1
persentase realisasi pada bulan Februari 2020 sedikit lebih lambat dibanding periode yang
sama tahun lalu, yaitu sebesar 9,89% di tahun 2020 dan 10,06% pada tahun 2019. Hal ini
Dari realisasi belanja dan pendapatan tersebut, defisit anggaran pada bulan Februari
2020 sebesar Rp58,59 triliun atau 19,07% dari target APBN. Defisit anggaran tersebut lebih
besar dari defisit pada periode yang sama tahun yang lalu sebesar Rp54,03 triliun, dan secara
persentase juga lebih besar dibandingkan bulan Februari tahun 2019 yang mencatatkan
persentase sebesar 18,25%.
Defisit APBN tahun 2020 akan ditahan pada kisaran 1,76% terhadap PDB dan dijaga
untuk semakin sehat dan adaptif dengan tetap menjaga pengelolaan fiskal yang sehat dan
berkelanjutan. Defisit keseimbangan primer diupayakan untuk bergerak ke arah positif
melalui penerimaan perpajakan yang lebih optimal dan relistis. Dari sisi belanja Negara,
pemerintah menerapkan skala prioritas melalui penyelenggaraan program yang produktif,
sehingga pembiayaan anggaran diharapkan yang terukur dan terarah untuk mendukung
peningkatan daya saing masyarakat.
2
sebesar Rp198,36 triliun atau 67,01%. Nilai tersebut berasal dari realisasi pembiayaan utang,
pembiayaan investasi, pemberian pinjaman, kewajiban penjaminan, dan realisasi pembiayaan
lainnya sampai dengan akhir Februari 2020. Data realisasi pembiayaan anggaran sampai
dengan akhir Februari 2020 (ytd) ditampilkan pada Tabel 5.2.
ii. Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman LN (87.115,2) (5.831,8) 6,69 (6.401,7) 7,08
II. Pembiayaan Investasi (74.229,9) (3.000,0) 4,04 (2.000,0) 2,64
1. Investasi Kepada BUMN (17.730,8) 0,0 0,00 0,0 0,00
2. Investasi Kepada Lembaga/Badan Lainnya (5.000,0) 0,0 0,00 0,0 0,00
3. Investasi Kepada BLU (52.514,6) (3.000,0) 5,71 (2.000,0) 3,76
4. Investasi kepadaOrganisasi/
(999,1) 0,0 0,00 0,0 0,00
LK. Internasional/BU Internasional
5. Penerimaan Kembali Investasi 2.014,6 0,0 0,00 0,0 0,00
III. Pemberian Pinjaman 5.193,0 742,5 14,30 864,0 (36,76)
IV. Kewajiban Penjaminan (590,6) (421,1) 71,30 0,0 0,00
V. Pembiayaan Lainnya 25.000,0 32,3 0,13 1,7 0,01
Sumber: i-account, 5 Maret 2020
Realisasi pembiayaan utang sampai dengan akhir bulan Februari 2020 tercatat sebesar
Rp115,56 triliun atau 32,84% dari target APBN 2020, atau terdapat penurunan dari tahun
2019 sebesar 55,62% (yoy). Komponen pembiayaan utang terdiri dari Surat Berharga Negara
(neto) dan pinjaman (neto), dimana komponen terbesar pembiayaan APBN 2020 adalah Surat
Berharga Negara (neto). Nilai neto dari kedua subkomponen pembiayaan utang tersebut
berasal dari penerimaan pembiayaan dikurangi dengan pengeluaran pembiayaan untuk
pembayaran/pelunasannya.
Dari tabel 5.2 di atas, diperoleh informasi bahwa realisasi Surat Berharga Negara (neto)
hingga akhir bulan Februari 2020 membukukan nilai positif dan realisasi pinjaman (neto)
3
untuk periode yang sama juga membukukan nilai positif. Realisasi pinjaman diperoleh dari
komponen Pinjaman Luar Negeri (Neto) dan Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Luar
Negeri yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
Target kebutuhan penerbitan SBN tahun 2020 (bruto) sebesar Rp735,52 triliun dengan
target defisit 1,76%. Sepanjang tahun 2020, target kebutuhan penerbitan SBN (bruto) akan
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi perekonomian. Pada bulan Februari 2020 realisasi
penerbitan SBN sebesar Rp154,27 triliun atau 20,97% dari target kebutuhan penerbitan SBN
(bruto).
Tabel 5.3 menyajikan data target dan realisasi penerbitan SBN sampai dengan akhir
Februari 2020.
Tabel 5.3 Target dan Realisasi Penerbitan SBN Bulan Februari 2020
Miliar Rupiah
TARGET APBN
REALISASI s.d.
PENERBITAN SBN 2020 % REALISASI
FEBRUARI 2020
(Defisit: 1,76%)
SBN Jatuh Tempo 2020 346.195,2 41.862,6 12,09%
- SBN Jatuh Tempo 301.195,2 41.562,5 13,80%
- SBN Cash Management 45.000,0 - 0,00%
- Pembayaran Imbalan dibayar di muka SBSN - 301,1 -
SBN Neto 389.322,05 113.852,7 29,24%
Kebutuhan Penerbitan SBN 2020 + Accrued 735.517,2 155.715,2 21,17%
Accrued 1.444,1
Kebutuhan Penerbitan 735.517,2 154.271,1 20,97%
SUN 543.717,2 124.271,1 22,86%
SUN Rupiah 457.317,2 81.755,2 17,88%
- ON 360.317,2 67.500,0 18,73%
- SPN 72.000,0 12.000,0 16,67%
- Private Placement - - -
- SUN Ritel 25.000,0 2.255,2 9,02%
SUN Valas 86.400,0 42.515,8 49,21%
SBSN 191.800,0 30.000,0 15,64%
SBSN Rupiah 163.000,0 30.000,0 18,40%
- PBS 102.000,0 25.000,0 24,51%
- SPN-S 36.000,0 5.000,0 13,89%
- SBSN Ritel 25.000,0 - -
- Private Placement (valas & IDR) - - -
SBSN Valas 28.800,0 - -
Sumber: i-account, 5 Maret 2020 dan DJPPR
Realisasi penjualan SUN pada Februari 2020 mencapai Rp124,27 triliun. Jumlah
tersebut merupakan akumulasi dari hasil penjualan SUN domestik dan SUN valas. SUN
domestik terdiri dari Obligasi Negara (ON), Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan SUN
ritel. Total nilai SUN domestik hingga akhir Februari 2020 mencapai nilai Rp81,75 triliun
atau 17,88% dari target penerbitan SUN domestik sampai dengan akhir tahun 2020.
4
Sementara hasil penjualan SUN valas untuk periode yang sama adalah sebesar Rp42,52
triliun, atau 49,21% dari target kebutuhan penerbitan SUN valas selama tahun 2020.
Di sisi lain, realisasi penjualan SBSN periode Februari 2020 membukukan nilai sebesar
Rp30,0 triliun atau 15,64% dari rencana penjualan tahun 2020. Jumlah tersebut sebagian
besar berasal dari penerbitan Project Based Sukuk, dengan nilai realisasi tercatat sebesar
Rp25,0 triliun. Project Based Sukuk merupakan SBSN yang telah di-earmark untuk
pembiayaan pembangunan infrastruktur. Selain itu, terdapat nilai yang berasal dari SPN-S
sebesar Rp5,0 triliun. Grafik 5.1 menampilkan perbandingan target dan realisasi penerbitan
SBN per jenis kategori.
Strategi penerbitan SBN yang dilakukan Pemerintah pada tahun 2020 salah satunya
adalah mengutamakan SBN yang bersumber dari dalam negeri, selain melaksanakan
penerbitan SBN valuta asing (valas). Penerbitan SBN yang bersumber dari dalam negeri
dilakukan untuk mendorong pengembangan pasar keuangan domestik, agar pasar SBN
domestik dapat lebih dalam, aktif, dan likuid. Sementara itu, penerbitan SBN valas bertujuan
untuk menghindari crowding out effect, diversifikasi portofolio utang, menjaga kehadiran
Pemerintah di pasar global, dan untuk menyediakan benchmark/acuan bagi non-pemerintah.
Grafik 5.1 Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara s.d. 29 Februari 2020
800,000 735,517
700,000
581,247
600,000
Triliun Rp.
500,000 457,317
400,000 375,562
300,000
Sumber: DJPPR
Tabel 5.4 menyajikan data realisasi penerbitan SBN untuk periode Januari sampai
dengan Februari 2020 dan data proyeksi penerbitan SBN bulan Maret sampai Desember
2020.
Tabel 5.4 Data Realisasi dan Proyeksi Penerbitan SBN per bulan s.d Desember 2020
Miliar Rupiah
Realisasi Realisasi Proyeksi Proyeksi Proyeksi Proyeksi
Uraian Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Total Total Total Total Total Total
A. Penerbitan SBN 97.515 56.755 89.250 56.000 25.000 40.000
Total SUN 82.515 41.755 34.500 46.000 15.000 30.000
Total SBSN 15.000 15.000 54.750 10.000 10.000 10.000
B.Pelunasan/ Pembelian Kembali (24.010) (17.489) (90.664) (12.794) (16.461) (16.195)
5
Total Total Total Total Total Total
A. Penerbitan SBN 105.400 76.000 99.800 94.500 75.000 27.755
Seperti halnya bulan Februari 2019, sampai dengan bulan Februari 2020 belum ada
realisasi penarikan pinjaman dalam negeri (bruto) maupun pembayaran cicilan pokok
pinjaman dalam negeri, sehingga realisasi pinjaman dalam negeri masih nol.
Pada bulan Februari 2020, realisasi pembiayaan yang berasal dari pinjaman luar negeri
(neto) adalah sebesar Rp1,7 triliun atau sebesar negatif 4,41% dari target APBN 2020. Nilai
tersebut berasal dari realisasi pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri sebesar Rp5,83
triliun dan realisasi penarikan pinjaman luar negeri (bruto) pada bulan Februari yang mulai
terdapat realisasi sebesar Rp7,54 triliun. Dari realisasi sebesar Rp7,54 triliun tersebut, sebesar
Rp7,49 triliun diperoleh Pemerintah dari penarikan pinjaman program (pinjaman tunai), dan
Rp46,66 miliar diperoleh dari penarikan pinjaman proyek.
6
sebesar USD1.566,4 juta dan EUR850 juta seperti ditunjukkan dalam Tabel 5.5. Dari potensi
tersebut, target penarikan pinjaman tunai yang ditetapkan pada APBN 2020 sebesar total
USD 966,4 juta dan EUR 600 juta.
Untuk penarikan pinjaman program sampai dengan akhir Februari 2020, telah
direalisasikan pinjaman program dari KfW untuk FPEMP – Sub Program 3 sebesar EUR500
juta. Sedangkan pinjaman program dari AFD senilai EUR100 juta masih menunggu loan
efektif dari lender dan pinjaman program DREAM dari JICA telah ditandatangani pada
tanggal 18 Februari 2020 dan masih menunggu proses pengesahan Legal Opinion sebagai
syarat efektivitas pinjaman tersebut.
Loan - Pipeline
1 Financial Sector Reform DPL World Bank Reguler USD 300.000.000
2 SIEP – Sub Program 3 ADB Reguler USD 300.000.000
3 CIMTAP – Sub Program 1 KfW Reguler EUR 250.000.000
USD 600.000.000
Total
EUR 250.000.000
Sumber: DJPPR
Secara garis besar, terdapat dua agenda yang ingin dicapai Pemerintah melalui
pembiayaan investasi. Investasi dalam Dana Abadi Pendidikan, penelitian, kebudayaan, dan
perguruan tinggi dilaksanakan dalam rangka peningkatan daya saing bangsa. Hasil investasi
dana abadi akan dimanfaatkan untuk peningkatan akses masyarakat terhadap jenjang
pendidikan tinggi, peningkatan kualitas penelitian pada sektor yang memiliki multiplier
effect besar, peningkatan kapasitas lembaga kebudayaan, dan peningkatan kualitas perguruan
tinggi. Sementara penyertaan modal negara (PMN) kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia (LPEI) bertujuan untuk mendorong program ekspor nasional.
7
Tabel 5.6 Realisasi Pengeluaran Pembiayaan Investasi s.d Februari 2020
Triliun Rupiah
8
Belum ada realisasi investasi kepada BUMN sampai bulan Februari 2020. Pembiayaan
investasi kepada BUMN pada tahun 2020 direncanakan untuk disalurkan mulai bulan Maret
2020.
Realisasi pengeluaran Pemerintah dalam rangka investasi kepada BLU pada bulan
Februari 2020 mulai disalurkan. Investasi kepada BLU yang mulai disalurkan pada bulan
Februari 2020 adalah pembiayaan investasi kepada Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan
Perumahan (PPDPP) sebesar Rp3,0 triliun.
Selama bulan Februari 2020 belum ada realisasi investasi kepada Organisasi/Lembaga
Keuangan Internasional/Badan Usaha Internasional. Investasi akan mulai diberikan pada
bulan Juni 2020.
9
Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp5,1 triliun dalam APBN 2020 untuk
pemberian pinjaman. Jumlah tersebut berasal dari pemberian pinjaman kepada
BUMN/Pemda (Bruto) yang disalurkan melalui Rekening Dana Investasi (RDI)/Rekening
Pembangunan Daerah (RPD). Tahun ini, Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar
Rp4,1 triliun untuk pemberian pinjaman (bruto) dan memproyeksikan penerimaan cicilan
pengembalian pinjaman sebesar Rp9,3 triliun.
Pada bulan Februari 2020 realisasi pemberian pinjaman kepada BUMN/Pemda (Bruto)
sebesar Rp742,5 miliar. Nilai tersebut diperoleh dari penerimaan cicilan pengembalian
penerusan pinjaman dalam negeri dan luar negeri baik kepada BUMN/BUMD dan non
pemerintah.
Skema penjaminan akan dilakukan dalam dua cara yaitu penjaminan kredit dan
penjaminan investasi dengan proyek yang diberikan jaminan misalnya Proyek LRT
Jabodetabek, proyek jalan tol Trans Sumatera, dan proyek penyediaan air minum. Pada bulan
Februari 2020 realisasi kewajiban penjaminan sebesar Rp421,1 miliar dari pagu sebesar
Rp590,6 miliar. Alokasi penjaminan tersebut dipergunakan khusus untuk proyek LRT
Jabodetabek sebagai bentuk dukungan pemerintah untuk percepatan proyek infrastruktur dan
akan meningkatkan kepercayaan investot.
Realisasi Pembiayaan Lainnya pada bulan Februari 2020 sebesar Rp32,3 miliar dimana
nilai tersebut hanya 0,1% dari keseluruhan pagu yang dianggarkan sepanjang tahun 2020.
Realisasi tersebut merupakan bagian dari penerimaan hasil pengeloaan aset program
restrukturisasi dari BBO/BBKU/piutang bank dalam likuidasi.
10
Kotak 5.1 Rekening Khusus Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Pada Bank Umum
Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor (PMK) 195/PMK.05/2019 tentang Tata Cara
Penarikan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri sebagai pengganti PMK Nomor 84/PMK.05/2015
menjadi landasan bagi pemerintah untuk melakukan pengelolaan dana Pinjaman dan Hibah Luar
Negeri (PHLN) pada Rekening Khusus (Reksus) Bank Umum atas Pinjaman Program yang penarikannya
dilakukan menggunakan mekanisme Pinjaman Proyek/Kegiatan. Ada beberapa kriteria dari PHLN yang
dananya dapat dikelola pada Reksus Bank Umum antara lain: (i) penarikan PHLN berdasarkan capaian
DLI, (ii) perjanjian PHLN tidak mensyaratkan refund kepada lender, (iii) dan tidak mensyaratkan
pembukaan reksus di Bank Indonesia (BI). Saat ini, terdapat dua Pinjaman Luar Negeri (PLN) yang
memenuhi kriteria ini yaitu Pinjaman Indonesian Supporting Primary Health Care Reform (I-SPHERE)
dari World Bank senilai USD150.000.000 dan Pinjaman Integrated Participatory Development &
Management of Irrigation Program (IPDMIP) dari Asian Development Bank senilai USD600.000.000.
Penarikan dan pencairan dana dari PHLN tersebut menggunakan mekanisme Reksus pada Bank
Indonesia (BI).
Berdasarkan data sampai dengan tahun 2019, pemerintah telah menyalurkan dana untuk
pembayaran biaya-biaya atas penarikan Pinjaman I-SPHERE (USD 37,5 Juta) dan IPDMIP (USD 68 Juta)
dengan nilai sebesar ekuivalen Rp 24,2 Milyar dan Rp 42,5 Milyar. Jika dihitung cost of fund atas
Pinjaman tersebut dengan cara membandingkan antara biaya-biaya yang telah dikeluarkan dengan
total penarikan sampai dengan tahun 2019, maka rata-rata cost of fund Pinjaman adalah 4,8% untuk I-
SPHERE dan 3,1% untuk IPDMIP. Sedangkan remunerasi yang diperoleh dari dana pada Reksus dalam
valas USD pada BI adalah sebesar 60% dari Fed Fun Rate (FFR) dengan nilai rata-rata sebesar 1,5%.
Berkenaan dengan hal tersebut, pemerintah perlu melakukan pengelolaan Reksus PHLN pada
Bank Umum, dengan harapan dapat meningkatkan optimalisasi kas PHLN melalui remunerasi yang
diperoleh melalui Bank Umum dan dapat mengurangi cost of fund. Sebagai ilustrasi, simulasi
optimalisasi kas PHLN pada Bank Umum untuk Pinjaman i-SPHERE dapat dilihat pada tabel 5.x1 dan
tabel 5.x2 berikut.
Tabel 5.7 Proyeksi Remunerasi Pengelolaan Pada Bank Umum i-SPHERE Tahun 2020
Bank Indonesia* Bank Umum**
Dari hasil simulasi di atas, dapat disimpulkan bahwa proyeksi nilai remunerasi dari pengelolaan
Reksus pada Bank Umum (Rp 25,47 Miliar) akan memberikan nilai remunerasi yang relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan proyeksi nilai remunerasi pengelolaan Reksus pada Bank Indonesia (Rp 7,72
Miliar). Selain itu, jika dibandingkan dengan estimasi total biaya yang menjadi beban pemerintah di
tahun 2020 sebesar Rp 28,1 Miliar, proyeksi remunerasi dari pengelolaan pada Bank Umum akan
11 mengurangi estimasi biaya pinjaman yang harus dibayarkan di tahun 2020 sehingga
mampu
pemerintah hanya perlu untuk mengeluarkan dana sebesar Rp 2,63 Milyar untuk pembayaran biaya