Pidana Korupsi mendefinisikan korporasi sebagai berikut: Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Korporasi sebagai subjek tindak pidana narkoba telah diatur dalam UU Psikotropika dan UU Narkotika, dimana yang dimaksud dengan korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum (Pasal 1 butir 13 UU UNDANG – UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 dan Pasal 1 butir 21 UU Narkotika).
Korporasi terhadap situs pornografi terdapat pada Pasal 40 UNDANG-
UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 pasal 1 angka (3) : Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
Ketentuan pidana
Ketentuan pidana korupsi terdapat pada Pasal 11 ‘’Setiap orang yang
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 418 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). (UU No. 31 Tahun 1999) ‘’ Tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 11 adalah tindak pidana yang diambil dari Pasal 418 KUHP. Pasal ini secara terbatas hanya dapat diterapkan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai subjek hukum tindak pidana korupsi yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 11 ini adalah menerima hadiah atau janji, pemberian atau janji mana diberikan karena kekuasaan atau wewenang yang berhubung dengan jabatan, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya. Ketentuan pidana pada narkotika terdapat pada Pasal 112 UU Narkotika mengatur mengenai tindak pidana memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, sedangkan Pasal 127 UU Narkotika adalah mengenai penyalahgunaan narkotika. Oleh sebab itu, tidak ada kesamaan tindak pidana yang dilakukan. Sehingga tidak dapat disebut dengan pengulangan tindak pidana yang terdapat dalam Pasal 144 UU Narkotika. Ketentuan pidana pada pornografi terdapat pada pasal Pasal 29 ‘’Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)’’ Pasal 30 ‘’Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).’’ Pasal 31 ‘’Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). ‘’
Pasal 32 ‘’Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan,
memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)’’
Pasal 33 ‘’Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah)’’