan pengenceran, tujuan pengenceran yaitu untuk memperbanyak volume

sperma sehingga straw yang dibuat lebih banyak. Bahan pengencer yang diberikan

yaitu yang dapat menberikan nutrisi kepada sperma selama prosess pembekuan.

Ada beberapa bahan pengencar yang biasa digunakan seperti, andromed, air

kelapa, kuning telur dan sari buah-buahan. Bahan pengencer juga harus

mengandung antibiotik agar sperma bebas dari kontaminasi bakteri.

4. Equilibrasi

Equilibrasi dilakukan pada suhu 5°C selama 4 jam didalam kultub atau

freezer. Kemudian semen dievaluasi kembali motilinya.

5. Printing Straw
27

Gambar 15. Mesin Printing Straw

Sebelum diisi dengan semen, straw terlebih dahulu di print atau diberi

beberapa kode. Adapun kodenya terdiri dari jenis pejantan, tanggal produksi,

nomor kendang, serta nama balai yang memproduksi straw.

5. Filling dan Sealing

Gambar 16. Mesin Filling dan Sealing

Semen yang telah diencerkan dilakukan pengisian kedalam straw dan

penyegelan straw menggunakan mesin filling dan sealing. Ketika semua straw

telah terisi maka mesin akan otomatis berhenti.


28

6. Prefreezing

Proses prefreezing dilakukan dari suhu straw 4°C menjadi -110 – -140°C.

Adapun tujuan dilakukannya prefreezing yaitu untuk menghindari cold shock

pada saat freezing. proses ini dilakukan dengan cara straw disusun diatas rak sisir,

kemudian rak dimasukkan kedalam box stearoform yang telah diisi dengan

nitogen cair setinggi 5 cm dari dasar box. Tahap preefrezing dilakukan selama 9 –

11 menit.

Gambar 17. Preefreezing

7. Freezing

Pada tahap ini straw terlebih dahulu dimasukkan kedalam goblet, lalu

dimasukkan kedalam tabung yang telah berisi nitrogen cair maksimal sebanyak 35

ml, dan suhu nitrogen cair yaitu - 192°C. Ketahanan straw didalam tabung

nitrogen mencapai 1-7 tahun. Nitrogen cair di cek secara berkala dan apabila ada

pengurangan maka dapat ditambahkan kembali.


29

Gambar 18. Freezing

8. Post Thawing Motility Evaluation

Pada proses evaluasi ini semen beku akan uji kembali, untuk memastikan

bahwa semen beku layak didistribusikan berdasarkan ketentuan dari SNI yaitu

memiliki kualifikasi minimal motilitas 40% dengan konsentrasi minimal

25.000.000 sel/ dosis. Untuk semen beku yang tidak memenuhi ketentuan SNI

akan di afkir.

4.10. Kunjungan ke UPTD BTNR Saree (Pengenalan peternakan ayam


petelur dengan kandang close house)

Pada saat Koasistensi PKMV Ruminansia di UPTD IBI Saree, kami diberi
kesempatan untuk mengunjungi peternakan ayam layer system close house milik
UPTD BTNR. Kandang sistem closed house adalah kandang tertutup yang
menjamin keamanan secara biologi karena kontak dengan organisme lain semakin
sedikit. Dengan pengaturan ventilasi yang baik maka akan lebih sedikit stres yang
terjadi pada ternak. Kandang dengan sistem tersebut diharapkan dapat
menyediakan sebanyak-banyaknya oksigen dan mengeluarkan sesegera mungkin
gas-gas berbahaya seperti karbondioksida dan amonia.

Bangunan kandang seluas 12 x 100 meter ini didalamnya terdapat populasi


ayam petelur sebanyak 25.000 ekor. Selain kelembaban dan suhu dalam kandang
yang dapat diatur, sistem kandang ini juga memudahkan dalam pengambilan telur
30

dan pendistribusian pakan. Struktur umum kandang sistem closed house yaitu
terdiri dari bangunan kandang, kipas/blower, material cooling, filter cahaya, air
inlet, sistem pencahayaan serta control panel dan electrical system. Sistem
kandang ayam yang digunakan adalan sistem sangkar (cage) berbentuk baterai
dari kawat. Sistem baterai ini membantu dalam mengatur manajemen dan
memiliki kelebihan dalam menghemat tempat, pengurangan sifat kanibal,
pencegahan penularan penyakit secara luas serta produksi masing-masing ayam
dapat diketahui. Untuk mengurangi biaya sistem baterai, maka setiap kotak baterai
diisi lima sampai tujuh ekor ayam.

Umur ayam yang dipelihara pada kandang ini adalah mulai 88 minggu.
Dari 25.000 ekor ayam, telur yang dihasilkan rata-rata 20.000 butir per hari.
Produksi telur akan dimulai dari 1,5% dan akan terus meningkat hingga mencapai
puncaknya pada umur 25 minggu dengan produksi 90% dan akan bertahan selama
20 minggu. Manajer kandang UPTD BTNR Saree juga menyampaikan ada
beberapa hal penting untuk mencapai keberhasilan ternak ayam petelur yaitu :
Breeding, feeding dan manajemen Ternak.

Gambar 19. Dokumentasi kunjungan ke UPTD BTNR Saree

4.11 Managemen Sanitasi Kandang

Sanitasi kandang merupakan kegiatan pembersihan kandang guna


mencegah masuk dan perpindahan bibit penyakit yang menyerang ternak. Tujuan
dari dilakukannya sanitasi adalah agar mengurangi resiko terjadinya penyakit pada
ternak baik yang disebabkan oleh bakteri, virus atau pun parasit. Sanitasi yang
dilakukan salah satunya adalah membersihkan lantai dari feses, menguras bak
minum dan membersihkan tempat pakan serta membuang sisa- sisa pakan.
Menurut BPTP-Ungaran (2000) sanitasi kandang merupakan suatu kegiatan
pencegahan yang meliputi kebersihan bangunan tempat tinggal ternak atau
kandang dan lingkungannya dalam rangka untuk menjaga kesehatan ternak
31

sekaligus pemiliknya. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kondisi sanitasi


kandang antara lain lokasi kandang, konstruksi bangunan kandang, kebersihan
kandang dan kepadatan lalat. Penempatan kandang sebaiknya tidak menjadi satu
dengan rumah atau jarak minimal 10 meter dari rumah maupun dari bangunan
umum lainnya, lokasi kandang lebih tinggi dari sekitarnya, tersedia air bersih
yang cukup dan tempat untuk pembuangan kotoran atau sisa pakan ternak sapi
perah. Selain lokasi kandang, hal lain yang mempengaruhi kondisi sanitasi
kandang yaitu konstruksi bangunan kandang.

Kandang yang bersih menjadi faktor penting dalam kesehatan ternak dan
sangat menentukan tingkat pencemaran organ reproduksi yang berakibat
timbulnya infeksi pada uterus dan bisa menimbulkan kasus kawin berulang.
Lantai yang bersih dan tidak licin menjadi hal yang perlu diperhatikan. Lantai
yang terbuat dari semen akan lebih mudah dibersihkan dibandingkan dengan
lantai tanah. Selain itu, penyebaran penyakit pada kandang dengan lantai semen
akan lebih sedikit dibandingkan lantai tanah (Suhartiyanti dan Hartono, 2015).

Gambar 20. Dokumentasi sanitasi kandang UPTD IBI Saree


32

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

UPTD-IBI Saree berada di bawah Dinas Peternakan Aceh yang mempunyai

tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional maupun penunjang

di bidang perbaikan mutu genetik ternak, pengembangan teknologi inseminasi

buatan, melaksanakan produksi semen beku (frozen cemen) dan semen cair

dari benih unggul. UPTD IBI Saree berfokus pada kegiatan seperti melakukan

perawatan ternak pejantan (bull) pelatihan inseminator, pemeriksaan

kebuntingan (PKb), asisten teknologi reproduksi (ATR) dan recording peserta

pembinaan dan pelayanana peternak sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Beberapa kegiatan koasistensi kelompok 1 di UPTD

IBI Saree meliputi sanitasi kandang, pemberian terapi pada ternak, pemberian

multivitamin dan obat cacing pada ternak, pembelajaran manajemen ternak,

manajemen reproduksi ternak, Pemberian blok mineral dan lain sebagainya.

5.2 Saran

Saran yang bisa diberikan untuk UPTD IBI Saree adalah di berikan kembali

kosentrat pada sapi agar nutrisi pada sapi tercukupi, serta pemberian hijauan

segar juga diberi sesuai dengan berat badan masing-masing ternak. Serta

mengenai perbaikan bangunan terutama bagian kandang dan bagian tempat

pakan dan minum agar ternak mendapatkan kenyamanan saat berada di

kandang
33
DAFTAR PUSTAKA

Andilah., Muhsinin, M., dan Maskur. (2021). Korelasi bobot badan dengan
ukuran tubuh sapi bali jantan muda yang dipelihara secara semi intensif.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Indonesia, 7 (2) : 68 – 75.
Barnett, S.F. (1968). The Control of Ticks on Livestock. FAO. Agriculture
Studies No. 54. pp: 196- 198.
Beriajaya. (1982). Pengaruh Jenis Induk Semang terhadap Aspek Pertumbuhan
Caplak Sapi Boophilus microplus (Canestrini) (Acarina, Ixodidae). Tesis
Magister Sains. Fakultas Pasca Sarjana IPB.
BPTP-Ungaran. (2000). Sanitasi Kandang Sapi Perah. Jawa Tengah: BPTP
Ungaran.
Faizi, D. B. (2017). Korelasi Ukuran Tubuh dengan Bobot Badan Kambing
Peranakan Ettawa (PE) Jantan di Kabupaten Malang. Skripsi. Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Gunandini, D.J. (2006). Caplak atau Sengkemit dalam Hama Pemukiman
Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Sigit HS, Hadi UK,
editor. Bogor (ID): Unit Kajian Pengendalian Hama Pemukiman. hal 150-
157.
Hadi, U. K., Dan Susi, S. (2010). Ektoparasit: Pengenalan, Identifikasi, Dan
Pengendaliannya. Bogor: PT. Penerbit IPB Press, Kampus IPB Taman
Kencana Bogor.
Herdis. (2012). Pengaruh waktu penampungan semen terhadap gerakan massa
spermatozoa dan tingkah laku kopulasi pejantan domba garut. Jurnal Sains
dan Teknologi Indonesia. 14(1): 38-43.
Idfar. (2017). Diagnosa kebuntingan dini dalam mendukung tingkat keberhasilan
inseminasi buatan sapi bali di Kecamatan Manggelewa Kabupaten Dompu.
Skripsi, Jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Alauddin.
Kaur D, Kamal J, Suman M. 2015. Studies on prevalence of ixodid ticks infesting
cattle and their control by plant extracts. IOSR J. Pharm. Biol. Sci. 10(6):
Ver III.
Kristiyani, F., Aini, N. dan Wijayanti, A. D. (2019). Evaluasi pengobatan
trematodiasis menggunakan albendazol pada sapi di Kecamatan Pakem,
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Sain Veteriner, 37(1): 104-
111.
Labruna, M., Victoria, N., Atilio, J., dan Carolina, T. (2009). Allopatric speciation
in ticks: genetic and reproductive divergence between geographic strains
of Rhipicephalus (Boophilus) microplus. Biomed Central. 9(46): 1-12.
Monica, T. (2016). Hubungan antara Pertambahan Ukuran-Ukuran Tubuh dengan
Pertambahan Bobot Badan Sapi Bali Betina di PTPN VI Provinsi Jambi.
Fakultas Peternakan. Universitas Jambi.
Patodo, G. B., M, J. N., GJV, Assa, A, Lomboan. (2018). Infestasi caplak pada
sapi di Desa Tolok Kecamatan Tompaso Kabupaten Minahasa. Zootec.
38(2): 306-313.

33
34

Putra, W.P.B., Sumadi, Hartanti, T. (2014). Pendugaan Bobot Badan Pada Sapi
Aceh Dewasa Menggunakan Dimensi Ukuran Tubuh. JITP, 3(2): 74-78.
Rony, S.A., Mondal, M.M.H., Begum, N., Islam, M.A., Affroze, S. (2010).
Epidemiology of ectoparasitic infestations in cattle at Bhawal Forest area,
Gazipur. Bangl. J. Vet. Med. 8(1): 27-33.
Suharyati, S dan Hartono, M. (2015). Pengaruh managemen peternak terhadap
efesiensi reproduksi sapi bali di kabupaten pringsewu provinsi lampung.
Jurnal penelitian pertanian terapan. 16 (1) : 61 – 67.
Suharyati, S dan Hartono, M. (2015). Pengaruh manajemen peternak terhadap
efisiensi reproduksi sapi bali di Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung.
Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 16(1): 61-67.
Sulistyaningsih, S. (2016). Studi Kasus Infestasi Caplak Boophilus microplus
pada Sapi Potong di Kota Banjarbaru. Dinas Peternakan Provinsi
Kalimantan Selatan.
Wall, R., and Shearer, D. (2001). Veterinary Ectoparasites: Biology, Pathology, &
Control Second Edition. London: Blackwell Science Ltd.

Anda mungkin juga menyukai