Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Usaha Jasa Parawisata

Public Relation dan Tourism Behavior

Disusun Oleh : Kelompok 4

Nama Angota : Dwi Adinda ( 3203121048 )

: Erich P Pasaribu ( 3203121017 )

: Evi Syahrina Br. Nababan (3203321039 )

: Ilhan Rayfatsyah Rangkuti (3202421006 )

Kelas : Reguler C 2020

Dosen Pengampu : Pulung Sumantri, S. Pd, M.Si & Dra. Flores Tanjung , M.A

PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya Kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Adapun makalah yang Kami susun ini guna memenuhi tugas dari mata kuliah Usaha Jasa
Parawisata khususnya dengan pembahasan yang diberikan kepada kelompok Kami yaitu
“Publick Relations dan Tourism Behavior”.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun materi pembahasan. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam pengembangan tugas-tugas
berikutnya. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam
menambah pengetahuan untuk kedepannya.

Medan, September 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1

a. Latar Belakang Masalah................................................................................................1


b. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
c. Tujuan Penulisan............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................2

a. Publick Relation..............................................................................................................2
b. Tourism Behavior...........................................................................................................11

BAB III PENUTUP.....................................................................................................................20

a. Kesimpulan......................................................................................................................20
b. Saran................................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Public Relations bisa dikatakan HUMAS (Hubungan Masyarakat), di Negara Indonesia


sudah lama dipergunakan secara luas oleh Departemen, Perusahaan, Industri Swasta dan
sebagainya. Public Relations adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam
maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai
tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Public relations dapat dikatakan
sebagai jembatan dalam perusahaan untuk menciptakan hubungan dengan siapa saja yang dapat
memberikan keuntungan bersama serta untuk kemajuan perusahaan. Public relations mempunyai
peran penting dalam segala bidang sesuai dengan fungsinya, yakni membentuk hubungan yang
baik antara organisasi dengan publiknya, baik itu publik internal maupun publik eksternal.

Dalam parawisata juga sangat membutuhkan peran Public Relations dimana Peran
seorang Humas khususnya dalam bidang pariwisata adalah untuk dapat meyakinkan orang agar
mau datang ke sebuah negara dalam kondisi apapun. Artinya dalam dunia publik relations
diajarkan untuk tidak melihat sesuatu dari masalah yang ada tapi harus dapat melihat dari sisi
lainnya.

Tourism Behavior atau perilaku wisatawan ialah suatu hal yang mempelajari bagaimana
individu, kelompok maupun organisasi, memilih, membeli, dan memakai suatu produk dalam
rangka memuaskan kebutuhan wisatawan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Public Relations?


2. Mengapa Public Relations penting dalam Industri Parawisata?
3. Apa yang dimaksud dengan Tourism Behavior?
4. Bagaimana dampak dari Tourism Behavior kepada penduduk local?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain adalah sebagai berikut;
1. Mengetahui apa itu Public Relations.
2. Mengetahui peran Public Relations dalam Industi Parawisata.
3. Mengetahui apa itu Tourism Behavior dan dampaknya terhadap masyarakat.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Public Relations
1. Pengertian Public Relations
Public relation atau hubungan kemasyarakatan/humas adalah proses interaksi
antara organisasi dengan masyarakat dalam menciptakan opini publik, memberikan
persepsi, menanamkan pengertian, menumbuhkan motivasi, dan menciptakan partisipasi
publik. Yang bertujuan untuk saling menguntungkan, menanamkan keinginan yang baik,
sehingga muncul citra yang baik dari publik terhadap perusahaan. Coulsin – Thomas
memberikan pendapatnya mengenai public relation sebagai sebuah proses atau kegiatan
terencana yang mempunyai tujuan untuk menjalin komunikasi antara perusahaan dan
pihak luar perusahaan. Dimana pihak luar bisa dimaknai sebagai masyarakat ataupun
pihak lain yang menjalin hubungan dengan perusahaan terkait.
Terdapat pula definisi lain yang melihat PR sebagai “ suatu Ilmu , suatu sistem ,
seni, fungsi , proses , profesi , metode , kegiatan dan sebagainya. Lebih jauh IPRA seperti
yang dikutip Sr. Maria assumpta . Tiga definisi dilihat dari sisi manajemen :
a. Public Relations merupakan manajemen yang direncanakan dan dijalankan secara
berkesinambungan oleh organisasi –organisasi , lembaga –lembaga umum maupun
pribadi untuk memperoleh dan membina saling pengertian , simpati dan dukungan
dari mereka yang ada hubungannya. Dengan cara menilai opini publik mereka. Dan
sedapat mungkin menghubungkan kebijaksanaan dan ketatalaksanaan guna mencapai
kerja sama yang produktif serta efisien.
b. PR merupakan proses kontinu dari usaha –usaha manajemen untuk memperoleh
goodwill dan pengertian dari pelanggan , pegawai dan public yang lebih luas kedalam
mengadakan analisisi dan perbaikan diri sendiri , sedangkan keluar memberikan
pernyataan.
c. PR adalah kelanjutan dari proses pembuatan kebijaksanaan , pelanggan dan tindakan
bagi kepentingan terbaik atau lembaga tersebut untuk memperoleh kepercayaan dan
goodwill (kemauan baik ) dari public.

Definisi lain menyebutkan PR tidak hanya melakukan manajemen. Tapi juga


melakukan konsep “be good and Tell it.” E. L Berney seperti yang dikutip Maria
Assumpta mengatakan bahwa PR adalah upaya dengan menggunakan informasi ,
persuasi dan penyesuaian untuk menghidupkan dukungan publik atas suatu kegiatan atau
suatu sebab. Hampir sama Hugo A. De Roode juga menyebutkan PR secara teratur
mempraktikan komunikasi yang baik dan tepat dengan kelompok orang dalam organisasi
mempunyai kepentingan untuk melakukan perubahan dalam kerja sama menyangkut
fungsi dari organisasi mendatang.

2
Dari batasan –batasan definisinya dapat dikatakan PR sangat menentukan
kelangsungan hidup perusahaan. Karena PR berfungsi menumbuhkan relasi baik antar
setiap komponen organisasi , menumbuhkan motivasi , menggiatkan partisipasi , dan
menjadikan proaktif.Semua ini diusahakan untuk menumbuhkan dan memotivasi diri
sendiri untuk menumbuhkan dan mengembangkan relasi , mengerti atas kemauan publik
atau konsumen, serta untuk memperoleh opini publik yang merupakan input organisasi
untuk perbaikan dan pengembangan sedangkan untuk publik dapat terpenuhi kebutuhan
dan harapannya.

2. Tugas Public Relations

Public relation adalah duta merek atau ambassador dari suatu perusahaan yang bertugas
memperkenalkan brand perusahaan kepada masyarakat umum. Biasanya tugas public relation
akan berhubungan dengan:

1. Menulis siaran pers yang mempromosikan produk ataupun berita tertentu yang
berhubungan dengan perusahaan dimana mereka bekerja.
2. Menjalin hubungan baik dengan jurnalis dan memberi informasi mengenai perusahaan
atau brand.
3. Mengelola hubungan baik dengan klien dan memastikan bahwa klien memahami
publisitas.
4. Membuat laporan mengenai hasil kampanye yang dilakukan oleh public relation dan
mengoptimalkan berdasarkan metrik yang ada.
5. Merencanakan program untuk pengembangan perusahaan untuk mempertahankan
persepsi publik dan pemegang saham supaya tetap menguntungkan untuk perusahaan.
6. Memperbaharui dan mengisi konten web.
7. Mempelajari tujuan organisasi, kebutuhan untuk membangun opini masyarakat dalam
mempromosikan produk, kebijakan promosi, dan lain sebagainya.
8. Berdiskusi dengan manajer untuk mengidentifikasi minat dan tren masyarakat lalu
memberikan saran terkait keputusan bisnis.

3. Fungsi Public Relations

Pada hakikatnya Public Relations melakukan kegiatan komunikasi. Ciri hakiki


dari komunikasi PR adalah komunikasi dua arah ( Two Way communications ). Sehingga
terciptanya umpan balik yang merupakan prinsip pokok dalam kinerja PR. Namun itu
saja tidak cukup. Karena sebuah manajemen perusahaan perlu adanya perbaikan
hubungan masyarakat yang mampu menciptakan ilkim dan suasana yang baik guna
melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Berdasarkan gambaran diatas secara umum
fungsi PR menurut Rhenald Kasali yang pertama berupaya menumbuhkan hubungan baik
antara segenap komponen pada suatu perusahaan guna memperoleh citra baik (good

3
image ) , itikad baik ( goodwill ) , saling pengertian ( mutual understanding ) , saling
mempercayai ( mutual confidence ) dan toleransi (tolerence ).
Kedua, PR terlibat dan bersifat integratif dalam manajemen perusahaan. Dengan
memberikan identitas perusahaan secara tepat dan benar serta mampu
mengkomunikasikannya sehingga publik menaruh kepercayaan dan pengertian kepada
perusahaan. Sehingga tertarik dan menimbulkan kepuasan menggunakan produk /
jasanya. Hal ini dapat dinilai dari
a. Kesuksesan PR terletak pada diakuinya produk / jasa oleh public.
b. PR melakukan komunikasi secara terus –menerus dengan publik internal maupun
eksternal.
c. PR sebagai instrumen dalam manajemen dengan memberi secara kontinue kepada
kelompok publik terkait.
d. PR merupakan fungsi manajemen , yang didasarkan pada analisis terhadap pengaruh
serta efek yang ditimbulkan terhadap publik eksternal maupun internal.

Bila kedua fungsi Public Relations dilakukan dengan seksama maka akan terjadi
kerja sama , kepercayaan antar perusahaan maupun dengan public an bisa memberikan
pelayanan terbaik bagi publik hingga akhirnya merasa puas. Sehingga berdampak kepada
kelangsungan hidup suatu perusahaan. Bagi IPRA menyadari PR merupakan fungsi
instrumen yang penting dan urgent untuk perkembangan perusahaan untuk maju dan
mampu bersaing secara kontinue.Dengan melakukan re-creatie untuk memberi citra baik
perusahaan sekaligus menanamkan kepercayaan kepada perusahaan. Pendapat lain
diungkapkan oleh S. Black en Melvin L. Sharpo bahwa PR sebagai jalan penengah antara
perusahaan dengan publik internal maupun eksternal. Ketika ada permasalahan dalam
perusahaan, seorang PR dengan komunikasi yang tepat serta pendekatan akan
memotivasi publik internal untuk ikut dalam mengatasi permasalahan tersebut.

Sehingga Public Relations dapat meminimalis munculnya keluhan , konflik , isu ,


dan sebagainya. Secara singkat , dapat dikatakan fungsi PR memelihara dan
menumbuhkembangkan komunikasi timbal balik yang diperlukan untuk menangani
masalah yang muncul atau meminimalkan munculnya masalah. PR juga bersama-sama
dengan perusahaan menemukan kepentingan perusahaan dan menginformasikan kepada
publik terkait dengan menciptakan saling pengertian yang didasarkan pada kenyataan ,
kebenaran dan pengetahuan yang lengkap dan diinformasikan secara jujur , jelas dan
objektif.

4. Strategi Public Relations Dalam Pengembangan Potensi Parawisata


a. Pengunaan Media Dalam Pengembangan Potensi Wisata

Media dan dan promosi dua kata yang berbeda, namun peran yang sangat vital
dalam dalam melakukan public relation. Penggunaan media dalam hal promosi sangatlah
penting dan efektif karena saat ini media sosial berperan aktif dan sangat membantu baik

4
langsung maupun tidak langsung dalam menyebarluaskan informasi atau promosi sektor
pariwisata. Media komunikasi merupakan suatu benda atau alat yang digunakan sebagai
perantara untuk berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Media komunikasi sangat
berperan dalam mempengaruhi perubahan masyarakat. Media komunikasi dapat berupa
media cetak (seperti ; koran, majalah, pamphlet, spanduk, dsb). Media elektronik (radio,
televise, handphone, dsb) dan media social (facebook, twitter, youtube, blog, dsb).

Dalam mendukung pengembangan potensi wisata, praktisi PR dapat


menggunakan strategi social media dan mengintegrasikan dengan program promosi
pariwisata. Taktik ini bertujuan untuk membantu calon wisatawan mendapatkan
informasi, gambaran, serta memotivasi untuk melakukan kunjungan.

b. Membangun Kerjasama Dengan Stakholder

Stakeholder adalah pihak pemangku kepentingan atau beberapa kelompok orang yang
memiliki kepentingan di dalam perusahaan yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi
oleh tindakan dari bisnis secara keseluruhan

Stakeholder didefinisikan sebagai pihak-pihak yang dapat mempengaruhi atau


dipengaruhi (menerima dampak) oleh keputusan yang diambil atau dapat pula
didefinisikan sebagai orang, kelompok atau lembaga yang memiliki perhatian dan/atau
dapat mempengaruhi hasil suatu kegiatan (Kusmedi dan Bisjoe, 2010). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa stakeholder adalah semua pihak baik secara individu maupun
kelompok yang dapat dipengaruhi dan/atau mempengaruhi pengambilan keputusan serta
pencapaian tujuan tersebut. Peran stakeholder merupakan suatu hal yang penting dalam
mengelola suatu perusahaan. Stakeholder menurut (Nugroho, 2015) dimaknai sebagai
individu.

Kelompok Pembangunan kepariwisataan pada hakekatnya melibatkan tiga


stakeholder yang saling terkait yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Setiap
pemangku kepentingan memiliki peran dan fungsi yang berbeda yang perlu dipahami
agar pengembangan wisata di suatu daerah dapat terwujud dan terlaksana dengan baik.
Peran pemerintah dalam pembangunan pariwisata bertugas membuat kebijakan dan
perencanaan yang sistematis. Sebagai contoh, pemerintah menyediakan dan membangun
infrastruktur pendukung kegiatan pariwisata,meningkatkan kualitas sumber daya manusia
yang bekerja sebagai tenaga kerja di sektor pariwisata, dan lain-lain. Pihak swasta
sebagai pelaku bisnis mempunyai peran dalam menyediakan sarana pendukung
pariwisata.

Kepariwisataanmembutuhkan banyak sarana pendukung seperti restoran, akomodasi,


biro perjalanan, transportasi, dan lain-lain (Suwantoro 2004). Sedangkan masyarakat
sebagai pemilik dan pengelola dapat menjadi bagian dari atraksi wisata untuk menarik
wisatawan dengan cara mengenalkan kebudayaan dan kebiasaan seharihari yang menjadi

5
keunikan dan ciri khas dari objek wisata. Stakeholder dibedakan menjadi dua yaitu
stakeholder primer dan stakeholder sekunder. Stakeholder primer adalah pihak yang
memiliki kepentingan langsung terhadap suatu pengambilan keputusan, stakeholder ini
disebut juga stakeholder kunci. Stakeholder sekunder adalah pihak yang memiliki
minat/kepentingan secara tidak langsung, atau pihak yang tergantung pada sebagian
permasalahan pengelolaan objek wisata, Hetifah dalam Amalyah Stakeholder adalah
orang-orang, atau kelompok-kelompok, atau lembaga-lembaga yang kemungkinan besar
terkena pengaruh dari suatu kegiatan program atau proyek baik pengaruh positif maupun
negatif, atau sebaliknya yang mungkin memberikan pengaruh. Stakeholder merupakan
individu, sekelompok manusia, atau masyarakat yang memiliki hubungan serta
kepentingan terhadap suatu organisasi Budimanta.

Istilah stakeholder atau dinamakan pemangku kepentingan adalah kelompok atau


individu yang dukungannya diperlukan demi kesejahteraan dan kelangsungan hidup
organisasi. Pemangku kepentingan adalah seseorang, organisasi atau kelompok dengan
kepentingan terhadap suatu sumber daya alam tertentu Brown et al dalam Hadi (2011),
pemangku kepentingan mencakup semua pihak yang terkait dalam pengelolaan sumber
daya. Stakeholder memiliki kepentingan, kebutuhan, dan sudut pandang yang berada dan
harus dapat dikelola dengan baik sehingga tujuan yang ingin dicapai terwujud. Menururt
Grimble and Wellard dalam Baso, (2016) ada tujuh prinsip dalam mengelola stakeholder
yaitu:

1. Mengakui dan memperhatikan kepentingan stakeholder dalam pengambilan


keputusan.
2. Menjalin komunikasi secara terbuka terkait kepentingan stakeholder.
3. Mengadopsi cara berperilaku dan kemampuan masing-masing stakeholder.
4. Mengakui saling ketergantungan dan berusaha untuk mencapai distribusi yang
adil atas manfaat dan beban di antara stakeholder.
5. Bekerja sama untuk memastikan bahwa resiko dan bahaya yang timbul dapat
diminimalkan.
6. Menghindari kegiatan yang membahayakan hak asasi manusia (misalnya hak
untuk hidup) atau menimbulkan resiko yang tidak dapat diterima stakeholder,
dan
7. Mengakui potensi konflik akibat adanya peran dan tanggungjawab
stakeholder, dan mengatasinya melalui komunikasi yang terbuka, dan bila
perlu melibatkan pihak ketiga.

Dialog antar stakeholder menjadi kunci dalam mengatasi perbedaan yang ada
khususnya dalam pengelolaan objek wisata. Stakeholder pariwisata melibatkan orang-
orang pilihan untuk penggerakan perkembangan pariwisata itu sendiri. Dalam bidang
pariwisata diperlukan juga sumber daya manusia yang berkualitas atau mempunyai
kemampuan mengenai pengelolaan objek wisata. Wibisono (2007), stakeholder diartikan

6
sebagai suatu pihak maupun kelompok yang berkepentingan secara langsung / tidak
langsung bisa mempengaruhi atau dipengaruhi atas aktivitas dan eksistensi perusahaan.

Hetifah dalam Amalyah (2016), Berdasarkan kekuatan posisi penting dan


pengaruh stakeholder terhadap suatu issu stakeholder dapat dikategorikan kedalam
beberapa kelompok yakni stakeholder primer dan stakeholder sekunder yaitu:

1. Stakeholder primer merupakan setiap stakeholder yang berurusan langsung dengan


permasalahan yang terjadi. Setiap stakeholder primer biasanya memiliki peran penting
dan harus terlibat dalam proses pengambilan keputusan atas sebuah permasalahan yang
harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan. Contoh
stakeholder primer adalah pemegang saham, investor, pekerja, pelanggan, dan pemasok.
2. Stakeholder sekunder merupakan setiap stakeholder yang tidak berkaitan secara langsung
dengan suatu permasalahan tertentu. Dalam hal ini para stakeholder biasanya tidak akan
dilibatkan secara langsung dalam proses pemngambilan keputusan atas sebuah
permasalahan tetapi memiliki kepedulian dan keprihatinan sehingga mereka turut
bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan pemerintah. Contoh
stakeholder sekunder adalah konsumen, pemerintah, lembaga pendidikan, dllpok atau
organisasi yang memiliki kepentingan, terlibat, atau dipengaruhi (secara positif maupun
negatif) oleh kegiatan atau program pembangunan.

Peran stakeholder sangat dibutuhkan dalam upaya pengembangan pengelolaan objek


wisata, bila dikembangkan dengan baik maka akan menjadi suatu potensi yang dapat
meningkatkan pendapatan daerah. Untuk itu perlu adanya peran stakeholder dalam
pengelolaan objek wisata dimana stakeholder dalam sektor ekowisata meliputi siapapun yang
berpengaruh dan dipengaruhi sektor ekowisata. Pariwisata merupakan salah satu aspek
penting dalam suatu usaha wilayah. Bila dikelola dengan baik dan tepat maka akan menjadi
potensi yang dapat meningkatkan pendapatan daerah, untuk itu diperlukan peran pemerintah
untuk mengembangnya pengelolaan pariwisata harus merupakan pengelolaan atau
pengembangan yang terencana secara menyeluruh sehingga dapat diperoleh manfaat yang
optimal bagi masyarakat, baik dalam segi ekonomi, sosial dan cultural. Pengembangan
pariwisata merupakan pengembangan yang terencana secara menyeluruh sehingga dapat
diperoleh manfaat yang optimal bagi masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial dan budaya.

Menurut Nugroho (Peran stakeholder dalam pengelolaan objek wisata sebagai berikut:

1. Pemerintah
Pariwisata merupakan salah satu aspek penting dalam suatu wilayah. Bila dikembangkan
dengan baik maka akan menjadi suatu potensi yang dapat meningkatkan pendapatan
daerah tersebut. Untuk itu perlu adanya peran dari:
a. Pemerintah sebagai fasilitator

7
Pemerintah sebagai fasilitator dalam pengembangan pariwisata seperti
menyediakan dan menfasilitasi objek wisata. Motivasi yang mendorong orang untuk
mengadakan perjalanan akan menimbulkan permintaan-permintaan yang sama mengenai
sarana dan prasarana kepariwisataan seperti jaringan telekomunikasi, akomodasi dan lain
sebagainya. Dalam hal ini kesiapan sarana dan prasarana kepariwisataan merupakan salah
satu faktor penentu berhasilnya pengelolaan industri pariwisata. Pengusahaan objek dan
daya tarik wisata meliputi kegiatan membangun dan mengelola objek dan daya tarik
wisata beserta sarana dan prasarana yang diperlukan. Dengan demikian diperlukan
adanya pembangunan dan pengelolaan sarana prasarana di daerah-daerah tujuan wisata
untuk mendukung pengelolaan pariwisata.
b. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia
Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia dengan menjamin pendidikan dan
pelatihan yang profesional untuk menyuplai kebutuhan tenaga kerja disektor pariwisata.
Sumber daya manusia yang berkualitas memegang peranan yang sangat penting dalam
pengelolaan industri pariwisata.
Profesionalisme sumber daya manusia merupakan suatu tuntutan dalam
menghadapi persaingan global dimana sumber daya manusia yang dibutuhkan adalah
sumber daya manusia yang berkualitas. Tentu tidak mudah untuk memperoleh tenaga-
tenaga profesional dibidang pariwisata paling tidak harus ada upaya-upaya untuk
meningkatkan keahlian dan keterampilan tenaga kepariwisataan, sehingga pada akhirnya
peningkatan kualitas sumber daya manusia terutama di daerah tujuan wisata berpengaruh
positif pada pengelolaan industri pariwisata.
Pemerintah juga memiliki kepentingan terhadap pengembangan wilayah
ekowisata atau wisata umumnya bukan karena alasan devisa dan pajak, lebih dari itu
wisata merupakan pintu masuk untuk pengembangan kebudayaan nasional.
Profesionalisme sumber daya manusia Indonesia merupakan suatu tuntutan dalam
menghadapi persaingan global dimana sumber daya manusia yang dibutuhkan adalah
sumber daya manusia yang berkualitas, mempunyai gagasan, inovasi, dan etos kerja
profesional. Tentu tidak mudah untuk memperoleh tenagatenaga professional di bidang
pariwisata paling tidak harus ada upaya-upaya untuk meningkatkan keahlian dan
keterampilan tenaga kepariwisataan, sehingga pada akhirnya peningkatan kualitas sumber
daya manusia terutama di daerah-daerah tujuan wisata berpengaruh positif pada
perkembangan industri pariwisata daerah.
2. Masyarakat
Pengembangan sektor pariwisata tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya
peran serta pihak lain, manfaat yang optimal hanya dapat dicapai bila pertumbuhannya
selaras dengan usaha pemeliharaan dan pengembangan sektor lain. Dalam hal ini
masyarakat merupakan salah satu unsur yang dapat mendukung tercapainya satu hasil
yang optimal tersebut. Oleh karena itu peran serta masyarakat sangat dibutuhkan, baik
secara langsung maupun tidak.
a. Melibatkan diri atau berpartisipasi dalam pengelolaan objek wisata
8
Pemberdayaan masyarakat dalam hal ini lebih menitik beratkan pada peningkatan
kemampuan masyarakat lokal untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan pariwisata,
tidak lain adalah membuka usaha pendukung kegiatan usaha seperti warung makan dan
kerjasama dengan pemerintah serta pihak swasta.

Peran serta masyarakat dapat terwujud karena manfaatnya dapat secara langsung
dirasakan oleh masyarakat yaitu melalui terbukanya kesempatan kerja dan usaha jasa
wisata sehingga mampu meningkatkan pendapatan mereka. Dengan demi diharapkan
situasi tersebut akan mendorong keterlibatan masyarakat untuk ikut berperan di
dalamnya, baik secara aktif maupun pasif. Peran aktif dilaksanakan secara langsung baik
dilakukan secara perorangan maupun bersama-sama.

Peran ini secara sadar ikut membantu program pemerintah dengan inisiatif dan
kreasi mau melibatkan diri dalam kegiatan pengusahaan pariwisata melalui pembinaan
rasa ikut memiliki dikalangan masyarakat. Peran pasif adalah timbulnya kesadaran
masyarakat untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menggangu atau
merusak lingkungan alam serta masyarakat cenderung sekedar melaksanakan perintah
dan mendukung terpeliharanya sumber daya alam.

b. Membuka usaha pendukung kegiatan pariwisata

Kegiatan usaha masyarakat tersebut akan dapat mencitakan suasana rasa ikut
memiliki tempat mata pencaharian yang pada akhirnya akan mendorong masyarakat
untuk ikut berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Pengembangan pariwisata
diharapkan mampu meningkatkan kesempatan dan peluang bagi masyarakat untuk
menikmati manfaatnya sehingga perkembangan kegiatan pariwisata ikut membantu
kesejahteraan masyarakat.

3. Sektor swasta
Sektor swasta adalah stakeholder yang mengoperasikan usaha ekowisata. Sektor
swasta menyediakan berbagai fasiilitas akomodasi, informasi, produk wisata, tujuan
wisata dengan tujuan agar dapat menarik para wisatawan dan memberikan kepuasan dan
pengalaman yang berharga. Sektor swasta juga mengimplementasikan aspek-aspek legal
menyangkut standar mutu pengelolaan dan layanan, partisipasi penduduk local, dan
aturan taman nasional. Sektor swasta terdiri beragam sektor, mulai dari jasa transportasi,
biro perjalanan, hotel dan restoran, jasa souvenir, operator dan pengunjung lainnya.
4. Penduduk lokal
Penduduk lokal berperan sebagai subyek dan objek dalam pengembangan
ekowisata. Sebagai subyek, pola pikir, kelembagaan lokal dan kearifan penduduk lokal
dapat diadopsi dalam proses perencanaan. Penduduk lokal juga dapat berperan aktif
melalui peningkatan pendidikan dan keterampilan dalam ragam kegiatan ekonomi jasa
ekowisata. Sebagai objek, penduduk lokal dan lingkungannya memerlukan sentuhan

9
pengelolaan agar tercapai tujuan upayaupaya konservasi dan menghasilkan aliran
manfaat bagi banyak pihak. Perlu diciptakan kebijakan yang mampu menyeimbangkan
atau memelihara aliran manfaat kepada penduduk lokal. Penduduk lokal menghasilkan
kesempatan kerja dan dan sumber pendapatan sebagai unsur penting kesejahteraan
masyarakat. Interaksi penduduk lokal dan pengunjung juga memberi dampak positif
dalam hal kesepahaman budaya.
5. Media massa
Media massa dalam bentuk cetak atau elektronik yang hadir secara periodic
adalah sumber informasi pembelajaran yang sangat baik. Informasi jenis berita atau
kebijakan pemerintah membantu pengembangan wacana (rana kognitif) bagi masyarakat
awam. Informasi berbentuk laporan laporan perjalanan, profil wilayah atau aktivis
lingkungan mengahsilkan pembentukan sikap (ranah afektif). Lebih sesifik lagi,
informasi jenis iklan perjalanan wisata adalah pembelajaran dalam ranah afektif dan rana
psikomotorik sedemikian rupa sehingga menghasilkan perubahan perilaku bagi yang
berminat. Media massa tersebut dan informasi yang disajikan sudah berkembang
sedemikian banyak dalam jenis, spesifik wilayah atau ekosistem dan terintegrasi dengan
jasa lainnya.
6. Perencana dan peneliti
Keduanya merupakan stakeholder unsur pemerintah yang menjadi sumber saran
atau produk akademik sebagai bahan perumusan kebijakan. Produk itu dapat berupa
identifikasi potensi, ide-ide pengembangan, konsep perencanaan dan pengelolaan, hingga
metode pelaksanaan. Institusi perencana maupun penelitian adalah wujud dari subsidi
pemerintah terhadap pengembangan objek wisata secara tidak langsung. Hasil-hasil
penelitian merupakan wujud manfaat sosial yang dapat digunakan untuk kepentingan
publik, khususnya wilayah ekowisata. Peneliti dan perencana pula sebagai ujung terdepan
unsur pemerintah berhadapan dengan stakeholder masyarakat, swasta, dan dunia
internasional.
7. Pengunjung atau wisatawan
Pengunjung atau wisatawan merupakan indikator terpenting keberhasilan
pembangunan ekowisata. Sebagai pendorong utama permintaan jasa ekowisata,
pengunjung dari luar wilayah dapat menginjeksi aliran ekonomi local dan diharapkan
memberikan insentif bagi pengelolaan lingkungan yang lebih baik sehingga pengunjung
akan memperoleh pengalaman dan pendidikan lingkungan yang nyata, serta perihal
resiko dan dampak pembangunan. Nilai-nilai local yang positif akan menyebar secara
global sehingga secara bertahap mengubah persepsi dan perilaku yang melahirkaan rasa
pengertian di kalangan yang lebi luas.

B. Tourism Behavior
1. Pelanggan Destinasi Wisata
10
Inti dari pemasaran destinasi pariwisata adalah bagaimana menyelaraskan antara
permintaan pelanggan dengan produk yang dimiliki oleh destinasi. Upaya dalam penyelarasan itu
dapat dilakukan dengan cara berorientasi terhadap pelanggan itu sendiri. Orientasi terhadap
pelanggan mengandung arti bahwa destinasi harus mengerti apa yang dibutuhkan, yang
diinginkan dan apa yang diharapkan oleh pelanggan atau dengan kata lain, destinasi harus
memahami apa yang ada dalam benak pelanggan atau yang biasa disebut dengan customer
insight.

Cravens dan Piercy (2009) menegaskan bahwa keputusan yang tepat dalam strategi
pemasaran adalah menggunakan pendekatan market driven. Karakteristik dari strategi market
driven adalah berorientasi kepada pasar, yang berarti organisasi harus fokus terhadap pelanggan
(customer focus), organisasi harus mampu memantau pergerakan pesaing (competitor intelligent)
serta melakukan koordinasi antar fungsi-fungsi internal (cross functional coordination). Agar
dapat fokus terhadap pelanggan, organisasi harus memahami mengenai perilaku pelanggan itu
sendiri. Pemahaman perilaku pelanggan dibutuhkan agar segala keputusan yang diambil nantinya
dapat memuaskan apa yang dibutuhkan, diinginkan dan diharapkan oleh pelanggan tersebut.

Yang dimaksud dengan pelanggan dalam hal ini adalah semua pihak yang merespon
segala aktivitas pemasaran pengelola destinasi pariwisata. Pelanggan destinasi sendiri menurut
saya dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu pelanggan akhir dan pelanggan bisnis.

Pelanggan akhir destinasi pariwisata adalah semua pengunjung yang datang untuk
berwisata baik secara individu maupun grup, Yang termasuk ke dalam bentuk kunjungan
individu biasanya perorangan, pasangan atau keluarga. Sedangkan yang termasuk ke dalam
pengunjung grup biasanya paling sedikit 10 orang dan memiliki koordinator atau perwakilan dari
grup tersebut. Sementara itu, berdasarkan tujuannya, secara umum pengunjung dapat dibagi
menjadi dua macam: Tujuan untuk berlibur (vacation/leisure) dan Tujuan bisnis.

Pelanggan bisnis destinasi pariwisata menurut saya dapat dibagi menjadi lima macam
yaitu Biro Perjalanan Wisata (BPW) dan Agen Perjalanan Wisata (APW), yaitu perusahaan yang
menjadi perantara antara pengunjung akhir dengan destinasi.

Pelanggan bisnis selanjutnya adalah Pemasok Destinasi Pariwisata, yaitu pihak-pihak


swasta yang menyediakan berbagai usaha pariwisata dan berbagai fasilitas penunjang wisata
yang tidak bisa dimiliki atau dibangun oleh pengelola destinasi sendiri seperti daya tarik wisata,
akomodasi, restoran, transportasi dll. Selanjutnya penyelenggara event seperti Professional Event
Organizer (PEO) atau Professional Convention Organizer (PCO), dan pelanggan bisnis destinasi
pariwisata yang terakhir adalah investor. Investor dalam hal ini adalah pihak-pihak yang
menanamkan modalnya di destinasi, baik yang langsung dioperasikan oleh destinasi maupun
yang dioperasikan oleh Pemasok Destinasi Pariwisata.

Pengelola destinasi pariwisata harus dapat mengelola semua jenis pelanggan tersebut
atau dengan kata lain tidak boleh hanya mengelola pelanggan akhir atau pengunjung saja karena

11
semua jenis pelanggan memiliki karakteristik perilaku unik tersendiri yang harus dipahami oleh
pengelola destinasi pariwisata. Selanjutnya dalam buku ini saya hanya akan menjelaskan
perilaku pelanggan akhir saja yaitu pengunjung destinasi. Dalam hal ini, saya akan menjelaskan
model mengenai perilaku pengunjung sebagai individu (bukan grup) dengan tujuan untuk
berlibur saja (bukan bisnis).

2. Pengertian Perilaku Pengunjung

Pada prinsipnya kepuasan merupakan kesesuaian antara apa yang pelanggan butuhkan,
inginkan, atau harapkan, dengan apa yang mereka terima pada saat proses konsumsi dan
setelahnya. Jadi jika kita ingin memuaskan pelanggan tersebut, maka kita harus membuat produk
atau penawaran yang sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan tadi.

Oleh sebab itu, pengelola destinasi harus mampu memahami apa yang ada dibenak
pelanggannya, dan pemahaman tersebut biasanya disebut dengan customer insight. Apa yang ada
dibenak pelanggan pada dasarnya tercermin dari bagaimana mereka berperilaku. Pengertian
perilaku sendiri menurut Notoatmodjo (2003) adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu
sendiri yang mempunyai bentangan arti yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian tersebut bisa
disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

lmu perilaku pengunjung dalam literatur-literatur yang ada biasanya disebut dengan
tourist behavior atau travel behavior. Ilmu ini diambil atau dipostulatkan dari ilmu perilaku
konsumen dalam ilmu pemasaran atau manajemen secara umum. Ilmu perilaku pengunjung
adalah ilmu yang mempelajari perilaku pengunjung sebagai individu atau kelompok dalam
melakukan kegiatan pariwisata, baik sebelum berkunjung, pada saat berkunjung dan setelah
berkunjung, dalam rangka memuaskan kebutuhan, keinginan dan harapannya. Dengan kata lain
ilmu ini mempelajari bagaimana seluk-beluk mengapa orang-orang melakukan kegiatan
perjalanan pariwisata (why do people travel).

Dapat disimpulkan bahwa perilaku merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh
seseorang dalam merespon suatu hal. Oleh sebab itu, yang dimaksud dengan perilaku
pengunjung sebagai individu menurut saya adalah tindakan yang dilakukan oleh pengunjung
destinasi yang didasarkan pada keputusannya dalam merespon segala sesuatu yang
merangsangnya. Tindakan tersebut dapat tercermin dari tiga kondisi, yaitu tindakan (1) sebelum
berkunjung. (2) pada saat berkunjung dan (3) setelah berkunjung. Cooper dan Hall (2008)
menyatakan bahwa terdapat tiga skala dalam memahami perilaku pengunjung dan tabel berikut
dapat memperlihatkan bagaimana pengelola destinasi harus membedakan perilaku pengunjung
dalam konteks skala, fokus dan konsep kuncinya.

12
Dalam strategi pemasaran terdapat dua pendekatan dalam usaha memuaskan pengunjung.
Pertama adalah menyesuaikan segala aktivitas pemasaran dengan kebutuhan, keinginan dan
harapan pengunjung yang dibidik. Kedua, sebaliknya yaitu segala aktivitas pemasaran dilakukan
untuk mempengaruhi atau mengubah perilaku pengunjung yang dibidik. Kedua pendekatan
tersebut memiliki kelebihan dan tantangannya masing-masing, yang pasti dalam kedua
pendekatan tersebut, pengelola destinasi pariwisata harus mempelajari dan memahami perilaku
pengunjung tersebut.

3. Model Perilaku Pengunjung (Pengunjung Sebagai Individu)

Tindakan pengunjung yang dicerminkan dalam suatu perilaku pada dasarnya diperoleh
dari tindakan pengambilan keputusan. Dengan kata lain, pengunjung melakukan suatu tindakan
karena dia memutuskan untuk melakukan tindakan tersebut. Adapun keputusan dalam
melaksanakan tindakan merupakan suatu respon dari sesuatu yang merangsangnya
(menstimulinya). Sementara hal-hal yang dapat menstimuli pengunjung dalam memutuskan
untuk bertindak dapat dibagi menjadi dua hal yaitu faktor internal dalam diri pengunjung sendiri
dan pengaruh dari luar atau faktor eksternal.

Faktor internal dan eksternal yang menjadi rangsangan atau stimulan yang dapat
mempengaruhi pengunjung dalam berperilaku adalah sebagai berikut:

a. Faktor Internal:

Kapasitas ekonomi: kemampuan ekonomi dari seseorang dapat mempengaruhi dia


dalam memutuskan untuk bertindak dalam kegiatan pariwisatanya. Pemilihan destinasi,
penggunaan moda transportasi, jauh-dekatnya perjalanan, menginap atau tidak dan lain
sebagainya, sangat dipengaruhi oleh kemampuan dia secara ekonomi, khususnya dalam
kemampuan membayar (ability to pay). Waktu: seseorang memutuskan untuk berkunjung
atau tidak,menginap atau tidak, menentukan rute perjalanan, jauh dekatnya perjalanan
dan lain sebagainya, sangat dipengaruhi oleh ketersediaan waktu yang dimiliki oleh
seseorang tersebut. Jenis Kelamin dan Usia: karakteristik demografis seperti perbedaan
jenis kelamin atau usia dapat mempengaruhi bagaimana seseorang bertindak. Contohnya
lelaki cenderung lebih proaktif dibandingkan dengan wanita, orang yang lebih muda
cenderung lebih berminat dalam bereksplorasi dibandingkan dengan orang yang lebih
tua.

Kondisi Fisik: Kondisi fisik merupakan faktor penting yang mempengaruhi kegiatan
pariwisata seseorang. Misalnya, orang tua dibatasi oleh faktor-faktor seperti kesehatan
dan kurangnya kekuatan, dan mereka pada umumnya memiliki sejumlah besar
persyaratan yang berkaitan dengan tujuan perjalanan, sumber daya perjalanan serta
lingkungan perjalanan. Contoh yang lain seperti mereka yang tidak sehat (sakit),
memiliki keterbatasan fisik seperti cacat akan mempengaruhi dalam memutuskan
bagaimana melakukan perjalanan wisatanya.

13
Faktor Psikologis: Keputusan dan tindakan dalam melakukan kegiatan pariwisata
merupakan bentuk aktivitas psikologis suatu individu, dan biasanya dipengaruhi oleh
berbagai aspek seperti minat kepribadian, hobi, profesi, sikap terhadap kehidupan,
persepsi, pemahaman terhadap lingkungan sekitar. Pengalaman: pengalaman seseorang
akan mempengaruhi bagaimana dia melakukan keputusan mengenai kegiatan
pariwisatanya. Contohnya orang yang telah berkunjung ke suatu destinasi dan memiliki
pengalaman buruk selama disana, mungkin kecenderungannya akan merasa kecewa dan
tidak mau berkunjung lagi kesana.

b. Faktor Eksternal:
Ketersediaan pilihan destinasi: seseorang memutuskan datang ke suatu destinasi
dapat disebabkan oleh karena tersedia pilihan destinasi, sehingga dia mendapatkan
alternative yang bisa dia datangi. Atau bisa juga dia datang karena hanya ada satu-
satunya destinasi yang dapat memenuhi kebutuhannya.
Produk destinasi: seseorang memutuskan tindakannya dalam berwisata dapat
dipengaruhi oleh produk dari destinasi sendiri. Contohnya karena aktivitas dan
pengalaman yang disediakan oleh destinasi, kemudahan akses atau sebaliknya, karena
daya tarik yang unik, karena keamanan di destinasi.
Aktivitas pemasaran destinasi: perilaku pengunjung dapat dipengaruhi oleh
aktivitas pemasaran destinasi. Contohnya seseorang memutuskan untuk berkunjung
dikarenakan terpengaruh oleh iklan dari suatu destinasi, seseorang memutuskan untuk
menggunakan suatu moda transportasi tertentu karena dipengaruhi oleh informasi atau
komunikasi dari suatu destinasi. Citra destinasi: citra destinasi yang dipersepsikan oleh
pengunjung dapat mempengaruhi dia dalam bertindak Contohnya citra sebagai destinasi
yang branded menjadi motivasi seseorang untuk berkunjung karena ingin meningkatkan
status sosialnya. Atau citra yang bagus membuat pengunjung berekspektasi lebih dalam
hal pelayanan di destinasi sehingga lebih demanding.

Teman, kerabat, keluarga: seseorang melakukan kegiatan wisata bisa dikarenakan


mengikuti temannya atau latah. Atau seseorang membeli oleh-oleh karena keluarganya
pernah membeli oleh-oleh tersebut.
Kelompok acuan: seseorang melakukan kegiatan pariwisata dan segala
aktivitasnya, dapat dipengaruhi oleh individu atau kelompok yang dapat dijadikan
referensi dalam bertindak. Contohnya seseorang melakukan kegiatan pariwisata karena
referensi dari figur publik, pemerintah, ahli/pakar, kelompok sosialnya seperti kelompok
belanja, kelompok persahabatan.
Situasional: Tekanan kelompok atau dalam keadaan sosial tertentu juga dapat
mempengaruhi tindakan perjalanan dari seseorang. Misalnya, kegiatan perjalanan yang
diselenggarakan oleh suatu perusahaan, atau perjalanan wisata karena hadiah (incentive
tour), dan lain-lain, dapat mendorong seseorang dalam membentuk motivasi perjalanan
dia sendiri tanpa sadar, serta aktivitas perjalanannya di waktu kemudian.

14
Cara memahami perilaku pengunjung bagi destinasi pariwisata pada dasarnya
dapat dibagi ke dalam dua sudut pandang. Kedua sudut pandang tersebut dapat ditelusuri
seperti seseorang yang sedang bercermin, yaitu apa yang dikatakan orang yang sedang
bercermin dan apa yang dikatakan oleh cerminnya itu sendiri.
4. Proses Perilaku Pembelian Perjalanan

Pendekatan yang lain dalam memahami perilaku pengunjung adalah dengan melihat
perilakunya menggunakan pendekatan proses pembeliannya. Menurut Morrison (2010)
dalam Morrison (2013) terdapat tujuh tahapan perilaku pengunjung dalam proses
pembeliannya.

a. Pengenalan Kebutuhan
Proses pembelian perjalanan dimulai saat orang merasa membutuhkan untuk
melakukan kegiatan wisata. Kebutuhan tersebut biasanya terjadi diakibatkan oleh satu
atau lebih rangsangan baik dari faktor internal maupun dari faktor eksternal (baca juga
faktor internal dan eksternal yang saya uraikan sebelumnya). Morrison (2013)
mengungkapkan tiga jenis rangsangan utama yang dapat memicu seseorang merasa
membutuhkan kegiatan wisata. Rangsangan tersebut yaitu dari sisi personal, interpersonal
dan komersial.
Komersial: rangsangan ini dikarenakan oleh aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh
pengelola destinasi. Aktivitas komunikasi pemasaran menjadi faktor utama dalam
mempengaruhi calon wisatawan untuk mengenali kebutuhannya dalam berwisata. Oleh
karena itu, komunikasi pemasaran ini lebih baik terfokus pada kebutuhan dan keinginan
pelanggan daripada hanya bertujuan untuk mengekspos fitur fitur dari destinasi semata.
Interpersonal: Selama bertahun-tahun, telah dikenali bahwa informasi dari mulut ke
mulut (word-of-mouth) lebih kuat dalam mempengaruhi pengunjung daripada informasi
dari sisi komersial. Dari banyak penelitian dan studi terlihat bahwa informasi dan
rekomendasi interpersonal sangat diandalkan dalam dunia pariwisata. Sumber-sumber
interpersonal yang dapat mempengaruhi seseorang mengenali kebutuhan dalam berwisata
meliputi anggota keluarga, teman, rekan bisnis dan opini dari pemimpin.

Personal: Faktor personal merupakan faktor internal dari diri seseorang yang dapat
mempengaruhi kebutuhannya dalam berwisata. Faktor ini biasanya disebut dengan faktor
dorongan dari dalam diri calon pengunjung sendiri yang biasanya tercermin dari sisi
motivasi.

b. Mencari Informasi
Tahap kedua dalam proses pembelian perjalanan adalah pencarian informasi secara
aktif. Setelah seseorang menjadi sadar akan kebutuhan untuk berwisata, mereka
cenderung mulai mencari informasi mengenai destinasi wisata, produk dan layanan yang
mereka rasa akan memuaskan kebutuhannya tersebut. Ketika seseorang mengenali

15
kebutuhan, maka mereka cenderung akan menginginkannya, Jika sudah merasa ingin,
selanjutnya biasanya mulai mencari informasi. Menurut Morrison (2013) terdapat tiga
sumber informasi utama yang tersedia bagi calon pengunjung yaitu:

Informasi yang didominasi oleh destinasi: yang termasuk ke dalam jenis sumber
informasi ini yaitu aktivitas pemasaran dari pengelola destinasi dan para pemangku
kepentingan yang terdapat di destinasi tersebut. Website, Internet of Things (IoT), Meta
Search dan sosial media sekarang menjadi sumber utama sebagai sumber informasi
mengenai destinasi wisata, selain itu ada juga elemen lain dari kampanye komunikasi
pemasaran pengelola destinasi yang konvensional seperti: periklanan, penjualan,
hubungan masyarakat dan publisitas, promosi penjualan, merchandising dll.

Informasi interpersonal dan pihak ketiga: Sumber interpersonal disini meliputi


keluarga, teman, rekan bisnis dan pemimpin opini; mereka adalah sumber informasi dari
mulut ke mulut. Sumber informasi yang lain dalam kategori ini yaitu penilaian
independen dari pihak ketiga, yang biasanya terkumpul dari buku panduan perjalanan
(travel guide books) atau majalah pariwisata seperti Lonely Planet, Rough Guides,
Frommer's, Fodor's, National Geography Traveler, Majalah Travelogue dan lain-lain.
Sistem penilaian pemerintah dan lembaga-lembaga independen juga tersedia dalam
membantu calon pengunjung dalam membuat keputusan. Situs ulasan pelaku wisata
seperti TripAdvisor.com, berbagai blog perjalanan atau wisata juga termasuk dalam
kategori informasi ini.

Sumber internal: sumber informasi ini terdapat dalam ingatan atau memori seseorang
mengenai destinasi pariwisata. Yang termasuk dalam kategori ini yaitu pengalaman
kegiatan wisata masa lalu, ingatan mengenai promosi dari destinasi, dan persepsi
seseorang mengenai citra destinasi tertentu.

c. Evaluasi Alternatif Sebelum Membeli

Setelah mendapatkan informasi yang dibutuhkan, selanjutnya calon pengunjung


mengevaluasi alternatif-alternatif atau pilihan dari informasi yang masuk benaknya.
Tahap ini memperlihatkan bagaimana keputusan seseorang dapat dipengaruhi oleh
pikiran dan atau perasaannya. Ada yang memutuskan untuk membeli karena pikiran
secara rasional (kriteria objektif) dan ada pula yang membeli karena perasaan secara
emosional (kriteria subjektif). Yang termasuk ke dalam kriteria obyektif seperti harga
tiket pesawat, harga produk di destinasi, harga aktivitas-aktivitas dan pengalaman, harga
hotel dan harga-harga lainnya, lokasi tujuan, dan lain sebagainya. Sedangkan yang
termasuk ke dalam kriteria subyektif yaitu segala sesuatu yang irasional seperti karena
rasa sayang atau cinta, karena sesuatu yang membanggakan atau banyak juga karena
ingin menyombongkan diri dan lain sebagainya.
16
d. Membeli

Maksud membeli disini adalah memutuskan untuk datang ke suatu destinasi.


Seseorang memutuskan untuk datang karena disebabkan oleh tekad atau niat (intention)
untuk memesan perjalanan atau datang langsung tanpa terencana. Namun kadangkala niat
tersebut masih belum bulat dan masih dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti
membicarakan terlebih dahulu dengan anggota keluarga, teman atau sumber interpersonal
lainnya. Jaringan sosial media mungkin diperiksa lagi untuk mengkonfirmasi pilihan
yang telah dibuat untuk meyakinkan Hal tersebut dapat menyebabkan penundaan
pengambilan keputusan secara lengkap. Selain itu, faktor situasional dapat berubah,
seperti situasi pekerjaan atau keuangan, yang menyebabkan penundaan keputusan
pembelian.

Keputusan dalam memilih destinasi sebenarnya bukanlah satu satunya keputusan


yang harus dibuat. Sebenarnya, terdapat banyak sub keputusan lain yang harus diambil
sebelum keputusan akhir dilakukan, seperti kapan harus berangkat, bagaimana cara
membayar, bagaimana dan ke mana harus melakukan pemesanan, berapa lama tinggal,
berapa banyak uang yang harus dibawa, bagaimana sampai kesana, rute apa yang harus
ditempuh, apa yang harus dilakukan di destinasi, memakai jasa biro perjalanan atau tidak
dan lain sebagainya. Jika pembuat keputusan tidak sendirian, maka keputusan ini bisa
menjadi lebih kompleks karena melibatkan beberapa orang yang berbeda, misalnya
dalam keluarga, ada orang tua dan anak-anak, dalam grup ada pimpinan dan anggota, dan
lain sebagainya.

e. Konsumsi di Destinasi

Tahapan ini merupakan proses konsumsi yang dilakukan oleh pengunjung terhadap
produk destinasi. Perlu diketahui bahwa karakteristik produk destinasi termasuk ke dalam
kategori produk jasa, sehingga kualitas produk hanya bisa dirasakan pada saat proses
interaksi/kontak dilakukan oleh pengunjung dengan segala komponen yang ada di
destinasi. Segala proses interaksi mulai dari datang hingga kembali ke tempat tinggal
menghasilkan pengalaman-pengalaman yang parsial dan keseluruhan. Pengalaman parsial
di setiap momen interaksi biasa disebut dengan Moment of Truth (MoT) dan pengalaman
total secara keseluruhan biasa disebut dengan Service Encounter. Contoh momen
interaksi yang menghasilkan suatu pengalaman parsial yaitu pada saat di bandara, di
hotel, di daya tarik wisata, di rumah makan dan lain-lain, dan total pengalaman adalah
akumulasi pengalaman dari setiap momen momen tersebut.

Dalam setiap momen interaksi, pengunjung memiliki harapan (ekspektasi) tertentu


yang harus dipuaskan oleh destinasi. Tetapi hal tersebut dirasa sulit dilakukan oleh
17
pengelola destinasi, karena mereka tidak dapat mengendalikan produk yang dikonsumsi
oleh pengunjung [00.36, 21/9/2022] Dwi: secara langsung. Karena yang menyediakan
produk sebenarnya adalah industri, baik yang dikelola oleh swasta maupun publik,
sehingga pengelola destinasi lebih bersifat memimpin dan mengkoordinasikan terhadap
penjaminan mutu atau kualitas produk secara keseluruhan.

f. Evaluasi Setelah Membeli

Setelah melakukan konsumsi di destinasi, pengunjung biasanya akan melakukan


evaluasi terhadap apa yang dialami oleh mereka pada saat di destinasi. Proses evaluasi
tersebut biasanya dilakukan pada saat dalam perjalanan pulang atau setelah mereka
kembali ke tempat tinggalnya. Biasanya mereka akan membandingkan apa yang telah
mereka dapatkan dengan apa yang mereka harapkan sebelumnya. Jika harapan mereka
terpenuhi atau terlampaui, kemungkinan besar mereka akan puas dengan destinasi, dan
sebaliknya jika harapannya tidak terpenuhi mereka cenderung tidak puas. Perlu digaris
bawahi bahwa banyak penelitian yang memperlihatkan pengunjung yang puas mereka
akan cenderung kembali lagi dan sebaliknya pengunjung yang tidak puas biasanya tidak
mau untuk datang kembali.

g. Mengingat dan Berbagi

Berdasarkan banyak blog perjalanan dan foto liburan yang diposkan di jejaring media
sosial, terlihat bahwa banyak orang yang suka mengingat dan berbagi pengalaman
perjalanan mereka di destinasi. Untuk itu, pengelola destinasi para pemangku
kepentingan harus melakukan semua yang mereka bisa untuk mendorong pengunjung
dalam mengenang dan memberi tahu orang lain tentang pengalaman perjalanan mereka.
Salah satunya adalah dengan menyediakan komunitas online di website atau di jejaring
sosial agar tercipta banyak testimoni yang dapat mempengaruhi orang lain untuk datang
ke destinasi, tetapi dengan syarat destinasi harus dapat memuaskan mereka, karena kalau
tidak dapat memuaskan, maka malah testimoni negatif yang akan didapat.

5. Visitor Path
Selain proses pembelian perjalanan yang diungkapkan oleh Morrison di atas,
pendekatan lain di sampaikan oleh Kotler, dengan konsep customer path. Konsep
tersebut menjelaskan bahwa pelanggan memiliki lima tahapan dalam perilaku
membelinya. Tahapan tersebut disebut sebagai 5 A's yaitu Aware, Appeal, Ask, Act
dan Advocate. Ke-lima tahapan tersebut merepresentasikan perilaku pelanggan
sebelum, pada saat dan setelah membeli, pada era digital saat ini.

18
Konsep 5 A's tersebut saya coba adaptasi dan saya sesuaikan dengan karakteristik
pemasaran destinasi pariwisata seperti dalam bagan 4.6 yang saya sebut Visitor Path.
Dalam tahap aware, calon pengunjung dapat secara pasif terekspos oleh daftar
panjang mengenai destinasi dari pengalaman masa lalu, komunikasi pemasaran,
dan/atau rekomendasi dari pihak lain. Tahapan ini merupakan pintu gerbang dalam
seluruh visitor path. Calon pengunjung yang memiliki pengalaman sebelumnya
dengan suatu destinasi tertentu kemungkinan akan dapat mengingat dan mengenali
destinasi tersebut. Sementara itu komunikasi pemasaran yang dikampanyekan oleh
pemasar destinasi dan atau informasi dari mulut ke mulut dari pengunjung lain juga
merupakan sumber utama calon pengunjung mengetahui atau sadar terhadap suatu
destinasi tertentu.
Setelah calon pengunjung sadar atau tahu akan daftar destinasi dalam benaknya,
mereka cenderung akan tertarik dengan destinasi pariwisata yang menurut mereka
sesuai dengan kriteria mereka (appeal). Setiap calon pengunjung memiliki kriteria
masing-masing yang dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun internal.
Setelah calon pengunjung memiliki ketertarikan akan suatu destinasi tertentu (bisa
satu atau lebih), mereka cenderung akan mencari informasi mengenai destinasi yang
memberikan ketertarikan bagi mereka. Tahap ini disebut sebagai tahap ask (bertanya).
Mereka akan mencari informasi sesuai dengan kebiasaan mereka.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

19
Public relation atau hubungan kemasyarakatan/humas adalah proses interaksi antara
organisasi dengan masyarakat dalam menciptakan opini publik, memberikan persepsi,
menanamkan pengertian, menumbuhkan motivasi, dan menciptakan partisipasi publik. Yang
bertujuan untuk saling menguntungkan, menanamkan keinginan yang baik, sehingga muncul
citra yang baik dari publik terhadap perusahaan.

Dalam parawisata juga sangat membutuhkan peran Public Relations dimana Peran
seorang Humas khususnya dalam bidang pariwisata adalah untuk dapat meyakinkan orang agar
mau datang ke sebuah negara dalam kondisi apapun. Artinya dalam dunia publik relations
diajarkan untuk tidak melihat sesuatu dari masalah yang ada tapi harus dapat melihat dari sisi
lainnya.

Tourism Behavior atau perilaku wisatawan ialah suatu hal yang mempelajari bagaimana
individu, kelompok maupun organisasi, memilih, membeli, dan memakai suatu produk dalam
rangka memuaskan kebutuhan wisatawan.

B. Saran

Dengan membaca materi mengenai Public Destination & Tourism Behavior ini diharapkan
agar kita mampu mempelajarinya dengan baik, sehingga ketika nanti diskusi diharapkan agar
kita mampu aktif didalamnya baik dalam memberikan pertanyaan maupun memberikan jawaban
diluar itu hal yang paling penting ialah kita mampu menguasai dan memahami materi ini.

DAFTAR PUSTAKA

https://pemasaranpariwisata.com/2017/12/01/perilaku-pengunjung-destinasi-pariwisata/

file:///C:/Users/OBS/Downloads/Damianus%20Bram%20Dwi%20A.pdf

https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/59-Full_Text.pdf

20
http://eprints.ums.ac.id/27366/3/04._BAB_I.pdf

Hidayah, nurdin. 2019. Pemasaran Destinasi Pariwisata. Palembang : Alfabeta

21

Anda mungkin juga menyukai