1
sedikit lebih lambat dibanding periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar 9,70% dibanding
10,06%. Dari realisasi belanja dan pendapatan tersebut, defisit anggaran pada bulan Februari
2020 sebesar Rp62,80 triliun atau 20,44% dari target APBN. Defisit anggaran tersebut lebih
besar dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019, yaitu sebesar Rp 54,03 triliun,
atau 18,25%.
Sampai dengan akhir bulan Februari 2020, defisit APBN berada pada kisaran 0,36%
dari PDB. Angka tersebut lebih besar 0,02% dibandingkan defisit APBN terhadap PDB pada
periode yang sama tahun 2019. Defisit APBN tahun 2020 diupayakan untuk tetap berada
pada kisaran 1,76% PDB dan diarahkan untuk semakin sehat, adaptif, dan ekspansif dengan
tetap menjaga pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan.
2
Realisasi Pembiayaan sampai dengan akhir Februari 2020 mencapai Rp112,9
triliun atau 36,76% dari target pembiayaan yang ditetapkan dalam APBN 2020. Nilai
tersebut jauh lebih kecil daripada realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya
(Februari 2019) sebesar Rp198,33 triliun atau 67,01%. Nilai tersebut berasal dari realisasi
pembiayaan utang, pembiayaan investasi, pemberian pinjaman, kewajiban penjaminan, dan
pembiayaan lainnya sampai dengan akhir Februari 2020. Data realisasi pembiayaan anggaran
sampai dengan akhir Februari 2020 (ytd) ditampilkan pada Tabel 5.2.
ii. Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman LN (87.115,2) (5.831,8) 6,69 (6.401,7) 7,08
II. Pembiayaan Investasi (74.229,9) (3.000,0) 4,04 (2.000,0) 2,64
1. Investasi Kepada BUMN (17.730,8) 0,0 0,00 0,0 0,00
2. Investasi Kepada Lembaga/Badan Lainnya (5.000,0) 0,0 0,00 0,0 0,00
3. Investasi Kepada BLU (52.514,6) (3.000,0) 5,71 (2.000,0) 3,76
4. Investasi kepadaOrganisasi/
(999,1) 0,0 0,00 0,0 0,00
LK. Internasional/BU Internasional
5. Penerimaan Kembali Investasi 2.014,6 0,0 0,00 0,0 0,00
III. Pemberian Pinjaman 5.193,0 743,1 14,31 864,0 (36,76)
IV. Kewajiban Penjaminan (590,6) (421,1) 71,30 0,0 0,00
V. Pembiayaan Lainnya 25.000,0 32,3 0,13 1,7 0,01
Sumber: i-account, 11 Maret 2020
Realisasi pembiayaan utang sampai dengan akhir bulan Februari 2020 tercatat sebesar
Rp115,5 triliun atau 32,8% dari target APBN 2020, atau terdapat penurunan dari tahun 2019
sebesar 55,5% (yoy). Komponen pembiayaan utang terdiri dari Surat Berharga Negara (neto)
dan pinjaman (neto), dimana komponen terbesar pembiayaan APBN 2020 adalah Surat
Berharga Negara (neto). Nilai neto dari kedua subkomponen pembiayaan utang tersebut
3
berasal dari penerimaan pembiayaan dikurangi dengan pengeluaran pembiayaan untuk
pembayaran/pelunasannya.
Dari tabel 5.2 di atas, diperoleh informasi bahwa realisasi Surat Berharga Negara (neto)
hingga akhir bulan Februari 2020 membukukan nilai positif dan realisasi pinjaman (neto)
untuk periode yang sama juga membukukan nilai positif. Nilai realisasi pinjaman pada akhir
bulan Februari 2020 berasal dari realisasi Penarikan Pinjaman Luar Negeri (Bruto) dan
realisasi Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Luar Negeri yang akan diuraikan pada bagian
selanjutnya.
Target kebutuhan penerbitan SBN tahun 2020 bruto sebesar Rp735,5 triliun dengan
target defisit 1,76% terhadap PDB. Sepanjang tahun 2020, target kebutuhan penerbitan SBN
bruto akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi perekonomian. Pada bulan Februari
2020 realisasi penerbitan SBN sebesar Rp154,27 triliun atau 20,97% dari target kebutuhan
penerbitan SBN bruto.
Tabel 5.3 menyajikan data target dan realisasi penerbitan SBN sampai dengan akhir
Februari 2020.
Tabel 5.3 Target dan Realisasi Penerbitan SBN Bulan Februari 2020
Miliar Rupiah
TARGET APBN
REALISASI s.d.
PENERBITAN SBN 2020 % REALISASI
FEBRUARI 2020
(Defisit: 1,76%)
SBN Jatuh Tempo 2020 346.195,2 41.862,6 12,09%
- SBN Jatuh Tempo 301.195,2 41.562,5 13,80%
- SBN Cash Management 45.000,0 - 0,00%
- Pembayaran Imbalan dibayar di muka SBSN - 301,1 -
SBN Neto 389.322,05 113.852,7 29,24%
Kebutuhan Penerbitan SBN 2020 + Accrued 735.517,2 155.715,2 21,17%
Accrued 1.444,1
Kebutuhan Penerbitan 735.517,2 154.271,1 20,97%
SUN 543.717,2 124.271,1 22,86%
SUN Rupiah 457.317,2 81.755,2 17,88%
- ON 360.317,2 67.500,0 18,73%
- SPN 72.000,0 12.000,0 16,67%
- Private Placement - - -
- SUN Ritel 25.000,0 2.255,2 9,02%
SUN Valas 86.400,0 42.515,8 49,21%
SBSN 191.800,0 30.000,0 15,64%
SBSN Rupiah 163.000,0 30.000,0 18,40%
- PBS 102.000,0 25.000,0 24,51%
- SPN-S 36.000,0 5.000,0 13,89%
- SBSN Ritel 25.000,0 - -
- Private Placement (valas & IDR) - - -
SBSN Valas 28.800,0 - -
Sumber: i-account, 11 Maret 2020 dan DJPPR
4
Realisasi penjualan SUN hingga akhir Februari 2020 mencapai Rp124,27 triliun.
Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari hasil penjualan SUN domestik dan SUN dalam
denominasi valuta asing. Total nilai SUN domestik hingga akhir Februari 2020 mencapai
nilai Rp81,76 triliun atau 17,88% dari target penerbitan SUN domestik sampai dengan akhir
tahun 2020. Nilai tersebut berasal dari penerbitan Obligasi Negara (ON) sebesar Rp67,5
triliun dan penerbitan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) sebesar Rp12 triliun, serta
penjualan SUN Ritel sebesar Rp2.255,2 miliar. Sementara total nilai SUN valas untuk
periode yang sama adalah sebesar Rp42,5 triliun, atau 49,21% dari target kebutuhan
penerbitan SUN valas selama tahun 2020. Nilai tersebut berasal dari penjualan SUN dual-
currency yang dilaksanakan Pemerintah pada bulan Januari lalu.
Di sisi lain, realisasi penjualan SBSN hingga akhir Februari 2020 membukukan nilai
sebesar Rp30,0 triliun atau 15,6% dari rencana penjualan tahun 2020. Jumlah tersebut
sebagian besar berasal dari penerbitan Project Based Sukuk (PBS), dengan nilai realisasi
tercatat sebesar Rp25,0 triliun. Project Based Sukuk merupakan SBSN yang telah di-earmark
untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur. Selain itu, terdapat nilai yang berasal dari
SPN-S sebesar Rp5,0 triliun. Grafik 5.1 menampilkan perbandingan target dan realisasi
penerbitan SBN per jenis kategori.
Grafik 5.1 Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara s.d. 29 Februari 2020
800,000 735,517
700,000
581,247
600,000
Triliun Rp.
500,000 457,317
400,000 375,562
300,000
Sumber: DJPPR
Strategi penerbitan SBN yang dilakukan Pemerintah pada tahun 2020 salah satunya
adalah mengutamakan SBN yang bersumber dari dalam negeri, selain melaksanakan
penerbitan SBN valuta asing (valas). Penerbitan SBN yang bersumber dari dalam negeri
dilakukan untuk mendorong pengembangan pasar keuangan domestik, agar pasar SBN
domestik dapat lebih dalam, aktif, dan likuid. Sementara itu, penerbitan SBN valas bertujuan
untuk menghindari crowding out effect, diversifikasi portofolio utang, menjaga kehadiran
Pemerintah di pasar global, dan untuk menyediakan benchmark/acuan bagi non-pemerintah.
Selama bulan Februari 2020, Pemerintah melaksanakan lelang SUN dan lelang SBSN
masing-masing sebanyak dua kali. Hasil lelang SUN selama bulan Februari 2020
membukukan nilai sebesar Rp39,5 triliun, sedangkan lelang SBSN pada periode yang sama
menghasilkan Rp15,0 triliun. Selain itu, pada bulan Februari 2020 Pemerintah menerbitkan
SBN ritel pertama di tahun 2020, yakni SBR009. Hasil penjualan SBR009 tercatat sebesar
Rp2.255,2 miliar. Tabel 5.4 menyajikan data realisasi penerbitan SBN untuk periode Januari
5
sampai dengan Februari 2020 dan data proyeksi penerbitan SBN bulan Maret sampai
Desember 2020.
Tabel 5.4 Data Realisasi dan Proyeksi Penerbitan SBN per bulan s.d Desember 2020
Miliar Rupiah
Realisasi Realisasi Proyeksi Proyeksi Proyeksi Proyeksi
Uraian Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Total Total Total Total Total Total
A. Penerbitan SBN 97.515 56.755 89.250 56.000 25.000 40.000
Total SUN 82.515 41.755 34.500 46.000 15.000 30.000
Total SBSN 15.000 15.000 54.750 10.000 10.000 10.000
B.Pelunasan/ Pembelian Kembali (24.010) (17.489) (90.664) (12.794) (16.461) (16.195)
Sampai dengan akhir bulan Februari 2020 belum ada realisasi Pinjaman Dalam Negeri
bruto maupun pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam negeri, sehingga realisasi pinjaman
dalam negeri masih nol. Hal ini juga terjadi pada periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Pada bulan Februari 2020, realisasi pembiayaan yang berasal dari Pinjaman Luar
Negeri neto adalah sebesar Rp1,7 triliun atau sebesar negatif 4,41% dari target APBN
2020. Nilai tersebut berasal dari realisasi pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri
sebesar Rp5,83 triliun dan realisasi penarikan pinjaman luar negeri (bruto) pada bulan
Februari yang mulai terdapat realisasi sebesar Rp7,56 triliun. Dari realisasi sebesar Rp7,56
triliun tersebut, sebesar Rp7,49 triliun diperoleh Pemerintah dari penarikan pinjaman
program (pinjaman tunai), dan Rp62,93 miliar diperoleh dari penarikan pinjaman proyek.
Pengeluaran pembiayaan luar negeri pada Februari 2020 terdiri dari pengeluaran pembiayaan
cicilan pokok utang luar negeri untuk pinjaman proyek sebesar Rp5,07 triliun dan
pengeluaran pembiayaan cicilan pokok utang luar negeri untuk pinjaman program sebesar
Rp756,5 miliar.
Untuk penarikan pinjaman program sampai dengan akhir Februari 2020, telah
direalisasikan pinjaman program dari KfW untuk FPEMP – Sub Program 3 sebesar EUR500
juta. Sedangkan pinjaman program dari AFD senilai EUR100 juta masih menunggu loan
efektif dari lender dan pinjaman program DREAM dari JICA telah ditandatangani pada
tanggal 18 Februari 2020 dan masih menunggu proses pengesahan Legal Opinion sebagai
syarat efektivitas pinjaman tersebut.
Loan - Pipeline
1 Financial Sector Reform DPL World Bank Reguler USD 300.000.000
2 SIEP – Sub Program 3 ADB Reguler USD 300.000.000
3 CIMTAP – Sub Program 1 KfW Reguler EUR 250.000.000
USD 600.000.000
Total
EUR 250.000.000
Sumber: DJPPR
7
3.2 Pembiayaan Investasi
Nilai pembiayaan investasi yang ditetapkan dalam APBN 2020 adalah sebesar
Rp74,23 triliun. Pembiayaan investasi terdiri dari (i) investasi kepada BUMN; (ii) investasi
kepada lembaga/badan lainnya; (iii) investasi kepada BLU; (iv) investasi kepada
organisasi/lembaga keuangan internasional (LKI)/badan usaha internasional (BUI); dan (v)
penerimaan kembali investasi.
Secara garis besar, terdapat dua agenda yang ingin dicapai Pemerintah melalui
pembiayaan investasi. Investasi dalam Dana Abadi Pendidikan, penelitian, kebudayaan, dan
perguruan tinggi dilaksanakan dalam rangka peningkatan daya saing bangsa. Hasil investasi
dana abadi akan dimanfaatkan untuk peningkatan akses masyarakat terhadap jenjang
pendidikan tinggi, peningkatan kualitas penelitian pada sektor yang memiliki multiplier
effect besar, peningkatan kapasitas lembaga kebudayaan, dan peningkatan kualitas perguruan
tinggi. Sementara penyertaan modal negara (PMN) kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia (LPEI) bertujuan untuk mendorong program ekspor nasional.
8
5. PENERIMAAN KEMBALI INVESTASI 2,01 - -
Sumber: i-account, run data 11 Maret 2020 (data diolah)
Belum ada realisasi investasi kepada BUMN sampai bulan Februari 2020. Pembiayaan
investasi kepada BUMN pada tahun 2020 direncanakan untuk disalurkan mulai bulan Maret
2020.
Realisasi pengeluaran Pemerintah dalam rangka investasi kepada BLU pada bulan
Februari 2020 mulai disalurkan. Investasi kepada BLU yang mulai disalurkan pada adalah
pembiayaan investasi kepada Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP)
sebesar Rp3,0 triliun.
3.2.4 Investasi Kepada Organisasi/Lembaga Keuangan
Internasional/Badan Usaha Internasional
Alokasi pembiayaan investasi kepada Lembaga Keuangan Internasional ditetapkan
sebesar Rp999 miliar dalam APBN 2020 Investasi diberikan dalam bentuk PMN kepada
delapan badan internasional yaitu IDB, ICD, IFAD, IDA, IFC, IBRD, CGIF dan ICIEC. Nilai
PMN kepada masing-masing lembaga tersebut adalah sebagai berikut: untuk IDB sebesar
Rp84 miliar, untuk ICD, IFAD, dan CGIF masing-masing sebesar Rp43 miliar, untuk IDA
sebesar Rp217 miliar, untuk IFC sebesar Rp328 miliar, untuk IBRD sebesar Rp 238 miliar,
dan untuk ICIEC sebesar Rp2 miliar.
9
Selama bulan Januari 2020 belum ada realisasi investasi kepada Organisasi/Lembaga
Keuangan Internasional/Badan Usaha Internasional. Investasi akan mulai diberikan pada
bulan Juni 2020.
Pada bulan Februari 2020 realisasi pemberian pinjaman kepada BUMN/Pemda (Bruto)
sebesar Rp743,1 miliar. Nilai tersebut diperoleh dari penerimaan cicilan pengembalian
penerusan pinjaman dalam negeri dan luar negeri baik kepada BUMN/BUMD dan non
pemerintah.
Skema penjaminan akan dilakukan dalam dua cara yaitu penjaminan kredit dan
penjaminan investasi dengan proyek yang diberikan jaminan misalnya Proyek LRT
Jabodetabek, proyek jalan tol Trans Sumatera, dan proyek penyediaan air minum. Pada bulan
Februari 2020 realisasi kewajiban penjaminan sebesar Rp421,1 miliar dari pagu sebesar
Rp590,6 miliar. Alokasi penjaminan tersebut dipergunakan khusus untuk proyek LRT
Jabodetabek sebagai bentuk dukungan pemerintah untuk percepatan proyek infrastruktur dan
akan meningkatkan kepercayaan investor.
Realisasi Pembiayaan Lainnya pada bulan Februari 2020 sebesar Rp32,2 miliar dimana
nilai tersebut hanya 0,1% dari keseluruhan pagu yang dianggarkan sepanjang tahun 2020.
Realisasi tersebut merupakan bagian dari penerimaan hasil pengelolaan aset eks BPPN
10
sebesar Rp3,7 miliar dan penerimaan hasil pengelolaan aset untuk program restrukturisasi
dari BBO/BBKU/piutang Bank Dalam Likuidasi sebesar Rp28,5 miliar.
11
Kotak 5.1 Rekening Khusus Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Pada Bank Umum
Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor (PMK) 195/PMK.05/2019 tentang Tata Cara
Penarikan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri sebagai pengganti PMK Nomor 84/PMK.05/2015
menjadi landasan bagi Pemerintah untuk melakukan pengelolaan dana Pinjaman dan Hibah Luar
Negeri (PHLN) pada Rekening Khusus (Reksus) Bank Umum atas Pinjaman Program yang
penarikannya dilakukan menggunakan mekanisme Pinjaman Proyek/Kegiatan. Ada beberapa kriteria
dari PHLN yang dananya dapat dikelola pada Reksus Bank Umum antara lain: (i) penarikan PHLN
berdasarkan capaian DLI, (ii) perjanjian PHLN tidak mensyaratkan refund kepada lender, (iii) dan tidak
mensyaratkan pembukaan reksus di Bank Indonesia (BI). Saat ini, terdapat dua Pinjaman Luar Negeri
(PLN) yang memenuhi kriteria ini yaitu Pinjaman Indonesian Supporting Primary Health Care Reform (I-
SPHERE) dari World Bank senilai USD150.000.000 dan Pinjaman Integrated Participatory Development
& Management of Irrigation Program (IPDMIP) dari Asian Development Bank senilai USD600.000.000.
Penarikan dan pencairan dana dari PHLN tersebut menggunakan mekanisme Reksus pada Bank
Indonesia (BI).
Berdasarkan data sampai dengan tahun 2019, Pemerintah telah mengeluarkan dana untuk
pembayaran biaya atas penarikan Pinjaman I-SPHERE (USD 37,5 Juta) dan IPDMIP (USD 68 Juta)
dengan nilai sebesar ekuivalen Rp 24,2 Milyar dan Rp 42,5 Milyar. Jika dihitung cost of fund atas
Pinjaman tersebut dengan cara membandingkan antara biaya yang dikeluarkan dengan total
penarikan sampai dengan tahun 2019, maka rata-rata cost of fund Pinjaman adalah 4,8% untuk I-
SPHERE dan 3,1% untuk IPDMIP. Sedangkan remunerasi yang diperoleh dari dana pada Reksus dalam
valas USD pada BI adalah sebesar 60% dari Fed Fun Rate (FFR) dengan nilai rata-rata sebesar 1,5%.
Berkenaan dengan hal tersebut, Pemerintah perlu melakukan pengelolaan Reksus PHLN pada
Bank Umum, dengan harapan dapat meningkatkan optimalisasi kas PHLN melalui remunerasi yang
diperoleh melalui Bank Umum dan dapat mengurangi cost of fund. Sebagai ilustrasi, simulasi
optimalisasi kas PHLN pada Bank Umum untuk Pinjaman i-SPHERE dapat dilihat pada tabel 5.7 dan
tabel 5.8 berikut.
Tabel 5.7 Proyeksi Remunerasi Pengelolaan Pada Bank Umum i-SPHERE Tahun 2020
Bank Indonesia* Bank Umum**
Dari hasil simulasi di atas, dapat disimpulkan bahwa proyeksi nilai remunerasi dari pengelolaan
Reksus pada Bank Umum (Rp 25,47 Milyar) akan memberikan nilai remunerasi yang relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan proyeksi nilai remunerasi pengelolaan Reksus pada Bank Indonesia (Rp 7,72
Milyar). Selain itu, jika dibandingkan dengan estimasi total biaya yang menjadi beban Pemerintah di
tahun 2020 sebesar Rp 28,1 Milyar, proyeksi remunerasi dari pengelolaan pada Bank Umum akan
mampu mengurangi estimasi biaya pinjaman yang harus dibayarkan di tahun 2020 sehingga
Pemerintah hanya perlu untuk mengeluarkan dana sebesar Rp 2,63 Milyar untuk pembayaran biaya
Pinjaman
12 tersebut.
13