Anda di halaman 1dari 120

TATA DASAR

PEMBUKAAN

TERPUJILAH

Allah Yang Esa1) yaitu2) Bapa,3) Anak, dan4) Roh Kudus, yang oleh kasih
karuniaNya telah memanggil dan menghimpun umatNya, yang dahulu bukan umatNya,
dari antara segala suku, bangsa dan bahasa diseluruh dunia untuk menjadi saksi dan
pemberita perbuatan-perbuatanNya 5) mulai dari Yerusalem, Yudea dan Samaria 6) sampai
ke Eropa, Asia bahkan ke tanah Papua (Indonesia).

Dalam kemurahanNya Ia telah memberikan pertumbuhan 7) bagi karya menanam dan


menyiram dari para saksi, pemberita dan hambaNya yang bekerja di tanah Papua
sehingga lahirlah Gereja Protestan Indonesia di Papua 8) yang melembaga pada tanggal
25 Mei 1985.

Bahwa sesungguhnya wujud kehadiran Gereja Protestan Indonesia di Papua


adalah perwujudan dari Gereja Kristus yang Esa9), kudus10), Am11) dan Rasuli12).

Karena itulah Gereja Protestan Indonesia di Papua senantiasa bergumul untuk


memahami, menghayati dan menampakkan kehendak Yesus Kristus, Tuhan dan Kepala
Gereja13) dalam bersatu, bersaksi dan melayani ditengah-tengah kehidupan umat dan
dunia ini, khususnya di tanah Papua, dengan tetap taat pada Alkitab yang adalah Firman
Allah yang kekal14) untuk mendatangkan kebaikan bagi semua orang yang mengasihi
Dia15).

Bahwa dalam kasih Allah Bapa, kasih karunia Tuhan Yesus Kristus dan tuntunan
kuasa Roh Kudus, pembaru, pembangun dan pemersatu Gereja, Gereja Protestan
Indonesia di Papua senantiasa berjalan bersama Gereja-gereja yang Esa di Indonesia
dan di seluruh dunia.
Hal ini diwujudkan dalam pengikraran Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea
Konstantinopel dan Pengakuan Iman Athanasius, yang telah lahir dari pergumulan Iman
pada zaman Gereja Purba sebagai kesaksian yang benar berdasarkan Alkitab tentang
iman kristen dan juga sebagai lambang ke-Esaan Gereja Tuhan di segala tempat dan
sepanjang sejarah serta tidak terlepas dari langkah awal bagi pengakuan Iman bersama,
sebagaimana tertuang dalam penghayatan mengenai Pemahaman Bersama Iman Kristen
di Indonesia. Hal ini juga diwujudkan dalam kesediaan untuk saling mengakui dan saling
menerima penyelenggaraan persekutuan, kesaksian dan pelayanan diantara Gereja-
gereja Bagian Mandiri Gereja Protestan di Indonesia dan gereja-gereja anggota
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia.

1
Bahwa dalam terang pimpinan Yesus Kristus, Gereja Protestan Indonesia di Papua
menyadari keterpanggilannya untuk menjadi berkat ditengah-tengah kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara Republik Indonesia yang berazaskan Pancasila. Untuk
itu Gereja Protestan Indonesia di Papua ikut bertanggung jawab sepenuhnya dalam
upaya bangsa untuk menghayati, mengamalkan dan melestarikan Pancasila serta turut
memelihara Stabilitas Nasional dan berperan serta dalam Pembangunan Nasional.
Bahwa dalam ketaatan kepada Roh Kudus yang menghendaki terwujudnya
ketertiban dan keteraturan dalam kehidupan persekutuan, kesaksian dan pelayanan
Gereja di tengah-tengah kehidupan umat dan dunia ini, maka Gereja Protestan Indonesia
di Papua bertekad untuk memelihara, membina dan mengembangkan stuktur dan fungsi
kepemimpinan yang dinamis dan kreatif menurut sistem PRESBITERIAL SINODAL.
Untuk mengatur, menata, menertibkan dan mengembangkan kehidupan bergereja maka
dengan bertumpu pada tuntunan Roh Kudus disusunlah “ TATA DASAR GEREJA
PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA “, sebagai berikut :

Penjelasan :
Alinea I : Berisi puji-pujian kepada Allah Tritunggal dan pengakuan bahwa
Kehadiran Gereja Protestan Indonesia di Papua (GPI Papua) adalah bagian
dari karya Allah yang menyelamatkan itu.
01) Ulangan 6:4, I Korintus 8:4
02) I Korintus 8 : 6
03) Yohanes 1 : 18, Ibrani 1 : 1,2
04) Yohanes 16 : 7-11; Roma 8 : 2; II Korintus 3 : 17
05) I Petrus 2 : 9, 10
06) Kisah Para Rasul 1 : 8
07) I Korintus 3 : 6
08) Pada waktu melembaga Gereja ini diberi nama Gereja Protestan
Indonesia di Irian Jaya di singkat GPI IRJA.

Alinea II : Menjelaskan tentang hakekat dan panggilan GPI Papua sebagai


perwujudan dari gereja yang Esa, Kudus, Am dan Rasuli yang terpanggil
untuk melaksanakan amanat Tuhan Yesus Kristus didunia ini, khususnya
di tanah Papua.

09) Efesus 4 : 1; Yohanes 17 : 21-23; Filipi 2 : 1-4


10) Yohanes 17 : 17-19; Titus 2 : 14
11) Matius 28 : 19; Roma 1 : 5
12) Kisah Para Rasul 2 : 42; Efesus 2 : 20
13) Efesus 4 : 3-16; Ibrani 13 : 8
14) Yesaya 40 : 8; Mazmur 119 : 105
15) Roma 8 : 28; Keluaran 20 : 6

Alinea III : Menjelaskan pengakuan GPI Papua tentang wujud kebersamaan dari
Gereja Tuhan didunia dan Indonesia, baik dalam pengakuan imannya
maupun dalam hal kesediaan untuk saling mengakui dan saling menerima.

Alinea IV : Menjelaskan tentang tanggung jawab GPI Papua ditengah-tengah


masyarakat, Bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berasaskan
Pancasila.

Alinea V : Menjelaskan bahwa sistim pengorganisasian pelayanan yang digunakan


oleh GPI Papua adalah Presbiterial Sinodal :

2
- Sistim ini menekankan pada peranan Presbiter yang terpanggil untuk
melayani dan memimpin gereja serta melengkapi orang-orang kudus
bagi pekerjaan, pelayanan dan pembangunan Tubuh Kristus (Efesus 4 :
11, 12).
- Pengelolaan dan penatalayanan kehidupan persekutuan, kesaksian dan
pelayanan dilaksanakan bersama-sama atas dasar kasih (Efesus 4 :
16).
- Menjamin hubungan-hubungan yang selaras, seimbang dan terpadu
diantara penyelenggara pelayanan gereja di semua jenjang
kepemimpinan Gereja.

BAB I
HAKEKAT, BENTUK DAN KEDUDUKAN GEREJA
Pasal 1
Hakekat Gereja
1. Gereja Protestan Indonesia di Papua (disingkat GPI Papua) adalah Tubuh Kristus
yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai
kadar pekerjaan tiap-tiap anggota 16) dalam ketaatan kepada Tuhan Yesus Kristus,
Kepala Gereja17).
2. Gereja Protestan Indonesia di Papua adalah perwujudan dari Gereja yang Esa, Kudus,
Am dan Rasuli disegala tempat18) dan disepanjang masa.
3. Dalam penampakannya, Gereja Protestan Indonesia di Papua merupakan satu
keluarga Allah19).
Penjelasan :
Ayat 1 – 3 : Cukup jelas
16) Efesus 4 : 15-16
17) Efesus 1 : 22
18) I Korintus 1 : 2
19) I Korintus 3 : 15; Efesus 2 : 19

Pasal 2
Bentuk Gereja
1. Bentuk Gereja Protestan Indonesia di Papua adalah kesatuan dan persekutuan dari
jemaat-jemaat.
2. Jemaat adalah persekutuan orang-orang percaya yang berada disuatu tempat dan
lingkungan tertentu dalam wilayah pelayanan Gereja Protestan Indonesia di Papua.
3. Klasis adalah himpunan beberapa jemaat dalam satu kesatuan pelayanan
berdasarkan kondisi geografis dan kepraktisan pelayanan demi memudahkan
koordinasi, pembinaan dan pengawasan.

Penjelasan :
Ayat 1: Cukup jelas
2: Yang dimaksud dengan wilayah pelayanan GPI Papua ialah di Tanah Papua
3: Dalam pelaksanaannya jemaat-jemaat disuatu Klasis dapat dikelompokkan lagi
kedalam himpunan kesatuan pelayanan yang lebih kecil berdasarkan kondisi
geografis dan alasan kepraktisan pelayanan yang disebut Resort yang dapat
dikembangkan menjadi bakal Klasis yang baru

Pasal 3
Kedudukan Gereja
1. Pada waktu Tata Dasar ini disahkan, Jemaat-jemaat Gereja Protestan Indonesia di
Papua berada di Tanah Papua.
2. Pimpinan Gereja Protestan Indonesia di Papua berkedudukan di Pusat Pemerintahan.
Penjelasan :
Ayat 1: Cukup jelas
2: Yang dimaksud dengan pimpinan GPI Papua dalam ayat ini adalah perangkat
Sinodal GPI Papua yang saat ini berkantor di Kantor Sinode GPI Papua – Jl.

3
Jenderal A.Yani Fakfak Papua. Sedangkan yang dimaksud dengan pusat
pemerintahan disini adalah ibukota provinsi dimana GPI Papua sedang berada
dan melaksanakan panggilan pelayanannya (lihat penjelasan pasal 2 ayat 2).

B A B II
PENGAKUAN GEREJA

Pasal 4
1. Dalam ketaatan kepada Firman Allah sebagaimana disaksikan didalam Alkitab dan
oleh kuasa Roh Kudus, Gereja Protestan Indonesia di Papua mengaku bahwa : Yesus
Kristus yang tersalib, mati dan bangkit adalah Tuhan dan Kepala Gereja, Tuhan atas
sejarah bangsa-bangsa, atas alam semesta dan Dialah Juruselamat dunia ini.
2. Pengakuan ini tidak terlepas dari pengakuan Gereja segala abad dan tempat
sebagaimana terangkum dalam pengakuan-pengakuan Oikumenis dan diungkapkan
oleh Gereja Protestan Indonesia di Papua didalam pelayanan dan pemberitaan Injil,
dalam nyanyian Gerejawi dan Liturgi Ibadah, dalam perkataan dan perbuatan umat
gereja, dalam persidangan-persidangan gerejawi dan rapat-rapat Badan/Lembaga
Kristen dan lain-lain.
3. Gereja Protestan Indonesia di Papua mengakui 2 (dua) sakramen yaitu : Baptisan
Kudus yang berlaku satu kali untuk selama-lamanya dan Perjamuan Kudus.
4. Gereja Protestan Indonesia di Papua menolak segala sesuatu yang secara dasariah
bertentangan dengan pengakuannya ini20).

Penjelasan :
Ayat 1: Cukup Jelas
2: Yang dimaksud dengan pengakuan-pengakuan Oikumenis yaitulah Pengakuan
Iman rasuli, Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel dan Pengakuan Iman
Athanasius menurut tafsiran Reformasi dan Pemahaman Bersama Iman
Kristen Gereja-gereja di Indonesia.
3: Baptisan Kudus yang dimaksudkan disini yaitu Baptisan Anak-anak maupun
Dewasa dan berlaku satu kali untuk selama-lamanya.
4: Cukup jelas.
20) Galatia 1 : 8-9

B A B III
HUBUNGAN DAN KERJASAMA OIKUMENIS

Pasal 5
Gereja Protestan Indonesia di Papua melanjutkan, membina dan mengembangkan
hubungan dan kerjasama Oikumenis secara dinamis dan kreatif dengan Gereja-gereja
dalam lingkungan Gereja Protestan di Indonesia (GPI), Persekutuan Gereja-gereja di
Indonesia (PGI), Dewan Gereja-gereja di Asia (Christian Conference of Asia), Dewan
Gereja-gereja sedunia (World Council Of Churches), Aliansi Gereja-gereja Reformasi
sedunia (World Alliance Of Reformed Churches) dan Gereja Roma Katholik.

Penjelasan :
Pasal 5 : Cukup Jelas

B A B IV
GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA
DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA

Pasal 6
Gereja Protestan Indonesia di Papua ikut sepenuhnya bertanggung jawab dalam upaya
bangsa untuk menghayati, mengamalkan dan melestarikan Pancasila serta turut
memelihara stabilitas nasional dan berperan serta dalam pembangunan nasional.

Penjelasan :
Pasal 6 : Cukup Jelas

4
BAB V
BENTUK PENGORGANISASIAN PELAYANAN GEREJA

Pasal 7
1. Bentuk pengorganisasian pelayanan Gereja Protestan Indonesia di Papua adalah
Presbiterial Sinodal yang dijalankan oleh Presbiter-presbiter.
2. Dalam pelaksanaannya, Presbiter-presbiter tersebut memberikan mandat kepada
suatu Badan Pekerja dan kemudian mempertanggungjawabkannya kepada Presbiter-
presbiter dalam Forum Persidangan, yaitu :
a. Badan Pekerja Sinode melalui Sidang Sinode;
b. Badan Pekerja Klasis melalui Sidang Klasis;
c. Majelis Jemaat melalui Sidang Jemaat;
3. Dalam tugas pertimbangan dan pengawasan, Presbiter-presbiter tersebut
memberikan mandat kepada Badan Pertimbangan dan Badan Pengawas
Perbendaharaan Gereja, yang selanjutnya melaporkan pelaksanaan tugas-tugas
tersebut kepada presbiter-presbiter dalam sidang-sidang Jabatan.

Penjelasan :
Ayat 1 : Yang dimaksud dengan Presbiter-presbiter dalam pasal ini adalah :
a. Para Pelayan khusus (Penatua, Diaken, Pendeta, Pengajar) yang diutus
dari jemaat-jemaat dan atau klasis-klasis menjadi anggota Sinode dan
menghadiri sidang sinode.
b. Para Pelayan Khusus (Penatua, Diaken, Pendeta, Pengajar) yang di utus
dari jemaat-jemaat atau Resort-resort menjadi peserta utusan untuk
menghadiri sidang klasis.
c. Para Pelayan Khusus (Penatua, Diaken, Pendeta, Pengajar) yang menjadi
Majelis Jemaat di suatu jemaat GPI Papua.
2: Cukup jelas.
3: yang dimaksudkan dengan Mandat adalah BP dan BPPG menerima
kewenangan (bukan sebagai mandataris) tetapi melaksanakan tugas khusus

B A B VI
LAMBANG DAN MOTTO
Pasal 8
1. Lambang Gereja Protestan Indonesia di Papua adalah : Salib yang berdiri diatas
Alkitab yang terbuka dan bertuliskan  (Alfa) dan  (Omega).
a. Lambang ini memberikan pemahaman bahwa Gereja Protestan Indonesia di
Papua senantiasa setia kepada pengakuan memberitakan Injil sambil melayani
manusia dan masyarakat didalam semangat kebersamaan dengan gereja-gereja
seazas di dunia dan di Indonesia, khususnya di Tanah Papua.
b. Lambang ini senantiasa pula mengajar dan atau mendorong Gereja Protestan
Indonesia di Papua untuk menghayati makna Salib sebagai pusat penderitaan
Kristus. Tetapi sebagai pusat pengharapan gereja, maka Gereja Protestan
Indonesia di Papua berkewajiban memberikan pengharapan itu bagi dunia,
menyongsong kembalinya Yesus Kristus.
2. Motto Gereja Protestan Indonesia di Papua adalah : “ Kami memberitakan Kristus
Yang Tersalib “ (I Kor 1 : 23a).

Penjelasan :
Ayat 1 : Arti Lambang GPI Papua :
a. Salib yang berdiri di atas Alkitab yang terbuka menunjuk kepada Salib
Kristus, sedangkan warna hitam menunjuk pada PenderitaanNya. Salib ini
mengingatkan GPI Papua akan panggilan dan pengakuannya untuk

5
memberitakan Kristus yang tersalib . Selain itu Salib ini juga mengandung
makna Anugerah Allah dan pengharapan bagi dunia dan segala isinya
bahkan seluruh alam semesta.

b. Alkitab yang terbuka menunjuk kepada sumber Pemberitaan Gereja segala


abad termasuk GPI Papua. Posisinya yang terbuka menunjuk bahwa
pemberitaan itu sudah dan sedang berlangsung sampai ke Akhir Zaman.
Warna putih dari Alkitab ini menunjuk kepada kemurnian berita ( Injil )
yang termuat didalamnya.
c. Tulisan  ( Alfa ) dan  ( Omega ) yang berarti yang awal dan yang Akhir,
menunjuk kepada Yesus Kristus Tuhan. Dialah yang Awal dan yang Akhir
yang akan datang, yang Maha Kuasa. ( Wahyu 1 : 8 ).
d. Tulisan I Korintus 1 : 23a, menunjuk kepada ayat alkitab : I Korintus 1 :
23a yang menjadi Motto GPI Papua.
e. Salib, Alkitab dan Motto ini berada di tengah lingkaran biru. Lingkaran ini
menunjuk kepada lingkaran Kasih, Pemeliharaan dan Penyertaan Tuhan
sesuai janjiNya : “ Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir
zaman “ ( Matius 28 : 20 ).
Warna biru melambangkan kesetiaan Tuhan yang kekal, sekaligus
mengingatkan GPI Papua untuk setia melaksanakan Panggilan dan
Pengutusannya.
f. Tulisan Gereja Protestan Indonesia di Papua yang berada didalam
lingkaran luar berwarna kuning kecoklatan menunjuk kepada nama Gereja
ini. Lingkaran luar menunjuk kepada tempat ( Dunia ) dimana di dalamnya
GPI Papua hadir dan melaksanakan misinya. Warna kuning kecoklatan
adalah warna bumi sekaligus menunjuk kepada kefanaannya.

2 : Motto GPI Papua cukup jelas.

B A B VII
AMANAT DAN POLA PELAYANAN GEREJA

Pasal 9
Amanat Pelayanan Gereja
1. Bertolak dari pengakuannya maka Gereja Protestan Indonesia di Papua menerima
amanat untuk memberitakan Injil kepada segala makhluk 21) di segala tempat dan
masa22) serta dalam segala keadaan23).
2. Dalam keesaan hidup dan keesaan panggilan dengan Gereja-gereja di seluruh dunia,
khususnya di Indonesia dan di Papua, Gereja Protestan Indonesia di Papua dengan
sungguh-sungguh meyakini bahwa Injil Yesus Kristus adalah Berita Kesukaan
mengenai pertobatan dan pembaruan yang tersedia bagi manusia 24) serta kebebasan,
keadilan, kebenaran dan kesejahteraan yang dikehendaki Tuhan untuk dunia 25) sebab
Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan manusia26).
3. Gereja Protestan Indonesia di Papua melaksanakan amanat pelayanan gereja melalui
segala bentuk pelayanannya.
4. Untuk memberi arah dan tuntunan bagi perencanaan dan pelaksanaan amanat
pelayanan gereja ditetapkanlah Pola Induk Pelayanan dan Rencana Induk Pelayanan
Gereja.

Penjelasan :
Ayat 1 : cukup jelas
21) Markus 16 : 15
22) Matius 28 : 19 – 20
23) Lukas 4 : 18 – 19
Ayat 2 : cukup jelas
24) Markus 1 : 15
25) Lukas 4 : 18 – 21
26) Roma 1 : 16
3. Segala bentuk pelayanan yang dimaksud dalam ayat ini terdiri dari :

6
a. Pekabaran Injil di dalam dan di luar Gereja
b. Ibadah jemaat, Pemberitaan Firman Allah dan Pelayanan Sakramen (Baptisan
Kudus dan Perjamuan Kudus)
c. Pendidikan Umum, Pelayanan Kasih, Keadilan dan Perdamaian (Diakonat)
d. Pembinaan Kemandirian di bidang teologi, daya dan dana
e. Kathekisasi
f. Pelayanan Penggembalaan dan Disiplin Gereja ( Pastoral )
g. Pendidikan Agama Kristen mulai dari Sekolah Taman Kanak-kanak sampai
Perguruan Tinggi.
h. Pembinaan umat di dalam keluarga-keluarga Jemaat, diantara kelompok
kategorial, fungsional dan sektoral.
i. Pelestarian Lingkungan Hidup
j. Hubungan dan kerjasama dengan Pemerintah
k. Hubungan dan kerjasama Oikumenis
l. Hubungan dan kerjasama dengan lembaga-lembaga keagamaan lainnya
m. Bentuk-bentuk pelayanan lainnya sesuai amanat pelayanan Gereja.
4. Pola Induk Pelayanan ( PIP ) dan Rencana Induk Pelayanan ( RIP ) Gereja ditetapkan
oleh Sidang Sinode. Penjabarannya kedalam program pelayanan tahunan ditetapkan
oleh Perangkat Sinode, Klasis dan Jemaat dalam rapat dan sidang tahunannya :
a. Badan Pekerja Sinode melalui Rapat Tahunan Badan Pekerja Sinode
b. Badan Pekerja Klasis melalui Rapat Tahunan ( Rapat Kerja ) Badan Pekerja
Klasis, Majelis Jemaat melalui Sidang Tahunan Majelis Jemaat

Pasal 10
Pola Pelayanan Gereja
Pola pelayanan Gereja Protestan Indonesia di Papua meneladani pola hidup dan
pelayanan Yesus Kristus, Tuhan dan Kepala Gereja, yaitu sebagai :
a. Hamba yang taat dan mengosongkan diriNya untuk melayani, bukan untuk
dilayani27).
b. Imam yang rela berkorban tanpa pamrih demi tugas-tugas pelayananNya di tengah
gereja dan masyarakat28).
c. Nabi yang menaklukkan segala sesuatu ke bawah penilaian Firman Allah terutama
untuk menegakkan keadilan, kebenaran dan kesejahteraan umat manusia, Gereja,
masyarakat, bangsa dan negara Republik Indonesia.
d. Gembala yang menjalankan tugas-tugas kepemimpinan dan pelayanan gereja
dibawah arahan dan tuntunan Gembala yang baik.

Penjelasan :
Pola pelayanan ini ditetapkan untuk semua anggota GPI Papua termasuk seluruh
perangkat Penyelenggara Pelayanan Gereja yang ada di Jemaat, Klasis dan Sinode dalam
seluruh kehidupan dan pelayanannya.
27) Markus 10 : 15
28) Ibrani 2 : 17 – 18

B A B VIII
PENGGEMBALAAN DAN DISIPLIN GEREJA

Pasal 11
1. Untuk memelihara kekudusan dan kemurnian pengakuan dan pengajaran Gereja,
maka Gereja Protestan Indonesia di Papua menjalankan serta menerapkan
penggembalaan dan disiplin yang tertuju kepada pertobatan dan pengampunan 29)
dengan tetap bertumpu pada kasih dan kemurahan Yesus Kristus 30) dan dalam
ketaatan kepada Firman Allah serta pembaruan oleh Roh Kudus.
2. Tanggungjawab pelayanan penggembalaan pada dasarnya berada pada seluruh umat
gereja31).
3. Untuk menunjang tanggungjawab ini, Gereja Protestan Indonesia di Papua
berkewajiban menanamkan dan mengembangkan sikap, tata nilai, pola hidup dan

7
pola pikir untuk saling menggembalakan baik antar anggota maupun antar anggota
penyelenggara pelayanan gereja termasuk didalamnya pembinaan terhadap para
pelayan khusus.

Penjelasan :
Ayat 1 – 3 cukup jelas
29) I Timotius 1 : 15, II Timotius 2 : 25 – 26
30) Efesus 1 : 5 – 6 , II Korintus 13 : 11
31) Galatia 6 : 1 , Matius 18 : 15 – 17

B A B IX
KEANGGOTAAN GEREJA

Pasal 12
Anggota Gereja
Anggota Gereja Protestan Indonesia di Papua adalah mereka yang terdaftar di Jemaat-
jemaat Gereja Protestan Indonesia di Papua yaitu :
a. Mereka yang dilahirkan dari warga Gereja Protestan Indonesia di Papua.
b. Mereka yang dibaptis di Gereja Protestan Indonesia di Papua.
c. Mereka yang sedang dipersiapkan untuk menerima baptisan kudus.
d. Mereka yang telah mengaku iman dan diteguhkan menjadi anggota Gereja Protestan
Indonesia di Papua.
e. Anggota gereja yang berasal dari gereja-gereja bagian mandiri Gereja Protestan di
Indonesia yang karena berbagai hal berada di Papua.
f. Mereka yang dibaptis di gereja lain namun atas kehendak sendiri menyatakan diri
menjadi anggota Gereja Protestan Indonesia di Papua.

Penjelasan :
Cukup Jelas

Pasal 13
Tanggung Jawab Anggota Gereja
1. Semua anggota Gereja Protestan Indonesia di Papua bertanggung jawab dalam
pelaksanaan amanat pelayanan gereja.
2. Gereja Protestan Indonesia di Papua, baik perorangan maupun sebagai persekutuan
mewujudkan tanggungjawabnya secara utuh dan terpadu dalam satu kesatuan
pelayanan.

Penjelasan :
Ayat 1 : Cukup jelas
Ayat 2 : Ungkapan satu kesatuan pelayanan mengingatkan seluruh anggota GPI
Papua akan hakekat Gereja sebagai Persekutuan Tubuh Kristus, dan agar
dapat mewujudkan tanggungjawabnya senantiasa dengan memperhatikan
aspek persekutuan dan kebersamaan.

Pasal 14
Pembinaan Anggota Gereja
Gereja Protestan Indonesia di Papua berkewajiban melengkapi dan membina anggota
anggotanya sehingga berkemampuan dan bermotifasi serta berdedikasi dalam
mewujudkan tanggungjawabnya.

Penjelasan :
GPI Papua melaksanakan kewajiban tersebut melalui pelbagai cara dan bentuk
pembinaan sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Dasar GPI Papua.

8
BAB X
PENYELENGGARAAN PELAYANAN GEREJA

Pasal 15
Penyelenggaraan Pelayanan Gereja
1. Setiap anggota Gereja Protestan Indonesia di Papua adalah penyelenggara pelayanan
gereja yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan umum gereja 32).
2. Sebagian dari anggota Gereja Protestan Indonesia di Papua dikaruniakan oleh Tuhan
Yesus Kristus tugas pelayanan khusus yaitu memimpin dan mengarahkan pelayanan
gereja serta melengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan dan
pembangunan tubuh Kristus33).

Penjelasan :
Ayat 1 : cukup jelas
32) I Petrus 2 : 5,9
Ayat 2 : Lihat pasal 10 tentang Pelayan-pelayan Khusus
33) Efesus 4 : 11 – 12

Pasal 16
Pelayan-Pelayan Khusus
Pelayan-pelayan khusus adalah anggota Gereja Protestan Indonesia di Papua dan
anggota Gereja-gereja Bagian Mandiri, Gereja Protestan di Indonesia yang dipanggil
untuk mengemban suatu tanggung jawab khusus dan ditandai dengan penumpangan
tangan dalam ibadah jemaat34). Mereka adalah :
a. Penatua
b. Diaken
c. Pengajar (Guru Agama)
d. Pendeta dan Penginjil

Penjelasan :
Pelayan-pelayan khusus bukanlah jabatan hirarki dalam gereja tetapi jabatan pelayanan
34) Kisah Para Rasul 6 : 1 – 3 ; Efesus 4 : 11

Pasal 17
Perangkat Kepengurusan Gereja
Perangkat Kepengurusan Gereja Protestan Indonesia di Papua terdiri dari :
a. Perangkat lingkup Sinode
b. Perangkat lingkup Klasis
c. Perangkat lingkup Jemaat
Penjelasan :
Perincian masing-masing Perangkat Kepengurusan akan diatur dalam Peraturan-
peraturan tersendiri yang menyangkut Sinode, Klasis dan Jemaat

Pasal 18
Badan Pertimbangan
1. Badan Pertimbangan dibentuk dan ditetapkan oleh Sidang Sinode dan berfungsi
untuk memberikan saran dan Pertimbangan kepada Badan Pekerja Sinode mengenai
penyelenggaraan pelayanan gereja baik diminta maupun tidak diminta.
2. Keanggotan Badan Pertimbangan sebanyak-banyaknya 5(lima) orang terdiri dari
unsur mantan Ketua Sinode Gereja Protestan Indonesia di Papua dan anggota Gereja
Protestan Indonesia di Papua yang dipandang dapat memberikan saran dan
pertimbangan guna menyelenggarakan pelayanan gereja.
3. Masa pelayanan Badan Pertimbangan adalah 5(lima) tahun.

9
Penjelasan :
Ayat 1 : Badan Pertimbangan Gereja GPI Papua dipilih/ditunjuk oleh Persidangan Sinode
melalui mekanisme TIM FORMATUR, yang kemudian mendapat pengesahan dan
atau penetapan sinode yang melaporkan pelaksanaan pertangungjawabannya
kepada sinode dalam persidangan Sinode.
Ayat 2-3: Cukup jelas

Pasal 19
Badan Pembantu
1. Untuk melancarkan dan melengkapi tugas-tugas gereja dilingkup Jemaat, Klasis dan
Sinode, maka Majelis Jemaat, Badan Pekerja Klasis dan Badan Pekerja Sinode dapat
membentuk Badan Pembantu sesuai kebutuhan.
2. Untuk melancarkan pengurusan dan kemitraan dengan Pemerintah dan lembaga-
lembaga keagamaan lainnya, maka Badan Pekerja Sinode dapat menunjuk seseorang
atau membentuk suatu Badan Pembantu sebagai perwakilan Badan Pekerja Sinode
dan bertanggung jawab kepada Badan Pekerja Sinode.

Penjelasan :
Ayat 1 : Masa bakti Badan Pembantu adalah maksimum 5 ( lima ) Tahun bersamaan
dengan masa pelayanan badan pelayanan Gereja yang membentuknya.
2 : Status perwakilan adalah sebagai penghubung antara Badan Pekerja sinode
dengan Pemerintah dan Lembaga-lembaga Keagamaan lainnya.
Perwakilan diadakan sesuai kebutuhan dan masa pelayanannya adalah
maksimal 5 ( lima ) tahun, bersamaan dengan masa pelayanan Badan
Pekerja Sinode yang mengadakannya.

Pasal 20
Pejabat Berwenang
1. Ketua dan Sekretaris bersama-sama mewakili Gereja Protestan Indonesia di Papua
didalam dan diluar pengadilan dengan ketentuan bahwa untuk hal-hal tersebut
dibawah ini harus terlebih dahulu mendapat persetujuan Sinode.
a. Melakukan dan memutuskan hubungan hukum dengan pihak ketiga.
b. Melepaskan hak atas harta milik Gereja Protestan Indonesia di Papua.
c. Mendapatkan hak atas harta milik gereja.
2. Dalam bidang dan urusan keuangan Ketua dan Bendahara Sinode mewakili Gereja
Protestan Indonesia di Papua didalam dan diluar pengadilan.
3. Jika Ketua berhalangan ia diwakili oleh Wakil Ketua. Jika Sekretaris berhalangan
diwakili oleh Wakil Sekretaris. Jika Bendahara berhalangan diwakili oleh Wakil
Bendahara.
4. Jika Wakil Ketua, Wakil Sekretaris, Wakil Bendahara berhalangan, maka mereka
diwakili oleh anggota Badan Pekerja Sinode yang ditunjuk.

Penjelasan :
Ayat 1–4 Cukup jelas

B A B XI
TANGGUNG JAWAB KEMANDIRIAN

Pasal 21
Bidang Pendidikan Umum
Gereja Protestan Indonesia di Papua ikut bertanggung jawab dalam menyelenggarakan
pendidikan umum mulai dari sekolah taman kanak-kanak sampai ke perguruan tinggi.

Penjelasan :

10
Tanggungjawab ini diwujudkan melalui Yayasan Pendidikan Kristen yang
menyelenggarakan Pendidikan Umum dan Yayasan milik GPI Papua yang dapat dibentuk
untuk mewujudkan missinya di bidang Pendidikan.
Pasal 22
Bidang Teologia
1. Teologia sebagai suatu upaya memberi jawaban terhadap tuntutan konteks dengan
bertolak dari Firman Allah dan Pengakuan Gereja, menjadi tanggung jawab seluruh
anggota Gereja Protestan Indonesia di Papua.
2. Demi terwujudnya kematangan berteologia dalam tugas pelayan-pelayan khusus dan
penyelenggara pelayanan gereja, maka Gereja Protestan Indonesia di Papua
menyelenggarakan pendidikan teologia dan pendidikan umat secara menyeluruh.

Penjelasan :
Ayat 1 – 2 Cukup jelas

Pasal 23
Bidang Kepegawaian
1. Kepegawaian Gereja adalah salah satu sumber daya gerejawi yang berfungsi sebagai
aparat pelaksana dalam menyelenggarakan tugas-tugas pelayanan gereja di setiap
jenjang kepemimpinan gereja yang merupakan satu kesatuan ketatalaksanaan
(manajemen) Gereja.
2. Gereja Protestan Indonesia di Papua berkewajiban menyediakan tempat, fungsi dan
peranan bagi aparat pelaksana yang diangkat dan ditetapkan oleh Badan Pekerja
Sinode.

Penjelasan :
Ayat 1: Yang dimaksud dengan Pegawai GPI Papua adalah :
a. Seseorang yang menjalankan tugasnya dengan keyakinan bahwa ia di
panggil oleh Yesus Kristus untuk melaksanakan pelayanan dan kesaksian
Gereja dalam masyarakat, yang memilih pekerjaan dalam lingkungan GPI
Papua sebagai pekerjaan dalam hidupnya, setelah memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan dalam peraturan, diangkat, ditetapkan dan diserahi tugas
dalam Jabatan Pelayanan dan diberikan biaya hidup dan hak-hak lainnya
sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Pegawai GPI Papua terdiri dari Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap.
c. Yang dimaksud dengan Pegawai Tetap ialah Pegawai GPI Papua yang
diangkat dan ditetapkan dengan Surat Keputusan oleh Badan Pekerja Sinode
sebagai Pegawai Tetap, terdiri dari :
- Pendeta, Penginjil ( Pelayan Firman ) , Pengajar,
- Karyawan di Kantor Sinode, Klasis dan Jemaat
- Karyawan di Badan – Badan Usaha dan Yayasan milik GPI Papua
d. Pegawai Tidak Tetap ialah Pegawai yang diterima, diangkat dan ditetapkan
oleh Badan Gereja yang berwenang (BP Sinode, BP Klasis dan Badan Majelis
Jemaat) yang dipekerjakan / difungsikan sebagai Pegawai Tidak Tetap
seperti :
- Pendeta ( Pelayan Firman ) dalam Status Tenaga Utusan Gerejawi (TUG)
dari Gereja-Gereja Bagian Mandiri GPI. Yang bersangkutan dimungkinkan
untuk melaksanakan seluruh bentuk Pelayanan yang dilaksanakan oleh
Pendeta ( Pelayan Firman ) yang menjadi Pegawai Tetap GPI Papua
kecuali untuk menduduki jabatan dalam jabatan-jabatan struktural di
lingkup Klasis dan Sinode.
- Pendeta ( Pelayan Firman ) dalam status pelayanan umum yang bukan
TUG tetapi berasal dari Gereja-Gereja seasas ( GPI, PGI ) yang tinggal
dalam Jemaat GPI Papua dan ingin dilibatkan dalam Pelayanan Gereja.
Yang bersangkutan dapat melaksanakan bentuk-bentuk pelayanan yang
dilaksanakan oleh Pendeta (Pelayan Firman) kecuali Pelayanan Ibadah –
Ibadah yang mengakibatkan dikeluarkannya surat – surat Gerejawi.
Ibadah –ibadah dimaksud adalah Ibadah Babtisan Kudus, Sidi, Nikah, dan
Pelantikan dalam jabatan Gerejawi.

11
- Karyawan di Kantor Sinode, Klasis dan Jemaat.
- Karyawan di Badan-Badan Usaha dan Yayasan milik GPI Papua.
Hal-Hal lain yang menyangkut pegawai GPI Papua diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Kepegawaian GPI Papua.
Ayat 2 : Cukup Jelas

Pasal 24
Bidang Perbendaharaan
1. Perbendaharaan Gereja Protestan Indonesia di Papua adalah seluruh harta milik
Gereja Protestan Indonesia di Papua berupa uang dan barang yang dikuasai dan
dikelola, secara langsung maupun tidak langsung.
2. Perbendaharaan Gereja Protestan Indonesia di Papua terdiri dari :
a. Perbendaharaan yang dikelola dan dikembangkan oleh perangkat dilingkup
Sinode.
b. Perbendaharaan yang dikelola dan dikembangkan oleh perangkat dilingkup Klasis.
c. Perbendaharaan yang dikelola dan dikembangkan oleh perangkat dilingkup
Jemaat.
3. Pengawasan terhadap pengelolaan perbendaharaan gereja dilakukan melalui 2 (dua)
jalur yaitu internal dan external.
a. Pengawasan internal dilakukan oleh perangkat-perangkat penyelenggara
pelayanan gereja secara struktural.
 Badan Pekerja Sinode terhadap Perbendaharaan Gereja dilingkup Sinode, Klasis
dan Jemaat.
 Badan Pekerja Klasis terhadap Perbendaharaan Gereja dilingkup Klasis yang
bersangkutan dan jemaat-jemaatnya.
 Majelis Jemaat terhadap perbendaharaan gereja di jemaatnya.

b. Pengawasan eksternal dilakukan oleh Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja


Protestan Indonesia di Papua
 terhadap Perbendaharaan Gereja dilingkup Sinode, Klasis dan Jemaat.
 Tim Pengawas Perbendaharaan Gereja lingkup Klasis terhadap Perbendaharaan
Gereja dilingkup Klasis yang bersangkutan dan jemaat-jemaatnya.
 Tim Pengawas Perbendaharaan Gereja lingkup jemaat terhadap
perbendaharaan gereja lingkup jemaat yang bersangkutan.

Penjelasan :
Ayat 1 – 3 : Cukup jelas

Pasal 25
Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja

1. Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja Protestan Indonesia di Papua adalah badan


independen yang dibentuk persidangan sinode.
2. Tugas Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja Protestan Indonesia di Papua adalah
mengawasi, memeriksa, meneliti dan membina pengelolaan Perbendaharaan Gereja
Protestan Indonesia di Papua melalui mekanisme struktur pimpinan unit kerja gereja.
3. Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja Protestan Indonesia di Papua melaporkan
pelaksanaan tugasnya secara berjenjang sesuai hasil koordinasi dengan pimpinan
unit gereja dan mempertanggungjawabkannya dalam sidang-sidang jabatan (Sinode,
Klasis dan Jemaat).
4. Masa kerja Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja Protestan Indonesia di Papua
adalah 5 (lima) tahun.

Penjelasan :
Ayat 1 – 3 : Cukup jelas

12
B A B XII
KEBERATAN DAN PERSELISIHAN

Pasal 26
1. Jika terdapat keberatan dan perselisihan maka penyelesaiannya dilaksanakan secara
musyawarah untuk mufakat sesuai dengan peraturan gereja yang berlaku.
2. Perbedaan-perbedaan yang tidak dapat diselesaikan ditingkatkan secara berjenjang
naik.

Penjelasan :
Ayat 1 : Peraturan Gereja yang dimaksud disini yaitu Peraturan Khusus Nomor : 1
Tentang Penggembalaan dan Disiplin Gereja
Ayat 2 : Penyelesaian secara berjenjang naik mulai dari penyelesaian oleh
Majelis Jemaat di jenjang Jemaat sampai ke Sidang Sinode sebagai Lembaga
tertinggi pengambil keputusan di GPI Papua

B A B XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27
1. Perubahan terhadap Tata Dasar ini hanya dapat dilaksanakan oleh Sidang Sinode
apabila :
a. Ada usul perubahan yang disampaikan oleh Jemaat, Klasis dan Badan Pekerja
Sinode, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum persidangan Sinode.
b. Sidang Sinode tersebut dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua per tiga (2/3)
anggota biasa dan disetujui oleh sekurang-kurangnya dua per tiga (2/3) jumlah
suara yang hadir.
2. Perubahan Tata Dasar ini baru berlaku setelah disahkan dan ditetapkan oleh Sidang
Sinode.
3. Hal-hal yang belum diatur dalam Tata Dasar ini akan diatur dan ditetapkan dalam
peraturan-peraturan lainnya oleh Sidang Sinode.
4. Dengan ditetapkannya Tata Dasar ini maka Tata Gereja Tahun 2003 dengan
perubahannya pada Tahun 2008 dinyatakan tidak berlaku lagi.
5. Tata Dasar pada hakekatnya berlaku sejak ditetapkan, sedangkan hal-hal yang
menyangkut perubahan akibat disahkan dan ditetapkannya Tata Dasar ini
memerlukan masa peralihan selama 6(enam) bulan terhitung sejak ditetapkan.

Penjelasan :
Ayat 1 – 5 Cukup jelas

Ditetapkan di : Kaimana
Pada tanggal : 14 Februari 2013

BADAN PEKERJA SINODE


GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

KETUA SEKRETARIS

Pdt. W. RUMAINUM, S.Th Pdt.J. SALU, M.Th

13
PERATURAN POKOK GPI PAPUA NOMOR 1
TENTANG

SINODE

Pasal 1
HAKEKAT DAN FUNGSI SINODE

1. Sinode adalah manifestasi kesatuan dan persekutuan Jemaat-jemaat di lingkungan


Gereja Protestan Indonesia di Papua yang merupakan lembaga tertinggi Gereja
Protestan Indonesia di Papua yang kepadanya diserahkan pimpinan atas Gereja
Protestan Indonesia di Papua
2. Sinode terdiri dari presbiter-presbiter dari seluruh jemaat Gereja Protestan Indonesia
di Papua
3. Fungsi Sinode adalah memimpin, mengkoordinir dan mengawasi pengajaran gereja
yang murni sesuai Firman Allah dalam Alkitab

Penjelasan :
Ayat 1 : Cukup jelas
Ayat 2 : Yang dimaksud dengan presbiter-presbiter adalah para Pelayan Khusus
( Penatua, Diaken, Pengajar, Pendeta).
Ayat 3 : Cukup jelas.

Pasal 2
PERSIDANGAN SINODE

1. Sinode bersidang sekali dalam 5 (lima) tahun


2. Sidang Sinode Luar Biasa dapat diadakan berdasarkan permintaan Badan Pekerja
Sinode ataupun atas permintaan lebih dari setengah jumlah Klasis
3. Peserta Sidang Sinode / Sidang Sinode Luar Biasa terdiri dari anggota biasa dan
anggota luar biasa
a. Anggota biasa yang memiliki hak suara memutuskan, terdiri dari :
 Badan Pekerja Sinode GPI Papua
 Utusan-utusan jemaat dari setiap Klasis terdiri dari 14 orang Presbiter
 Utusan Jemaat Khusus sebanyak 3 (tiga) orang presbiter
b. Anggota luar biasa yang hanya memiliki hak bicara, terdiri dari ;
 Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja,
 Badan Pertimbangan
 Badan Pembantu
 Ketua Sekolah Tinggi Theologia Gereja Protestan Indonesia di Papua
 Undangan yang dipandang perlu untuk diundang oleh Badan Pekerja Sinode
4. Persidangan Sinode dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari
jumlah peserta biasa
5. Persidangan Sinode dipimpin oleh Majelis Ketua yang dipilih dari anggota biasa
sebanyak-banyaknya 5 orang
6. Sekretaris Badan Pekerja Sinode karena jabatannya adalah Sekretaris Persidangan
7. Dalam Persidangan Sinode, keputusan-keputusan mengenai hal-hal prinsip
diputuskan atas dasar musyawarah untuk mufakat dan apabila ternyata tidak
terdapat kata sepakat, maka :
a. Diadakan pemungutan suara terbanyak (voting), apabila disetujui oleh 2/3
anggota biasa
b. Masalah tersebut ditunda sampai Persidangan Sinode berikutnya
8. Agar penggunaan hak dan kewajiban anggota efektif dan demi kelancaran
persidangan, maka peserta sidang dibagi kedalam komisi-komisi yang kemudian
menyampaikan hasil pergumulannya kepada Persidangan Pleno

14
9. Selama Sinode tidak bersidang, maka tugas Sinode akan dilaksanakan oleh rapat
kerja Sinodal yang disingkat RAKERDAL
10. Peserta Rapat Kerja Sinodal terdiri dari anggota biasa dan anggota luar biasa
a. Anggota biasa yang memiliki hak suara memutuskan, terdiri dari :
 Badan Pekerja Sinode
 Utusan-utusan jemaat dari setiap Klasis sebanyak 6 (enam) orang (2 Pendeta
dan 4 Penatua / Diaken)
 Ketua Majelis Jemaat Khusus

b. Anggota luar biasa yang hanya memiliki hak bicara, terdiri dari ;
 Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja GPI Papua
 Badan Pertimbangan
 Badan Pembantu
 Ketua Sekolah Tinggi Teologia Gereja Protestan Indonesia di Papua
 Undangan yang dipandang perlu untuk diundang oleh Badan Pekerja Sinode
11. Rapat Kerja Sinodal dilaksanakan sekali dalam 2 (dua) tahun, diantara 2 (dua) masa
Sidang Sinode
Penjelasan :
Ayat 1-2 : Cukup jelas
Ayat 3 : Anggota biasa adalah peserta Sidang yang memiliki hak suara memutuskan,
terdiri dari :
- Perutusan dari Klasis-klasis dan Jemaat-jemaat khusus mewakili
seluruh presbiter jemaat-jemaat dengan memperhatikan
keseimbangan Gereja Protestan Indonesia di Papua.
- Badan Pekerja Sinode Gereja Protestan Indonesia di Papua.

Anggota luar biasa yang hanya memiliki hak bicara, terdiri dari :
-Perutusan Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja lingkup Sinode dan
perutusan Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja Sinode Lingkup
Klasis yang mewakili seluruh anggota Badan Pengawas
Perbendaharaan Gereja GPI Papua di semua aras pelayan
- Perutusan Badan Pertimbangan Gereja yang mewakili semua anggota
Badan Pertimbangan GPI Papua
- Ketua Sekolah Tinggi Theologia Gereja Protestan Indonesia di Papua
- Peninjau antara lain berasal dari jemaat-jemaat dan dari persekutuan
pelayanan kategorial.
Ayat 4-5 : Cukup jelas
Ayat 6 : Sekretaris dalam tugasnya sebagai sekretaris persidangan dibantu oleh
Wakil sekretaris Badan Pekerja Sinode.
Ayat 7 : a. Voting menyangkut orang dilaksanakan secara tertutup (tertulis).
b. Cukup jelas
Ayat 8-9 : Cukup jelas
Ayat 10 : a. Utusan jemaat dari setiap Klasis, dipilih dari antara anggota biasa
Sinode dari Klasis yang bersangkutan.
b. Cukup jelas
Ayat 11 : Cukup jelas.

Pasal 3
TUGAS DAN HAK SINODE

1. Menetapkan, menata dan mengawasi ajaran gereja sesuai Firman Allah dalam Alkitab
dan memimpin serta memberikan amanat kepada seluruh Gereja mengenai
pelaksanaan panggilan dan pelayanannya
2. Menetapkan Tata Ibadah
3. Memberikan pimpinan dan amanat kepada seluruh Gereja Protestan Indonesia di
Papua mengenai pelayanan gereja dibidang-bidang : Pelayanan Kategorial (Pelkat);

15
Iman Ajaran dan Ibadah (I.A.I); Pembinaan dan Pendidikan (BINDIK); Ekonomi
Keuangan dan Pembanguan (EKUBANG); Kerumahtanggaan (KRT); Organisasi-
Tatalaksana dan Penelitian Pengembangan (ORTAL LITBANG); Advokasi, Hukum dan
HAM (ADHUM); Gereja dan Masyarakat (GERMAS).
4. Menetapkan / mengesahkan Tata Gereja Gereja Protestan Indonesia di Papua dan
program-program umum serta pedoman pelaksanaan amanat pelayanan diseluruh
wilayah Gereja Protestan Indonesia di Papua.
5. Mengubah, menambahkan dan atau membatalkan Tata Gereja Gereja Protestan
Indonesia di Papua yang ada
6. Memusyawarahkan dan mengambil keputusan berdasarkan kesepakatan bersama
mengenai hal-hal yang dikemukakan Anggota Jemaat – Majelis Jemaat – Badan
Pekerja Klasis – Badan Pekerja Sinode dan atau badan-badan lainnya
7. Memilih dan menetapkan keanggotaan Badan Pekerja Sinode untuk masa bakti lima
tahun
8. Memilih dan menetapkan keanggotaan Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja
dilingkup Sinode (BPPGS) dan Badan Pertimbangan (BP)
9. Menetapkan pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan keuangan (verifikasi) di
tingkat Jemaat, Klasis dan Badan Pekerja Sinode melalui BPPG
10. Menetapkan Program Kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Badan Pekerja
Sinode
11. Menilai dan menetapkan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Program Kerja
dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Badan Pekerja Sinode yang telah ditetapkan
dan disahkan dalam persidangan sebelumnya
12. Memutuskan dalam tingkat terakhir perselisihan dalam pelaksanaan pelayanan
dilingkup Jemaat, Klasis dan Sinode

Penjelasan :
Ayat 1-6 : Cukup jelas
Ayat 7 : Yang dipilih adalah Ketua dan Sekretaris melalui pemilihan langsung dalam
mekanisme sidang Sinode
Ayat 8 : Yang ditunjuk/dipilih adalah Wakil-wakil Ketua dan Wakil Sekretaris Badan
Pekerja Sinode, Ketua,Wakil Ketua, Sekretaris, dua orang anggota BPPG
GPI Papua dan Ketua,Wakil Ketua, Sekretaris, dua orang anggota BP,
melalui mekanisme pemilihan dan atau penunjukkan dalam mekanisme
Tim Formatur yang mendapatkan mandat mengikat dari sinode,
selanjutnya ditetapkan melalui mekanisme sidang sinode.
Ayat 9-12 : Cukup Jelas.

Pasal 4
BADAN PEKERJA SINODE

1. Badan Pekerja Sinode adalah pelaksana harian sinode yang terdiri dari Ketua, Wakil -
wakil ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris dan 5 anggota
2. Ketua, Wakil-wakil Ketua, Sekretaris dan Wakil Sekretaris Pelaksana Harian Badan
Pekerja Sinode berkedudukan di pusat sinode
3. Badan Pekerja Sinode dalam jabatan presbiter (Penatua/Diaken) dipilih dari antara
anggota biasa persidangan Sinode, sedangkan jabatan presbiter (Pendeta/Pengajar)
dalam status pegawai GPI Papua dipilih dari antara anggota biasa dan luar biasa
untuk masa bakti 5 (lima) tahun.

4. Badan Pekerja Sinode harus memiliki bakat kepemimpinan selaku gembala yang baik
serta memiliki kecakapan yang diperlukan maka pemilihan dan pengangkatan
seseorang dalam jabatan Ketua Klasis wajib memperhatikan persyaratan tersebut
5. Keseimbangan antara unsur-unsur presbiter hendaknya nampak didalam Badan
Pekerja Sinode dengan ketentuan bahwa untuk jabatan Ketua dan Sekretaris harus
seorang Pelayan Firman (Pendeta)
6. anggota-anggota dimaksud diajukan oleh Pelaksana Harian Badan Pekerja Sinode
terpilih untuk ditetapkan dalam persidangan sinode.

16
7. Ketua, Wakil-wakil Ketua memimpin pembukaan dan penutupan Persidangan Sinode,
memimpin Rapat Kerja Sinodal (RAKERDAL), Rapat Kerja Badan Pekerja Sinode
(RAKER BPS), dan Rapat-rapat Badan Pekerja Sinode
8. Bagi Anggota Badan Pekerja Sinode dalam jabatan gerejawi Penatua/Diaken diakhir
masa bhakti jabatan gerejawinya tidak terpilih lagi untuk masa bakti
berikutnya,diatur sebagai berikut :
a. Tetap melaksanakan tugas jabatan strukturalnya sampai selesai masa bakti
b. Badan Pekerja Sinode mengeluarkan Surat Keputusan Pemberhentian dari Jabatan
Penatua/Diaken, selanjutnya dikembalikan kedalam persekutuan jemaat dalam
ibadah khusus di jemaat yang bersangkutan.
9. Jika seorang anggota Badan Pekerja Sinode berhalangan tetap, maka Badan Pekerja
Sinode menunjuk dan mengangkat penggantinya dan pengangkatan tersebut
diajukan ke Persidangan Sinode berikutnya untuk mendapat pengesahan

Penjelasan :
Ayat 1 : Jumlah Wakil Ketua sebanyak 3 orang atau sesuai kebutuhan,sedangkan
anggota tidak dipilih oleh persidangan sinode karena terdiri dari Ketua-
ketua Klasis yang dipilih oleh dan didalam Sidang Klasis.
Ayat 2-5 : Cukup jelas
Ayat 6-7 : Cukup jelas
Ayat 8 : Anggota Badan Pekerja Sinode dalam jabatan Penatua yang tidak terpilih
untuk masa bakti berikutnya, tidak dikembalikan ke jemaat bersama
rekan-rekannya yang lain pada saat ibadah pentahbisan Penatua dan
Diaken dan pengembaliannya akan dilakukan dalam ibadah khusus dalam
jemaat tersebut ketika masa bakti jabatan strukturalnya berakhir dan yang
bersangkutan diberhentikan dari jabatan gerejawi Penatua oleh Badan
Pekerja Sinode dengan surat keputusan.
Ayat 9 : Yang dimaksud dengan berhalangan tetap adalah meninggal dunia,
mengalami cacat jasmani dan rohani sehingga tidak bisa bekerja / sakit,
yang dinyatakan oleh dokter yang ditunjuk oleh BPS dengan disertai bukti
surat keterangan dari dokter tersebut dan atau mengundurkan diri dari
keanggotaan BPS.

Pasal 5
TUGAS DAN WEWENANG BADAN PEKERJA SINODE

1. Melaksanakan keputusan Sinode mengenai Pengakuan Gereja, Ajaran Gereja, Tata


Ibadah Gereja dan mengatur pelaksanaan pelayanan gereja di bidang Pelayanan
Kategorial, Iman Ajaran dan Ibadah, Pembinaan dan Pendidikan, Ekonomi-Keuangan
dan Pembangunan, Kerumahtanggaan, Organisasi Tatalaksana dan Penelitian
Pengembangan, serta Advokasi Hukum dan HAM, Gereja dan Masyarakat.
2. a. Mempersiapkan dan menghimpun Sidang Sinode
b. Mempersiapkan dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
Program Kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Badan Pekerja Sinode
kepada Sinode dalam Persidangannya.
3. Mengingatkan dan memberi dorongan pada usaha-usaha pengelolaan harta milik
gereja dilingkup Klasis dan Jemaat untuk menunjang pelayanan gereja
4. Menetapkan mekanisme administrasi yang efektif dan efisien dan mengatur sebaik-
baiknya arsip gereja
5. Mengadakan kunjungan-kunjungan (visitasi) ke Klasis-Klasis dan Jemaat-jemaat
6. Bersama Badan Pekerja Klasis dan Majelis Jemaat meningkatkan kesejahteraan
pejabat dan pegawai dalam lingkup Gereja Protestan Indonesia di Papua
7. Mengawasi semua harta milik gereja
8. Menghadiri Persidangan Klasis dan memberikan petunjuk pelaksanaan penjabaran
program keputusan kepada semua pejabat dan badan-badan lainnya
9. Melaksanakan tindakan disiplin gereja sesuai peraturan penggembalaan dan disiplin
Gereja Protestan Indonesia di Papua
10. Menyelesaikan perselisihan-perselisihan ditingkat Klasis dan Jemaat
11. Mengesahkan hasil persidangan Klasis dan Jemaat Khusus

17
12. Mengatur dan menetapkan mutasi pejabat / pegawai antar Klasis dan Jemaat khusus
dan dengan Surat Keputusan menetapkan mutasi pejabat (Pelayan Firman) dalam
lingkungan Klasis GPI Papua
13. Mengangkat, menempatkan dan atau memberhentikan pejabat / pegawai dalam
lingkungan Gereja Protestan Indonesia di Papua sesuai peraturan yang berlaku
14. Menjalin hubungan kerja dengan Pemerintah dan badan-badan lain untuk dan atas
nama Gereja Protestan Indonesia di Papua
15. Mewakili Gereja Protestan Indonesia di Papua didalam dan diluar pengadilan

Penjelasan :
Ayat 1-13 : Cukup Jelas.
Ayat 14 : Yang dimaksud dengan Badan-badan lain ialah Gereja-gereja dalam
lingkungan Gereja Protestan di Indonesia (GPI ), Persekutuan Gereja-gereja
di Indonesia (PGI), Dewan Gereja-gereja di Asia (Christian Conference of
Asia ), Dewan Gereja-gereja sedunia ( World Council of Churches), Aliansi
Gereja-gereja Reformasi Sedunia ( World Alliance of Reformed Churches)
dan Gereja Roma Katholik.
Ayat 15 : Cukup Jelas.

Pasal 6
RAPAT-RAPAT BADAN PEKERJA SINODE

1. Rapat-rapat Badan Pekerja Sinode terdiri dari :


a. Rapat Pimpinan Pelaksana Harian Sinode dan Pelaksana Harian Klasis yang
diadakan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun atau sewaktu-waktu
sesuai kebutuhan.
b. Rapat Badan Pekerja Sinode yang diadakan sekurang-kurangnya satu kali dalam
tiga bulan, dan atau sesuai kebutuhan
c. Rapat Pelaksana Harian Badan Pekerja Sinode yang diadakan sekurang-
kurangnya satu kali dalam satu bulan atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.

2. Peserta Rapat-Rapat Badan Pekerja Sinode :


a. Peserta Rapat Pimpinan Pelaksana Harian Sinode dan Pelaksanan Harian Klasis,
terdiri dari :
 Anggota Biasa :
- Ketua, Wakil-wakil Ketua, Sekretaris, Wakil sekretaris Badan Pekerja
Sinode
- Ketua, Wakil-wakil Ketua, Sekretaris, wakil sekretaris Badan Pekerja Klasis
 Anggota Luar Biasa :
- Ketua dan sekretaris Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja GPI Papua
- Ketua dan sekretaris Badan Pertimbangan GPI Papua
- Ketua Sekolah Tinggi Teologia GPI Papua
- Kepala Bidang-bidang Pelayanan lingkup Sinode
- Ketua dan Sekretaris Komisi Pelayanan Wadah-wadah kategorial lingkup
Sinode dan Sinode.
- Undangan
b. Peserta Rapat Badan Pekerja Sinode, terdiri dari :
- Ketua, Wakil-wakil Ketua, Sekretaris, Wakil sekretaris Badan Pekerja
Sinode,
- Ketua Badan Pekerja Klasis sebagai anggota Badan Pekerja Sinode.
c. Peserta Rapat Pelaksana Harian Badan Pekerja Sinode terdiri dari : Ketua, wakil-
wakil Ketua, Sekretaris dan wakil Sekretaris.
Penjelasan :
Ayat 1-2 : Cukup Jelas.
Pasal 7
TUGAS RAPAT-RAPAT BADAN PEKERJA SINODE

18
1. Rapat Pimpinan Pelaksana harian Sinode dan Pelaksana Harian Klasis bertugas :
a. Mengevaluasi pelaksanaan tugas-tugas Badan Pekerja Sinode sebagaimana diatur
dalam pasal 5 peraturan ini setiap satu tahun.
b. Mengevaluasi Pelaksanaan Program Kerja Pelayanan dan pengelolaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Sinode selama satu tahun.
c. Menetapkan Program Kerja Pelayanan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Sinode tahun berikutnya.
d. Mengevaluasi pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sinode satu
semester dan melakukan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sinode
bila diperlukan.
2. Rapat Badan Pekerja Sinode bertugas :
a. Mengevaluasi pelaksanaan tugas-tugas Badan Pekerja Sinode sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi serta uraian tugas masing-masing bidang pelayanan.
b. Menetapkan teknis pelaksanaan program pelayanan setiap triwulan dan atau
semester yang telah ditetapkan Badan Pekerja Sinode.
c. Menetapkan Petunjuk-petunjuk teknis terhadap pelaksanaan peraturan-peraturan
GPI Papua
d. Memutuskan masalah-masalah kepejabatan.

3. Rapat Pimpinan Pelaksana Harian Badan Pekerja Sinode bertugas :


a. Mengevaluasi dan atau menyelesaikan berbagai persoalan pelayanan yang
sifatnya perlu segera ditangani selanjutnya disampaikan dalam Rapat Pimpinan
Pelaksana Harian Sinode dan atau Rapat Badan Pekerja Sinode.
b. Memutuskan masalah-masalah kepejabatan yang sangat krusial.
c. Mengevaluasi kegiatan pengelolaan administrasi gereja di lingkup kerja Badan
Pekerja Sinode.

Penjelasan :
Ayat 1-3 : Cukup Jelas.

Pasal 8
KETENTUAN PENUTUP
1. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, akan diatur kemudian oleh Badan
Pekerja Sinode dan kemudian diajukan ke persidangan sinode untuk disahkan
2. Peraturan ini hanya dapat diubah oleh persidangan sinode
3. Dengan ditetapkannya peraturan ini, maka peraturan sinode tahun 2003 dinyatakan
tidak berlaku lagi
4. Peraturan ini mulai berlaku sejak ditetapkan

Penjelasan :
Ayat 1-2 : Cukup Jelas.

Ditetapkan di : Kaimana
Pada tanggal : 14 Februari 2013

BADAN PEKERJA SINODE


GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

KETUA SEKRETARIS

Pdt. W. RUMAINUM, S.Th Pdt.J. SALU, M.Th

19
20
PERATURAN POKOK GPI PAPUA NOMOR 2
TENTANG KLASIS

Pasal 1
HAKEKAT DAN FUNGSI KLASIS

1. Klasis adalah kesatuan pelayanan Gereja Protestan Indonesia di Papua yang meliputi
sejumlah jemaat menurut kondisi geografis praktis lebih memudahkan untuk
ditatalayani
2. Wilayah kerja Klasis ditetapkan oleh Sinode dengan memperhatikan kemungkinan
praktis untuk menjalankan kepemimpinan, koordinasi dan pengawasan yang tepat
3. Fungsi Klasis adalah memudahkan koordinasi pelaksanaan kebijakan (policy) yang
digariskan oleh Sinode dan yang dijabarkan oleh persidangan Klasis, dengan tujuan
menampakkan keesaan gereja sebagai tanggungjawab bersama dalam melaksanakan
amanat pelayanan gereja
4. Untuk memungkinkan kepemimpinan yang efektif serta koordinasi dan pengawasan
yang tepat dan untuk meningkatkan partisipasi jemaat dalam melaksanakan
panggilannya, maka Klasis berfungsi untuk memprakarsai pertumbuhan jemaat-
jemaat menjadi kesatuan pelayanan yang lebih luas/ besar

Penjelasan :
Ayat 1 : Cukup jelas
Ayat 2 : Penetapan wilayah kerja Klasis oleh Sinode memperhatikan geografis
jemaat-jemaat yang dapat terintegrasi dalam satu wilayah pelayanan
lingkup klasis.
Ayat 3 : Keesaan gereja yang dimaksudkan disini adalah sesuai dengan pasal 1 Tata
Dasar GPI Papua
Ayat 4 : Pertumbuhan jemaat-jemaat oleh karena adanya pemekaran jemaat-jemaat
besar, pemukiman-pemukiman baru akibat perpindahan penduduk, kegiatan
perusahaan, dll)

Pasal 2
PERSIDANGAN KLASIS

1. Persidangan Klasis yang terdiri dari utusan-utusan jemaat merupakan satu-satunya


lembaga yang berwenang untuk menciptakan kebijaksanaan pelaksanaan keputusan-
keputusan sinode pada tingkat klasis
2. Sidang Klasis dilaksanakan sekali dalam 5 (lima) tahun
3. Persidangan klasis luar biasa diadakan apabila :
a. Ada masalah penting yang dirasa perlu oleh Badan Pekerja Klasis untuk
dimusyawarahkan
b. Lebih dari ½ jumlah jemaat yang ada di klasis memintanya secara tertulis
c. Dipandang perlu oleh Badan Pekerja Sinode
4. Selama klasis tidak bersidang, maka tugas persidangan dilaksanakan oleh rapat kerja
klasis yang disingkat RAKERSIS
5. Persidangan klasis dipimpin oleh Majelis ketua yang dipilih dari peserta biasa
persidangan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang termasuk unsur Badan Pekerja
klasis
6. Persidangan klasis dianggap sah apabila dihadiri oleh 2/3 dari jumlah jemaat dalam
klasis
7. Keputusan-keputusan mengenai soal-soal prinsipil dalam persidangan klasis, diambil
atas dasar musyawarah untuk mufakat dan apabila tidak tercapai kata sepakat, maka
masalah tersebut diserahkan kepada Badan Pekerja Sinode atau ditangguhkan
sampai persidangan berikut
8. Untuk memperlancar persidangan klasis dan agar tugas persidangan dijalankan
secara efektif maka persidangan dibagi dalam komisi-komisi yang kemudian
menyampaikan hasil pergumulannya pada persidangan pleno
9. Keputusan persidangan klasis disampaikan kepada Badan Pekerja Sinode selambat-
lambatnya satu bulan sesudah persidangan klasis untuk disahkan

21
10. Sebelum disahkan keputusan tersebut belum dapat dilaksanakan kecuali ada hal-hal
yang mendesak maka Badan Pekerja Klasis dapat melaksanakannya, selama tidak
melewati kewenangan Badan Pekerja Sinode
11. Selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan apabila belum disahkan oleh Badan Pekerja
Sinode, keputusan tersebut dapat dilaksanakan

Penjelasan :
Ayat 1-2 : Cukup jelas
Ayat 3 : Sidang Klasis Luar Biasa dilakukan diantara kurun waktu periodesasi
berjalan oleh karena ada kebutuhan dan pergumulan pelayanan dan
kepemimpinan, dan sifatnya tidak harus dilakukan.
Ayat 4 : Rapat Kerja Klasis (RAKERSIS) dilaksanakan setiap tahun untuk :
a. Mengevaluasi dan menetapkan laporan pelaksanaan program kerja dan
Anggaran Pendapatan Belanja Badan Pekerja Klasis yang telah ditetapkan
oleh sidang dan atau rapat tahun sebelumnya.
b. Menetapkan Program Kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Badan
Pekerja Klasis untuk satu tahun pelayanan.
Ayat 6 : Cukup Jelas
Ayat 7 : Yang dimaksud dengan soal-soal prinsipil adalah persoalan-persoalan
menyangkut Ajaran, Tata Gereja dan Kepejabatan.
Ayat 8 : Banyaknya komisi-komisi dalam sidang klasis dan atau rapat kerja klasis,
disesuaikan dengan mekanisme persidangan dan atau rapat kerja yang
berlaku di GPI Papua secara sinodal dan dalam hal-hal khusus dapat
menambahkan komisi sesuai kebutuhan saat itu.
Ayat 9-10 : Cukup Jelas

Pasal 3
SUSUNAN DAN KEANGGOTAAN PERSIDANGAN KLASIS

1. Persidangan klasis terdiri dari anggota biasa dan anggota luar biasa
2. Keanggotaan Sidang Klasis dan atau Sidang Luar Biasa biasa terdiri dari :
a. Anggota biasa yang memiliki hak suara memutuskan, terdiri dari :
 Badan Pekerja Klasis
 Utusan jemaat dari setiap jemaat, terdiri dari 6 (enam) orang (1 pendeta/ketua
majelis jemaat dan 5 penatua / diaken
 Unsur Pelaksana Harian Badan Pekerja Sinode GPI Papua
b. Anggota Luar biasa yang hanya memiliki hak bicara, terdiri dari :
 Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja GPI Papua
 Badan Pembantu Badan Pekerja Klasis (Komisi-komisi, dll)
 Unsur dari Majelis Jemaat
 Undangan yang dipandang perlu oleh Badan Pekerja Klasis
3. Keanggotaan Rapat Kerja Klasis (RAKERSIS),terdiri dari :
a. Anggota biasa yang memiliki hak suara memutuskan, terdiri dari :
 Badan Pekerja Klasis
 Utusan jemaat dari setiap jemaat, terdiri dari 3 (tiga) orang (1 orang
Pendeta/Pengajar Ketua majelis jemaat dan atau Penghentar Jemaat dan 2
penatua / diaken
 Unsur Pelaksana Harian Badan Pekerja Sinode GPI Papua
b. Anggota Luar biasa yang hanya memiliki hak bicara, terdiri dari :
 Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja GPI Papua
 Badan Pembantu Badan Pekerja Klasis (Komisi-komisi, dll)
 Unsur dari Majelis Jemaat
 Undangan yang dipandang perlu oleh Badan Pekerja Klasis

Penjelasan :
Ayat 1 : Anggota Biasa Persidangan dan atau Rapat Kerja Klasis adalah peserta yang
memiliki hak suara memutuskan sedangkan anggota luar biasa adalah
peserta yang hanya memiliki hak bicara.
Ayat 2-3 : Anggota biasa adalah peserta Sidang yang memiliki hak suara
memutuskan, terdiri dari :
- Badan Pekerja Klasis

22
- Perutusan dari Jemaat-jemaat mewakili seluruh presbiter jemaat-
jemaat Gereja Protestan Indonesia di Papua lingkup klasis.
- Badan Pekerja Sinode Gereja Protestan Indonesia di Papua.

Anggota luar biasa yang hanya memiliki hak bicara, terdiri dari :
- Perutusan Tim Pengawas Perbendaharaan Gereja GPI Papua lingkup
klasis dan perutusan Tim Pengawas Perbendaharaan Gereja GPI Papua
Lingkup jemaat yang mewakili seluruh anggota Badan Pengawas
Perbendaharaan Gereja GPI Papua seluruh Jemaat lingkup klasis
- Perutusan Badan Pembantu BadanPekerja Klasis seperti : Komisi pada
masing-masing bidang pelayanan, Panitia, dll
- Unsur Majelis jemaat Penatua/Diaken yang diutus jemaat-jemaat untuk
menghadiri sidang dan atau Rapat Kerja Klasis sebagai peninjau.
- Undangan adalah mereka yang menurut Badan Pekerja Klasis dapat
memberikan sesuatu kontribusi dalam persidangan dan atau Rapat
Kerja.

Pasal 4
TUGAS WEWENANG PERSIDANGAN KLASIS

1. Menetapkan kebijaksanaan dalam rangka menjabarkan dan melaksanakan keputusan


Sinode dalam bidang-bidang : Pelayanan Kategorial (PELKAT); Iman Ajaran dan
Ibadah (I.A.I); Pembinaan dan Pendidikan (BINDIK); Ekonomi keuangan dan
pembangunan (EKUBANG); Kerumah-tanggaan (KRT); Organisasi –
tatalaksana(ORTAL); Gereja dan Masyarakat (Germas)
2. Mengawasi pelaksanaan peraturan-peraturan gereja dalam wilayah kerjanya.
3. Memberi pertimbangan dan usul terhadap pelaksanaan tata gereja, tata ibadah
gereja, dan terhadap masalah yang timbul dalam hubungan dengan hal-hal dimaksud
4. Mengawasi dan membina proses pertumbuhan jemaat-jemaat menuju kepada
kesatuan yang lebih luas / besar
5. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) Badan Pekerja Klasis tahun
pertama periode berjalan
6. Memilih Badan Pekerja Klasis, yaitu Ketua,Wakil-wakil Ketua, Sekretaris dan tujuh
orang anggota
7. Memilih Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja lingkup Klasis (dihilangkan
8. Menilai dan menetapkan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan program kerja
dan Anggaran Pendapatan Belanja Badan Pekerja Klasis yang telah ditetapkan dan
disahkan dalam persidangan sebelumnya

Penjelasan :
Ayat 1-8 : Cukup jelas

Pasal 5
BADAN PEKERJA KLASIS

1. Badan Pekerja Klasis terdiri dari ketua, wakil ketua-wakil, sekretaris,Wakil Sekretaris
dan 7 (tujuh) orang anggota
2. Ketua, Wakil Ketua-wakil, Sekretaris dan Anggota-anggota dipilih dari antara anggota
biasa persidangan klasis, dengan memperhatikan keseimbangan antara Pendeta dan
Penatua
3. Badan Pekerja Klasis dipilih untuk masa bakti 5 (lima) tahun
4. Badan Pekerja Klasis harus memiliki bakat kepemimpinan selaku gembala yang baik
serta memiliki kecakapan yang diperlukan maka pemilihan dan pengangkatan
seseorang dalam jabatan Ketua Klasis wajib memperhatikan persyaratan tersebut
5. Badan Pekerja Klasis dalam jabatan presbiter (Penatua/Diaken) dipilih dari antara
anggota biasa persidangan Klasis, sedangkan jabatan presbiter (Pendeta/Pengajar)
dalam status pegawai GPI Papua dipilih dari antara pegawai yang direkomendasikan
oleh Badan Pekerja Sinode untuk masa bakti 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali
untuk masa bakti kedua.
6. Pelaksana Harian Badan Pekerja Klasis terdiri dari : Ketua, Wakil-wakil Ketua,
Sekretaris dan Wakil Sekretaris.

23
7. Badan Pekerja Klasis dipilih dan ditetapkan oleh Sidang Klasis dan diangkat dengan
surat keputusan oleh Badan Pekerja Sinode GPI Papua
8. Badan Pekerja Sinode berwenang untuk memberi petunjuk tentang jumlah anggota
Badan Pekerja Klasis, kepada klasis-klasis yang dianggap belum dapat mengisi
jabatan-jabatan dalam struktur lingkup klasis bahkan dapat mengangkat pejabat
dalam jabatn Ketua.
9. Pimpinan Bakal Klasis/Resort klasis ditunjuk dan ditetapkan oleh Badan Pekerja
Sinode atas usul Badan Pekerja Klasis dan karena fungsinya Ia adalah anggota Badan
Pekerja Klasis. Ia melaksanakan tugas-tugas klasis dan bertanggungjawab kepada
Badan Pekerja Klasis
10. Ketua klasis karena jabatannya adalah atasan langsung bendaharawan klasis
11. Sesuai bidang-bidang pelayanan gereja pada Badan Pekerja Sinode, maka Bidang-
bidang pelayanan di klasis diatur dalam :
a. Bidang Pelayanan Kategorial ( PELKAT )
b. Bidang Iman Ajaran dan Ibadah (I.A.I)
c. Bidang Pembinaan dan pendidikan ( BINDIK )
d. Bidang Ekonomi Keuangan dan Pembangunan ( EKUBANG )
e. Bidang Kerumah-tanggaan ( KRT )
f. Bidang Organisasi Tatalaksana ( ORTAL ).
g. Bidang Gereja dan Masyarakat (GERMAS)
12. Bidang-bidang tersebut diatas dipimpin oleh kepala bidang yang tugas dan wewenang
serta mekanisme kerjanya ditetapkan oleh Badan Pekerja Klasis.
13. Ketua dan Wakil-wakil Ketua memimpin pembukaan dan penutupan persidangan
klasis, rapat kerja klasis dan rapat Badan Pekerja Klasis.
14. Anggota Badan Pekerja Klasis sedapat mungkin berdominsili dekat pusat klasis.
15. Bagi Anggota Badan Pekerja Klasis dalam jabatan gerejawi Penatua/Diaken diakhir
masa bakti jabatan gerejawinya tidak terpilih lagi untuk masa bakti berikutnya,diaur
sebagai berikut :
a. Tetap melaksanakan tugas jabatan strukturalnya sampai selesaimasa bakti.
b. Badan Pekerja Sinode mengeluarkan Surat Keputusan Pemberhentian dari Jabatan
Penatua/Diaken, selanjutnya dikembalikan kedalam persekutuan jemaat dalam
ibadah khusus di jemaat yang bersangkutan.
16. Jika seorang anggota Badan Pekerja Klasis berhalangan tetap sebelum selesai masa
baktinya, maka Badan Pekerja Klasis dapat mengusulkan penggantinya kepada Badan
Pekerja Sinode untuk diangkat dengan Surat Keputusan
17. Sekretaris klasis karena jabatannya adalah sekretaris persidangan dan atau rapat
kerja klasis

Penjelasan :
Ayat 1 : Jumlah Wakil Ketua sebanyak 3 orang atau sesuai kebutuhan,sedangkan
anggota sebanyak 7 orang
Ayat 2 : Untuk mewujudkan keseimbangan Pendeta/Pengajar dan Penatua/Diaken,
diatur sebagai berikut :
 Ketua, Wakil Ketua bidang Pelkat, I.A.I, Bindik, Wakil Ketua bidang Ortal
dan Sekretaris dipilih dari pegawai GPI Papua dalam jabatan Pendeta dan
Pengajar
 Wakil Ketua bidang KRT dan Ekubang, Wakil Sekretaris dan anggota-
anggota dipilih dari anggota GPI Papua dalam jabatan Penatua dan
Diaken
Ayat 3 : Cukup Jelas
Ayat 4 : Ketua Klasis dalam jabatannya adalah anggota BPS maka harus memiliki
ketrampilan dan kemampuan kepemimpinan serta dapat menerapkan pola
pelayanan GPI Papua yang diamanatkan dalam Tata Dasar GPI Papua Bab
XVII pasal 10
Ayat 5-6 : Cukup Jelas
Ayat 7-8 : Badan Pekerja Sinode sebagai mandaris sinode memiliki kewenangan
organisasi untuk :
a. mengangkat dan memberhentikan anggota Badan Pekerja Klasis.
b. memberikan petunjuk untuk Klasis terkait pemilihan Badan Pekerja Klasis
dalam rangka efisiensi dan efektifitas pelayanan sesuai ketersediaan dan
kemampuan di bidang sumber daya manusia (SDM) maupun keuangan,

24
bahkan mengangkat pejabat dalam jabatan Ketua tanpa melalui
pemilihan.
Ayat 9 : Cukup Jelas
Ayat 10 : Ketua Klasis dalam Jabatannya diberikan kewenangan otorisator dan
ordonatur dalam pengelolaan keuangan gereja di lingkup klasis
Ayat 11-12: Cukup Jelas
Ayat 13 : Cukup Jelas
Ayat 14 : Cukup Jelas

Pasal 6
TUGAS DAN WEWENANG BADAN PEKERJA KLASIS

1. Tugas Badan Pekerja Klasis adalah :


a. Mengatur dan memberi petunjuk pelaksanaan keputusan sinode dan keputusan
persidangan klasis didalam persidangan-persidangan jemaat, sesuai garis
pelaksanaan yang telah ditetapkan dalam bidang-bidang
b. Mempersiapkan dan menghimpun persidangan sebulan sebelum persidangan
c. Menyampaikan laporan umum dan pertanggungjawaban keuangan kepada
persidangan klasis, serta menyampaikan secara tertulis kepada Badan Pekerja
Sinode
d. Mengunjungi jemaat-jemaat dalam klasis dan meneliti serta menyelesaikan
masalah / perselisihan dalam jemaat, hasilnya dilaporkan secara tertulis kepada
Badan Pekerja Sinode
e. Membina dan membantu melancarkan proses pertumbuhan jemaat
f. Mengawasi segala pekerjaan pejabat-pejabat gereja dalam wilayah pelayanan
klasis.
g. Menggiatkan dan memberikan dorongan pada usaha-usaha pengumpulan dana
dalam jemaat demi menunjang pelayanan gereja
h. Menetapkan mekanisme administrasi yang efektif, efisien dan mengatur sebaik-
baiknya arsip gereja di lingkup klasis
i. Memperhatikan kesejahteraan pejabat gereja dalam lingkungan klasis
j. Mengusulkan kepada Badan Pekerja Sinode pengangkatan dan pembebasan
tugas pejabat-pejabat Gereja Protestan Indonesia di Papua dalam lingkungan
Klasis
k. Mengadakan hubungan dengan pemerintah dan badan-badan lainnya, sepanjang
tidak melampaui wewenang dan kebijaksanaan Badan Pekerja Sinode
l. Badan Pekerja Klasis diwakili oleh ketua dan sekretaris klasis menyangkut hak
dan kewajiban klasis
m. Apabila Ketua Berhalangan, maka wakil ketua melaksanakan fungsi ketua
2. Wewenang Badan Pekerja Klasis adalah :
a. Membuat ketentuan-ketentuan pelaksanaan yang dianggap perlu sehubungan
dengan kepemimpinan dan pengawasan pelayanan dalam klasis, serta
menyampaikan secara tertulis kepada Badan Pekerja Sinode
b. Menerapkan tindak disiplin gereja sesuai peraturan penggembalaan dan disiplin
Gereja Protestan Indonesia di Papua
c. Mengsahkan hasil persidangan jemaat
d. Melaksanakan penempatan dan pemindahan pejabat Gereja Protestan
Indonesia di Papua dalam lingkungan klasis dan melaporkannya kepada Badan
Pekerja Sinode
e. Mengurus dan mengawasi harta milik gereja dalam klasis menurut peraturan
perbendaharaan Gereja Protestan Indonesia di Papua dan memanfaatkannya
secara bertanggungjawab
f. Melakukan pengawasan internal terhadap pengelolaan administrasi dan
keuangan di jemaat lingkup klasis

Penjelasan :
Ayat 1-13 : Cukup Jelas
Ayat 14 : Badan Pekerja Klasis sebagai perangkat kepemimpinan organisasi ditingkat
menengah diberikan kewenangan untuk melakukan mutasi internal
pegawai GPI Papua di lingkup klasis dengan Surat Keputusan Badan

25
Pekerja Klasis dan tembusannya disampaikan kepada Badan Pekerja
Sinode sebagai laporan untuk diketahui.
Ayat 15 : Cukup Jelas
Ayat 16 : Pengawasan Internal adalah kewenangan yang diberikan kepada Badan
Pekerja Klasis untuk memeriksa administrasi dan pengelolaan keuanan
gereja di lingkup jemaat.
Ayat 17 : Badan-badan lainnya seperti : Lembaga-lembaga sosial masyarakat,
lembaga-lembaga keagamaan, dll
Ayat 18-19: Cukup Jelas

Pasal 7
RAPAT-RAPAT BADAN PEKERJA KLASIS

1. Rapat-rapat Badan Pekerja Klasis terdiri dari :


a. Rapat Badan Pekerja Klasis yang diadakan sekurang-kurangnya satu kali dalam
tiga bulan, dan atau sesuai kebutuhan
b. Rapat Pelaksana Harian Badan Pekerja Klasis yang diadakan sekurang-kurangnya
satu kali dalam satu bulan atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan
2. Peserta Rapat-Rapat Badan Pekerja Klasis :
a. Peserta Rapat Badan Pekerja Klasis, terdiri dari :
- Ketua, Wakil-wakil Ketua, Sekretaris, Wakil sekretaris Badan Pekerja Klasis,
- Anggota Badan Pekerja Klasis.
b. Peserta Rapat Pelaksana Harian Badan Pekerja Klasis terdiri dari : Ketua, wakil-
wakil Ketua, Sekretaris dan wakil Sekretaris.

Penjelasan :
Ayat 1-2 : Cukup Jelas

Pasal 8
TUGAS RAPAT-RAPAT BADAN PEKERJA KLASIS

1. Rapat Badan Pekerja Klasis bertugas :


a. Mengevaluasi pelaksanaan tugas-tugas Badan Pekerja Klasis sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi serta uraian tugas masing-masing bidang pelayanan.
b. Menetapkan teknis pelaksanaan program pelayanan setiap triwulan dan atau
semester yang telah ditetapkan Badan Pekerja Klasis.
c. Membuat ketentuan-ketentuan teknis yang dianggap perlu sehubungan dengan
kepemimpinan dan pengawasan pelayanan di lingkup klasis
d. Memutuskan masalah-masalah kepejabata di lingkup klasis.

2. Rapat Pimpinan Pelaksana Harian Badan Pekerja Klasis bertugas :


a. Mengevaluasi dan atau menyelesaikan berbagai persoalan pelayanan yang
sifatnya perlu segera ditangani selanjutnya disampaikan dalam Rapat Badan
Pekerja Klasis.
b. Memutuskan masalah-masalah kepejabatan yang sangat krusial.
c. Mengevaluasi kegiatan pengelolaan administrasi gereja di lingkup kerja Badan
Pekerja Klasis.

Penjelasan :
Ayat 1-2 : Cukup Jelas

Pasal 9
PEMEKARAN DAN PEMBENTUKAN KLASIS

1. Demi kemudahan pengorganisasian dan kemantapan pelayanan maka klasis yang


jumlah jemaatnya banyak dan daerah pelayanannya luas, dapat dimekarkan menjadi
dua klasis
2. Guna penyiapan pemekaran, maka wilayah dan jemaat yang akan dimekarkan
disebut bakal klasis

26
3. Satu bakal klasis minimal terdiri dari 5 jemaat, atau karena alasan geografis dapat
kurang dari itu, tetapi dinilai telah dapat mandiri dalam bidang daya dan dana
4. Jemaat-jemaat yang berada dalam bakal klasis tersebut, hak dan kewajibannya sama
dengan jemaat yang ada di klasis
5. Untuk mengorganisir pelayanan di bakal klasis maka ditunjuk Badan Pekerja Bakal
Klasis oleh Badan Pekerja Klasis, selanjutnya akan di tetapkan dengan Surat
keputusan Badan Pekerja Sinode
6. Badan Pekerja Bakal Klasis bertanggung jawab kepada Badan Pekerja Klasis
7. Pembentukan klasis baru dapat dilakukan di wilayah-wilayah jemaat khusus dengan
ketentuan minimal harus memiliki/beranggotakan 3 jemaat.
Penjelasan :
Ayat 1-7 : Cukup Jelas

Pasal 10
HUBUNGAN KLASIS DAN SINODE
TENTANG PENYELESAIAN MASALAH

1. Bila persidangan klasis mengambil keputusan yang dianggap bertentangan dengan


kebijakan Sinode Gereja Protestan Indonesia di Papua, maka Badan Pekerja Sinode
berhak mengubah dan meniadakan keputusan tersebut.
2. Jika persidangan klasis merasa keberatan dengan keputusan Badan Pekerja Sinode
tentang hal tersebut, maka keberatan itu boleh diteruskan ke persidangan sinode
3. Selama Sinode belum mengambil keputusan terhadap keberatan yang diajukan
kepadanya, keputusan tersebut pada ayat 1 diatas tidak boleh dilaksanakan.
Penjelasan :
Ayat 1-2 : Kewenangan Pengawasan yang diberikan oleh Sinode kepada Badan
Pekerja Sinode terhadap keputusan-keputusan yang telah ditetapkan oleh
sinode
Ayat 3 : Keputusan persidangan Klasis yang dianggap bertentangan dengan
kebijakan sinode yang telah diubah dan atau ditiadakan/dibatalkan oleh
Badan Pekerja Sinode dan kemudian klasis menyampaikan keberatannya
atas keputusan Badan Pekerja Sinode tersebut kepada sinode tidak boleh
dilaksanakan sebelum sinode mengambil keputusan.

Pasal 11
PENUTUP

1. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini dapat diatur kemudian oleh Badan
Pekerja Sinode dan kemudian diajukan ke persidangan Sinode untuk ditetapkan
2. Peraturan ini hanya dapat diubah oleh Persidangan Sinode
3. Dengan ditetapkannya peraturan ini maka Peraturan Klasis tahun 2003 dinyatakan
tidak berlaku lagi
4. Peraturan ini mulai berlaku sejak ditetapkan
Penjelasan :
Ayat 1-4 : Cukup Jelas

Ditetapkan di : Kaimana
Pada tanggal : 14 Februari 2013

BADAN PEKERJA SINODE


GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

KETUA SEKRETARIS

Pdt. W. RUMAINUM, S.Th Pdt.J. SALU, M.Th

27
PERATURAN POKOK GPI PAPUA NOMOR 3

TENTANG JEMAAT

Pasal 1
HAKEKAT JEMAAT DAN MAJELIS JEMAAT

1. Jemaat adalah persekutuan orang-orang percaya yang berada disuatu tempat dan
lingkungan tertentu dalam wilayah pelayanan Gereja Protestan Indonesia di Papua
2. Persekutuan orang-orang percaya sebagaimana disebut dalam ayat 1, baru disebut
suatu jemaat bila memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Ada aktifitas pelayanan Firman dan Sakramen
b. Memiliki perangkat Pelayan/ Presbiter sekurang-kurangnya Penatua dan Diaken
c. Memiliki sebuah tempat untuk beribadah
d. Memiliki kemampuan dana untuk membiayai keberlangsungan pelayanan
3. Jemaat khusus adalah Jemaat Gereja Protestan Indonesia di Papua, yang karena
faktor geografis tidak dapat disatukan ke dalam salah satu Klasis Gereja Protestan
Indonesia di Papua sehingga kepadanya diberikan status khusus dengan pengertian:
a. Memiliki hubungan tugas dan tanggung jawab langsung dengan Badan Pekerja
Sinode
b. Dapat menghadiri persidangan Sinode
c. Kepadanya tetap diberlakukan peraturan GPI Papua tentang Jemaat Gereja
Protestan Indonesia di Papua
4. Batas-batas jemaat ditentukan oleh Sinode Cq. Badan Pekerja Sinode, dalam
koordinasi dengan Majelis Jemaat dan Badan Pekerja Klasis sesuai keputusan
persidangan Klasis
5. Majelis Jemaat adalah Pimpinan Jemaat yang kepadanya diserahkan tanggungjawab
kepemimpinan, pengawasan dan penyelenggaraan pelayanan Gereja Protestan
Indonesia di Papua di jemaat yang bersangkutan
6. Majelis Jemaat terdiri dari unsur :
a. Penatua
b. Diaken
c. Pendeta
d. Pengajar
7. Anggota-anggota Majelis Jemaat melaksanakan tugas pelayanannya berdasarkan
Surat Keputusan Badan Pekerja Sinode dan atau Badan Pekerja Klasis.
8. Keseharian tugas Majelis Jemaat dilaksanakan oleh Pekerja Harian Majelis Jemaat
yang dilengkapi dengan Badan-badan Pembantu pada bidang-bidang.

Penjelasan :
Ayat 1 : Hal ini terkait dengan pemahaman tentang esensi jemaat bahwa jemaat
pada hakekatnya adalah Persekutuan Orang-orang percaya yang disebut
Ekklesia, terdiri dari orang-orang yang dipanggil keluar dari kegelapan
kepada kehidupan Terang di dalam Kristus yang berkumpul didalam
Nama Tuhan disuatu tempat tertentu ( I Petrus 2 : 9, 10 ; Matius 18 :
20 )
Ayat 2 : Ini adalah kriteria minimal suatu jemaat
Ayat 3 : Kekhususan ini bersifat sementara selama jemaat yang bersangkutan
belum dapat digabungkan kedalam suatu Klasis
Ayat 4 : Cukup jelas
Ayat 5 : Majelis Jemaat adalah Badan yang dipercayakan melaksanakan tugas
kepemimpinan dan pelayanan di dalam jemaat.
Ayat 6 : Cukup Jelas
Ayat 7 : Surat Keputusan Badan Pekerja Sinode terkait dengan Pengangkatan
(Penatua dan Diaken) dan Penempatan (Pendeta dan Pengajar),
sedangkan Surat Keputusan Badan Pekerja Klasis terkait dengan
Pengesahan Struktur Pelaksana Harian Majelis Jemaat.
Ayat 8 : Yang dimaksud dengan Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ), dan
Badan Pembantu adalah sebagaimana pasal 13 dan pasal 16 peraturan
ini.

28
Pasal 2
KEANGGOTAAN JEMAAT

1. Anggota-anggota dari suatu jemaat Gereja Protestan Indonesia di Papua adalah


a. Mereka yang dilahirkan oleh Warga Gereja Protestan Indonesia di Papua
b. Mereka yang dibaptis dalam Jemaat Gereja Protestan Indonesia di Papua
c. Mereka yang telah menyatakan pengakuan imannya secara nyata dalam jemaat
tersebut
d. Mereka yang sementara dipersiapkan untuk dibaptis dalam Jemaat tersebut
e. Mereka yang berasal dari jemaat lain dalam lingkungan Gereja Protestan Indonesia
di Papua dan dari Gereja-gereja yang seazas dan seikrar dengan Gereja Protestan
Indonesia di Papua dengan terlebih dahulu menyerahkan surat Atestasi dari jemaat
tempat tinggal terakhir
f. Mereka yang berasal dari Gereja bagian mandiri Gereja Protestan di Indonesia
dengan menyerahkan surat Atestasi
g. Terdaftar dalam buku Daftar Induk Jemaat dari Jemaat tersebut

2. Keanggotaan dari seorang anggota jemaat dinyatakan berakhir apabila :


a. Berpindah dari jemaat tersebut
b. Telah menyatakan secara tertulis dan diumumkan didepan jemaat bahwa yang
bersangkutan atas kemauan sendiri berhenti dari keanggotaan Gereja Protestan
Indonesia di Papua, karena pindah ke Gereja lain atau agama lain
c. Telah meninggal dunia
d. Diberhentikan sebagai anggota GPI Papua
e. Mengaktifkan diri dalam kegiatan ibadah kelompok lain bukan GPI Papua yang
bertentangan dengan pengakuan GPI Papua

Penjelasan :
Ayat 1 a-d, : Cukup Jelas
e -f : Pendaftaran sebagai anggota jemaat baru dilakukan setelah atestasi
diserahkan oleh yang bersangkutan
g : Cukup Jelas
Ayat 2 a : Berpindah dari jemaat tersebut artinya berpindah di lingkungan GPI
Papua atau ke jemaat lain diluar dari jemaat itu
b : Bila pindah ke gereja lain ia harus membuat surat pernyataan
pengunduran diri
c : Cukup jelas
d-e : Diberhentikan sebagai anggota GPI Papua oleh karena mengingkari
pengakuan iman, ajaran gereja, serta secara prinsipil melanggar Tata
Gereja GPI Papua

Pasal 3
PROSES PENDAFTARAN DAN PERPINDAHAN ANGGOTA JEMAAT

1. Nama setiap anggota keluarga harus dicatat oleh Majelis Jemaat dalam daftar jemaat
atau daftar induk jemaat
2. Anggota Majelis Jemaat mencatat setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungan
pelayanannya yang menyangkut kelahiran, baptisan, sidi, nikah, kepindahan dan
meninggal dunia
3. Nama-nama dari mereka yang termasuk dalam ayat (2), harus dicatat dalam daftar
baptisan, daftar sidi, daftar nikah, daftar kelahiran dan daftar kematian
4. Jika seorang anggota jemaat atau suatu keluarga berpindah ke jemaat lain dalam
lingkungan Gereja Protestan Indonesia di Papua, maka yang bersangkutan harus
meminta Surat Keterangan dari Majelis Jemaat guna menyatakan kepindahan itu
5. Bila perpindahan itu berlangsung ke Gereja lain di luar lingkungan Gereja Protestan
Indonesia di Papua, maka kepada yang bersangkutan diberikan Atestasi oleh Majelis
Jemaat
6. Anggota jemaat yang atas kehendak sendiri menyatakan berhenti dari keanggotaan
Gereja Protestan Indonesia di Papua, haruslah diumumkan kepada jemaat dalam
Ibadah Minggu

29
7. Daftar keanggotaan jemaat sebagaimana dimaksud dalam ayat-ayat diatas, dibuat
menurut contoh yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Sinode

Penjelasan :
Ayat 1-7 : Cukup jelas

Pasal 4
PELAYANAN JEMAAT

1. Setiap anggota jemaat terpanggil untuk melaksanakan amanat Imamat Am (I Petrus


2:9).
2. Anggota jemaat yang mempunyai tugas khusus adalah Pelayan Firman, Penatua,
Diaken dan Pengajar, kepada mereka dipercayakan tanggung jawab pemeliharaan
dan pembangunan jemaat menuju jemaat yang Missioner.
3. Pelayanan Jemaat terdiri dari :
3.1. Pelayanan Umum
a. Ibadah Jemaat
b. Pemberitaan Firman
c. Sakramen (Baptisan dan Perjamuan Kudus)
d. Pemberkatan Nikah
e. Peneguhan Pelayan
f. Peneguhan anggota-anggota Sidi Baru
g. Ibadah Pemakaman
h. Katekisasi dan PAK di sekolah-sekolah
i. Penggembalaan
j. Diakonia
k. Pekabaran Injil
3.2. Pelayanan Khusus
a. Kepada anak / remaja / pemuda / siswa / mahasiswa / wanita / pria
b. Pelayanan kepada orang sakit, narapidana, tuna susila, tuna karya, tuna
netra, Panti asuhan, dll
c. Golongan fungsional serta karyawan TNI, POLRI sesuai unit-unit kerja
tertentu seperti kantor, rumah sakit, pelabuhan dan lain-lain
d. Mekanisme pelayanan jemaat pada bidang-bidang (unit-unit), seperti
termaksud pada butir b dan c ayat ini, diatur tersendiri di dalam peraturan
operasional pelayanan jemaat oleh Majelis Jemaat setempat
Penjelasan :
Ayat 1 : Imamat Am dalam PL terbatas pada golongan minoritas tertentu, yakni yang
bertugas mempersembahkan korban kepada Allah mewakili umatNya dan
berbicara langsung kepada Allah. Kel 28:1, II Taw 29:11. Dalam PB, setiap
orang percaya melalui Yesus Kristus menjadi Imam dihadapan Allah. Artinya
bahwa dia dapat langsung menghadap Allah melalui Kristus, berkewajiban
hidup kudus, harus mempersembahkan persembahan rohani kepada Allah
dengan hidup dalam ketaatan, melayani dengan segenap hati dan pikiran,
saling mendoakan/ bersyafaat, melakukan perbuatan baik, dan lain lain
Ayat 2,3 : Cukup jelas

Pasal 5
PEMBENTUKAN JEMAAT BARU

1. Apabila sekumpulan anggota gereja berpindah ke suatu tempat dalam lingkungan


pelayanan Gereja Protestan Indonesia di Papua dimana tidak ada jemaat atau karena
kegiatan pekabaran Injil sehingga lahir sekumpulan orang percaya kepada Yesus
Kristus, maka dapat dibentuk jemaat Gereja Protestan Indonesia di Papua di tempat
itu.
2. Untuk maksud itu maka anggota-anggota gereja yang bersangkutan menyampaikan
permohonan kepada Badan Pekerja Klasis dengan tembusan kepada Badan Pekerja
Sinode.
3. Surat permohonan itu disertai keterangan mengenai :
a. Jumlah anggota Gereja yang ada
b. Aktifitas pelayanan yang sementara dilakukan
c. Tempat Ibadah dan Pastori

30
d. Keadaan penduduk di sekitar tempat itu disertai peta situasi pelayanan
e. Tata letak jemaat tersebut dengan pusat Klasis dan jemaat berdekatan.
4. Setelah Badan Pekerja Klasis mempelajari permohonan tersebut dan
mempertimbangkannya maka untuk sementara Badan Pekerja Klasis
mempercayakan tugas pelayanan itu kepada Majelis Jemaat terdekat, kemudian
menyampaikannya kepada Persidangan Klasis untuk disetujui.
5. Apabila telah disetujui, maka Persidangan Klasis dapat merekomendasikan Badan
Pekerja Klasis untuk melaporkan kepada Badan Pekerja Sinode untuk ditetapkan
dalam surat keputusan selanjutnya meresmikan jemaat baru tersebut yang dilakukan
dalam suatu Ibadah resmi yang dipimpin oleh Badan Pekerja Klasis.
Penjelasan :
Ayat 1 : Proses pembentukan jemaat baru dimulai dari pos pelayanan/balai
kerohanian, dan menjadi bakal jemaat
Ayat 2– 5 : Cukup jelas

Pasal 6
PENGGABUNGAN BEBERAPA JEMAAT

1. Demi tuntutan pelayanan, jemaat-jemaat yang berdekatan dapat digabungkan.


Penggabungan ini dapat dilakukan setelah didahului dengan percakapan-percakapan
yang matang oleh Badan Pekerja Klasis dengan jemaat-jemaat yang bersangkutan.
Hal ini kemudian diusulkan kepada Badan Pekerja Sinode untuk disetujui.
2. Setelah disetujui dan ditetapkan oleh Badan Pekerja Sinode dengan surat keputusan,
maka peresmiannya dilakukan dalam
Ibadah khusus yang dipimpin oleh Badan Pekerja Klasis dan kemudian
melaporkannya kepada Badan Pekerja Sinode.

Penjelasan :
Ayat 1a : Penggabungan jemaat-jemaat yang berdekatan dapat terjadi misalnya
dengan alasan demi efisiensi dan efektifitas pelayanan
b : Penyatuan jemaat ini diatur dan ditetapkan oleh Sinode melalui mandarisnya
dalam sidang dan atau rapat-rapatnya.
Ayat 2 : Cukup Jelas

Pasal 7
PEMEKARAN JEMAAT

1. Demi pemantapan Pelayanan Jemaat, maka jemaat yang jumlah anggotanya banyak
dan daerah pelayanannya luas, dapat dimekarkan menjadi 2 jemaat dengan
memperhatikan jiwa dari pasal 1 ayat 2.
2. Pemekaran tersebut diproseskan dari jemaat ke Klasis Cq. Badan Pekerja Klasis,
kemudian Badan Pekerja Klasis menyampaikan hal itu kepada persidangan Klasis
dan apabila disetujui maka persidangan Klasis merekomendasikan Badan Pekerja
Klasis untuk merealisasi pemekarannya dalam suatu Ibadah resmi yang dipimpin oleh
Badan Pekerja Klasis yang kemudian melaporkan kepada Badan Pekerja Sinode untuk
ditetapkan.

Penjelasan :
Ayat 1 : Pemekaran dilakukan dalam rangka mendekatkan pelayanan gereja kepada
umat sekaligus dalam rangka memaksimalkan pelayanan terhadap umat.
Ayat 2 : Pengresmian Jemaat baru maupun hasil pemekaran dilakukan dalam suatu
ibadah resmi setelah Badan Pekerja Klasis menerima Surat Keputusan
Badan Pekerja Sinode tentang penetapan jemaat GPI Papua.

Pasal 8
PELAYANAN TERHADAP JEMAAT-JEMAAT BESAR

1. Untuk jemaat-jemaat yang daerah pelayanannya luas dan jumlah anggotanya banyak
dapat diatur pembagian kedalam sektor / unit pelayanan yang wajar.
2. Pembagiannya diatur sesuai pasal 12 peraturan ini.

31
Penjelasan :
Ayat 1-2 : Cukup Jelas

Pasal 9
PERSIDANGAN PRESBITER JEMAAT

1. Sesuai sistem presbiterial sinodal maka persidangan jemaat adalah persidangan


presbiter jemaat yang selain dihadiri oleh para presbiter yang memiliki hak suara
memutuskan, juga dihadiri oleh Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja lingkup
Jemaat, utusan dari sektor dan unit pelayanan, dan utusan dari wadah – wadah
pelayanan kategorial.
2. Persidangan Jemaat merupakan perangkat yang berwenang menggembalakan,
memimpin dan mengarahkan seluruh pelayanan jemaat.
3. Persidangan dilaksanakan sekali dalam setahun.
4. Persidangan dianggap sah apabila dihadiri oleh 2/3 Majelis Jemaat.
5. Persidangan dipimpin oleh Ketua dan Wakil Ketua Majelis Jemaat.
6. Anggota Badan Pekerja Sinode dan atau Badan Pekerja Klasis menghadiri
persidangan jemaat itu selaku penasehat dalam status anggota biasa.

Penjelasan :
Ayat 1 : Utusan sektor dan unit di tetapkan melalui rapat sektor dan unit dan dalam
persidangan mempunyai hak bicara.
Ayat 2-6 : Cukup Jelas

Pasal 10
TUGAS PERSIDANGAN PRESBITER JEMAAT

1. Menggembalakan, memimpin dan mengarahkan seluruh pelayanan dalam jemaat.


2. Menjabarkan program-program Sinode dan Klasis di lingkup jemaat.
3. Menyampaikan laporan pertanggung jawaban kegiatan pelayanan dan keuangan
jemaat selama satu tahun.
4. Menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat untuk satu tahun.
5. Memilih Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja lingkup Jemaat

Penjelasan :
Ayat 1 – 5 : Cukup jelas

Pasal 11
RAPAT SIDI JEMAAT

1. Rapat Sidi jemaat diadakan sekali dalam lima tahun untuk memilih Penatua dan
Diaken jemaat atau sewaktu – waktu bila diperlukan.
2. Rapat Sidi Jemaat berfungsi sebagai wadah penyampaian aspirasi jemaat.
3. Rapat Sidi jemaat di hadiri oleh seluruh anggota sidi jemaat yang berhak memilih.
4. Tugas pokok rapat sidi jemaat ialah :
a. Memilih para Penatua dan Diaken Jemaat
b. Bila dipandang perlu dapat meminta pertanggungjawaban Majelis Jemaat atas
pelaksanaan panggilannya

Penjelasan :
Selain Rapat Sidi Jemaat ada pula Rapat Sektor Pelayanan dan Rapat Unit Pelayanan
yang diikuti oleh anggota sidi Gereja di Sektor dan Unit Pelayanan

Pasal 12
SEKTOR DAN UNIT PELAYANAN

1. Sektor pelayanan adalah bagian wilayah pelayanan jemaat yang mencakupi maksimal
50 kepala keluarga (terdiri atas 3 unit pelayanan).
2. Sektor pelayanan dikoordinir oleh koordinator pelayanan sektor.
3. Unit pelayanan dikoordinir oleh koordinator pelayanan unit.

32
4. Tugas koordinator pelayanan sektor dan koordinator pelayanan unit diatur lebih
lanjut didalam peraturan pelaksanaan tentang Pedoman Organisasi Gereja Protestan
Indonesia di Papua.

Penjelasan :
Ayat 1 : Jumlah maksimal anggota jemaat dalam satu sektor adalah 50 Kepala
Keluarga, sedangkan jumlah anggota jemaat dalam satu unit pelayaan
minimal 15 Kepala Keluarga dan maksimal 20 Kepala Keluarga.
Ayat 2 : Koordinator Pelayanan Sektor diambil dari anggota Majelis Jemaat sesuai
pembidangan tugas pelayanan sektor dalam jemaat.
Ayat 3 : Koordinator Pelayanan Unit diambil dari anggota jemaat pada unit tersebut
dengan memperhatikan golongan fungsional serta terdiri dari minimal tiga
orang.
Ayat 4 : Cukup Jelas

Pasal 13
PELAKSANA HARIAN MAJELIS JEMAAT

1. Pelaksana Harian Majelis Jemaat adalah Pelaksana tugas sehari-hari Majelis Jemaat
yang terdiri dari:
a. Seorang Ketua yaitu Pendeta/pelayan Firman dan Sakramen atau Pengajar yang
ditetapkan oleh Badan Pekerja Sinode
b. Sebanyak-banyaknya tiga orang Wakil Ketua yang dipilih dari antara Penatua
anggota Majelis Jemaat untuk membina dan mengawasi pelaksanaan tugas
Bidang-bidang Pelayanan
c. Seorang Sekretaris dan seorang Wakil Sekretaris yang dipilih dari antara para
Penatua anggota Majelis Jemaat
d. Anggota yang melaksanakan tugas sebagai Koordinator Bidang dan Koordinator
Sub Bidang pelayanan.
2. Pelaksana Harian Majelis Jemaat dipilih dalam Rapat Majelis Jemaat dan angkat
dengan surat keputusan Badan Pekerja Klasis.
3. Masa Kerja Pelaksana Harian Majelis Jemaat adalah 5 (lima) tahun sesuai periodesasi
Kepemimpinan Lembaga GPI Papua.
4. Keanggotaan Pelaksana Harian Majelis Jemaat diatur sebagai berikut :
a. Pelayan Khusus lebih dari lima puluh orang jumlahnya 25 orang
b. Pelayan Khusus lebih dari empat puluh satu orang sampai lima puluh orang
jumlahnya 19 orang
c. Pelayan Khusus lebih dari tiga puluh satu orang sampai empat puluh orang
jumlahnya 15 orang
d. Pelayan Khusus lebih dari dua puluh satu orang sampai tiga puluh orang
jumlahnya 11 orang
e. Pelayan Khusus lebih dari sebelas sampai dua puluh orang jumlahnya 9 orang
f. Pelayan Khusus yang kurang dari sebelas orang jumlahnya diatur dengan
Keputusan Pelaksana Harian Badan Pekerja Sinode

Penjelasan :
Ayat 1-3 : Cukup Jelas
Ayat 4 : Keanggotaan PHMJ sebagaimana diatur dalam ayat ini yang akan
melaksanakan tugas sebagai Ketua (Pendeta/Pengajar), Wakil-wakil Ketua,
Sekretaris dan wakil sekretaris, Koordinator Bidang dan Koordinator Sub-sub
Bidang dan anggota sub-sub bidang. Sedangkan anggota Majelis Jemaat
lainnya bertanggunjawab melaksanakan tugas pelayanan pada sektor dan
unit pelayanan

Pasal 14
TUGAS MAJELIS JEMAAT

1. Memimpin dan mengawasi penyelenggaraan panggilan dan pelayanan Gereja


dilingkup jemaatnya.
2. Memutuskan pada lingkup jemaat masalah-masalah yang ada dalam jemaatnya.

33
3. Memelihara, mengawasi dan mengelola harta milik Gereja Protestan Indonesia di
Papua di lingkup jemaat, sesuai peraturan perbendaharaan Gereja, Gereja Protestan
Indonesia di Papua.
4. Memberikan laporan triwulan tentang seluruh kegiatan pelayanan kepada Badan
Pekerja Klasis, termasuk statistik jemaat, dan untuk laporan keuangan dilakukan
setiap bulan.
5. Mempersiapkan dan meyelenggarakan Sidang Jemaat, Rapat Majelis Jemaat dan
Rapat Sidi Jemaat.
6. Membangun hubungan kerjasama Oikumenis dengan gereja-gereja lain dan atau
lembaga pemerintah dan kemasyarakatan sepanjang tidak melangkahi peraturan
Gereja Protestan Indonesia di Papua

Penjelasan :
Ayat 1-3 : Cukup Jelas
Ayat 4 : Laporan Pelayanan dan Statistik Jemaat disampaikan setiap tiga bulan
sekali, sedangkan laporan keuangan disampaikan setiap bulan paling
lambat tanggal sepuluh bulan berikutnya
Ayat 5-6 : Cukup jelas

Pasal 15
RAPAT-RAPAT MAJELIS JEMAAT

1. Rapat-rapat Majelis Jemaat terdiri dari :


a. Rapat Majelis Jemaat yang diadakan sekurang-kurangnya satu kali dalam tiga
bulan, dan atau sesuai kebutuhan
b. Rapat Pelaksana Harian Majelis Jemaat yang diadakan sekurang-kurangnya satu
kali dalam satu bulan atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.
c. Rapat Pimpinan Pelaksana harian Majelis Jemaat yang diadakan sekurang-
kurangnya satu kali dalam satu bulan atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.
2. Keputusan-keputusan rapat tidak boleh bertentangan dengan dasar dan panggilan
Gereja serta peraturan Gereja Protestan Indonesia di Papua yang berlaku

Penjelasan :
Ayat 1a : Rapat majelis Jemaat diikuti oleh semua anggota Majelis Jemaat (PHMJ dan
Koordinator Pelayanan Sektor)
Ayat 1b : Rapat PHMJ diikuti oleh Pimpinan dan anggota PHMJ
Ayat 1c : Rapat Pimpinan PHMJ diikuti oleh Ketua, Wakil-wakil Ketua, Sekretaris dan
wakil sekretaris Majelis Jemaat.
Ayat 2 : Cukup Jelas

Pasal 16
TUGAS RAPAT-RAPAT MAJELIS JEMAAT

1. Rapat Majelis Jemaat bertugas :


a. Mengevaluasi pelaksanaan tugas-tugas Majelis Jemaat sebagaimana diatur dalam
pasal 14 peraturan ini setiap triwulan dan atau semester dan merencanakan
pelaksanaan program triwulan dan atau semester berikutnya.
b. Mengevaluasi pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat satu
semester dan melakukan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat
bila diperlukan.
2. Rapat Pelaksana Harian Majelis Jemaat bertugas :
a. Mengevaluasi pelaksanaan tugas-tugas Pelaksanan Harian Majelis Jemaat sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi serta uraian tugas masing-masing bidang
pelayanan.
b. Menetapkan teknis pelaksanaan program pelayanan setiap triwulan dan atau
semester yang telah ditetapkan Majelis Jemaat.
3. Rapat Pimpinan Pelaksana Harian Majelis Jemaat bertugas :
a. Mengevaluasi dan atau menyelesaikan berbagai persoalan pelayanan yang
sifatnya perlu segera ditangani selanjutnya disampaikan dalam rapat Pelaksana
harian Majelis Jemaat dan atau Rapat Majelis Jemaat.
b. Memutuskan pemanfaatan dana dari Pos Biaya tak terduga apabila akan
digunakan.

34
Penjelasan :
Ayat 1-3 : Cukup Jelas

Pasal 17
BADAN PEMBANTU MAJELIS JEMAAT

Demi terlaksananya tugas-tugas yang mantap, Majelis Jemaat dapat membentuk Badan
Pembantu yaitu komisi pelayanan, panitia, kelompok/tim Kerja dilingkup Jemaat dengan
memperhatikan golongan fungsional dan profesional dalam jemaat

Penjelasan :
Badan Pembantu yang dibentuk Majelis Jemaat sesuai kebutuhan dan dapat bersifat
parmanen dan atau temporer.

Pasal 18
HARTA MILIK GEREJA

1. Harta milik jemaat ialah seluruh harta milik Gereja Protestan Indonesia di Papua yang
ada dan di kelola di jemaat
2. Hal – hal lain mengenai harta milik jemaat diatur dalam peraturan perbendaharaan
Gereja Prostestan Indonesia di Papua

Penjelasan :
Ayat 1-2 : Cukup Jelas

Pasal 19
KETENTUAN PENUTUP

1. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, kebijaksanaannya diserahkan kepada
Badan Pekerja Sinode.
2. Peraturan ini hanya dapat diubah oleh persidangan Sinode.
3. Dengan diberlakukannya peraturan ini maka peraturan sebelumnya tentang Jemaat
Gereja Protestan Indonesia di Papua tahun 2003 dinyatakan tidak berlaku lagi.
4. Peraturan ini mulai berlaku sejak ditetapkan.

Penjelasan :
Ayat 1-4 : Cukup Jelas

Ditetapkan di : Kaimana
Pada tanggal : 14 Februari 2013

BADAN PEKERJA SINODE


GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

KETUA SEKRETARIS

Pdt. W. RUMAINUM, S.Th Pdt.J. SALU, M.Th

35
GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

PERATURAN GPI PAPUA NOMOR 1


TENTANG

POKOK-POKOK PERBENDAHARAAN GEREJA

Pasal 1
KETENTUAN UMUM
1. Perbendaharaan Gereja Protestan Indonesia di Papua adalah seluruh harta milik
Gereja Protestan Indonesia di Papua berupa uang dan barang yang dikuasai dan
dikelola, secara langsung maupun tidak langsung.
2. Harta milik gereja sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, mencakup :
a. Uang (uang kertas dan uang logam )
b. Barang (barang bergerak dan barang tidak bergerak)
3. Ruang lingkup perbendaharaan gereja mencakup :
a. Yang diurus langsung oleh gereja, yaitu harta milik gereja yang ada dan dikelola
di jemaat, dikelola dan dikembangkan oleh Badan Pekerja Klasis dan yang ada
langsung dalam pengurusan Badan Pekerja Sinode
b. Yang dipisahkan / tidak diurus langsung oleh gereja yaitu diurus oleh badan-
badan hukum milik gereja, seperti yayasan dan lain-lain
4. Pengurusan perbendaharaan gereja terdiri dari :
a. Pengurusan umum (Pengurusan administratif) yaitu pengurusan yang
mengandung unsur penguasaan dan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a.1. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
a.2. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
a.3. Pertanggungjawaban
b. Pengurusan khusus (Pengurusan bendaharawan) yaitu pengurusan yang
mengandung unsur kewajiban dan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
b.1. Tata Pembukuan
b.2. Perhitungan
b.3. Pelaporan
5. Pengurusan Perbendaharaan Gereja dilaksanakan oleh pejabat-pejabat tertentu baik
karena jabatannya maupun karena ditunjuk. Untuk itu Ketua Sinode karena
jabatannya bertindak sebagai penguasa yang memegang kekuasaan dalam
pengurusan umum sedangkan Kepala Bidang Ekonomi Keuangan pada Badan
Pekerja Sinode Gereja Protestan Indonesia di Papua adalah pejabat yang ditunjuk
untuk menjalankan urusan khusus
6. Tiap jemaat dan Klasis Gereja Protestan Indonesia di Papua menyelenggarakan
administrasi perbendaharaan dan pengurusan keuangan yang terpusat dalam arti
kata bahwa bendaharawan Jemaat, Klasis dan Sinode harus menguasai seluruh
kegiatan mengenai perbendaharaan dan peredaran keuangan dalam jemaat
7. Administrasi perbendaharaan gereja untuk semua Jemaat, Klasis dan Sinode adalah
seragam dan terpusat pada Majelis jemaat, Badan Pekerja Klasis dan Badan Pekerja
Sinode
8. Mengingat pengurusan perbendaharaan gereja dilaksanakan disemua jenjang
kepemimpinan gereja, maka Ketua Klasis dan penghentar Jemaat (Ketua Majelis
Jemaat), karena jabatannya bertindak atas nama Ketua Sinode sebagai penguasa
diwilayahnya masing-masing. Untuk urusan khusus baik ditingkat Badan Pekerja
Sinode, Badan Pekerja Klasis dan Majelis Jemaat, dilaksanakan oleh pejabat yang
ditunjuk. Pelimpahan wewenang dimaksud harus diatur dengan surat keputusan

Penjelasan :
Ayat 1 : Cukup Jelas
Ayat 2 : Yang dimaksud dengan harta milik gereja adalah :
a. Uang (uang kertas dan uang logam)
b. Barang (barang bergeraka dan barang tidak bergerak)
Ayat 3-8 : Cukup Jelas

36
Pasal 2
PENYUSUNAN ANGGARAN

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja disusun secara sistematis berdasarkan


prinsip berimbang dan dinamis
2. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja dilaksanakan disetiap jenjang
kepemimpinan gereja, yaitu :
a. Anggaran Pendapatan Belanja Sinode, disusun oleh Badan Pekerja Sinode
b. Anggaran Pendapatan Belanja Klasis, disusun oleh Badan Pekerja Klasis
c. Anggaran Pendapatan Belanja Jemaat, disusun oleh Majelis Jemaat
3. Anggaran Pendapatan Belanja Gereja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini,
menurut sifatnya disebut Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja
4. Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Gereja, selanjutnya diajukan oleh :
a. Badan Pekerja Sinode kepada persidangan sinode / Rapat Kerja Sinodal
(Rakerdal)
b. Badan Pekerja Klasis kepada persidangan klasis / Rapat Kerja Klasis (Rakersis)
c. Majelis Jemaat kepada persidangan jemaat
Untuk dibahas dan ditetapkan sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja
5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja yang telah ditetapkan khususnya
Anggaran Pendapatan dan Belanja Klasis dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Jemaat, baru dapat dilaksanakan setelah mendapat pengesahan dari masing-
masing :
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Klasis oleh Badan Pekerja Sinode
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat oleh Badan Pekerja Klasis
6. Sebelum Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja disahkan, maka pengurusan
perbendaharaan gereja dilaksanakan sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Gereja tahun sebelumnya
7. Tiga bulan kemudian apabila ternyata Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja
belum disahkan, maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja yang telah
ditetapkan dapat dilaksanakan

Penjelasan :
Ayat 1 : Yang dimaksud dengan sistematis adalah sumber-sumber penerimaan dan
belanja disusun secara berurut dan jelas. Prinsip berimbang adalah bahwa
dalam penyusunan anggaran target penerimaan harus berimbang (sama
besar) dengan target belanja, sedangkan yang dimaksud dengan prinsip
dinamis adalah bahwa dalam pengelolaan anggaran angka-angka dalam
setiap pos penerimaan yang ditargetkan merupakan angka-angka minimal
yang harus dicapai sedangkan angka-angka dalam setiap pos belanja yang
ditargetkan merupakan angka-angka maksimal yang tidak boleh di lampaui
namun dimungkinkan untuk melakukan pergeseran dan perubahan anggaran
dengan alasan-alasan yang objektif dan dapat dipertanggunjawabkan.
Ayat 2-3 : Cukup Jelas

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

1. Tahun Anggaran Gereja Protestan Indonesia di Papua berlaku dari 1 Januari sampai
31 Desember berikutnya
2. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja meliputi
a. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
b. Pelaksanaan Anggaran Belanja
c. Pelaksanaan/perubahan anggaran
d. Tata pembukuan
e. Perhitungan
f. Pelaporan
g. Pengawasan
h. Pertanggungjawaban.
3. Jumlah anggaran pendapatan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Gereja adalah merupakan batas minimal yang harus dicapai, sedangkan
jumlah anggaran belanja sebagaimana ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan
belanja Gereja adalah batas maksimal yang tidak boleh dilampaui

37
4. Penyimpangan terhadap ayat (3) pasal ini, harus dituangkan dalam perubahan
anggaran oleh setiap pejabat yang berwewenang untuk kemudian ditetapkan dan
disahkan sesuai prosedur penetapan pendapatan dan pengesahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Gereja
5. Perubahan anggaran harus jelas memuat alasan-alasan tentang perbedaan-
perbedaan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja tahun berkenan
6. Belanja yang bersifat mengikat yaitu belanja yang dibutuhkan secara terus menerus
dan harus dialokasikan oleh setiap jenjang unit kerja gereja dengan jumlah yang
cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang bersangkutan
seperti Administrasi Umum, belanja pegawai, belanja program, belanja lain-lain.
7. Belanja yang bersifat wajib yaitu belanja untuk terjaminnya kelangsungan
pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat/jemaat antara lain: pendidikan,
kesehatan, diakonia dan atau melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga

Penjelasan :
Ayat 1-5 : Cukup Jelas
Ayat 6 : Belanja bersifat mengikat adalah belanja rutin untuk pelayanan secara
menyeluruh
Ayat 7 : Belanja yang bersifat wajib adalah belanja pelayanan kasih sesuai
pemenuhan kebutuhan

Pasal 4
TATA PEMBUKUAN DAN PERHITUNGAN

1. Yang dimaksud dengan tata pembukuan perbendaharaan gereja adalah pencatatan


atas segenap tindakan pengurusan administratif dan pengurusan perbendaharaan
yang mengakibatkan bertambah atau berkurangnya harta milik gereja, baik berupa
uang maupun barang dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja
untuk satu tahun anggaran
2. Pencatatan dimaksud ayat (1) pasal ini dilaksanakan oleh bendahara secara rutin,
tertib, sistematis, kronologis baik ditingkat Sinode, Klasis, maupun Jemaat
3. Tata pembukuan yang dikerjakan oleh bendahara adalah mencakup tata pembukuan
uang dan tata pembukuan barang
4. Yang dimaksud dengan perhitungan perbendaharaan gereja ialah perhitungan atas
pelaksanaan dari semua pengeluaran dan penerimaan baik uang maupun barang
untuk tahun anggaran bersangkutan
5. Materi perhitungan mencakup :
a. Perkiraan penerimaan dan jumlah yang diterima
b. Perkiraan pengeluaran dan jumlah yang direalisir
c. Perbedaan antara perkiraan dan penerimaan sebenarnya, serta perbedaan antara
perkiraan dan pengeluaran sebenarnya
Perhitungan anggaran sebanyak mungkin memuat juga alasan-alasan terjadinya
perbedaan
6. Perhitungan anggaran satu tahun anggaran harus disampaikan bersama dengan
penyampaian Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja tahun berikutnya
dalam persidangan-persidangan Sinode, Klasis maupun Jemaat

Penjelasan :
Ayat 1 : Tata pembukuan merupakan bagian dari sistem administrasi keuangan
gereja yang wajib dilakukan oleh setiap pengurusan khusus.
Ayat 2 : Mengingat bahwa bendahara dituntut untuk secara rutin melakukan
pencatatan setiap transaksi keuangan baik masuk dan keluar, maka seorang
bendahara harus mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan tugas
bendahara.
Ayat 3-6 : Cukup Jelas

Pasal 5
PELAPORAN

38
1. Tindak lanjut daripada pelaksanaan tata pembukuan dan perhitungan adalah
pelaporan. Dengan demikian setiap bendahara diwajibkan menyampaikan laporan
berkala, secara tertib dan lancar, baik kepada atasannya maupun kepada jenjang
kepemimpinan yang lebih tinggi
2. Bendaharawan jemaat membuat laporan keuangan rangkap tiga, dua dikirim kepada
Badan Pekerja Klasis dan satu sebagai arsip
Badan Pekerja Klasis membuat laporan keuangan rangkap dua, satu dikirim bersama
laporan keuangan bendaharawan jemaat kepada Badan Pekerja Sinode dan satu
untuk arsip
Penjelasan :
Ayat 1-2 : Cukup Jelas

Pasal 6
PENGAWASAN

1. Pengawasan atas pengurusan perbendaharaan gereja dilakukan sebagai tindak


pembinaan dan perbaikan guna menghindari penyalahgunaan harta milik gereja
2. Pengawasan dilaksanakan melalui :
a. Pengawasan langsung yaitu yang dilakukan oleh atasan langsung pejabat
pengelola/pengurusan perbendaharaan gereja
b. Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan yang dilakukan oleh BPPG yang
dipilih/ditunjuk melalui Sidang Sinode, yang dapat membentuk perangkatnya di
lingkup Klasis dan Jemaat
3. Fungsi pokok BPPG terhadap pelaksanaan Anggaran dimaksud adalah :
a. Melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap pengurusan perbendaharaan
gereja
b. Memberikan saran-saran perbaikan dan pertimbangan-pertimbangan kepada
pengelola perbendaharaan gereja atau kepada pimpinan lembaga yang
bersangkutan
Penjelasan :
Ayat 1 : Cukup Jelas
Ayat 2 : a. Yang dimaksud dengan atasan langsung pejabat pengelola/pengurusan
perbendaharaan gereja adalah Ketua Sinode, Ketua Klasis, Ketua Majelis
Jemaat.
b. Yang dimaksud dengan BPPG adalah Badan Pengawas Perbendaharaan
Gereja GPI Papua
Ayat 3 : Cukup Jelas

Pasal 7
PERTANGGUNGJAWABAN

1. Pertanggungjawaban adalah merupakan tugas dan kewajiban dari semua pejabat


pengelola perbendaharaan gereja disemua jenjang kepemimpinan lembaga baik
diminta maupun tidak diminta
2. Pertanggungjawaban dilaksanakan dalam bentuk laporan baik oleh bendahara
kepada atasannya maupun oleh pejabat bawahan kepada pejabat atasan, terutama
kepada perangkat gereja disetiap jenjang
3. Pertanggungjawaban harus dilaksanakan juga pada saat-saat :
a. Mutasi Pejabat
b. Pejabat yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan fungsinya
c. Atas permintaan
Penjelasan :
Ayat 1-3 : Pertanggungjawaban yang disampaikan secara rutin, berkala maupun
tahunan wajib di ketahui oleh atasan langsung sedangkan
pertanggungjawaban yang disampaikan dalam persidangan jabatan lingkup
sinode, klasis, jemaat dan atau pada saat serah terima jabatan harus
terlebih dahulu di periksa oleh BPPG.
Pasal 8
TUNTUTAN PERBENDAHARAAN

39
1. Bentuk-bentuk penyelesaian tuntutan perbendaharaan gereja dititikberatkan pada
tindakan-tindakan penggembalaan menuju kesadaran untuk memperbaiki kesalahan
dan kesediaan untuk mempertanggungjawabkan tindakannya
2. Jika seorang pejabat yang dikuasakan untuk mengurus perbendaharaan gereja
melakukan tindakan baik langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan
kerugian bagi gereja, maka kepadanya dapat dikenakan sanksi sebagai berikut :
a. Teguran
b. Skorsing
c. Menggantikan kerugian
d. Pemberhentian
3. Sebelum seorang pejabat dikenakan sanksi tersebut ayat (2) pasal ini maka terlebih
dahulu harus diberitahukan secara tertulis oleh pengurus perbendaharaan gereja
yang berwenang tentang :
a. Sebab-sebab dan alasan pemberian sanksi
b. Tentang waktu yang diberikan untuk mengajukan pembelaan diri
c. Tata cara penyelesaian sesuai dengan ketentuan
Penjelasan :
Ayat 1 : Setiap bentuk penyelesaian tuntutan perbendaharaan dilakukan dengan
memperhatikan prinsip-prinsip penggembalaan.
Ayat 2 : Setiap bentuk sanksi dalam ayat ini merupakan langkah lanjut dari sebuah
proses penggembalaan dan karena itu pendampingan pastoral wajib
dilakukan.
Ayat 3 : Prosedur pemberitahuan dan pelaksanaan sanksi wajib dilakukan agar
dapat dimengerti dan diterima dengan baik oleh pihak yang dikenakan
sanksi.

Pasal 9
KETENTUAN PENUTUP

1. Segala sesuatu yang belum diatur dalam peraturan ini akan ditetapkan kemudian
oleh Badan Pekerja Sinode dalam peraturan tambahan yang tidak boleh bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan peraturan ini
2. Peraturan ini hanya dapat diubah oleh Persidangan Sinode
3. Dengan berlakunya peraturan ini maka peraturan sebelumnya tentang
Perbendaharaan Gereja Protestan Indonesia di Papua tahun 2003 dinyatakan tidak
berlaku lagi
4. Peraturan ini mulai berlaku sejak ditetapkan

Penjelasan :
Ayat 1-4 : Cukup Jelas

Ditetapkan di : Kaimana
Pada tanggal : 14 Februari 2013

BADAN PEKERJA SINODE


GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

KETUA SEKRETARIS

Pdt. W. RUMAINUM, S.Th Pdt.J. SALU, M.Th

GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

PERATURAN GPI PAPUA NOMOR 2

40
Tentang

POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

BAB I
PENGERTIAN

PENJELASAN UMUM
Dalam pengalaman bergereja selama ini dicatat bahwa kedudukan, fungsi dan
peranan Pegawai dinilai sangat penting dan menentukan, karena pegawai adalah unsure
aparatur Gereja untuk menyelenggarakan tugas-tugas Gerejawi. Gereja sebagai suatu
institusi hanya dapat mencapai tujuannya melalui perencanaan yang matang, terarah,
realistis, dilaksanakan secara berkesinambungan, bersungguh-sungguh, berdaya guna
dan berhasil guna. Dalam rangka itulah Gereja selaku Organisasi memerlukan adanya
Pegawai yang taat dan setia kepada Firman Allah serta peraturan-peraturan Gereja yang
berlaku, disamping itu pula memiliki faktor-faktor berkwalitas, bermoral, berdedikasi
dan sadar terhadap tanggungjawab sebagai abdi Allah dalam Gereja dan Masyarakat.
Bertalian dengan maksud itu kepada pegawai perlu mendapat perhatian serius melalui
pembinaan secara kontinyu dalam bentuk karier maupun prestasi kerja.
Sistem karier adalah suatu sistem kepegawaian, dimana untuk pengangkatan
pertama didasarkan atas kecakapan yang bersangkutan. Sedang dalam
pengembangannya lebih lanjut didasarkan atas masa kerja, kesetiaan, pengabdian dan
syarat-syarat obyektif lainnya yang menentukan. Sistem prestasi kerja adalah suatu
sistem kepegawaian, dimana pengangkatan seseorang untuk menduduki suatu Jabatan
didsarkan atas kecakapan dan prestasi yang dicapai pegawai yang bersangkutan.
Kecakapan tersebut harus dibuktikan dengan lulus dalam ujian dinas dan prestasi
dibuktikan secara nyata. Sistem prestasi kerja tidak memberikan penghargaan terhadap
masa kerja yang dimiliki oleh pegawai yang bersangkutan.
Sistem yang dianut dalam peraturan ini, tidak hanya sistem karier dan bukan
hanya sistem prestasi kerja ,tetapi adalah perpaduan antara sistem karier dan sistem
prestasi kerja, dengan demikian unsur-unsur yang baik dari kedua sistem tersebut
dipadukan secara serasi.
Mengingat pengertian Gereja sebagai suatu Organisasi ( Institusi) dan Gereja
sebagai tubuh Kristus, maka sudah tentu Pegawai Gereja bukan saja merupakan unsur
aparatur gereja dalam arti organisasi, tetapi dia juga adalah alat untuk kemuliaan
Tuhan ( Abdi Tuhan) dan pelayan umat yang hidup ditengah-tengah masyarakat dan
bekerja untuk tercapainya tugas panggilan Gereja yang diutus kepada dunia dan karena
itu wajar diperlakukan sebagai manusia sejati. Hal itu mengandung pengertian, bahwa
dalam melaksanakan pembinaan haruslah diupayakan semaksimal mungkin adanya
keserasian antara kepentingan organisasi (dinas) dengan kepentingan pegawai Gereja
yang bersangkutan sebagai pribadi, dengan ketentuan bahwa apabila ada perbedaan-
perbedaan antar kepentingan dinas dan kepentingan Pegawai Gereja selaku pribadi,
maka kepentingan dinaslah yang harus diutamakan.
Bahwa untuk mendapatkan hasil kerja seoptimal mungkin sesuai dengan tujuan
organisasi, maka diperlukan adanya Pegawai yang setia dan taat, jujur, penuh dedikasi
dan disiplin, sedangkan tanggungjawab yang dibebankan kepadanya sesuai peraturan,
oleh karena itu untuk mendapat suatu administrasi kepegawai yang baik perlu adanya
kelompok pembinaan dari berbagai unsur seperti pimpinan organisasi, larangan, moral,
sistem dan prosedur, dan yang sangat penting adalah pembinaan dari pada setiap
pemimpin unit organisasi.

Pasal 1

Dalam peraturan ini, yang dimaksud dengan :

41
a. Pegawai adalah mereka yang memenuhi persyaratan, diangkat oleh Pejabat/Badan
yang berwenang dan diserahi tugas dalan suatu jabatan Gerejawi, dan digaji
berdasarkan peraturan yang berlaku.
b. Pejabat / Badan yang berwenang adalah Pejabat yang memiliki kewenangan
mengangkat dan memberhentikan pegawai berdasarkan peraturan yang berlaku.
c. Jabatan Gerejawi adalah Pejabat pilihan dan jabatan karier Gerejawi yang ditetapkan
berdasarkan peraturan.
d. Atasan yang bewenang adalah Pejabat/Badan yang karena kedudukan / jabatannya
membawahi sekelompok Pegawai.
e. Pejabat / Badan yang berwajib adalah Pejabat / Badan yang karena jabatan atau
tugasnya, berwenang melakukan tindakan dalam bidang gerejawi menurut peraturan
yang berlaku.

Penjelasan :
Pasal 1 : Dalam Pasal ini dijelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam
peraturan ini dengan maksud agar terdapat kesamaan pengertian.

Pasal 2

1. Pegawai Gereja terdiri :


a. Pendeta
b. Pengajar
c. Karyawan Kantor
2. Karyawan Kantor terdiri dari :
a. Karyawan Kantor Sinode
b. Karyawan Kantor Klasis
c. Karyawan Kantor Jemaat
d. Karyawan Kantor Lembaga milik Gereja

Penjelasan :
Pasal 2 a. Pegawai Gereja adalah Pegawai yang bekerja pada Departemen,
Lembaga GPI Papua yang gajinya dibebankan kepada APB GPI Papua.
b. Karyawan Kantor ialah pegawai gereja bukan pendeta dan pengajar
yang bekerja di kantor sinode/klasis dan jemaat maupun pada kantor
lembaga milik gereja.

BAB II
KETENTUAN UMUM

Bagian Pertama
KEDUDUKAN

Pasal 3

Pegawai Gereja adalah unsur gereja yang dengan penuh ketaatan dan kesetiaan kepada
Firman Allah menyelenggarakan tugas-tugas Gereja.

Penjelasan :
Pasal 3 : Pegawai sebagai aparatur Gereja,abdi Tuhan, Pelayan Jemaat dan
masyarakat dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka ia harus
memiliki kesetiaan dan ketaatan penuh terhadap Firman Allah. Dengan
pengertian ini berarti ia harus memusatkan perhatian dan pikiran serta
dayanya untuk tugas-tugas Gerejawi demi pembangunan Jemaat secara
efektif dan efisien. Ini tidak berarti menutup kemungkinan terhadap
mereka yang bukan anggota Gereja diterima sebagai pegawai Gereja
dalam tugas-tugas tertentu.

Bagian Kedua
KEWAJIBAN

42
Pasal 4

Setiap Pegawai wajib mentaati segala ketentuan dan peraturan GPI Papua yang berlaku
dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh
pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab.

Penjelasan :
Pasal 4 : Pegawai Gereja adalah Pelaksana Peraturan Gereja, oleh sebab itu ia wajib
menjadi teladan, pola anutan bagi warga Gereja dalam kehidupan
bermasyarakat.
Dalam melaksanakan peraturan Gereja pada umumnya, kepada Pegawai
Gereja diberikan wewenang untuk melaksanakan sebaik-baiknya dan ini
merupakan kepercayaan atasan dengan harapan tugas tersebut pasti
dilaksanakan dengan rasa ranggung jawab.

Pasal 5

1. Setiap Pegawai Gereja wajib menyimpan rahasia jabatan.


2. Pegawai Gereja hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan kepada dan atas
perintah Pejabat Gereja yang berwajib atau kuasa ketentuan peraturan Gereja yang
berlaku.

Penjelasan :
Pasal 5 : Ayat 1 : “RAHASIA” adalah rencana kegiatan atau tindakan yang akan,
sedang telah dilaksanakan yang dapat mengakibatkan kerugian
atau menimbulkan kerawanan apabila diberitahukan kepada
yang tidak berhak.
Rahasia Jabatan adalah rahasia yang berkaitan dengan
Jabatan dan dapat berupa Dokumen tertulis, rekaman atau
perintah atau keputusan lisan seorang atasan.
Dari sisi kepentingan, maka rahasia jabatan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut : sangat rahasia, rahasia
terbatas (konfidensial) dari sisi sifat maka ada rahasia jabatan
yang terbatas pada saat tertentu dan ada juga berlangsung
selamanya, apakah sesuatu rencana, kegiatan atau tindakan
bersifat rahasia jabatan, harus ditentukan dengan tegas oleh
pemimpin.
Pegawai karena jabatan atau pekerjaan mengetahui suatu
rahasia jabatan selalu menimbulkan kerawanan dan kerugian
oleh sebab itu setiap pegawai berkewajiban menyimpan rahasia
jabatan.
Ayat 2 : Rahasia jabatan hanya dapat disampaikan oleh pegawai oleh
mantan pegawai kepada dan atas perintah pejabat yang
berwenang atas kuasa peraturan gereja yang berlaku.

Bagian Ketiga
HAK

Pasal 6

Setiap Pegawai Gereja berhak memperoleh gaji sesuai dengan pekerjaan dan tanggung
jawab menurut ketentuan yang berlaku.

Penjelasan :
Pasal 6 Secara dasariah setiap pegawai bersama keluarganya harus hiidup layak
dari pekerjaannya supaya ia sungguh bertanggungjawab melaksanakan
tugas yang dipercayakan kepadanya.
Pendapatan (gaji) adalah imbalan atau penghargaan maksimal atas jerih
paya (hasil kerja) seseorang dan karena itu, sistem penggajian
digolongkan dalam 2 (dua) sistem yang disebut skala tunggal dan ganda.

43
Sistem skala tunggal adalah sistem penggajian yang memberikan gaji
yang sama kepada pegawai yang bergolongan sama dengan
tidak/memperhatikan sifat pekerjaan yang dilakukan, dan beratnya
tanggungjawab yang dipikul.
Sistem Skala ganda adalah sistem penggajian yang menentukan besar
gaji yang bukan saja didasarkan pada sifat pekerjaan, prestasi kerja
yang dicapai dan beratnya tanggungjawab yang dipikul dalam
melaksanakan pekerjaan itu.
Disamping kedua sistem itu dikenal juga sistem skala gabungan dimana,
gaji pokok ditentukan sama besar bagi pegawai yang bergolongan sama,
disamping itu diberikan tunjangan kepada pegawai yang punya
tanggungjawab berat, mencapai prestasi kerja yang tinggi atau
melakukan pekerjaan tertentu yang sifatnya memerlukan curahan segala
kemampuan secara terus menerus.

Sistem skala ganda dan gabungan hanya dapat dilaksanakan apabila ada
analisa, klasifikasi dan evaluasi jabatan /pekerjaan yang tepat dan
lengkap. Pasal ini bertujuan agar didalam menentukan besarnya gaji
pegawai/pejabat, haruslah memperhatikan kemampuan keuangan.

Pasal 7

Setiap Pegawai Gereja berhak atas cuti menuurut ketentuan yang berlaku.

Penjelasan :
Pasal 7 : Cuti adalah yang aktif kerja yang diijinkan untuk batas waktu tertentu.
Dalam rangka menjamin keseragaman jasmani maupun rohani, serta
untuk keperluan pegawai perlu diatur pemberian cuti. Pemberian cuti
dimaksud diklasifikasikan sebagai berikut : Cuti Tahunan, Cuti sakit, cuti
karena alasan penting, cuti bersalin.

Pasal 8

1. Setiap Pegawai Gereja yang ditimpa oleh suatu kecelakaan dalam dan karena
menjalankan tugas kewajibannya, berhak memperoleh perawatan.
2. Setiap Pegawai Gereja yang menderita cacat Jasmani atau cacat Rohani dalam dan
karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi
dalam jabatan apapun juga, berhak memperoleh tunjangan.
3. Setiap Pegawai yang tewas, keluarganya berhak memperoleh uang duka.

Penjelasan :
Pasal 8 : Ayat 1 : Dalam pekerjaan selalu ada kemungkinan meng-hadapi resiko,
sehingga bila seorang pegawai mengalami/kecelakaan dalam
dan karena melaksanakan tugas, Ia berhak memperoleh
perawatan yang dibebankan kepada gereja sesuai dana yang
tersedia.
Ayat 2 : Bila ditimpa kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas
yang mengakibatkan dia menderita cacat jasmani / rohani
sebagian tak dapat bekerja dalam jabatan apapun berdasarkan
keterangan Majelis Penguji Kesehatan/Dokter Penguji
Kesehatan tersendiri, maka disamping pensiun kepadanya
disediakan tunjangan bulan-an untuk kemungkinan hidup
layak.
Ayat 3 : Yang dimaksud dengan tewas ialah :
1. Meninggal dunia dalam / karena melaksanakan tugas.
2. Meninggal dunia dalam keadaan lain yang ada kaitan dengan
melaksanakan tugas, sehingga kematian itu diidentikkan
meninggal dunia dalam / karena menjalankan tugas.

44
3. Meninggal dunia yang diakibatkan oleh luka atau cacat
jasmani/rohani yang diperoleh dalam / karena menjalankan
tugas.
4. Kepada suami atau isteri dan anak pegawai yang tewas
diberikan uang duka yang diterima sekaligus. Pemberian
uang duka dimaksud tidaklah mengurangi pensiun dan hal-
hal lainnya sesuai peraturan yang berlaku.

Pasal 9

Setiap Pegawai Gereja yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, berhak atas
pensiun.
Penjelasan :
Pasal 9 Pensiun adalah jaminan hari tua selaku imbalan terhadap pegawai yang
telah bertahun-tahun mengabdikan diri pada gereja, adalah menjadi
kewajiban setiap orang untuk berusaha menjamin hari tuanya dan
karena itu dia diwajibkan menjadi peserta asuransi sesuai yang dibentuk
GPI Papua.
Karena pensiun punya arti ganda jaminan hari tua dan imbalan atas
pengabdian, maka gereja juga menyediakan sumbangan kepada
pegawainya.
Iuran pensiun pegawai dan sumbangan gereja dipupuk dan dikelola oleh
Sinode, melalui Badan Pensiun GPI Papua.

Bagian Keempat
PEJABAT NEGARA

Pasal 10

Seorang Pegawai Gereja yang ingin mengabdi atau bekerja diluar lembaga Gereja
Protestan Indonesia di Papua harus mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.

Penjelasan :
Pasal 10 : Pejabat Negara yang dimaksud ialah :
- Presiden dan Wakil Presiden.
- Anggota MPR, DPR – DPR I,II
- Anggota DPA
- Menteri
- Gubernur
- Walikota / Bupati
Persetujuan melalui rekomendasi yang diberikan mendahului proses
administrasi pemberhentian dengan hormat dengan hak pensiun bagi
pegawai yang telah mencapai batas minimal tahun kerja untuk pensiun
yakni 15 tahun. Sedangkan bagi pegawai yang belum mencapai batas
minimal tahun kerja untuk pensiun, diberhentikan dengan hormat tanpa
hak pensiun dan hanya diberikan pesangon sebesar dua setengah prosen
dari gaji pokok dikalikan masa kerja

BAB III
PEMBINAAN PEGAWAI

45
Bagian Pertama
TUJUAN PEMBINAAN
Pasal 11
1. Pembinaan Pegawai Gereja diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas
pelayanan dan pembangunan Jemaat/Umat percaya secara berdaya guna, berhasil
guna dan berkelanjutan.
2. Pembinaan yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini dilaksanakan berdasarkan
sistem karier dan sistem prestasi kerja.

Penjelasan :
Pasal 11 : Ayat 1 : Supaya pegawai gereja bekerja secara efektif dan yang
dikerjakan itu berdaya guna dan berhasil guna, maka perlu
dilaksanakan pembinaan pegawai yang meliputi perencanaan,
pengaturan dan penggunaan pegawai sehingga keseluruhan
aparatur Gereja dan Sinode, Klasis dan Jemaat, benar-benar
menjadi aparatur yang tangguh, berwibawa, penuh kesetiaan,
berdaya guna dan berhasil guna.
Ayat 2 : Untuk meningkatkan mutu dan ketrampilan serta memupuk
kegairahan bekerja sehingga dapat dikembangkan bakat dan
kemampuan yang ada pada pegawai, maka
perlu ,dikembangkan pembinaan menurut sistem karier yang
harus ditetapkan GPI Papua tidak menutup kemungkinan
adanya pembinaan sistem karier terbuka untuk jabatan-jabatan
tertentu, bilamana dipandang perlu.
Yang dimaksud dengan :
 Sistem karier tertutup adalah seluruh jenjang yang ada dalam
organisasi hanya diperuntukan bagi pegawai-pegawai yang sudah ada
didalam organisasi yang bersangkutan. Jadi tertutup untuk orang luar.
 Sistem karier terbuka adalah setiap lowongan pada tiap-tiap jenjang
tidak ada pembatasan umur dan terbuka untuk umum asal saja yang
bersangkutan memiliki kecakapan untuk jabatan pekerjaan.

Dalam mengembangkan tugas-tugas gerejawi yang lebih efektif


sehubungan dengan perkembangan masyarakat moderen, maka kini
sangatlah diperlukan adanya tenaga-tenaga ahli organisasi gereja yang
mungkin pada suatu ketika tenaga-tenaga tersebut sulit ditemukan.
Seandainya karena kebutuhan mendesak untuk membangun dan
pelayanan jemaat sehubungan dengan adanya keputusan tersebut,
maka tenaga ahli diluar gereja dapat diangkat untuk menduduki
jabatan gerejawi tersebut.
Pengangkatan dimaksud haruslah dilaksanakan secara selektif oleh
Badan Pekerja Sinode.

Bagian Kedua
KEBIJAKSANAAN PEMBINAAN

Pasal 12
Kebijaksanaan Pembinaan pegawai secara menyeluruh berada di tangan Badan Pekerja
Sinode C.q. Sekretaris Badan Pekerja Sinode.

Penjelasan :
Pasal 12 : Badan Pekerja Sinode GPI Papua selaku pimpinan tertinggi dalam gereja
(“Organisasi”) merupakan Pembina tertinggi bagi seluruh pegawai gereja,
untuk mendapatkan pegawai yang berdaya guna dan berhasil guna.

Pasal 13

46
Untuk lebih meningkatkan pembinaan, keutuhan dan kekompakan serta dalam rangka
usaha menjamin kesetiaan dan ketaatan penuh kepada Firman Tuhan serta peraturan-
peraturan Gereja yang berlaku perlu dibina dan dikembangkan jiwa korps yang bulat
dikalangan pegawai Gereja.

Penjelasan :
Pasal 13 : Cukup jelas

Bagian Ketiga
FORMASI DAN PENGADAAN

Pasal 14

Jumlah dan susunan Golongan Pegawai yang diperlukan ditetapkan dalam Formasi untuk
jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat dan beban kerja yang harus dilaksanakan.

Penjelasan :
Pasal 14 : Formasi adalah penentuan jumlah dan kualitas pegawai yang diperlukan
untuk menopang tugas pokok yang ditetapkan pejabat yang berwenang
(BPS).
Dari segi efisiensi, maka pegawai yang diperlukan haruslah berdasarkan
beban kerja yang ada pada satuan organisasi.
Organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan, sebab itu organisasi
haruslah disinkronkan dengan perkembangan zaman, sehingga jumlah
pegawaipun harus diimbangi dengan tugas pokok, supaya tugas tersebut
dapat berkembang untuk mencapai target.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan informasi
sebagai berikut :
Jenis pekerjaan, sifat pekerjaan, volume pekerjaan, perkiraan kapasitas
pegawai, jenjang, jumlah golongan dan jabatan, alat yang tersedia dan
struktur organisasi.
Makin tinggi mutu peralatan dan tersedia dalam jumlah yang cukup, maka
sedikit saja pegawai yang diperlukan.
Formasi suatu organisasi pada dasarnya ditinjau sekali dalam 5 (lima)
tahun

Pasal 15

1. Pengadaan Pegawai Gereja adalah untuk mengisi Formasi


2. Setiap pelamar dapat diterima sebagai Pegawai Gereja, setelah diteliti sesuai syarat
yang ditentukan.
3. Apabilah Pelamar yang dimaksud dalam ayat 2 pasal ini diterima maka Ia harus
melalui masa percobaan dengan status sebagai calon Pegawai.
4. Calon Pegawai diangkat menjadi Pegawai setelah melalui masa pencobaan sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun dan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun.

Penjelasan :
Pasal 15 : Ayat 1 : Pengadaan pegawai adalah untuk mengisi formasi yang masih
lowong. Lowongnya formasi dalam suatu organisasi disebabkan
oleh adanya pemberhentian pegawai, kedua adanya perluasan
organisasi dan penerimaan dimaksud harus selalu didasarkan
pada kebutuhan.
Ayat 2 ; Setiap warga GPI Papua yang memenuhi syarat-syarat sesuai
peraturan pegawai GPI Papua mempunyai kesempatan menjadi
pegawai gereja.
Hal itu berarti pengadaan pegawai harus didasarkan sesuai
ketentuan, tidak atas pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Ayat 3 : Setiap pelamar yang diterima harus melalui percobaan dan
berstatus calon pegawai gereja yang diberikan gaji pokok dan
penghasilan lain menurut peraturan yang berlaku.

47
Ayat 4 : Masa percobaan minimal 1 (satu) tahun, maksimal 2 (dua)
tahun.
Apabila selama dalam masa percobaan yang bersangkutan
dinilai baik dibuktikan DP3 maka dapat diangkat menjadi
pegawai gereja.

Bagian Keempat
GOLONGAN, JABATAN, PENGANGKATAN
PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN

Pasal 16

1. Pengawai Gereja diangkat dalam golongan dan jabatan tertentu.


2. Pengangkatan Pegawai Gereja dalam sesuatu jabatan dilaksanakan dengan
memperhatikan jenjang golongan (syarat-syarat khusus) yang ditetapkan, untuk
jabatan itu.

Penjelasan :
Pasal 16 : Ayat 1 : Golongan adalah kedudukan yang menunjukan tingkat
seseorang pegawai gereja dalam rangkaian susunan
kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian.
Jabatan adalah kedudukan tugas tanggungjawab, wewenang
dan hak seseorang pegawai gereja dalam rangka susunan
satuan organisasi.
Pengertian jabatan dapat dilihat dari sisi yaitu :
Menyangkut jabatan struktural dan jabatan fungsional.
Jabatan Fungsional adalah jabatan yang ditinjau dari segi
fungsinya. Contoh : peneliti, dokter, dosen, Pendeta
(penghentar jemaat), Pengajar, dll.
Pegawai gereja diangkat dalam satu golongan dan jabatan
tertentu sesuai kecakapan, pengabdian dan prestasi kerja
menurut ketentuan yang berlaku.
Ayat 2 : Dalam rangka pelaksanaan sistem karier dan prestasi kerja,
maka harus ada pengkaitan yang erat antara golongan dan
jabatan dengan demikian setiap pegawai gereja yang diangkat
dalam satu jabatan, golongannya harus disesuaik-an dengan
golongan yang ditetapkan. Dalam jabatan struktural, pegawai
gereja yang bergolongan lebih rendah tidak dapat membawahi
gereja yang golongannya lebih tinggi.

Pasal 17

1. Pemberian kenaikan golongan dilaksanakan berdasarkan sistem kenaikan golongan


normal dan kenaikan golongan Istimewa / pilihan.
2. Setiap Pegawai Gereja yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, berhak atas
kenaikan golongan normal (Reguler).
3. Pemberian Kenaikan golongan Istimewa adalah penghargaan atas prestasi kerja
Pegawai yang bersangkutan.
4. Syarat-syarat kenaikan golongan normal adalah prestasi kerja, disiplin kerja,
kesetiaan pengapdian, pengalaman dan syarat-syarat obyekktif lainnya.
5. Kenaikan golongan Pilihan / Istimewa disamping harus memenuhi syarat-syarat yang
dimaksud dalam ayat (4) pasal ini, harus pula berdasarkan atas jabatan yang
disandang dengan memperhatikan daftar urut golongan.
6. Pegawai gereja yang tewas diberikan kenaikan golongan setingkat lebih tinggi secara
anumerta

Penjelasan :

48
Pasal 17 : Ayat 1 : Kenaikan golongan pegawai dilaksanakan berdasarkan sistem
kenaikan golongan reguler dan sistem kenaikan pangkat
pemilihan.
- Yang dimaksud dengan kenaikan golongan regular adalah
bilamana seorang pegawai gereja telah memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan, dapat dinaikkan golongannya tanpa
terikat pada jabatan. Kenaikan golongan regular adalah
kenaikan golongan sampai dengan golongan III/d.
- Yang dimaksud dengan kenaikan golongan pilihan adalah
kenaikan golongan jabatan atau walaupun seorang pegawai
gereja telah memenuhi syarat-syarat umum untuk kenaikan
golongan, tapi jabatannya tidak sesuai dengan golongan itu,
maka dia belum dapat dinaikkan golongan pilihan. Kenaikan
golongan pilihan ditentukan mulai dari IV/a ke atas.
Ayat 2 : Kenaikan golongan regular adalah merupakan hak bersyarat
oleh sebab itu apabila pegawai yang telah memenuhi syarat-
syarat yang telah ditentukan, pada dasarnya harus dinaikkan
golongannya, kecuali ada alasan kuat untuk menundanya.
Ayat 3 : Kenaikan golongan pilihan bukan hak, tetapi adalah
kepercayaan dan penghargaan kepada seorang pegawai yang
telah menunjukan prestasi kerjanya mempunyai kemungkinan
memperoleh kenaikan golongan pilihan.
Ayat 4 : Untuk menjamin objektifitas dalam mempertim-bangkan dan
memberikan kenaikan golongan, maka perlu ditetapkan syarat-
syarat antara lain : prestasi kerja, disiplin, kesetiaan,
pengabdian, pengalaman, jabatan dan sebagainya.
Syarat-syarat tersebut merupakan konsekuensi logis dari
prinsip adanya pengkaitan yang erat antara golongan dan
jabatan.
Ayat 5 : Dalam setiap organisasi yang sehat makin tinggi golongan
makin terbatas pula jumlahnya, oleh sebab itu pegawai gereja
yang mempunyai kemungkinan untuk mencapai golongan tinggi
makin terbatas pula. Untuk kenaikan golongan pilihan
disamping harus dipenuhi, syarat-syarat umum harus pula
didasarkan atas jabatan pegawai yang bersangkutan.
Pegawai yang ditugaskan mengikuti pendidikan atau latihan
jabatan, dalam mempertimbangkan kenaikan golongan ia
dianggap menduduki jabatan yang dipangku sebelum mengikuti
pendidikan atau latihan jabatan tersebut.

Pasal 18

Pengangkatan dalam Jabatan, berdasarkan atas prestasi kerja, disiplin kerja, kesetiaan
pengabdian, pengalaman dapat dipercaya, serta syarat-syarat obyektif lainnya.

Penjelasan :
Pasal 18 : Prinsip the right man in the right place adalah prinsip dasar dalam rangka
menempatkan seseorang yang tepat pada tempat dan jabatan.
Jadi dengan demikian organisasi menurut penempatan setiap pegawai
harus sesuai dengan keahlian dan kemampuannya. Dalam pembinaan
karier, selalu ada kaitan yang erat antara jabatan dan golongan artinya
seseorang pegawai yang ditunjuk menduduki suatu jabatan haruslah
mempunyai golongan yang sesuai untuk jabatan itu.

Pasal 19

Untuk menjamin Objektifitas dalam mempertimbangkan dan menetapkan kenaikan


golongan dan pengangkatan dalam Jabatan, diadakan daftar penilaian pelaksanaan
Pekerjaan (DP3) dan daftar urut pengangkatan (Peraturan Conduite).

49
Penjelasan :
Pasal 19 : Guna menjamin obyektifitas dalam mempertimbangkan dan menetapkan
kenaikan golongan serta pengangkatan dalam jabatan, perlu diadakan
daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (Condeute Staat) dan daftar urut
golongan (Ranglijst). Hal utama yang diperlukan dari daftar penilaian
pelaksanaan pekerjaan itu meliputi : Prestasi kerja, rasa tanggungjawab,
kesetiaan, prakarsa, disiplin, kerja sama dan kepemimpinan. Ukuran yang
digunakan dalam menentukan urut golongan adalah senioritas dalam
pangkat, jabatan, pendidikan, masa kerja dan umur.

Pasal 20

Untuk kepentingan pelaksanaan tugas, bagi Pegawai-pegawai Gereja tertentu perlu


ditetapkan tanda pengenal.

Penjelasan :
Pasal 20 : Dalam kelancaran tugas bagi pegawai gereja yang memangku sesuatu
jabatan dalam melaksanakan tugasnya perlu dikenakan tanda pengenal
agar cepat dikenal masyarakat umum. Tanda pengenal yang dimaksudkan
dapat diwujudkan dalam bentuk pakaian jabatan atau hal-hal lain.

Pasal 21

Untuk kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam rangka pembinaan pegawai
Gereja dapat diadakan perpindahan Jabatan dan atau perpindahan wilayah kerja.

Penjelasan :
Pasal 20 : Dalam kelancaran tugas bagi pegawai gereja yang memangku sesuatu
jabatan dalam melaksanakan tugasnya perlu dikenakan tanda pengenal
agar cepat dikenal masyarakat umum. Tanda pengenal yang dimaksudkan
dapat diwujudkan dalam bentuk pakaian jabatan atau hal-hal lain.

Pasal 22
1. Pegawai Gereja dapat diberhentikan dengan hormat karena :
a. Permintaan Sendiri.
b. Telah mencapai usia Pensiun.
c. Tidak cakap jasmani / Rohani sehingga tidak dapat menjalankan kewajiban
sebagai pegawai.
d. Adanya penyerderhanaan organisasi
2. Pegawai Gereja yang meninggal dunia dengan sendirinya dianggap diberhentikan
dengan hormat.
3. Pegawai Gereja dapat diberhentikan dengan tidak hormat karena :
a. Melanggar Asas-asas hukum dan disiplin Gereja.
b. Dihukum penjara berdasarkan keputusan Pengadilan yang sudah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap karena dengan sengaja melakukan sesuatu tindakan
Pidana kejahatan dengan ancaman hukuman lebih dari 2 tahun.
Penjelasan :
Pasal 22 : Ayat 1 : Pegawai gereja yang dimaksud disini diberhentikan dengan
hormat dan mendapat hak sebagaimana mestinya berdasarkan
peraturan yang berlaku.
a. Pegawai yang minta berhenti atas kemauan sendiri pada
prinsipnya diberhentikan dengan hormat, tetapi apabila
kepentingan dinas mendesak, permintaan dimaksud dapat
ditolak atau ditunda untuk sementara waktu.
b. Cukup Jelas.
c. Pegawai yang tidak cakap jasmani atau rohani berdasarkan
keterangan majelis Penguji/ Dokter penguji kesehatan
tersendiri, diberhentikan dengan hormat dan mendapat hak
menurut peraturan yang berlaku

50
Ayat 2 : Cukup Jelas
Ayat 3 : Pemberhentian pegawai yang dimaksudkan dalam ayat ini dapat
dilakukan dengan hormat. Satu dan lain hal tergantung pada
pertimbangan pejabat yang berwenang atas berat/ringannya
perbuatan yang dilakukan dan besar/kecilnya akibat yang
dihasilkan perbuatan itu.
a. Sumpah/janji pegawai dan jabatan gereja serta peraturan
disiplin gereja wajib ditaati oleh setiap pegawai gereja. Bila
ternyata hal itu dilangkahi serta sulit diperbaiki sesuai
pertimbangan atasan maka yang bersangkutan dapat
diberhentikan dari status kepegawai-annya.
b. Pada dasarnya tindak pidana kejahatan yang diancam
dengan hukuman 2 (dua) tahun atau jenis hukuman yang
lain, dapat dianggap merupakan tindak pidana kejahatan
berat. Walaupun hukuman terhadap tindak pidana telah
ditetapkan, akan tetapi hukuman tersebut tentunya
tergantung pada berat ringannya tindak pidana yang
dilakukan atau besar kecilnya akibat yang dikarenakan, oleh
sebab itu, didalam mempertimbangkan pegawai gereja yang
bersangutan untuk diberhentikan dengan hormat atau tidak
dengan hormat haruslah dipertimbangkan faktor-faktor
penye-bab dilakukannya tindak pidana kejahatan tersebut.

Bagian Kelima
JANJI, KODE ETIK DAN PERATURAN DISIPLIN

Pasal 23

Setiap calon Pegawai pada saat pengangkatannya menjadi Pegawai Gereja wajib
mengangkat janji menurut peraturan yang berlaku

Penjelasan :
Pasal 23 : Pengangkatan seorang Pegawai Gereja merupakan kepercayaan besar
yang diberikan kepada seseorang pegawai setelah melewati masa
pencobaannya. Pelaksanaan tugas-tugas memerlukan pengabdian,
kejujuran, keiklasan dan rasa tanggung jawab yang besar oleh sebab itu
pegawai Gereja yang mau diangkat wajib mengangkat sumpah/janji
dihadapan atasan yang berwenang menurut kepercayaan kepada Yesus
Kristus, Tuhan dan kepala Gereja.

Pasal 24

Pegawai Gereja mempunyai kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku, peraturan di
dalam dan di luar kedinasan.

Penjelasan :
Pasal 24 : Kode etik Pegawai Gereja adalah pedoman sikap, tingkah laku dan
perbuatan yang mesti dilaksanakan oleh setiap Pegawai. Dengan kode etik
Pegawai Gereja, maka Pegawai Gereja sebagai unsur aparatur Gereja abdi
Tuhan dan Masyarakat, memiliki pedoman sikap tingkah laku dan
perbuatan dalam melaksanakan tugas dan pergaulan sehari-hari. Pegawai
Gereja harus menjunjung tinggi kehormatan Gereja , Negara Pemerintah
serta martabatnya dan mentaati segala ketentuan peraturan gereja
maupun peraturan pemerintah dan memelihara kekompakan keutuhan
korps Pegawai.

Pasal 25

51
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan Perundang-undangan Pidana
(Pemerintah) yang berlaku, maka untuk menjamin tata tertib dan kelancaran
pelaksanaan tugas diadakan peraturan Disiplin Pegawai.

Penjelasan :
Pasal `25 : Peraturan disiplin adalah suatu peraturan yang memuat keharusan,
larangan dan sangsi apabila keharusan tidak dilaksanakan atau larangan
dilewati, maka untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan
tugas dengan tidak mengurangi ketentuan maka GPI Papua, menetapkan
peraturan disiplin Pegawai Gereja.

Pasal 26

1. Pembinaan jiwa korps kode Etik dan peraturan disiplin Pegawai tidak boleh
bertentangan dengan peraturan-peraturan Gereja.
2. Ketentuan lebih lanjut dari pada ayat (1) akan diatur tersendiri.

Penjelasan :
Pasal 26 : Cukup Jelas

Bagian Keenam
PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Pasal 27
Untuk mencapai daya guna (Effisiensi) dan hasil guna (Efektifitas) yang sebesar-
besarnya serta kelanjutan pekerjaaan secara teratur dan terencana, diadakan
pengaturan Pendidikan / latihan Jabatan Pegawai yang bertujuan guna meningkatkan
pengabdian, mutu, keahlian kemampuan dan ketrampilan.

Penjelasan :
Pasal 27 : Peraturan pendidikan dan peraturan penyelenggaraan latihan jabatan
bagi Pegawai Gereja dimaksudkan agar terjamin keserasian pembinaan
Pegawai. Hal tersebut meliputi kegiatan perencanaan, penentuan
standard, penilaian dan pengawasan.
Dibidang pendidikan meliputi pengaturan sedang penyelenggaraannya
diserahkan kepada badan pendidikan yang ada.
Tujuan latihan jabatan antara lain :
- Meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, dan ketrampilan.
- Menciptakan pola pikir yang sama
- Menciptakan dan mengembangkan metode kerja yang baik.
- Membina karier karena Pegawai
Latihan jabatan dapat dibagi dalam dua bagian masing-masing :
a. Latihan Prajabatan (Pre Service Training ) yaitu suatu latihan yang
diberikan kepada calon pegawai dengan tujuan agar ia trampil dalam
melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.
b. Latihan dalam jabatan ( In Service Training ) yaitu latihan yang
bertujuan meningkatkan mutu, Keahlian, Kemampuan dan Ketrampilan.

Bagian Ketujuh
KESEJAHTERAAN

Pasal 28

1. Untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan usaha kesejahteraan


Pegawai.
2. Pegawai Gereja dan keluarganya pada waktu sakit atau melahirkan dapat memperoleh
bantuan perawatan kesehatan.
3. Pegawai Gereja yang meninggal dunia keluargannya dapat memperoleh bantuan.

52
4. Penyelenggaraan Kesejahteraan yang dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (3) pasal ini
diatur dan dibina oleh Badan Pekerja Sinode GPI Papua.

Penjelasan :
Pasal 28 : Ayat 1`: Agar pegawai Gereja dapat memusatkan perhatian dalam
melaksanakan tugasnya, maka secara bertahap sesuai
kemampuan akan diusahakan peningkatan kesejahteraan
pegawai. Usaha dimaksud meliputi kesejahteraan material dan
Spiritual ; seperti jaminan hari tua, bantuan, kesehatan,
bantuan perawatan kesehatan, bantuan kematian dan
sebagainya.
Ayat 2&3 : Bantuan perawatan kesehatan dan bantuan kematian adalah
merupakan bagian dari program kesejahteraan pegawai gereja.
Ayat 4 : Penyelenggaraan program kesejahteraan pegawai dimaksud
diatur dan dibina Badan Pekerja Sinode.

Bagian Kedelapan
PENGHARGAAN

Pasal 29

1. Kepada Pegawai Gereja yang telah menunjukan kesetiaan dan pengabdian terhadap
GPI Papua atau yang telah menunjukkan prestasi yang luar biasa baiknya, dapat
diberikan penghargaan.
2. Penghargaan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, dapat berupa tanda jasa atau
bentuk penghargaan lainnya.

Penjelasan :
Pasal 29 : Ayat 1 : Guna mendorong dan meningkatkan prestasi kerja serta untuk
memupuk kesetiaan terhadap gereja, kepada pegawai gereja
yang menunjukan kesetiaan atau lebih berjasa terhadap Negara
dengan prestasi yang luar biasa diberikan penghargaan oleh
gereja.
Ayat 2 : Penghargaan dimaksud dapat berupa tanda jasa, kenaikan
pangkat istimewa atau bentuk penghargaan yang lain.

Bagian Kesembilan
PENYELENGGARAAN PEMBINAAN KEPEGAWAIAN

Pasal 30

Untuk menjamin kelancaran pembinaan Pegawai Gereja, pelaksanaan diatur oleh Badan
Pekerja Sinode.

Penjelasan :
Pasal 30 : Badan Pekerja sinode berkewajiban mengatur pelaksanaan pembinaan
pegawai gereja.

Bagian Kesepuluh

Pasal 31

Penyelesaian sengketa dibidang kepegawaian dilakukan menurut ketentuan yang berlaku


dan diatur / ditetapkan oleh Badan Pekerja Sinode.
Penjelasan :

53
Pasal 31 : Setiap penyelesaian sengketa di bidang kepegawaian dilakukan menurut
peraturan khusus nomor satu tentang penggembalaan dan disiplin gereja
juga peraturan disiplin kepegawaian diatur serta ditetapkan oleh Badan
Pekerja Sinode.

Pasal 32

Perincian tentang hal-hal yang dimaksud dalam pasal 5 sampai pasal 31 peraturan ini
diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.

Penjelasan :
Pasal 32 : Peraturan tersendiri yang dimaksudkan adalah peraturan-peraturan
pelaksanaan yang terkait dengan hak dan kewajiban pegawai.

BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33

Peraturan ini mulai berlaku sejak ditetapkan.

Penjelasan :
Pasal 33 : Cukup Jelas

Ditetapkan di : Kaimana
Pada tanggal : 14 Februari 2013

BADAN PEKERJA SINODE


GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

KETUA SEKRETARIS

Pdt. W. RUMAINUM, S.Th Pdt.J. SALU, M.Th

54
GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

PERATURAN GPI PAPUA NOMOR 3

T E N T A N G
POLA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN
RENCANA PEMBANGUNAN GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI TANAH
PAPUA

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Sinode GPI Papua ini yang dimaksud dengan:

1. Sinode adalah manifestasi kesatuan dan persekutuan Jemaat-jemaat di lingkungan


Gereja Protestan Indonesia di Papua yang merupakan lembaga tertinggi Gereja
Protestan Indonesia di Papua yang kepadanya diserahkan pimpinan atas Gereja
Protestan Indonesia di Papua
2. Badan Pekerja Sinode adalah mandataris sinode yang berkedudukan sebagai
Pelaksana Harian Sinode
3. Klasis adalah kesatuan pelayanan Gereja Protestan Indonesia di Papua yang meliputi
sejumlah jemaat menurut kondisi geografis praktis lebih memudahkan untuk
ditatalayani
4. Badan Pekerja Klasis adalah mandataris Klasis yang berkedudukan sebagai Pelaksana
Harian Klasis.
5. Jemaat adalah persekutuan orang-orang percaya yang berada disuatu tempat dan
lingkungan tertentu dalam wilayah pelayanan Gereja Protestan Indonesia di Papua
6. Majelis Jemaat ialah Pimpinan Jemaat yang kepadanya diserahkan tanggungjawab
kepemimpinan, pengawasan dan penyelenggaraan pelayanan Gereja Protestan
Indonesia di Papua di jemaat yang bersangkutan
7. Pendeta adalah pegawai GPI Papua dan juga adalah pelayan khusus GPI Papua yang
dipercayakan untuk melaksanakan tugas-tugas struktural maupun fungsional pada
semua perangkat organisasi GPI Papua

Pasal 2

1. Pimpinan GPI di Tanah Papua yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan Gereja dan kepentingan Jemaat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi Jemaat dalam sistem Pelayanan.
2. Ketua Sinode, dan wakil-wakil Ketua Sinode, Ketua Klasis, dan Wakil-wakil ketua,
Ketua Majelis Jemaat dan wakil-wakil ketua adalah perangkat pada GPI Papua
merupakan unsur perencana penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
Gereja yang melaksanakan tugas dan mengkoordinasikan penyusunan, pengendalian,
dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan GPI di tanah Papua periode tertentu.
3. Pembangunan GPI Papua adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk
peningkatan kesejahteraan Jemaat yang nyata, dalam berbagai aspek kehidupan
jemaat dan lingkungannya, termasuk pendapatan, kesempatan kerja, lapangan
berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun
peningkatan indeks pembangunan manusia.
4. Perencanaan pembangunan GPI di Tanah Papua adalah suatu proses penyusunan
tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan
didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada, dalam
rangka meningkatkan Tripanggilan Gereja dan terjaganya damai sejahtera dalam
setiap lingkungan Jemaat melalui peningkatan pelayanan secara terus menerus.

55
BAB II

RENCANA INDUK PELAYANAN JANGKA PANJANG


DAN JANGKA MENENGAH

Pasal 3

1. Rencana Induk Pelayanan jangka panjang yang selanjutnya disingkat RIPJP GPI DI
tanah Papua adalah dokumen perencanaan pelayanan GPI Papua untuk periode 20
(dua puluh) tahun.
2. Rencana Induk Pelayanan jangka menengah GPI Papua yang selanjutnya disingkat
RIPJM GPI Papua adalah dokumen perencanaan pelayanan GPI Papua untuk periode
5 (lima) tahun.
3. Rencana Kerja Pelayanan GPI di Tanah Papua yang selanjutnya disingkat RKP GPI
di Tanah Papua adalah dokumen perencanaan GPI untuk periode 1 (satu) tahun
atau disebut dengan rencana pelayanan tahunan GPI di Tanah Papua.
4. Rencana strategis Satuan Kerja GPI di Tanah Papua yang selanjutnya disingkat
dengan Renstra SK GPI Di Tanah Papua adalah dokumen perencanaan SK GPI di
Tanah Papua yaitu BPS, BPK dan Jemaat untuk periode 5 (lima) tahun.
5. Rencana kerja SK GPI di tanah Papua yang selanjutnya disingkat Renja SK GPI Di
Tanah Papua adalah dokumen perencanaan SK GPI untuk periode 1 (satu) tahun.

Pasal 4

1. Anggaran pendapatan dan belanja GPI di Tanah Papua, selanjutnya disingkat APB
GPI di Tanah Papua, adalah Rencana Pendapatan dan belanja tahunan Sinode,
Klasis dan Jemaat yang dibahas dan disetujui dalam periode 1 tahun.
2. Kebijakan umum APB GPI di Tanah Papua yang selanjutnya disingkat KUA adalah
dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan
serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.
3. Rencana kerja adalah dokumen rencana yang memuat program dan kegiatan yang
diperlukan untuk mencapai sasaran pelayanan GPI di Tanah Papua, dalam bentuk
kerangka regulasi dan kerangka anggaran.

Pasal 5

1. Isu-isu strategis adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan
dalam perencanaan pelayanan GPI Papua karena dampaknya yang signifikan bagi
Jemaat dengan karakteristik bersifat penting, mendasar, mendesak,berjangka
panjang, dan menentukan tujuan penyelenggaraan pelayanan daerah dimasa yang
akan datang.
2. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode
perencanaan.
3. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk
mewujudkan visi.
4. Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk
mewujudkan visi dan misi.
5. Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil oleh Ketua Sinode, Ketua Klasis dan
Ketua majelis jemaat GPI untuk mencapai tujuan Tertentu.
6. Program adalah bentuk instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan
yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja perangkat GPI di Tanah Papua untuk mencapai
sasaran dan tujuan pembangunan GPI di Tanah Papua.
7. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa SK
GPI sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program, dan terdiri
dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personil
(sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau
kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut, sebagai
masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa.
8. Kegiatan prioritas adalah kegiatan yang ditetapkan untuk mencapai secara langsung
sasaran program prioritas.

56
9. Prakiraan maju adalah perhitungan kebutuhan dana untuk tahun-tahun berikutnya
dari tahun anggaran yang direncanakan, guna memastikan kesinambungan
kebijakan yang telah disetujui untuk setiap program dan kegiatan.
10. Bersifat indikatif adalah bahwa data dan informasi, baik tentang sumber daya yang
diperlukan maupun keluaran dan dampak yang tercantum di dalam dokumen
rencana, hanya merupakan indikasi yang hendak dicapai dan tidak kaku.
11. Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai
sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang
terukur.
12. Indikator kinerja adalah alat ukur spesifik secara kuantitatif dan/atau kualitatif untuk
masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat, dan/atau dampak yang menggambarkan
tingkat capaian kinerja suatu program atau kegiatan.
13. Standar pelayanan minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan
tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib pelayanan
yang berhak diperoleh setiap Jemaat secara minimal.
14. Sasaran adalah target atau hasil yang diharapkan dari suatu program atau keluaran
yang diharapkan dari suatu kegiatan.
15. Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan, yang
dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan
kebijakan.
16. Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran
dari kegiatan-kegiatan dalam satu program.
17. Fasilitator adalah tenaga terlatih atau berpengalaman dalam memfasilitasi dan
memandu diskusi kelompok/konsultasi publik yang memenuhi kualifikasi kompetensi
teknis/substansi dan memiliki keterampilan dalam penerapan berbagai teknik dan
instrumen untuk menunjang partisipatif dan efektivitas kegiatan.
18. Narasumber adalah pihak pemberi informasi yang perlu diketahui BPS, BPK,
Pimpinan Jemaat, dan Jemaat untuk suatu perencanaan, pelaksanaan suatu
kegiatan strategis.

BAB II

RUANG LINGKUP, PRINSIP DAN PENDEKATAN


PERENCANAAN PEMBANGUNAN GPI DI TANAH PAPUA

Pasal 6

Adapun Ruang lingkup perencanaan pembangunan GPI PAPUA meliputi tahapan, tata
cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah
terdiri atas:

a. RIPJP GPI PAPUA;


b. RIPJM GPI PAPUA;
c. Renstra SK Sinode, Klasis, dan Jemaat GPI PAPUA;
d. RKP GPI PAPUA; dan
e. Renja SKP GPI PAPUA.

Pasal 7

Prinsip-prinsip perencanaan pembangunan GPI PAPUA meliputi:

a. merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan GPI PAPUA mulai dari Sinode,
Klasis dan Jemaat secara sinergi.
b. dilakukan Sinode, Klasis dan Jemaat bersama para pemangku kepentingan
berdasarkan peran dan kewenangan masing-masing;
c. dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi yang dimiliki masing-masing Jemaat,
sesuai dinamika perkembangan jemaat

57
Pasal 8

Perencanaan pembangunan GPI di Tanah Papua dirumuskan secara:

a. transparan;
b. responsif;
c. efisien;
d. efektif;
e. akuntabel;
f. partisipatif;
g. terukur;
h. Berkeadilan.
i. Berwawasan lingkungan.

Pasal 9

1. Efisien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, yaitu pencapaian keluaran


tertentu dengan masukan terendah atau masukan terendah dengan keluaran
maksimal.
2. Efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d, merupakan kemampuan
mencapai target dengan sumber daya yang dimiliki, dengan cara atau proses yang
paling optimal.
3. Akuntabel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e, yaitu setiap kegiatan dan
hasil akhir dari suatu kegiatan perencanaan harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada Tuhan dan kepada Kelembagaan sesuai peraturan Gereja.
4. Partisipatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f, merupakan hak jemaat
untuk terlibat dalam setiap proses tahapan perencanaan dari bawah dan bersifat
inklusif terhadap kelompok Jemaat rentan termarginalkan, melalui jalur khusus
komunikasi untuk mengakomodasi aspirasi kelompok Jemaat yang tidak memiliki
akses dalam pengambilan kebijakan.
5. Terukur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf g, adalah penetapan target
kinerja yang akan dicapai dan cara-cara untuk mencapainya.
6. Berkeadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf h, adalah prinsip
keseimbangan antar jemaat Kota dan Kampung, pendapatan, gender dan usia.
7. Berwawasan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf i, yaitu untuk
mewujudkan kehidupan adil dan makmur tanpa harus menimbulkan kerusakan
lingkungan yang berkelanjutan dalam mengoptimalkan manfaat sumber daya alam
dan sumber daya manusia, dengan cara menserasikan aktivitas manusia dengan
kemampuan sumber daya alam yang menopangnya.

BAB III

Pendekatan Perencanaan GPI di Tanah Papua

Pasal 10

Perencanaan pembangunan GPI PAPUA menggunakan pendekatan:

a. teknokratis;
b. partisipatif;
c. politis; dan
d. top-down dan bottom-up.

Pasal 11

(1). Pendekatan teknokratis dalam perencanaa pembangunan daerah sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, menggunakan metoda dan kerangka berpikir
ilmiah untuk mencapai tujuan dan sasaran GPI PAPUA.
(2) Metoda dan kerangka berpikir ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis

58
terkait perencanaan pembangunan berdasarkan bukti fisis, data dan informasi yang
akurat, serta dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Metoda dan kerangka berpikir ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), antara
lain digunakan untuk:
a. mereview menyeluruh kinerja pembangunan GPI PAPUA periode yang lalu;
b. merumuskan capaian kinerja penyelenggaraan urusan yang menjadi tanggung
jawab masa kini;
c. merumuskan peluang dan tantangan yang mempengaruhi capaian sasaran
kegiatan strategis ;
d. merumuskan tujuan, strategi, dan kebijakan Pembangunan GPI PAPUA;
e. memproyeksikan kemampuan keuangan GPI PAPUA per Jemaat, per Klasis, dan
Sinode, dan sumber daya lainnya berdasarkan perkembangan kondisi ekonomi;
f. merumuskan prioritas program dan kegiatan Jemaat, Klasis berbasis kinerja;
g. menetapkan tolok ukur dan target kinerja keluaran dan hasil capaian, lokasi
serta kelompok sasaran program/ kegiatan pembangunan dengan
mempertimbangkan SPM;
h. memproyeksikan pagu indikatif program dan kegiatan pada tahun yang
direncanakan, serta prakiraan maju untuk satu tahun berikutnya; dan
i. menetapkan penanggungjawab pelaksana, pengendali, dan evaluasi rencana
kegiatan.

Pasal 12

Pendekatan partisipatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, dilaksanakan


dengan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) dengan
mempertimbangkan:
a. adanya transparasi dan akuntabilitas dalam proses perencanaan serta melibatkan
stake holder.
b. keterwakilan seluruh segmen Jemaat.
c. terciptanya rasa memiliki terhadap dokumen perencanaan ;
d. terciptanya konsensus atau kesepakatan pada semua tahapan penting pengambilan
keputusan, seperti perumusan prioritas isu dan permasalahan, perumusan tujuan,
strategi, kebijakan dan prioritas program.

Pasal 13

Pendekatan politis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c, bahwa program-


program pembangunan GPI PAPUA yang ditawarkan masing-masing calon Ketua Sinode
terpilih pada saat kampanye/presentasi pada Sidang Sinode sebelum pemilihan BPS,
disusun ke dalam rancangan RIPJM GPI PAPUA lingkup Sinode periode tertentu.

Pasal 14

Pendekatan perencanaan pembangunan GPI PAPUA bawah-atas (bottom-up) dan atas


bawah (top-down) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d, hasilnya usulan
perencanaan dari bawah dan dari atas yang disenergikan menjadi kebijakan, program
dan kegiatan dengan pendekatan kinerja bahwa program dan kegiatan yang
direncanakan mengutamakan keluaran/hasil yang terukur, dan pengalokasian
sumberdaya dalam anggaran untuk melaksanakannya, secara efektif dan efisien telah
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

Kerangka pengeluaran jangka menengah sebagaimana dimaksud bahwa pengambilan


keputusan terhadap program dan kegiatan prioritas mempertimbangkan perspektif
penganggaran lebih dari satu tahun anggaran dan implikasi terhadap pendanaan pada
tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju.

59
Perencanaan dan penganggaran terpadu sebagaimana dimaksud bahwa pengambilan
keputusan penetapan program dan kegiatan yang direncanakan, merupakan satu
kesatuan proses perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi, konsisten dan
mengikat, untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran program dan kegiatan
pembangunan daerah.

Pagu indikatif sebagaimana dimaksud merupakan jumlah dana yang tersedia untuk
mendanai program dan kegiatan tahunan yang penghitungannya berdasarkan standar
satuan harga yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Mengacu pada SPM sebagaimana dimaksud bahwa perumusan capaian kinerja setiap
program dan kegiatan, harus berpedoman pada rencana pencapaian SPM berdasarkan
ketentuan peraturan GPI PAPUA.

BAB IV

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG


GPI DI TANAH PAPUA

Pasal 15

RIPJP GPI PAPUA sebagaimana dimaksud, memuat visi,misi dan arah pembangunan
GPI PAPUA

Pasal 16

RIPJP GPI PAPUA disusun dengan tahapan sebagai berikut:

a. persiapan penyusunan RPJP


b. penyusunan rancangan awal RPJP
c. Dibahas dalam Sidang Sinode GPI PAPUA
d. perumusan rancangan akhir RPJP GPI PAPUA dan
e. penetapan RPJP GPI PAPUA

Pasal 17

Penyajian rancangan awal RPJP GPI PAPUA sebagaimana dimaksud dengan sistematika
paling sedikit sebagai berikut:

a. pendahuluan;
b. gambaran umum kondisi Jemaat, Klasis dan Sinode
c. analisis isu-isu srategis;
d. visi dan misi GPI PAPUA;
e. arah kebijakan; dan
f. kaidah pelaksanaan.
RIPJP GPI PAPUA yang telah ditetapkan dengan Peraturan GPI PAPUA menjadi pedoman
penyusunan visi, misi dan program calon Ketua Sinode

BAB V

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH GPI

Pasal 18

RPJM GPI PAPUA sebagaimana dimaksud, memuat:

a. visi, misi, dan program Pimpinan Sinode;


b. arah kebijakan keuangan GPI PAPUA;
c. strategi pembangunan GPI PAPUA ;

60
d. kebijakan umum;
e. program dalam lingkungan GPI PAPUA yaitu Sinode, Klasis, dan Jemaat.
f. program lintas SKP GPI PAPUA;
g. program kewilayahan Pelayanan;
h. rencana kerja dalam kerangka regulasi yang bersifat indikatif; dan
i. rencana kerja dalam kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Pasal 19

(1) Visi, misi dan program Ketua Sinode sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a,
merupakan keadaan masa depan yang diharapkan dan berbagai upaya yang akan
dilakukan melalui program-program pembangunan yang ditawarkan oleh Ketua
Sinode untuk terpilih.

(2) Strategi pembangunan GPI PAPUA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c,
merupakan langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan
visi dan misi dalam rangka pemanfaatan sumber daya yang dimiliki, untuk
peningkatan kesejahteraan Jemaat yang nyata baik dalam aspek pendapatan,
kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan,
berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia.

(3) Kebijakan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf d, memberikan arah
perumusan rencana program prioritas pembangunan yang disertai kerangka
pengeluaran jangka menengah daerah dan menjadi pedoman bagi SKP GPI PAPUA
dalammenyusun program dan kegiatan Renstra SKP GPI PAPUA.

(4) Program SKP GPI PAPUA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf e, merupakan
program yang dirumuskan berdasarkan tugas dan fungsi Sinode, Klasis dan Jemaat
yang memuat indikator kinerja, lokasi program, tahun pelaksanaan, dan sumber
daya yang diperlukan.

(5) Program lintas wilayah pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf f,
merupakan program yang melibatkan lebih dari satu Jemaat untuk mencapai sasaran

pembangunan yang ditetapkan termasuk indikator kinerja, lokasi program, tahun


pelaksanaan, dan sumber daya yang diperlukan.

BAB VII

Penyusunan RIPJM, Pengendalian dan Evaluasi GPI di Tanah Papua

Pasal 19

(1) Pimpinan Sinode GPI PAPUA

(2) RIPJM GPI PAPUA sebagaimana dimaksud disusun dengan tahapan sebaga berikut:

a. persiapan penyusunan RIPJM GPI PAPUA;


b. penyusunan rancangan awal RIPJM GPI PAPUA;
c. penyusunan rancangan RIPJM GPI PAPUA
d. pelaksanaan Musyawarah RIPJM GPI PAPUA
e. perumusan rancangan akhir RIPJM GPI PAPUA
f. penetapan Peraturan GPI PAPUA tentang RIPJM GPI PAPUA.

61
Pasal 20

Penetapan RIPJM GPI PAPUA, dilaksanakan paling lambat 6 (Enam) bulan setelah dilantik
Pimpinan BPS periode tertentu.

Penetapan RPJM GPI PAPUA, dilakukan oleh Ketua Sinode.

Pasal 21

Pengendalian dan evaluasi kebijakan perencanaan pembangunan jangka menengah


daerah antar jemaat dilakukan oleh Klasis, antar Klasis dilakukan oleh BPS,
menggunakan hasil pengendalian dan evaluasi kebijakan perencanaan pembangunan
jangka menengah daerah lingkup Jemaat, dan Klasis berkenaan.

Dalam hal evaluasi dari hasil pemantauan dan supervisi sebagaimana dimaksud
ditemukan adanya ketidak sesuaian/penyimpangan, BPS Sinode menyampaikan
rekomendasi dan langkah-langkah penyempurnaan untuk ditindaklanjuti oleh BPK dan
BPK menyampaikan hasil tindaklanjut perbaikan/ penyempurnaan sebagaimana
dimaksud pada BPS di Tanah Papua.

Pasal 22

Pengendalian terhadap kebijakan perencanaan pembangunan tahunan GPI PAPUA


mencakup perumusan kebijakan Renja SKP GPI PAPUA dibawahnya dan kebijakan RKP
BPS GPI PAPUA.

Pasal 23

(1) Pengendalian kebijakan Renja SKP GPI PAPUA sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 mencakup tujuan, sasaran, rencana program dan kegiatan serta indikatorkinerja,
kelompok sasaran dan pendanaan indikatif SKP GPI PAPUA.

(2) Pengendalian terhadap kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
melalui pemantauan dan supervisi mulai dari tahap penyusunan rancangan sampai
dengan Renja SKP Sinode GPI PAPUA, Klasis dan Jemaat.

(3) Pemantauan dan supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dapat
menjamin perumusan tujuan, sasaran, rencana program dan kegiatan, indicator
kinerja, kelompok sasaran, lokasi, dan pendanaan indikatif dalam Renja SKP GPI
PAPUA, berpedoman pada rencana program dan kegiatan prioritas pembangunan
tahunan

Pasal 24

KETENTUAN PENUTUP

5. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, akan diatur kemudian oleh Badan
Pekerja Sinode dan kemudian diajukan ke persidangan sinode untuk disahkan
6. Peraturan ini hanya dapat diubah oleh persidangan sinode.
7. Peraturan ini mulai berlaku sejak ditetapkan.

62
Ditetapkan di : Kaimana
Pada tanggal : 14 Februari 2013

BADAN PEKERJA SINODE


GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

KETUA SEKRETARIS

Pdt. W. RUMAINUM, S.Th Pdt.J. SALU, M.Th

63
GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

PERATURAN KHUSUS GPI PAPUA NOMOR 1


TENTANG
PENGGEMBALAAN DAN DISIPLIN GEREJA

Pasal 1
Pengertian

1. Yang dimaksud dengan Penggembalaan ialah tugas dan tanggungjawab seluruh


anggota dan pejabat gereja untuk memelihara ketaatan hidup pribadi dan bergereja
didalam terang Firman Allah
2. Setiap anggota dan pejabat gereja berkewajiban mewujudkan tujuan tersebut
dengan cara menanamkan dan mengembangkan sikap, tata nilai, pola hidup dan
pola pikir untuk saling menggembalakan
3. Tindakan Disiplin Gereja adalah suatu sanksi yang dikenakan kepada setiap anggota
dan pejabat gereja, yang sikap dan perbuatannya bertentangan dengan Firman Allah
dan pengakuan gereja

Penjelasan :
Ayat 1 : Cukup jelas
Ayat 2 : CUKUP JELAS
Ayat 3 : Yang dimaksud dengan tindakan disiplin dalam ayat ini, yaitu kelanjutan
dari upaya penggembalaan.
Bentuk tindakan disiplin adalah seperti dimaksud pada ayat 5 peraturan
ini.
Yang dimaksud dengan sikap dan perbuatan yang bertentangan dengan
Firman Allah dan Pengakuan Gereja, yaitu jenis - jenis pelanggaran antara
lain :
a). Moral (asusila ) dan pengajaran
b). Indisipliner para Pejabat Gereja
c). Penyalahgunaan tugas dan wewenang dalam Jabatan

Pasal 2

TUJUAN

1. Supaya anggota dan pejabat gereja yang bermasalah dapat menghadapi dan
menyelesaikan masalahnya sendiri dengan menggunakan talenta, pikiran dan
imannya

2. Supaya anggota dan pejabat gereja dapat mewujudkan panggilan dan tanggung
jawab hidup beriman sehari-hari dengan baik dan benar

Penjelasan :
Ayat 1-2 : Cukup jelas

Pasal 3
TANGGUNGJAWAB ANGGOTA DAN PEJABAT GEREJA

1. Setiap anggota dan pejabat gereja bertanggungjawab untuk mentaati petunjuk-


petunjuk Alkitab dan pengakuan Gereja

64
2. Bila ada anggota atau pejabat gereja yang dalam sikap dan hidup pribadinya
bertentangan dengan Alkitab dan azas pengakuan gereja, maka pendekatan
penggembalaan diadakan untuk mengembalikan yang bersangkutan kepada
pertobatan dan pengakuan
3. Setiap anggota dan pejabat gereja berkewajiban mewujudkan ketaatan hidup pribadi
dan bergereja dengan cara menanamkan dan mengembangkan sikap, tata nilai, pola
hidup dan pola pikir untuk saling menggembalakan
4. Bilamana melalui pendekatan penggembalaan dimaksud belum tercapai hasilnya,
maka dilanjutkan kepada Pelayanan Badan Gereja

Penjelasan :
Ayat 1-4 : Cukup jelas

Pasal 4
TUGAS DAN WEWENANG BADAN GEREJA

1. Majelis Jemaat mengumpulkan data-data mengenai perbuatan seseorang yang


melakukan pelanggaran untuk menentukan bentuk tindak disiplin yang akan
dikenakan sesudah mendengar yang bersangkutan
2. Selanjutnya Majelis Jemaat sesudah mendengar yang bersangkutan dapat
mengambil tindakan disiplin sementara
3. Keputusan Majelis Jemaat mengenai tindak disiplin sementara beserta seluruh
berkas persoalannya harus segera disampaikan kepada Badan Pekerja Klasis untuk
ditinjau kembali
4. Hasil tinjauan Badan Pekerja Klasis berupa menerima ataupun menolak keputusan
Majelis Jemaat beserta seluruh berkas permasalahannya harus segera disampaikan
kepada Badan Pekerja Sinode
5. Badan Pekerja Sinode dapat menolak atau mencabut hak seseorang sebagai anggota
sidi GPI Papua
6. Untuk tiba pada suatu keputusan yang definitif, Badan Pekerja Sinode harus terlebih
dahulu mendengar saran dari Badan Pertimbangan Gereja Protestan Indonesia di
Papua

Penjelasan :
Ayat 1 : Cukup jelas

Ayat 2 -3 : Yang dimaksud dengan tindakan disiplin sementara adalah tindakan yang
diambil untuk mencegah munculnya masalah baru sebagai akibat dari
persoalan yang terjadi sambil menunggu keputusan tetap dari Badan
Gereja yang berwenang. Setiap keputusan dimaksud harus disampaikan
atau diketahui oleh yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan ayat ini
ialah untuk membatalkan atau mengukuhkan keputusan

Ayat 4-6 : Cukup jelas

Pasal 5
TERHADAP PEGAWAI DAN PEJABAT GEREJA

1. Badan Pekerja Klasis dan Badan Pekerja Sinode berwenang untuk melaksanakan
tindak penggembalaan bagi karyawan dan pejabat gereja
2. Selama persoalan dimaksud belum terselesaikan, maka pejabat yang bersangkutan
dilarang untuk berfungsi pada jabatannya
3. Keputusan Badan Pekerja Klasis bersifat sementara, sambil menunggu keputusan
Badan Pekerja Sinode
4. Bila yang bersangkutan tidak merasa puas dengan keputusan Badan Pekerja Sinode,
maka ia dapat mengajukan keberatan untuk dibicarakan dan diputuskan dalam
Sidang Sinode

Penjelasan :

65
Ayat 1-4 : Cukup jelas

Pasal 6
TINDAK DISIPLIN

1. Bertolak dari persoalan yang terjadi maka tindak disiplin gereja yang diambil dapat
berupa:
a. Menasihati yang bersangkutan untuk tidak mengikuti Perjamuan Kudus
b. Menasihati yang bersangkutan untuk tidak menerima tanggungjawab dalam
pelayanan Baptisan Kudus
c. Mencabut hak yang bersangkutan sebagai anggota sidi Gereja
d. Membebaskan yang bersangkutan dari pelayanan dalam jabatan Gereja
e. Mencabut hak yang bersangkutan sebagai pejabat Gereja Protestan Indonesia di
Papua
f. Terhadap pegawai dan atau pejabat Gereja dengan memberikan :
- Seluruh gaji dengan tunjangan setiap bulan
- Seluruh gaji tanpa tunjangan setiap bulan
- Separuh gaji tanpa tunjangan
- Sama sekali tidak diberikan gaji dan tunjangan
2. Anggota jemaat atau pejabat gereja yang sementara menjalani tindak disiplin
gereja, harus didampingi dan digembalakan sesuai tenggang waktu yang
tetapkan
3. Setiap tindakan penggembalaan yang dilakukan harus disertai dengan penentuan
tenggang waktu, yaitu antara 3 bulan sampai 3 tahun
4. Bilamana sampai tenggang waktu tersebut, yang bersangkutan tidak
memperlihatkan adanya perubahan dalam sikap dan perbuatannya, maka dapat
diperpanjang lagi, kecuali bila Persidangan Sinode menetapkan lain

Penjelasan :
Ayat 1 : Yang dimaksud dengan ayat ini adalah kaitan antara jenis tindakan disiplin
dengan jenis pelanggarannya
Ayat 2-4 : Cukup jelas

Pasal 7
KETENTUAN KHUSUS

1. Setiap warga gereja dan Pejabat gereja terpanggil untuk mentaati tata kehidupan
Lembaga Gereja Protestan Indonesia Di Papua
2. Bagi warga gereja yang dengan sengaja melalaikan tanggung jawab melaksanakan
kewajiban-kewajibannya (organisasi/lembaga), maka tindak penggembalaan yang
dapat diambil berupa :
a. Tidak akan mendapat pelayanan gereja sebagaimana mestinya
b. Kehilangan hak-haknya dalam sidang-sidang jabatan
c. tindak disiplin terakhir ialah dengan mencabut hak yang bersangkutan sebagai
anggota Gereja Protestan Indonesia di Papua
3. Bagi pegawai dan atau pejabat gereja yang dengan sengaja melalaikan
tanggungjawab melaksanakan kewajiban-kewajibannya (organisasi/lembaga), maka
tindak disiplin yang akan diambil ialah sebagaimana diatur dalam peraturan
Kepegawaian Gereja Protestan Indonesia di Papua

Penjelasan :
Yang dimaksud dengan ketentuan khusus dalam pasal ini adalah :
Selain ketidaktaatan terhadap tata hidup sebagaimana diatur dalam pasal 2 sehingga
dikenakan tindak disiplin sebagaimana diatur dalam pasal 5 peraturan ini, maka ada hal-
hal khusus yang berkaitan dengan tata kehidupan lembaga GPI Papua yang harus
dipatuhi oleh warga dan Pejabat GPI Papua

Ayat 1-3 : Cukup jelas

66
Pasal 8
KETENTUAN PENUTUP

1. Peraturan ini hanya dapat diubah oleh persidangan Sinode Gereja Protestan
Indonesia di Papua
2. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, diatur di dalam peraturan-peraturan
lainnya
3. Dengan ditetapkannya peraturan ini, maka peraturan Disiplin Gereja Protestan
Indonesia Di Irian Jaya tahun 1985 tidak berlaku lagi
4. Peraturan ini mulai berlaku sejak ditetapkan

Penjelasan :
Ayat 1-4 : Cukup jelas

Ditetapkan di : Kaimana
Pada tanggal : 14 Februari 2013

BADAN PEKERJA SINODE


GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

KETUA SEKRETARIS

Pdt. W. RUMAINUM, S.Th Pdt.J. SALU, M.Th

67
GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

PERATURAN KHUSUS GPI PAPUA NOMOR 2

TENTANG

PELAYAN-PELAYAN KHUSUS

Pasal 1
PENGERTIAN PELAYAN-PELAYAN KHUSUS

1. Pelayan-pelayan khusus adalah anggota sidi Gereja Protestan Indonesia di Papua dan
atau anggota sidi gereja dari gereja bagian mandiri Gereja Protestan di Indonesia
dan serta gereja-gereja se asas yang terdaftar sebagai anggota jemaat GPI Papua
yang dipanggil oleh Yesus Kristus menerima jabatan gerejawi untuk mengemban
suatu tanggung jawab khusus dan ditandai dengan penumpangan tangan dalam
ibadah jemaat. Mereka terdiri dari : Penatua, Diaken, Pendeta, Pengajar
2. Pelayan-pelayan khusus dalam jabatan gerejawi Penatua dan Diaken menerima
tugasnya melalui pemilihan dan penetapan dalam rapat sidi jemaat selanjutnya
diangkat dengan surat keputusan Badan Pekerja Sinode untuk melaksanakan
pelayanan jemaat dengan menganut periodesasi jabatan
3. Pelayan-pelayan khusus dalam jabatan gerejawi Pengajar dan Pendeta menerima
tugasnya setelah menjalani masa vikariat selama 2 (dua) tahun dan dinyatakan
lulus/layak dalam ujian gerejawi, diangkat dalam jabatan gerejawi Pengajar dan
Pendeta dengan surat keputusan Badan Pekerja Sinode dan ditahbiskan dalam
ibadah jemaat.

Penjelasan :
Ayat 1 : - Tata Gereja GPI Papua Bab X Pasal 16.
- Jabatan gerejawi adalah jabatan yang dianugrahkan oleh Yesus
Kristus kepada setiap anggota Sidi Gereja Protestan Indonesia di
Papua (PERPOK GPI PAPUA NOMOR 3 Ayat 1) yang telah siap
melaksanakan tugas panggilan Kristus.
- Yang dimaksud dengan Pelayan-pelayan Khusus lihat Tata Dasar Bab
X Pasal 16
Ayat 2 : - Unsur Pelayan Khusus yang dipilih dari anggota sidi gereja melalui
rapat sidi jemaat berdasarkan peraturan yang berlaku dan ditetapkan
dengan surat keputusan oleh Badan Pekerja Sinode GPI Papua adalah
Penatua dan Diaken.
- Kata “PENATUA” berasal dari bahasa Yunani : “PRESBYTEROS” artinya
Presbiter dan kata “EPISKOPOS” artinya Uskup. Kata DIAKEN berasal
dari bahasa Yunani DIAKONOS artinya Pelayan. Kata kerjanya
Diakonein artinya melayani dan Diakonia artinya pelayanan. Berasal
dari jabatan KEYAHUDIAN di SINAGOGE. Jabatan Penatua dan Diaken
bukanlah jabatan dalam urutan tingkat atau derajat bukan pula lebih
tinggi dari Diaken dan lebih rendah dari Pendeta tetapi adalah
“PANGGILAN DAN TUGAS”. atas “KELAYAKAN DAN KEMURAHAN
KRISTUS KEPALA GEREJA”.
Pemilihan Penatua dan Diaken akan diatur secara jelas pada
peraturan pelaksanaan GPI Papua dan petunjuk teknis pemilihan
Penatua dan Daiken
Ayat 3 : - Unsur Pelayan Khusus yang ditempatkan dan ditetapkan dengan
Keputusan oleh Badan Pekerja Sinode adalah Pendeta dan Pengajar
- Pendeta adalah jabatan khusus pelayanan yang dikenakan bagi
anggota Sidi Gereja Protestan Indonesia di Papua yang telah
menempuh pendidikan Teologia jurusan kependetaan, menjalani
masa vikariat selama 2 tahun di wilayah pelayanan GPI Papua,
dinyatakan lulus/layak dalam ujian gerejawi dan ditahbiskan dalam
ibadah jemaat sebagai Pelayan Firman dan Sakramen dengan surat
keputusan Badan Pekerja Sinode GPI Papua

68
- Pengajar adalah anggota jabatan khusus pelayanan yang dikenakan
bagi anggota Sidi Gereja Protestan Indonesia di Papua yang telah
menempuh pendidikan Teologia jurusan Pendidikan Agama Kristen,
menjalani masa vikariat selama 2 tahun di wilayah pelayanan GPI
Papua, dinyatakan lulus/layak dalam ujian gerejawi dan ditahbiskan
dalam ibadah jemaat sebagai Pelayan Firman dan Pengajar dengan
surat keputusan Badan Pekerja Sinode GPI Papua
- Vikariat berasal dari bahasa latin yakni : Vicaria atau vicarius yang
artinya wakil, pengganti, calon. Vikaris adalah Calon Pendeta dan
Pengajar.
- Istilah Pendeta mulai digunakan di kalangan gereja – gereja
Protestan di Indonesia, khususnya di GPI (Indische Kerk), sesudah
Perang dunia II (sesudah tahun 1945) sebelumnya menggunakan
istilah “DOMINEE (latin = tuan). Istilah pendeta mula-mula digunakan
oleh para lulusan sekolah teologia, sedangkan istilah Domineer
digunakan oleh para lulusan HTS (STT) dan STOVIL. Istilah
“PENDETA” tidak terdapat didalam Alkitab di ambil dari bahasa
sangsekerta ‘PHANDITA” yang artinya orang yang bijak (yang
memiliki Hikmat/Hokma).

Pasal 2
PERINCIAN TUGAS PELAYAN-PELAYAN KHUSUS

1. P e n a t u a :
a. Menjaga ketertiban dalam jemaat
b. Turut bertanggung jawab terhadap pelayanan Firman dan Sakramen
c. Menghadiri Rapat/Persidangan Jemaat
d. Memimpin pertemuan/rapat jemaat menurut panggilan
e. Bersama Pelayan Firman mengawasi kehidupan jemaat
f. Penggembalaan
g. Katekisasi dan Pendidikan Agama Kristen
h. Pembinaan Umat (Anak, Pemuda, Pria dan Wanita)
i. Memimpin ibadah-ibadah jemaat
2. D i a k e n :
a. Pelayanan kemurahan
b. Pelayanan orang sakit, janda, duda, yatim piatu, penderitaan dalam rumah
tangga, kesulitan hidup dan lain-lain
c. Menghadiri rapat/persidangan jemaat
d. Menyaksikan panggilan sebagai Hamba Tuhan ditangan penguasa dan masyarakat
untuk mencari keadilan dan kebenaran sesuai perikemanusiaan berdasarkan kasih
Kristus
e. Menampung persembahan Syukur Jemaat
f. Melayani Meja Tuhan
g. Mengawasi keuangan dan harta milik jemaat
h. Memimpin ibadah-ibadah jemaat
i. Turut bertanggung jawab terhadap Pelayanan Firman dan Sakramen
3. Pendeta :
a. Memimpin ibadah-ibadah jemaat, pelayanan Sakramen, Ibadah-ibadah Khusus
b. Penggembalaan
c. Katekisasi dan Pendidikan Agama Kristen
d. Pembinaan Umat (Anak, Pemuda, Pria dan Wanita)
4. Pengajar :
a. Memimpin ibadah-ibadah jemaat dan ibadah-ibadah khusus
b. Bertanggung jawab atas penyelenggaraan Pendidikan Formal Gerejawi (Katekisasi
dan Sekolah Minggu) dan Pendidikan Agama Kristen (PAK)
c. Pembinaan Warga Gereja (PWG)
d. Turut bertangungjawab terhadap Pelayanan Firman dan Sakramen

Penjelasan :
Ayat 1 : - Butir a : “ Segala sesuatu harus berlangsung sopan dan teratur“(I
KORINTUS 14 : 40) pernyataan ini berdasarkan keyakinan rasul Paulus

69
bahwa “Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera” (I
Korintus 14 : 33)
- Butir b : Turut bertanggung jawab terhadap pelayanan firman dan
sakramen berarti penatua bertanggungjawab untuk membantu pelayan
firman dan sakramen (Pendeta) agar pelayanan Sakramen dapat
dilakukan dalam pelayanan di jemaat. Demikian juga ayat 2 butir i dan
ayat 4 butir d.
- Butir g dan h : Bila dalam jemaat telah ditempatkan Pengajar, maka
tugas Pendidikan Formal Gerejawi (Sekolah Minggu dan Katekisasi)
dan Pendidikan Agama Kristen, serta tugas-tugas pembinaan (ayat 3
butir c dan d, ayat 4 butir b dan c) semuanya ditangani oleh Pengajar
- Butir f : Pekerjaan Penggembalaan tidak saja dilakukan oleh
Gembala/Pendeta dan Pengajar (band. Efesus 4 : 11-15). Sehingga
Penatua ditugaskan untuk menjaga dan menggembalakan kawanan
domba Allah (I Petrus 5 : 1-10)
- Butir ,b-e,i : Cukup Jelas
Ayat 2 : - Tugas diaken muncul pertama kali dalam Kisah Para Rasul 6 : 1 – 7,
dalam rangka tugas diakonal. Ini adalah tugas pokok diaken. Dengan
demikian butir a – j : Cukup Jelas.
Ayat 3 : - Butir a : yang dimaksud dengan ibadah-ibadah khusus seperti Ibadah
pemberkatan Nikah, peneguhan sidi, Ibadah Kedukaan (penghiburan,
pemakaman dan syukur pemakaman), pelantikan komisi, badan,
panitia dan badan pembantu lainnya, ibadah peneguhan Tuagama,
Ibadah Pentahbisan Pelayan Khusus (Penatua, Diaken, Pendeta dan
Pengajar)
- Butir b – d : Cukup Jelas
Ayat 4 : - Butir a - d : Cukup Jelas

Pasal 3
PANGGILAN DAN PELAYANAN PELAYAN KHUSUS DALAM JEMAAT

1. Penatua dan Diaken adalah jabatan khusus pelayanan dalam Gereja Protestan
Indonesia di Papua, bagi mereka yang dipilih dari antara anggota sidi gereja untuk
melaksanakan tugas memimpin dan melayani selama satu periode tertentu
2. Jumlah Penatua dan Diaken disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan jemaat
3. Bilamana kondisi jemaat tidak memungkinkan pemilihan, maka Badan Pekerja Klasis
dapat menunjuk beberapa anggota jemaat untuk melaksanakan tugas pelayanan
jemaat
4. Anggota sidi gereja yang dapat dipilih dalam jabatan pelayan khusus Penatua dan
Diaken adalah:
a. Anggota sidi gereja yang dalam sikap dan perbuatannya menampakkan kehidupan
yang saling melayani, dapat menjadi teladan dalam memimpin dan melayani
b. Yang dianggap telah dewasa untuk tugas pelayanan penggembalaan
c. Berstatus anggota jemaat Gereja Protestan Indonesia di Papua, yang bertempat
tinbggal tetap dalam wilayah pelayanan jemaat setempat sekurang-kurangnya 6
(enam) bulan sebelum tahun pemilihan
d. Tidak sedang menjalani disiplin gereja ataupu hukuman pidana
e. Tidak sedang terganggu ingatan
5. Anggota sidi gereja yang dapat diangkat dan ditahbiskan dalam jabatan pelayan
khusus Pendeta dan Pengajar adalah :
a. Anggota sidi gereja yang dalam sikap dan perbuatannya menampakkan kehidupan
yang saling melayani, dapat menjadi teladan dalam memimpin dan melayani.
b. Tamat pendidikan teologia (Jurusan PAK dan Kependetaan) yang dibuktikan
dengan ijazah dari Perguruan Tinggi Teologi yang selenggarakan oleh Gereja
Protestan Indonesia di Papua maupun oleh Gereja-gereja lain yang diakui dan
seazas dengan GPI Papua dan terakreditasi pada Persetia dan Asetia.
c. Telah mennyelesaikan masa vikariat selama 2 (dua) tahun dan telah dinyatakan
lulus Ujian Gerejawi oleh Badan Pekerja Sinode GPI Papua
d. Tidak sedang menjalani disiplin gereja ataupun hukuman pidana
e. Tidak terganggu ingatan

70
6. Penatua dan Diaken dalam melaksanakan tugas pelayanannya selain melaksanakan
tugas-tugas jabatan fungsionalnya, juga dapat dipercayakan untuk melaksanakan
tugas-tugas struktural dalam semua aras kepemimpinan Gereja Protestan Indonesia
di Papua :
7. Penatua dan Diaken dalam melakukan tugas pelayanannya khususnya memimpin
ibadah-ibadah jemaat dalam menyampaikan berkat kepada umat dalam sikap
mengangkat kedua tangan hal yang sama pula dilakukan oleh Pendeta dan Pengajar;
8. Pendeta adalah jabatan khusus pelayanan dalam Gereja Protestan Indonesia di
Papua, bagi anggota sidi gereja yang berpendidikan teologi jurusan kependetaan
dan diangkat oleh Badan Pekerja Sinode untuk melaksanakan tugas memimpin dan
melayani.
9. Pendeta dalam melaksanakan tugas pelayanannya selain melaksanakan tugas-tugas
jabatan fungsionalnya, juga dapat dipercayakan menduduki jabatan struktural
disemua aras kepemimpinan Gereja Protestan Indonesia di Papua :
10. Penghentar Jemaat :
a. Penghentar Jemaat adalah Pendeta yang diangkat oleh dalam jabatan khusus
pelayanan dan atau diterima serta diangkat sebagai pegawai organik Gereja
Protestan Indonesia di Papua
b. Penghentar Jemaat dalam melaksanakan tugas pelayanannya dapat : Memimpin
ibadah-ibadah jemaat, pelayanan Sakramen dan ibadah-ibadah khusus ( Nikah,
Sidi, Ibadah Pemakaman serta Peneguhan Pejabat), Pelayanan Penggembalaan,
Katekisasi dan Pendidikan Agama Kristen, Pembinaan Umat (Anak, Pemuda, Pria
dan Wanita) serta dapat dipercayakan menduduki jabatan struktural disemua aras
kepemimpinan GPI Papua.
11. Tenaga Utusan Gerejawi (TUG):
a. Tenaga Utusan Gerejawi (TUG) adalah pendeta (pelayan Firman) dari Gereja-
gereja Bagian Mandiri Gereja Protestan di Indonesia yang diutus dalam rangka
kerjasama oikumenis melayani di Gereja Protestan Indonesia di Papua
berdasarkan Keputusan Badan Pekerja Sinode.
b. Tenaga Utusan Gerejawi (TUG) dalam melaksanakan tugas pelayanannya dapat :
memimpin ibadah-ibadah Jemaat, Pelayanan Sakramen, Ibadah-ibadah khusus,
pelayanan penggembalaan,pendidikan formal gerejawi, Pendidikan Agama Kristen
dan Pembinaan Warga Gereja (Wadah-wadah Kategorial) serta dapat
dipercayakan dalam menduduki jabatan fungsional Penghentar Jemaat.
12. Pengajar adalah jabatan khusus pelayanan dalam Gereja Protestan Indonesia di
Papua, bagi anggota sidi gereja yang berpendidikan Teologi jurusan Pendidikan
agama kristen dan diangkat oleh Badan Pekerja Sinode untuk melaksanakan tugas
mengajar dan melayani
13. Pengajar dalam melaksanakan tugas pelayanannya selain melaksanakan tugas-tugas
jabatan fungsionalnya, juga dapat dipercayakan menduduki jabatan struktural
disemua aras kepemimpinan Gereja Protestan Indonesia di Papua :
14. Pengajar dalam melaksanakan tugas pelayanannya dapat melayani ibadah-ibadah
khusus dalam jemaat.

Penjelasan :
Ayat 1 : Yang dimaksud dengan satu periode tertentu adalah masa bakti
sebagaimana diatur dalam pasal 5
Ayat 2 : - Untuk Jemaat yang jumlah anggotanya :
a. Kurang dari 100 orang : 2 Penatua dan 2 Diaken
b. 100 – 250 orang : 5 Penatua dan 5 Diaken
c. 250 – 500 orang : 9 Penatua dan 9 Diaken
d. 500 – 750 orang : 15 Penatua dan 15 Diaken
e. 750 - 1000 orang : 17 Penatua dan 17 Diaken
f. 1000 - 2000 orang : 20 Penatua dan 20 Diaken
- Dan atau dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan
pelayanan jemaat.
Ayat 3 : Kewenangan Badan Pekerja Klasis dalam ayat ini dikhususkan bagi
jemaat-jemaat kampung atau bakal Jemaat yang karena sesuatu kondisi
tidak dapat melakukan Rapat Sidi Jemaat untuk pemilihan Penatua dan
Diaken.
Ayat 4-5 : Cukup Jelas

71
Ayat 6 : Tugas-tugas struKtural yang dimaksudkan adalah tugas-tugas yang
dipercayakan oleh lembaga GPI Papua jabatan-jabatan struktur
kepemimpinan melalui meknisme pemilihan maupun penunjukkan
sesuai keahlian yang dimiliki.
Ayat 7 : Berkat yang disampaikan oleh Pelayan Firman adalah dari Allah, sebab
itu Penatua dan atau Diaken yang telah ditahbiskan dengan
penumpangan tangan pada saat bertugas sebagai Pelayan Firman dapat
mengangkat kedua tangannya pada saat mengucapkan Berkat.
Ayat 8 : Cukup Jelas
Ayat 9-10 : - Dalam Jemaat Ketua Majelis Jemaat adalah Jabatan Struktural yang
dipercayakan kepada seorang pegawai GPI Papua dalam Jabatan
Khusus Pendeta dan atau Pengajar.
- Penghentar Jemaat adalah Jabatan Fungsional yang dipercayakan
kepada seorang Pegawai GPI Papua dalam Jabatan Pendeta (Pelayan
Firman dan sakramen) oleh sebab itu dapat dipercayakan kepada lebih
dari satu Pendeta di dalam Jemaat kecuali dalam jemaat hanya ada
satu pendeta maka kepadanya dipercayakan tugas dalam jabatan
Ketua Majelis dan Penghentar Jemaat.
Ayat 11 : Cukup Jelas
Ayat 12 : Cukup Jelas
Ayat 13 : Pembatasan Pelayanan Ibadah-ibadah Sakramen (Perjamuan Kudus dan
Baptisan Kudus) terhadap Pelayan Khusus dalam Jabatan Pengajar,
dikarenakan pada Penthabisan dalam jabatan Pengajar tidak diserahkan
tanggungjawab pelayanan Sakramen (Perjamuan Kudus dan Baptisan
Kudus) kepada seorang Pengajar.

Pasal 4
PENGANGKATAN DAN PEMBERHETIAN PELAYAN-PELAYAN KHUSUS

Pengangkatan dan Pemberhentian dalam dan atau dari jabatan Pelayan-pelayan khusus
Gereja Protestan Indonesia di Papua, dengan Surat Keputusan Badan Pekerja Sinode.

Penjelasan :
Pentahbisan Pelayan-pelayan Khusus dalam Jabatan dapat dilakukan setelah Surat
Keputusan Badan Pekerja Sinode sudah diterima oleh lembaga (Klasis atau Jemaat) yang
akan melaksanakan penthabisan tersebut.

Pasal 5
MASA BAKTI PELAYAN KHUSUS

1. Seorang penatua dan diaken bertugas selama lima tahun sejak dipilih dan ditetapkan
kecuali Pendeta dan Pengajar bertugas seumur hidup
2. Setelah masa bakti lima tahun berakhir, maka yang bersangkutan dapat dipilih
kembali untuk periode berikutnya, dan tidak dapat dipilih kembali untuk ketiga kali
secara berturut-turut
3. Bila seorang Penatua dan atau Diaken dalam menjalankan tugasnya berhalangan
tetap maka :
a. Majelis Jemaat segera menunjuk seorang pengganti dengan memperhatikan hasil
pemilihan terakhir
b. Bilamana usaha tersebut gagal, ditempuh kebijaksanaan guna mengisi lowongan
yang bersangkutan
c. Nama Penatua dan atau Diaken pengganti tersebut selanjutnya disampaikan
kepada Badan Pekerja Sinode melalui Badan Pekerja Klasis untuk diangkat
dengan Surat Keputusan sebagai dasar pelaksanaan Pentahbisan dalam Jabatan.
4. Bila terjadi mutasi bagi seorang diaken dan atau penatua sebelum masa baktinya
berakhir dalam lingkungan GPI Papua, maka tugas tersebut dapat dilanjutkan
ditempat tugas yang baru sampai masa baktinya berakhir
5. Bila terjadi mutasi seorang diaken dan atau penatua dari Gereja seazas maka tugas
tersebut dapat dilanjutkan di tempat tugas yang baru namun disesuaikan dengan
kebutuhan yang ada

72
Penjelasan :
Ayat 1-2 : Masa bakti lima tahun untuk Penatua dan Diaken tidak dapat berlaku
untuk ketiga kalinya dimaksudkan agar dalam upaya mewujudkan
anggota gereja yang missioner maka pemberdayaan warga gereja perlu
dilakukan dan untuk itu proses pengkaderan wajib dilakukan agar dapat
memberi kesempatan untuk semua warga gereja dipercayakan tugas-
tugas pelayan khusus dalam jemaat kecuali untuk jemaat di kampung
yang sulit mencari penggantinya.
Ayat 3 : - Berhalangan Tetap berarti : Meninggal dunia, Mengundurkan diri,
Berpindah Tempat, kena disiplin sehingga diberhentikan
- Ayat 3 a : Bila masa kerja tinggal tiga bulan sampai satu tahun maka
lowongan yang ada dapat diisi kalau dibutuhkan.
- Ayat 3 b : Bila dari hasil pemilihan yang lalu tidak tersedia lagi calon
Penatua dan atau Diaken, maka dapat ditempuh langka kebijakan
setelah dibicarakan dengan Koordinator-koordinator Sektor dan Unit
pelayanan.
Ayat 4 : Cukup Jelas
Ayat 5 : Mengacu pada Tata Dasar bab X pasal 16, namun dengan tetap
memperhatikan kebutuhan dalam jemaat

Pasal 6
PERLENGKAPAN PELAYAN-PELAYAN KHUSUS

1. Perlengkapan pelayan-pelayan khusus adalah pakaian liturgis dan stola serta pakaian
pelayanan yang dipergunakan dalam pelayanan ibadah-ibadah jemaat
2. Pakaian Liturgis Penatua, Diaken dan Pengajar adalah Jas serta Stola sedangkan
pakaian pelayanan Diaken dan Penatua adalah Semi Jas
3. Pakaian liturgis Pendeta adalah Toga serta Stola sedangkan pakaian pelayanan
Pengajar dan Pendeta adalah Jas dan semi jas
4. Pakaian Liturgis dan Pakaian Pelayanan pelayan-pelayan khusus, selanjutnya diatur
dalam petunjuk teknis tentang pakaian liturgis.

Penjelasan :
Ayat 1 : Yang dimaksud dengan Pakaian liturgis adalah pakaian yang dikenakan
pelayan-pelayan khusus pada saat melakukan tugas pelayanan ibadah
Ayat 2-4 : Cukup Jelas

Pasal 7
JANJI JABATAN PELAYAN-PELAYAN KHUSUS

1. Pelayan-pelayan khusus diwajibkan mengikrarkan dan menandatangani Janji Jabatan


dalam ibadah Pentahbisan.
2. Janji Jabatan Penatua dan Diaken adalah sebagai berikut :
Demi Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus ;

a. Saya berjanji untuk menerima tugas selaku Penatua/Diaken berdasarkan


panggilan Allah yang dinyatakan dalam pemilihan oleh jemaat-Nya
b. Saya menerima tugas ini dan berjanji untuk melaksanakannya dengan setia dan
tekun, sebab itu adalah keharusan bagiku.

Untuk itu saya mengaminkan pernyataan iman Rasul Paulus, menjadi motivasi
dalam pelaksanaan tugas pelayanan bahwa “Celakalah aku jika aku tidak
memberitakan Injil (I Kor. 9 : 16 b), maka dalam kekurangan dan kelemahan aku
akan bersaksi tentang-Nya, karena didalamnya nyata kemurahan Allah (Roma 1 :
17 a)

73
3. Janji Jabatan Pendeta dan atau Pengajar adalah sebagai berikut :
CP : Dihadapan Allah dan Jemaat-Nya saya mengaku dan percaya bahwa Allah telah
berkenan memanggil saya dan menjadikan saya Gembala/Pengajar dalam
Gereja-Nya ini. Karena itu saya berjanji untuk :

1. Melaksanakan tugas saya selaku Gembala/Pengajar dengan tekun dan


tabah, setia kepada Yesus Kristus, Tuhan dan Kepala Gereja, serta terbuka
kepada pimpinan Roh Kudus
2. Mendasarkan seluruh pekerjaan saya pada Alkitab sebagai satu- satunya
Kitab yang menyaksikan perbuatan Tuhan dalam sejarah.
3. Bersedia menjadi Gembala/Pengajar Jemaat Gereja Protestan Indonesia di
Papua yang berada disegala tempat dan disepanjang sejarah ini, serta taat
dalam melaksanakan Ajaran dan Peraturan- peraturan Gereja ini, loyal
kepada kepemimpinan Gereja dan pengutusan yang dilakukan atas nama
Tuhan Yesus Kristus, Kepala Gereja ini.
4. Merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya rahasia yang
dipercayakan kepada saya sebagai Pejabat Gereja dan dalam keadaan
apapun, mempertahankan rahasia jabatan itu terhadap siapapun, juga saya
bersedia di tegur jika saya berbuat yang salah.

……….. Tuhan ………. Inilah aku ……. Utuslah aku ! …..

Penjelasan :
Ayat 1 : Pengucapan Janji Jabatan sebagai wujud kesungguhan seseorang
mengimani panggilan dan pengutusan yang diterimanya melalui umat
dan lembaga Gereja.
Ayat 2-3 : Cukup Jelas

Pasal 8
BERAKHIRNYA JABATAN PELAYAN-PELAYAN KHUSUS

1. Diaken dan Penatua :


a. Berakhirnya periode pelayanan
b. Berpindah tempat domisili di wilayah tanah Papua maupun luar Papua dan tidak
diterima untuk melayani dalam jemaat gereja seazas
c. Diberhentikan dengan hormat atas permintaan sendiri dengan pernyataan tertulis
yang disampaikan kepada Badan Pekerja Sinode dan diputuskan dalam rapat
Badan Pekerja Sinode
d. Diberhentikan dengan tidak hormat karena mengingkari pengakuan iman, ajaran
gereja, kode etik dan janji jabatan serta secara prinsipil melanggar Tata Gereja
GPI Papua
e. Meninggal dunia
2. Pengajar dan Pendeta :
a. Diberhentikan dengan tidak hormat karena mengingkari pengakuan Iman, Ajaran
Gereja, Kode Etik dan Janji Jabatan serta secara prinsipil melanggar Tata Gereja
GPI Papua
b. Meninggal dunia

Penjelasan :
Ayat 1-2 : Cukup Jelas

Pasal 9
KETENTUAN PENUTUP

1. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini diatur dengan peraturan pelaksanaan
serta petunjuk teknis.

74
2. Dengan diberlakukannya peraturan ini maka peraturan sebelumnya tentang Majelis
Jemaat Gereja Protestan Indonesia di Irian Jaya Tahun 2003 dinyatakan tidak berlaku
lagi
3. Peraturan ini mulai berlaku sejak ditetapkan

Penjelasan :
Ayat 1-3 : Cukup Jelas

Ditetapkan di : Kaimana
Pada tanggal : 14 Februari 2013

BADAN PEKERJA SINODE


GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

KETUA SEKRETARIS

Pdt. W. RUMAINUM, S.Th Pdt.J. SALU, M.Th

75
GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

PERATURAN KHUSUS GPI PAPUA NOMOR 3


TENTANG
VIKARIS DAN KEVIKARIATAN

Pasal 1
PENGERTIAN

1. Pendeta dan Pengajar adalah salah satu jabatan pelayanan sebagaimana diatur
dalam Tata Dasar Gereja Protestan Indonesia di Papua ( GPI Papua )
2. Vikaris adalah anggota Sidi Gereja yang terpanggil untuk memangku jabatan Pendeta
dan pengajar, melalui masa Vikariat setelah memenuhi persyaratan.
3. Masa Vikariat adalah masa persiapan pengenalan jabatan Pendeta dan pengajar yang
dijalani seorang Vikaris sebelum diteguhkan kedalam jabatan Pendeta dan pengajar
4. Mentor ialah Pendeta yang kepadanya dipercayakan tugas mendampingi, membina
dan mengarahkan seorang Vikaris selama menjalankan masa Vikariatnya

Penjelasan :
ayat 1 – 3 : Cukup jelas

Pasal 2
PERSYARATAN

Seseorang yang hendak menjalani masa vikariat harus memenuhi syarat-syarat


berikut :
a. Telah tamat pendidikan Teologia baik yang diselenggarakan oleh GPI Papua maupun
oleh Gereja-geraja yang diakui, ditetapkan, seasas serta direkomendasi oleh GPI
Papua.
b. Mengajukan lamaran tertulis dengan tulisan tangan sendiri kepada Pelaksana Harian
Badan Pekerja Sinode (PH BPS) dengan melampirkan surat-surat yang diperlukan
c. Tidak sedang dikenakan Tindak Displin Gereja dan tidak sedang menjalani hukuman
pidana
d. Mengikuti masa orientasi yang dilaksanakan oleh Badan Pekerja Sinode, minimal 3
(tiga) bulan

Penjelasan :
ayat 1a,c dan d : Cukup jelas
ayat 1b : Surat-surat yang harus dilampirkan adalah :
- Foto copy Ijasah Sekolah Theologia
- Foto copy Surat Baptis dan Surat Sidi
- Foto copy Surat Nikah Gereja dan Pencatatan Sipil bagi yang
sudah menikah
- Daftar riwayat hidup
- Surat keterangan Dokter yang ditunjuk oleh BPS GPI Papua
- Surat keterangan CATATAN KEPOLISIAN (SKCK) dari Kepolisian
setempat.
- Surat keterangan dari Gereja/Jemaat asal
- Surat ijin dari suami/isteri bagi yang sudah menikah
- Rekomendasi studi dari BPS

Pasal 3
BADAN – BADAN GEREJA YANG BERTANGGUNG JAWAB

1. Badan-badan Gereja yang bertanggung jawab atas seorang Vikaris adalah Badan
Pekerja Sinode, Badan Pekerja Klasis dan Majelis Jemaat termasuk didalamnya
Pendeta Mentor
2. Tugas Badan Pekerja Sinode antara lain :
a. Mengangkat dan menetapkan seorang Vikaris

76
b. Mencabut status Vikariat bila yang bersangkutan menyalahi Peraturan Vikariat
dan atau peraturan Penggembalaan dan Disiplin Gereja Protestan Indonesia di
Papua
c. Menempatkan seorang vikaris pada jemaat yang ada Penghentar Jemaat
berdasarkan pertimbangan Badan Pekerja Klasis
3. Tugas Badan Pekerja Klasis mewakili Badan Pekerja Sinode dalam membimbing dan
mengawasi Vikaris selama menjalankan masa Vikariatnya serta memberi usul
pertimbangan yang menyangkut Vikaris dan masa Vikariatnya kepada Badan Pekerja
Sinode
4. Majelis Jemaat bertanggung jawab membina, mendampingi dan mengarahkan Vikaris
selama masa Vikariatnya dan wajib memberi usulan dan pertimbangan yang
menyangkut Vikaris dan masa Vikariatnya kepada Badan Pekeja Sinode Cq. Badan
Pekerja Klasis
Penjelasan :
ayat 1 – 3 : Cukup jelas
ayat 4 : Yang dimaksud dengan Majelis Jemaat ialah para Penatua, Diaken,
Pendeta dan Pengajar, perangkat ini memiliki tanggungjawab moral yang
sama bagi keberhasilan masa Vikariat seorang Vikaris. Disamping itu,
Pendeta sebagai Pendeta Mentor, sesungguhnya adalah bagian dari
lembaga-lembaga itu yang karena jabatannya bertanggung jawab penuh
dalam pendampingan, pembinaan dan penyiapan seorang Vikaris untuk
menjadi seorang pendeta. Seorang pendeta untuk menjadi Mentor bagi
seorang Vikaris, paling tidak telah memiliki pengalaman kerja sekurang-
kurangnya 3 tahun, menunjukan kinerja dan loyalitas yang baik serta
dapat menjadi panutan bagi Vikaris. Untuk kepentingan tersebut maka
seorang mentor dilengkapi dengan Surat Keputusan dari BPS GPI Papua.

Pasal 4
KEWAJIBAN DAN HAK
1. Seorang Vikaris harus tunduk kepada :
a. Alkitab / Firman Allah
b. Ajaran (Dogma) Gereja GPI Papua
c. Tata Gereja, Gereja Protestan Indonesia di Papua
d. Keputusan, nasihat dan bimbingan dari Badan-badan Gereja dan Pendeta Mentor
yang disebutkan dalam Pasal 3 Peraturan Vikariat
2. Seorang Vikaris wajib menunjukkan perilaku hidup yang baik sebagaimana
seharusnya bagi seorang pelayan.
3. Seorang Vikaris wajib setia dalam menjalankan pelayanan yang ditugaskan
kepadanya.
4. Seorang Vikaris wajib menyampaikan laporan pelayanannya baik secara berkala (tiap
triwulan) maupun laporan akhir masa Vikariatnya kepada Pendeta Mentor/Majelis
Jemaat, Badan Pekerja Klasis dan Badan Pekerja Sinode. Laporan tersebut
menyangkut kegiatan pelayanannya, keadaan dan kehidupan Jemaat serta Klasis
dimana ia bertugas serta pengamatan dan kajiannya terhadap masalah-masalah
atau keadaan pelayanan sebagai seorang pelayan
5. Seorang Vikaris bukan pegawai, karena itu untuk menopang dia dalam tugas-
tugasnya diberikan tunjangan vikariat. Tunjangan ini menjadi tanggung jawab
jemaat dimana Vikaris tersebut melaksanakan tugas vikariatnya ditambah bantuan
diakonia lainnya
6. Seorang Vikaris berhak mengajukan permasalahannya, pendiriannya dan
pendapatnya sejauh hal ini menyangkut dirinya kepada Badan-badan Gereja yang
disebut dalam pasal 3 diatas, dan patut memperoleh perhatian yang layak dan
keputusan yang adil
Penjelasan :
ayat 1 – 4 : Cukup jelas

ayat 5 : Seorang Vikaris bukanlah calon pegawai, tetapi seorang calon


Pendeta/Pelayan Firman.
Saat seorang Vikaris ditahbiskan, ia menerima Surat Keputusan (SK)
sebagai Pelayan Firman. Dengan Surat Keputusan (SK) itu mengingatkan
kita bahwa, pengawasan dan pembinaan Pendeta tersebut ada pada GPI

77
Papua. Dengan kata lain GPI Papua memiliki tanggung jawab moral bagi
Pendeta yang ditahbiskan agar benar-benar dapat menjadi teladan yang
baik.
Apabila seorang Vikaris telah ditahbiskan menjadi Pelayan Firman, maka
kepadanya terbuka kemungkinan untuk mengabdi pada lembaga
lembaga lain termasuk instansi pemerintah. Dan bila ingin mengabdi di
GPI Papua, maka ia harus melamar untuk menjadi Pegawai/Pejabat GPI
Papua. Pelamaran dan pengangkatan diatur dalam Peraturan
Pengangkatan Pegawai/Pejabat GPI Papua.
ayat 6 : Cukup jelas

Pasal 5
BATASAN

1. Selain dari Pelayanan Sakramen, Pemberkatan / peneguhan Nikah serta Peneguhan


Jabatan Pelayanan maka semua jenis pelayanan lainnya dapat ditangani oleh Vikaris.
2. Seorang Vikaris dapat mengikuti persidangan jabatan di jemaat bila diundang sebagai
pendengar
3. Seorang Vikaris tidak diperkenankan meninggalkan pelayanannya tanpa izin Badan
Pekerja Klasis dengan pengetahuan Pendeta Mentor dan Majelis Jemaat
4. Seorang vikaris tidak diperkenankan menduduki salah satu jabatan atau fungsi
organisasi Gerejawi
5. Seorang Vikaris tidak diperkenankan menikah selama menjalankan masa
vikariatnya.
Penjelasan :
ayat 1 – 5 : Cukup jelas

Pasal 6
LAMANYA MASA VIKARIAT

Lamanya masa Vikariat adalah dua tahun. Terhitung pada saat yang bersangkutan mulai
melaksanakan tugas yang dijelaskan dengan surat keterangan angkat tugas. Setelah
menjalani tahun pertama (dianggap layak) maka Badan Pekerja Sinode mengeluarkan
Surat Keputusan kelanjutan tahun vikariat.
Penjelasan :
Masa vikariat 2 (dua) tahun dengan pengaturan tahun pertama melaksanakan vikariat di
salah satu jemaat pedesaan (wilayah 3) dan tahun kedua di salah satu jemaat pusat
Kecamatan/Kota (wilayah 2 dan 1). Masa vikariat dihitung mulai saat mengangkat tugas
di jemaat pertama.

Pasal 7
PROSES PENYELESAIAN MASA VIKARIAT

1. Setelah dua tahun Vikaris tersebut dapat diusulkan oleh Majelis Jemaat untuk
dikukuhkan dalam Jabatan Pendeta
2. Proses pengusulan dilakukan apabila Pendeta Mentor dan Majelis Jemaat menilai
Pelayanan dan kehidupan Vikaris asuhannya baik, maka Majelis Jemaat dapat
mengusulkan kepada Badan Pekerja Sinode melalui Badan Pekerja Klasis sesudah
dibahas bersama Majelis Jemaat.
3. Sesudah mempelajari penilaian dan usul dari Pendeta Mentor/Majelis Jemaat, serta
laporan-laporan Vikarisnya, Badan Pekerja Sinode mempertimbangkan semua
penilaian dan usulan tersebut dan kemudian melaksanakan ujian Gerejawi kepada
yang bersangkutan, selanjutnya memutuskan kelayakan Vikaris tersebut dalam
menjalani masa Vikariatnya
4. Apabila dinyatakan lulus (layak) memenuhi syarat, maka Vikaris tersebut dapat
diteguhkan dalam Jabatan Pendeta
5. Apabila dinyatakan tidak layak , maka ia dapat meneruskan masa Vikariatnya dalam
6 bulan berikutnya barulah ia dapat diusulkan kembali dengan menyampaikan
laporan Vikariat baru

78
6. Apabila dalam pengusulan kedua ini Vikaris tersebut belum juga lulus, maka yang
bersangkutan meneruskan masa Vikariatnya sampai genap satu tahun, barulah ia
dapat diusulkan kembali untuk kali ketiga beserta laporan Vikaris yang baru. Bila
yang bersangkutan tidak juga lulus maka yang bersangkutan dinyatakan tidak
berhasil, karenanya tidak dapat di tahbiskan dalam jabatan Pelayan Firman
7. Apabila dalam proses ketiga ini masih terdapat keberatan-keberatan yang sah dan
beralasan yang menyangkut ajaran Gereja dan perilaku/sikap hidup yang
bersangkutan, maka kepadanya dikenakan tindak disiplin Gereja sesuai peraturan
penggembalaan dan disiplin GPI Papua yang berlaku
Penjelasan :
Ayat 1-7 : Cukup Jelas

Pasal 8
PENTAHBISAN VIKARIS DALAM JABATAN PENDETA DAN PENGAJAR

1. Seorang Vikaris yang dinyatakan lulus dalam masa Vikariatnya dapat segera
ditahbiskan dalam jabatan Pendeta dan pengajar.
2. Untuk maksud tersebut diatas, maka Vikaris hendaknya diperlengkapi dengan
perlengkapan Pelayan seperti pakaian Liturgi, Alkitab dan lain - lain yang diperlukan
3. Majelis Jemaat setempat menyediakan pakaian liturgis bagi vikaris yang
bersangkutan
4. Pentahbisan dalam jabatan Pendeta dan pengajar dilangsungkan di Pusat Sinode
atau Pusat Klasis. Atas pertimbangan tertentu maka seorang vikaris dapat
ditahbiskan di jemaat tempat ia menjalani masa vikariatnya.
5. Apabila pentahbisan dilaksanakan di Klasis maka biaya Perjalanan Badan Pekerja
Sinode menjadi tanggung jawab Klasis yang bersangkutan sebagai tempat
pelaksanaan pentahbisan Vikaris tersebut
6. Apabila pentahbisan dilaksanakan di Pusat Sinode maka biaya perjalanan Vikaris
tersebut menjadi tanggung jawab Jemaat atau Badan Pekerja Klasis
Penjelasan :
Ayat 1-6 : Cukup jelas

Pasal 9
KETENTUAN PENUTUP

1. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, diatur bersama oleh Badan Pekerja
Klasis / Majelis Jemaat dan pendeta mentor, kemudian dilaporkan kepada Badan
Pekerja Sinode GPI Papua
2. Sejak ditetapkannya peraturan ini maka peraturan khusus tentang Vikariat tahun
1997 dinyatakan tidak berlaku lagi
3. Peraturan ini mulai berlaku sejak ditetapkan

Penjelasan :
Ayat 1-3 : Cukup jelas

Ditetapkan di : Kaimana
Pada tanggal : 14 Februari 2013

BADAN PEKERJA SINODE


GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

KETUA SEKRETARIS

Pdt. W. RUMAINUM, S.Th Pdt.J. SALU, M.Th

79
GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA
PERATURAN PELAKSANAAN GPI PAPUA
NOMOR : 1

TENTANG
PEMILIHAN BADAN PEKERJA SINODE, BADAN PEKERJA KLASIS DAN
PENUNJUKKAN BADAN PENGAWAS PERBENDAHARAAN GEREJA
GPI PAPUA, SERTA BADAN PERTIMBANGAN
SINODE GPI PAPUA

Pasal 1
PENDAHULUAN

1. Peraturan ini mengatur Pemilihan Badan Pekerja Sinode, Badan Pekerja Klasis,
Penunjukkan (Pemilihan) Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja GPI Papua dan
Badan Pertimbangan Sinode Gereja Protestan Indonesia didalam Persidangan
Sinode.
2. Badan Pekerja Sinode dan Badan Pekerja Klasis masing-masing adalah Pelaksana
Harian Sinode dan Pelaksana Harian Klasis, Badan Pengawas Perbendaharaan
Gereja GPI Papua adalah Badan yang melakukan pengawasan eksternal akan
seluruh harta milik Gereja Protestan Indonesia di Papua dan Badan Pertimbangan
adalah Badan yang berfungsi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada
Badan pekerja Sinode dan Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja GPI Papua.
3. Badan Pekerja Sinode dan Badan Pekerja Klasis Gereja Protestan Indonesia yang
dipilih dari Peserta Biasa bagi Penatua/Diaken sedangkan Pendeta/Pengajar pegawai
GPI Papua berhak dipilih dari Peserta Biasa dan Peserta Luar Biasa dan dicalonkan
oleh Peserta Biasa , terdiri dari : Ketua, Wakil Ketua Bidang PELKAT,I.A.I, dan
BINDIK, Wakil Ketua Bidang KRT dan EKUBANG, Wakil Ketua Bidang ORTALITBANG
dan GERMAS, Sekretaris dan Wakil Sekretaris.
4. Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja (BPPG) Gereja Protestan Indonesia di
Papua (yang dipilih) ditunjuk dari Peserta Luar Biasa atau dan dicalonkan dari
Peserta Biasa maupun Peserta Luar Biasa, terdiri dari : Ketua, Wakil Ketua,
Sekretaris dan 2 (dua) Anggota.
5. Badan Pertimbangan Gereja Protestan Indonesia di Papua ditunjuk (dipilih) dari
Peserta Biasa dan dicalonkan dari Peserta Biasa maupun Peserta Luar Biasa, terdiri
dari: Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan 2 (dua) anggota

Penjelasan :
Ayat 1 : Peraturan ini di pergunakan dalam pemilihan Badan Pekerja di lingkup
pelayaan masing-masing yakni lingkup sinde dan lingkup klasis.

Ayat 2 : Sebagai Pelaksana harian di lingkup sinode dan lingkup klasis maka
Badan Pekerja Sinode adalah mandataris dari sinode dan Badan Pekerja
Klasis adalah Mandataris dari Klasis sedangkan Badan Pengawas
Perbendahraan Gereja dan Badan Pertimbangan adalah Badan yang
dibentuk sinode dan atau klasis dalam persidangannya untuk menjadi
mitra kerja dan Badan Pekerja Sinode dan atau Badan Pekerja Klasis.
Ayat 3 : Pelayan-pelayan khusus yang di pilih atau di tunjuk untuk menduduki
jabatan-jabatan struktural dalam organisasi GPI Papua di lingkup Sinode
dan Klasis khusus khusus untuk jabatan Penatua dan Diaken di calonkan
dan dipilih dari mereka yang menghadiri persidangan dalam status
anggota biasa sedangkan bagi pendeta dan pengajar yang juga adalah
pegawai organik GPI Papua di calonkan dan di pilih dari mereka yang
menghadiri persidangan dalam status anggota biasa maupun anggota
luar biasa dan khusus di lingkup klasis pegawai yang direkomendasi
Badan Pekerja Sinode dapat di calonkan maupun di pilih dari lingkup
klasis GPI Papua lainnya dengan memperhatikan kriteria lain yang diatur
dalam peraturan ini dan juga masa pensiun yang bersangkutan.
Ayat 4-5 : Cukup jelas

80
Pasal 2
PANITIA PEMILIHAN

1. Untuk kelancaran Pemilihan Badan Pekerja Sinode, Badan Pekerja Klasis


Penunjukkan Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja GPI Papua dan Badan
Pertimbangan Sinode Gereja Protestan Indonesia di Papua perlu dibentuk Panitia
Pemilihan dan Tim Formatur.
2. Panitia Pemilihan berjumlah sebanyak 5 (lima) Orang dari Peserta Luar Biasa yang
terdiri dari : Ketua, Sekretaris dan 3 (tiga) orang anggota yang diusulkan oleh
Pimpinan Sidang dan disetujui oleh persidangan, sedangkan Tim Formatur terdiri dari
Majelis Ketua, Ketua dan Sekretaris (Badan Pekerja Sinode/Badan Pekerja Klasis)
terpilih, Utusan tiap Klasis/Jemaat yang diusulkan dari peserta biasa masing-masing
1 orang, dengan komposisi Tim Formatur : Ketua (unsur Majelis Ketua), Sekretaris
(unsur utusan klasis) dan anggota-anggota, disetujui oleh persidangan.
3. Panitia Pemilihan melaksanakan tugas mulai dari proses pencalonan Badan Pekerja
Sinode atau Badan Pekerja Klasis (Ketua, Wakil-wakil Ketua, Sekretaris dan Wakil
Sekretaris), Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja GPI Papua (Ketua, Wakil
Ketua, Sekretaris dan 2 anggota), Badan Pertimbangan Sinode GPI Papua (Ketua,
Wakil Ketua, Sekretaris dan 2 anggota) dan Pemilihan Ketua dan Sekretaris Badan
Pekerja Sinode.
4. Tim Formatur melaksanakan tugas melaksanakan pemilihan/penunjukkan : Wakil
Ketua Bidang PELKAT, I.A.I, dan BINDIK, Wakil Ketua Bidang KRT dan EKUBANG,
Wakil Ketua Bidang ORTALITBANG dan GERMAS serta Wakil Sekretaris dari Calon-
calon wakil Ketua dan Wakil Sekretaris yang sudah ditetapkan oleh persidangan dan
pemilihan/penunjukkan Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja GPI Papua (Ketua,
Wakil Ketua, Sekretaris dan 2 anggota) dari calon-calon Ketua, Wakil Ketua,
Sekretaris dan 2 anggota yang sudah ditetapkan oleh persidangan dan terakhir
pemilihan/penunjukkan Badan Pertimbangan Sinode GPI Papua (Ketua, Wakil Ketua,
Sekretaris dan 2 anggota) dari calon-calon Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan 2
anggota yang sudah ditetapkan oleh
5. Panitia Pemilihan bertugas menyiapkan, menjalankan, memimpin sampai
melaporkan proses Pemilihan Ketua dan Sekretaris Badan Pekerja Sinode.
6. Tim Formatur bertugas menyiapkan, menjalankan, memimpin sampai melaporkan
proses pemilihan/penunjukkan: Wakil Ketua Bidang PELKAT, I.A.I, dan BINDIK,
Wakil Ketua Bidang KRT dan EKUBANG, Wakil Ketua Bidang ORTALITBANG dan
GERMAS serta Wakil Sekretaris Badan Pekerja Sinode dan pemilihan/penunjukkan
Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja GPI Papua (Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris
dan 2 anggota) dan terakhir pemilihan/penunjukkan Badan Pertimbangan Sinode GPI
Papua (Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan 2 anggota)

Penjelasan :
Ayat 1 : Cukup Jelas
Ayat 2 : - Pembentukan Tim Formatur sebagai upaya membangun sebuah sistem
pemilihan perangkat organisasi GPI Papua yang dilakukan oleh
lembaga tertinggi di masing-masing lingkup pelayanan (Sinode dan
Klasis) dalam rangka membentuk sebuah Badan pada sama waktu
sebuah tim kerja yang solid untuk melaksanakan mandat yang
dipercayakan oleh Sinode dan atau Klasis.
- Khusus di lingkup klasis, bagi klasis-klasis besar, jumlah keterwakilan
unsur jemaat-jemaat diserahkan pada mekanisme sidang. Sedangkan
klasis-klasis kecil (jumlah jemaatnya sedikit), keterwakilan unsur
jemaat-jemaat sesuai ketentuan.
Ayat 3 – 6 : - Hanya jabatan Ketua Tim Pengawas Perbendaharaan Gdereja lingkup
klasis yang dipilih/ditunjuk oleh Tim Formatur yang kemudian
ditugaskan oleh klasis melalui sidangnya untuk melengkapi struktur
Tim Pengawas Perbendaharaan Gereja Lingkup klasis selanjutnya
diusulkan kepada BPPG GPI Papua untuk di angkat dengan surat
keputusan.

81
Pasal 3
KRITERIA PEMILIHAN

1. KRITERIA PEMILIHAN BADAN PEKERJA SINODE.


1.1. Kriteria Umum :
b. Pelayan Khusus GPI Papua.
c. Memiliki Kepribadian sebagai Gembala Umat berdasarkan Alkitab.
d. Memiliki Kharisma dan pengabdian dalam mengamalkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
e. Memiliki Kharisma memimpin dan berwibawa, jujur, adil, setia, loyal,
dedikasi, kreatif, bijaksana, cerdas, sederhana dan mampu
berkomunikasi keluar maupun ke dalam.
f. Calon Ketua Sinode, bersedia mempresentasikan Visi dan Missinya
sebelum dipilih.
g. Calon Ketua Sinode, bersedia menandatangani kontrak Kinerja selama 5
(tiga sampai lima) tahun.
1.2. Kriteria Khusus.
a. Berpendidikan minimal tamatan SMA atau yang sederajat.
b. Memiliki pengalaman kerja sekurang-kurangnya 16 (enam belas) tahun
serta menjabat sebagai Pimpinan Klasis untuk Jabatan Ketua Sinode.
c. Memiliki pengalaman kerja sekurang-kurangnya 14 (empat belas) tahun
serta menjabat sebagai Pimpinan Klasis untuk Jabatan Wakil Ketua
Bidang Pelkat, I.A.I, Bindik dan Wakil Ketua Bidang Ortalitbang, Germas
Badan Pekerja Sinode.
d. Memiliki pengalaman kerja sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun serta
menjabat sebagai Pimpinan Klasis dan menguasai administrasi untuk
Jabatan Sekretaris Sinode.
e. Calon Sekretaris Sinode bersedia menandatangani Surat Pernyataan
Kerja Sama dengan Ketua Sinode Terpilih.
f. Khusus untuk Wakil Ketua Bidang Krt dan Ekubang Badan Pekerja Sinode
dari Jabatan Penatua (tanpa Golongan) dan mempunyai cukup waktu
untuk pelaksanaan tugasnya
g. Sehat Jasmani dan Rohani.
h. Tidak sedang dikenakan tindak disiplin Gereja.
i. Tidak pernah dihukum berdasarkan putusan pengadilan.
j. Menyatakan kesediaan secara tertulis untuk dicalonkan sebagai pimpinan
Badan Pekerja Sinode GPI Papua.
k. Tidak boleh lewat dari dua periode secara berturut-turut..
l. Mencintai lembaga GPI Papua.

2. KRITERIA PEMILIHAN BADAN PEKERJA KLASIS.


2.1. Kriteria Umum :
a. Pelayan Khusus GPI Papua.
b. Memiliki Kepribadian sebagai Gembala Umat berdasarkan Alkitab.
c. Memiliki Kharisma dan pengabdian dalam mengamalkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
d. Memiliki Kharisma memimpin dan berwibawa, jujur, adil, setia, dedikasi,
kreatif, bijaksana, cerdas, sederhana dan mampu berkomunikasi keluar
maupun ke dalam.
e. Calon Ketua Klasis, bersedia menandatangani kontrak Kinerja selama 5 (tiga
sampai lima) tahun.
2.2. Kriteria Khusus.
a. Berpendidikan minimal tamatan SMA atau yang sederajat.
b. Memiliki pengalaman kerja sekurang - kurangnya 12 (dua belas) tahun
sebagai Penghentar Jemaat di desa dan di kota untuk Jabatan Ketua Klasis.
c. Memiliki pengalaman kerja sekurang - kurangnya 8 (delapan) tahun sebagai
Penghentar Jemaat di desa dan di kota untuk Jabatan Wakil Ketua Bidang
Pelkat, I.A.I, Bindik dan Wakil Ketua Bidang Ortal, Germas Badan Pekerja
Klasis.

82
d. Memiliki pengalaman kerja sekurang - kurangnya 5 (lima) tahun pada
bidang pelayanan Jemaat di desa dan di kota dan menguasai Administrasi
untuk Jabatan Sekretaris Klasis dan Wakil Sekretaris Badan Pekerja Klasis.
e. Calon Sekretaris Klasis bersedia menandatangani Surat Pernyataan
kesediaan Bekerja sama dengan Ketua dan Unsur Ketua.
f. Calon Wakil Ketua Bidang Krt, Ekubang dan Wakil Sekretaris Badan Pekerja
Klasis Khusus untuk Penatua dan Diaken memiliki pengalaman Kerja selama
5 (lima) tahun di Jemaat dan mempunyai cukup waktu untuk melaksanakan
tugasnya.
g. Calon anggota Badan Pekerja Klasis Penatua dan Diaken dengan masa kerja
5 (lima) tahun dan Pegawai GPI Papua memiliki golongan kepegawaian III/a
dengan masa kerja 5 (lima) tahun.
h. Sehat Jasmani dan Rohani.
i. Tidak sedang dikenakan tindak disiplin Gereja.
j. Tidak pernah dihukum berdasarkan putusan pengadilan.
k. Menyatakan kesediaan secara tertulis untuk dicalonkan sebagai pimpinan
Badan Pekerja Klasis GPI Papua.
l. Tidak sedang menduduki salah satu Jabatan Badan Pekerja Klasis GPI Papua
untuk periode kedua.
m. Mencintai lembaga GPI Papua.
n. Terdaftar dalam Rekomendasi Badan Pekerja Sinode tentang Pegawai GPI
Papua yang dapat di pilih dalam jabatan struktural lingkup klasis

3. Kriteria Penunjukkan BPPG Lingkup Sinode GPI Papua.


3.1. Kriteria Umum :
a. Warga GPI Papua yang sah.
b. Memiliki kesetiaan dan pengabdian berdasarkan Alkitab dan Ajaran Gereja,
Pengamalan Pancasila dan UUD 1945.
c. Memiliki Kharisma memimpin, berwibawa, jujur, adil, setia, loyal, dedikasi,
kreatif, kerjasama, bijaksana, cerdas, sederhana dan mampu
berkomunikasi keluar maupun ke dalam.
d. Yang di Calonkan berdominsili di Pusat Sinode (Klasis) GPI Papua.
3.2. Kriteria Khusus.
a. Berpendidikan minimal tamatan Diploma tiga atau yang sederajat.
b. Memiliki kemampuan, kletrampilan, keahlian dan pengalaman kerja
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dalam bidang pengelolaan keuangan
dan barang.
c. Sehat Jasmani dan Rohani.
d. Tidak sedang dikenakan tindak disiplin Gereja.
e. Tidak pernah dihukum berdasarkan putusan pengadilan.

f. Menyatakan kesediaan secara tertulis untuk dicalonkan sebagai


keanggotaan Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja Protestan Indonesia
di Papua Lingkup Sinode (Klasis).
g. Mencintai lembaga GPI Papua.
4. Kriteria Penunjukkan Badan Pertimbangan Sinode GPI Papua.
4.1. Kriteria Umum.
a. Calon Ketua adalah dari Mantan Pimpinan Sinode GPI Papua (Untuk
Pegawai GPI Papua yang sudah Pensiun)
b. Wakil Ketua, Sekretaris dan Anggota adalah Anggota Sidi GPI Papua.
c. Memiliki Kharisma dan pengabdian dalam mengamalkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
d. Memiliki Kharisma memimpin dan berwibawa, jujur, adil, setia, loyal,
dedikasi, kreatif, bijaksana, cerdas, sederhana dan mampu berkomunikasi
kedalam dan keluar.
e. Memiliki Wawasan bergereja yang baik.
f. Berdominsili di pusat Sinode.
g. Dapat dipilih secara IN ABSENSI
4.2. Kriteria Khusus.
a. Mampu memberi pertimbangan secara bijak, terarah, tertanggungjawab,
dan sesuai aturan - aturan Gereja.

83
b. Profesional dibidang Sosial, ekonomi, politik, kesehatan, hukum dan lain-
lainnya.
c. Menyatakan kesediaannya secara tertulis untuk dicalonkan sebagai Badan
Pertimbangan Sinode GPI Papua.
d. Sehat Jasmani dan Rohani.
e. Tidak sedang dikenakan tindak disiplin Gereja.
f. Tidak pernah dihukum berdasarkan putusan perngadilan
g. Tidak sedang menduduki salah satu Jabatan pada Kepemimpinan Sinode
maupun Klasis GPI Pap[ua.
h. Mencintai GPI Papua.

Penjelasan :
Ayat 1 : 1.1.e ; Visi dan Misi yang di sampaikan oleh seorang calon Ketua Sinode
adalah visi dan misinya selama periode kepemimpinan dalam rangka
mengsukseskan visi dan misi jangka menengah GPI Papua yang telah di
tetapkan oleh Sinode.
1.2.f ; Seseorang yang akan melaksanakan tugasnya sebagai Wakil
Ketua Bidang Krt dan Ekubang harus mempunyai waktu yang cukup
untuk dapat melaksanakan tugas jabatannya dengan baik dan untuk itu
adalah baik jika dipertimbangkan penatua atau Diaken yang dalam
tugas-tugas kesehariannya tidak terikat dalam tugasnya sebagai
PNS/POLRI/TNI/LEGISLATIF, dll.
Ayat 2 : 2.2.g ; Seseorang yang akan melaksanakan tugasnya sebagai Wakil
Ketua Bidang Krt dan Ekubang harus mempunyai waktu yang cukup
untuk dapat melaksanakan tugas jabatannya dengan baik dan untuk itu
adalah baik jika dipertimbangkan penatua atau Diaken yang dalam
tugas-tugas kesehariannya tidak terikat dalam tugasnya sebagai
PNS/POLRI/TNI/LEGISLATIF, dll
2.2.h ; Yang diaksud dengan Penatua dan Diaken dengan masa kerja
selama 5 (lima) tahun adalah mereka yang menjabat Penatua dan
Diaken untuk masa bakti kedua.
2.2.o ; Rekomendasi Badan Pekerja Sinode wajib di keluarkan oleh
karena pegawai yang terpilih dalam jabatan Ketua Klasis akan
melaksanakan tugasnya sebagai anggota Badan Pekerja Sinode yang
adalah perangkat BPS di lingkup klasis untuk masa bakti lima tahun
sedang pegawai yang terpilih dan di tunjuk sebagai wakil-wakil ketua dan
sekretaris wajib melaksanakan tugasnya secara penuh dalam masa bakti
lima tahun dengan tetap memperhatikan peraturan-peraturan
kepegawaian yang berlaku.
Ayat 3-4 : Cukup Jelas

Pasal 4
TATA CARA PENCALONAN

1. Tata Cara Pencalonan Badan Pekerja Sinode dan Badan Pekerja Klasis GPI Papua :
1.1. Setiap Peserta Biasa berhak mencalonkan 1 (SATU) Calon Ketua, 1 (satu)
Calon Wakil Ketua Bidang Pelkat,I.A.I,Bindik, 1 (satu) CalonWakil Ketua Bidang
KRT dan Ekubang, 1 (satu) Calon Wakil Ketua Bidang Ortalitbang dan Germas,
1 (satu) Calon Sekretaris dan 1 (satu) Calon Wakil Sekretaris .
1.2. Khusus Bakal Calon Ketua dan Sekretaris dicalonkan secara berpasangan.
1.3. Pencalonan untuk jabatan struktural di lingkup klasis khusus pegawai GPI
papua yang direkomendasikan Badan Pekerja Sinode dapat berasal dari seluruh
klasis GPI Papua dan wajib menyampaikan kesediaan dicalonkan kepada
peserta sidang dengan memanfaatkan sarana telekomunikasi yang ada.
1.4. Proses pendekatan kepada Bakal Calon dilakukan sebelum pemilihan dalam
rangka mendapat persetujuan yang bersangkutan
1.5. Nama - Nama Bakal Calon diajukan secara rahasia melalui kertas suara dan
diteliti oleh Pimpinan Sidang untuk disesuaikan dengan Kriteria Umum dan
Kristeria Khusus.

84
1.6. Bakal Calon yang ditopang dan didukung oleh minimal 15 (limabelas) suara
untuk lingkup sinode dan 11 (sebelas) suara untuk lingkup klasis dan
memenuhi persyaratan ditetapkan dalam Daftar Calon sebagai Calon Tetap.
1.7. Bakal Calon yang telah ditetapkan sebagai Calon oleh Pimpinan Sidang
bersedia untuk menandatangani SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN
DICALONKAN.
1.8. Atas dasar Surat Pernyataan Kesediaan yang telah ditandatangani oleh Calon
maka Pimpinan Sidang membaca dan mengumumkan nama - nama Calon yang
akan dipilih dalam proses pemilihan Ketua dan sekretaris
1.9. Proses pencalonan harus memperhatikan sebagai berikut :
a. Ketua, Wakil Ketua Bidang Pelkat, I.A.I, Bindik, Wakil Ketua Bidang
Ortalitbang dan Germas, Sekretaris adalah Pendeta
b. Wakil Ketua Bidang KRT dan Ekubang adalah Penatua.
c. Wakil Sekretaris adalah Pendeta dan atau Penatua
1.10. Tiga bulan sebelum pelaksanaan sidang klasis, Badan Pekerja sinode wajib
mengeluarkan rekomendasi tentang pegawai GPI Papua yang memenuhi syarat
di pilih dalam jabatan struktural di lingkup klasis.
1.11. Anggota Badan Pekerja Sinode adalah Para Ketua - Ketua Klasis GPI Papua.
1.12. Bakal calon ditetapkan oleh Pimpinan Sidang dan tidak diperkenankan
mengundurkan diri.

2. Tata Cara Pencalonan BPPG Lingkup Sinode.


2.1. Setiap Peserta Biasa berhak mencalonkan Bakal Calon Ketua, Wakil Ketua,
Sekretaris dan 2 (dua) Anggota.
2.2. Proses pendekatan kepada Bakal Calon dilakukan sebelum pemilihan dalam
rangka mendapat persetujuan yang bersangkutan.
2.3. Nama-nama Bakal Calon diajukan secara rahasia melalui kertas suara dan
diteliti oleh Pimpinan Sidang untuk disesuaikan dengan Kriteria Umum dan
Kristeria Khusus.
2.4. Bakal Calon yang ditopang dan didukung oleh minimal 11 (sebelas) Suara dan
memenuhi persyaratan ditetapkan dalam Daftar Calon sebagai Calon Tetap.
2.5. Bakal Calon yang telah ditetapkan sebagai Calon oleh Pimpinan Sidang
bersedia untuk menandatangani SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN
DICALONKAN.
2.6. Atas dasar Surat Pernyataan Kesediaan yang telah ditandatangani oleh Calon
maka Pimpinan Sidang membaca dan mengumumkan nama - nama Calon
yang akan dipilih/ditunjuk oleh Tim Formatur.
2.7. Bakal calon ditetapkan oleh Pimpinan Sidang dan tidak diperkenankan
mengundurkan diri.

3. Tata Cara Pencalonan Badan Pertimbangan Sinode GPI Papua.


3.1. Setiap Peserta Biasa berhak mencalonkan Bakal Calon Ketua, Wakil Ketua,
Sekretaris dan 2 (dua) Anggota.
3.2. Proses pendekatan kepada Bakal Calon dilakukan sebelum pemilihan dalam
rangka mendapat persetujuan yang bersangkutan.
3.3. Nama-nama Bakal Calon diajukan secara rahasia melalui kertas suara dan
diteliti oleh Pimpinan Sidang untuk disesuaikan dengan Kriteria Umum dan
Kristeria Khusus.
3.4. Bakal Calon yang ditopang dan didukung oleh minimal 11 (sebelas) Suara dan
memenuhi persyaratan ditetapkan dalam Daftar Calon sebagai Calon Tetap.
3.5. Bakal Calon yang telah ditetapkan sebagai Calon oleh Pimpinan Sidang
bersedia untuk menandatangani SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN
DICALONKAN.
3.6. Atas dasar Surat Pernyataan Kesediaan yang telah ditandatangani oleh Calon
maka Pimpinan Sidang membaca dan mengumumkan nama - nama Calon
yang akan dipilih/ditunjuk oleh Tim Formatur.
3.7. Bakal calon ditetapkan oleh Pimpinan Sidang dan tidak diperkenankan
mengundurkan diri.

Penjelasan :
Ayat 1-3 : Cukup Jelas

85
Pasal 5
TATA CARA PEMILIHAN DAN PEMUNGUTAN SUARA

1. Tata Cara Pemilihan dan Pemungutan Suara Badan Pekerja Sinode GPI Papua.
1.1. Sebelum proses pemilihan dilaksanakan, Pimpinan Sidang melakukan Rol-Call
peserta dalam rangka mengesahkan proses pemilihan yang akan dipimpin dan
dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan atas nama persidangan Sinode GPI
Papua.
1.2. Pemilihan dapat dilaksanakan bila dihadiri oleh 2/3 (dua per tiga) Peserta
Biasa yang mempunyai hak Suara.

1.3. Setiap Peserta Biasa berhak mengajukan suaranya dengan menggunakan


Kartu Suara.
1.4. Sebelum pemilihan Paket 1 (pertama) dilaksanakan, kepada Calon-calon
Ketua yang telah ditetapkan sebelumnya wajib diberikan waktu masing-
masing selama 10 (sepuluh) menit untuk mempresentasikan Visi dan Misinya
sebagai Calon Ketua Badan pekerja Sinode untuk masa periodesasi
kepemimpinannya jika terpilh.
1.5. Pemilihan dilakukan secara 2 (DUA) paket yang diatur sebagai berikut :
a. Paket I (pertama) untuk pemilihan Ketua dan Sekretaris Badan Pekerja
Sinode dan atau Badan Pekerja Klasis
b. Paket II (kedua) untuk pemilihan/penunjukkan Wakil-wakil Ketua dan
Wakil Sekretaris Badan Pekerja Sinode dan atau Badan Pekerja Klasis,
Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan 2 (dua) anggota Badan Pengawas
Perbendaharaan Gereja dan Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan 2 (dua)
anggota Badan Pertimbangan GPI Papua yang dilaksanakan oleh TIM
FORMATUR atas nama Persidangan Sinode dan atau Persidangan Klasis.
1.6. Pengumuman Nama-nama Wakil-wakil Ketua dan Wakil Sekretaris terpilih dan
Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan 2 (dua) anggota Badan Pengawas
Perbendaharaan Gereja, Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan 2 (dua) anggota
Badan Pertimbangan GPI Papua terpilih hasil kerja TIM FORMATUR
1.7. Paket I (pertama) pemilihan dilaksanakan dalam bentuk pasangan. Setiap
Peserta Biasa berhak mengajukan suaranya menggunakan dan mengisi di
dalam 1 (satu) Kartu Suara untuk, 1 (satu) suara untuk 1 (satu) pasang
Calon Ketua dan Sekretaris.
1.8. Paket II (kedua) dilaksanakan secara terpisah. TIM FORMATUR memilih 3
orang Wakil Ketua masing-masing : Wakil Ketua Bidang Pelkat, I.A.I, Bindik,
Wakil Ketua Bidang Krt dan Ekubang, Wakil Ketua Bidang Ortalitbang dan
Germas,1(satu) orang Wakil Sekretaris dan 1 (satu) orang Ketua, 1(satu)
orang Wakil Ketua, 1 (satu) orang Sekretaris dan 2 (dua) orang anggota
masing-masing untuk Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja dan Badan
Pertimbangan GPI Papua, dengan memperhatikan kriteria pemilihan dan
calon-calon untuk masing-masing jabatan yang telah ditetapkan persidangan,
selanjutnya diumumkan kepada persidangan untuk mendapat pengesahan.
1.9. Hanya suara terbanyak pada Paket I (pertama) untuk Calon Ketua dan
Sekretaris ditetapkan sebagai Ketua Terpilih dan Sekretaris terpilih.
1.10. Hanya suara terbanyak pada Paket II (kedua) untuk Calon Wakil Ketua
Bidang Pelkat, I.A.I, Bindik, Wakil Ketua Bidang Krt dan Ekubang, Wakil Ketua
Bidang Ortalitbang dan Germas,1(satu) orang Wakil Sekretaris dan 1 (satu)
orang Ketua, 1(satu) orang Wakil Ketua, 1 (satu) orang Sekretaris dan 2
(dua) orang anggota masing-masing untuk Badan Pengawas Perbendaharaan
Gereja dan Badan Pertimbangan GPI Papua dalam pemilihan/penunjukan Tim
Formatur yang ditetapkan sebagai Wakil Ketua Bidang Pelkat, I.A.I, Bindik,
Wakil Ketua Bidang Krt dan Ekubang, Wakil Ketua Bidang Ortalitbang dan
Germas,1(satu) orang Wakil Sekretaris dan 1 (satu) orang Ketua, 1(satu)
orang Wakil Ketua, 1 (satu) orang Sekretaris dan 2 (dua) orang anggota
masing-masing untuk Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja dan Badan
Pertimbangan GPI Papua terpilih.
1.11. Untuk pemilihan Ketua dan Sekretaris Badan Pekerja Sinode dan atau Badan
Pekerja Klasis Setiap Peserta Biasa tidak dapat mewakilkan suaranya.

86
1.12. Untuk pemilihan Paket 1 (pertama) Panitia Pemilihan menyiapkan Kartu-Kartu
Suara yang telah diberi Cap Sinode sebanyak Jumlah Peserta Biasa (yang
mempunyai Hak Suara) yang dihitung kembali di depan Persidangan.
1.13. Panitia menyiapkan Kotak Suara dengan ukuran 40 X 45 Cm (empat puluh
kali empat puluh lima sentimeter) dan menunjukan kepada persidangan
bahwa Kotak Suara tersebut dalam keadaan kosong dan selanjutnya
ditempatkan pada ruang Sidang atau tempat Pemilihan.
1.14. Setiap Peserta Biasa mengambil hanya 1 (satu) Kartu Suara di meja Panitia.
Kemudian mengisi dan menulis nama calonnya dengan jelas dan lengkap
dengan menggunakan Huruf besar/Kapital. Selanjutnya memasukan Kartu
Suara itu pada Kotak Suara yang telah disediakan.
1.15. Kotak Suara baru dibuka setelah semua Peserta Biasa menggunakan Hak
pilihnya melalui Kartu Suara yang telah dimaksukkan ke dalam Kotak Suara.
1.16. Perhitungan Suara dinyatakan Sah untuk dimulai setelah Kotak Suara di buka.
1.17. Kartu Suara dinyatakan tidak Sah apabila :
a. Kartu Suara tidak sesuai dengan Kartu Suara yang disiapkan Panitia
Pemilihan.
b. Pemilih menulis dan mengajukan 2 (dua) Calon sekaligus untuk 1 (satu)
Calon.
c. Pemilih menulis dan mengajukan nama Calon tidak sesuai dengan Paket
Pemilihan yang ditentukan.
1.18. Penghitungan Suara dilakukan oleh Ketua Panitia dan disaksikan 2 (dua)
orang Peserta Luar Biasa yang ditunjuk oleh Ketua Panitia.
1.19. Sekretaris Panitia menulis hasil penghitungan Suara pada Papan yang telah
disediakan Panitia.
1.20. Ketua Panitia Pemilihan mengumumkan hasil perhitungan suara yang
sekaligus merupakan hasil Pemilihan kepada Persidangan Sinode dan atau
Persidangan Klasis.
1.21. Hasil Pemilihan tersebut selanjutnya diserahkan oleh Panitia Pemilihan kepada
Pimpinan Sidang untuk ditetapkan dan disahkan.
1.22. Setelah Pelaksanaan pemiihan Paket 1 (pertama) selesai dilaksanakan dan
hasilnya oleh Panitia Pemilihan diserahkan kepada Pimpinan Sidang Sinode
dan atau sidang Klasis, selanjutnya Pimpinan Sinode dan atau sidang klasis
menetapkan TIM FORMATUR sesuai kriteria yang diatur dalam pasal 2 ayat 2
peraturan ini.
1.23. Hasil pemilihan/penunjukan (Paket 2 (kedua) yang dilakukan oleh TIM
FORMATUR sesuai kewenangan yang diberikan persidangan sinode dan atau
Sidang Klasis bersifat mengikat, kemudian diumumkan oleh Ketua TIM
FORMATUR kepada persidangan selanjutnya diserahkan kepada Pimpinan
Sidang Sinode untuk ditetapkan dan disahkan dalam kesatuan hasil pemilihan
Paket 1 (pertama).
Penjelasan :
Ayat 1 : Cukup Jelas

Pasal 6
PEMILIHAN ULANG

1. Apabila dalam Pemilihan Ketua dan Sekretaris Badan Pekerja Sinode dan atau Badan
Pekerja Klasis terdapat jumlah suara yang sama maka diadakan pemilihan ulang
hanya untuk calon-calon yang memperoleh suara yang sama.
2. Apabila Calon-calon belum mendapat dukungan dari Peserta Biasa sebanyak 50 % +
1 (lima puluh persen tambah satu) maka diadakan Pemilihan Ulang.
3. Pemilihan Ulang dilakukan sebanyak-banyaknya dua kali dan bila jumlah suara tetap
sama (tidak ada yang mencapai 50 % + 1 dari jumlah Kartu Suara yang masuk),
maka cara lain dilakukan adalah Lobi antar Peserta.
4. Dan jika Lobi ini tidak berhasil maka ditempuh melalui Perutusan Klasis dan Jemaat
Khusus (bukan personil) Dimana Jumlah suara Terbanyak dari perutusan yang hadir
ditetapkan sebagai pemenang diberlakukan untuk semua Paket.

Penjelasan :
Ayat 1-4 : Cukup Jelas

87
Pasal 7
LAPORAN PELAKSANAAN DAN PELANTIKAN

1. Hasil Pemilihan Badan Pekerja Sinode dan atau Badan Pekerja Klasis, Penunjukkan
Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja Lingkup Sinode dan Badan Pertimbangan
Sinode GPI Papua terpilih disampaikan dan dilaporkan oleh Panitia Pemilhan dan TIM
FORMATUR kepada Pimpinan Sidang/Majelis Ketua untuk ditetapkan dalam
Keputusan Sidang Sinode.
2. Laporan Panitia Pemilihan mencantumkan : Jumlah Pemilih, Jumlah Pemilih yang
menggunakan Hak Memilih, Nama jelas dan tempat tanggal lahir dari calon yang
terpilih, Surat Pernyataan Kesediaan dari Calon, Daftar Calon Tetap, Jumlah Kartu
Suara yang digunakan, Jumlah Kartu Suara yang tidak Sah, Tata Cara Pencalonan
dan Pemilihan dan hal-hal lain yang dianggap perlu untuk dilaporkan.
3. Laporan TIM FORMATUR mencantumkan mekanisme pemilihan/penunjukkan yang
dilakukan dan hasilnya serta hal-hal lain yang dianggap perlu untuk dilaporkan.
4. Pelantikan Badan Pekerja Sinode dan atau Badan Pekerja Klasis, Badan Pengawas
Perbendaharaan Gereja GPI Papua dan Badan Pertimbangan Sinode GPI Papua
Terpilih dilaksanakan secara bersamaan dan serentak di lingkup masing-masing
dalam suatu Ibadah Pelantikan.

Penjelasan :
Ayat 1-4 : Cukup Jelas

Pasal 8
P E N U T U P

1. Seluruh administrasi Penyelenggaraan Pemilihan Badan Pekerja Sinode dan atau


Badan Pekerja Klasis, Badan Pengawas Perbendahraan Gereja GPI Papua dan Badan
Pertimbangan Sinode GPI Papua disimpan sebagai dokumen GPI Papua selama 5
(lima) tahun.
2. Hal–hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Pelaksanaan ini dapat diatur di
dalam Petunjuk Teknisnya.
3. Dengan dikeluarkan Peraturan Pelaksanaan ini, maka Peraturan Pelaksanaan GPI
Papua Nomor 1 tahun 2008 dan Peraturan Pelaksanaan GPI Papua Nomor 16 tahun
2008 dinyatakan tidak berlaku.
4. Peraturan Pelaksanaan ini mulai berlaku sejak di tetapkan.

Penjelasan :
Ayat 1-4 : Cukup Jelas

Ditetapkan di : Kaimana
Pada tanggal : 14 Februari 2013

BADAN PEKERJA SINODE


GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

KETUA SEKRETARIS

Pdt. W. RUMAINUM, S.Th Pdt.J. SALU, M.Th

88
GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA
PERATURAN PELAKSANAAN GPI PAPUA
NOMOR : 6

TENTANG
BADAN PENGAWAS PERBENDAHARAAN GEREJA

Pasal 1
NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN

1. Badan ini disebut Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja Protestan Indonesia di


Papua (BPPG) dan masing-masing :
a. Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja Gereja Protestan Indonesia di Papua
berkedudukan di pusat Sinode
b. Tim pengawas perbedaharaan Gereja lingkup Sinode berkedudukan di pusat sinode
c. Tim Pengawas Perbendaharaan Gereja lingkup Klasis berkedudukan di pusat Klasis
d. Tim Pengawas Perbendaharaan Gereja lingkup Jemaat berkedudukan di Jemaat

Pasal 2
MAKSUD DAN TUJUAN

1. Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja dibentuk dengan maksud untuk mengawasi,


memeriksa dan menilai dengan cermat dan saksama kenyataan yang sebenarnya
mengenai sasaran dan obyek yang diawasi ataupun yang diperiksa, apakah sesuai
dengan peraturan yang telah ditetapkan
2. Pengawasan dan pemeriksaan bertujuan untuk memberikan saran kepada Pimpinan
Sinode / Klasis / Jemaat yang diawasi ataupun diperiksa dalam mengambil langkah-
langkah perbaikan, penyempurnaan serta tindakan-tindakan lain yang dapat
memperlancar dan tertibnya tugas-tugas yang menjadi ta nggung jawabnya

Pasal 3
TUGAS DAN FUNGSI

1. Tugas Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja adalah melakukan pengawasan


umum terhadap penyelenggaraan pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya
Gereja Protestan Indonesia di Papua oleh Badan Pekerja Sinode/Klasis/Jemaat
2. Fungsi Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja adalah :
a. Pemeriksaan terhadap setiap perangkat di tingkat Sinode/Klasis/Jemaat meliputi :
pembangunan, administrasi, organisasi, ketatalaksanaan kepegawaian, keuangan,
perlengkapan/peralatan, dan lain-lain yang dianggap perlu
b. Pengusutan mengenai kebenaran Laporan atau pengaduan tentang hambatan,
penyimpangan atau penyalahgunaan di bidang pembangunan, administrasi,
organisasi, ketatalaksanaan kepegawaian, keuangan, perlengkapan/peralatan
yang dilakukan oleh lingkup Sinode/Klasis/Jemaat yang bersangkutan

Pasal 4
KEANGGOTAAN DAN SUSUNAN BPPG

1. Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja GPI Papua beranggotakan sekurang-


kurangnya 5 (lima) orang dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang dan sekurang-
kurangnya 3 orang dan sebanyak-banyaknya 5 orang di lingkup Klasis dan Jemaat
yang dipilih/ditunjuk oleh sidang Sinode, Klasis dan Jemaat untuk masa bakti yang
sama dengan Badan Pekerja Sinode, Badan Pekerja Klasis dan Majelis Jemaat
2. a. Ketua, Waqkil Ketua, Sekretaris dan anggota Badan Pengawas Perbendaharaan
Gereja ( BPPG ) Gereja Protestan Indonesia di Papua dipilih/ditunjuk dalam
Persidangan Sinode., sedangkan Ketua Tim Pengawas Perbendaharaan Gereja di
Lingkup klasis dan jemaat dipilih/ditunjuk dalam Persidangan Klasis dan atau

89
Persidangan Jemaat, kemudian ditugaskan untuk melengkapi formasi
keanggotaan Tim Pengawas, yang terdiri dari :
- Seorang Wakil Ketua.
- Seorang Sekertaris.
dan anggota-anggota lainnya yang selanjutnya meneruskan kepada Badan
Pengawas Perbendaharaan Gereja (BPPG) Gereja Protestan Indonesia di Papua
untuk diangkat dalam satu surat keputusan.
b. Apabila Ketua berhalangan, maka tugasnya dilaksanakan oleh Wakil Ketua
c. Ketua dan Sekertaris Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja bertindak sebagai
Pengurus harian yang menangani pekerjaan sehari-hari, dan dalam keadaan
mendesak dapat mengambil keputusan yang kemudian dipertanggungjawabkan
kepada Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja Protestan Indonesia di Papua.
3. a. Pemeriksaan terhadap pengurusan perbendaharaan Gereja dilingkup Klasis
dilakukan oleh Tim Pengawas Perbendaharaan Gereja lingkup Klasis dan
di lingkup jemaat dilakukan oleh Tim Pengawas Perbendaharaan Gereja lingkup
Jemaat
b. Tugas Tim Pengawas Perbendaharaan Gereja lingkup Klasis dan Jemaat adalah
mengadakan pemeriksaan secara berkala terhadap pertanggungjawaban
Keuangan Badan Pekerja Klasis / Majelis Jemaat dan keberadaan harta milik
gereja menurut pembukuan yang diselenggarakan untuk itu, serta melaporkan
hasil pemeriksaannya kepada Persidangan Klasis / Jemaat untuk dijadikan bahan
kesaksian dalam penilaian pengurusan perbendaharaan yang telah dijalankan oleh
Badan Pekerja Klasis / Majelis Jemaat yang bersangkutan
c. Bila oleh sesuatu hal Tim Pengawas Perbendaharaan Gereja lingkup Klasis /
Jemaat tidak dapat dibentuk dan atau tidak dapat melaksanakan tugasnya, maka
persoalannya diserahkan kepada Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja GPI
Papua untuk mengatasinya dengan memperhatikan prinsip independensi
d. Masa kerja Tim Pengawas Perbendaharaan Gereja lingkup Klasis dan Jemaat
adalah sama dengan masa kerja Badan Pekerja Klasis dan Majelis Jemaat

Pasal 5
KUALIFIKASI JABATAN

1. Untuk dapat diangkat menjadi anggota Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja,


maka yang bersangkutan harus dapat memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Warga Gereja Protestan Indonesia di Papua dan terdaftar di salah satu jemaat GPI
Papua, yang berdominsili di tempat kedudukan Badan Pekerja Sinode, Badan
Pekerja Klasis / Majelis jemaat
b. Mempunyai integritas pribadi dan tidak pernah melakukan sesuatu kasus dibidang
keuangan / barang
c. Mempunyai cukup waktu untuk dapat melakukan tugasnya dengan baik dan
berkesinambungan
d. Mempunyai cukup pengetahuan / keahlian dibidang administrasi keuangan dan
barang / perbendaharaan dan pengetahuan tentang berbagai sistim pembukuan
serta pengetahuan tentang teknik pemeriksaan (auditing) pertanggungjawaban
keuangan / barang pada umumnya
2. Anggota Badan Pekerja Sinode / Badan Pekerja Klasis / Majelis Jemaat dan Badan-
badan Pembantu seperti Departemen dan sebagainya tidak boleh merangkap
keanggotaan BPPG

Pasal 6
SARANA KERJA

Dalam melaksanakan tugas pekerjaan sehari-hari seperti dokumentasi, surat menyurat,


pengelolaan data untuk pembuatan laporan, maka BPPG diberikan fasilitas kerja oleh
Badan Pekerja Sinode/ Klasis/ Majelis Jemaat berupa :

a. Ruang kerja dan Peralatan


b. Bantuan tenaga karyawan
c. Uang sidang, transport serta konsumsi untuk rapat Badan/Tim Pengawas
Perbendaharaan Gereja

90
Pasal 7
TATA CARA PELAKSANAAN PEMERIKSAAN

Dalam melakukan pemeriksaan harus dilakukan tahapan - tahapan kegiatan sebagai


berikut :
a. Sebelum melakukan pemeriksaan di lapangan, Tim Pemeriksa harus membuat
Program Kerja Pemeriksaan (PKP), membuat Program Pemeriksaan Tim (P2T),
mengumpulkan informasi umum, membuat daftar pertanyaan mengenai data
obyek/sasaran yang akan diperiksa dan mempelajari peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan obyek/sasaran yang akan diperiksa
b. Pemeriksa pada saat melaksanakan pemeriksaan pada suatu objek, harus
mengajukan surat perintah tugas atau SPT yang dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang
c. Dalam melaksanakan tugas pemeriksaaan dilapangan terlebih dahulu dilakukan
pembicaraan pendahuluan dengan Pimpinan Satuan Kerja/Obyek yang akan diperiksa
untuk menjelaskan tujuan, maksud dan sasaran pemeriksaan
d. Setelah Tim melaksanakan kegiatan sebagaimana disebut pada butir b diatas,
selanjutnya melakukan pengujian terhadap pengendalian manajemen yang meliputi
administrasi, organisasi dan ketatalaksanaan kepegawaian, keuangan,
perlengkapan/peralatan pada obyek/unit kerja yang bersangkutan
e. Para pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan, wajib membuat Kertas Kerja
Pemeriksaan (KKP), dan melakukan pembahasan temuan-temuan hasil pemeriksaan
dengan atasan/pejabat yang diperiksa untuk meminta komentar/tanggapan
f. Setelah seluruh kegiatan selesai, Tim membuat Naskah Hasil Pemeriksaan (NHP)
yang diserahkan kepada Pimpinan Satuan Kerja yang diperiksa
g. Setelah seluruh kegiatan pemeriksaan selesai Tim segera membuat Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) secara lengkap dan disampaikan dalam sidang tahunan Sinode /
Klasis / jemaat

Pasal 8
SANKSI

Jika dalam rangka pemeriksaan saldo kas/barang harian dan Pemeriksaan Kas/Gudang
secara berkala ternyata jumlah uang/barang yang ada tidak sesuai dengan jumlah saldo
menurut buku kas, maka ditempuh prosedur penertiban administrasi sebagai berikut :
a. Jika terjadi kelebihan uang dalam kas dan barang dalam gudang, maka kelebihan
tersebut dibukukan sebagai Pendapatan Gereja, kecuali dapat dibuktikan oleh alat
bukti bahwa uang/barang tersebut berupa titipan
b. Jika terjadi kekurangan kas/barang dalam gudang yang tidak disengaja, maka
kekurangan itu dibukukan sebagai piutang/tagihan gereja terhadap bendahara
uang/pemegang kas/bendaharan Barang/Kepala Gudang dan harus diselesaikan
selambat-lambatnya dalam tempo satu bulan
c. Jika kekurangan kas itu terjadi karena disengaja oleh Bendahara uang/Pemegang
Kas/bendahara Barang/Kepala Gudang yang bersangkutan, maka setelah diwajibkan
menggantikan kekurangan tersebut, terhadap Bendahara Uang / pemegang Kas /
Bendahara / Kepala Gudang tersebut dikenakan sanksi sesuai Peraturan Kepegawaian
Gereja Protestan Indonesia di Papua ( GPI Papua ) yang berlaku
d. Jika Bendahara Uang/Pemegang Kas/Bendahara Barang/Kepala Gudang yang
bersangkutan tidak mau juga bertanggungjawab untuk mengganti kekurangan uang
kas/Barang, maka persoalannya diselesaikan melalui proses hukum

Pasal 9
PENUTUP

1. Hal–hal lain yang belum diatur dalam Peraturan ini dapat diatur oleh Badan Pengawas
Perbendaharaan Gereja GPI Papua, sejauh tidak bertentangan dengan Tata Dasar dan
peraturan – paraturan terkait lainnya dan harus dilaporkan kepada Sidang Sinode
atau Rapat Kerja Sinodal untuk disetujui

91
2. Dengan diberlakukannya peraturan ini maka peraturan tentang Badan Pemeriksa
Perbendaharaan Gereja Tahun 2003 dinyatakan tidak berlaku lagi
3. Peraturan ini mulai berlaku sejak ditetapkan

Ditetapkan di : Kaimana
Pada tanggal : 14 Februari 2013

BADAN PEKERJA SINODE


GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

KETUA SEKRETARIS

Pdt. W. RUMAINUM, S.Th Pdt.J. SALU, M.Th

92
GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA
PERATURAN PELAKSANAAN GPI PAPUA
NOMOR : 11

TENTANG

PERATURAN GAJI PEGAWAI ORGANIK GPI PAPUA

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan Golongan / Ruang adalah kedudukan yang
menunjukkan tingkat seorang pegawai/pejabat GPI Papua dalam rangkaian susunan
kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian.
Penjelasan :
( Gaji Pokok ) : Setiap pegawai GPI Papua yang diangkat dalam golongan sesuai
dengan peraturan, diberikan gaji pokok berdasarkan golongan yang
ditetapkan. (lihat lampiran 1)

Pasal 2
Nama dan susunan golongan/ruang pegawai/pejabat GPI Papua dari yang terrendah
sampai yang tertinggi adalah sebagaimana tersebut dalam daftar lampiran 1 peraturan
ini.
Penjelasan :
ayat 1 : Seseorang yang diangkat menjadi calon pegawai diberikan gaji pokok
sebesar 80 % dari penetapan pertama gaji pokok.
ayat 2 : Seseorang yang telah diangkat menjadi calon pegawai telah mempunyai
pengalaman kerja dapat diperhitungkan untuk menetapkan gaji pokok
segaris dengan masa kerja golongan yang telah ditetapkan.
ayat 3 : Pemberian gaji pokok setinggi-tingginya ditetapkan berdasarkan gaji
pokok maximum dalam golongan yang bersangkutan.

Pasal 3
1. Pegawai/pejabat GPI Papua diangkat dalam pangkat tertentu sebagaimana dimaksud
dalam pasal 2 peraturan ini.
2. Pengangkatan dalam golongan sebagaimana dimaksud di dalam ayat (1) dilakukan
berdasarkan peraturan yang berlaku.
3. Syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan lain mengenai pengangkatan diatur dengan
peraturan GPI Papua.

Penjelasan :
Ayat 1- 3 : Cukup jelas

BAB II
GAJI POKOK
Pasal 4
Kepada Pegawai / Pejabat GPI Papua yang diangkat dalam suatu Golongan / Ruang
menurut Peraturan ini, diberikan Gaji Pokok berdasarkan Golongan / Ruang yang
ditetapkan untuk golongan sebagaimana tersebut dalam Daftar Lampiran II Peraturan
ini.

93
Penjelasan :
Pegawai yang telah diangkat dalam golongan yang lebih tinggi dari golongan lama,
diberikan gaji pokok yang segaris dengan gaji pokok dan masa kerja golongan yang
baru.

Pasal 5
1. Kepada seorang yang diangkat menjadi Calon Pegawai / Pejabat GPI Papua diberikan
Gaji Pokok sebesar 80 % (delapan puluh persen) dari Gaji Pokok sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 Calon Pegawai.
2 Kepada Calon Pegawai / Pejabat GPI Papua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
apabila telah mempunyai pengalaman kerja di lingkup GPI Papua yang dapat
diperhitungkan untuk menetapkan Gaji Pokok, diberikan Gaji Pokok yang segaris
dengan pengalaman kerjanya yang telah ditetapkan sebagai masa kerja golongan.
3. Pemberian Gaji pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), setinggi-tingginya
diitetapkan berdasarkan Gaji Pokok maksimum dalam golongan/ruang yang
bersangkutan setelah dikurangi dengan dua (2) kali kenaikkan Gaji Berkala yang
terakhir dalam golongan ruang tersebut.
Penjelasan :
ayat 1 : Seseorang yang diangkat menjadi calon pegawai diberikan gaji pokok
sebesar 80 % dari penetapan pertama gaji pokok.
ayat 2 : Seseorang yang telah diangkat menjadi calon pegawai telah mempunyai
pengalaman kerja dapat diperhitungkan untuk menetapkan gaji pokok
segaris dengan masa kerja golongan yang telah ditetapkan.
ayat 3 : Pemberian gaji pokok setinggi-tingginya ditetapkan berdasarkan gaji
pokok maximum dalam golongan yang bersangkutan.

Ayat 1-3 : Pegawai yang diturunkan golongannya ke golongan yang lebih rendah
dari golongan semula, diberikan gaji pokok berdasarkan golongan baru
yang segaris dengan gaji pokok dan masa kerja golongan lama.

Pasal 6
Kepada seorang yang diangkat langsung menjadi Pegawai / Pejabat GPI Papua apabila
telah mempunyai pengalaman kerja yang dapat diperhitungkan untuk menetapkan Gaji
Pokok, diberikan Gaji Pokok yang segaris dengan pengalaman kerja yang ditetapkan
sebagai masa kerja golongan.
Penjelasan :
Pegawai/Pejabat yang telah pensiun yang diangkat menjadi pegawai bulanan disamping
pensiun diberikan gaji pokok berdasarkan golongan dan masa kerja yang dimilikinya
pada saat pensiun.

Pasal 7
Kepada Pegawai / Pajabat GPI Papua yang diangkat dalam suatu Golongan yang lebih
tinggi dari Golongan lama, diberikan Gaji Pokok baru yang segaris dengan Gaji Pokok
dan masa kerja golongan / ruang menurut golongan baru.
Penjelasan :
Masa kerja yang dapat diperhitungkan untuk menetapkan gaji pokok bagi calon pegawai
ditetapkan menurut peraturan yang berlaku.

Pasal 8
Kepada Pegawai / Pejabat GPI Papua yang diturunkan golongannya ke dalam suatu
golongan yang lebih rendah dari golongan semula, diberikan Gaji Pokok berdasarkan
Golongan baru yang segaris dengan Gaji pokok dan masa kerja golongan ruang menurut
golongan lama.

94
Penjelasan :
Pasal 8 : (Kenaikan gaji berkala dan kenaikan gaji istimewa).
Huruf a : telah 2 tahun menduduki masa kerja untuk kenaikan gaji
berkala berikutnya.
Huruf b : dapat diberikan kenaikan gaji berkala dengan penilaian
pelaksanaan pekerjaan tahunan yang dinilai rata-rata
sekurang-kurangnya baik.( 76 keatas )

Pasal 9
Kepada Pensiun Pegawai / Pejabat GPI Papua yang diangkat menjadi Pegawai Bulanan
disamping Pensiun diberikan Gaji Pokok berdasarkan golongan dan masa kerja golongan
yang dimilikinya pada saat ia pensiun.
Penjelasan :
Pegawai/Pejabat yang telah pensiun yang diangkat menjadi pegawai bulanan disamping
pensiun diberikan gaji pokok berdasarkan golongan dan masa kerja yang dimilikinya
pada saat pensiun.

Pasal 10
Masa kerja yang dapat diperhitungkan untuk menetapkan Gaji Pokok bagi Calon Pegawai
/ Pejabat GPI Papua dan Pegawai / Pejabat GPI Papua ditetapkan menurut Peraturan
yang berlaku.

Penjelasan :
Masa kerja yang dapat diperhitungkan untuk menetapkan gaji pokok bagi calon pegawai
ditetapkan menurut peraturan yang berlaku.

BAB III
KENAIKKAN GAJI BERKALA DAN KENAIKAN GAJI ISTIMEWA

Pasal 11
Kepada Pegawai / Pejabat GPI Papua diberikan Kenaikan Gaji Berkala apabila
memenuhi syarat-syarat :
a. Telah mencapai masa kerja golongan yang ditentukan untuk kenaikkan gaji berkala.
b. Penilaian pelaksanaan pekerjaan tahunan yang nilai rata-rata sekurang - kurangnya
“cukup”.
Penjelasan :
(Kenaikan gaji berkala dan kenaikan gaji istimewa).
Huruf a : telah 2 tahun menduduki masa kerja untuk kenaikan gaji berkala
berikutnya.
Huruf b : dapat diberikan kenaikan gaji berkala dengan penilaian pelaksanaan
pekerjaan tahunan yang dinilai rata-rata sekurang-kurangnya baik.( 76
keatas )

Pasal 12
1. Pemberian Kenaikan Gaji Berkala sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 dilakukan
dengan Surat Pemberitahuan oleh PH BP Sinode GPI Papua atau atas usul Pimpinan
Satuan Unit Organisasi GPI Papua.
2. Pemberitahuan Kenaikkan Gaji Berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diterbitkan 2 (dua) bulan sebelum Kenaikkan Gaji Berkala itu berlaku.
Penjelasan :
ayat 1 : cukup jelas
ayat 2 : cukup jelas

95
Pasal 13
1. Apabila Pegawai / Pejabat GPI Papua yang bersangkutan belum memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf b, maka kenaikkan gaji berkalanya
ditunda paling lama untuk waktu 1 (satu) tahun.
2. Apabila sehabis waktu penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai
GPI Papua yang bersangkutan belum juga memenuhi syarat sebagaimana dimaksud
dalam pasal 11 huruf (b), maka kenaikkan gaji berkalanya ditunda lagi tiap-tiap kali
paling lama untuk 1 (satu) tahun.
3. Apabila tidak ada alasan lagi untuk penundaan, maka kenaikkan gaji berkala tersebut
diberikan mulai bulan berikutnya dari masa penundaan itu.
4. Penundaan Kenaikan Gaji Berkala dilakukan dengan Surat Keputusan Pejabat yang
berwenang.
5. Masa penundaan kenaikkan gaji berkala dihitung penuh untuk kenaikkan gaji berkala
berikutnya.

Penjelasan :
ayat 1 : Pegawai yang atas dasar DP3 dengan nilai sekurang-kurangnya cukup
tidak dapat dinaikkan gaji berkalanya dan ditunda paling lama 1 tahun.
ayat 2 : Apabila pegawai tersebut belum lagi memenuhi syarat dimaksud, maka
kenaikkan gaji berkalanya ditunda lagi tiap-tiap kali paling lama 1 tahun
ayat 3 : Apabila tidak ada alasan lagi untuk penundaan, maka kenaikkan gaji
berkalanya dapat diterbitkan tahun berikutnya dari masa penundaan itu.
ayat 4 : cukup jelas
ayat 5 : masa penundaan kenaikan gaji berkala dihitung penuh untuk kenaikkan
gaji berkala berikutnya.

Pasal 14
1. Kepada Pegawai GPI Papua menurut Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
menunjukkan nilai “Amat Baik“ sehingga ia patut dijadikan teladan, dapat diberikan
kenaikan golongan istimewa sebagai penghargaan yang mengakibatkan terjadinya
kenaikan gaji.
2. Pemberian kenaikkan golongan istimewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan oleh PH BPS GPI Papua.

Penjelasan :
Ayat 1-2 : Seorang Pegawai/Pejabat GPI Papua (termasuk calon pegawai) apabila
telah mencapai masa kerja tertentu serta memenuhi persyaratan nilai
DP3 di bidang tugas pekerjaan, berhak untuk memperoleh kenaikan gaji
secara berkala. Prosedur pemberian kenaikan gaji berkala dan hak
pembayarannya, yaitu :
a. Pengusulan kenaikan gaji berkala dilakukan dengan surat pengusulan
dari pimpinan unit kerja kepada PH BPS
b. Pemberian kenaikan gaji berkala dilakukan dengan surat
pemberitahuan dari Pelaksana harian Badan Pekerja Sinode.
c. Penerbitan surat pemberitahuan kenaikan gaji berkala harus sudah
diterbitkan 2 (dua) bulan sebelaum saat kenaikan gaji berkala.
d. Penundaan atas kenaikan gaji berkala harus dilakukan dengan surat
keputusan Badan Pekerja sinode.

BAB IV
TUNJANGAN
Pasal 15
1. Disamping Gaji Pokok kepada Pegawai GPI Papua diberikan :
a. Tunjangan Keluarga.
b. Tunjangan Struktural / Fungsional.
2. Selain Tunjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kepada Pegawai GPI Papua
dapat diberikan tunjangan–tunjangan lainnya.

96
Penjelasan :

Pasal 16
1. Kepada Pegawai / Pejabat GPI Papua yang beristeri / bersuami diberikan Tunjangan
Isteri / Suami sebesar 10 % (sepuluh persen) dari Gaji Pokok.
2. Kepada Pegawai / Pejabat GPI Papua yang mempunyai Anak atau Anak Angkat
yang berumur kurang dari 21 tahun, belum pernah menikah, tidak mempunyai
penghasilan tetap, dan nyata-nyata menjadi tanggungannya, diberikan Tunjangan
Anak sebesar 2 % dari Gaji Pokok untuk tiap-tiap anak.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dapat diperpanjang sampai
dengan 25 Tahun apabila Anak tersebut masih bersekolah, setelah dibuktikan
dengan Surat Keterangan dari Kepala Sekolah / Dekan / Rektor Fakultas /
Universitas yang bersangkutan.
4. Tunjangan Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diberikan
sebanyak – banyaknya untuk 2 (dua) orang Anak, termasuk Anak Angkat.
5. Kepada Pegawai/Pejabat GPI Papua atau calon pegawai yang ditugaskan secara
penuh pada unit kerja dan satuan unit kerja di tanah Papua, diberikan tunjangan
Papua sebesar 15 % dari gaji pokok.
Penjelasan :
Ayat 1-5 : Untuk tunjangan 2 (dua) orang diberlakukan mulai 01 Januari 2013. Bagi
pegawai yang sudah mendapat tunjangan 3 (tiga) anak tetap
diberlakukan hingga selesai dan tidak dapat diganti lagi.
Pegawai/Pejabat GPI Papua mendapat tunjangan Papua sebesar 15 %
dari gaji pokok sesuai golongan, karena secara penuh bertugas di tanah
Papua, dan bagi Calon Pegawai diberikan 15 % dari 80% gaji pokok
sesuai dengan golongan.

Pasal 17
1. Kepada Pegawai GPI Papua yang menjabat jabatan struktural / fungsional tertentu
diberikan Tunjangan Jabatan.
2. Besarnya Tunjangan Jabatan Struktural / Fungsional sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 setiap bulan ditetapkan dengan ketentuan / peraturan lain.

Penjelasan :
Besaran tunjangan Jabatan struktural ditetapkan berdasarkan kedudukan perangkat
kerja dan lingkup tanggungjawab sehingga ada jabatan-jabatan tertentu baik di lingkup
Sinode, Klasis maupun Jemaat akan mendapat besaran tunjangan jabatan struktural
yang sama karena kedudukan dalam perangkat kerja dan lingkup tanggungjawabnya
sama.

NO JABATAN TUNJANGAN (Rp)


1 Ketua Sinode 750.000
2 Wakil Ketua Sinode 600.000
3 Sekretaris Sinode 500.000
4 Wakil Sekretaris Sinode 400.000
5 Kepala Bidang di lingkup Sinode 400.000
6 Kepala Sub Bidang di lingkup Sinode 200.000
7 Ketua Klasis 450.000
8 Wakil Ketua Klasis 350.000
9 Sekretaris Klasis 300.000
10 Wakil Sekretaris Klasis 250.000
11 Kepala Bidang di lingkup Klasis 200.000
12 Kepala Sub Bidang di lingkup Klasis 100.000
13 Ketua Majelis Jemaat 200.000
14 Ketua STT 400.000
15 Pembantu Ketua STT 300.000
16 Ketua Jurusan pada STT 200.000
17 Sekretaris Jurusan pada STT 150.000
18 Kepala Bagian pada STT 100.000
19 Kepala Perpustakaan 100.000

97
Tunjangan Jabatan Fungsional diberikan kepada pegawai gereja yang melaksanakan
tugas-tugas fungsional, sedangkan bagi Pendeta/Pengajar yang melaksanakan tugas
jabatan Ketua Majelis Jemaat hanya diberi 1 (satu) tunjangan yaitu tunjangan jabatan
struktural.

NO JABATAN TUNJANGAN (Rp)


1 Bendahara Sinode 200.000
2 Bendahara Klasis 150.000
3 Agendaris dan Arsiparis 100.000
4 Bendahara Jemaat 125.000
5 Dosen STT 150.000
6 Penghentar Jemaat 100.000

Pasal 18
2. Kepada PH BP Sinode GPI Papua dan PH BPK GPI Papua, diberikan Tunjangan
Kehormatan.
3. Besarnya Tunjangan Kehormatan/Representasi Pejabat pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan sendiri.
Penjelasan :
Tunjangan Kehormatan adalah jenis penghasian tertentu yang perlu diberikan kepada
Badan Pekerja Sinode dan Badan Pekerja Klasis, karena pejabat-pejabat yang
bersangkutan selain menerima penghasilan sebagai Pegawai Gereja, harus pula
menerima pula penghasilan sebagai Badan Pekerja Sinode dan Badan Pekerja Klasis.
Oleh karena itu perlu ada penghasilan khusus bagi BPS dan BPK dengan sebutan
tunjangan Kehormatan atau tunjangan representasi.

Pasal 19
1. Selain dari Tunjangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 sampai dengan pasal
18, apabila ada alasan-alasan yang kuat, kepada Pegawai GPI Papua dapat diberikan
Tunjangan-tunjangan lain.
2. Tunjangan-tunjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku bagi seluruh
Pegawai GPI Papua yang diatur lebih lanjut dengan keputusan PH BPS GPI Papua.
Penjelasan :
Ayat 1-2 : Cukup jelas

Pasal 20
Kepada Pegawai Bulanan disamping Pensiun sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
diberikan Tunjangan-tunjangan yang berlaku bagi Pegawai GPI Papua.

Penjelasan :
Pasal 20 : Cukup jelas

BAB V
LAIN - LAIN

Pasal 21

1. Penyesuaian golongan dan gaji pokok lama ke dalam golongan dan gaji pokok
menurut peraturan ini ditetapkan dengan Keputusan PH BPS GPI Papua.
2. Apabila dirasa perlu, maka PH BPS dapat mendelegasikan wewenang kepada
Pimpinan Satuan Organisasi GPI Papua yang bersangkutan.
3. Gaji / Tunjangan yang lain-lain bagi Tenaga Harian / Honorer yang telah dipekerjakan
ataupun akan dipekerjakan kemudian pada masing-masing unit kerja GPI Papua
ditetapkan dalam peraturan pelaksanaan Administrasi dan Pengelolaan Keuangan
Gereja.

98
Penjelasan :
Ayat 1-3 : Cukup jelas

Ditetapkan di : Kaimana
Pada tanggal : 14 Februari 2013

BADAN PEKERJA SINODE


GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

KETUA SEKRETARIS

Pdt. W. RUMAINUM, S.Th Pdt.J. SALU, M.Th

99
LAMPIRAN 1 .

PEDOMAN PEMBAYARAN GAJI PEGAWAI GPI PAPUA

A. Gaji dan Komponen Gaji Pegawai GPI Papua

1. Dalam peraturan Gaji Pegawai GPI Papua, golongan Pegawai GPI Papua dibagi 4
(empat) golongan, yaitu Pegawai Golongan I, Golongan II, Golongan III,
Golongan IV serta pada masing-masing golongan I dan III dipisahkan lagi
kedalam 4 (empat) ruang penggajian yaitu ruang a, ruang b, ruang c, ruang d.
2. Khusus untuk golongan IV dibagi kedalam 5 ruang penggajian yaitu ruang a,
ruang b, ruang c, ruang d, dan ruang e.
3. Berdasarkan tabel skala gaji pada Peraturan Pengangkatan dalam golongan
Pegawai GPI Papua, jenjang golongan Pegawai / Pejabat GPI Papua dibagi dalam
17 jenjang golongan, dimulai dari golongan terendah (Gol.I/a) dan Golongan
tertinggi (Gol.IV/e).
4. Kepada seseorang yang diangkat sebagai Pegawai GPI Papua diberikan golongan,
serta ruang gaji sesuai dengan pendidikan formal yang dimiliki dan masa kerja
golongan yang dihargai sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku.
5. Berdasarkan pokok gaji Pegawai GPI Papua diatur dalam daftar skala gaji yang
terinci menurut golongan dan ruang serta masa kerja golongan,dan khusus
kepada calon pegawai GPI diberikan Gaji Pokok yang besarnya 80 % dari gaji
pokok pada daftar skala gaji tersebut.
6. Hak dan Kewajiban Atas Gaji dan Tunjangan Bagi Pegawai/Pejabat GPI Papua.
Setiap Pegawai / Pejabat GPI Papua berhak memperoleh Gaji yang layak sesuai
dengan pekerjaan dan tanggung jawabnya yang merupakan kewajiban yang
harus dikerjakan. Gaji Pegawai /Pejabat GPI Papua terdiri dari Gaji Pokok
ditambah dengan komponen tunjangan-tunjangan lainnya sesuai dengan
Peraturan Gaji Pegawai GPI Papua.

Gaji dan komponen tunjangan terdiri dari :


- gaji pokok
- tunjangan keluarga : Isteri / Suami
- tunjangan Anak
- tunjangan papua
- tunjangan jabatan struktural
- tunjangan jabatan fungsional
- tunjangan beras
- tunjangan kesehatan
7. Saat Mulai Timbulnya Hak Atas Gaji.
- Hak gaji yang timbul atas pengangkatan Calon Pegawai oleh Pejabat yang
berwenang dapat dibayar terhitung mulai tanggal aktif melaksanakan tugas
yang dinyatakan dengan Surat Keterangan Aktif Bertugas dari Pejabat yang
berwenang dengan catatan tidak boleh berlaku surut sebelum tanggal Surat
Pengangkatan sebagai Calon Pegawai.
- Pegawai / pejabat GPI yang meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam
waktu 2 (dua) bulan terus menerus, dihentikan pembayaran gajinya pada
bulan ketiga.
- Pegawai/Pejabat GPI yang meninggal dunia atau hilang.
Pegawai / Pejabat GPI yang meninggal dunia dengan sendirinya dianggap
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai / Pejabat GPI Papua.
Pegawai / Pejabat GPI yang hilang, dianggap telah meninggal dunia pada
akhir bulan ke 12 (dua belas) sejak ia dinyatakan hilang. Pegawai/Pejabat GPI
yang dinyatakan hilang dan telah dianggap meninggal dunia, apabila
diketemukan kembali dan masih hidup, dapat diangkat kembali sebagai
Pegawai/Pejabat GPI dan semua hak-hak gajinya dibayar penuh.
8. Berakhir nya Hak Atas Gaji Pegawai / Pejabat GPI Papua.
- Pegawai GPI Papua yang statusnya berakhir karena diberhentikan oleh
Pejabat yang berwenang dan atau karena telah mencapai batas usia pensiun
sebagaimana diatur dalam Keputusan BPS tidak berhak lagi atas hak-hak gaji
dan tunjangan.

100
- Pegawai GPI Papua yang diberhentikan dengan tidak hormat berdasarkan
keputusan BPS tidak berhak lagi atas hak-hak gaji dan tunjangan.
9. Tunjangan Beras :
Diberikan kepada pegawai dan keluarganya dengan ketentuan setiap anggota
keluarga diberikan 10 Kg dengan harga satuan Rp. 7.000,-. Jumlah anggota
keluarga yang diperkenankan maksimal 4 orang (Suami + Isteri + 2 orang anak).
Bagi pegawai yang sudah mendapat tunjangan 3 (tiga) anak tetap diberlakukan
hingga selesai dan tidak dapat diganti lagi.
10. Tunjangan Kesehatan :
Diberikan kepada pegawai pada semua golongan dengan ketentuan 3% dari Gaji
Pokok.
11. Tunjangan Kehormatan /Representasi:
Diberikan kepada Pejabat Gereja di lingkup Badan Pekerja Sinode dan Badan
Pekerja Klasis sebagai penghasilan khusus dalam jabatan kepemimpinan tersebut
sebagai tunjangan representasi dengan ketentuan sebagai berikut :

NO JABATAN TUNJANGAN (Rp)


1 Ketua Sinode 350.000
2 Wakil Ketua Sinode 300.000
3 Sekretaris Sinode 250.000
4 Wakil Sekretaris Sinode 200.000
5 Ketua Klasis 250.000
6 Wakil Ketua Klasis 200.000
7 Sekretaris Klasis 150.000
8 Wakil Sekretaris 100.000

B. PEDOMAN TENTANG PERAWATAN, TUNJANGAN CACAT DAN UANG DUKA PEGAWAI /


PEJABAT GPI PAPUA

1. U M U M
Pedoman ini mengatur tentang Hak-hak Pegawai/Pejabat GPI Papua dan ahli
warisnya apabila Pegawai/Pejabat GPI Papua mengalami kecelakaan karena
dinas dan atau meninggal dunia baik karena dinas maupun meninggal dunia
bukan karena dinas yaitu :
a. Pegawai/Pejabat yang mengalami kecelakaan atau menderita sakit karena
dinas berhak memperoleh biaya perawatan.
b. Pegawai/Pejabat yang menderita cacat karena dinas atau berdasarkan Tim
Penguji Kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi berhak memperoleh
tunjangan cacat disamping pensiun.
c. Ahli waris dari Pegawai/Pejabat yang meninggal dunia karena dinas
(tewas) berhak memperoleh uang duka tewas.
d. Ahli waris dari Pegawai/pejabat yang meninggal dunia bukan karena dinas
berhak memperoleh uang duka wafat.

2. UANG DUKA TEWAS


Apabila Pegawai/Pejabat meninggal dunia yang disebabkan karena kecelakaan
dalam melaksanakan tugas dinas dan setelah mendapat Surat Keputusan uang
duka tewas dari Pejabat yang berwenang, maka ahli warisnya berhak
memperoleh uang duka tewas sebesar 6 (enam) x penghasilan sebulan minimal
Rp. 1.000.000,-disamping biaya pemakaman yang ditanggung oleh BP Sinode.

Syarat - syarat pembayaran :


a. Apabila Pegawai/Pejabat GPI Papua yang tewas itu :
1). Meninggalkan Istri Sah yang dibuktikan dengan Akte Penikahan;
2). Tidak meninggalkan Isteri/Suami, maka Uang Duka tewas diberikan
kepada anak/anak-anak yang yang sah dari Pegawai/Pejabat yang
wafat;
3). Tidak meninggalkan Isteri/Suami dan Anak, maka Uang Duka Tewas
diberikan kepada Orang Tuanya.

101
4). Tidak meninggalkan Isteri/Suami, Anak dan Orang Tua, maka Uang
Duka Tewas diberikan kepada Ahli Waris lainnya.
5). Tidak meninggalkan Isteri/Suami, Anak dan Orang Tua maupun Ahli
Waris lainnya, maka Uang Duka Tewas diberikan kepada yang
menyelenggarakan upacara pemakaman almarhum /almarhumah.

Syarat - syarat pembayaran :


a. Apabila Pegawai/Pejabat GPI Papua yang tewas itu :
1). Meninggalkan Istri Sah yang dibuktikan dengan Akte Penikahan;
2). Tidak meninggalkan Isteri/Suami, maka Uang Duka Tewas diberikan
kepada anak/anak-anak yang yang sah dari Pegawai/Pejabat yang
tewas;
3). Tidak meninggalkan Isteri/Suami dan Anak, maka Uang Duka Tewas
diberikan kepada Orang Tuanya.
4). Tidak meninggalkan Isteri/Suami, Anak dan Orang Tua, maka Uang
Duka Tewas diberikan kepada Ahli Waris lainnya.
5). Meninggalkan Isteri/Suami, Anak dan Orang Tua maupun Ahli Waris
lainnya, maka Uang Duka Tewas diberikan kepada yang
menyelenggarakan upacara pemakaman almarhum/almarhumah.
 Jumlah Pembayaran Uang Duka Wafat tidak dikenakan potongan
apapun.
 Untuk memperoleh Uang Duka Tewas tidak diperlukan suatu
keputusan, melainkan cukup dengan melampirkan Akte Kematian
dari Pejabat yang berwenang serendah-rendahnya Lurah, dan atau
Surat Keterangan Penguburan atau Surat Keterangan Dokter yang
menyatakan kematian itu.

3. UANG DUKA WAFAT


Bagi Pegawai / Pejabat GPI Papua yang meninggal dunia biasa atau bukan
karena kecelakaan dalam menjalankan tugas dinas, maka kepada ahli warisnya
dibayarkan uang duka wafat sebesar 3 (tiga) x penghasilan sebulan dan
serendah-rendahnya Rp.500.000,
Syarat - syarat pembayaran :
a. Apabila Pegawai/Pejabat GPI Papua yang wafat itu :
1). Meninggalkan Istri Sah yang dibuktikan dengan Akte Penikahan;
2). Tidak meninggalkan Isteri/Suami, maka Uang Duka Wafat diberikan
Kepada anak/anak-anak yang sah dari Pegawai/Pejabat yang wafat;
3). Tidak meninggalkan Isteri/Suami dan Anak, maka Uang Duka Wafat
diberikan kepada Orang Tuanya.
4). Tidak meninggalkan Isteri/Suami, Anak dan Orang Tua, maka Uang
Duka Wafat diberikan kepada Ahli Waris lainnya.
5). Tidak meninggalkan Isteri/Suami, Anak dan Orang Tua maupun Ahli
Waris lainnya, maka Uang Duka Wafat diberikan kepada yang
menyelenggarakan upacara pemakaman almarhum/almarhumah.
b. Jumlah Pembayaran Uang Duka Wafat tidak dikenakan potongan apapun.
c. Untuk memperoleh Uang Duka Wafat tidak diperlukan suatu keputusan,
melainkan cukup dengan melampirkan Akte Kematian dari Pejabat yang
berwenang serendah-rendahnya Lurah, dan atau Surat Keterangan
Penguburan atau Surat Keterangan Dokter yang menyatakan kematian itu.

C. PEDOMAN TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN TAMBAHAN PENGHASILAN BAGI


PENSIUN JANDA / DUDA PEGAWAI / PEJABAT GPI PAPUA.

Pedoman ini mengatur tentang pemberian tunjangan tambahan penghasilan


( TTP ) kepada ahli waris Pegawai/Pejabat GPI Papua yang meninggal dunia
sebelum mencapai batas usia pensiun dan berhak memperoleh pensiun.
- Besarnya TTP adalah sebesar 4 x gaji terakhir almarhum, dimana apabila
Pegawai Pegawai/Pejabat GPI meninggal dunia maka kepada janda/duda tetap
dibayarkan Gaji Terusan selama 4 (empat) bulan berturut-turut.

102
- Pembayaran Gaji Terusan kepada Janda/Duda Almarhum dimaksudkan untuk
membantu kevakuman penghasilan janda/duda almarhum dan atau sebelum
pembayaran pensiun/janda dapat direalisir.

D. PEDOMAN PEMBAYARAN PENSIUN PEGAWAI GPI PAPUA


Pedoman ini mengatur tentang Komponen Gaji Pensiun Pegawai GPI Papua sebagai
berikut :
 Pokok Pensiun sebesar 75% dari Gaji Pokok terakhir (75% X GAPOK)
 Tunjangan Istri/Suami sebesar 10 % dari Pokok Pensiun (10% X POK.PEN)
 Tunjangan Anak sebesar 2% dari Pokok Pensiun (dibayarkan maksimal 2
anak)=(2% X POKPEN X Jml Anak)
 Tunjangan Kemahalan Daerah (TKD) sebesar Rp. 100.000 untuk semua
golongan.

103
LAMPIRAN : PERATURAN PELAKSANAAN NOMOR 13 TENTANG PERJALANAN DINAS

STANDAR BIAYA LUMPSUM


ANGKUTAN BARANG PINDAHAN DAN JENAZAH

I. KELUAR WILAYAH PAPUA/PAPUA BARAT


Uang Uang Transportasi Penginapan/
Makan/hari Saku/hari Lokal/hari
Gol. (Rp) hari
(Rp.) (Rp.)
(Rp.)

IV 100.000,00 100.000,00 100.000,00 450.000,00

III 100.000,00 85.000,00 95.000,00 400.000,00

II 100.000,00 70.000,00 90.000,00 350.000,00

I 100.000,00 55.000,00 85.000,00 300.000,00

II. DALAM WILAYAH PAPUA/PAPUA BARAT/KELUAR KLASIS


Gol. Uang Uang Transportasi Penginapan/
Makan/hari
Saku/hari Lokal/hari Hari
(Rp.)
(Rp.) (Rp.) (Rp.)

IV 75.000,00 75.000,00 75.000,00 350.000,00

III 75.000,00 65.000,00 65.000,00 300.000,00

II 75.000,00 55.000,00 55.000,00 250.000,00

I 75.000,00 50.000,00 50.000,00 200.000,00

III. DALAM WILAYAH KLASIS


Uang Uang Transportasi Penginapan/

Gol. Makan/hari Saku/hari Lokal/hari Hari

(Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.)

IV 50.000,00 50.000,00 70.000,00 300.000,00

III 50.000,00 45.000,00 65.000,00 250.000,00

II 50.000,00 40.000,00 60.000,00 200.000,00

I 50.000,00 35.000,00 55.000,00 150.000,00

104
IV. PERJALANAN KURANG DARI 6(ENAM) JAM PP DAN SEKURANG-
KURANGNYA 20 (DUA PULUH) KM JARAK TEMPUH
Uang Makan Uang Saku Transportasi
Gol.
(Rp.) (Rp.) (Rp.)

IV 50.000,00 50.000,00 70.000,00

III 50.000,00 45.000,00 65.000,00

II 50.000,00 40.000,00 60.000,00

I 50.000,00 35.000,00 55.000,00

V. SATUAN BIAYA DAN JUMLAH BARANG PINDAHAN


TINGKAT
BIAYA/GOLONGAN
NO URAIAN
A/IV B/II C/I D/I

I PERJALANAN PINDAH UNTUK


KEPENTINGAN GEREJA

2. Pegawai yang berkeluarga dengan anak 15M3 15M3 15M3 15M3

3. Pegawai yang berkeluarga tanpa anak 10M3 10M3 10M3 5M3

10M3 5M3 5M3 3M3


4. Pegawai tanpa keluarga
II PERJALANAN PINDAH UNTUK
MENETAP BAGI MANTAN
PEGAWAI/KELUARGA MANTAN
PEGAWAI

1. Pegawai yang berkeluarga dengan anak


15M3 10M3 10M3 5M3
2. Pegawai yang berkeluarga tanpa anak
10M3 10M3 10M3 5M3
3. Pegawai tanpa keluarga
10M3 5M3 5M3 3M3

III SATUAN BIAYA PENGEPAKAN Ditetapkan dengan tarif


PERGUDANGAN DAN ANGKUTAN maksimum sebesar
Rp.300.000,- M3

VI. SATUAN BIAYA PEMONDOKAN DAN UANG SAKU


Biaya pemondokan dan uang saku pegawai hendaknya diprogramkan
langsung dalam kegiatan.

VII. SATUAN PEMETIAN DAN ANGKUTAN JENAZAH


1. Pemetian dan angkutan lokal sama untuk semua golongan yaitu
sebesar Rp.3.000.000,00
2. Pengiriman disesuaikan dengan tarif yang berlaku tanpa pengantar
atau pendamping

105
GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

PERATURAN PELAKSANAAN GPI PAPUA


NOMOR : 17
Tentang
PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ADMINISTRASI KEUANGAN

Pasal 1
KETENTUAN UMUM

A. Pengertian

1. Yang dimaksud dengan Perbendaharaan Gereja Protestan Indonesia di


Papua dalam peraturan ini ialah semua harta milik gereja yang dapat
dinilai dengan uang maupun yang tidak dapat dinilai dengan uang, dan
dikuasai oleh gereja, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Harta milik gereja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini,
mencakup :
a. Uang
b. Barang
3. Yang dimaksud dengan keuangan gereja adalah segala hak dan
kewajiban gereja yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu
yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
4. Yang dimaksud dengan Anggaran Gereja adalah suatu rencana kerja
keuangan yang pada satu sisi mengandung jumlah pengeluaran yang
setinggi-tingginya untuk membiayai kepentingan gereja, dan pada sisi
lainnya terdapat perkiraan pendapatan yang mungkin akan dapat
diterima dalam kurun waktu satu tahun, disebut Anggaran Pendapatan
dan Belanja Gereja ( APBG ).
5. Yang dimaksud dengan Pejabat Keuangan Gereja adalah Pejabat yang
mempunyai kaitan dengan kewenangan di bidang pengelolaan keuangan
gereja.

B. Ruang Lingkup
1. Ruang lingkup keuangan gereja mencakup :
a. Yang diurus langsung oleh gereja, yaitu uang milik gereja yang
berada di Jemaat, yang dipelihara dan dikembangkan oleh Badan
Pekerja Klasis, yang berada langsung dalam pengurusan Badan
Pekerja Sinode.
b. Yang dipisahkan/tidak diurus langsung oleh gereja, tetapi diurus
oleh badan-badan hukum milik gereja seperti yayasan dan lain-lain.
2. Pengurusan Keuangan Ggereja terdiri dari :
a. Pengurusan Umum (Pengurusan Administratif) yaitu pengurusan yang
mengandung unsure penguasaan dan meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai berikut :
a.1. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
a.2. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
a.3. Pengawasan
a.4. Pertanggungjawaban
b. Pengurusan khusus (Pengurusan Perbendaharawab) yaitu pengurusan
yang mengandung unsure kewajiban dan meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai berikut :
b.1. Tata Pembukuan
b.2. Perhitungan
b.3. Pelaporan

106
3. Pengurusan keuangan gereja dilaksanakan oleh pejabat-pejabat tertentu
baik karena jabatannya maupun karena ditunjuk. Untuk itu, Ketua Badan
Pekerja Sinode karena jabatannya bertindak sebagai penguasa yang
memegang kekuasaan dalam pengurusan umum atau sebagai otorisator
dan ordonatur, Bendahara pada badan pekerja sinode Gereja Protestan
Indonesia di Papua adalah pejabat yang ditunjuk untuk menjalankan
urusan khusus.
4. Tiap Jemaat dan Klasis Gereja Protestan Indonesia di Papua
menyelenggarakan administrasi perbendaharaan yang terpusat dalam arti
bendaharawan Jemaat, Klasis dan Sinode harus menguasai seluruh
kegiatan perbendaharaan ( pengurusan khusus ), dan peredaran keuangan
dalam gereja.
5. Administrasi perbendaharaan gereja untuk semua Jemaat, Klasis dan Sinode
adalah seragam, terpusat pada Majelis Jemaat, Badan Pekerja Klasis,
dan Badan Pekerja Sinode.
6. Mengingat pengurusan perbendaharaan gereja dilaksana-kan di semua
jenjang kepemimpinan gereja, maka Ketua Klasis dan Ketua Majelis
Jemaat karena jabatannya bertindak atas nama Ketua Sinode sebagai
otorisator dan ordonatur di wilayahnya masing-masing, sedangkan untuk
urusan khusus di lingkup Badan Pekerja Sinode, Badan Pekerja KLasis
dan Majelis Jemaat dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk (bendahara).
7. Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) pasal ini,
harus diatur dengan Surat Keputusan.

Pasal 2
PENYUSUNAN ANGGARAN

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja disusun secara sistimatis,


berdasarkan prinsip berimbang dan dinamis.
2. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja dilaksanakan disetiap
jenjang kepemimpinan gereja, yaitu :
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Sinode disusun oleh Badan Pekerja
Sinode.
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Klasis disusun oleh Badan Pekerja
Klasis,
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat disusun oleh Majelis Jemaat.
3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja sebagaimana dimaksudkan pada
ayat (2) Pasal ini, menurut sifatnya disebut Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Gereja ( RAPBG ).
4. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja, selanjutnya diajukan
oleh :
a. Badan Pekerja Sinode kepada Sidang Sinode atau Rapat Kerja Sinode,
b. Badan Pekerja Klalsis kepada Sidang Klasis atau Rapat Kerja Klasis,
c. Majelis Jemaat kepada Sidang Jemaat.
5. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja ditetapkan menjadi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja dan oleh masing-masing siding
atau Rapat Kerja dimaksud pada ayat (4) pasal ini.
6. Sebelum Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja ditetapkan, maka
pengurusan perbendaharaan gereja dilaksanakan sesuai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Gereja tahun sebelumnya.
7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja yang telah ditetapkan, memerlukan
pengesahan masing-masing :
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Sinode olel Sidang atau Rapat Kerja
Sinode
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Klalsis olleh Badan Pekerja Sinode
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat olelh Badan Pekerja Klasis.
d. Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat Khusus olleh Badan Pekerja
Sinode.
8. Kecuali Anggaran Pendapatan dan Belanja Sinode, maka Anggaran
Pendapatan dan Belanja Gereja harus segera diserahkan selambat-lambatnya
1 ( satu ) bulan setelah penetapannya sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
pasal ini untuk disahkan sebagaimana ditunjuk pada ayat (7) pasal ini.

107
9. Pengesahan dimaksud dapat dilakukan dengan kewenangan memperbaiki atau
menyempurnakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja tiap jenjang,
apabila dianggap perlu atau bertentangan dengan peraturan atau ketetapan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja diatasnya.
10. 1 (satu) bulan kemudian ternyata Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja
belum disahkan, maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja dapat
dilaksanakan.

Pasal 3
PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA GEREJA

1. Tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja Protestan Indonesia di


Papua berlaku dari 1 Januari s/d 31 Desember tahun yang sama.
2. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja meliputi :
a. Pelaksanaan Anaggaran Pendapatan
b. Pelaksanaan Anggaran Belanja
c. Pergeseran Anggaran
d. Pelaksanaan Perubahan Anggaran
e. Perhitungan Anggaran
f. Tata Pembukuan Keuangan Gereja
g. Pertanggungjawaban
h. Pengawasan
3. Jumlah Anggaran Pendapatan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Gereja adalah merupakan batas minimal yang harus
dicapai, sedangkan jumlah Anggaran Belanja sebagaimana yang ditetapkan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja adalah batas maksimal yang
tidak boleh dilampaui.
4. Penyimpangan terhadap ayat (3) pasal ini harus dituangkan dalam perubahan
Anggaran oleh Majelis Jemaat untuk lingkup Jemaat, Badan Pekerja Klalsis
untuk lingkup Klasis, Badan Pekerja Sinode untuk lingkup Sinode, untuk
kemudian disahkan sesuai prosedur pengesahan pada pasal 2, ayat (7), ayat
(8), ayat (9), dam ayat (10).
5. Perubahan Anggaran harus jelas memuat alasan-alasan tentang perbedaan-
perbedaan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja.

Pasal 4
PERGESERAN ANGGARAN

1. Pergeseran Anggaran dilakukan apabila dalam Tahun Anggaran berjalan


terdapatr pasal-pasal belanja yang mengalami kekuarangan dana akibat
pengeluaran-pengeluaran yang mendesak, maka diadakan Pergeseran
Anggaran dari pasal anggaran yang dananya surplus atau tidak digunakan ke
pasal yang mengalami kekuarangan dananya.
2. Pergeseran Anggaran tidak mempengaruhi Anggaran secara keseluruhan.
3. Pergeseran Anggaran harus didukung alasan yang logis dan dapat dipercaya.

Pasal 5
PERUBAHAN ANGGARAN

1. Perubahan Anggaran dilakukan apabila :


a. Pada akhir tahun anggaran terjadi surplus pendapatan atau pendapatan
tidak mencapai targetnya.
b. Terjadi pergeseran-pergeseran pada pos-pos belanja sebagaimana
dimaksud pada pergeseran anggaran dimaksud di atas.
2. Perubahan Anggaran hanya boleh dilakukan maksimal 1 (satu) kali dalam
satu tahun anggaran yaitu pada pertengahan tahun (Contoh dokumen
perubahan anggaran tercantum pada lampiran 1)

108
Pasal 6
PERHITUNGAN ANGGARAN

1. Perhitungan Anggaran hanya boleh dilakukan setiap akhir tahun anggaran


dengan mengacu pada perubahan anggaran yang terjadi.
2. Perhitungan Anggaran digunakan sebagai bahan referensi dalam menyusun
dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja tahun berikutnya.

Pasal 7
PENGELOLAAN KEUANGAN

1. Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja yang telah ditetapkan


dan disahkan dapat dilaksanakan sesuai ketentuan yang diatur oleh Jemaat,
Klasis dan Sinode.
2. Ayat dan Pasal pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja disusun
seragam, sesuai lampiran II.
3. Didalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja, ditetapkan
beberapa pasal dalam Anggaran Belanja berupa kewajiban tetap dan rutin,
antara lain :
a. Iuran tetap Jemaat ke Klasis, dan Klalsis ke Sinode, kecuali Jemaat
Khusus langsung ke Sinode dengan Jumlah sesuai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Gereja, Penyetorannya dilakukan tiap bulan.
b. Penyetoran Dana sumbangan Anggota Baptis Jemaat ke rekening Dana
Pensiun, sebesar Rp 2.000,-/Anggota Baptis / Bulan. Penyetorannya
dilakukan tiap bulan tahun berjalan.
c. Penyetoran 100% Kolekta Perjamuan Kudus bulan Oktober ke Sinode,
melalui Klasis kecuali Jemaat Khusus langsung ke Sinode, pada bulan
Oktober tahun berjalan dan 100% Kolekta Perjamuan Kudus bulan Januari ke
Klasis.
d. Perpuluhan yang disetor tiap bulan, dengan pengaturan prosentasi
sebagai berikut :
d.1. 40% dari jumlah Perpuluhan disetor oleh Majelis Jemaat kepada
Badan Pekerja Klasis.
d.2. 50% dari jumlah Perpuluhan yang diterima Badan Pekerja Klasis
dari Majelis Jemaat disetor kepada Badan Pekerja Sinode.
d.3. Majelis Jemaat Khusus, menyetor sebesar 40% kepada Badan
Pekerja Sinode.
e. Penyetoran 10% Saldo Akhir Tahun ke Rekening Dana Pensiun, setelah
pengesahan pertanggung-jawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Gereja yang bersangkutan.
f. Penyetoran lainnya, yang ditetapkan melalui Keputusan Sidang Sinode
atau Rapat Kerja Sinode.
4. Kewajiban lain yang bersifat tidak tetap dan tidak rutin, dapat ditetapkan
dalam setiap Sidang atau Rapat Kerja.
5. Sesuai Peraturan Pelaksanaan GPI Papua tentang Gaji Pegawai GPI Papua Pasal 19
yang memungkinkan adanya pemberian tunjangan diluar komponen gaji, maka
dalam anggaran belanja di lingkup Sinode, Klasis ditetapkan biaya operasional
visitasi Badan Pekerja (Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Wakil sekretaris)
maksimal sebesar 25 % dari gaji Pokok dan khusus untuk Wakil Ketua Bidang KRT
dan EKUBANG sebesar Rp. 500.000,-
6. Dalam Anggaran belanja lingkup jemaat ditetapkan Biaya Operasional Pelayanan
kepada Penghentar Jemaat maksimal sebesar 20 % dari Gaji Pokok setiap
bulan, apabila dimungkinkan oleh jemaat yang bersangkutan.
7. Penggunaan Pos Belanja Tak Terduga, untuk membiayai kegiatan-kegiatan
yang tidak dianggarkan tetapi mendesak untuk segera dilaksanakan. Kegiatan
dimaksud harus berdasarkan keputusan Rapat Badan yang sah.
Penggunaannya harus dipertanggungjawabkan disertai lasan-alasan yang logis.

109
8. Penyimpanan Uang Gereja di setiap jenjang kepemimpinan, harus pada Bank
yang direkomendasikan oleh Badan Pekerja Sinode, dengan membuka hanya
satu rekening atas nama lembaga Gereja, baik Jemaat , Jemaat Khusus
maupun Klasis ataupun Sinode. Untuk Badan-badan pembantu lainnya, dapat
membuka rekening lainnya.
9. Penarikan uang dari rekening harus ditandatangani bersama-sama oleh
minimal 2 (dua) Orang Pejabat, yaitu Ketua dan Wakil Ketua Bidang Krt dan
Ekubang, sedangkan pemegang lembaran cek adalah Bendahara.
10. Penarikan uang dari rekening harus sesuai dengan kebutuhan Pasal pada
Anggaran Belanja, yang harus segera dipertanggungjawabkan buktinya kepada
Bendahara. Sedangkan, bila ada sisa belanja dari pasal dimaksud, harus
disetor kembali ke dalam rekening gereja.
11. Untuk kebutuhan operasional harian, seperti Fotocopy, ATK, Listrik, Air, Telpon,
dan Biaya Pemeliharaan, maka Bendahara dapat menyimpan Uang Kas Kecil
atau Kas ditangan maksimal sejumlah Rp 2.000.000,- ( dua Juta ).
12. Uang Penerimaan harus disetor terlebih dahulu kedalam Kas Bank, dan tidak
boleh disimpan lebih dari 2 kali 24 Jam.
13. Bagi Jemaat yang berada di wilayah pedalaman yang tidak ada fasilitas
Bank, maka penyimpanan uang diatur tersendiri oleh Majelis Jemaat.
14. Belanja Gaji bagi tenaga pegawai tidak tetap/non organik ditetapkan dengan surat
keputusan kepala unit organisasi GPI Papua setiap tahun sesuai kebutuhan dengan
upah maksimal adalah :
1. SMP : Rp. 800.000,-
2. SMA/SMK/sederajat : Rp. 900.000,-
3. D3/Sarjana Muda : Rp. 1.000.000,-
4. Sarjana : Rp. 1.100.000,-

Pasal 8
TATA CARA PEMBUKUAN KEUANGAN GEREJA

Setiap transaksi yang terjadi baik penerimaan maupun pengeluaran (belanja) harus
dicatat/dibukukan ke dalam buku-buku Kas, antara lain :
1. Buku Kas Umum
2. Buku Kas Pembantu Penerima
3. Buku Kas Pembantu Belanja
4. Buku Bank
1.1. Buku Kas Umum
Semua transaksi yang terjadi baik penerima maupun belanja, pertama-
tama haruslah dicatat dalam Buku Kas Umum, kemudian dicatat pula
ke dalam Buku-buku Pembantu Penerimaan, Belanja ataupun Buku
Bank, Buku Kas Umum tercantum dalam lampiran II.
1.2. Buku Kas Pembantu Penerimaan
Buku Kas Pembantu Penerimaan mencatat semua transaksi penerimaan
myang terjadi setiap hari menurut masing-masing ayat penerimaan
yang bersangkutan, yang diturunkan dari Buku Kas Umum. Buku Kas
Pembantu Penerimaan tercantum pada Lampiran III.
1.3. Buku Kas Pembantu Belanja
Buku Kas Pembantu Belanja mencatat semua, transaksi belanja yang
terjadi setiap kali menurut masing-masing pasal belanja yang
bersangkutan, yang diturunkan dari Buku Kas Umum. Buku Kas
Pembantu Belanja tercantum dalam Lampiran IV.
1.4. Buku Bank
Buku Bank mencatat semua Penerimaan melalui Bank, dan penarikan
dari Bank melalui cek, Biaya Administrasi Bank, dan Bunga Bank.
Buku Bank tercantum dalam Lampiran V.

Semua buku-buku baik Buku Kas Umum, Buku-buku Kas Pembantu maupun Buku
Bank harus ditutup setiap akhir bulan, dan ditanda-tangani oleh Bendahara yang
bersangkutan, dan diketahui oleh atasan langsung Bendahara. Kemudian,
tembusan buku-buku ini disampaikan kepada jenjang kepemimpinan di atasnya,
dengan tembusan pada BPPG jenjang kepemimpinan yang bersangkutan.

110
Pasal 9
PEJABAT PENGELOLA KEUANGAN

1. Ketua Badan Pekerja Sinode adalah Otorisator dan Ordonatur.


2. Wakil Ketua Bidang Krt dan Ekubang Badan Pekerja Sinode adalah Ordonatur.
3. Bendahara Badan Pekerja Sinode, adalah pegawai yang ditunjuk oleh Ketua
Badan Pekerja Sinode adalah Bendaharawan.
4. Ketua Badan Pekerja Klasis, mewakili Ketua Badan Pekerja Sinode adalah
Otorisator dan Ordonatur di lingkup Klasis.
5. Wakil Ketua Bidang Krt dan Ekubang Badan Pekerja Klasis adalah Ordonatur di
lingkup Klasis.
6. Bendahara Badan Pekerja Klasis adalah pegawai yang ditunjuk oleh Ketua
Badan Pekerja Klasis adalah Bendaharawan.
7. Ketua Majelis Jemaat, mewakili Ketua Badan Pekerja Sinode adalah
Otorisator dan Ordonatur di lingkup Jemaat.
8. Wakil Ketua Krt dan Ekubang Majelis Jemaat adalah Ordonatur di lingkup
Jemaat.
9. Bendahara Majelis Jemaat adalah pegawai yang ditunjuk oleh Ketua Majelis
Jemaat adalah Bendaharawan.

Pasal 10
KEWENANGAN PENGURUSAN KEUANGAN GEREJA
1. Kewenangan Otorisasi adalah kewenangan untuk menetapkan, artinya
melakukan segala tindakan yang berakibat penerimaan maupun pengeluaran (
belanja ).
2. Kewenangan Ordonasi adalah kewenangan mengendalikan dan mengawasi
(preventif), artinya melakukan tindakan-tindakan yang bertujuan
mengendalikan dan mengawasi secara dini terhadap pelaksanaan kegiatan
penerimaan ataupun pengeluaran (belanja) sebagai akibat dari tindakan
otorisator melalui penelitian administratif.
3. Kewenangan Bendaharawan, adalah melaksanakan penerimaan, penyimpanan
dan pengeluaran / belanja / pembayaran sebagai akibat tindakan-tidakan
otorisator dan ordonatur. Oleh karena itu, karena fungsinya diharuskan
menyampaikan pertanggung-jawaban keuangan baik secara berkala, maupun
sewaktu-waktu bila diminta oleh Pimpinan.

Pasal 11
PERTANGGUNG JAWABAN
1. Pertanggungjawaban dilakukan secara berjenjang setiap akhir bulan.
2. Pertanggungjawaban disampaikan dalam bentuk Laporan Keuangan Bulanan
yang terdiri dari copy/tembusan Buku Kas Umum, bukti-bukti transaksi
keuangan, Rekening Koran, Bank Rekonsiliasi (bila diperlukan), dan Buku
Laporan Realisasi Anggaran (lihat lampiran X).
3. Pertanggungjawaban Umum disampaikan pada masing-masing jenjang
Persidangan atau Rapat Kerja, yang sudah diperiksa dan ditandatangani oleh
BPPG jenjang yang bersangkutan.
4. Pertanggungjawaban Umum adalah Laporan Keuangan Tahunan tersebut, yang
terdiri dari Buku Laporan Realisasi Anggaran, Buku Kas, Buku Hutang dan
Piutang, Buku Bank dan Rekening Bank per-31 Desember tahun tersebut.

Pasal 12
PENGAWASAN
1. Secara internal, pimpinan tiap jenjang dapat melakukan fungsi pengawasan,
baik dalam lingkupnya sendiri, maupun lingkup di bawahnya.
2. Secara eksternal, BPPG tiap jenjang wajib melakukan Pemeriksaan Kas yang
dikelola oleh Bendaharawan masing-masing minimal 3 (tiga) bulan sekali,
atau sewaktu-waktu bila dipandang perlu, dengan membuat Berita Acara
Pemeriksaan, serta Register Penutupan Kas tercantum pada Lampiran VI dan
VII.
3. Bila sangat diperlukan, dapat menggunakan Auditor Publik.

111
Pasal 13
KETENTUAN PENUTUP
1. Segala sesuatu yang belum diatur dalam peraturan ini akan ditetapkan
kemudian oleh Badan Pekerja Sinode dalam petunjuk pelaksanaan bila
dianggap perlu ;
2. Peraturan ini mulai berlaku sejak di tetapkan.

Ditetapkan di : Kaimana
Pada tanggal : 14 Februari 2013

BADAN PEKERJA SINODE


GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

KETUA SEKRETARIS

Pdt. W. RUMAINUM, S.Th Pdt.J. SALU, M.Th

112
Lampiran : 1

Bagian Judul : Di isi Nama tempat kerja Contoh :

Jemaat ……………… Klasis …………… Dan Badan Pekerja Sinode

Jumlah Jumlah
Anggaran Anggaran
Sebelum Sesudah
Perubahan Perubahan
Pasal Uraian Bertambah Berkurang Ket

1 2 3 4 5 6 7

Jumlah

Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja Tahun anggaran ……….. terdiri
dari :

1. Pendapatan

a. Semula Rp. ………………..

b. Bertambah / berkuramg Rp. ………………..

Jumlah Pendapatan setelah Perubahan Rp. ………………..

2. Belanja

a. Semula Rp. ………………..

b. Bertambah / berkuramg Rp. ………………..

Jumlah Belanja setelah Perubahan Rp. ………………..

Surplus/Defisit setelah Perubahan Rp. ………………..

3 Pembiayaan

a. PENERIMAAN

1. Semula Rp. ………………..

2. Bertambah / berkuramg Rp. ………………..

Jumlah Penerimaan setelah Perubahan Rp. ………………..

b. Pengeluaran

1. Semula Rp. ………………..

2. Bertambah / berkuramg Rp. ………………..

Jumlah Pegeluaran setelah Perubahan Rp. ………………..

Jumlah Pembiayaan setelah Perubahan Rp. ………………..

113
Lampiran. II

114
Lampiran. III

115
Lampiran. IV

116
Lampiran. V

117
Lampiran VI
BERITA ACARA PEMERIKSAAN KAS
Pada hari ini ………….. Tanggal ………. Bulan ….., Tahun ……yang bertanda tangan
dibawah ini :
1. Nama :
Jabatan :
2. Nama :
Jabatan :
3. Nama :
Jabatan :

Sesuai dengan Surat Keputusan Ketua ……Nomor ……Tahun ………… memperlihatkan surat
bukti diri, kami melakukan pemeriksaan setempat pada :
Nama :
Jabatan : Bendaharawan …………………….

Yang dengan Surat Keputusan Ketua ………Nomor…….Tahun………. Ditugaskan


pengurusan uang Pendapatan dan Belanja Gereja pada
…………………………………………………….

Berdasarkan hasil pemeriksaan Kas serta bukti-bukti yang berada dalam


pengurusan ini, ditemui kenyataan sebagai berikut :

Jumlah yang kami hitung dihadapan pejabat tersebut adalah :

a. Uang Kertas, uang recehan ………. Rp …………………..

b. Saldo Bank …………………………….. Rp …………………..

Total Rp …………………..

Saldo menurut Buku Kas Umum Register dan

Sebagainya berjumlah ………………………….. Rp …………………..

Selisih kurang/lebih antara saldo Kas dan

Saldo Bank ………………………………………… Rp …………………..

Bendahara

Tim Pemeriksa

……………… 1. …………………………..

2. ........................

Mengetahui :

Kepala/Pimpinan

…………………………..

118
Lampiran VII

REGISTER PENUTUPAN KAS

Tanggal Penerimaan : ……………………………


Nama Penutupan Kas/Pemegang Kas : ……………………………
Tanggal Penutupan Kas Yang Lalu : ……………………………
Jumlah Penerimaan sejak …..s/d………. : ……………………………
Jumlah Pengeluaran sejak …..s/d………. : ……………………………
Saldo Buku …….. Rp …………….
Saldo Kas Opname Rp …………….
Yang terdiri dari :
1. Uang Kertas Rp 100.000,- …… lembar Rp .............
Rp 50.000,- …… lembar Rp ……………..
Rp 20.000,- …… lembar Rp ……………..
Rp 10.000,- …… lembar Rp ……………..
Rp 5.000,- ……lembar Rp ……………..
Rp 1.000,- ……lembar Rp ……………..
Rp 500,- ……lembar Rp ……………..
Rp 100,- ……lembar Rp ……………..
Rp 100,- ……lembar Rp ……………..
2. Uang Logam
Rp 1.000,- ……. Keping Rp ……………..
Rp 500,- …….Keping Rp ……………..
Rp 100,- …….Keping Rp ……………..
Rp 50,- …….Keping Rp ……………..

3. Kertas berharga dan bagian Kas yang di izinkan Rp ……………..

Total Kas …………………… Rp ……………..


Saldo Buku ………………… Rp ……………..
Perbedaan …………………. Rp ……………..
Penjelasan Perbedaan : …………………………………..

Bendaharawan
Tim Pemeriksa

………………………… 1. …………………………

Mengetahui :

……………………………… 2. …………………………

119
120

Anda mungkin juga menyukai