Anda di halaman 1dari 3

BAB II

POLITIK ETIS DAN MUNCULNYA ELIT NASIONAL

A. Awal Kemunculan Politik Etis


Etische Politiek atau biasa disebut politik etis maupun politik balas budi adalah suatu
pemikiraan yang progresif bahwa pemerintah Belanda mempunyai kewajiban moral untuk
menyejahterakan penduduk pribumi Hindia-Belanda. Pada tahun 1901, ratu Belanda Wihelmina
mengumumkan pada pidato tahunannya bahwa kerajaan Belanda menerima tanggung jawab etis
untuk kesehjahteraan rakyat kolonial mereka.Politik etis secara resmi diberlakukan paa bulan
September 1901. Politik etis menuntun bangsa Indonesia ke arah kemajuan namun didalam hal
prakteknnya masih menyimpang dan tetap bernaung dibawah penjajah Belanda.Awal mula
politik etis ini dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, bahwa Belanda memperhatikan
penduduk pribumi dan membantu Indonesia pada saat mengalami kesulitan. Tiga aspek dasar
politik etis seperti pendidikan, perairan, akan dibahas secara lebih mendalam di bagian
pembahasan berikutnnya mengenai isi politik Etis.
Kritik tentang kebijakan pemerintah yang menyesengsarakan rakyat pribumi disampaikan
secara resmi pada 1891 didalam siding parlemen.Conrat Theodore yang dikenal sebagai pelopor
tokoh politik etis memberikan pemikiranya agar masyarakat pribumi mendapat pendidikan.
Tokoh liberal tersebut menyampaikan kritik melalui menulis dalam majalah De Gids yang
berjudul Een Eereschuld yang berarti “Hutang Kehormatan”. Een Eereschuld yang merupakan
dapat diartikan sebagai hutang yang demi kehormatan harus dibayar, meskipun tidak dapat
dituntut kepada hakim dalam pengedilan.Tulisan yang ditulis merupakan analisa beliau yang
menggambarkan bagaimana Belanda meraup keuntungan dan menjadi negara yang makmur. Itu
semua merupakan hasil kolonialisi yang berasal daro deraj Hindia-Belanda. Sementara itu
masyarakat Hindia-Belanda masih sangat merupakan masyarakat yang terbelakang baik dari segi
ekonomi maupun pendidikan dan menurut pandangan beliau sudah sepantasnnya jika kekayaan
yang selama ini diambil oleh pemerintah Belanda tersebut dikembalikan.

B. Latar Belakang Politik Etis


Munculnya Politik Etis di Nusantara atau Hindia Belanda tidak terlepas dari adanya
gelombang liberalisasi dan revolusi demokrasi yang menyebar di Eropa sekitar tahun 1840-an
yang kemudian turut mempengaruhi kondisi politik di Belanda.Dampak dari Liberalisme di
Hinda Belanda yang paling menonjol yaitu pada bidang ekonomi. Dimana, pada tahun 1870
terjadi pemberlakuan Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Gula, yang kemudian
memberikan jalan bagi perusahaan-perusahaan swasta untuk mengeksploitasi sumber daya alam
di Hindia Belanda.Kehadiran perusahaan-perusahaan swasta di Hindia Belanda tersebut pada
mulanya dianggap sebagai langkah maju dalam meningkatkan kesejahteraan kerajaan Belanda
dan negara koloni Hindia Belanda. Akan tetapi, berjalannya liberalisasi ekonomi yang terjadi
tidak sesuai dengan yang dibayangkan sebelumnya dengan terjadinya kesenjangan ekonomi yang
mulai terlihat di Hindia Belanda.
Praktek pelaksanaan sistem tanam paksa yang dilakukan oleh kolonial membawa
keuntungan bagi Negeri Belanda, sedangkan dilain sisi, penduduk Indonesia hidup sengsara,
padahal sesungguhnya mereka memiliki andil besar dalam memajukan perekonomian
pemerintahan Belanda.Sejumlah tokoh pers mulai muncul untuk menyampaikan isu-isu sosial
politik dalam berbagai artikel di surat kabar. Salah satunya isu yang paling sering dibahas adalah
tentang perbaikan kondisi kaum bumiputra di Hindia Belanda. Tonggak awalnya ialah karena
kritik yang dilayangkan oleh van Deventer dalam majalah Degies (Oktavianuri, 2018: 8).Dalam
kritikannya tersebut, Ia mengatakan bahwasanya pemerintah Belanda harus membalas budi atas
semua keuntungan yang diterima oleh Belanda dari kolonialisasi yang mereka lakukan di
Indonesia.

C. Isi Politik Etis


Praktek politik etis resmi mulai dilaksanakan saat Ratu Willhemina 1 memberikan pidatonya
pada 17 September 1901,yang berbicara mengenai kesejahtraan masyarakat pulau jawa.Denggan
pengenalan politik etis maka mulailah babak baru penerapan politik etis mulailah babak baru
penerapan politik di daerah jajahan Belanda.Dasar politik etis meliputi tiga aspek
yaitu;pendidikan,perairan, dan pemindahan penduduk.
Dalam bidang pendidikan kebijakan Belanda membagi gologan setipa siswa seperti
golongan bumiputra,eropa,timur asia.dalam gologan bumiputra masih terdapat pembagian
kelompok lagi seperti peminpin adat,ulama,dan golongan rakyat biasa.Dalam bidang perairan
menyakkut sector pertanian dan perkebunan pemerintah Belanda melakukan perbaikan sarana
dan infratuktur untuk menunjang hasil perkebunan dan pertanian.Dalam bidang pemindahan
penduduk pemerintah belanda melakukan trasmigrasi penduduk agar terjadi pemmeratan
penduduk.

D. Tujuan dan Dampak Politik Etis


Banyak usaha yang dijalankan di bidang pendidikan, dan hasil-hasilnya sering membuat
bangga para pejabat Belanda.Semua mendukung politik Etis agar menyetujui dengan
ditingkatkanya dunia pendidikan bagi bangsa Indonesia dan memeratakan kesejahteraan rakyat
Indonesia atas Hindia Belanda. Untuk Tokoh Belanda yang mendukung politik etis terealisasi
bagi rakyat Indonesia. Pendekatan eliitis diharapkan untuk dapat memberikan sumbangan secara
langsung bagi kesejahteraan (Ricklefs, 2007:329-330).
Dampak yang ditimbulkan oleh Politik Etis tentunya adanya negatif dan positifnya namun
tujuan awal dari politik etis ini banyak yang tidak terlaksanan dan mendapatkan hambatan.
Namun satu program yang berdampak positif dengan sifat jangka panjang bagi Indonesia adalah
bidang pendidikan yang akan mendatangkan golongan terpelajar dan terdidik yang kemudian
hari akan membuat pemerintahan Belanda menjadi terancam dengan munculnya Budi Utomo,
Sarikat Islam dan berdirinya Volksraad.

E. Munculnya Elit Nasional


Kebijakan politik etis pemerintah colonial Belanda dalam mendirikan beberapa sekolah
bagi anak-anak pribumi merupakan langkah awal perjuangan para pemuda di Indonesia. Semua
pendukung politik etis tersebut setuju untuk meningkatkan pendidikan masyarakat pribumi,
namun ada dua aliran pemikiran yang berbeda tentang jenis pendidikan itu dan untuk siapa
pendidikan tersebut diberikan. Pertama, menurut Snouck Hurgronje dan Direktur Pendidikan,
J.H. Abendanon, bangsa Belanda menginginkan pendidikan yang lebih bergaya Eropa dan
memakai bahasa Belanda sebagai pengantar bagi kaum elit Indonesia yang dipengaruhi oleh
kehidupan bangsa barat. Harapannya akan membentuk suatu kerjasama antara pribumi dengan
orang Eropa yang akan mempermudah hubungan antara keduanya. Kedua,menurut Idenburg dan
Gubernur Jenderal van Heutz, yang menganjurkan pendidikan dasar yang lebih kuat dan
menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar untuk kelasbawah. (Fakhriansyah, 2019 :
130).Ketika melihat keadaan bangsanya yang tertindas demi kepentingan pejabat dan negara
Belanda, para elite pribumi punya ide dan mengajak masyarakat pribumi untuk melawan
penjajahan Belanda. Perlawanan tersebut dilatar belakangi atas hasrat ingin maju dan
memperluas kesempatan menuntut pendidikan. Gagasan perlawanan atau gagasan untuk
mengemansipasi diri tersebut diawali dengan tebentuknya organisasi-organisasi pergerakan
nasional, seperti Budi Utomo, Serikat Islam, Indische Partij yang kemudian diikuti dengan
terbentuknya beberapa organisasi pergerakaan nasional lainnya.

Anda mungkin juga menyukai