MEP
(Mekanikal-Elektrikal-Plumbing)
2021
Daftar Isi
Daftar Isi i
i
2.24. Kriteria Desain Sistem Pencahayaan Darurat 2 - 49
2.25. Tabel Perhitungan Kuat Pencahayaan Ruangan 2 - 52
2.26. Kriteria Desain Sistem Proteksi Petir 2 - 58
2.27. Perhitungan Probabilitas Arus Listrik 2 - 58
2.28. Penetapan Manajemen Resiko dan Lightning Protection Zone (LPZ) 2 - 59
iii
8.10. Perhitungan Kapasitas Air Flow Pressurized Fan Tangga Kebakaran 8 - 10
8.11. Perhitungan Tekanan Statis Pressurized Fan Tangga Kebakaran 8 - 11
iv
Bab 1 :
Keterangan Umum
dan Standar Tingkat
Kebisingan Ruangan
Bab 1
Keterangan Umum dan Standar Tingkat Kebisingan Ruangan
1-1
1.4. Tabel Standar Tingkat Kebisingan Ruangan
Berikut ini adalah tabel standar tingkat kebisingan ruangan sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019.
1-2
Bab 2 :
Listrik Arus Kuat (LAK)
Bab 2
Listrik Arus Kuat (LAK)
Yang termasuk dalam lingkup perancangan sistem listrik arus kuat, antara lain sebagai berikut.
1. Sistem Distribusi Listrik Tegangan Menengah.
2. Sistem Distribusi Listrik Tegangan Rendah.
3. Sistem Penyediaan Listrik.
4. Sistem Grounding (Pembumian).
5. Perhitungan Beban Listrik Gedung.
6. Pemilihan Batas Daya Sambungan Listrik PLN.
7. Pemilihan Kapasitas Trafo.
8. Sistem Genset.
9. Perhitungan Kapasitas Genset.
10. Sistem Pencahayaan.
11. Sistem Proteksi Petir.
2-1
- Peraturan :
1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI, nomor : 02/PRT/M/2015 tanggal 18 Februari 2015,
tentang Bangunan Gedung Hijau.
2. Undang-undang Republik Indonesia, nomor 28 tahun 2002, tentang bangunan gedung.
3. Kementerian Kesehatan RI - Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Bina
Pelayanan Penunjang Medis dan Sarana Kesehatan Tahun 2014 : Pedoman-pedoman Teknis
Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Persyaratan
Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.
- Referensi :
1. Walter T. Grondzik, Alison G. Kwok, “Mechanical and Electrical Equipment for Buildings
12th Edition”, Wiley, 2014.
2. NFPA 780 : Standard for the Installation of Lightning Protection Systems
Kriteria desain sistem distribusi listrik tegangan menengah, antara lain sebagai berikut.
1. Sistem distribusi listrik tegangan menengah menggunakan panel kubikel tegangan menengah (TM)
20 KV.
2. Kubikel TM, terdiri dari :
- Kubikel incoming = LBS dan Lightning Arrester
- Kubikel outgoing = Circuit Breaker dan Power Meter
3. Kubikel TM pelanggan berlokasi di ruangan khusus. Ruangan ini terbuat menggunakan dinding
bata dilengkapi dengan pintu baja yang diberi kabel grounding untuk mengalirkan arus bocor ke
tanah. Ruangan ini harus diberi ventilasi mekanik, agar selalu ada pertukaran udara di dalamnya.
4. Jenis penghantar yang digunakan adalah kabel tanah tegangan menengah 24 KV, N2XSEBY 3 core
dan N2XSY 3 core.
2-2
2. Trafo distribusi dipasang di ruang yang sama dengan kubikel TM pelanggan, diberi pagar dengan
jarak minimal 80 cm dari setiap sisinya untuk faktor keamanan dan keselamatan petugas
maintenance.
3. Kapasitas trafo ditentukan berdasarkan perhitungan beban listrik.
4. Jenis belitan trafo (vector group) pada sisi primer disesuaikan dengan sistem distribusi listrik
tegangan menengah di daerah setempat. Sedangkan, jenis belitan trafo pada sisi sekunder adalah
”yn”, atau rangkaian star dengan titik netral.
5. Trafo langsung terkoneksi ke panel utama listrik tegangan rendah atau disebut sebagai LVMDP
(Low Voltage-Main Distribution Panel); penghantar yang digunakan adalah harus memiliki
kapasitas hantar arus sebesar 125% s/d 150% dari arus listrik maksimal dari trafo distribusi.
Kriteria desain sistem distribusi listrik tegangan rendah, antara lain sebagai berikut.
1. Sistem distribusi listrik tegangan rendah dimulai dari panel utama listrik tegangan rendah atau
disebut sebagai LVMDP (Low Voltage-Main Distribution Panel), sampai dengan beban listrik.
2-3
4. Jumlah unit LVMDP adalah 1 unit.
5. LVMDP dipasang di panel listrik, berada di level lantai dasar..
6. Kapasitas maksimum pembebanan pada LVMDP adalah sebesar 110% s/d 125% dari kapasitas
trafo distribusi.
7. Jenis penghantar yang digunakan menghubungkan panel-panel distribusi listrik adalah kabel jenis
NYY dan NYFGBY.
8. Sistem monitoring beban listrik dapat dilakukan dengan cara melihat atau mengamati power meter
digital yang terpasang pada pintu panel LVMDP.
2-4
yakni sumber listrik dari PLN. Batas daya sambungan PLN dipilih berdasarkan perhitungan
beban listrik yang aktif dalam kondisi normal.
- Sumber listrik cadangan (back-up),
yakni sumber listrik dari sistem genset. Seluruh beban listrik dalam gedung di-back-up oleh
sistem genset.
- Sumber listrik darurat,
yakni sumber listrik dari sistem genset; digunakan untuk kelompok beban listrik yang aktif
pada saat terjadi kebakaran atau kondisi darurat sejenis. Jika kelompok beban listrik darurat
lebih besar dari kelompok beban listrik yang di-back-up oleh genset, maka kapasitas genset
dipilih berdasarkan kelompok beban listrik darurat.
- Sumber listrik UPS,
yakni sumber listrik dari unit UPS; digunakan untuk kelompok beban listrik prioritas yang
tidak boleh padam/mati sama sekali, bahkan pada saat terjadi perpindahan beban dari PLN ke
genset ataupun sebaliknya. Jumlah unit dan kapasitas UPS ditentukan berdasarkan kelompok
beban listrik yang dipilih. UPS dipasang di ruang panel listrik, sebelum panel distribusi listrik.
2-5
adalah kelompok beban yang aktif dalam kondisi normal dengan menggunakan sumber listrik
dari genset. Beban listrik ini meliputi seluruh beban pada kelompok beban normal PLN.
- Beban emergency (kebakaran),
adalah kelompok beban yang aktif pada saat terjadi kebakaran atau kondisi emergency sejenis,
dengan menggunakan sumber listrik dari genset. Beban listrik ini meliputi :
- Utilitas elektronik dan telekomunikasi dalam gedung.
Kabel tenaga yang digunakan untuk men-suplai listrik ke masing-masing panel distribusi
kelompok beban ini adalah : kabel tahan api / FRC (fire resistant cable).
- Beban dengan back-up UPS,
adalah kelompok beban yang tidak boleh padam/mati sama sekali, bahkan pada saat terjadi
perpindahan beban dari PLN ke genset ataupun sebaliknya. Beban listrik ini meliputi : utilitas
elektronik dan telekomunikasi dalam gedung; dan beban medis kritis (ruang operasi, ICU dan
cluster-cluster medis kritis lainnya sesuai dengan permenkes).
2-6
- Sumur Grounding Genset
Nilai tahanan tanah harus kurang dari 3 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari
berturut-turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.
- Sumur Grounding Penyalur Petir
Nilai tahanan tanah harus kurang dari 3 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari
berturut-turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.
- Sumur Grounding Listrik Arus Lemah (Elektronik)
Nilai tahanan tanah harus kurang dari 0,2 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari
berturut-turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.
- Sumur Grounding Lift
Nilai tahanan tanah harus kurang dari 0,2 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari
berturut-turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.
- Sumur Grounding Peralatan Medis
Nilai tahanan tanah harus kurang dari 0,2 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari
berturut-turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.
2-7
2.8. Perhitungan Kebutuhan Daya Listrik
Perhitungan kebutuhan daya listrik untuk gedung ini adalah sebagai berikut.
1. Tabel Beban Listrik Total Gedung Medik
2-8
2. Tabel Beban Listrik Penerangan dan Stop Kontak Lantai 1
2-9
3. Tabel Beban Listrik Tata Udara Lantai 1
2 - 10
4. Tabel Beban Listrik Peralatan Radiologi
2 - 11
5. Tabel Beban Listrik Penerangan dan Stop Kontak Lantai 1 Parkir
2 - 12
6. Tabel Beban Listrik Area IGD
2 - 13
7. Tabel Beban Listrik Penerangan dan Stop Kontak Lantai 2
2 - 14
8. Tabel Beban Listrik Tata Udara Lantai 2
2 - 15
9. Tabel Beban Listrik Area Laboratorium
2 - 16
10. Tabel Beban Listrik Penerangan Lantai 3
2 - 17
11. Tabel Beban Listrik Tata Udara Lantai 3
2 - 18
12. Tabel Beban Listrik Stop Kontak Lantai 3
2 - 19
13. Tabel Beban Listrik Peralatan Cathlab
2 - 20
14. Tabel Beban Listrik Peralatan Ruang ICU
2 - 21
15. Tabel Beban Listrik Ruang OK (Bedah), Tata Udara Area Instalasi Bedah, dan Tata Udara Area ICU
2 - 22
16. Tabel Beban Listrik Penerangan dan Stop Kontak Lantai 4
2 - 23
17. Tabel Beban Listrik Tata Udara Lantai 4
2 - 24
18. Tabel Beban Listrik Peralatan CSSD (Sterilisasi)
2 - 25
19. Tabel Beban Listrik Peralatan Ruang NICU
2 - 26
20. Tabel Beban Listrik Area Ruang Bersalin (VK)
2 - 27
21. Tabel Beban Listrik Penerangan dan Stop Kontak Lantai 5, 6, dan 7 (Tipikal)
2 - 28
22. Tabel Beban Listrik Tata Udara Lantai 5, 6, dan 7 (Tipikal)
2 - 29
23. Tabel Beban Listrik Penerangan dan Stop Kontak Lantai 8
2 - 30
24. Tabel Beban Listrik Tata Udara Lantai 8
2 - 31
25. Tabel Beban Listrik Peralatan di Atap (Outdoor AC VRF, Pompa Booster Air Bersih, Peralatan RO, dan Heat Pump)
2 - 32
26. Tabel Beban Listrik Unit Outdoor AC VRF di Atap
2 - 33
27. Tabel Beban Listrik Lift dan Pressurized Fan Tangga Kebakaran
2 - 34
28. Tabel Beban Listrik Pompa Pemadam Kebakaran
2 - 35
30. Tabel Beban Listrik Peralatan Utilitas Elektronika dan Telekomunikasi Gedung
2 - 36
31. Tabel Beban Listrik Mesin Sentral Jaringan Compressed Air dan Vacuum Air (Suction)
2 - 37
32. Tabel Beban Listrik Total Keseluruhan
2 - 38
Berdasarkan tabel perhitungan beban listrik di atas, total beban listrik keseluruhan adalah 1027 KVA.
Berdasarkan estimasi kebutuhan beban listrik di atas, yakni : 1027 KVA, maka sambungan daya listrik
PLN yang dipilih adalah 1110 KVA, jenis tegangan menengah.
Besaran kapasitas trafo distribusi dihitung ± 110% dari batas daya PLN.
Kapasitas Trafo :
= 1027 KVA x 110%
= 1130 KVA
= 1250 KVA (kapasitas tersedia)
2 - 39
Maka, kapasitas trafo distribusi yang dipilih adalah 1250 KVA.
1. Kapasitas genset ditentukan berdasarkan perhitungan beban listrik yang dilayani oleh genset.
2. Genset ditempatkan pada ruang genset sebagai sumber daya cadangan bila PLN padam.
3. Mesin diesel generator yang digunakan harus mampu menghasilkan suatu daya listrik untuk tipe
pemakaian secara terus-menerus pada kondisi kerja setempat, dimana temperatur keliling tidak
melebihi 45°C dan rata-rata temperature keliling adalah 40°C, sesuai standard DIN 6270 A.
4. Mesin diesel generator harus dilengkapi dengan suatu dudukan yang terbuat dari bahan baja,
dimana antara mesin dengan dudukan dan antar dudukan dengan pondasi mesin yang akan
disediakan oleh kontraktor, harus disediakan bahan peredam getaran tipe gabungan pegas dan karet
peredam getaran.
5. Genset harus dilengkapi dengan sistem peredam suara, ventilasi ruangan, saluran udara buang,
saluran asap sehubungan dengan spesifikasi mesin diesel generator set, sistem saluran udara buang
dan saluran asap.
6. Mesin diesel generator yang digunakan harus merupakan peralatan yang selalu siap digunakan pada
setiap saat, untuk itu mesin ini harus mempunyai perlengkapan berupa pompa sirkulasi minyak
pelumas otomatis dan manual, peredam suara pada saluran gas buang (max 65 dB 5 dB), alat
pengisi muatan battery dengan catu daya yang berasal dari Generator dan yang berasal dari PLN.
7. mesin diesel harus dilengkapi dengan peralatan yang dapat mengatur putaran mesin secara otomatis
sehingga mesin akan selalu bekerja pada putaran nominalnya pada kondisi beban antara beban nol
dan beban penuh dengan toleransi tidak lebih dari 2 %.
8. Mesin Diesel harus dilengkapi dengan filter bahan bakar dan filter udara pembakaran.
9. Mesin Diesel harus dilengkapi dengan alat pengaman guna menghentikan operasi mesin dan atau
memberikan indikasi adanya gangguan untuk setiap gangguan sebagai berikut :
- Putaran kerja melebihi 110 % putaran nominal.
- Tekanan kerja minyak pelumas lebih kecil dari nilai nominalnya (tidak kurang dari 3 kg/cm²)
- Temperatur kerja air pendingin melebihi nilai nominalnya (tidak kurang dari 75C).
- Dan lain-lain pengaman yang dinilai perlu dan sesuai dengan rekomendasi pabrik
10. Generator yang digunakan harus mampu membangkitkan tegangan tanpa bantuan sumber daya lain,
dimana rangkaian medan magnitnya mendapatkan catu daya dari terminal Generator melalui suatu
rangkaian elektronik dengan tidak mempergunakan sikat komutator.
11. Rangkaian elektronik yang dimaksud dalam butir di atas harus mampu mengatur tegangan
Generator secara terus-menerus pada tegangan nominal sebesar 220/380 Volt dengan toleransi
tidak lebih dari 1,5%.
2 - 40
12. Generator yang digunakan harus mampu menghasilkan daya listrik secara terus-menerus pada
putaran nominal mesin diesel dan pada tegangan nominal.
2 - 41
Sistem Pendingin
6. Genset harus dilengkapi dengan cerobong udara bebas pendingin mesin dengan bahan plat baja
galvanis kelas BJLS 100, lengkap dengan penghubung flexible dan pengarah aliran udara serta
diisolasi.
7. Ujung cerobong saluran udara ini harus dilengkapi dengan wiremesh.
1. Kebisingan yang dihasilkan oleh genset, dikendalikan dengan pemilihan tipe genset, yakni tipe
silent.
2. Genset harus diberi ruangan dengan dinding bata dan berpintu. Pintu ini hanya dibuka ketika ada
petugas maintenance masuk dan keluar. Hal ini juga termasuk dalam pengendalian kebisingan.
3. Pada shaft radiator genset, dipasang sound attenuator (peredam suara), sehingga kebisingan yang
diakibatkan oleh pembuangan udara panas dari genset dapat dikurangi.
4. Getaran genset dikendalikan dengan memberikan pondasi dan penahan khusus untuk genset,
sehingga genset tidak mengalami pergeseran posisi pada saat telah lama beroperasi.
1. Ruang genset harus dilengkapi dengan gutter untuk saluran air, menuju keluar ruangan dengan
elevasi yang telah ditentukan.
2. Pada sekeliling pondasi genset, diberi gutter perangkap untuk oli genset, dan diberi pipa
pembuangan ke instalasi pengolahan air limbah oli.
2 - 42
2.16. Konsep Pencegahan Kebakaran Ruang Genset
1. Ruang genset harus dilengkapi dengan APAR (alat pemadam api ringan) atau Fire Extinguisher
ukuran 3,5 kg dan 25 kg, untuk pencegahan kebakaran.
2. Panel kontrol genset harus dilengkapi dengan circuit breaker dengan thermal protection.
Kapasitas Genset :
= Estimasi Kebutuhan Daya Listrik x 110%
= 1027 KVA x 120%
= 1130 KVA
= 1250 KVA (kapasitas tersedia)
2 - 43
Kapasitas tangki mingguan genset = 208,33 liter x 1 unit x 6 jam x 7 hari
= 8.750 liter
= 9.000 liter (dibulatkan)
2.19. Analisa Arus Hubung Singkat dan Pemilihan Circuit Breaker Sistem
Genset
Berikut ini adalah perhitungan analisa arus hubung singkat untuk gangguan fasa-fasa.
Arus Hubung Singkat (Isc) = Arus Nominal Genset / Tegangan Impedansi Genset
Gangguan fasa-fasa = 1899 A / 6 %
= 31,7 KA
Berdasarkan perhitungan di atas, circuit breaker utama untuk sistem genset yang dipilih, antara lain
sebagai berikut.
- Circuit breaker yang dipasang adalah jenis ACB adjustable, dengan thermal protection dan
electronic trip unit.
- Ampere trip = 1600 ampere; ampere frame = 2000 ampere.
- Breaking capacity = 50 KA
(jika kapasitas tersedia adalah minimal 65 KA, maka dipilih kapasitas tersebut).
Tingkat pencahayaan rata-rata ruangan dirancang berdasarkan SNI 6197:2020, tentang konservasi
energi pada sistem pencahayaan; dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2016. Tabel di bawah ini menunjukkan ruangan-ruangan yang akan dirancang dalam gedung ini.
2 - 44
No Ruang atau Unit Intensitas Cahaya Keterangan
(lux)
6 Sinar X Minimal 60
1. Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari.
2. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan jendela-jendela yang besar
ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas lantai.
2 - 45
3. Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan penggunaan
pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan
panas terutama saat siang hari. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar penggunaan sinar alami
mendapat keuntungan, yaitu:
- Variasi intensitas cahaya matahari.
- Distribusi dari terangnya cahaya.
- Efek dari lokasi, pemantulan cahaya.
- Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung.
4. Pencahayaan alami dalam sebuah bangunan akan mengurangi penggunaan cahaya buatan, sehingga
dapat menghemat konsumsi energi dan mengurangi tingkat polusi. Tujuan digunakannya
pencahayaan alami yaitu untuk menghasilkan cahaya berkualitas yang efisien serta meminimalkan
silau dan berlebihnya rasio tingkat terang.
5. Agar dapat menggunakan cahaya alami secara efektif, perlu dikenali ke beberapa sumber cahaya
utama yang dapat dimanfaatkan :
- Sunlight, cahaya matahari langsung dan tingkat cahayanya tinggi.
- Daylight, cahaya matahari yang sudah tersebar dilangit dan tingkat cahayanya rendah.
- Reflected light, cahaya matahari yang sudah dipantulkan.
6. Berikut ini adalah lima strategi dalam merancang untuk pencahayaan matahari efektif.
- Naungan (shade), naungi bukan pada bangunan untuk mencegah silau (glare) dan panas yang
berlebihan karena terkena cahaya langsung.
- Pengalihan (redirect), alihkan dan arahkan cahaya matahari ketempat-tempat yang diperlukan.
Pembagian cahaya yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan adalah inti dari pencahayaan
yang baik.
- Pengendalian (control), kendalikan jumlah cahaya yang masuk kedalam runag sesuai dengan
kebutuhan dan pada waktu yang diinginkan. Jangan terlalu banyak memasukkan cahaya ke
dalam ruang, terkecuali jika kondisi untuk visual tidaklah penting atau ruangan tersebut
memang membutuhkan kelebihan suhu dan cahaya tersebut (contoh : rumah kaca).
- Efisiensi, gunakan cahaya secara efisien, denag membentuk ruang dalam sedemikian rupa
sehingga terintegrasi dengan pencahayaan dan menggunakan material yang dapat disalurkan
dengan lebih baik dan dapat mengurangi jumlah cahaya masuk yang diperlukan.
- Intefrasi, integrasikan bentuk pencahayaan dengan arsitektur bangunan tersebut. Karena jika
bukan untuk masuk cahaya matahari tidak mengisi sebuah peranan dalam arsitektur bangunan
tersebut, nukan itu cenderung akan ditutupi dengan tirai atau penutup lainnya dan akan
kehilangan fungsinya.
2 - 46
2.22. Konsep Pencahayaan Buatan
1. Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami,
secara umum cahaya tersebut berasal dari hasil karya manusia berupa lampu yang berfungsi
menyinari ruangan sebagai pengganti jika sinar matahari tidak ada.
2. Cahaya buatan yang tidak baik tentunya akan mengganggu aktivitas keseharian kita, misalnya
ditempat kita bekerja. Bahkan, ada kalanya dengan cahaya buatan yang baik akan mempertinggi
aktivitas kita dalam bekerja jika dibandingkan pada saat beraktivitas pada cahaya siang hari
(alamiah).
3. Sistem pencahayaan buatan yang sering dipergunakan secara umum dapat dibedakan atas 3 macam,
yakni:
- Sistem Pencahayaan Merata
Pada sistem ini iluminasi cahaya tersebar secara merata di seluruh ruangan. Sistem
pencahayaan ini cocok untuk ruangan yang tidak dipergunakan untuk melakukan tugas visual
khusus. Pada sistem ini sejumlah armatur ditempatkan secara teratur di seluruh langi-langit.
- Sistem Pencahayaan Terarah
- Pada sistem ini seluruh ruangan memperoleh pencahayaan dari salah satu arah tertentu. Sistem
ini cocok untuk pameran atau penonjolan suatu objek karena akan tampak lebih jelas. Lebih
dari itu, pencahayaan terarah yang menyoroti satu objek tersebut berperan sebagai sumber
cahaya sekunder untuk ruangan sekitar, yakni melalui mekanisme pemantulan cahaya. Sistem
ini dapat juga digabungkan dengan sistem pencahayaan merata karena bermanfaat mengurangi
efek menjemukan yang mungkin ditimbulkan oleh pencahayaan merata.
- Sistem Pencahayaan Setempat
Pada sistem ini cahaya dikonsentrasikan pada suatu objek tertentu misalnya tempat kerja yang
memerlukan tugas visual. Sistem pencahayaan ini sangat bermanfaat untuk:
▪ Memperlancar tugas yang memerlukan visualisasi teliti.
▪ Mengamati bentuk dan susunan benda yang memerlukan cahaya dari arah tertentu.
▪ Melengkapi pencahayaan umum yang terhalang mencapai ruangan khusus yang ingin
diterangi.
4. Berikut ini adalah contoh penggunaan jenis lampu interior.
- Lampu Dinding : Wall Lamps
Lampu dinding biasa digunakan untuk tujuan menjadi hiasan dinding, atau memberi
penerangan yang agak remang ketika malam tiba dan lampu lain dimatikan. Lampu dinding
juga bisa digunakan untuk memperkuat sebuah area, misalnya area duduk.
- Lampu Meja : Desk Lamps
2 - 47
Lampu meja banyak digunakan untuk kegiatan membaca atau kegiatan lain di meja, dan
sebagian besar merupakan lampu untuk area meja saja. Lampu jenis ini sebaiknya bisa diatur
dari segi kuantitas cahaya dan bisa diatur arah cahayanya sesuai kebutuhan.
- Lampu Langit-Langit : Ceiling Lamp
Jenis lampu ini dipasang dibawah langit-langit dengan berbagai bentuk aksesoris yang bisa
didapatkan di toko-toko lampu atau supermarket bahan bangunan dan peralatan rumah tangga.
Jenis ini biasanya dipasang dengan tempat lampu yang berfungsi sebagai reflektor, dan banyak
digunakan untuk perkantoran.
- Lampu Gantung : Pendant Fixtures
Lampu jenis ini paling banyak digunakan untuk rumah tinggal, karena kemudahan memasang
jaringan kabel. Lampu gantung lantai dasar dengan langit-langit dari dak beton biasanya
menggunakan lampu gantung. Lampu gantung juga biasa digunakan untuk ‘mengisi’ langit-
langit yang cukup tinggi. misalnya di area void, tangga, dan sebagainya.
5. Pemilihan jenis lampu harus mempertimbang fungsi serta estetika, contoh nya pemilihan lampu
hias yang bisa menambah nilai estetika.
6. Pencahayaan buatan biasanya diperlukan apabila tidak tersedia cahaya alami pada saat-saat antara
matahari terbenam sampai matahari terbit. Juga pada saat cuaca di luar rumah tidak memungkinkan
menghantarkan cahaya matahari ke dalam rumah.
7. Pencahayaan buatan pun digunakan saat cahaya matahari tidak mampu menjangkau ruangan atau
tidak dapat menerangi seluruh ruangan secara merata, karena letak ruang dan lubang cahaya tidak
memungkinkan bentuk armatur dan intensitas cahaya dapat diatur sesuai keinginan dengan
mengacu kepada persyaratan fungsionalnya, waktu penggunaannya pun bisa disesuaikan dengan
kebutuhan.
Konsep penghematan energi dari sistem pencahayaan, antara lain sebagai berikut.
1. Memaksimalkan desain pencahayaan alami dibandingkan pencahayaan buatan.
2. Menggunakan lampu hemat energi atau lampu LED.
3. Tingkat kuat pencahayaan tidak boleh jauh melebihi kriteria yang telah ditentukan pada bab
sebelumnya, namun juga tidak boleh terlalu kurang sehingga tingkat kuat pencahayaan menjadi
tidak standar.
4. Menentukan armatur yang efisien untuk memaksimalkan tingkat kuat pencahayaan lampu.
5. Menentukan tata letak armatur dan pemilihan jenis, bahan, dan warna permukaan ruangan
(dinding, lantai, langit-langit), untuk memaksimalkan tingkat kuat pencahayaan lampu.
2 - 48
6. Merancang sistem pengelompokanpenyalaan (pola saklar) sesuai dengan letak lubang cahaya
yang dapat dimasuki cahaya alami siang hari.
7. Merancang sistem pencahayaan otomatis pada area koridor dengan menggunakan sensor gerak
atau memasang timer pada panel kontrolnya.
8. Merancang sistem, pengendalian penyalaan yang dapat menyesuaikan atau memanfaatkan
pencahayaan alami secara maksimal yang masuk ke dalam ruangan.
9. Untuk memperoleh pemakaian energi listrik yang efisien, pemeliharaan instalasi pencahayaan
harus dilakukan melalui :
- Lampu dan armatur harus dijaga tetap bersih guna memperoleh tingkat pencahayaan yang
tepat.
- Lampu harus diganti jika fluks luminusnya jauh menurun sesuai dengan umurnya.
- Penggunaan warna muda untuk dinding, langit-langit, lantai dan korden, dengan demikian
dapat mengurangi jumlah cahaya yang diperlukan sebagai akibat pengaruh reflektansi bahan-
bahan yang dipakai.
- Penggunaan pencahayaan luar untuk tujuan dekorasi dan suasana dioptimalkan.
- Pengurangan tingkat pencahayaan luar sampai pada batas terendah yang masih memberikan
keamanan dan kenyamanan.
- Petugas pembersih rungan bekerja lebih awal sehingga pemadaman lampu dapatdilakukan
lebih cepat.
- Penggantian lampu yang tidak hemat energi dengan lampu hemat energi.
1. Pencahayaan darurat pada sarana menuju jalan keluar (means of egress) harus disediakan untuk
setiap bangunan pada :
- Jalan lintas.
- Ruangan yang luasnya lebih dari 300 m2.
- Ruangan yang mempunyai luas lebih dari 100 m2 tetapi kurang dari 300 m2, yang tidak
terbuka.
- Akses ke koridor atau ke ruang yang mempunyai lampu darurat.
- Akses ke jalan raya atau ke ruang terbuka.
- Kereta lift.
- Halaman parkir basement.
- Ruang generator.
- Ruang pompa kebakaran.
2 - 49
- Pintu yang dipasang dengan kunci keluar tunda.
- Sepanjang jalan kearah koridor, lobi dan jalan keluar dengan jarak langsung dari titik masuk
gang, lobi atau jalan keluar melebihi 13 meter
- Tangga darurat, vestibula tangga darurat, dan smoke free lobby.
2. Pencahayaan darurat pada sarana jalan keluar harus terus menerus menyala selama penghuni
membutuhkan sarana jalan keluar. Pencahayaan buatan yang dioperasikan sebagai pencahayaan
darurat dipasang pada tempat-tempat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu sesuai kebutuhan
untuk menjaga pencahayaan sampai ke tingkat minimum yang ditentukan.
Pengecualian :
Sensor gerakan otomatis untuk mengoperasikan lampu dibolehkan dan harus disediakan sakelar
pengendali bila terjadi kegagalan operasi. “Timer” pencahayaan di set minimum 15 menit lamanya,
dan sensor gerakan otomatis bekerja dengan gerakan penghuni sebelum memasuki daerah yang
dilayani oleh unit lampu darurat tersebut.
3. Lantai dan permukaan untuk berjalan pada tempat yang aman, sarana menuju tempat yang aman
dan sarana menuju jalan umum, tingkat intensitas cahayanya minimal 10 Lux di ukur pada lantai.
Pengecualian :
Pada ruang pertemuan, pencahayaan dari lantai pada sarana menuju tempat aman, minimal 2 Lux
selama jangka waktu tertentu.
4. Setiap pencahayaan yang dibutuhkan harus diatur sehingga kegagalan dari setiap unit pencahayaan
tunggal tidak boleh menyebabkan ruangan menjadi gelap.
5. Pencahayaan pada sarana menuju jalan keluar harus dari sumber daya listrik yang dijamin
kehandalannya.
6. Lampu yang dioperasikan dengan batere dan lampu jenis lain seperti lampu-lampu jinjing atau
lentera tidak boleh dipakai untuk pencahayaan primair pada sarana menuju jalan keluar. Lampu
yang dioperasikan dengan batere dimungkinkan dipakai sebagai sumber darurat.
7. Setiap lampu darurat harus :
- Dapat bekerja secara otomatis.
- Mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.
- Jika mempunyai sistem terpusat, catu daya cadangan dan kontrol otomatisnya harus dilindungi
dari kerusakan karena api dengan konstruksi penutup yang mempunyai Tingkat Ketahanan
Api (TKA) tidak kurang dari -/60/60.
- Lampu darurat yang digunakan harus sesuai dengan standar yang berlaku.
8. Lampu darurat harus disediakan di sekitar fasilitas proteksi kebakaran, sehingga panel isyarat
kebakaran, titik panggil manual (fire alarm) dan peralatan pemadam kebakaran lainnya harus cukup
terang setiap saat sehingga mudah ditemukan.
9. Tingkat iluminasi minimum harus sesuai dengan ketentuam yang berlaku. Waktu tunda antara
kegagalan pasokan listrik untuk lampu normal dengan penyalaan lampu darurat untuk fasilitas
pemadam kebakaran tidak boleh melebihi 15 detik.
2 - 50
10. Pencahayaan perlu dijaga tidak boleh mati pada saat pergantian dari satu sumber energi ke sumber
energi lain. Lampu darurat disediakan oleh tenaga penggerak yang menggerakkan generator listrik
dengan waktu tunda yang diijinkan tidak boleh lebih dari 15 detik.
11. Pencahayaan darurat harus disediakan untuk jangka waktu 1½ jam dalam kejadian gagalnya
pencahayaan normal. Fasilitas lampu darurat harus mampu untuk dapat menyediakan pencahayaan
awal tidak kurang dari rata-rata 10 Lux dan minimum pada setiap titik 1 Lux diukur sepanjang
lintasan jalan keluar dari permukaan lantai. Intensitas pencahayaan dibolehkan menurun sampai 6
Lux rata-rata dan minimum pada setiap titik 0,6 Lux pada akhir waktu beroperasinya lampu darurat.
Perbandingan intensitas pencahayaan maksimum dan minimum pada sembarang titik dimana saja
tidak boleh melebihi 40 : 1.
12. Sistem lampu darurat harus mampu untuk menyediakan pencahayaan darurat secara otomatis bila
pencahayaan normal terganggu, seperti misalnya kegagalan pasokan daya listrik PLN, terbukanya
pemutus tenaga (Circuit breaker) atau putusnyapengaman lebur (fuse), atau secara sengaja fasilitas
sakelar kontrol lampu normal di buka (OFF).
13. Generator darurat beserta instalasi tahan api dan switsing (switching) yang menyediakan tenaga
listrik untuk sistem lampu darurat harus dipasang, di uji dan di pelihara sesuai ketentuan yang
berlaku. Sistem penyimpanan energi listrik bila dibutuhkan dalam Petunjuk Teknis ini harus
dipasang dan di uji sesuai ketentuan yang berlaku.
14. Lampu darurat yang dioperasikan dengan battery dipakai hanya dari jenis yang handal dan dapat di
isi ulang (rechargeable), tersedia selalu dalam kondisi terisi. Battery yang dipakai disetiap lampu
atau unit-unit untuk pemakaian lampu darurat harus memenuhi ketentuan yang berlaku dan
disetujui oleh instansi yang berwenang.
15. Sistem lampu darurat harus siap beroperasi dan mampu otomatis menyala tanpa bantuan.
16. Setiap pintu utama akses evakuasi kebakaran, harus diberi label pada sisi yang menuju jalan keluar
dengan kata “EXIT” huruf besar, warna kontras serta dengan latar belakang yang mudah terlihat.
17. Untuk area evakuasi yang memerlukan indikator arah, lampu exit pada bagian tersebut harus
dilengkapi dengan indikator ke arah yang diinginkan (jalur evakuasi).
2 - 51
2.25. Tabel Perhitungan Kuat Pencahayaan Ruangan
Kuat pencahayaan ruangan dihitung menggunakan rumus yang diatur dalam SNI 6197:2020, tentang konservasi energi pada sistem pencahayaan. Persyaratan kuat
pencahayaan tiap ruangan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016. Tabel perhitungannya adalah sebagai berikut.
Lantai 1
Fluks
Luas Tinggi Koefisien Koefisien Jumlah Titik Lux
Jenis Lampu Yang Watt Luminus
No Ruangan Ruangan Ruangan Depresiasi Penggunaan Lampu Yang Ruangan
Dipasang Lampu Lampu
(m2) (m) (KD) (KP) Diperlukan (Lumen/m2)
(Lumen)
2 - 52
LED Panel Light
11 Ruang Panoramic 8,9 3 45 3600 0,8 0,71 1 230
1200 x 300 mm
LED Panel Light
12 Ruang USG 11,2 3 45 3600 0,8 0,71 2 365
1200 x 300 mm
LED Panel Light
13 Ruang Klinik 11,1 3 45 3600 0,8 0,71 2 368
1200 x 300 mm
LED Panel Light
14 Ruang Rekam Medik 14,8 3 45 3600 0,8 0,71 2 276
1200 x 300 mm
LED Panel Light
15 Ruang Racik Farmasi 42,5 3 45 3600 0,8 0,71 7 337
1200 x 300 mm
Downlight LED
16 Lobi Utama 215 3 16 1500 0,8 0,71 30 119
Panel
LED Panel Light
17 Ruang Kepala Instalasi 7 3 45 3600 0,8 0,71 1 292
1200 x 300 mm
Lantai 2
Fluks
Luas Tinggi Koefisien Koefisien Jumlah Titik Lux
Jenis Lampu Yang Watt Luminus
No Ruangan Ruangan Ruangan Depresiasi Penggunaan Lampu Yang Ruangan
Dipasang Lampu Lampu
(m2) (m) (KD) (KP) Diperlukan (Lumen/m2)
(Lumen)
2 - 53
LED Panel Light
7 Ruang Sampling Laboratorium 14,1 3 45 3600 0,8 0,71 2 290
1200 x 300 mm
LED Panel Light
8 Ruang Bank Darah 15,9 3 45 3600 0,8 0,71 2 257
1200 x 300 mm
LED Panel Light
9 Ruang Rekam Medik 86 3 45 3600 0,8 0,71 10 238
1200 x 300 mm
LED Panel Light
10 Ruang Meeting Kecil 62,5 3 45 3600 0,8 0,71 8 262
1200 x 300 mm
LED Panel Light
11 Ruang Meeting Besar 98 3 45 3600 0,8 0,71 12 250
1200 x 300 mm
Lantai 3
Fluks
Luas Tinggi Koefisien Koefisien Jumlah Titik Lux
Jenis Lampu Yang Watt Luminus
No Ruangan Ruangan Ruangan Depresiasi Penggunaan Lampu Yang Ruangan
Dipasang Lampu Lampu
(m2) (m) (KD) (KP) Diperlukan (Lumen/m2)
(Lumen)
2 - 54
Lantai 4
Fluks
Luas Tinggi Koefisien Koefisien Jumlah Titik Lux
Jenis Lampu Yang Watt Luminus
No Ruangan Ruangan Ruangan Depresiasi Penggunaan Lampu Yang Ruangan
Dipasang Lampu Lampu
(m2) (m) (KD) (KP) Diperlukan (Lumen/m2)
(Lumen)
Downlight LED
1 Ruang Rawat Inap VIP 16 3 16 1500 0,8 0,71 5 266
Panel
Downlight LED
2 Ruang Rawat Inap Kelas 1 24 3 16 1500 0,8 0,71 8 284
Panel
Downlight LED
3 Ruang Rawat Inap Kelas 2 31 3 16 1500 0,8 0,71 10 275
Panel
Downlight LED
4 Ruang Rawat Inap Kelas 3 46 3 16 1500 0,8 0,71 14 259
Panel
Downlight LED
5 Ruang Rawat Inap Isolasi 21,5 3 16 1500 0,8 0,71 7 277
Panel
Downlight LED
6 Koridor Ruang Rawat Inap 270 3 16 1500 0,8 0,71 35 110
Panel
LED Panel Light
7 Ruang Bersalin (VK) 16 3 45 3600 0,8 0,71 2 256
1200 x 300 mm
LED Panel Light
8 Ruang Bersalin (VK) Isolasi 12,5 3 45 3600 0,8 0,71 2 327
1200 x 300 mm
2 - 55
Lantai 5
Fluks
Luas Tinggi Koefisien Koefisien Jumlah Titik Lux
Jenis Lampu Yang Watt Luminus
No Ruangan Ruangan Ruangan Depresiasi Penggunaan Lampu Yang Ruangan
Dipasang Lampu Lampu
(m2) (m) (KD) (KP) Diperlukan (Lumen/m2)
(Lumen)
Downlight LED
1 Ruang Rawat Inap Kelas 1 24 3 16 1500 0,8 0,71 8 284
Panel
Downlight LED
2 Ruang Rawat Inap Kelas 2 31 3 16 1500 0,8 0,71 10 275
Panel
Downlight LED
3 Ruang Rawat Inap Kelas 3 46 3 16 1500 0,8 0,71 14 259
Panel
Downlight LED
4 Koridor Ruang Rawat Inap 205 3 16 1500 0,8 0,71 25 104
Panel
Lantai 6
Fluks
Luas Tinggi Koefisien Koefisien Jumlah Titik Lux
Jenis Lampu Yang Watt Luminus
No Ruangan Ruangan Ruangan Depresiasi Penggunaan Lampu Yang Ruangan
Dipasang Lampu Lampu
(m2) (m) (KD) (KP) Diperlukan (Lumen/m2)
(Lumen)
Downlight LED
1 Ruang Rawat Inap Kelas 1 24 3 16 1500 0,8 0,71 8 284
Panel
Downlight LED
2 Ruang Rawat Inap Kelas 2 31 3 16 1500 0,8 0,71 10 275
Panel
Downlight LED
3 Ruang Rawat Inap Kelas 3 46 3 16 1500 0,8 0,71 14 259
Panel
Downlight LED
4 Koridor Ruang Rawat Inap 205 3 16 1500 0,8 0,71 25 104
Panel
2 - 56
Lantai 7
Fluks
Luas Tinggi Koefisien Koefisien Jumlah Titik Lux
Jenis Lampu Yang Watt Luminus
No Ruangan Ruangan Ruangan Depresiasi Penggunaan Lampu Yang Ruangan
Dipasang Lampu Lampu
(m2) (m) (KD) (KP) Diperlukan (Lumen/m2)
(Lumen)
Downlight LED
1 Ruang Rawat Inap Kelas 1 24 3 16 1500 0,8 0,71 8 284
Panel
Downlight LED
2 Ruang Rawat Inap Kelas 2 31 3 16 1500 0,8 0,71 10 275
Panel
Downlight LED
3 Ruang Rawat Inap Kelas 3 46 3 16 1500 0,8 0,71 14 259
Panel
Downlight LED
4 Koridor Ruang Rawat Inap 205 3 16 1500 0,8 0,71 25 104
Panel
Lantai 8
Fluks
Luas Tinggi Koefisien Koefisien Jumlah Titik Lux
Jenis Lampu Yang Watt Luminus
No Ruangan Ruangan Ruangan Depresiasi Penggunaan Lampu Yang Ruangan
Dipasang Lampu Lampu
(m2) (m) (KD) (KP) Diperlukan (Lumen/m2)
(Lumen)
Downlight LED
1 Ruang Rawat Inap Kelas VIP 31,3 3 16 1500 0,8 0,71 10 272
Panel
Downlight LED
2 Ruang Rawat Inap Kelas VVIP 34 3 16 1500 0,8 0,71 10 251
Panel
Downlight LED
3 Koridor Ruang Rawat Inap 205 3 16 1500 0,8 0,71 25 104
Panel
2 - 57
2.26. Kriteria Desain Sistem Proteksi Petir
1. Sistem proteksi petir harus mampu melindungi struktur bangunan atau fisik maupun melindungi
peralatan dari sambaran langsung dan sambaran tidak langsung.
2. Berikut ini adalah penetapan proteksi sambaran petir.
- Proteksi Petir Sambaran Langsung
Proteksi petir sambaran langsung yang digunakan adalah sistem penyalur petir.
- Proteksi Petir Sambaran Tidak Langsung
Proteksi petir sambaran tidak langsung yang digunakan adalah sistem surge arrester
(penangkap petir) pada panel-panel listrik gedung.
3. Jenis sistem penyalur petir yang digunakan adalah sistem elektrostatis dengan menggunakan sistem
radius.
4. Terminal udara tidak mempunyai bagian-bagian yang bergerak.
5. Tinggi tiang penyalur petir adalah 3 meter.
6. Tiang penyalur petir dipasang di dak atap.
7. Down conductor yang digunakan adalah kabel kabel coaxial tegangan tinggi minimal 2 x 50 mm2.
8. Di level lantai dasar bangunan, dibuat sumur grounding penyalur petir dengan tahanan tanah
maksimum yang diperbolehkan sebesar 3 ohm. Setiap sumur grounding diberi bak kontrol untuk
perawatan dan monitoring.
9. Sumur grounding sistem penyalur petir, dibuat terpisah dengan sumur grounding sistem lainnya
(listrik arus kuat, listrik arus lemah, dll).
10. Sistem penyalur petir dilengkapi dengan lightning strike recorder (counter).
1. Mekanisme terjadinya sambaran petir dibagi menjadi sambaran perintis dan sambaran balik.
2. Sambaran Perintis (Initial Leader) adalah peralihan muatan ke tanah dimulai dengan sambaran yang
menjalar ke dekat dasar daerah bermuatan negatif dengan sambaran yang menjalar ke dekat dasar
daerah bermuatan negatip dalam awan melalui beberapa tahapan. Tiap tahapan akan kelihatan
sebagai kilatan yang bertambah. Hal ini disebabkan oleh udara yang terionisasi di ujung sambaran.
Sambaran perintis menuju ke tanah dengan kecepatan rata-rata 108 cm/detik melalui zig-zag.
Sambaran ini mengangkut muatan negatif sepanjang lintasannya sehingga menciptakan medan
listrik dalam ruang antara ujung sambaran perintis dengan tanah.
3. Sambaran Balik (Return Stroke) adalah pada saat sambaran perintis mencapai ketinggian tertentu
dari permukaan bumi maka dimulailah sambaran positif ke atas untuk menemui ujung sambaran
2 - 58
perintis yang bermuatan negatif. Kilasan cahaya dari sambaran balik ini jauh lebih besar dari
sambaran perintis. Sambaran balik menjalar melalui lintasan perintis yang terionisasi dengan
kecepatan 3 x 109 cm/detik.
4. Arus dari sambaran balik inilah yang menjadi arus utama petir yang berkisar 5 Ka sampai 200 KA
dengan nilai rata-rata arus puncak 20 KA.
5. Parameter petir di Indonesia :
No. Lokasi I (kA) dI/dt max Q total Qimpuls W/R
(kA/second) (C) (C) (kJ/ft)
1. Medan 89,7 29,3 12,4 4,10 4,900
2. Pekanbaru 74,7 25,7 11,3 3,76 3,500
3. Palembang 87,0 28,7 12,2 3,93 4,700
4. Jakarta 81,7 27,4 11,8 3,86 4,100
5. Cilacap 89,0 29,4 12,4 4,10 4,900
6. Surabaya 81,9 27,3 11,6 3,80 4,100
7. Balikpapan 87,7 20,8 12,3 3,96 4,700
8. Sorong 90,3 30,3 12,5 4,23 5,000
Sumber : Makalah Sistem Proteksi. LAPI-ITB. 19 Januari 1995.
Kebutuhan Bangunan Terhadap Instalasi Penyalur Petir Agar Terhindar dari Ancaman Bahaya Petir
Berdasarkan National Fire Protection Association (NFPA) 780, diberi simbol R.
2 - 59
R = (A+B+C+D+E) / F
Keterangan :
R = Kebutuhan bangunan terhadap instalasi penyalur petir
A = Jenis struktur bangunan
B = Jenis konstruksi bangunan
C = Lokasi bangunan
D = Topografi
E = Penggunaan dan isi bangunan
F = Isokeraunic level
Indeks A : Jenis Struktur, sumber : National Fire Protection Association 780. Hal 35
Jenis Struktur Indeks A
Rumah kediaman yang kurang dari 465 mm2 1
Rumah kediaman yang lebih dari 465 m2 2
Perumahan, kantor atau bangunan pabrik dengan tinggi kurang dari 15
meter
- melingkupi area kurang dari 2323 m2 3
- melingkupi area lebih dari 2323 m2 5
Perumahan, kantor atau bangunan pabrik dengan tinggi 15-23 meter 4
Perumahan, kantor atau bangunan pabrik dengan tinggi 23-46 meter 5
Perumahan, kantor atau bangunan pabrik dengan tinggi lebih dari 46 8
meter
Kantor pelayanan milik pemerintah misalnya pemadam kebakaran, kantor 7
polisi dan perusahaan air minum
Hangar pesawat terbang 7
Pembangkit listrik dan sentral telepon 8
Menara air dan cooling tower 8
Perpustakaaan, museum dan bangunan bersejarah 8
Bangunan pertanian 9
Tempat bernaung didaerah rekreasi 9
Bangunan yang berisi banyak orang misalnya sekolah, tempat ibadah, 9
bioskop dan stadion olahraga
Struktur yang ramping dan tinggi misalnya cerobong asap, menara 10
pengawas dan mercusuar
Rumah sakit, penampungan para lansia dan penyandang cacat 10
Bangunan tempat membuat dan menyimpatan bahan berbahaya misalnya 10
zat kimia
Rumah sakit, penampungan para lansia dan penyandang cacat, Nilai A = 10
Indeks B : Jenis Konstruksi, sumber : National Fire Protection Association 780. Hal 35
Kerangka Struktur Jenis Atap Indeks B
Bukan logam Kayu 5
Campuran aspal, ter atau genteng 3
Logam yang tidak saling terhubung 4
Logam yang terhubung secara elektrik 1
Kayu Kayu 5
Campuran aspal, ter atau genteng 3
Logam yang tidak saling terhubung 4
2 - 60
Logam yang terhubung secara elektrik 2
Beton bertulang Kayu 5
Campuran aspal, ter atau genteng 3
Logam yang tidak saling terhubung 4
Logam yang terhubung secara elektrik 1
Kerangka baja Kayu 4
Campuran aspal, ter atau genteng 3
Logam yang tidak saling terhubung 3
Logam yang terhubung secara elektrik 1
Jenis konstruksi : struktur beton bertulang, atap campuran, Nilai B = 3
Indeks C : Lokasi Bangunan, sumber : National Fire Protection Association 780. Hal 35
Lokasi Bangunan Indeks C
Bangunan dalam area bangunan yang lebih tinggi
- bangunan kecil, melingkupi area kurang dari 929 m2 1
- bangunan besar, melingkupi area lebih dari 929 m2 2
Bangunan dalam aren bangunan yang lebih rendah
- bangunan kecil, melingkupi area kurang dari 929 m2 4
- bangunan besar, melingkupi area lebih dari 929 m2 5
Struktur diperpanjang sampai 15.2 m di atas permukaan tanah 7
Struktur diperpanjang sampai lebih dari 15.2 m di atas permukaan tanah 10
Lokasi bangunan : struktur diperpanjang sampai lebih dari 15.2 m di atas permukaan tanah,
Nilai C = 10
Indeks D : Topografi, sumber : National Fire Protection Association 780. Hal 35.
Lokasi Indeks D
Pada tanah datar 1
Pada sisi bukit 2
Di atas puncak bukit 4
Di atas puncak gunung 5
Topografi : pada tanah datar, Nilai D = 1
Indeks E : Penggunaan dan Isi Bangunan, sumber : National Fire Protection Association 780. Hal 35
Penggunaan dan Isi Bangunan Indeks E
Bahan yang tidak mudah terbakar 1
Perabotan rumah tangga 2
Perlengkapan atau perabotan biasa 2
Ternak peliharaan 3
Bangunan berisi sedikit orang (kurang dari 50 orang) 4
Bahan yang mudah terbakar 5
Bangunan berisi banyak orang (50 orang atau lebih) 6
Peralatan atau barang berharga 7
Pelayanan umum seperti pemadam kebakaran dan 8
kantor polisi
Gas atau cairan yang mudah meledak 8
Peralatan operasi yang sensitive 9
Benda bersejarah 10
Peledak dan bahan pembuatnya 10
2 - 61
Penggunaan dan isi bangunan : pelayanan umum seperti pemadam kebakaran dan kantor polisi, yakni :
rumah sakit, Nilai E = 8
Indeks F : Isokeraunic Level, sumber : National Fire Protection Association 780. Hal 35.
Isokeraunic Level Indeks F
0-5 9
6-10 8
11-20 7
21-30 6
31-40 5
41-50 4
51-60 3
61-70 2
Lebih dari 70 1
Asumsi isokeraunic level untuk daerah Samarinda adalah 55 (sumber : BMKG),
Nilai F = 3.
Maka,
R = (A+B+C+D+E) / F
R = (10 + 3 + 10 + 1 + 8) / 3
R = 10,67
Tabel Perkiraan Kebutuhan Penangkal Petir Berdasarkan NFPA 780. Hal 34.
Nilai R Pengamanan
0-2 Tidak perlu
2-3 Dianjurkan
3-4 Dianjurkan
4-7 Sangat dianjurkan
Lebih dari 7 Sangat perlu
Dengan nilai total R adalah sama dengan 10,67, maka bangunan ini sangat perlu dipasang instalasi
penyalur petir.
2 - 62
Bab 3 :
Listrik Arus Lemah (LAL)
Bab 3
Listrik Arus Lemah (LAL)
Yang termasuk dalam lingkup perancangan sistem listrik arus lemah, antara lain sebagai berikut.
1. Fire Alarm,
2. Tata Suara,
3. Jaringan Telepon,
4. Jaringan Data dan Wifi,
5. MATV,
6. CCTV,
7. Nurse Call.
3-1
4. National, Cable Master Antenna System.
5. AVE, VOE, PI, UIL.
6. Walter T. Grondzik, Alison G. Kwok, “Mechanical and Electrical Equipment for Buildings
12th Edition”, Wiley, 2014.
3-2
- Kabel instalasi dari module addressable ke manual push button / manual break glass : FRC
2x1,5 mm2.
- Kabel instalasi dari smoke detector kamar ke LED indicator di luar kamar : ITC 1 pair.
- Kabel grounding sistem : NYA 10 mm2.
9. Sistem fire alarm harus terintegrasi dengan sistem sprinkler, sistem kelistrikan, sistem lift, sistem
pressurized fan tangga kebakaran, dan sistem hydrant. Kabel kontrol yang ditarik ke masing-
masing sistem tersebut adalah kabel tahan api : FRC 2x1,5 mm2.
10. Sistem fire alarm beroperasi pada kondisi listrik normal (PLN dan genset); dan dapat beroperasi
dalam kondisi kebakaran dengan menggunakan sumber listrik dari UPS. UPS yang digunakan
adalah UPS sentral (baterai = 30 menit), dipasang pada panel power khusus untuk utilitas
elektronik dan telekomunikasi dalam gedung. Panel power tersebut harus dilengkapi surge
arrester sebagai proteksi internal dari sambaran petir.
11. Sistem fire alarm harus terhubung dengan sistem grounding listrik arus lemah; nilai tahanan tanah
harus kurang dari 1 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari berturut-turut. Ujung
elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.
3-3
6. Pada tiap-tiap lantai dipasang satu unit SSTB (Sound System Terminal Box) yang berfungsi
sebagai kotak panel terminal utama.
7. Ceiling Speaker emergency dapat di fungsikan sebagai speaker publik dan speaker emergency
pada saat kondisi darurat.
8. Jarak pemasangan ceiling speaker pada koridor berkisar jarak antara 5-7 meter.
9. Kabel instalasi yang di gunakan adalah sebagai berikut :
- Kabel dari pemutar CD/MP3/Radio FM ke Digital Mixer : 3x stereo audio cable
- Kabel dari paging mic ke digital mixer : 2x STP 2 Core + NYMHY 2x1.5mm2
- Kabel signal dari MCFA : FRC 2X1.5 mm2
- Kabel dari Firemans microphone for evacuation ke digital mixer : 1x STP CAT.6
- Kabel dari Car call ke digital mixer : ITC 2x2x0.6 mm2
- Kabel Instalasi Sound system publik menggunakan NYMHY 2x1.5 mm2
- Kabel Instalsi emergency speaker menggunakan FRC 2x2.5 mm2
- Kabel Instalsi Sound system Car call menggunakan NYMHY 2x1.5 mm2
10. Sistem tata suara publik beroperasi pada kondisi listrik normal (PLN dan genset); dan dapat
beroperasi dalam kondisi kebakaran untuk evakuasi, dengan menggunakan sumber listrik dari
UPS. UPS yang digunakan adalah UPS sentral (baterai = 30 menit), dipasang pada panel power
khusus untuk utilitas elektronik dan telekomunikasi dalam gedung. Panel power tersebut harus
dilengkapi surge arrester sebagai proteksi internal dari sambaran petir.
11. Sistem tata suara publik harus terhubung dengan sistem grounding listrik arus lemah; nilai
tahanan tanah harus kurang dari 1 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari berturut-
turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.
Kriteria desain sistem jaringan telepon dalam gedung, antara lain sebagai berikut.
1. Sistem telepon yang digunakan sistem telepon analog.
2. Peralatan sentral yang digunakan adalah PBX tipe hybrid.
3. Jumlah satuan sambungan telepon (SST) dihitung 15% dari jumlah titik instalasi outlet telepon.
4. Sentral sistem jaringan telepon harus terkoneksi dengan sistem fire alarm; untuk memberi
informasi jika terjadi kebakaran pada gedung.
5. Seluruh peralatan sentral sistem jaringan telepon dipasang di ruang engineering atau ruang
building management. Ruangan tersebut harus aman dari level banjir.
6. Outlet telepon yang di gunakan terdiri dari :
3-4
- Outlet telepon lantai
- Outlet telepon dinding
7. Kabel instalasi yang di gunakan adalah kabel UTP Cat.6.
8. Outlet telepon dipasang pada area pelayanan medis dan kantor manajemen.
9. Sistem jaringan telepon beroperasi pada kondisi listrik normal (PLN dan genset); dan dapat
beroperasi dalam kondisi emergency dengan menggunakan sumber listrik dari UPS. UPS yang
digunakan adalah UPS sentral (baterai = 30 menit), dipasang pada panel power khusus untuk
utilitas elektronik dan telekomunikasi dalam gedung. Panel power tersebut harus dilengkapi surge
arrester sebagai proteksi internal dari sambaran petir.
10. Sistem jaringan telepon harus terhubung dengan sistem grounding listrik arus lemah; nilai
tahanan tanah harus kurang dari 1 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari berturut-
turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.
3-5
Jumlah total outlet telepon
= 1 + 20 + 28 + 15 + 14 + 3 + 3 + 3 + 24
= 114
Kriteria desain sistem jaringan data dan wifi dalam gedung, antara lain sebagai berikut.
1. Peralatan sistem jaringan data dan wifi, terdiri dari Server Data, Unit PC, distribution switch,
outlet data dan wifi access point.
2. Distribution switch yang digunakan adalah switch jenis manage-able, dilengkapi dengan port
fiber optic.
3. Sentral sistem jaringan data dikoneksikan dengan unit PABX pada sistem jaringan telepon.
4. Seluruh peralatan sentral sistem jaringan data dipasang di ruang engineering atau ruang building
management. Ruangan tersebut harus aman dari level banjir.
5. Outlet data dan wifi yang di gunakan terdiri dari :
- Outlet data lantai
- Outlet data dinding
6. Wifi access point disetting dengan radius sejauh ±11 meter.
7. Kapasitas ports distribution switch yang digunakan antara lain : 8 ports, 16 ports, 24 ports dan 48
ports; dipilih sesuai dengan kebutuhan.
8. Kabel instalasi yang digunakan antara lain sebagai berikut.
- Kabel dari server ke main distribution switch : fiber optic single mode 4 core.
- Kabel dari main distribution switch ke distribution switch tiap lantai : fiber optic single mode
4 core.
- Kabel instalasi outlet data dan wifi access point : UTP Cat6.
9. Outlet data dan wifi access point dipasang pada area pelayanan medis dan kantor manajemen.
3-6
10. Sistem jaringan data dan wifi beroperasi pada kondisi listrik normal (PLN dan genset); dan dapat
beroperasi dalam kondisi emergency dengan menggunakan sumber listrik dari UPS. UPS yang
digunakan adalah UPS sentral (baterai = 30 menit), dipasang pada panel power khusus untuk
utilitas elektronik dan telekomunikasi dalam gedung. Panel power tersebut harus dilengkapi surge
arrester sebagai proteksi internal dari sambaran petir.
11. Sistem jaringan data dan wifi harus terhubung dengan sistem grounding listrik arus lemah; nilai
tahanan tanah harus kurang dari 1 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari berturut-
turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.
3 - 10
- IP-Staff Assist Button
- Single Color Lamp
- IP-Annunciator Display
8. IP-Over Door Lamp berfungsi sebagai lampu indikator pada tiap ruang pasien.
9. IP-Staff Presence Button berfungsi sebagai alat untuk mereset lampu indikator apabila pasien
membutuhkan pertolongan.
10. IP-Staff Assist Button di pasang di bed head pasien.
11. IP-Pull Cord Button dipasang di toilet pasien.
12. Kabel instalasi yang di gunakan adalah sebagai berikut :
- Kabel instalasi dari outlet nurse call ke ip cct router menggunakan kabel UTP CAT.6
- Kabel instalasi dari ip cct router ke hub nurse call menggunakan kabel UTP CAT.6
- Kabel IP monitor ke hub nurse call menggunakan kabel UTP CAT.6
- Kabel hub nurse call ke main server nurse call menggunakan kabel STP CAT.6
- Kabel power hub nurse call menggunakan kabel NYM 3x2.5 mm2
13. Sistem Nurse Call beroperasi pada kondisi listrik normal (PLN dan genset); dan dapat beroperasi
dalam kondisi emergency dengan menggunakan sumber listrik dari UPS. UPS yang digunakan
adalah UPS sentral (baterai = 30 menit), dipasang pada panel power khusus untuk utilitas
elektronik dan telekomunikasi dalam gedung. Panel power tersebut harus dilengkapi surge
arrester sebagai proteksi internal dari sambaran petir.
14. Sistem Nurse Call harus terhubung dengan sistem grounding listrik arus lemah; nilai tahanan
tanah harus kurang dari 1 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari berturut-turut.
Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.
3 - 11
Bab 4 :
Plumbing (PL)
Sanitasi, Drainase dan Pemipaan
Bab 4
Plumbing (PL) - Sanitasi, Drainase, dan Pemipaan
Yang termasuk dalam lingkup perancangan sistem plumbing, antara lain sebagai berikut.
1. Kriteria desain sistem penyediaan dan distribusi air bersih.
2. Kriteria desain sistem pompa distribusi air bersih.
3. Perhitungan kebutuhan air bersih per hari.
4. Perhitungan kapasitas rooftank air bersih
5. Perhitungan kapasitas GWT (ground water tank) air bersih.
6. Kriteria desain sistem saluran air limbah.
7. Kriteria desain bak pengumpul air limbah dan bak pre-treatment air limbah.
8. Kriteria desain instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
9. Perhitungan debit air limbah dan kapasitas IPAL kawasan.
10. Kriteria desain sistem saluran air hujan.
11. Perhitungan jumlah minimum pipa tegak air hujan
12. Perhitungan kapasitas long storage (bak detensi) air hujan
4-1
1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI, nomor : 02/PRT/M/2015 tanggal 18 Februari 2015,
tentang Bangunan Gedung Hijau.
2. Keputusan Menteri Kesehatan, nomor : 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan
Kualitas Air Minum.
3. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, nomor : Kep-112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu
Limbah Air Limbah Domestik.
4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, nomor : Kep-52/ MENLH/10/1995 tentang Baku
Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel.
5. Peraturan Pemerintah No. 74 th 2001 tentang Pengelolaan B3.
6. Undang-undang Republik Indonesia, nomor 28 tahun 2002, tentang bangunan gedung.
7. Kementerian Kesehatan RI - Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Bina
Pelayanan Penunjang Medis dan Sarana Kesehatan Tahun 2014 : Pedoman-pedoman Teknis
Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang
Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.
- Referensi :
1. Soufyan M Nurbambang & Takeo Morimura, “Perencanaan & Pemeliharaan Sistem
Plumbing”.
2. Walter T. Grondzik, Alison G. Kwok, “Mechanical and Electrical Equipment for Buildings
12th Edition”, Wiley, 2014.
Kriteria desain sistem penyediaan air bersih, antara lain sebagai berikut.
1. Sumber air bersih diambil dari suplai air PDAM dan pengolahan air sungai.
2. Seluruh cadangan air bersih ditampung dalam bak penampung air bersih, disebut GWT (ground
water tank). Ground water tank terdiri dari 2 bagian utama, yakni : CWT (clean water tank) dan
RWT (raw water tank).
3. Suplai air dari PDAM ditampung di dalam CWT (clean water tank).
4. Suplai air dari sungai, ditampung di dalam RWT (raw water tank). Dari raw water tank, air
difilter menggunakan sistem WTP (water treatment plant). Sistem WTP (water treatment plant)
terdiri dari : sand filter, carbon filter, dan klorinasi. Setelah difilter, air dipompa menuju CWT
(clean water tank).
5. Air hasil olahan dari sistem WTP (water treatment plant) perlu dicek secara berkala agar
memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan air untuk
4-2
keperluan higiene sanitasi, sesuai yang tertera dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2017.
6. Dari CWT (clean water tank), air dipompa menggunakan pompa distribusi air bersih, ke tangki
penampung air bersih di masing-masing atap bangunan, disebut rooftank.
7. Dari rooftank, air didistribusikan ke seluruh area gedung menggunakan sistem pompa pendorong
(booster) dan sistem gravitasi.
8. Jenis pipa untuk instalasi jaringan air bersih adalah pipa PPR PN.
9. Kecepatan air di dalam pipa antara 1 s/d 2 meter per detik.
10. Batas tekanan pada sambungan alat plumbing adalah 3,5 bar, dan sisa tekanan pada alat plambing
sebesar 1 bar.
Berikut ini adalah kriteria desain sistem pompa distribusi air bersih.
1. Pompa suplai dari sungai yang digunakan adalah pompa submersible khusus / jet pump / pompa
multistage centrifugal. Pompa beroperasi secara otomatis ketika air di dalam RWT (raw water
tank) mendekati kosong. Sistem kontrol menggunakan WLC (water level control), pelampung-
pelampung indikator dipasang pada RWT (raw water tank).
2. Pompa filter WTP (water treatment plant) yang digunakan adalah pompa multistage centrifugal.
Pompa beroperasi secara otomatis ketika air di dalam CWT (clean water tank) mendekati kosong.
Sistem kontrol menggunakan WLC (water level control), pelampung-pelampung indikator
dipasang pada CWT (clean water tank).
3. Pompa distribusi air bersih ke rooftank yang digunakan adalah pompa multistage centrifugal.
Pompa ini disebut juga pompa transfer air bersih. Pompa beroperasi secara otomatis ketika air di
dalam rooftank mendekati kosong. Sistem kontrol menggunakan WLC (water level control),
pelampung-pelampung indikator dipasang pada rooftank. Jumlah set pompa transfer air bersih
berjumlah sama dengan set rooftank yang direncanakan di masing-masing bangunan.
4. Pompa booster air bersih yang digunakan adalah pompa multistage centrifugal. Pompa beroperasi
secara otomatis menggunakan flow switch.
4-3
4.5. Standar Kebutuhan Air Menurut Kelas Rumah Sakit dan Jenis Rawat
Berikut ini adalah standar kebutuhan air menurut kelas rumah sakit dan jenis rawat, berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 7 tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit.
Berikut ini adalah tabel perhitungan kebutuhan air bersih gedung baru.
Total Pemakaian
Jumlah Pemakaian Air
Air Harian (Qd)
Fungsi Ruang
Liter / Orang /
Bed / Orang Liter / Hari
Hari
Total Pemakaian
98.820 liter / hari
Air
100 m3 / hari
(dibulatkan)
Dari tabel perhitungan di atas, kebutuhan air bersih adalah sebesar 100 m3 per hari.
4-4
4.7. Perhitungan Kapasitas Rooftank Air Bersih
Berikut ini adalah perhitungan kapasitas rooftank (tangki air atas) efektif gedung dengan
menggunakan rumus dari buku Perencanaan & Pemeliharaan Sistem Plumbing oleh Soufyan M
Nurbambang & Takeo Morimura.
4-5
Keterangan :
Kapasitas GWT diperhitungkan berdasarkan kebutuhan air bersih selama 3 hari; untuk cadangan air
pada saat maintenance bak dan cadangan air pemadam kebakaran.
Untuk gedung ini, 100% sumber air bersih diambil dari suplai air PDAM. Perhitungan diameter pipa
untuk suplai air PDAM antara lain sebagai berikut.
Asumsi kecepatan aliran air dalam pipa adalah 1,5 meter per detik. Berdasarkan debit air dan asumsi
kecepatan aliran air tersebut, maka dapat ditentukan besar diameter pipa, yakni 1,25 inch.
Catatan :
Besar diameter pipa diperoleh dari metode pemilihan menggunakan grafik kerugian gesek dalam pipa
menurut rumus Hazen-William.
Kriteria desain sistem instalasi pengolahan dan penyaluran air limbah, antara lain sebagai berikut.
1. Saluran air limbah rumah sakit dibedakan menjadi :
- Saluran pipa air kotor (sewage) dari kloset, dialirkan ke bak pengumpul air limbah gedung.
Jenis pipa yang digunakan adalah PVC AW.
4-6
- Saluran pipa air bekas (toilet drain) dari wastafel dan floor drain, dialirkan ke bak
pengumpul air limbah gedung. Jenis pipa yang digunakan adalah PVC AW.
- Saluran pipa air bekas pantry dari sink, dialirkan ke bak pengumpul air limbah gedung. Jenis
pipa yang digunakan adalah PVC AW.
- Saluran pipa air limbah kitchen (kitchen drain), dialirkan ke bak pre-treatment lemak. Jenis
pipa yang digunakan adalah pipa polypropylene.
- Saluran pipa air limbah khusus tipe 1 dari farmasi dan OK, dialirkan ke bak pre-treatment
limbah khusus. Jenis pipa yang digunakan adalah PVC AW.
- Saluran pipa air limbah khusus tipe 2 dari laboratorium dan radiologi, dialirkan ke bak pre-
treatment limbah khusus. Jenis pipa yang digunakan adalah co-polymer.
2. Seluruh pipa saluran air limbah harus dilengkapi dengan instalasi pipa penghawaan air limbah,
disebut juga pipa ven.
3. Kecepatan air maksimal di dalam pipa adalah 1,2 meter per detik.
4. Kemiringan pipa horizontal air limbah adalah 1% - 2%.
4.11. Kriteria Desain Bak Pengumpul Air Limbah dan Bak Pre-treatment Air
Limbah
Kriteria desain bak pengumpul air limbah dan bak pre-treatment air limbah adalah sebagai berikut.
1. Bak pengumpul air limbah berfungsi untuk mengumpulkan air limbah yang bersifat umum. Bak
ini dibagi menjadi beberapa ruang / chamber. Bak ini dilengkapi dengan set pompa submersible
sewage, yang berfungsi untuk mendorong air limbah menuju IPAL.
2. Bak pre-treatment lemak berfungsi sebagai pengolahan awal air limbah dari kitchen. Bak ini
terdiri dari unit grease trap dan dibagi menjadi beberapa ruang / chamber. Bak ini dilengkapi
dengan set pompa submersible sewage, yang berfungsi untuk mendorong air limbah menuju
IPAL.
3. Bak pre-treatment limbah khusus berfungsi sebagai pengolahan awal air limbah khusus. Pada bak
ini, terjadi proses filtrasi awal untuk mengolah air limbah yang mengandung logam berat dan
memiliki PH tidak seimbang (proses neutralizing). Bak ini dibagi menjadi beberapa ruang /
chamber. Bak ini dilengkapi dengan set pompa submersible sewage, yang berfungsi untuk
mendorong air limbah menuju IPAL.
4-7
4.12. Kriteria Desain Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Kriteria desain instalasi pengolahan air limbah (IPAL) adalah sebagai berikut.
1. Jenis sistem IPAL yang digunakan adalah jenis sistem extended aeration, dilengkapi dengan
beberapa bak inlet terpisah, antara lain : bak grit chamber (untuk limbah sewage dan toilet drain
umum), bak grease trap (untuk limbah lemak dari bak pre-treatment air limbah kitchen di
gedung), bak inlet limbah khusus (untuk limbah khusus dari bak pre-treatment limbah khusus di
gedung).
2. IPAL dilengkapi dengan kolam indikator air hasil olahan IPAL.
3. Unit IPAL yang digunakan adalah unit IPAL Baru.
4. Asumsi kandungan dalam air limbah yang masuk ke dalam IPAL adalah :
- Influent BOD : 350 mg/liter
- Influent COD : 400 mg/liter
- Influent SS : 350 mg/liter
- Influent Amonia : 30 mg/liter
5. Air hasil olahan IPAL harus memenuhi persyaratan antara lain sebagai berikut.
- Effluent BOD : < 20 mg/liter
- Effluent COD : < 30 mg/liter
- Effluent SS : < 20 mg/liter
- Effluent Amonia : < 10 mg/liter
- Effluent Oil & Fat : < 10 mg/liter
- Effluent Detergent : < 2 mg/liter
6. Jika kandungan air hasil olahan IPAL belum memenuhi persyaratan, maka perlu ada penambahan
filter dan / atau reaktor di dalam sistem IPAL.
7. Sistem IPAL dilengkapi dengan water meter (flow meter) yang dipasang pada pipa outlet IPAL.
8. Air hasil olahan IPAL dialirkan menuju kolam indikator air hasil olahan IPAL.
4.13. Perhitungan Debit Air Limbah dan Kapasitas IPAL Yang Dibutuhkan
4-8
Perhitungannya adalah sebagai berikut.
Kebutuhan air bersih = 100 m3 per hari
Estimasi debit air limbah total = 100% x 100 m3 per hari
= 100 m3 per hari
Kapasitas IPAL :
= Total debit air limbah gedung baru + kapasitas IPAL eksisting
= 100 m3 / hari + 100 m3 / hari
= 200 m3
Maka, kapasitas IPAL yang dibtuhkan adalah 200 m3 / hari. Unit IPAL yang digunakan adalah
unit IPAL baru.
Kriteria desain sistem saluran air hujan, antara lain sebagai berikut.
1. Saluran air hujan harus terpisah dengan instalasi perpipaan air limbah.
2. Di sekeliling gedung, dibuat saluran drainase air hujan.
3. Air hujan dari atap gedung, dialirkan ke saluran drainase keliling gedung.
4. Dari saluran drainase keliling gedung, air hujan dialirkan menuju bak penampung air hujan (long
storage / bak detensi).
5. Dari bak penampung air hujan, air hujan kemudian dialirkan menuju saluran drainase kota
menggunakan pompa submersible.
6. Jenis pipa untuk saluran air hujan adalah pipa PVC kelas AW.
7. Batas kemiringan minimum pipa horizontal air hujan adalah 1/100.
8. Semua saluran drainase direncanakan semi terbuka untuk memudahkan perawatan dan
pemeliharaan.
4-9
4.15. Perhitungan Jumlah Minimum Pipa Tegak Air Hujan
Curah hujan yang diambil untuk perancangan ini adalah 305 mm/jam. Pipa tegak air hujan yang
digunakan adalah pipa tegak ukuran 4 inci.
Berikut ini adalah tabel ukuran talang atap, pipa utama dan perpipaan tegak air hujan berdasarkan
curah hujan dalam SNI Plumbing 2015.
Luas atap maksimum yang diperbolehkan di-cover oleh satu titik pipa tegak air hujan dengan dimensi
4 inci, pada curah hujan 305 mm/jam
= ± 142 m2
Maka, jumlah minimum titik pipa air tegak di atap utama dengan estimasi curah hujan sebesar 305
mm/jam adalah sebanyak 8 titik, dengan dimensi 4 inci.
Long storage (bak detensi) air hujan dihitung berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI,
nomor : 11/PRT/MM/2014. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut.
4 - 10
Di mana :
Vbak : Volume long storage (bak detensi)
0,855 : Konstanta pengali
Ctadah : Koefisien limpasan penampang bangunan = 0,85
Atadah : Luas tutupan bangunan (luas lantai ground) (m2) = 1940 m2
th : Asumsi tinggi hujan = 42 mm
Maka, kapasitas long storage air hujan (bak detensi) adalah 60 m3.
4 - 11
Bab 5 :
Pemadam Kebakaran (PMK)
Bab 5
Pemadam Kebakaran (PMK)
Yang termasuk dalam lingkup perancangan sistem pemadam kebakaran, antara lain sebagai
berikut.
1. Hydrant.
2. Sprinkler.
3. APAR (alat pemadam api ringan).
4. Pompa Pemadam Kebakaran (termasuk volume air yang dibutuhkan).
5-1
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI, nomor : 02/PRT/M/2015 tanggal 18 Februari 2015,
tentang Bangunan Gedung Hijau.
4. Undang-undang Republik Indonesia, nomor 28 tahun 2002, tentang bangunan gedung.
- Referensi :
1. NFPA 13 : Installation of Sprinkler System.
2. NFPA 14 : Installation of Stand Pipe and Hose System.
3. NFPA 20 : Centrifugal Fire Pumps.
4. Walter T. Grondzik, Alison G. Kwok, “Mechanical and Electrical Equipment for Buildings
12th Edition”, Wiley, 2014.
3. Bak Penampung / GWT (Ground Water Tank) Untuk Air Pemadam Kebakaran
GWT yang digunakan untuk air pemadam kebakaran adalah GWT air bersih dengan kapasitas
total 300 m3.
4. Jarak Tempuh Mobil Pemadam Kebakaran Dari Kantor Dinas Pemadam Kebakaran Kota
Samarinda Ke Rumah Sakit Dirgahayu
- Jarak tempuh mobil pemadam kebakaran dari kantor dinas pemadam kebakaran kota
Samarinda ke Rumah Sakit Dirgahayu adalah sejauh 2,6 km, atau sama dengan perjalanan 7 -
15 menit dengan kecepatan mobil rata-rata 40 km per jam.
- Berdasarkan jarak tempuh tersebut, cadangan air untuk pemadam kebakaran harus mampu
mencukupi kebutuhan 15 - 30 menit penyiraman.
- Untuk rumah sakit ini, cadangan air untuk pemadam kebakaran disediakan untuk penyiraman
1 jam atau 60 menit.
5-2
5. Sistem Hydrant Gedung (Indoor)
- Tipe sistem pipa tegak adalah sistem pipa tegak basah yang mempunyai pasokan air mampu
memasok kebutuhan sistem secara otomatik.
- Kelas sistem pipa tegak adalah sistem kelas III. Sistem harus menyediakan kotak slang
berukuran 40 mm (1,5”) untuk memasok air yang digunakan oleh penghuni bangunan dan
slang ukuran 65 mm (2,5”) untuk memasok air dengan volume lebih besar untuk digunakan
oleh petugas pemadam kebakaran atau mereka yang terlatih.
- Sambungan slang ukuran 65 mm dan sambungan slang ukuran 40 mm dihubungkan ke pipa
tegak. Letak sambungan slang ukuran 65 mm ada di dalam tiap tangga kebakaran.
- Tekanan minimum untuk mendapatkan laju aliran air pada tekanan sisa 6,9 bar (100 Psi) pada
keluaran sambungan slang 65 mm (2,5”) terjauh dihitung secara hidraulik, dan 4,5 bar (65 psi)
pada ujung kotak hidran 40 mm (2,5”) terjauh dihitung secara hidraulik.
- Laju aliran minimum dari pipa tegak hidraulik terjauh sebesar 500 gpm.
5-3
- 1 buah katup kendali (branch control valve) dapat melayani sampai dengan 1000 kepala
sprinkler head.
- Pipa tegak sistem kombinasi untuk mensuplai air ke sistem sprinkler dan juga merupakan pipa
tegak untuk katup sambungan slang kebakaran (KSSK).
- Pompa untuk sistem sprinkler juga merupakan pompa untuk KSSK.
Untuk sistem pipa tegak kelas III, laju aliran minimum dari pipa tegak hidraulik terjauh harus sebesar
550 USGPM. Laju aliran minimum untuk pipa tegak tambahan harus sebesar 250 USGPM untuk
setiap pipa tegak.
Jumlah total pipa tegak yang direncanakan aktif (saat kebakaran) pada gedung ini adalah sebanyak 3
buah, sistem kelas III.
Sesuai dengan perhitungan di atas, maka kapasitas pompa pemadam kebakaran yang dipilih adalah
1000 USGPM.
5-4
5.5. Perhitungan Volume Cadangan Air Pemadam Kebakaran
Volume cadangan air untuk pemadam kebakaran dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan pompa
untuk memadamkan api, yaitu berkisar antara 30 s.d. 60 menit (sesuai dengan NFPA). Untuk proyek
ini, lama waktu pemadaman api yang diambil adalah 60 menit.
Perhitungan :
Kapasitas pompa hydrant = 1000 USGPM
Lama waktu pemadaman api = 60 menit
Maka, volume air untuk pemadam kebakaran yang dibutuhkan adalah sebesar 230 m3 (dibulatkan).
5-5
Bab 6 :
Elevator (ELV)
Bab 6
Elevator (ELV)
Yang termasuk dalam lingkup perancangan sistem transportasi dalam gedung, antara lain sebagai
berikut.
1. Kriteria desain sistem lift medis dan passenger, dan
2. Analisa trafik lift.
6-1
2. Barney G.C., and Loher AG.,“Elevator Electric Drives, Concept and Principles, Control and
Practice”, Ellis Horwood Ltd., 1990.
3. Walter T. Grondzik, Alison G. Kwok, “Mechanical and Electrical Equipment for Buildings
12th Edition”, Wiley, 2014.
Berikut ini adalah kriteria desain untuk lift medis dan passenger.
1. Tipe lift adalah bed lift / hospital lift.
2. Lift medis direncanakan beroperasi dengan tenaga listrik.
3. Jumlah unit lift medis ditentukan sesuai dengan kebutuhan jalur medis.
4. Jumlah unit lift passenger ditentukan dengan menggunakan analisa trafik lift. Lift medis beroperasi
pada kondisi listrik normal (PLN dan genset), dan tidak dapat beroperasi pada saat terjadi
kebakaran.
5. Seluruh lift direncanakan memiliki machine room (ruang mesin), dengan tipe motor gearless.
6. Seluruh lift dikendalikan secara otomatis oleh masing-masing panel kontrol lift.
7. Kapasitas unit lift medis yang dipilih adalah : Lift 1600 kg.
8. Kapasitas unit lift passenger yang dipilih adalah : Lift 1600 kg.
9. Ketinggian langit-langit kereta lift tidak kurang dari 2800 mm di mana terdapat pintu darurat yang
hanya bisa dibuka dari atas kereta dan dilengkapi safety switch.
10. Di dalam unit lift harus dilengkapi dengan lampu, CCTV, fan, dan pada bagian atasnya harus
dilapisi dengan suatu bahan peredam suara.
11. Pada lantai dasar (level ground) terdapat Fire Switch di sisi pintu masuk ke dalam lift, yang terpisah
di dalam suatu box yang dilindungi dengan kaca tipis.
12. Pada masing-masing unit lift, harus terdapat fitur-fitur antara lain sebagai berikut.
- Overload devices;
- Safety edge;
- Fire Emergency return dihubungkan dengan sistem fire alarm;
- Emergency stop switch;
- Car arrival gong;
- Up & down indicator arrows;
- Door photo cell;
- Earth quick devices;
- Automatic Resque Device (ARD); dan
- EPO (Emergency Power Operation).
6-2
6.4. Analisa Trafik Lift Passenger Gedung
1. Jumlah Populasi
Jumlah populasi dalam rumah sakit dihitung berdasarkan fungsi gedung dan asumsi populasi
per lantai, berdasarkan gambar perencanaan.
A. Lantai 1
• Pasien Radiologi = 6 orang
• Pendamping Pasien Radiologi = 12 orang
• Pasien IGD = 12 orang
• Pendamping Pasien IGD = 24 orang
• Pasien Klinik = 5 orang
• Pendamping Pasien Klinik = 10 orang
• Asumsi Jumlah Staff Rumah Sakit Lantai 1 = 45 orang
• Ruang Tunggu Lantai 1 = 75 orang
Total = 189 orang
B. Lantai 2
• Pasien Klinik = 20 orang
• Pendamping Pasien Klinik = 40 orang
• Pasien Lab = 2 orang
• Pendamping Pasien Lab = 4 orang
• Ruang Meeting Staff = 100 orang
• Asumsi Jumlah Staff Rumah Sakit Lantai 2 = 60 orang
• Ruang Tunggu Lantai 2 = 200 orang
Total = 426 orang
C. Lantai 3
• Pasien Ruang OK = 5 orang
• Pasien Pre-OP = 4 orang
• Pasien Post-OP = 6 orang
• Pasien ICU / PICU / ICCU = 15 orang
• Asumsi Jumlah Staff Rumah Sakit Lantai 3 = 30 orang
• Ruang Tunggu Lantai 3 = 60 orang
Total = 120 orang
6-3
D. Lantai 4
• Pasien Rawat Inap = 30 orang
• Pendamping Pasien Rawat Inap = 60 orang
• Pasien Bersalin = 10 orang
• Pendamping Pasien Bersalin = 20 orang
• Asumsi Jumlah Staff Rumah Sakit Lantai 4 = 20 orang
Total = 140 orang
E. Lantai 5
• Pasien Rawat Inap = 48 orang
• Pendamping Pasien Rawat Inap = 96 orang
• Asumsi Jumlah Staff Rumah Sakit Lantai 5 = 15 orang
Total = 159 orang
F. Lantai 6
• Pasien Rawat Inap = 48 orang
• Pendamping Pasien Rawat Inap = 96 orang
• Asumsi Jumlah Staff Rumah Sakit Lantai 6 = 15 orang
Total = 159 orang
G. Lantai 7
• Pasien Rawat Inap = 48 orang
• Pendamping Pasien Rawat Inap = 96 orang
• Asumsi Jumlah Staff Rumah Sakit Lantai 6 = 15 orang
Total = 159 orang
H. Lantai 8
• Pasien Rawat Inap = 17 orang
• Pendamping Pasien Rawat Inap = 34 orang
• Asumsi Jumlah Staff Rumah Sakit Lantai 6 = 10 orang
Total = 61 orang
Total Populasi
=A+B+C+D+E+F+G+H
= 189 + 426 + 120 + 140 + 159 + 159 + 159 + 61
= 1413 orang
Jumlah total populasi ini akan digunakan untuk menghitung kebutuhan lift secara keseluruhan.
6-4
2. Handling Capacity (HC)
Berikut ini adalah tabel kriteria waktu tunggu rata-rata di lobby utama dan kriteria tuntutan arus
sirkulasi.
Kriteria Waktu Tunggu Rata-Rata Di Lobby Utama dan Kriteria Tuntutan Arus Sirkulasi.
Dari persentase Tuntutan Arus Sirkulasi (TAS), dapat dihitung nilai Handling Capacity (HC)
atau kapasitas angkut lift. Sesuai dengan tabel di atas, persentase TAS yang diambil untuk
gedung ini adalah 10% (rumah sakit).
Maka, total nilai Handling Capacity (HC) atau kapasitas angkut lift keseluruhan adalah :
= 1413 orang x 10%
= 142 orang
6-5
- Tinggi antar lantai (floor-to-floor) adalah = ± 4,2 meter (rata-rata)
- Jumlah lantai yang dilayani oleh lift adalah = 8 lantai
Berdasarkan data perhitungan pada poin-poin sebelumnya, diperoleh data untuk gedung ini
antara lain sebagai berikut.
H = tinggi antar lantai - (m) = 4,2 m
S = kecepatan rata-rata lift - (m/s) = 1 m/s
N = jumlah lantai dalam 1 zona = 8 lantai
M = kapasitas lift - (person) = 21 person
Maka, perhitungan waktu perjalanan bolak-balik lift (round trip time) adalah sebagai berikut.
(2𝐻 + 4𝑆)(𝑁 − 1) + 𝑆(3𝑀 + 4)
𝑇=
𝑆
[(2 ∙ 4,2 m) + (4 ∙ 1 m/s)] ∙ (8 lantai − 1) + [1 m/s ∙ ((3 ∙ 21 person) + 4)]
𝑇=
1 m/s
𝑻 = 𝟏𝟓𝟒 𝐝𝐞𝐭𝐢𝐤
Maka, nilai round trip time adalah selama 154 detik per unit lift.
6. Handling Capacity / Kapasitas Angkut Dalam 5 Menit untuk 1 Unit Lift (HC5)
Handling capacity dalam 5 menit untuk 1 unit lift (HC5) dihitung dengan menggunakan rumus
berikut :
300 ∙ 𝑀
𝐻𝐶5 =
𝑇
Di mana :
HC5 = Handling capacity dalam 5 menit untuk 1 unit lift
M = kapasitas lift - (person)
T = waktu perjalanan bolak-balik lift (round trip time) - (s)
6-6
Maka, nilai HC5 adalah :
300 ∙ 𝑀
𝐻𝐶5 =
𝑇
300 ∙ 21 person
𝐻𝐶5 =
154 detik
𝑯𝑪𝟓 = 𝟒𝟏 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠
Maka nilai handling capacity dalam 5 menit adalah sebesar 41 orang per unit lift.
Dari perhitungan di atas, telah diperoleh jumlah unit lift passenger yang dibutuhkan; yakni
sebanyak 4 unit.
9. Waiting Time
Waiting time adalah rata-rata waktu tunggu penumpang sebelum bisa masuk ke dalam lift.
Perhitungannya antara lain sebagai berikut.
Waiting Time
= Round Trip Time : Jumlah Unit Lift Yang Dipasang
= 154 detik : 4 unit lift
= 39 detik
6-7
Bab 7 :
Gas Medis (GM)
Bab 7
Gas Medis (GM)
Yang termasuk dalam lingkup perancangan sistem gas medis, antara lain sebagai berikut.
1. Oksigen,
2. Nitrous Oxide,
3. Compressed Air, dan
4. Vacuum / Suction.
7-1
7.3. Kriteria Desain Sistem Oksigen Sentral
Kriteria desain untuk sistem oksigen sentral, antara lain sebagai berikut.
1. Peralatan sentral jaringan oksigen yang digunakan adalah peralatan baru, terdiri dari tabung gas
oksigen dengan manifold otomatis.
2. Pipa instalasi yang digunakan adalah copper tube jenis “hard-drawn seamless copper”; class L
ASTM B819. Detail pemipaan seperti pada gambar perencanaan.
3. Pipa tembaga harus mempunyai kandungan CU 99,90% dan bersertifikat pada masing-masing
ukuran.
4. Setiap pipa yang digunakan harus aman menahan tekanan kerja minimal 5 bar, dan tekanan test
uji sampai 20 bar.
5. Instalasi pipa oksigen harus ditest sampai dengan tekanan mencapai 1,5 – 2 kali tekanan kerja
atau 10 bar selama 24 (dua puluh empat) jam terus menerus.
6. Kelengkapan instalasi oksigen sentral terdiri dari : medical gas alarm, reducing station, auto
change over, dan valve.
7. Outlet oksigen yang dipasang adalah outlet type quick connect lengkap dengan nameplate, color
code ring, fixing screw push and dust cap. dan stainless panel.
8. Berikut ini adalah persyaratan kualitas dan spesifikasi oksigen.
• Standar keluaran tekanan kerja : 4 - 5 bar.
• Komposisi unsur :
- Oksigen (O2) pabrikan : > 99,5%
- Karbon Dioksida (CO2) : < 5,0 Ppm
- Karbon Monoksida (CO) : < 5,0 Ppm
- Nitrogen (N2) : <100,0 Ppm
- Argon (Ar) : < 0,5 Ppm
- Methane (CH4) : < 50,0 Ppm
- Hidrogen (H2) : < 5,0 Ppm
- Nitrogen Oksida (N2O) : < 5,0 Ppm
- Moisture (H2O) : < 25,0 Ppm
• O2 harus dijauhkan dari minyak, oli, gemuk dan bahan lain yang mudah terbakar.
• Tabung O2 harus dijauhkan dari suhu panas yang tinggi, karena bisa meledak jika terkena
panas yang tinggi dan dijauhkan dari zat-zat yang dapat menyebabkan terjadinya
karatan/kerusakan. Suhu silinder harus dijaga tidak boleh melampaui 52oC.
7-2
7.4. Kriteria Desain Sistem Nitrous Oxide Sentral
Kriteria desain untuk sistem nitrous oxide sentral, antara lain sebagai berikut.
1. Peralatan sentral jaringan nitrous oxide yang digunakan adalah peralatan baru, terdiri dari tabung
gas nitrous oxide dengan manifold otomatis.
2. Pipa instalasi yang digunakan adalah copper tube jenis “hard-drawn seamless copper”; class L
ASTM B819. Detail pemipaan seperti pada gambar perencanaan.
3. Pipa tembaga harus mempunyai kandungan CU 99,90% dan bersertifikat pada masing-masing
ukuran.
4. Setiap pipa yang digunakan harus aman menahan tekanan kerja minimal 5 bar, dan tekanan test
uji sampai 20 bar.
5. Instalasi pipa nitrous oxide harus ditest sampai dengan tekanan mencapai 1,5 – 2 kali tekanan
kerja atau 10 bar selama 24 (dua puluh empat) jam terus menerus.
6. Outlet oksigen yang dipasang adalah outlet type quick connect lengkap dengan nameplate, color
code ring, fixing screw push and dust cap. dan stainless panel.
7. Kelengkapan instalasi nitrous oxide sentral terdiri dari : medical gas alarm, reducing station, auto
change over, dan valve.
8. Berikut ini adalah persyaratan kualitas dan spesifikasi Dinitrogen Oksida / Nitrous Oxide (N2O).
• Standar keluaran tekanan kerja : 4 - 5 bar.
• Komposisi unsur :
- Nitrous Oksida (N2O) : > 99,0%
- Oksigen (O2) : < 0,1%
- Nitrogen (N2) : < 0,9%
- Karbon Monoksida (CO) : < 10 Ppm
- Nitric Oxsida/Nitrogen Oksida : < 1 Ppm
- Moisture : < 65 Ppm
- Methane : niil
• N2O harus dijauhkan dari minyak, oli, gemuk dan bahan lain yang mudah terbakar, metal
garam, metal oksida, peroksida dan basa.
• Tabung N2O harus dijauhkan dari suhu panas yang tinggi, karena bisa meledak jika terkena
panas yang tinggi serta suhu silinder harus dijaga tidak boleh melampaui 52oC.
• N20 bersifat narkotik dalam konsentrasi yang tinggi; dan dapat membentuk campuran yang
ekplosif dengan udara.
7-3
7.5. Kriteria Desain Sistem Compressed Air Sentral
Kriteria desain untuk sistem compressed air sentral, antara lain sebagai berikut.
1. Peralatan sentral jaringan compressed air adalah peralatan baru, terdiri dari mesin compressor
lengkap dengan tangki.
2. Peralatan kompresor sentral bekerja menggunakan tenaga listrik pada kondisi listrik normal (PLN
atau genset), dan tidak dapat beroperasi pada saat terjadi kebakaran.
3. Spesifikasi kompresor sentral antara lain :
• Oil free.
• Duplex (2 unit mesin kompresor).
• Reciprocating, refrigerated air dried D-10.
• Tekanan kerja berkisar antara 8 s.d. 10 kg/cm2.
4. Pipa instalasi yang digunakan adalah copper tube jenis “hard-drawn seamless copper”; class L
ASTM B819. Detail pemipaan seperti pada gambar perencanaan.
5. Pipa tembaga harus mempunyai kandungan CU 99,90% dan bersertifikat pada masing-masing
ukuran.
6. Setiap pipa yang digunakan harus aman menahan tekanan kerja minimal 5 bar, dan tekanan test
uji sampai 20 bar.
7. Sistem compressed air sentral harus handal dalam pengujian dengan tekanan mencapai 15 bar
selama 24 (dua puluh empat) jam terus menerus.
8. Berikut ini adalah persyaratan kualitas dan spesifikasi Udara Tekan Medis (Medical Compressed
Air).
• Standar keluaran tekanan kerja : 4 - 5 bar.
• Komposisi unsur :
- Oksigen (O2) : 21 % ± 1 %
- Nitrogen (N2) : 78 % ± 1 %
- Argon (Ar) :<1%
- Carbon dioksida (CO2) : 350 ppm
- Methane (CH4) : < 2 ppm
- Carbon monoksida (CO) : < 1 ppm
- Moisture : < 25 ppm
- Kandungan oli maksimum (Maximum oil content) : max 5 mg/m3
7-4
7.6. Kriteria Desain Sistem Vacuum Air / Suction Sentral
Kriteria desain untuk sistem vacuum air / suction sentral, antara lain sebagai berikut.
1. Peralatan sentral jaringan vacuum air (suction) adalah peralatan baru, terdiri dari mesin vacuum
sentral lengkap dengan tangki.
2. Mesin-mesin vakum bekerja menggunakan tenaga listrik pada kondisi listrik normal (PLN atau
genset), dan tidak dapat beroperasi pada saat terjadi kebakaran.
3. Spesifikasi mesin vakum sentral antara lain :
- Duplex (2 unit mesin vakum).
- Water sealed.
- Tekanan kerja berkisar antara 0,6 s.d. 1 kg/cm2.
4. Pipa instalasi yang digunakan adalah copper tube jenis “hard-drawn seamless copper”; class L
ASTM B819. Detail pemipaan seperti pada gambar perencanaan.
5. Pipa tembaga harus mempunyai kandungan CU 99,90% dan bersertifikat pada masing-masing
ukuran.
6. Setiap pipa yang digunakan harus aman menahan tekanan kerja minimal 5 bar, dan tekanan test
uji sampai 20 bar.
7. Sistem vacuum air/suction sentral harus handal dalam pengujian dengan tekanan mencapai 1 bar
selama 24 (dua puluh empat) jam terus menerus.
8. Daya hisap tertinggi di unit pelayanan : 600 mm Hg atau ± 0,82 kg/cm2.
Berikut ini adalah persyaratan dan kemanan untuk ruang sentral gas medis.
1. Lokasi ruang sentral gas medis mudah dijangkau transportasi untuk pengiriman dan pengambilan
tabung.
2. Harus aman/jauh dari kegiatan yang memungkinkan terjadinya ledakan/kebakaran.
3. Aman dari sumber panas, oli dan sejenisnya.
4. Ruangan sentral gas medis harus memenuhi persyaratan :
- Konstruksi bangunan permanen;
- Penerangan yang memadai;
- Sirkulasi udara yang baik; dan
- Lantai terbuat dari bahan yang kuat, tidak licin, dan datar.
7-5
5. Pada pintu ruangan yang berisi gas medik selain dari oksigen dan udara medik harus berlabel
sebagai berikut :
6. Pintu ruangan yang berisi sistem pasokan sentral atau silinder yang hanya berisi oksigen atau
udara medik harus berlabel sebagai berikut :
Berikut ini adalah persyaratan keamanan kebakaran di ruang sentral gas medis.
1. Ruang sentral gas medis harus dilengkapi dengan detektor kebakaran jenis fixed heat temperature
(detektor panas) dan detektor gas. Detektor kebakaran harus berfungsi dan terhubung dengan
panel kontrol utama sistem fire alarm.
2. Pada ruang sentral gas medis, harus disediakan instalasi sprinkler dan unit APAR (alat pemadam
api ringan) jenis chemical powder 3,5 kg.
7-7
Bab 8 :
Tata Udara Gedung (TUG)
Bab 8
Tata Udara Gedung (TUG)
Yang termasuk dalam lingkup perancangan sistem tata udara gedung, antara lain sebagai berikut.
1. Tata udara ruang umum,
2. Tata udara ruang isolasi,
3. Tata udara ruang operasi umum,
4. Tata udara ruang operasi operasi,
5. Ventilasi mekanik, dan
6. Pressurized fan tangga kebakaran.
8-1
4. Kementerian Kesehatan RI - Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Bina
Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan Tahun 2014 : Pedoman-pedoman Teknis
Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang
Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.
- Referensi :
1. Carrier, Handbook of Air Conditioning System Design, McGraw-Hill Book Company.
2. ANSI/ASHRAE 90.2 – 1993, ASHRAE Standard, Energy Efficient Design of New Low
Rise - Residential Buildings.
3. HVAC Design Manual for Hospitals and Clinics 2nd Edition | 2003, 2013 ASHRAE.
4. Walter T. Grondzik, Alison G. Kwok, “Mechanical and Electrical Equipment for Buildings
12th Edition”, Wiley, 2014.
Kriteria desain untuk sistem tata udara ruang umum, antara lain sebagai berikut.
1. Jenis sistem tata udara yang direncanakan adalah VRF system (single outdoor, multi indoor).
2. Tipe unit indoor AC yang dipilih adalah tipe wall mounted, ceiling cassette, dan duct connection.
3. Kondisi udara luar adalah sebagai berikut :
- Temperatur : ± 33 - 35o C
- Relative Humidity : ± 75 - 80 % RH
4. Kriteria temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan, dikondisikan sebagai berikut.
Relative
Temperatur
Ruang Humidity
(°C )
(%RH)
Ruang Pasien 24 + 2 55 + 10
Ruang Sterilisasi 22 + 2 55 + 5
Ruang Dokter/Perawat 24 + 2 55 + 10
Ruang Poliklinik 24 + 2 55 + 10
Ruang Tunggu 25 + 1 55 + 10
Ruang Rapat 24 + 2 55 + 10
Ruang Kantor Administrasi 24 + 2 55 + 10
Ruang Server/Kontrol 22 + 2 55 + 10
Ruang Teknisi 25 55 + 10
Main Lobby/Lift Lobby/Corridor 24 + 2 55 + 10
8-2
Relative
Temperatur
Ruang Humidity
(°C )
(%RH)
Kantin 25 + 1 55 + 10
Berikut ini adalah kriteria desain sistem tata udara ruang isolasi.
1. Ruang perawatan isolasi harus dilengkapi dengan ruang antara (air lock).
2. Tekanan udara di dalam ruang perawatan isolasi lebih negatif terhadap ruang antara (air lock).
3. Tekanan udara di dalam ruang antara (air lock) adalah sebagai berikut.
- Lebih positif terhadap ruang perawatan isolasi.
- Lebih negatif terhadap ruang luar / ruang di sebelahnya.
4. Temperatur ruangan 22o-24oC.
5. Kelembaban relatif 40-60%.
6. Sistem tata udara khusus untuk ruang isolasi adalah sistem full fresh air (100%) bertekanan
negatif.
7. Tipe AC yang digunakan adalah AC duct connection.
8. Sistem exhaust air yang digunakan adalah in-line exhaust fan menggunakan ducting, dilengkapi
dengan HEPA filter (tingkat resiko tinggi) dan UV lamp.
9. Total pertukaran udara dalam ruangan adalah 12 kali per jam.
8-3
8.5. Kriteria Desain Sistem Tata Udara Ruang Operasi Umum
Berikut ini adalah kriteria desain sistem tata udara ruang operasi umum.
1. Tekanan udara dalam ruangan lebih besar/positif dari ruangan-ruangan yang bersebelahannya.
2. Temperatur ruangan 19o-24oC.
3. Kelembaban relatif 40-60%.
4. Total pertukaran udara minimal 4 kali per jam pada saat ruangan tidak digunakan, dan 20 kali per
jam pada saat ada operasi.
5. Ruangan ini merupakan ruangan steril dengan HEPA Filter (tingkat resiko sangat tinggi), yang
mempunyai jumlah maksimal partikel debu ukuran dia. 0,5 μm per m3 yaitu 35.200 partikel (ISO
6-ISO 14644-1 cleanroom standards, 1999).
6. AC yang digunakan pada ruang operasi gedung ini adalah AC single, tipe duct connection atau
AHU Dx Coil dengan kapasitas pendinginan (cooling capacity) sebesar 8 s/d 12 PK.
7. Selain HEPA Filter, unit AC juga harus dilengkapi dengan Pre-Filter dan Medium Filter.
8. Untuk mengatur kelembaban udara, perlu dipasang unit Dehumidifier.
9. Agar udara dingin yang keluar dari unit AC mampu menembus filter-filter dan untuk memenuhi
pertukaran udara sebanyak 20 kali per jam, maka perlu dipasang Unit Booster Fan khusus pada
sistem AC Ruang Operasi.
10. Sistem AC Ruang Operasi harus dilengkapi dengan indikator yang mampu menampilkan
beberapa parameter, antara lain :
- Temperatur.
- RH (Relative Humidity).
- Pressure Indicator (Terhadap Ruangan Luar).
Berikut ini adalah kriteria desain sistem tata udara ruang operasi infeksius.
1. Ruang operasi infeksius dilengkapi dengan ruang antara (air lock).
2. Tekanan udara di dalam ruang operasi infeksius lebih positif terhadap ruang antara (air lock).
3. Tekanan udara di dalam ruang antara (air lock) adalah sebagai berikut.
- Lebih negatif terhadap ruang operasi infeksius.
- Lebih negatif terhadap ruang luar / ruang di sebelahnya.
4. Temperatur ruangan 19o-24oC.
5. Kelembaban relatif 40-60%.
8-4
6. Total pertukaran udara minimal 4 kali per jam pada saat ruangan tidak digunakan, dan 20 kali per
jam pada saat ada operasi.
7. Ruangan ini merupakan ruangan steril dengan HEPA Filter (tingkat resiko sangat tinggi), yang
mempunyai jumlah maksimal partikel debu ukuran dia. 0,5 μm per m3 yaitu 35.200 partikel (ISO
6-ISO 14644-1 cleanroom standards, 1999).
8. AC yang digunakan pada ruang operasi gedung ini adalah AC single, tipe duct connection atau
AHU Dx Coil dengan kapasitas pendinginan (cooling capacity) sebesar 8 s/d 12 PK.
9. Selain HEPA Filter, unit AC juga harus dilengkapi dengan Pre-Filter dan Medium Filter.
10. Untuk mengatur kelembaban udara, perlu dipasang unit Dehumidifier.
11. Sistem exhaust air yang digunakan adalah in-line exhaust fan menggunakan ducting, dilengkapi
dengan HEPA filter (tingkat resiko tinggi) dan UV lamp.
12. Agar udara dingin yang keluar dari unit AC mampu menembus filter-filter dan untuk memenuhi
pertukaran udara sebanyak 20 kali per jam, maka perlu dipasang Unit Booster Fan khusus pada
sistem AC Ruang Operasi.
13. Sistem AC Ruang Operasi harus dilengkapi dengan indikator yang mampu menampilkan
beberapa parameter, antara lain :
- Temperatur.
- RH (Relative Humidity).
- Pressure Indicator (Terhadap Ruangan Luar).
Lantai 1
Kapasitas AC
Luas Tinggi
BTU/h Kebutuhan Yang
No Ruangan Ruangan Ruangan
Per m2 AC (BTU/h) Diperlukan
(m2) (m)
(PK)
8-5
6 Ruang CT-Scan 22 3 200 13200 1,5 PK
Lantai 2
Kapasitas AC
Luas Tinggi
BTU/h Kebutuhan Yang
No Ruangan Ruangan Ruangan
Per m2 AC (BTU/h) Diperlukan
(m2) (m)
(PK)
8-6
Lantai 3
Kapasitas AC
Luas Tinggi
BTU/h Kebutuhan Yang
No Ruangan Ruangan Ruangan
Per m2 AC (BTU/h) Diperlukan
(m2) (m)
(PK)
Lantai 4
Kapasitas AC
Luas Tinggi
BTU/h Kebutuhan Yang
No Ruangan Ruangan Ruangan
Per m2 AC (BTU/h) Diperlukan
(m2) (m)
(PK)
8-7
12 Ruang Tunggu Keluarga Area VK 35 3 175 18375 2 PK
Lantai 5
Kapasitas AC
Luas Tinggi
BTU/h Kebutuhan Yang
No Ruangan Ruangan Ruangan
Per m2 AC (BTU/h) Diperlukan
(m2) (m)
(PK)
Lantai 6
Kapasitas AC
Luas Tinggi
BTU/h Kebutuhan Yang
No Ruangan Ruangan Ruangan
Per m2 AC (BTU/h) Diperlukan
(m2) (m)
(PK)
Lantai 7
Kapasitas AC
Luas Tinggi
BTU/h Kebutuhan Yang
No Ruangan Ruangan Ruangan
Per m2 AC (BTU/h) Diperlukan
(m2) (m)
(PK)
8-8
Lantai 8
Kapasitas AC
Luas Tinggi
BTU/h Kebutuhan Yang
No Ruangan Ruangan Ruangan
Per m2 AC (BTU/h) Diperlukan
(m2) (m)
(PK)
Kriteria desain sistem pressurized fan tangga kebakaran, antara lain sebagai berikut.
1. Setiap 1 unit tangga kebakaran (tangga darurat), harus dilengkapi dengan 1 unit pressurized fan.
Pressurized fan berfungsi untuk menjaga tekanan udara positif di dalam tangga kebakaran.
8-9
2. Sistem injeksi pressurized fan yang digunakan adalah sistem injeksi jamak; terdapat satu unit
grille pressurized fan di setiap lantai tangga darurat. Untuk menunjang sistem injeksi ini, tangga
darurat harus dilengkapi dengan shaft yang berfungsi sebagai ducting.
3. Pressurized fan bekerja menggunakan tenaga listrik, dan dimasukkan ke dalam kelompok beban
emergency yang hanya beroperasi pada saat kebakaran.
4. Kabel instalasi pressurized fan harus menggunakan kabel tahan api / FRC (Fire Resistant Cable).
5. Jenis fan yang digunakan adalah centrifugal fan.
6. Kapasitas air flow dan tekanan statis pressurized fan, ditentukan berdasarkan perhitungan.
Kapasitas kebutuhan pressurized fan untuk tangga darurat dihitung berdasarkan pintu tangga darurat
yang terbuka pada saat kebakaran dan kecepatan udara. Berikut ini perhitungan kebutuhan udara
pressurized fan.
Berdasarkan perhitungan di atas, kapasitas air flow pressurized fan yang akan dipasang yaitu sebesar
20.000 CFM (dibulatkan), tipikal untuk semua unit pressurized fan.
8 - 10
8.11. Perhitungan Tekanan Statis Pressurized Fan Tangga Kebakaran
Tekanan statis yang dibutuhkan pressurized fan tangga darurat dihitung berdasarkan panjang saluran
dan rugi-rugi tekanan pada setiap grille. Berikut ini adalah perhitungan tekanan statis pressurized fan.
Kerugian Ducting
Total Saluran Ducting = 42 m (138 feet)
Kerugian Ducting = 0,002 in.wg. / feet
Kerugian Tekanan Ducting :
= 138 feet x 0,002 in.wg.
= 0,276 in.wg.
Total tekanan statis + safety factor (10%) = 0,826 in.wg. + 0,083 in.wg.
= 0,91 in.wg.
Dari perhitungan di atas maka, tekanan statis minimal untuk setiap unit pressurized fan tangga
kebakaran adalah 0,91 in.wg.
8 - 11
Bab 9 :
Sistem Pengelolaan Sampah
Bab 9
Sistem Pengelolaan Sampah
Jenis sampah dibedakan menjadi dua kelompok, yakni sampah medis dan sampah non-medis.
1. Sampah Medis, bisa disebut pula sampah klinis yang berasal dari pelayanan medis, perawatan,
gigi, farmasi atau yang sejenisnya, pengobatan, dan perawatan yang menggunakan bahan
beracun, infeksius, berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan
tertentu. Berdasarkan potensi bahaya yang terkandung dalam sampah medis, maka jenisnya dapat
digolongkan sebagai berikut :
- Sampah Benda Tajam
Adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang
dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet
pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam tersebut dapat menyebabkan cidera
melalui sobekan atau tusukan. Benda tajam terbuang bisa mengkontaminasi darah, cairan
tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun, citotoksik ataupun radioaktif. Selain itu bahaya
lainnya adalah infeksi atau cidera juga potensi penularan penyakit bila benda tajam tersebut
digunakan untuk pengobatan pasien infeksi.
- Sampah Infeksius
Sampah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular ataupun
limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan
ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
- Sampah Jaringan Tubuh
Meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh yang dihasilkan saat pembedahan
atau otopsi.
- Sampah Citotoksik
Adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat citotoksik
selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik.
- Sampah Farmasi
Sampah yang berasal dari: obat kadaluwarsa, obat yang terbuang karena tidak memenuhi
spesifikasi atau kemasan terkontaminasi, obat yang dikembalikan oleh pasien, obat yang
tidak lagi diperlukan oleh rumah sakit termasuk semua limbah yang dihasilkan selama
produksi obat-obatan.
- Sampah Kimia
Dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses
sterilisasi dan riset.
9-1
- Sampah Radioaktif
Bahan yang terkontaminasi oleh radio isotop yang berasal dari penggunaan medis. Sampah
tersebut dapat berasal dari tindakan radiologi.
2. Sampah Non-Medis, merupakan buangan padat (solid waste), di luar sampah medis atau klinis.
Pada umumnya sampah non-medis berasal dari :
- Aktivitas kantor administrasi berupa kertas dan alat tulis.
- Aktivitas dapur dan bagian gizi berupa sampah mudah busuk yang berasal dari penyiapan
pengolahan dari penyajian makanan, sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur
dan lain-lain.
- Aktivitas laundry berupa pembungkus dan kemasan.
- Aktivitas halaman/kebun berupa sisa pembungkus, daun ranting, debu.
- Aktivitas umum berasal dari pengunjung berupa kemasan makanan-minuman, sisa makanan.
Sistem pengumpulan sampah menggunakan bin (bak sampah) dengan pembedaan warna pada kantong
plastik pengumpul dan tulisan berdasarkan seleksi. Pengelolaan pengumpulan dan seleksi
menggunakan prosedur yang telah dipakai saat ini yaitu :
1. Hitam untuk umum
2. Kuning untuk pasien
3. Merah untuk medis infeksius
4. Biru untuk medis non-infeksius
Ritasi minimal
Sumber Sampah Keterangan
Basah Kering
9-2
Ritasi minimal
Sumber Sampah Keterangan
Basah Kering
Sampah ditampung di tempat produksi sampah untuk sementara. Penampungan tidak boleh lebih dari
1 jam untuk sampah infeksius, citotoksik dan radio aktif. Sedangkan aktivitas dapur dengan produksi
sampah organik basah terbanyak, penampungan tidak boleh lebih dari 5 jam.
Untuk itu setiap unit hendaknya disediakan tempat penampung dengan bentuk, ukuran dan jumlah
yang disesuaikan dengan jenis dan jumlah sampah serta kondisi setempat. Untuk beberapa hal sampah
bisa diangkut langsung ke tempat penampungan blok atau pemusnahan.
9-3
2. Kantong Plastik Pelapis dalam Bak Sampah
Untuk memudahkan pengosongan dan pengangkutan, penggunaan kantong plastik pelapis dalam
bak sampah sangat disarankan. Kantong plastik tersebut membantu membungkus sampah waktu
pengangkutan sehingga mengurangi kontak langsung mikroba dengan manusia dan mengurangi
bau, tidak terlihat sehinga dapat diperoleh rasa estetis dan memudahkan pencucian bak sampah.
Penggunaan kantong plastik ini terutama bermanfaat untuk sampah laboratorium, ketebalan
plastik disesuaikan dengan jenis sampah yang dibungkus dengan mempertimbangkan keamanan
pengangkutan. Karena itu, hendaknya pembuangan benda-benda tajam ini dipisahkan. Sebaiknya
benda tajam, seperti jarum dan lain-lain ditampung di kaleng, kertas karton atau tempat khusus
untuk dikembalikan ke produsen.
9-4
tersebut harus jelas dan diberi label, dibersihkan secara regular dan hanya digunakan untuk
mengangkut sampah. Setiap petugas hendaknya dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja
khusus.
4. Pembuangan sampah direncanakan terpisah antara sampah medis/klinis dengan non-medis.
Pemisahan ini dimungkinkan bila Dinas Kebersihan setempat dapat diandalkan untuk mengelola
sampah hingga ke TPA Kota, sehingga rumah sakit tinggal bertanggung jawab terhadap
pengelolaan sampah medis. Namun bila hal tersebut tidak memungkinkan maka tidak
direkomendasikan penimbunan sampah on-site. Untuk selanjutnya secara berkala Pemerintah
Daerah melakukan pemantauan dan evaluasi dampak pengelolaan sampah baik melalui institusi
Dinas Lingkungan maupun Dinas Kebersihan.
Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah limbah yang memiliki potensi untuk menimbulkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Untuk membangun tempat penyimpanan sementara
limbah bahan berbahaya dan beracun, pihak rumah sakit harus memiliki Surat Ijin Penyimpanan
Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari pemerintah kota setempat.
Berikut ini adalah tanggung jawab pihak rumah sakit terhadap limbah bahan berbahaya dan beracun.
1. Mematuhi jenis Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang dapat disimpan pada Tempat
Penyimpanan Sementara adalah :
- Limbah klinis memiliki karakterisistik infeksius (tajam dan non tajam) : kategori 1 dari
sumber spesifik umum;
- Minyak pelumas bekas : kategori 2 dari sumber tidak spesifik;
- Abu dari insinerator : kategori 1 dari sumber spesifik umum;
- Baterai bekas : kategori 2 dari sumber tidak spesifik;
- Lampu TL : kategori 2 dari sumber tidak spesifik; dan
- Aki Bekas : kategori 1 dari sumber tidak spesifik.
2. Mematuhi jenis Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang dapat disimpan pada Tempat
Penyimpanan Sementara adalah :
3. Mengatur semua Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang disimpan sesuai jenis,
karakteristiknya pada Tempat Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
4. Menghindari terjadinya tumpahan/ceceran dari jenis-jenis Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
yang disimpan.
9-5
5. Mencatat arus jumlah Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang keluar masuk tempat
penyimpanan sesuai jenis dan jumlah volumenya kedalam formulir Neraca Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.
6. Menyimpan limbah B3 paling lama 90 (Sembilan puluh) hari untuk limbah minyak pelumas
bekas (oli bekas), abu dari insenerator, baterai bekas, lampu TL, dan aki bekas.
7. Menyimpan limbah klinis memiliki karakterisistik infeksius (tajam dan non tajam), paling lama
48 (empat puluh delapan) jam pada musim hujan dan palimng lama 24 (dua puluh empat) jam
pada musim kemarau.
8. Melakukan upaya 3R (reuse, recycle, recovery) untuk keperluan sendiri, sesuai sifat dan
karakterisitik limbah tersebut dengan mengacu kepada peraturan yang berlaku.
9. Menjalin perjanjian kerjasama pengelolaan limbah B3 (pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan)
dengan pihak ketiga yang telah mempunyai izin dari Kementrian Perhubungan dan Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
10. Mematuhi jangka waktu penyimpanan dan/atau pengumpulan limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
11. Melaporkan realisasi kegiatan Penyimpanan sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada :
- Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan u.p. Deputi Bidang Pegelolaan bahan
Berbahaya dan Beracun dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;
- Gubernur Setempat u.p. Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Setempat;
- Walikota/Bupati Setempat u.p. Kepala Badan Lingkungan Hidup Setempat.
Berikut ini adalah gambar diagram rencana sistem pengelolaan sampah rumah sakit.
9-6
9.7. Jalan Akses Menuju TPSS (Tempat Penampungan Sampah Sementara)
Lokasi TPSS (tempat penampungan sampah sementara) terletak di zona servis. Sampah yang telah
terkumpul di TPSS ini akan diangkut oleh Dinas Lingkungan Hidup setempat atau pihak ketiga. Jalur
akses menuju TPSS melalui jalur servis yang terpisah dari sirkulasi umum. Jalur servis ini diakses dari
Jl. Bukit Barisan Gg. 1.
TPSS yang digunakan adalah TPSS eksisting rumah sakit, dengan estimasi kapasitas penampungan
15.000 kg per hari.
Estimasi sampah yang dihasilkan gedung baru rumah sakit dihitung sebesar 2,045 kg per orang per
hari. Total estimasinya adalah sebagai berikut.
Berdasarkan estimasi di atas, total sampah yang dihasilkan rumah sakit adalah 2045 kg per hari.
9-7
9.9. Persentase Pembagian Jenis Sampah dan Jenis Pengelolaan
Tabel persentasi pembagian jenis sampah dan jenis pengelolaannya adalah sebagai berikut.
9-8