Anda di halaman 1dari 138

Laporan Perhitungan Utilitas

MEP
(Mekanikal-Elektrikal-Plumbing)

Pembangunan Gedung Medik


Rumah Sakit Dirgahayu
Samarinda

2021
Daftar Isi

Daftar Isi i

Bab 1 : Keterangan Umum dan Standar Tingkat Kebisingan Ruangan

1.1. Data Proyek 1-1


1.2. Fungsi Bangunan 1-1
1.3. Data Bangunan 1-1
1.4. Tabel Standar Tingkat Kebisingan Ruangan 1-2

Bab 2 : Listrik Arus Kuat (LAK)

2.1. Lingkup Perancangan - Listrik Arus Kuat 2-1


2.2. Standar dan Peraturan Yang Berlaku - Listrik Arus Kuat 2-1
2.3. Kriteria Desain Sistem Distribusi Listrik Tegangan Menengah 2-2
2.4. Kriteria Desain Trafo Distribusi 2-2
2.5. Kriteria Desain Sistem Distribusi Listrik Tegangan Rendah 2-3
2.6. Kriteria Desain Sistem Penyediaan Listrik 2-4
2.7. Kriteria Desain Sistem Grounding (Pembumian) 2-6
2.8. Perhitungan Kebutuhan Daya Listrik 2-8
2.9. Perhitungan Beban Listrik Maksimum 2 - 39
2.10. Daya Listrik PLN 2 - 39
2.11. Kapasitas Trafo Distribusi 2 - 39
2.12. Kriteria Desain Sistem Genset 2 - 40
2.13. Kriteria Desain Sistem Ventilasi dan Pendingin Genset 2 - 41
2.14. Konsep Pengendalian Kebisingan dan Getaran Genset 2 - 42
2.15. Konsep Pengendalian Limbah dan Drainase Dalam Ruang Genset 2 - 42
2.16. Konsep Pengendalian Kebakaran Ruang Genset 2 - 43
2.17. Perhitungan Kapasitas Genset 2 - 43
2.18. Perhitungan Kapasitas Tangki Genset 2 - 43
2.19. Analisa Arus Hubung Singkat dan Pemilihan Circuit Breaker Sistem Genset 2 - 44
2.20. Tingkat Pencahayaan Rata-rata Ruangan 2 - 44
2.21. Konsep Pencahayaan Alami 2 - 45
2.22. Konsep Pencahayaan Buatan 2 - 47
2.23. Konsep Penghematan Energi Dari Sistem Pencahayaan 2 - 48

i
2.24. Kriteria Desain Sistem Pencahayaan Darurat 2 - 49
2.25. Tabel Perhitungan Kuat Pencahayaan Ruangan 2 - 52
2.26. Kriteria Desain Sistem Proteksi Petir 2 - 58
2.27. Perhitungan Probabilitas Arus Listrik 2 - 58
2.28. Penetapan Manajemen Resiko dan Lightning Protection Zone (LPZ) 2 - 59

Bab 3 : Listrik Arus Lemah (LAL)

3.1. Lingkup Perancangan - Listrik Arus Lemah 3-1


3.2. Standar dan Peraturan Yang Berlaku - Listrik Arus Lemah 3-1
3.3. Kriteria Desain Sistem Fire Alarm 3-2
3.4. Kriteria Desain Sistem Tata Suara 3-3
3.5. Kriteria Desain Jaringan Telepon Dalam Gedung 3-4
3.6. Analisa Perhitungan Kapasitas Peralatan Sentral Jaringan Telepon 3-5
3.7. Kriteria Desain Jaringan Data dan Wifi Dalam Gedung 3-6
3.8. Kriteria Desain Sistem MATV 3-7
3.9. Kriteria Desain Sistem CCTV 3-8
3.10. Perhitungan Kapasitas NVR CCTV 3-9
3.11. Kriteria Desain Sistem Nurse Call 3 - 10

Bab 4 : Plumbing (PL) - Sanitasi, Drainase, dan Pemipaan

4.1. Lingkup Perancangan - Plumbing 4-1


4.2. Standar dan Peraturan Yang Berlaku - Plumbing 4-1
4.3. Kriteria Desain Sistem Penyediaan dan Distribusi Air Bersih 4-2
4.4. Kriteria Desain Sistem Pompa Distribusi Air Bersih 4-3
4.5. Standar Kebutuhan Air Bersih Menurut Kelas Rumah Sakit dan Jenis Rawat 4-4
4.6. Perhitungan Kebutuhan Air Bersih Per Hari 4-4
4.7. Perhitungan Kapasitas Rooftank Air Bersih 4-5
4.8. Perhitungan Kapasitas GWT (Ground Water Tank) 4-5
4.9. Perhitungan Diameter Pipa Suplai Air PDAM 4-6
4.10. Kriteria Desain Sistem Saluran Air Limbah 4-6
4.11. Kriteria Desain Bak Pengumpul Air Limbah dan Bak Pre-treatment Air Limbah 4-7
4.12. Kriteria Desain Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) 4-8
4.13. Perhitungan Debit Air Limbah dan Kapasitas IPAL Yang Dibutuhkan 4-8
4.14. Kriteria Desain Sistem Saluran Air Hujan 4-9
4.15. Perhitungan Jumlah Minimum Pipa Tegak Air Hujan 4 - 10
4.16. Perhitungan Kapasitas Long Storage (Bak Detensi) Air Hujan 4 - 10
ii
Bab 5 : Pemadam Kebakaran (PMK)

5.1. Lingkup Perancangan - Pemadam Kebakaran 5-1


5.2. Standar dan Peraturan Yang Berlaku - Pemadam Kebakaran 5-1
5.3. Kriteria Desain Sistem Pemadam Kebakaran 5-2
5.4. Kapasitas Pompa Pemadam Kebakaran 5-4
5.5. Perhitungan Volume Cadangan Air Pemadam Kebakaran 5-5

Bab 6 : Elevator (ELV)

6.1. Lingkup Perancangan - Elevator 6-1


6.2. Standar dan Peraturan Yang Berlaku - Elevator 6-1
6.3. Kriteria Desain Lift Medis dan Passanger 6-2
6.4. Analisa Trafik Lift Passanger 6-3

Bab 7 : Gas Medis (GM)

7.1. Lingkup Perancangan - Gas Medis 7-1


7.2. Standar dan Peraturan Yang Berlaku - Gas Medis 7-1
7.3. Kriteria Desain Sistem Oksigen Sentral 7-2
7.4. Kriteria Desain Sistem Nitrous Oxide Sentral 7-3
7.5. Kriteria Desain Sistem Compressed Air Sentral 7-4
7.6. Kriteria Desain Sistem Vacuum Air / Suction Sentral 7-5
7.7. Persyaratan dan Keamanan Untuk Ruang Sentral Gas Medis 7-5
7.8. Persyaratan Penataan Ruang Sentral Gas Medis 7-6
7.9. Persyaratan Keamanan Kebakaran di Ruang Sentral Gas Medis 7-7

Bab 8 : Tata Udara Gedung (TUG)

8.1. Lingkup Perancangan - Tata Udara Gedung 8-1


8.2. Standar dan Peraturan Yang Berlaku - Tata Udara Gedung 8-1
8.3. Kriteria Desain Sistem Tata Udara Ruang Umum 8-2
8.4. Kriteria Desain Sistem Tata Udara Ruang Isolasi 8-3
8.5. Kriteria Desain Sistem Tata Udara Ruang Operasi Umum 8-4
8.6. Kriteria Desain Sistem Tata Udara Ruang Operasi Infeksius 8-4
8.7. Tabel Perhitungan Kebutuhan AC Ruangan 8-5
8.8. Kriteria Desain Sistem Ventilasi Mekanik 8-9
8.9. Kriteria Desain Sistem Pressurized Fan Tangga Kebakaran 8-9

iii
8.10. Perhitungan Kapasitas Air Flow Pressurized Fan Tangga Kebakaran 8 - 10
8.11. Perhitungan Tekanan Statis Pressurized Fan Tangga Kebakaran 8 - 11

Bab 9 : Sistem Pengelolaan Sampah

9.1. Klasifikasi Jenis Sampah 9-1


9.2. Sistem Pengumpulan dan Seleksi 9-2
9.3. Prasarana Pengumpul 9-3
9.4. Prasarana Pembuangan 9-4
9.5. Penyimpanan Sementara Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) 9-5
9.6. Gambar Diagram Rencana Sistem Pengelolaan Sampah Rumah Sakit 9-6
9.7. Jalan Akses Menuju TPSS (Tempat Penampungan Sampah Sementara) 9-7
9.8. Estimasi Sampah Yang Dihasilkan (kg) Per Hari 9-7
9.9. Persentase Pembagian Jenis Sampah dan Jenis Pengelolaan 9-8

iv
Bab 1 :
Keterangan Umum
dan Standar Tingkat
Kebisingan Ruangan
Bab 1
Keterangan Umum dan Standar Tingkat Kebisingan Ruangan

1.1. Data Proyek

Nama Proyek : Gedung Medik Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda


Lokasi : Samarinda, Kalimantan Timur

1.2. Fungsi Bangunan

Fungsi bangunan ini adalah gedung medik rumah sakit.

1.3. Data Bangunan

No. Lantai Fungsi Ruang


Lantai GWT dan Area Parkir, Ground Water Tank, Ruang Genset, Ruang Trafo, Ruang Panel Listrik
1
Parkir Utama
2 Lantai 1 Lobi Utama, IGD, Radiologi, Poliklinik, Farmasi, Rekam Medik, Komersial
Lantai 1 (Parkir
3 Area Parkir
P2 dan P3)
4 Lantai 2 Poliklinik, Laboratorium, Rekam Medis, Ruang Meeting
5 Lantai 3 Instalasi Bedah, Cathlab, ICU, CSSD
6 Lantai 4 Rawat Inap Kelas 1, 2, 3, dan VIP, Area Bersalin (VK), Ruang Mesin AHU
7 Lantai 5 Rawat Inap Kelas 1, 2, dan 3
8 Lantai 6 Rawat Inap Kelas 1, 2, dan 3
9 Lantai 7 Rawat Inap Kelas 1, 2, dan 3
10 Lantai 8 Rawat Inap Kelas VIP, Kelas VVIP

1-1
1.4. Tabel Standar Tingkat Kebisingan Ruangan

Berikut ini adalah tabel standar tingkat kebisingan ruangan sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019.

Maksimum Tingkat Kebisingan


No. Ruangan
(dbA)
1 Ruang pasien :
• Saat tidak tidur 45
• Saat tidur 40
2 Ruang operasi 45
3 Ruang umum 45
4 Ruang anestesi 50
5 Ruang pemulihan 50
6 Ruang endoskopi 65
7 Ruang laboratorium 65
8 Ruang radiologi (sinar X) 40
9 Koridor 45
10 Tangga 65
11 Ruang kantor 65
12 Lobi 65
13 Ruang alat / Gudang 65
14 Ruang farmasi 65
15 Ruang dapur 70
16 Ruang cuci 80
17 Ruang isolasi 20
18 Ruang poli gigi 65
19 Ruang ICU 65
20 Ambulan 40

1-2
Bab 2 :
Listrik Arus Kuat (LAK)
Bab 2
Listrik Arus Kuat (LAK)

2.1. Lingkup Perancangan - Listrik Arus Kuat

Yang termasuk dalam lingkup perancangan sistem listrik arus kuat, antara lain sebagai berikut.
1. Sistem Distribusi Listrik Tegangan Menengah.
2. Sistem Distribusi Listrik Tegangan Rendah.
3. Sistem Penyediaan Listrik.
4. Sistem Grounding (Pembumian).
5. Perhitungan Beban Listrik Gedung.
6. Pemilihan Batas Daya Sambungan Listrik PLN.
7. Pemilihan Kapasitas Trafo.
8. Sistem Genset.
9. Perhitungan Kapasitas Genset.
10. Sistem Pencahayaan.
11. Sistem Proteksi Petir.

2.2. Standar dan Peraturan Yang Berlaku - Listrik Arus Kuat

Standar dan peraturan yang digunakan sebagai dasar perencanaan adalah :


- Standar :
1. SNI-04-0255-2020 tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2020.
2. SNI-04-0227-1994 tentang Tegangan Standar.
3. SNI-03-7015-2004 tentang Sistem Proteksi Petir pada Bangunan.
4. SNI-03-6197-2000 tentang Konversi Energi Sistem Pencahayaan.
5. SNI-03-6574-2001 tentang Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah dan
Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan.
6. SNI-03-6575-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada
Bangunan.
7. SNI-03-7018-2004 tentang Sistem Pasokan Daya Darurat.
8. SNI-03-7015-2004 tentang Sistem Proteksi Petir Pada Bangunan Gedung.

2-1
- Peraturan :
1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI, nomor : 02/PRT/M/2015 tanggal 18 Februari 2015,
tentang Bangunan Gedung Hijau.
2. Undang-undang Republik Indonesia, nomor 28 tahun 2002, tentang bangunan gedung.
3. Kementerian Kesehatan RI - Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Bina
Pelayanan Penunjang Medis dan Sarana Kesehatan Tahun 2014 : Pedoman-pedoman Teknis
Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Persyaratan
Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.
- Referensi :
1. Walter T. Grondzik, Alison G. Kwok, “Mechanical and Electrical Equipment for Buildings
12th Edition”, Wiley, 2014.
2. NFPA 780 : Standard for the Installation of Lightning Protection Systems

2.3. Kriteria Desain Sistem Distribusi Listrik Tegangan Menengah

Kriteria desain sistem distribusi listrik tegangan menengah, antara lain sebagai berikut.
1. Sistem distribusi listrik tegangan menengah menggunakan panel kubikel tegangan menengah (TM)
20 KV.
2. Kubikel TM, terdiri dari :
- Kubikel incoming = LBS dan Lightning Arrester
- Kubikel outgoing = Circuit Breaker dan Power Meter
3. Kubikel TM pelanggan berlokasi di ruangan khusus. Ruangan ini terbuat menggunakan dinding
bata dilengkapi dengan pintu baja yang diberi kabel grounding untuk mengalirkan arus bocor ke
tanah. Ruangan ini harus diberi ventilasi mekanik, agar selalu ada pertukaran udara di dalamnya.
4. Jenis penghantar yang digunakan adalah kabel tanah tegangan menengah 24 KV, N2XSEBY 3 core
dan N2XSY 3 core.

2.4. Kriteria Desain Trafo Distribusi

Kriteria desain trafo distribusi, antara lain sebagai berikut.


1. Jenis trafo distribusi yang digunakan adalah oil immersed step-down transformator tipe indoor,
menurunkan tegangan (line-to-line) dari 20 KV ke 400 volt.

2-2
2. Trafo distribusi dipasang di ruang yang sama dengan kubikel TM pelanggan, diberi pagar dengan
jarak minimal 80 cm dari setiap sisinya untuk faktor keamanan dan keselamatan petugas
maintenance.
3. Kapasitas trafo ditentukan berdasarkan perhitungan beban listrik.
4. Jenis belitan trafo (vector group) pada sisi primer disesuaikan dengan sistem distribusi listrik
tegangan menengah di daerah setempat. Sedangkan, jenis belitan trafo pada sisi sekunder adalah
”yn”, atau rangkaian star dengan titik netral.
5. Trafo langsung terkoneksi ke panel utama listrik tegangan rendah atau disebut sebagai LVMDP
(Low Voltage-Main Distribution Panel); penghantar yang digunakan adalah harus memiliki
kapasitas hantar arus sebesar 125% s/d 150% dari arus listrik maksimal dari trafo distribusi.

2.5. Kriteria Desain Sistem Distribusi Listrik Tegangan Rendah

Kriteria desain sistem distribusi listrik tegangan rendah, antara lain sebagai berikut.
1. Sistem distribusi listrik tegangan rendah dimulai dari panel utama listrik tegangan rendah atau
disebut sebagai LVMDP (Low Voltage-Main Distribution Panel), sampai dengan beban listrik.

LVMDP (Low Voltage-Main Distribution Panel)


2. Tipe LVMDP adalah tipe free standing panel.
3. LVMDP terdiri dari komponen-komponen utama, antara lain sebagai berikut.
- Circuit breaker utama 2 unit, 1 unit untuk koneksi ke trafo, dan 1 unit lagi untuk koneksi ke
sistem genset.
- Bus bar.
- Sistem ATS (automatic transfer switch), yang berfungsi untuk melakukan perpindahan
suplai beban listrik dari PLN ke genset secara otomatis, begitu pula sebaliknya.
- Sistem AMF (automatic main failure), untuk memberikan sinyal kepada panel kontrol genset
dan menyalakan genset secara otomatis; pada saat akan terjadi perpindahan suplai beban
listrik.
- Circuit breaker untuk koneksi ke panel-panel distribusi listrik.
- Proteksi petir internal berupa surge arrester.
- Terminal grounding listrik.
- Lampu indikator listrik tiap fasa pada pintu panel.
- Power meter digital pada pintu panel. Power meter ini sekurang-kurangnya harus dapat
menampilkan informasi tentang tegangan listrik line-to-line, tegangan listrik line-to-netral,
arus listrik tiap fasa, faktor daya listrik, daya aktif listrik (watt), daya nyata listrik (VA), daya
reaktif listrik (VAR), frekuensi listrik, dan THD (Total Harmonic Distortion).
- Kelengkapan-kelengkapan panel listrik lainnya.

2-3
4. Jumlah unit LVMDP adalah 1 unit.
5. LVMDP dipasang di panel listrik, berada di level lantai dasar..
6. Kapasitas maksimum pembebanan pada LVMDP adalah sebesar 110% s/d 125% dari kapasitas
trafo distribusi.
7. Jenis penghantar yang digunakan menghubungkan panel-panel distribusi listrik adalah kabel jenis
NYY dan NYFGBY.
8. Sistem monitoring beban listrik dapat dilakukan dengan cara melihat atau mengamati power meter
digital yang terpasang pada pintu panel LVMDP.

Panel Distribusi Listrik


9. Tipe panel distribusi adalah tipe free standing dan wall mounted panel.
10. Panel-panel distribusi listrik terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut.
- Circuit breaker utama.
- Bus bar.
- Circuit breaker ke beban-beban listrik.
- Terminal grounding listrik.
- Lampu indikator listrik tiap fasa pada pintu panel.
- Digital Power Meter. Indikator ini bersifat opsional.
- Kelengkapan-kelengkapan panel listrik lainnya.
11. Pada setiap lantai di gedung, disediakan sebuah ruang khusus untuk meletakkan panel distribusi
per lantai.
12. Khusus untuk beban medis kritis (ruang operasi, ICU dan cluster-cluster medis kritis lainnya sesuai
dengan permenkes), perlu disediakan panel distribusi khusus yang dilengkapi dengan UPS dan
surge arrester.
13. Khusus untuk beban utilitas elektronik dan telekomunikasi dalam gedung, perlu disediakan panel
distribusi khusus yang dilengkapi dengan UPS dan surge arrester. Kabel tenaga yang digunakan
adalah kabel jenis FRC (fire resistant cable).

2.6. Kriteria Desain Sistem Penyediaan Listrik

Kriteria desain sistem penyediaan listrik, antara lain sebagai berikut.


1. Karakteristik sistem listrik yang disyaratkan antara lain :
- Persyaratan tegangan line-to-line : 380 volt ±5%
- Persyaratan tegangan line-to-netral : 220 volt ±5%
- Frekuensi : 50 Hz
2. Sistem penyediaan listrik dibedakan menjadi 4 kelompok, yakni :
- Sumber listrik utama,

2-4
yakni sumber listrik dari PLN. Batas daya sambungan PLN dipilih berdasarkan perhitungan
beban listrik yang aktif dalam kondisi normal.
- Sumber listrik cadangan (back-up),
yakni sumber listrik dari sistem genset. Seluruh beban listrik dalam gedung di-back-up oleh
sistem genset.
- Sumber listrik darurat,
yakni sumber listrik dari sistem genset; digunakan untuk kelompok beban listrik yang aktif
pada saat terjadi kebakaran atau kondisi darurat sejenis. Jika kelompok beban listrik darurat
lebih besar dari kelompok beban listrik yang di-back-up oleh genset, maka kapasitas genset
dipilih berdasarkan kelompok beban listrik darurat.
- Sumber listrik UPS,
yakni sumber listrik dari unit UPS; digunakan untuk kelompok beban listrik prioritas yang
tidak boleh padam/mati sama sekali, bahkan pada saat terjadi perpindahan beban dari PLN ke
genset ataupun sebaliknya. Jumlah unit dan kapasitas UPS ditentukan berdasarkan kelompok
beban listrik yang dipilih. UPS dipasang di ruang panel listrik, sebelum panel distribusi listrik.

Konsep Perpindahan Sumber Listrik (Dari Sumber Utama ke Sumber Cadangan)


3. Perpindahan sumber listrik dari sumber utama (PLN) ke sumber cadangan (sistem genset), di-
setting secara otomatis menggunakan peralatan ATS (automatic transfer switch) yang terpasang
pada LVMDP.
4. Bila PLN padam, maka genset akan hidup secara otomatis (auto start) dalam waktu 10 – 15 detik
(adjustable).
5. Ketika PLN sudah hidup kembali, maka genset masih akan terus melayani beban selama tidak
kurang dari 15 menit. Setelah itu, baru terjadi perpindahan beban dari genset ke PLN. Genset akan
mati setelah melalui waktu pendinginan/cooling down time sekitar 300 detik (adjustable), dengan
pertimbangan agar rectifier perangkat tidak mengalami perubahan catu daya dalam waktu pendek.

Kelompok-kelompok Beban Listrik dan Prioritas Pelayanan


6. Beban listrik dibedakan menjadi 4 kelompok, antara lain :
- Beban normal PLN,
adalah kelompok beban yang aktif dalam kondisi normal dengan menggunakan sumber listrik
dari PLN. Beban listrik ini meliputi :
- Penerangan dan stop kontak;
- AC dan ventilasi mekanik;
- Pompa-pompa dan mesin-mesin,
- Seluruh unit lift (termasuk lift kebakaran); dan
- Utilitas elektronik dan telekomunikasi dalam gedung.
- Beban normal genset,

2-5
adalah kelompok beban yang aktif dalam kondisi normal dengan menggunakan sumber listrik
dari genset. Beban listrik ini meliputi seluruh beban pada kelompok beban normal PLN.
- Beban emergency (kebakaran),
adalah kelompok beban yang aktif pada saat terjadi kebakaran atau kondisi emergency sejenis,
dengan menggunakan sumber listrik dari genset. Beban listrik ini meliputi :
- Utilitas elektronik dan telekomunikasi dalam gedung.
Kabel tenaga yang digunakan untuk men-suplai listrik ke masing-masing panel distribusi
kelompok beban ini adalah : kabel tahan api / FRC (fire resistant cable).
- Beban dengan back-up UPS,
adalah kelompok beban yang tidak boleh padam/mati sama sekali, bahkan pada saat terjadi
perpindahan beban dari PLN ke genset ataupun sebaliknya. Beban listrik ini meliputi : utilitas
elektronik dan telekomunikasi dalam gedung; dan beban medis kritis (ruang operasi, ICU dan
cluster-cluster medis kritis lainnya sesuai dengan permenkes).

2.7. Kriteria Desain Sistem Grounding (Pembumian)

Kriteria desain sistem pembumian (grounding), antara lain sebagai berikut.


1. Sistem pembumian harus memenuhi peraturan yang berlaku (PUIL edisi terbaru).
2. Seluruh panel distribusi listrik harus di-bumi-kan (grounding). Penghantar pembumian pada panel
tersebut menggunakan kabel BCC atau NYA (untuk ukuran luas penampang kabel 4 mm2 dan 6
mm2).
3. Pembagian kelompok sumur grounding, antara lain sebagai berikut.
- Sumur Grounding Listrik Tegangan Menengah
Nilai tahanan tanah harus kurang dari 3 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari
berturut-turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.
- Sumur Grounding Listrik Tegangan Rendah Di Power House
Nilai tahanan tanah harus kurang dari 3 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari
berturut-turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.
- Sumur Grounding Listrik Tegangan Rendah Di Gedung Medik
Nilai tahanan tanah harus kurang dari 0,2 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari
berturut-turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.
- Sumur Grounding Trafo
Nilai tahanan tanah harus kurang dari 3 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari
berturut-turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.

2-6
- Sumur Grounding Genset
Nilai tahanan tanah harus kurang dari 3 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari
berturut-turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.
- Sumur Grounding Penyalur Petir
Nilai tahanan tanah harus kurang dari 3 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari
berturut-turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.
- Sumur Grounding Listrik Arus Lemah (Elektronik)
Nilai tahanan tanah harus kurang dari 0,2 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari
berturut-turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.
- Sumur Grounding Lift
Nilai tahanan tanah harus kurang dari 0,2 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari
berturut-turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.
- Sumur Grounding Peralatan Medis
Nilai tahanan tanah harus kurang dari 0,2 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari
berturut-turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.

2-7
2.8. Perhitungan Kebutuhan Daya Listrik
Perhitungan kebutuhan daya listrik untuk gedung ini adalah sebagai berikut.
1. Tabel Beban Listrik Total Gedung Medik

2-8
2. Tabel Beban Listrik Penerangan dan Stop Kontak Lantai 1

2-9
3. Tabel Beban Listrik Tata Udara Lantai 1

2 - 10
4. Tabel Beban Listrik Peralatan Radiologi

2 - 11
5. Tabel Beban Listrik Penerangan dan Stop Kontak Lantai 1 Parkir

2 - 12
6. Tabel Beban Listrik Area IGD

2 - 13
7. Tabel Beban Listrik Penerangan dan Stop Kontak Lantai 2

2 - 14
8. Tabel Beban Listrik Tata Udara Lantai 2

2 - 15
9. Tabel Beban Listrik Area Laboratorium

2 - 16
10. Tabel Beban Listrik Penerangan Lantai 3

2 - 17
11. Tabel Beban Listrik Tata Udara Lantai 3

2 - 18
12. Tabel Beban Listrik Stop Kontak Lantai 3

2 - 19
13. Tabel Beban Listrik Peralatan Cathlab

2 - 20
14. Tabel Beban Listrik Peralatan Ruang ICU

2 - 21
15. Tabel Beban Listrik Ruang OK (Bedah), Tata Udara Area Instalasi Bedah, dan Tata Udara Area ICU

2 - 22
16. Tabel Beban Listrik Penerangan dan Stop Kontak Lantai 4

2 - 23
17. Tabel Beban Listrik Tata Udara Lantai 4

2 - 24
18. Tabel Beban Listrik Peralatan CSSD (Sterilisasi)

2 - 25
19. Tabel Beban Listrik Peralatan Ruang NICU

2 - 26
20. Tabel Beban Listrik Area Ruang Bersalin (VK)

2 - 27
21. Tabel Beban Listrik Penerangan dan Stop Kontak Lantai 5, 6, dan 7 (Tipikal)

2 - 28
22. Tabel Beban Listrik Tata Udara Lantai 5, 6, dan 7 (Tipikal)

2 - 29
23. Tabel Beban Listrik Penerangan dan Stop Kontak Lantai 8

2 - 30
24. Tabel Beban Listrik Tata Udara Lantai 8

2 - 31
25. Tabel Beban Listrik Peralatan di Atap (Outdoor AC VRF, Pompa Booster Air Bersih, Peralatan RO, dan Heat Pump)

2 - 32
26. Tabel Beban Listrik Unit Outdoor AC VRF di Atap

2 - 33
27. Tabel Beban Listrik Lift dan Pressurized Fan Tangga Kebakaran

2 - 34
28. Tabel Beban Listrik Pompa Pemadam Kebakaran

29. Tabel Beban Listrik Pompa Distribusi Air Bersih

2 - 35
30. Tabel Beban Listrik Peralatan Utilitas Elektronika dan Telekomunikasi Gedung

2 - 36
31. Tabel Beban Listrik Mesin Sentral Jaringan Compressed Air dan Vacuum Air (Suction)

2 - 37
32. Tabel Beban Listrik Total Keseluruhan

2 - 38
Berdasarkan tabel perhitungan beban listrik di atas, total beban listrik keseluruhan adalah 1027 KVA.

2.9. Perhitungan Beban Listrik Maksimum

1. Beban Listrik Maksimum Pada Sisi Tegangan Rendah


Daya listrik nyata = 1027 KVA
Tegangan line-to-line = 380 Volt
Arus listrik tiap fasa = 1027 KVA
(380 Volt x √3)
= 1561 Ampere

2. Beban Listrik Maksimum Pada Sisi Tegangan Menengah


Daya listrik nyata = 1027 KVA
Tegangan line-to-line = 20 KV
Arus listrik tiap fasa = 1027 KVA
(20 KV x √3)
= 29,65 ampere

2.10. Daya Listrik PLN

Berdasarkan estimasi kebutuhan beban listrik di atas, yakni : 1027 KVA, maka sambungan daya listrik
PLN yang dipilih adalah 1110 KVA, jenis tegangan menengah.

2.11. Kapasitas Trafo Distribusi

Besaran kapasitas trafo distribusi dihitung ± 110% dari batas daya PLN.

Kapasitas Trafo :
= 1027 KVA x 110%
= 1130 KVA
= 1250 KVA (kapasitas tersedia)

2 - 39
Maka, kapasitas trafo distribusi yang dipilih adalah 1250 KVA.

2.12. Kriteria Desain Sistem Genset

1. Kapasitas genset ditentukan berdasarkan perhitungan beban listrik yang dilayani oleh genset.
2. Genset ditempatkan pada ruang genset sebagai sumber daya cadangan bila PLN padam.
3. Mesin diesel generator yang digunakan harus mampu menghasilkan suatu daya listrik untuk tipe
pemakaian secara terus-menerus pada kondisi kerja setempat, dimana temperatur keliling tidak
melebihi 45°C dan rata-rata temperature keliling adalah 40°C, sesuai standard DIN 6270 A.
4. Mesin diesel generator harus dilengkapi dengan suatu dudukan yang terbuat dari bahan baja,
dimana antara mesin dengan dudukan dan antar dudukan dengan pondasi mesin yang akan
disediakan oleh kontraktor, harus disediakan bahan peredam getaran tipe gabungan pegas dan karet
peredam getaran.
5. Genset harus dilengkapi dengan sistem peredam suara, ventilasi ruangan, saluran udara buang,
saluran asap sehubungan dengan spesifikasi mesin diesel generator set, sistem saluran udara buang
dan saluran asap.
6. Mesin diesel generator yang digunakan harus merupakan peralatan yang selalu siap digunakan pada
setiap saat, untuk itu mesin ini harus mempunyai perlengkapan berupa pompa sirkulasi minyak
pelumas otomatis dan manual, peredam suara pada saluran gas buang (max 65 dB  5 dB), alat
pengisi muatan battery dengan catu daya yang berasal dari Generator dan yang berasal dari PLN.
7. mesin diesel harus dilengkapi dengan peralatan yang dapat mengatur putaran mesin secara otomatis
sehingga mesin akan selalu bekerja pada putaran nominalnya pada kondisi beban antara beban nol
dan beban penuh dengan toleransi tidak lebih dari 2 %.
8. Mesin Diesel harus dilengkapi dengan filter bahan bakar dan filter udara pembakaran.
9. Mesin Diesel harus dilengkapi dengan alat pengaman guna menghentikan operasi mesin dan atau
memberikan indikasi adanya gangguan untuk setiap gangguan sebagai berikut :
- Putaran kerja melebihi 110 % putaran nominal.
- Tekanan kerja minyak pelumas lebih kecil dari nilai nominalnya (tidak kurang dari 3 kg/cm²)
- Temperatur kerja air pendingin melebihi nilai nominalnya (tidak kurang dari 75C).
- Dan lain-lain pengaman yang dinilai perlu dan sesuai dengan rekomendasi pabrik
10. Generator yang digunakan harus mampu membangkitkan tegangan tanpa bantuan sumber daya lain,
dimana rangkaian medan magnitnya mendapatkan catu daya dari terminal Generator melalui suatu
rangkaian elektronik dengan tidak mempergunakan sikat komutator.
11. Rangkaian elektronik yang dimaksud dalam butir di atas harus mampu mengatur tegangan
Generator secara terus-menerus pada tegangan nominal sebesar 220/380 Volt dengan toleransi
tidak lebih dari 1,5%.

2 - 40
12. Generator yang digunakan harus mampu menghasilkan daya listrik secara terus-menerus pada
putaran nominal mesin diesel dan pada tegangan nominal.

Konsep Perpindahan Sumber Listrik (Dari Sumber Utama ke Sumber Cadangan)


13. Perpindahan sumber listrik dari sumber utama (PLN) ke sumber cadangan (sistem genset), di-
setting secara otomatis menggunakan peralatan ATS (automatic transfer switch) yang terpasang
pada LVMDP.
14. Bila PLN padam, maka genset akan start secara otomatis (auto start dan automatic load transfer)
dalam waktu 10 – 15 detik (adjustable).
15. Ketika PLN sudah hidup kembali, maka genset masih akan terus melayani beban selama tidak
kurang dari 15 menit. Setelah itu, baru terjadi perpindahan beban dari genset ke PLN. Genset akan
mati setelah melalui waktu pendinginan/cooling down time sekitar 300 detik (adjustable), dengan
pertimbangan agar rectifier perangkat tidak mengalami perubahan catu daya dalam waktu pendek.

2.13. Kriteria Desain Sistem Ventilasi dan Pendingin Genset

Sistem Gas Buang


1. Pipa pembuangan gas buang adalah jenis pipa baja hitam kelas medium berdiameter yang cukup
untuk tidak mengakibatkan terjadinya back pressure yang akan mempengaruhi terjadinya
pengurangan kapasitas mesin.
2. Pipa pembuangan gas buang harus diisolasi untuk menahan radiasi panas yang mungkin timbul
dengan Rockwool berbentuk Preform (setengah pipa) setebal tidak kurang dari 50 mm dan
kepadatan tidak kurang dari 60 kg/m³ dan dilapis lagi dengan alumunium Jacketing tahan
temperature sampai dengan 1000C.
3. Isolasi tersebut harus dipasang mulai dari pipa flexible penghubung mesin dengan peredam suara
sampai 50 cm dari ujung pipa gas buang.
4. Hubungan pipa gas buang antara mesin dan peredam suara (Silincer), harus dilengkapi dengan
penghubung flexible seperti yang telah direncanakan oleh pabrik pembuatnya. Penghubung flexible
ini tidak perlu diisolasi.
5. Peredam suara (Silincer) yang digunakan hendaknya tidak menimbulkan kebisingan sehingga
mengganggu operasi bangunan dan disyaratkan tidak melebihi batas 65 dB diukur pada jarak 3
meter dari ujung pipa gas buang pada kondisi beban mesin nominal.

2 - 41
Sistem Pendingin
6. Genset harus dilengkapi dengan cerobong udara bebas pendingin mesin dengan bahan plat baja
galvanis kelas BJLS 100, lengkap dengan penghubung flexible dan pengarah aliran udara serta
diisolasi.
7. Ujung cerobong saluran udara ini harus dilengkapi dengan wiremesh.

Sistem Ventilasi Ruang


8. Sistem ventilasi ruangan (Intake air dan Exhaust air) harus sedemikian rupa sehingga dalam
keadaan semua mesin beroperasi maka rata-rata temperature keliling tidak melebihi 40C atau batas
temperature yang akan mengganggu operasi mesin.
9. Sistem ventilasi ruangan mengandalkan Intake air louver yang akan memasukkan udara ke dalam
ruangan Genset.
10. Sistem exhaust ventilasi Ruang Genset untuk sirkulasi udara di dalam ruangan pada kondisi Genset
stand-by dan sistem exhaust ventilasi tidak beroperasi saat generator operasi.

2.14. Konsep Pengendalian Kebisingan dan Getaran Genset

1. Kebisingan yang dihasilkan oleh genset, dikendalikan dengan pemilihan tipe genset, yakni tipe
silent.
2. Genset harus diberi ruangan dengan dinding bata dan berpintu. Pintu ini hanya dibuka ketika ada
petugas maintenance masuk dan keluar. Hal ini juga termasuk dalam pengendalian kebisingan.
3. Pada shaft radiator genset, dipasang sound attenuator (peredam suara), sehingga kebisingan yang
diakibatkan oleh pembuangan udara panas dari genset dapat dikurangi.
4. Getaran genset dikendalikan dengan memberikan pondasi dan penahan khusus untuk genset,
sehingga genset tidak mengalami pergeseran posisi pada saat telah lama beroperasi.

2.15. Konsep Pengendalian Limbah dan Drainase Dalam Ruang Genset

1. Ruang genset harus dilengkapi dengan gutter untuk saluran air, menuju keluar ruangan dengan
elevasi yang telah ditentukan.
2. Pada sekeliling pondasi genset, diberi gutter perangkap untuk oli genset, dan diberi pipa
pembuangan ke instalasi pengolahan air limbah oli.

2 - 42
2.16. Konsep Pencegahan Kebakaran Ruang Genset

1. Ruang genset harus dilengkapi dengan APAR (alat pemadam api ringan) atau Fire Extinguisher
ukuran 3,5 kg dan 25 kg, untuk pencegahan kebakaran.
2. Panel kontrol genset harus dilengkapi dengan circuit breaker dengan thermal protection.

2.17. Perhitungan Kapasitas Genset

Kapasitas genset dihitung ± 110% dari kebutuhan daya listrik.

Kapasitas Genset :
= Estimasi Kebutuhan Daya Listrik x 110%
= 1027 KVA x 120%
= 1130 KVA
= 1250 KVA (kapasitas tersedia)

Kapasitas genset yang dipilih adalah 1 unit x 1250 KVA.

2.18. Perhitungan Kapasitas Tangki Genset

1. Perhitungan Tangki Harian Genset


Konsumsi bahan bakar genset 1250 KVA = 208,33 liter per jam (beban : 75%)
Asumsi lama penggunaan genset per hari = 6 jam
Kapasitas tangki harian genset = 6 jam x 208,33 liter
= 1250 liter

2. Perhitungan Tangki Mingguan Genset


Konsumsi bahan bakar genset 1250 KVA = 208,33 liter per jam (beban : 75%)
Jumlah Unit Genset = 1 unit
Asumsi lama penggunaan genset per hari = 6 jam
Asumsi jumlah hari penggunaan genset = 7 hari
(dalam seminggu)

2 - 43
Kapasitas tangki mingguan genset = 208,33 liter x 1 unit x 6 jam x 7 hari
= 8.750 liter
= 9.000 liter (dibulatkan)

2.19. Analisa Arus Hubung Singkat dan Pemilihan Circuit Breaker Sistem
Genset

Berikut ini adalah perhitungan analisa arus hubung singkat untuk gangguan fasa-fasa.

Kapasitas Genset = 1250 KVA


Tegangan Fasa-fasa (VLL) Genset = 380 volt
Arus Nominal Genset (In) = 1250 KVA / (380 volt x √3)
= 1899 ampere

Tegangan Impedansi Genset =6%

Arus Hubung Singkat (Isc) = Arus Nominal Genset / Tegangan Impedansi Genset
Gangguan fasa-fasa = 1899 A / 6 %
= 31,7 KA

Berdasarkan perhitungan di atas, circuit breaker utama untuk sistem genset yang dipilih, antara lain
sebagai berikut.
- Circuit breaker yang dipasang adalah jenis ACB adjustable, dengan thermal protection dan
electronic trip unit.
- Ampere trip = 1600 ampere; ampere frame = 2000 ampere.
- Breaking capacity = 50 KA
(jika kapasitas tersedia adalah minimal 65 KA, maka dipilih kapasitas tersebut).

2.20. Tingkat Pencahayaan Rata-rata Ruangan

Tingkat pencahayaan rata-rata ruangan dirancang berdasarkan SNI 6197:2020, tentang konservasi
energi pada sistem pencahayaan; dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2016. Tabel di bawah ini menunjukkan ruangan-ruangan yang akan dirancang dalam gedung ini.

2 - 44
No Ruang atau Unit Intensitas Cahaya Keterangan
(lux)

1 Ruang Pasien 100 - 250 Warna cahaya sedang


Maks. 50

2 Ruang Operasi Umum 300 - 500

3 Meja Operasi 10.000 - 20.000 Wahya cahaya sejuk atau


sedang tanpa bayangan

4 Anastesi, Pemulihan 300 - 500

5 Endoscopy, Lab 75 - 100

6 Sinar X Minimal 60

7 Koridor Minimal 100

8 Tangga Minimal 100 Malam hari

9 Administrasi / Kantor Minimal 100

10 Ruang Alat / Gudang Minimal 200

11 Farmasi Minimal 200

12 Dapur Minimal 200

13 Ruang Cuci Minimal 100

14 Toilet Minimal 100

15 Ruang Isolasi Khusus 0,1 - 0,5 Warna cahaya : biru


Penyakit Tetanus

16 Ruang Luka Bakar 100 - 200

17 Ruang Rawat Intensif 300 - 400


(ICU)

18 Ruang Sterilisasi 150 - 300

2.21. Konsep Pencahayaan Alami

1. Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari.
2. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan jendela-jendela yang besar
ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas lantai.

2 - 45
3. Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan penggunaan
pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan
panas terutama saat siang hari. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar penggunaan sinar alami
mendapat keuntungan, yaitu:
- Variasi intensitas cahaya matahari.
- Distribusi dari terangnya cahaya.
- Efek dari lokasi, pemantulan cahaya.
- Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung.
4. Pencahayaan alami dalam sebuah bangunan akan mengurangi penggunaan cahaya buatan, sehingga
dapat menghemat konsumsi energi dan mengurangi tingkat polusi. Tujuan digunakannya
pencahayaan alami yaitu untuk menghasilkan cahaya berkualitas yang efisien serta meminimalkan
silau dan berlebihnya rasio tingkat terang.
5. Agar dapat menggunakan cahaya alami secara efektif, perlu dikenali ke beberapa sumber cahaya
utama yang dapat dimanfaatkan :
- Sunlight, cahaya matahari langsung dan tingkat cahayanya tinggi.
- Daylight, cahaya matahari yang sudah tersebar dilangit dan tingkat cahayanya rendah.
- Reflected light, cahaya matahari yang sudah dipantulkan.
6. Berikut ini adalah lima strategi dalam merancang untuk pencahayaan matahari efektif.
- Naungan (shade), naungi bukan pada bangunan untuk mencegah silau (glare) dan panas yang
berlebihan karena terkena cahaya langsung.
- Pengalihan (redirect), alihkan dan arahkan cahaya matahari ketempat-tempat yang diperlukan.
Pembagian cahaya yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan adalah inti dari pencahayaan
yang baik.
- Pengendalian (control), kendalikan jumlah cahaya yang masuk kedalam runag sesuai dengan
kebutuhan dan pada waktu yang diinginkan. Jangan terlalu banyak memasukkan cahaya ke
dalam ruang, terkecuali jika kondisi untuk visual tidaklah penting atau ruangan tersebut
memang membutuhkan kelebihan suhu dan cahaya tersebut (contoh : rumah kaca).
- Efisiensi, gunakan cahaya secara efisien, denag membentuk ruang dalam sedemikian rupa
sehingga terintegrasi dengan pencahayaan dan menggunakan material yang dapat disalurkan
dengan lebih baik dan dapat mengurangi jumlah cahaya masuk yang diperlukan.
- Intefrasi, integrasikan bentuk pencahayaan dengan arsitektur bangunan tersebut. Karena jika
bukan untuk masuk cahaya matahari tidak mengisi sebuah peranan dalam arsitektur bangunan
tersebut, nukan itu cenderung akan ditutupi dengan tirai atau penutup lainnya dan akan
kehilangan fungsinya.

2 - 46
2.22. Konsep Pencahayaan Buatan

1. Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami,
secara umum cahaya tersebut berasal dari hasil karya manusia berupa lampu yang berfungsi
menyinari ruangan sebagai pengganti jika sinar matahari tidak ada.
2. Cahaya buatan yang tidak baik tentunya akan mengganggu aktivitas keseharian kita, misalnya
ditempat kita bekerja. Bahkan, ada kalanya dengan cahaya buatan yang baik akan mempertinggi
aktivitas kita dalam bekerja jika dibandingkan pada saat beraktivitas pada cahaya siang hari
(alamiah).
3. Sistem pencahayaan buatan yang sering dipergunakan secara umum dapat dibedakan atas 3 macam,
yakni:
- Sistem Pencahayaan Merata
Pada sistem ini iluminasi cahaya tersebar secara merata di seluruh ruangan. Sistem
pencahayaan ini cocok untuk ruangan yang tidak dipergunakan untuk melakukan tugas visual
khusus. Pada sistem ini sejumlah armatur ditempatkan secara teratur di seluruh langi-langit.
- Sistem Pencahayaan Terarah
- Pada sistem ini seluruh ruangan memperoleh pencahayaan dari salah satu arah tertentu. Sistem
ini cocok untuk pameran atau penonjolan suatu objek karena akan tampak lebih jelas. Lebih
dari itu, pencahayaan terarah yang menyoroti satu objek tersebut berperan sebagai sumber
cahaya sekunder untuk ruangan sekitar, yakni melalui mekanisme pemantulan cahaya. Sistem
ini dapat juga digabungkan dengan sistem pencahayaan merata karena bermanfaat mengurangi
efek menjemukan yang mungkin ditimbulkan oleh pencahayaan merata.
- Sistem Pencahayaan Setempat
Pada sistem ini cahaya dikonsentrasikan pada suatu objek tertentu misalnya tempat kerja yang
memerlukan tugas visual. Sistem pencahayaan ini sangat bermanfaat untuk:
▪ Memperlancar tugas yang memerlukan visualisasi teliti.
▪ Mengamati bentuk dan susunan benda yang memerlukan cahaya dari arah tertentu.
▪ Melengkapi pencahayaan umum yang terhalang mencapai ruangan khusus yang ingin
diterangi.
4. Berikut ini adalah contoh penggunaan jenis lampu interior.
- Lampu Dinding : Wall Lamps
Lampu dinding biasa digunakan untuk tujuan menjadi hiasan dinding, atau memberi
penerangan yang agak remang ketika malam tiba dan lampu lain dimatikan. Lampu dinding
juga bisa digunakan untuk memperkuat sebuah area, misalnya area duduk.
- Lampu Meja : Desk Lamps

2 - 47
Lampu meja banyak digunakan untuk kegiatan membaca atau kegiatan lain di meja, dan
sebagian besar merupakan lampu untuk area meja saja. Lampu jenis ini sebaiknya bisa diatur
dari segi kuantitas cahaya dan bisa diatur arah cahayanya sesuai kebutuhan.
- Lampu Langit-Langit : Ceiling Lamp
Jenis lampu ini dipasang dibawah langit-langit dengan berbagai bentuk aksesoris yang bisa
didapatkan di toko-toko lampu atau supermarket bahan bangunan dan peralatan rumah tangga.
Jenis ini biasanya dipasang dengan tempat lampu yang berfungsi sebagai reflektor, dan banyak
digunakan untuk perkantoran.
- Lampu Gantung : Pendant Fixtures
Lampu jenis ini paling banyak digunakan untuk rumah tinggal, karena kemudahan memasang
jaringan kabel. Lampu gantung lantai dasar dengan langit-langit dari dak beton biasanya
menggunakan lampu gantung. Lampu gantung juga biasa digunakan untuk ‘mengisi’ langit-
langit yang cukup tinggi. misalnya di area void, tangga, dan sebagainya.
5. Pemilihan jenis lampu harus mempertimbang fungsi serta estetika, contoh nya pemilihan lampu
hias yang bisa menambah nilai estetika.
6. Pencahayaan buatan biasanya diperlukan apabila tidak tersedia cahaya alami pada saat-saat antara
matahari terbenam sampai matahari terbit. Juga pada saat cuaca di luar rumah tidak memungkinkan
menghantarkan cahaya matahari ke dalam rumah.
7. Pencahayaan buatan pun digunakan saat cahaya matahari tidak mampu menjangkau ruangan atau
tidak dapat menerangi seluruh ruangan secara merata, karena letak ruang dan lubang cahaya tidak
memungkinkan bentuk armatur dan intensitas cahaya dapat diatur sesuai keinginan dengan
mengacu kepada persyaratan fungsionalnya, waktu penggunaannya pun bisa disesuaikan dengan
kebutuhan.

2.23. Konsep Penghematan Energi Dari Sistem Pencahayaan

Konsep penghematan energi dari sistem pencahayaan, antara lain sebagai berikut.
1. Memaksimalkan desain pencahayaan alami dibandingkan pencahayaan buatan.
2. Menggunakan lampu hemat energi atau lampu LED.
3. Tingkat kuat pencahayaan tidak boleh jauh melebihi kriteria yang telah ditentukan pada bab
sebelumnya, namun juga tidak boleh terlalu kurang sehingga tingkat kuat pencahayaan menjadi
tidak standar.
4. Menentukan armatur yang efisien untuk memaksimalkan tingkat kuat pencahayaan lampu.
5. Menentukan tata letak armatur dan pemilihan jenis, bahan, dan warna permukaan ruangan
(dinding, lantai, langit-langit), untuk memaksimalkan tingkat kuat pencahayaan lampu.

2 - 48
6. Merancang sistem pengelompokanpenyalaan (pola saklar) sesuai dengan letak lubang cahaya
yang dapat dimasuki cahaya alami siang hari.
7. Merancang sistem pencahayaan otomatis pada area koridor dengan menggunakan sensor gerak
atau memasang timer pada panel kontrolnya.
8. Merancang sistem, pengendalian penyalaan yang dapat menyesuaikan atau memanfaatkan
pencahayaan alami secara maksimal yang masuk ke dalam ruangan.
9. Untuk memperoleh pemakaian energi listrik yang efisien, pemeliharaan instalasi pencahayaan
harus dilakukan melalui :
- Lampu dan armatur harus dijaga tetap bersih guna memperoleh tingkat pencahayaan yang
tepat.
- Lampu harus diganti jika fluks luminusnya jauh menurun sesuai dengan umurnya.
- Penggunaan warna muda untuk dinding, langit-langit, lantai dan korden, dengan demikian
dapat mengurangi jumlah cahaya yang diperlukan sebagai akibat pengaruh reflektansi bahan-
bahan yang dipakai.
- Penggunaan pencahayaan luar untuk tujuan dekorasi dan suasana dioptimalkan.
- Pengurangan tingkat pencahayaan luar sampai pada batas terendah yang masih memberikan
keamanan dan kenyamanan.
- Petugas pembersih rungan bekerja lebih awal sehingga pemadaman lampu dapatdilakukan
lebih cepat.
- Penggantian lampu yang tidak hemat energi dengan lampu hemat energi.

2.24. Kriteria Desain Sistem Pencahayaan Darurat

1. Pencahayaan darurat pada sarana menuju jalan keluar (means of egress) harus disediakan untuk
setiap bangunan pada :
- Jalan lintas.
- Ruangan yang luasnya lebih dari 300 m2.
- Ruangan yang mempunyai luas lebih dari 100 m2 tetapi kurang dari 300 m2, yang tidak
terbuka.
- Akses ke koridor atau ke ruang yang mempunyai lampu darurat.
- Akses ke jalan raya atau ke ruang terbuka.
- Kereta lift.
- Halaman parkir basement.
- Ruang generator.
- Ruang pompa kebakaran.

2 - 49
- Pintu yang dipasang dengan kunci keluar tunda.
- Sepanjang jalan kearah koridor, lobi dan jalan keluar dengan jarak langsung dari titik masuk
gang, lobi atau jalan keluar melebihi 13 meter
- Tangga darurat, vestibula tangga darurat, dan smoke free lobby.
2. Pencahayaan darurat pada sarana jalan keluar harus terus menerus menyala selama penghuni
membutuhkan sarana jalan keluar. Pencahayaan buatan yang dioperasikan sebagai pencahayaan
darurat dipasang pada tempat-tempat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu sesuai kebutuhan
untuk menjaga pencahayaan sampai ke tingkat minimum yang ditentukan.
Pengecualian :
Sensor gerakan otomatis untuk mengoperasikan lampu dibolehkan dan harus disediakan sakelar
pengendali bila terjadi kegagalan operasi. “Timer” pencahayaan di set minimum 15 menit lamanya,
dan sensor gerakan otomatis bekerja dengan gerakan penghuni sebelum memasuki daerah yang
dilayani oleh unit lampu darurat tersebut.
3. Lantai dan permukaan untuk berjalan pada tempat yang aman, sarana menuju tempat yang aman
dan sarana menuju jalan umum, tingkat intensitas cahayanya minimal 10 Lux di ukur pada lantai.
Pengecualian :
Pada ruang pertemuan, pencahayaan dari lantai pada sarana menuju tempat aman, minimal 2 Lux
selama jangka waktu tertentu.
4. Setiap pencahayaan yang dibutuhkan harus diatur sehingga kegagalan dari setiap unit pencahayaan
tunggal tidak boleh menyebabkan ruangan menjadi gelap.
5. Pencahayaan pada sarana menuju jalan keluar harus dari sumber daya listrik yang dijamin
kehandalannya.
6. Lampu yang dioperasikan dengan batere dan lampu jenis lain seperti lampu-lampu jinjing atau
lentera tidak boleh dipakai untuk pencahayaan primair pada sarana menuju jalan keluar. Lampu
yang dioperasikan dengan batere dimungkinkan dipakai sebagai sumber darurat.
7. Setiap lampu darurat harus :
- Dapat bekerja secara otomatis.
- Mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.
- Jika mempunyai sistem terpusat, catu daya cadangan dan kontrol otomatisnya harus dilindungi
dari kerusakan karena api dengan konstruksi penutup yang mempunyai Tingkat Ketahanan
Api (TKA) tidak kurang dari -/60/60.
- Lampu darurat yang digunakan harus sesuai dengan standar yang berlaku.
8. Lampu darurat harus disediakan di sekitar fasilitas proteksi kebakaran, sehingga panel isyarat
kebakaran, titik panggil manual (fire alarm) dan peralatan pemadam kebakaran lainnya harus cukup
terang setiap saat sehingga mudah ditemukan.
9. Tingkat iluminasi minimum harus sesuai dengan ketentuam yang berlaku. Waktu tunda antara
kegagalan pasokan listrik untuk lampu normal dengan penyalaan lampu darurat untuk fasilitas
pemadam kebakaran tidak boleh melebihi 15 detik.

2 - 50
10. Pencahayaan perlu dijaga tidak boleh mati pada saat pergantian dari satu sumber energi ke sumber
energi lain. Lampu darurat disediakan oleh tenaga penggerak yang menggerakkan generator listrik
dengan waktu tunda yang diijinkan tidak boleh lebih dari 15 detik.
11. Pencahayaan darurat harus disediakan untuk jangka waktu 1½ jam dalam kejadian gagalnya
pencahayaan normal. Fasilitas lampu darurat harus mampu untuk dapat menyediakan pencahayaan
awal tidak kurang dari rata-rata 10 Lux dan minimum pada setiap titik 1 Lux diukur sepanjang
lintasan jalan keluar dari permukaan lantai. Intensitas pencahayaan dibolehkan menurun sampai 6
Lux rata-rata dan minimum pada setiap titik 0,6 Lux pada akhir waktu beroperasinya lampu darurat.
Perbandingan intensitas pencahayaan maksimum dan minimum pada sembarang titik dimana saja
tidak boleh melebihi 40 : 1.
12. Sistem lampu darurat harus mampu untuk menyediakan pencahayaan darurat secara otomatis bila
pencahayaan normal terganggu, seperti misalnya kegagalan pasokan daya listrik PLN, terbukanya
pemutus tenaga (Circuit breaker) atau putusnyapengaman lebur (fuse), atau secara sengaja fasilitas
sakelar kontrol lampu normal di buka (OFF).
13. Generator darurat beserta instalasi tahan api dan switsing (switching) yang menyediakan tenaga
listrik untuk sistem lampu darurat harus dipasang, di uji dan di pelihara sesuai ketentuan yang
berlaku. Sistem penyimpanan energi listrik bila dibutuhkan dalam Petunjuk Teknis ini harus
dipasang dan di uji sesuai ketentuan yang berlaku.
14. Lampu darurat yang dioperasikan dengan battery dipakai hanya dari jenis yang handal dan dapat di
isi ulang (rechargeable), tersedia selalu dalam kondisi terisi. Battery yang dipakai disetiap lampu
atau unit-unit untuk pemakaian lampu darurat harus memenuhi ketentuan yang berlaku dan
disetujui oleh instansi yang berwenang.
15. Sistem lampu darurat harus siap beroperasi dan mampu otomatis menyala tanpa bantuan.
16. Setiap pintu utama akses evakuasi kebakaran, harus diberi label pada sisi yang menuju jalan keluar
dengan kata “EXIT” huruf besar, warna kontras serta dengan latar belakang yang mudah terlihat.
17. Untuk area evakuasi yang memerlukan indikator arah, lampu exit pada bagian tersebut harus
dilengkapi dengan indikator ke arah yang diinginkan (jalur evakuasi).

2 - 51
2.25. Tabel Perhitungan Kuat Pencahayaan Ruangan

Kuat pencahayaan ruangan dihitung menggunakan rumus yang diatur dalam SNI 6197:2020, tentang konservasi energi pada sistem pencahayaan. Persyaratan kuat
pencahayaan tiap ruangan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016. Tabel perhitungannya adalah sebagai berikut.

Lantai 1

Fluks
Luas Tinggi Koefisien Koefisien Jumlah Titik Lux
Jenis Lampu Yang Watt Luminus
No Ruangan Ruangan Ruangan Depresiasi Penggunaan Lampu Yang Ruangan
Dipasang Lampu Lampu
(m2) (m) (KD) (KP) Diperlukan (Lumen/m2)
(Lumen)

LED Panel Light


1 Ruang Observasi IGD 11,7 3 45 3600 0,8 0,71 2 350
1200 x 300 mm
LED Panel Light
2 Ruang Tindakan IGD 9,6 3 45 3600 0,8 0,71 1 213
1200 x 300 mm
Downlight LED
3 Koridor IGD 154 3 16 1500 0,8 0,71 19 105
Panel
LED Panel Light
4 Ruang Resusitasi 13,7 3 45 3600 0,8 0,71 2 299
1200 x 300 mm
LED Panel Light
5 Ruang MRI 44,5 3 45 3600 0,8 0,71 7 322
1200 x 300 mm
6 Ruang Mesin MRI 10,7 3 Baret LED 17 1100 0,8 0,71 3 175
LED Panel Light
7 Ruang CT-Scan 22 3 45 3600 0,8 0,71 3 279
1200 x 300 mm
8 Ruang Mesin CT-Scan 3,6 3 Baret LED 17 1100 0,8 0,71 1 174
LED Panel Light
9 Ruang X-Ray 11,2 3 45 3600 0,8 0,71 2 365
1200 x 300 mm
LED Panel Light
10 Ruang Operator Radiologi 21,2 3 45 3600 0,8 0,71 3 289
1200 x 300 mm

2 - 52
LED Panel Light
11 Ruang Panoramic 8,9 3 45 3600 0,8 0,71 1 230
1200 x 300 mm
LED Panel Light
12 Ruang USG 11,2 3 45 3600 0,8 0,71 2 365
1200 x 300 mm
LED Panel Light
13 Ruang Klinik 11,1 3 45 3600 0,8 0,71 2 368
1200 x 300 mm
LED Panel Light
14 Ruang Rekam Medik 14,8 3 45 3600 0,8 0,71 2 276
1200 x 300 mm
LED Panel Light
15 Ruang Racik Farmasi 42,5 3 45 3600 0,8 0,71 7 337
1200 x 300 mm
Downlight LED
16 Lobi Utama 215 3 16 1500 0,8 0,71 30 119
Panel
LED Panel Light
17 Ruang Kepala Instalasi 7 3 45 3600 0,8 0,71 1 292
1200 x 300 mm

Lantai 2

Fluks
Luas Tinggi Koefisien Koefisien Jumlah Titik Lux
Jenis Lampu Yang Watt Luminus
No Ruangan Ruangan Ruangan Depresiasi Penggunaan Lampu Yang Ruangan
Dipasang Lampu Lampu
(m2) (m) (KD) (KP) Diperlukan (Lumen/m2)
(Lumen)

LED Panel Light


1 Ruang Klinik 11,2 3 45 3600 0,8 0,71 2 365
1200 x 300 mm
Downlight LED
2 Ruang Tunggu Poliklinik 374,2 3 16 1500 0,8 0,71 50 114
Panel
LED Panel Light
3 Ruang USG 11,3 3 45 3600 0,8 0,71 2 362
1200 x 300 mm
LED Panel Light
4 Ruang Vaksin 12 3 45 3600 0,8 0,71 1 170
1200 x 300 mm
LED Panel Light
5 Ruang Laboratorium 108 3 45 3600 0,8 0,71 14 265
1200 x 300 mm
Downlight LED
6 Ruang Admisi Laboratorium 49 3 16 1500 0,8 0,71 12 209
Panel

2 - 53
LED Panel Light
7 Ruang Sampling Laboratorium 14,1 3 45 3600 0,8 0,71 2 290
1200 x 300 mm
LED Panel Light
8 Ruang Bank Darah 15,9 3 45 3600 0,8 0,71 2 257
1200 x 300 mm
LED Panel Light
9 Ruang Rekam Medik 86 3 45 3600 0,8 0,71 10 238
1200 x 300 mm
LED Panel Light
10 Ruang Meeting Kecil 62,5 3 45 3600 0,8 0,71 8 262
1200 x 300 mm
LED Panel Light
11 Ruang Meeting Besar 98 3 45 3600 0,8 0,71 12 250
1200 x 300 mm

Lantai 3

Fluks
Luas Tinggi Koefisien Koefisien Jumlah Titik Lux
Jenis Lampu Yang Watt Luminus
No Ruangan Ruangan Ruangan Depresiasi Penggunaan Lampu Yang Ruangan
Dipasang Lampu Lampu
(m2) (m) (KD) (KP) Diperlukan (Lumen/m2)
(Lumen)

LED Panel Light


1 Ruang OK Mayor (OT-1) 50 3 45 3600 0,8 0,71 16 654
1200 x 300 mm
LED Panel Light
2 Ruang OK (OT-2, OT-3, OT-4) 42 3 45 3600 0,8 0,71 14 682
1200 x 300 mm
LED Panel Light
3 Koridor Ruang OT 100 3 45 3600 0,8 0,71 10 204
1200 x 300 mm

Ruang Pre-OP, Post-OP, Gudang LED Panel Light


4 164 3 45 3600 0,8 0,71 22 274
Steril CSSD 1200 x 300 mm

LED Panel Light


5 Ruang ICU 200 3 45 3600 0,8 0,71 26 266
1200 x 300 mm
Downlight LED
6 Ruang Tunggu Keluarga 95 3 16 1500 0,8 0,71 12 108
Panel
LED Panel Light
7 Ruang Pengepakan CSSD 16 3 45 3600 0,8 0,71 12 1534
1200 x 300 mm

2 - 54
Lantai 4

Fluks
Luas Tinggi Koefisien Koefisien Jumlah Titik Lux
Jenis Lampu Yang Watt Luminus
No Ruangan Ruangan Ruangan Depresiasi Penggunaan Lampu Yang Ruangan
Dipasang Lampu Lampu
(m2) (m) (KD) (KP) Diperlukan (Lumen/m2)
(Lumen)

Downlight LED
1 Ruang Rawat Inap VIP 16 3 16 1500 0,8 0,71 5 266
Panel
Downlight LED
2 Ruang Rawat Inap Kelas 1 24 3 16 1500 0,8 0,71 8 284
Panel
Downlight LED
3 Ruang Rawat Inap Kelas 2 31 3 16 1500 0,8 0,71 10 275
Panel
Downlight LED
4 Ruang Rawat Inap Kelas 3 46 3 16 1500 0,8 0,71 14 259
Panel
Downlight LED
5 Ruang Rawat Inap Isolasi 21,5 3 16 1500 0,8 0,71 7 277
Panel
Downlight LED
6 Koridor Ruang Rawat Inap 270 3 16 1500 0,8 0,71 35 110
Panel
LED Panel Light
7 Ruang Bersalin (VK) 16 3 45 3600 0,8 0,71 2 256
1200 x 300 mm
LED Panel Light
8 Ruang Bersalin (VK) Isolasi 12,5 3 45 3600 0,8 0,71 2 327
1200 x 300 mm

Koridor Ruang Bersalin dan LED Panel Light


9 105 3 45 3600 0,8 0,71 13 253
Ruang Kala 1200 x 300 mm

LED Panel Light


10 Ruang Tindakan Bersalin (VK) 13 3 45 3600 0,8 0,71 2 315
1200 x 300 mm
LED Panel Light
11 Ruang Bayi Sehat 18 3 45 3600 0,8 0,71 3 341
1200 x 300 mm
Ruang Tunggu Keluarga Area Downlight LED
12 35 3 16 1500 0,8 0,71 5 122
VK Panel
Downlight LED
13 Ruang Laktasi 5,5 3 16 1500 0,8 0,71 1 155
Panel

2 - 55
Lantai 5

Fluks
Luas Tinggi Koefisien Koefisien Jumlah Titik Lux
Jenis Lampu Yang Watt Luminus
No Ruangan Ruangan Ruangan Depresiasi Penggunaan Lampu Yang Ruangan
Dipasang Lampu Lampu
(m2) (m) (KD) (KP) Diperlukan (Lumen/m2)
(Lumen)

Downlight LED
1 Ruang Rawat Inap Kelas 1 24 3 16 1500 0,8 0,71 8 284
Panel
Downlight LED
2 Ruang Rawat Inap Kelas 2 31 3 16 1500 0,8 0,71 10 275
Panel
Downlight LED
3 Ruang Rawat Inap Kelas 3 46 3 16 1500 0,8 0,71 14 259
Panel
Downlight LED
4 Koridor Ruang Rawat Inap 205 3 16 1500 0,8 0,71 25 104
Panel

Lantai 6

Fluks
Luas Tinggi Koefisien Koefisien Jumlah Titik Lux
Jenis Lampu Yang Watt Luminus
No Ruangan Ruangan Ruangan Depresiasi Penggunaan Lampu Yang Ruangan
Dipasang Lampu Lampu
(m2) (m) (KD) (KP) Diperlukan (Lumen/m2)
(Lumen)

Downlight LED
1 Ruang Rawat Inap Kelas 1 24 3 16 1500 0,8 0,71 8 284
Panel
Downlight LED
2 Ruang Rawat Inap Kelas 2 31 3 16 1500 0,8 0,71 10 275
Panel
Downlight LED
3 Ruang Rawat Inap Kelas 3 46 3 16 1500 0,8 0,71 14 259
Panel
Downlight LED
4 Koridor Ruang Rawat Inap 205 3 16 1500 0,8 0,71 25 104
Panel

2 - 56
Lantai 7

Fluks
Luas Tinggi Koefisien Koefisien Jumlah Titik Lux
Jenis Lampu Yang Watt Luminus
No Ruangan Ruangan Ruangan Depresiasi Penggunaan Lampu Yang Ruangan
Dipasang Lampu Lampu
(m2) (m) (KD) (KP) Diperlukan (Lumen/m2)
(Lumen)

Downlight LED
1 Ruang Rawat Inap Kelas 1 24 3 16 1500 0,8 0,71 8 284
Panel
Downlight LED
2 Ruang Rawat Inap Kelas 2 31 3 16 1500 0,8 0,71 10 275
Panel
Downlight LED
3 Ruang Rawat Inap Kelas 3 46 3 16 1500 0,8 0,71 14 259
Panel
Downlight LED
4 Koridor Ruang Rawat Inap 205 3 16 1500 0,8 0,71 25 104
Panel

Lantai 8

Fluks
Luas Tinggi Koefisien Koefisien Jumlah Titik Lux
Jenis Lampu Yang Watt Luminus
No Ruangan Ruangan Ruangan Depresiasi Penggunaan Lampu Yang Ruangan
Dipasang Lampu Lampu
(m2) (m) (KD) (KP) Diperlukan (Lumen/m2)
(Lumen)

Downlight LED
1 Ruang Rawat Inap Kelas VIP 31,3 3 16 1500 0,8 0,71 10 272
Panel
Downlight LED
2 Ruang Rawat Inap Kelas VVIP 34 3 16 1500 0,8 0,71 10 251
Panel
Downlight LED
3 Koridor Ruang Rawat Inap 205 3 16 1500 0,8 0,71 25 104
Panel

2 - 57
2.26. Kriteria Desain Sistem Proteksi Petir

1. Sistem proteksi petir harus mampu melindungi struktur bangunan atau fisik maupun melindungi
peralatan dari sambaran langsung dan sambaran tidak langsung.
2. Berikut ini adalah penetapan proteksi sambaran petir.
- Proteksi Petir Sambaran Langsung
Proteksi petir sambaran langsung yang digunakan adalah sistem penyalur petir.
- Proteksi Petir Sambaran Tidak Langsung
Proteksi petir sambaran tidak langsung yang digunakan adalah sistem surge arrester
(penangkap petir) pada panel-panel listrik gedung.
3. Jenis sistem penyalur petir yang digunakan adalah sistem elektrostatis dengan menggunakan sistem
radius.
4. Terminal udara tidak mempunyai bagian-bagian yang bergerak.
5. Tinggi tiang penyalur petir adalah 3 meter.
6. Tiang penyalur petir dipasang di dak atap.
7. Down conductor yang digunakan adalah kabel kabel coaxial tegangan tinggi minimal 2 x 50 mm2.
8. Di level lantai dasar bangunan, dibuat sumur grounding penyalur petir dengan tahanan tanah
maksimum yang diperbolehkan sebesar 3 ohm. Setiap sumur grounding diberi bak kontrol untuk
perawatan dan monitoring.
9. Sumur grounding sistem penyalur petir, dibuat terpisah dengan sumur grounding sistem lainnya
(listrik arus kuat, listrik arus lemah, dll).
10. Sistem penyalur petir dilengkapi dengan lightning strike recorder (counter).

2.27. Perhitungan Probabilitas Arus Petir

1. Mekanisme terjadinya sambaran petir dibagi menjadi sambaran perintis dan sambaran balik.
2. Sambaran Perintis (Initial Leader) adalah peralihan muatan ke tanah dimulai dengan sambaran yang
menjalar ke dekat dasar daerah bermuatan negatif dengan sambaran yang menjalar ke dekat dasar
daerah bermuatan negatip dalam awan melalui beberapa tahapan. Tiap tahapan akan kelihatan
sebagai kilatan yang bertambah. Hal ini disebabkan oleh udara yang terionisasi di ujung sambaran.
Sambaran perintis menuju ke tanah dengan kecepatan rata-rata 108 cm/detik melalui zig-zag.
Sambaran ini mengangkut muatan negatif sepanjang lintasannya sehingga menciptakan medan
listrik dalam ruang antara ujung sambaran perintis dengan tanah.
3. Sambaran Balik (Return Stroke) adalah pada saat sambaran perintis mencapai ketinggian tertentu
dari permukaan bumi maka dimulailah sambaran positif ke atas untuk menemui ujung sambaran

2 - 58
perintis yang bermuatan negatif. Kilasan cahaya dari sambaran balik ini jauh lebih besar dari
sambaran perintis. Sambaran balik menjalar melalui lintasan perintis yang terionisasi dengan
kecepatan 3 x 109 cm/detik.
4. Arus dari sambaran balik inilah yang menjadi arus utama petir yang berkisar 5 Ka sampai 200 KA
dengan nilai rata-rata arus puncak 20 KA.
5. Parameter petir di Indonesia :
No. Lokasi I (kA) dI/dt max Q total Qimpuls W/R
(kA/second) (C) (C) (kJ/ft)
1. Medan 89,7 29,3 12,4 4,10 4,900
2. Pekanbaru 74,7 25,7 11,3 3,76 3,500
3. Palembang 87,0 28,7 12,2 3,93 4,700
4. Jakarta 81,7 27,4 11,8 3,86 4,100
5. Cilacap 89,0 29,4 12,4 4,10 4,900
6. Surabaya 81,9 27,3 11,6 3,80 4,100
7. Balikpapan 87,7 20,8 12,3 3,96 4,700
8. Sorong 90,3 30,3 12,5 4,23 5,000
Sumber : Makalah Sistem Proteksi. LAPI-ITB. 19 Januari 1995.

6. Amplitudo arus petir dan kemungkinan terjadinya :


Arus Petir Persentase
(KA) Terjadinya (%)
20 45,52
40 30,48
60 15,51
80 5,35
>100 2,14
Sumber : Transmission Line Reference Book 345 kV and Above. Hal 377.

7. Waktu pencapaian harga puncak dan kemungkinan terjadinya :


Muka Gelombang Persentase
(Jas) Terjadinya (%)
0,5 34,27
1,0 26,22
1,5 18,18
2,0 12,59
>2,5 8,74
Sumber : Transmission Line Reference Book 345 kV and Above. Hal 378.

2.28. Penetapan Manajemen Resiko dan Lightning Protection Zone (LPZ)

Kebutuhan Bangunan Terhadap Instalasi Penyalur Petir Agar Terhindar dari Ancaman Bahaya Petir
Berdasarkan National Fire Protection Association (NFPA) 780, diberi simbol R.

2 - 59
R = (A+B+C+D+E) / F
Keterangan :
R = Kebutuhan bangunan terhadap instalasi penyalur petir
A = Jenis struktur bangunan
B = Jenis konstruksi bangunan
C = Lokasi bangunan
D = Topografi
E = Penggunaan dan isi bangunan
F = Isokeraunic level

Indeks A : Jenis Struktur, sumber : National Fire Protection Association 780. Hal 35
Jenis Struktur Indeks A
Rumah kediaman yang kurang dari 465 mm2 1
Rumah kediaman yang lebih dari 465 m2 2
Perumahan, kantor atau bangunan pabrik dengan tinggi kurang dari 15
meter
- melingkupi area kurang dari 2323 m2 3
- melingkupi area lebih dari 2323 m2 5
Perumahan, kantor atau bangunan pabrik dengan tinggi 15-23 meter 4
Perumahan, kantor atau bangunan pabrik dengan tinggi 23-46 meter 5
Perumahan, kantor atau bangunan pabrik dengan tinggi lebih dari 46 8
meter
Kantor pelayanan milik pemerintah misalnya pemadam kebakaran, kantor 7
polisi dan perusahaan air minum
Hangar pesawat terbang 7
Pembangkit listrik dan sentral telepon 8
Menara air dan cooling tower 8
Perpustakaaan, museum dan bangunan bersejarah 8
Bangunan pertanian 9
Tempat bernaung didaerah rekreasi 9
Bangunan yang berisi banyak orang misalnya sekolah, tempat ibadah, 9
bioskop dan stadion olahraga
Struktur yang ramping dan tinggi misalnya cerobong asap, menara 10
pengawas dan mercusuar
Rumah sakit, penampungan para lansia dan penyandang cacat 10
Bangunan tempat membuat dan menyimpatan bahan berbahaya misalnya 10
zat kimia
Rumah sakit, penampungan para lansia dan penyandang cacat, Nilai A = 10

Indeks B : Jenis Konstruksi, sumber : National Fire Protection Association 780. Hal 35
Kerangka Struktur Jenis Atap Indeks B
Bukan logam Kayu 5
Campuran aspal, ter atau genteng 3
Logam yang tidak saling terhubung 4
Logam yang terhubung secara elektrik 1
Kayu Kayu 5
Campuran aspal, ter atau genteng 3
Logam yang tidak saling terhubung 4

2 - 60
Logam yang terhubung secara elektrik 2
Beton bertulang Kayu 5
Campuran aspal, ter atau genteng 3
Logam yang tidak saling terhubung 4
Logam yang terhubung secara elektrik 1
Kerangka baja Kayu 4
Campuran aspal, ter atau genteng 3
Logam yang tidak saling terhubung 3
Logam yang terhubung secara elektrik 1
Jenis konstruksi : struktur beton bertulang, atap campuran, Nilai B = 3

Indeks C : Lokasi Bangunan, sumber : National Fire Protection Association 780. Hal 35
Lokasi Bangunan Indeks C
Bangunan dalam area bangunan yang lebih tinggi
- bangunan kecil, melingkupi area kurang dari 929 m2 1
- bangunan besar, melingkupi area lebih dari 929 m2 2
Bangunan dalam aren bangunan yang lebih rendah
- bangunan kecil, melingkupi area kurang dari 929 m2 4
- bangunan besar, melingkupi area lebih dari 929 m2 5
Struktur diperpanjang sampai 15.2 m di atas permukaan tanah 7
Struktur diperpanjang sampai lebih dari 15.2 m di atas permukaan tanah 10
Lokasi bangunan : struktur diperpanjang sampai lebih dari 15.2 m di atas permukaan tanah,
Nilai C = 10

Indeks D : Topografi, sumber : National Fire Protection Association 780. Hal 35.
Lokasi Indeks D
Pada tanah datar 1
Pada sisi bukit 2
Di atas puncak bukit 4
Di atas puncak gunung 5
Topografi : pada tanah datar, Nilai D = 1

Indeks E : Penggunaan dan Isi Bangunan, sumber : National Fire Protection Association 780. Hal 35
Penggunaan dan Isi Bangunan Indeks E
Bahan yang tidak mudah terbakar 1
Perabotan rumah tangga 2
Perlengkapan atau perabotan biasa 2
Ternak peliharaan 3
Bangunan berisi sedikit orang (kurang dari 50 orang) 4
Bahan yang mudah terbakar 5
Bangunan berisi banyak orang (50 orang atau lebih) 6
Peralatan atau barang berharga 7
Pelayanan umum seperti pemadam kebakaran dan 8
kantor polisi
Gas atau cairan yang mudah meledak 8
Peralatan operasi yang sensitive 9
Benda bersejarah 10
Peledak dan bahan pembuatnya 10

2 - 61
Penggunaan dan isi bangunan : pelayanan umum seperti pemadam kebakaran dan kantor polisi, yakni :
rumah sakit, Nilai E = 8

Indeks F : Isokeraunic Level, sumber : National Fire Protection Association 780. Hal 35.
Isokeraunic Level Indeks F
0-5 9
6-10 8
11-20 7
21-30 6
31-40 5
41-50 4
51-60 3
61-70 2
Lebih dari 70 1
Asumsi isokeraunic level untuk daerah Samarinda adalah 55 (sumber : BMKG),
Nilai F = 3.

Maka,
R = (A+B+C+D+E) / F
R = (10 + 3 + 10 + 1 + 8) / 3
R = 10,67

Tabel Perkiraan Kebutuhan Penangkal Petir Berdasarkan NFPA 780. Hal 34.
Nilai R Pengamanan
0-2 Tidak perlu
2-3 Dianjurkan
3-4 Dianjurkan
4-7 Sangat dianjurkan
Lebih dari 7 Sangat perlu

Dengan nilai total R adalah sama dengan 10,67, maka bangunan ini sangat perlu dipasang instalasi
penyalur petir.

2 - 62
Bab 3 :
Listrik Arus Lemah (LAL)
Bab 3
Listrik Arus Lemah (LAL)

3.1. Lingkup Perancangan - Listrik Arus Lemah

Yang termasuk dalam lingkup perancangan sistem listrik arus lemah, antara lain sebagai berikut.
1. Fire Alarm,
2. Tata Suara,
3. Jaringan Telepon,
4. Jaringan Data dan Wifi,
5. MATV,
6. CCTV,
7. Nurse Call.

3.2. Standar dan Peraturan Yang Berlaku - Listrik Arus Lemah

Standar dan peraturan yang digunakan sebagai dasar perencanaan adalah :


- Standar :
1. SNI 3985-2000 tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan, Pengujian Sistem Deteksi dan
Alarm Kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
2. SNI 0255-2020 tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL-2020).
- Peraturan :
1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI, nomor : 02/PRT/M/2015 tanggal 18 Februari 2015,
tentang Bangunan Gedung Hijau.
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008 tgl. 30 Desember 2008 tentang
Ketentuan Teknis Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan.
3. UU No. 32/1999 tentang Telekomunikasi dgn PP No. 52/2000 tentang Telekomunikasi
Indonesia.
4. Undang-undang Republik Indonesia, nomor 28 tahun 2002, tentang bangunan gedung.
- Referensi :
1. Wolsey, Planning for TV Distribution System.
2. Wisi, CATV System Refference.
3. Sony, CATV Equipment.

3-1
4. National, Cable Master Antenna System.
5. AVE, VOE, PI, UIL.
6. Walter T. Grondzik, Alison G. Kwok, “Mechanical and Electrical Equipment for Buildings
12th Edition”, Wiley, 2014.

3.3. Kriteria Desain Sistem Fire Alarm

Kriteria desain sistem fire alarm, antara lain sebagai berikut.


1. Sistem Fire Alarm yang dipasang adalah Sistem Fire Alarm Semi Addressable.
2. Master Control Panel Fire Alarm (MCFA) yang digunakan adalah MCFA jenis addressable 1
loop.
3. Unit MCFA dipasang di ruang kontrol atau ruang FCC (Fire Command Centre) jika tersedia; dan
diawasi selama 24 jam. Ruangan tersebut harus aman dari level banjir.
4. Detektor yang digunakan adalah detektor jenis konvensional, terdiri dari :
- Photoelectric Smoke Detector, dan
- Heat Detector (Fixed Temperature).
5. Pada tiap-tiap lantai, dipasang satu unit FATB (Fire Alarm Terminal Box) yang berfungsi sebagai
kotak panel terminal utama. Pada FATB dipasang module-module addressable yang berfungsi
sebagai penghubung antara MCFA addressable dan detektor konvensional.
6. Pada tiap-tiap lantai, dipasang beberapa set manual station sesuai dengan banyaknya hydrant box.
Satu set manual station terdiri dari :
- Lampu Indikator
- Alarm Bell, dan
- Manual Push Button / Manual Break Glass yang dilengkapi dengan fireman’s intercom jack.
7. Jarak antar detektor yaitu 5 s.d. 10 meter, berlaku untuk semua jenis detektor.
8. Kabel instalasi yang digunakan antara lain sebagai berikut.
- Kabel sinyal loop (dari MCFA ke module addressable di FATB) : FRC STP 2 Pair (data) +
FRC 2x2,5 mm2 (power).
- Kabel instalasi fireman’s intercom jack : FRC STP 2 Pair
- Kabel instalasi dari module addressable ke lampu indikator dan alarm bell : FRC 2x1,5
mm2.
- Kabel instalasi dari module addressable ke detektor-detektor : 2x NYA 1,5 mm2.
- Kabel instalasi dari module addressable ke flow switch-tamper switch sprinkler tiap lantai :
FRC 2x1,5 mm2.

3-2
- Kabel instalasi dari module addressable ke manual push button / manual break glass : FRC
2x1,5 mm2.
- Kabel instalasi dari smoke detector kamar ke LED indicator di luar kamar : ITC 1 pair.
- Kabel grounding sistem : NYA 10 mm2.
9. Sistem fire alarm harus terintegrasi dengan sistem sprinkler, sistem kelistrikan, sistem lift, sistem
pressurized fan tangga kebakaran, dan sistem hydrant. Kabel kontrol yang ditarik ke masing-
masing sistem tersebut adalah kabel tahan api : FRC 2x1,5 mm2.
10. Sistem fire alarm beroperasi pada kondisi listrik normal (PLN dan genset); dan dapat beroperasi
dalam kondisi kebakaran dengan menggunakan sumber listrik dari UPS. UPS yang digunakan
adalah UPS sentral (baterai = 30 menit), dipasang pada panel power khusus untuk utilitas
elektronik dan telekomunikasi dalam gedung. Panel power tersebut harus dilengkapi surge
arrester sebagai proteksi internal dari sambaran petir.
11. Sistem fire alarm harus terhubung dengan sistem grounding listrik arus lemah; nilai tahanan tanah
harus kurang dari 1 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari berturut-turut. Ujung
elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.

3.4. Kriteria Desain Sistem Tata Suara

Kriteria desain sistem tata suara, antara lain sebagai berikut.


1. Peralatan tata suara terdiri dari Digital Mixer, Equalizer, Power Amplifier, Speaker Selector,
Pemutar CD/MP3/radio FM, Paging Mic.
2. Digital mixer pada sentral sound system di lengkapi dengan Evacuation Module.
3. Sentral sistem tata suara publik harus terkoneksi dengan sistem fire alarm; untuk memberi
informasi jika terjadi kebakaran pada gedung.
4. Sentral sistem tata suara tersebut berlokasi di ruang engineering atau ruang building management.
Ruangan tersebut harus aman dari level banjir.
5. Sound system yang di gunakan terdiri dari :
- Column speaker 10 watt untuk car call zone
- Ceiling speaker normal 3 watt di pasang pada koridor.
- Ceiling speaker emergency 3 watt di pasang pada koridor; harus terbuat dari bahan logam
yang relatif tahan api, berfungsi untuk evakuasi pada saat kebakaran.
- Column speaker emergency 10 watt di pasang pada tangga darurat; harus terbuat dari bahan
logam yang relatif tahan api, berfungsi untuk evakuasi pada saat kebakaran.

3-3
6. Pada tiap-tiap lantai dipasang satu unit SSTB (Sound System Terminal Box) yang berfungsi
sebagai kotak panel terminal utama.
7. Ceiling Speaker emergency dapat di fungsikan sebagai speaker publik dan speaker emergency
pada saat kondisi darurat.
8. Jarak pemasangan ceiling speaker pada koridor berkisar jarak antara 5-7 meter.
9. Kabel instalasi yang di gunakan adalah sebagai berikut :
- Kabel dari pemutar CD/MP3/Radio FM ke Digital Mixer : 3x stereo audio cable
- Kabel dari paging mic ke digital mixer : 2x STP 2 Core + NYMHY 2x1.5mm2
- Kabel signal dari MCFA : FRC 2X1.5 mm2
- Kabel dari Firemans microphone for evacuation ke digital mixer : 1x STP CAT.6
- Kabel dari Car call ke digital mixer : ITC 2x2x0.6 mm2
- Kabel Instalasi Sound system publik menggunakan NYMHY 2x1.5 mm2
- Kabel Instalsi emergency speaker menggunakan FRC 2x2.5 mm2
- Kabel Instalsi Sound system Car call menggunakan NYMHY 2x1.5 mm2
10. Sistem tata suara publik beroperasi pada kondisi listrik normal (PLN dan genset); dan dapat
beroperasi dalam kondisi kebakaran untuk evakuasi, dengan menggunakan sumber listrik dari
UPS. UPS yang digunakan adalah UPS sentral (baterai = 30 menit), dipasang pada panel power
khusus untuk utilitas elektronik dan telekomunikasi dalam gedung. Panel power tersebut harus
dilengkapi surge arrester sebagai proteksi internal dari sambaran petir.
11. Sistem tata suara publik harus terhubung dengan sistem grounding listrik arus lemah; nilai
tahanan tanah harus kurang dari 1 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari berturut-
turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.

3.5. Kriteria Desain Jaringan Telepon Dalam Gedung

Kriteria desain sistem jaringan telepon dalam gedung, antara lain sebagai berikut.
1. Sistem telepon yang digunakan sistem telepon analog.
2. Peralatan sentral yang digunakan adalah PBX tipe hybrid.
3. Jumlah satuan sambungan telepon (SST) dihitung 15% dari jumlah titik instalasi outlet telepon.
4. Sentral sistem jaringan telepon harus terkoneksi dengan sistem fire alarm; untuk memberi
informasi jika terjadi kebakaran pada gedung.
5. Seluruh peralatan sentral sistem jaringan telepon dipasang di ruang engineering atau ruang
building management. Ruangan tersebut harus aman dari level banjir.
6. Outlet telepon yang di gunakan terdiri dari :
3-4
- Outlet telepon lantai
- Outlet telepon dinding
7. Kabel instalasi yang di gunakan adalah kabel UTP Cat.6.
8. Outlet telepon dipasang pada area pelayanan medis dan kantor manajemen.
9. Sistem jaringan telepon beroperasi pada kondisi listrik normal (PLN dan genset); dan dapat
beroperasi dalam kondisi emergency dengan menggunakan sumber listrik dari UPS. UPS yang
digunakan adalah UPS sentral (baterai = 30 menit), dipasang pada panel power khusus untuk
utilitas elektronik dan telekomunikasi dalam gedung. Panel power tersebut harus dilengkapi surge
arrester sebagai proteksi internal dari sambaran petir.
10. Sistem jaringan telepon harus terhubung dengan sistem grounding listrik arus lemah; nilai
tahanan tanah harus kurang dari 1 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari berturut-
turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.

3.6. Analisa Perhitungan Kapasitas Peralatan Sentral Jaringan Telepon

1. Jumlah Outlet Telepon Berdasarkan Gambar Perencanaan


Berdasarkan gambar perencanaan, jumlah outlet telepon per lantai antara lain sebagai berikut.
Lantai Parkir
Jumlah outlet telepon : 1 titik
Lantai 1
Jumlah outlet telepon : 20 titik
Lantai 2
Jumlah outlet telepon : 28 titik
Lantai 3
Jumlah outlet telepon : 15 titik
Lantai 4
Jumlah outlet telepon : 14 titik
Lantai 5
Jumlah outlet telepon : 3 titik
Lantai 6
Jumlah outlet telepon : 3 titik
Lantai 7
Jumlah outlet telepon : 3 titik
Lantai 8
Jumlah outlet telepon : 24 titik

3-5
Jumlah total outlet telepon
= 1 + 20 + 28 + 15 + 14 + 3 + 3 + 3 + 24
= 114

2. Jumlah Satuan Sambungan Telepon (SST) Dari Operator Telekomunikasi


Berdasarkan jumlah titik instalasi outlet telepon, maka jumlah satuan sambungan telepon (SST)
dari operator telekomunikasi adalah :
= 15% x 114 extensions
= 17,1 SST
= 18 SST (dibulatkan)

3.7. Kriteria Desain Jaringan Data dan Wifi Dalam Gedung

Kriteria desain sistem jaringan data dan wifi dalam gedung, antara lain sebagai berikut.
1. Peralatan sistem jaringan data dan wifi, terdiri dari Server Data, Unit PC, distribution switch,
outlet data dan wifi access point.
2. Distribution switch yang digunakan adalah switch jenis manage-able, dilengkapi dengan port
fiber optic.
3. Sentral sistem jaringan data dikoneksikan dengan unit PABX pada sistem jaringan telepon.
4. Seluruh peralatan sentral sistem jaringan data dipasang di ruang engineering atau ruang building
management. Ruangan tersebut harus aman dari level banjir.
5. Outlet data dan wifi yang di gunakan terdiri dari :
- Outlet data lantai
- Outlet data dinding
6. Wifi access point disetting dengan radius sejauh ±11 meter.
7. Kapasitas ports distribution switch yang digunakan antara lain : 8 ports, 16 ports, 24 ports dan 48
ports; dipilih sesuai dengan kebutuhan.
8. Kabel instalasi yang digunakan antara lain sebagai berikut.
- Kabel dari server ke main distribution switch : fiber optic single mode 4 core.
- Kabel dari main distribution switch ke distribution switch tiap lantai : fiber optic single mode
4 core.
- Kabel instalasi outlet data dan wifi access point : UTP Cat6.
9. Outlet data dan wifi access point dipasang pada area pelayanan medis dan kantor manajemen.

3-6
10. Sistem jaringan data dan wifi beroperasi pada kondisi listrik normal (PLN dan genset); dan dapat
beroperasi dalam kondisi emergency dengan menggunakan sumber listrik dari UPS. UPS yang
digunakan adalah UPS sentral (baterai = 30 menit), dipasang pada panel power khusus untuk
utilitas elektronik dan telekomunikasi dalam gedung. Panel power tersebut harus dilengkapi surge
arrester sebagai proteksi internal dari sambaran petir.
11. Sistem jaringan data dan wifi harus terhubung dengan sistem grounding listrik arus lemah; nilai
tahanan tanah harus kurang dari 1 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari berturut-
turut. Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.

3.8. Kriteria Desain Sistem MATV

Kriteria desain sistem MATV, antara lain sebagai berikut.


1. Jaringan MATV gedung baru dikoneksikan dengan sentral MATV eksisting.
2. Sistem MATV yang digunakan adalah sistem MATV-HD analog.
3. Peralatan sistem MATV terdiri dari Power Divider, Receiver Digital, VSB Agile Modulator,
Programmable Gain Amplifier, Combiner, Head End, Booster Amplifier.
4. Head End merupakan susunan dari beberapa komponen receiver digital satelit dan modulator
yang di susun untuk menghasilkan sinyal RF.
5. Modulator pada sistem MATV berfungsi sebagai untuk memodulasi sinyal menjadi sinyal RF,
dan sinyal-sinyal tersebut disusun pada frekuensi-frekuensi tertentu.
6. Combiner berfungsi untuk menggabungkan sinyal broadcast channel yang telah ditempatkan pada
suatu frekuensi sinyal pembawa (carrier) tertentu oleh modulator.
7. Booster amplifier berfungsi sebagai penguat sinyal.
8. Seluruh peralatan sentral MATV tersebut dipasang di ruang engineering atau ruang building
management. Ruangan tersebut harus aman dari level banjir.
9. Antenna yang digunakan adalah antenna UHF, VHF, dan Parabola
10. Jumlah channel siaran televisi yang direncanakan untuk gedung ini adalah sebanyak 30 channel,
terdiri dari channel gratis dan berbayar.
11. Peralatan instalasi televisi terdiri dari outlet televisi, indoor tap dan indoor splitter.
12. Kabel instalasi yang di gunakan antara lain sebagai berikut.
- Kabel instalasi dari outlet televisi ke indoor tap : Coaxial RG6.
- Kabel instalasi antar indoor tap : Coaxial RG11.
- Kabel instalasi dari indoor tap ke indoor splitter : Coaxial RG11.
- Kabel instalasi antar indoor splitter : Coaxial RG11.
3-7
- Kabel instalasi peralatan sentral MATV menuju antenna : Coaxial RG11.
13. Sistem MATV beroperasi pada kondisi listrik normal (PLN dan genset); dan dapat beroperasi
dalam kondisi emergency dengan menggunakan sumber listrik dari UPS. UPS yang digunakan
adalah UPS sentral (baterai = 30 menit), dipasang pada panel power khusus untuk utilitas
elektronik dan telekomunikasi dalam gedung. Panel power tersebut harus dilengkapi surge
arrester sebagai proteksi internal dari sambaran petir.
14. Sistem MATV harus terhubung dengan sistem grounding listrik arus lemah; nilai tahanan tanah
harus kurang dari 1 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari berturut-turut. Ujung
elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.

3.9. Kriteria Desain Sistem CCTV

Kriteria desain sistem CCTV, antara lain sebagai berikut.


1. Sistem CCTV yang digunakan adalah sistem IP CCTV.
2. Peralatan sentral sistem CCTV terdiri dari NVR (Network Video Recorder), Monitor, dan Router
CCTV.
3. NVR (network video recorder) berfungsi untuk media perekam gambar dari kamera CCTV. NVR
bisa berupa Hardware Stand-alone ataupun Software yang diaplikasikan ke unit PC.
4. Setiap unit NVR dilengkapi dengan storage media (penyimpanan) dengan kapasitas minimum 4
TB (Terrabytes).
5. Jumlah unit NVR disesuaikan dengan jumlah titik instalasi kamera CCTV.
6. Router CCTV berfungsi sebagai penghubung antar dua atau lebih jaringan untuk meneruskan data
dari switch CCTV ke NVR (Network Video Recorder).
7. Seluruh peralatan sentral CCTV tersebut dipasang di ruang kontrol atau ruang FCC (Fire
Command Centre) jika tersedia; dan diawasi selama 24 jam. Ruangan tersebut harus aman dari
level banjir.
8. Sentral sistem CCTV harus dikoneksikan dengan sistem jaringan data, agar monitoring kamera
CCTV dapat diakses menggunakan internet.
9. Pada tiap-tiap zona (1 zone terdiri dari beberapa lantai), dipasang satu unit distribution switch,
yang terhubung langsung ke instalasi kamera CCTV.
10. Kapasitas ports distribution switch yang digunakan antara lain : 8 ports, 16 ports, 24 ports dan 48
ports; dipilih sesuai dengan kebutuhan.
11. Kamera CCTV yang digunakan antara lain sebagai berikut.
- Fixed dome color IP camera, 720p.
3-8
- Fixed box color IP camera dengan indoor housing, 720p.
- Fixed bullet color IP camera dengan outdoor housing, 720p.
12. Jangkauan CCTV tipe dome camera adalah ±15 meter, sedangkan jangkauan CCTV tipe box
camera dan bullet camera adalah ±25 meter.
13. Dome camera dan box camera dipasang di koridor, lobby, dan di dalam lift. Sedangkan bullet
camera dipasang pada area parkir dan outdoor.
14. Kabel instalasi yang digunakan antara lain sebagai berikut.
- Kabel instalasi dari kamera CCTV ke switch CCTV : UTP Cat6.
- Kabel instalasi dari switch CCTV ke router sentral : 2x STP Cat6.
15. Sistem CCTV beroperasi pada kondisi listrik normal (PLN dan genset); dan dapat beroperasi
dalam kondisi emergency dengan menggunakan sumber listrik dari UPS. UPS yang digunakan
adalah UPS sentral (baterai = 30 menit), dipasang pada panel power khusus untuk utilitas
elektronik dan telekomunikasi dalam gedung. Panel power tersebut harus dilengkapi surge
arrester sebagai proteksi internal dari sambaran petir.
16. Sistem CCTV harus terhubung dengan sistem grounding listrik arus lemah; nilai tahanan tanah
harus kurang dari 1 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari berturut-turut. Ujung
elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.

3.10. Perhitungan Kapasitas NVR CCTV

1. Jumlah Kamera CCTV Berdasarkan Gambar Perencanaan


Berdasarkan gambar perencanaan, jumlah outlet telepon per lantai antara lain sebagai berikut.
A. Lantai Parkir
Jumlah kamera CCTV : 3 titik
B. Lantai 1
Jumlah kamera CCTV : 9 titik
C. Lantai Parkir P2/P3
Jumlah kamera CCTV : 5 titik
D. Lantai 2
Jumlah kamera CCTV : 5 titik
E. Lantai 3
Jumlah kamera CCTV : 5 titik
F. Lantai 4
Jumlah kamera CCTV : 6 titik
3-9
G. Lantai 5
Jumlah kamera CCTV : 2 titik
H. Lantai 6
Jumlah kamera CCTV : 2 titik
I. Lantai 7
Jumlah kamera CCTV : 2 titik
J. Lantai 8
Jumlah kamera CCTV : 2 titik
K. Lift
Jumlah kamera CCTV : 4 titik

Jumlah total kamera CCTV


= A+B+C+D+E+F+G+H+I+J+K
= 3+9+5+5+5+6+2+2+2+2+4
= 45 titik kamera CCTV

2. Pemilihan Kapasitas dan Jumlah Unit NVR


Jumlah unit NVR yang dipilih adalah 3 unit x 16 channel, dengan kapasitas total: 48 channel.

3.11. Kriteria Desain Sistem Nurse Call

Kriteria desain sistem Nurse Call, antara lain sebagai berikut.


1. Sistem Nurse Call yang digunakan adalah sistem IP Nurse Call.
2. Peralatan sistem Nurse Call terdiri dari Main Server Nurse Call, Hub Nurse Call, IP CCT nurse
call, IP Announciator Display.
3. Nurse call system berfungsi untuk memanggil suster; sebagai alat komunikasi khusus antar pasien
dan perawat dalam area rumah sakit khsusunya pada ruang pasien dengan ruang perawat.
4. Hub nurse call berfungsi sebagai pengirim data dari outlet nurse call.
5. Pada tiap-tiap lantai di pasang satu hub yang berfungsi sebagai penghubung instalasi dari IP CCT
router.
6. Outlet Nurse Call terdri dari :
7. IP-Over Door Lamp
- IP-Staff Presence Button
- IP-Pull Cord Button

3 - 10
- IP-Staff Assist Button
- Single Color Lamp
- IP-Annunciator Display
8. IP-Over Door Lamp berfungsi sebagai lampu indikator pada tiap ruang pasien.
9. IP-Staff Presence Button berfungsi sebagai alat untuk mereset lampu indikator apabila pasien
membutuhkan pertolongan.
10. IP-Staff Assist Button di pasang di bed head pasien.
11. IP-Pull Cord Button dipasang di toilet pasien.
12. Kabel instalasi yang di gunakan adalah sebagai berikut :
- Kabel instalasi dari outlet nurse call ke ip cct router menggunakan kabel UTP CAT.6
- Kabel instalasi dari ip cct router ke hub nurse call menggunakan kabel UTP CAT.6
- Kabel IP monitor ke hub nurse call menggunakan kabel UTP CAT.6
- Kabel hub nurse call ke main server nurse call menggunakan kabel STP CAT.6
- Kabel power hub nurse call menggunakan kabel NYM 3x2.5 mm2
13. Sistem Nurse Call beroperasi pada kondisi listrik normal (PLN dan genset); dan dapat beroperasi
dalam kondisi emergency dengan menggunakan sumber listrik dari UPS. UPS yang digunakan
adalah UPS sentral (baterai = 30 menit), dipasang pada panel power khusus untuk utilitas
elektronik dan telekomunikasi dalam gedung. Panel power tersebut harus dilengkapi surge
arrester sebagai proteksi internal dari sambaran petir.
14. Sistem Nurse Call harus terhubung dengan sistem grounding listrik arus lemah; nilai tahanan
tanah harus kurang dari 1 ohm; diukur setelah tidak hujan selama 3 (tiga) hari berturut-turut.
Ujung elektroda pembumian diusahakan harus mencapai permukaan air tanah.

3 - 11
Bab 4 :
Plumbing (PL)
Sanitasi, Drainase dan Pemipaan
Bab 4
Plumbing (PL) - Sanitasi, Drainase, dan Pemipaan

4.1. Lingkup Perancangan - Plumbing

Yang termasuk dalam lingkup perancangan sistem plumbing, antara lain sebagai berikut.
1. Kriteria desain sistem penyediaan dan distribusi air bersih.
2. Kriteria desain sistem pompa distribusi air bersih.
3. Perhitungan kebutuhan air bersih per hari.
4. Perhitungan kapasitas rooftank air bersih
5. Perhitungan kapasitas GWT (ground water tank) air bersih.
6. Kriteria desain sistem saluran air limbah.
7. Kriteria desain bak pengumpul air limbah dan bak pre-treatment air limbah.
8. Kriteria desain instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
9. Perhitungan debit air limbah dan kapasitas IPAL kawasan.
10. Kriteria desain sistem saluran air hujan.
11. Perhitungan jumlah minimum pipa tegak air hujan
12. Perhitungan kapasitas long storage (bak detensi) air hujan

4.2. Standar dan Peraturan Yang Berlaku - Plumbing

Standar dan peraturan yang digunakan sebagai dasar perencanaan adalah :


- Standar :
1. SNI 8153-2015 tentang Sistem Plambing pada Bangunan Gedung.
2. SNI 6773-2008 tentang Spesifikasi Unit Paket Instalasi Pengolahan Air.
3. SNI 6774-2008 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan Air.
4. SNI 03-7065-2005 tentang Tata Cara Perencanaan Sistem Plambing.
5. SNI 03-2453-2002 tentang Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan
Pekarangan.
6. SNI 03-2459-2002 tentang Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan Pekarangan.
7. SNI 03-6373-2000 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pemasangan Ven.
8. SNI 6481-2000 tentang Sistem Plambing.
- Peraturan :

4-1
1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI, nomor : 02/PRT/M/2015 tanggal 18 Februari 2015,
tentang Bangunan Gedung Hijau.
2. Keputusan Menteri Kesehatan, nomor : 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan
Kualitas Air Minum.
3. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, nomor : Kep-112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu
Limbah Air Limbah Domestik.
4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, nomor : Kep-52/ MENLH/10/1995 tentang Baku
Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel.
5. Peraturan Pemerintah No. 74 th 2001 tentang Pengelolaan B3.
6. Undang-undang Republik Indonesia, nomor 28 tahun 2002, tentang bangunan gedung.
7. Kementerian Kesehatan RI - Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Bina
Pelayanan Penunjang Medis dan Sarana Kesehatan Tahun 2014 : Pedoman-pedoman Teknis
Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang
Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.
- Referensi :
1. Soufyan M Nurbambang & Takeo Morimura, “Perencanaan & Pemeliharaan Sistem
Plumbing”.
2. Walter T. Grondzik, Alison G. Kwok, “Mechanical and Electrical Equipment for Buildings
12th Edition”, Wiley, 2014.

4.3. Kriteria Desain Sistem Penyediaan dan Distribusi Air Bersih

Kriteria desain sistem penyediaan air bersih, antara lain sebagai berikut.
1. Sumber air bersih diambil dari suplai air PDAM dan pengolahan air sungai.
2. Seluruh cadangan air bersih ditampung dalam bak penampung air bersih, disebut GWT (ground
water tank). Ground water tank terdiri dari 2 bagian utama, yakni : CWT (clean water tank) dan
RWT (raw water tank).
3. Suplai air dari PDAM ditampung di dalam CWT (clean water tank).
4. Suplai air dari sungai, ditampung di dalam RWT (raw water tank). Dari raw water tank, air
difilter menggunakan sistem WTP (water treatment plant). Sistem WTP (water treatment plant)
terdiri dari : sand filter, carbon filter, dan klorinasi. Setelah difilter, air dipompa menuju CWT
(clean water tank).
5. Air hasil olahan dari sistem WTP (water treatment plant) perlu dicek secara berkala agar
memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan air untuk

4-2
keperluan higiene sanitasi, sesuai yang tertera dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2017.
6. Dari CWT (clean water tank), air dipompa menggunakan pompa distribusi air bersih, ke tangki
penampung air bersih di masing-masing atap bangunan, disebut rooftank.
7. Dari rooftank, air didistribusikan ke seluruh area gedung menggunakan sistem pompa pendorong
(booster) dan sistem gravitasi.
8. Jenis pipa untuk instalasi jaringan air bersih adalah pipa PPR PN.
9. Kecepatan air di dalam pipa antara 1 s/d 2 meter per detik.
10. Batas tekanan pada sambungan alat plumbing adalah 3,5 bar, dan sisa tekanan pada alat plambing
sebesar 1 bar.

4.4. Kriteria Desain Sistem Pompa Distribusi Air Bersih

Berikut ini adalah kriteria desain sistem pompa distribusi air bersih.
1. Pompa suplai dari sungai yang digunakan adalah pompa submersible khusus / jet pump / pompa
multistage centrifugal. Pompa beroperasi secara otomatis ketika air di dalam RWT (raw water
tank) mendekati kosong. Sistem kontrol menggunakan WLC (water level control), pelampung-
pelampung indikator dipasang pada RWT (raw water tank).
2. Pompa filter WTP (water treatment plant) yang digunakan adalah pompa multistage centrifugal.
Pompa beroperasi secara otomatis ketika air di dalam CWT (clean water tank) mendekati kosong.
Sistem kontrol menggunakan WLC (water level control), pelampung-pelampung indikator
dipasang pada CWT (clean water tank).
3. Pompa distribusi air bersih ke rooftank yang digunakan adalah pompa multistage centrifugal.
Pompa ini disebut juga pompa transfer air bersih. Pompa beroperasi secara otomatis ketika air di
dalam rooftank mendekati kosong. Sistem kontrol menggunakan WLC (water level control),
pelampung-pelampung indikator dipasang pada rooftank. Jumlah set pompa transfer air bersih
berjumlah sama dengan set rooftank yang direncanakan di masing-masing bangunan.
4. Pompa booster air bersih yang digunakan adalah pompa multistage centrifugal. Pompa beroperasi
secara otomatis menggunakan flow switch.

4-3
4.5. Standar Kebutuhan Air Menurut Kelas Rumah Sakit dan Jenis Rawat

Berikut ini adalah standar kebutuhan air menurut kelas rumah sakit dan jenis rawat, berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 7 tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit.

4.6. Perhitungan Kebutuhan Air Bersih Per Hari

Berikut ini adalah tabel perhitungan kebutuhan air bersih gedung baru.

Total Pemakaian
Jumlah Pemakaian Air
Air Harian (Qd)
Fungsi Ruang
Liter / Orang /
Bed / Orang Liter / Hari
Hari

Rawat Inap 216 450 97.200

Pasien Klinik (berdasarkan jumlah


klinik (20 unit) dan asumsi antrian
324 5 1.620
pasien di masing-masing klinik : 15
antrian)

Total Pemakaian
98.820 liter / hari
Air

100 m3 / hari
(dibulatkan)

Dari tabel perhitungan di atas, kebutuhan air bersih adalah sebesar 100 m3 per hari.

4-4
4.7. Perhitungan Kapasitas Rooftank Air Bersih

Berikut ini adalah perhitungan kapasitas rooftank (tangki air atas) efektif gedung dengan
menggunakan rumus dari buku Perencanaan & Pemeliharaan Sistem Plumbing oleh Soufyan M
Nurbambang & Takeo Morimura.

1. Perhitungan Pemakaian Air Menit-Puncak


- Kebutuhan air bersih per hari = 100 m3
- Jangka waktu pemakaian air per hari = 10 jam
- Pemakaian air rata-rata per jam = 100 m3 : 10 jam
= 10 m3/jam
- Konstanta pengali untuk perkiraan =3
pemakaian air per menit
- Pemakaian air menit-puncak = (10 : 60) x 3
= 0,5 m3/menit

2. Perhitungan Kapasitas Rooftank Efektif


- Pemakaian air menit-puncak = 0,5 m3/menit
- Lama waktu pengisian rooftank = 60 menit
- Kapasitas rooftank efektif = 0,5 m3/menit x 60 menit
= 30 m3
Maka, kapasitas total rooftank efektif adalah sebesar 30 m3.

4.8. Perhitungan Kapasitas GWT (Ground Water Tank)

Berikut ini adalah perhitungan kapasitas ground water tank.


Kapasitas GWT = 3 hari x kebutuhan air bersih per hari
= 3 hari x 100 m3
= 300 m3

Maka, kapasitas GWT adalah sebesar 300 m3.

4-5
Keterangan :
Kapasitas GWT diperhitungkan berdasarkan kebutuhan air bersih selama 3 hari; untuk cadangan air
pada saat maintenance bak dan cadangan air pemadam kebakaran.

4.9. Perhitungan Diameter Pipa Suplai Air PDAM

Untuk gedung ini, 100% sumber air bersih diambil dari suplai air PDAM. Perhitungan diameter pipa
untuk suplai air PDAM antara lain sebagai berikut.

100% dari kebutuhan air bersih per hari = 100 m3


Waktu operasional air dari PDAM = 10 jam

Debit air PDAM untuk memenuhi kebutuhan air per hari :


= 100% dari kebutuhan air bersih per hari : waktu operasional
= 100 m3 : 10 jam
= 10 m3 per jam
= 166,67 liter per menit (hasil konversi)

Asumsi kecepatan aliran air dalam pipa adalah 1,5 meter per detik. Berdasarkan debit air dan asumsi
kecepatan aliran air tersebut, maka dapat ditentukan besar diameter pipa, yakni 1,25 inch.

Catatan :
Besar diameter pipa diperoleh dari metode pemilihan menggunakan grafik kerugian gesek dalam pipa
menurut rumus Hazen-William.

4.10. Kriteria Desain Sistem Saluran Air Limbah

Kriteria desain sistem instalasi pengolahan dan penyaluran air limbah, antara lain sebagai berikut.
1. Saluran air limbah rumah sakit dibedakan menjadi :
- Saluran pipa air kotor (sewage) dari kloset, dialirkan ke bak pengumpul air limbah gedung.
Jenis pipa yang digunakan adalah PVC AW.

4-6
- Saluran pipa air bekas (toilet drain) dari wastafel dan floor drain, dialirkan ke bak
pengumpul air limbah gedung. Jenis pipa yang digunakan adalah PVC AW.
- Saluran pipa air bekas pantry dari sink, dialirkan ke bak pengumpul air limbah gedung. Jenis
pipa yang digunakan adalah PVC AW.
- Saluran pipa air limbah kitchen (kitchen drain), dialirkan ke bak pre-treatment lemak. Jenis
pipa yang digunakan adalah pipa polypropylene.
- Saluran pipa air limbah khusus tipe 1 dari farmasi dan OK, dialirkan ke bak pre-treatment
limbah khusus. Jenis pipa yang digunakan adalah PVC AW.
- Saluran pipa air limbah khusus tipe 2 dari laboratorium dan radiologi, dialirkan ke bak pre-
treatment limbah khusus. Jenis pipa yang digunakan adalah co-polymer.
2. Seluruh pipa saluran air limbah harus dilengkapi dengan instalasi pipa penghawaan air limbah,
disebut juga pipa ven.
3. Kecepatan air maksimal di dalam pipa adalah 1,2 meter per detik.
4. Kemiringan pipa horizontal air limbah adalah 1% - 2%.

4.11. Kriteria Desain Bak Pengumpul Air Limbah dan Bak Pre-treatment Air
Limbah

Kriteria desain bak pengumpul air limbah dan bak pre-treatment air limbah adalah sebagai berikut.
1. Bak pengumpul air limbah berfungsi untuk mengumpulkan air limbah yang bersifat umum. Bak
ini dibagi menjadi beberapa ruang / chamber. Bak ini dilengkapi dengan set pompa submersible
sewage, yang berfungsi untuk mendorong air limbah menuju IPAL.
2. Bak pre-treatment lemak berfungsi sebagai pengolahan awal air limbah dari kitchen. Bak ini
terdiri dari unit grease trap dan dibagi menjadi beberapa ruang / chamber. Bak ini dilengkapi
dengan set pompa submersible sewage, yang berfungsi untuk mendorong air limbah menuju
IPAL.
3. Bak pre-treatment limbah khusus berfungsi sebagai pengolahan awal air limbah khusus. Pada bak
ini, terjadi proses filtrasi awal untuk mengolah air limbah yang mengandung logam berat dan
memiliki PH tidak seimbang (proses neutralizing). Bak ini dibagi menjadi beberapa ruang /
chamber. Bak ini dilengkapi dengan set pompa submersible sewage, yang berfungsi untuk
mendorong air limbah menuju IPAL.

4-7
4.12. Kriteria Desain Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Kriteria desain instalasi pengolahan air limbah (IPAL) adalah sebagai berikut.
1. Jenis sistem IPAL yang digunakan adalah jenis sistem extended aeration, dilengkapi dengan
beberapa bak inlet terpisah, antara lain : bak grit chamber (untuk limbah sewage dan toilet drain
umum), bak grease trap (untuk limbah lemak dari bak pre-treatment air limbah kitchen di
gedung), bak inlet limbah khusus (untuk limbah khusus dari bak pre-treatment limbah khusus di
gedung).
2. IPAL dilengkapi dengan kolam indikator air hasil olahan IPAL.
3. Unit IPAL yang digunakan adalah unit IPAL Baru.
4. Asumsi kandungan dalam air limbah yang masuk ke dalam IPAL adalah :
- Influent BOD : 350 mg/liter
- Influent COD : 400 mg/liter
- Influent SS : 350 mg/liter
- Influent Amonia : 30 mg/liter
5. Air hasil olahan IPAL harus memenuhi persyaratan antara lain sebagai berikut.
- Effluent BOD : < 20 mg/liter
- Effluent COD : < 30 mg/liter
- Effluent SS : < 20 mg/liter
- Effluent Amonia : < 10 mg/liter
- Effluent Oil & Fat : < 10 mg/liter
- Effluent Detergent : < 2 mg/liter
6. Jika kandungan air hasil olahan IPAL belum memenuhi persyaratan, maka perlu ada penambahan
filter dan / atau reaktor di dalam sistem IPAL.
7. Sistem IPAL dilengkapi dengan water meter (flow meter) yang dipasang pada pipa outlet IPAL.
8. Air hasil olahan IPAL dialirkan menuju kolam indikator air hasil olahan IPAL.

4.13. Perhitungan Debit Air Limbah dan Kapasitas IPAL Yang Dibutuhkan

1. Perhitungan Debit Air Limbah Gedung Baru


Estimasi debit air limbah dihitung sebesar 100% dari kebutuhan air bersih total per hari.

4-8
Perhitungannya adalah sebagai berikut.
Kebutuhan air bersih = 100 m3 per hari
Estimasi debit air limbah total = 100% x 100 m3 per hari
= 100 m3 per hari

2. Kapasitas IPAL Yang Dibutuhkan


Kapasitas IPAL yang dibutuhkan adalah penjumlahan dari total debit air limbah gedung baru dan
kapasitas IPAL eksisting sebesar 100 m3 / hari.

Kapasitas IPAL :
= Total debit air limbah gedung baru + kapasitas IPAL eksisting
= 100 m3 / hari + 100 m3 / hari
= 200 m3

Maka, kapasitas IPAL yang dibtuhkan adalah 200 m3 / hari. Unit IPAL yang digunakan adalah
unit IPAL baru.

4.14. Kriteria Desain Sistem Saluran Air Hujan

Kriteria desain sistem saluran air hujan, antara lain sebagai berikut.
1. Saluran air hujan harus terpisah dengan instalasi perpipaan air limbah.
2. Di sekeliling gedung, dibuat saluran drainase air hujan.
3. Air hujan dari atap gedung, dialirkan ke saluran drainase keliling gedung.
4. Dari saluran drainase keliling gedung, air hujan dialirkan menuju bak penampung air hujan (long
storage / bak detensi).
5. Dari bak penampung air hujan, air hujan kemudian dialirkan menuju saluran drainase kota
menggunakan pompa submersible.
6. Jenis pipa untuk saluran air hujan adalah pipa PVC kelas AW.
7. Batas kemiringan minimum pipa horizontal air hujan adalah 1/100.
8. Semua saluran drainase direncanakan semi terbuka untuk memudahkan perawatan dan
pemeliharaan.

4-9
4.15. Perhitungan Jumlah Minimum Pipa Tegak Air Hujan

Curah hujan yang diambil untuk perancangan ini adalah 305 mm/jam. Pipa tegak air hujan yang
digunakan adalah pipa tegak ukuran 4 inci.

Berikut ini adalah tabel ukuran talang atap, pipa utama dan perpipaan tegak air hujan berdasarkan
curah hujan dalam SNI Plumbing 2015.

Luas atap maksimum yang diperbolehkan di-cover oleh satu titik pipa tegak air hujan dengan dimensi
4 inci, pada curah hujan 305 mm/jam
= ± 142 m2

Luas atap utama = 1026 m2


Jumlah minimum titik pipa air tegak di atap utama = 1026 m2 : 142 m2
= 7,22 titik

Maka, jumlah minimum titik pipa air tegak di atap utama dengan estimasi curah hujan sebesar 305
mm/jam adalah sebanyak 8 titik, dengan dimensi 4 inci.

4.16. Perhitungan Kapasitas Long Storage (Bak Detensi) Air Hujan

Long storage (bak detensi) air hujan dihitung berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI,
nomor : 11/PRT/MM/2014. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut.

Vbak = 0,855 x Ctadah x Atadah x th

4 - 10
Di mana :
Vbak : Volume long storage (bak detensi)
0,855 : Konstanta pengali
Ctadah : Koefisien limpasan penampang bangunan = 0,85
Atadah : Luas tutupan bangunan (luas lantai ground) (m2) = 1940 m2
th : Asumsi tinggi hujan = 42 mm

Vbak = 0,855 x 0,85 x 1940 m2 x 42 mm


= 59.216 liter
= 60 m3 (dibulatkan)

Maka, kapasitas long storage air hujan (bak detensi) adalah 60 m3.

4 - 11
Bab 5 :
Pemadam Kebakaran (PMK)
Bab 5
Pemadam Kebakaran (PMK)

5.1. Lingkup Perancangan - Pemadam Kebakaran

Yang termasuk dalam lingkup perancangan sistem pemadam kebakaran, antara lain sebagai
berikut.
1. Hydrant.
2. Sprinkler.
3. APAR (alat pemadam api ringan).
4. Pompa Pemadam Kebakaran (termasuk volume air yang dibutuhkan).

5.2. Standar dan Peraturan Yang Berlaku - Pemadam Kebakaran

Standar dan peraturan yang digunakan sebagai dasar perencanaan adalah :


- Standar :
1. SNI 03-1735-2000 tentang Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan dan Akses Lingkungan
Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung.
2. SNI 03-1745-2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Pipa Tegak dan
Slang Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung.
3. SNI 03-1746-2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sarana Jalan ke Luar
Untuk Penyelamatan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung.
4. SNI 03-0389-2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Sprinker
Otomatik Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung.
5. SNI 03-6570-2001 tentang Instalasi Pompa Yang Dipasang Tetap Untuk Proteksi
Kebakaran.
6. SNI 03-3987-1995 tentang Panduan Pemasangan Pemadam Api Ringan Untuk Pencegahan
Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung.
- Peraturan :
1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, nomor : 26/PRT/M/2008 tg. 30 Desember 2008 tentang
Ketentuan Teknis Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan.
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, nomor : 29/PRT/M/2006, tentang Pedoman Persyaratan
Teknis Bangunan Gedung.

5-1
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI, nomor : 02/PRT/M/2015 tanggal 18 Februari 2015,
tentang Bangunan Gedung Hijau.
4. Undang-undang Republik Indonesia, nomor 28 tahun 2002, tentang bangunan gedung.
- Referensi :
1. NFPA 13 : Installation of Sprinkler System.
2. NFPA 14 : Installation of Stand Pipe and Hose System.
3. NFPA 20 : Centrifugal Fire Pumps.
4. Walter T. Grondzik, Alison G. Kwok, “Mechanical and Electrical Equipment for Buildings
12th Edition”, Wiley, 2014.

5.3. Kriteria Desain Sistem Pemadam Kebakaran

1. Klasifikasi Bahaya Kebakaran


Sesuai SNI pemadam kebakaran yang berlaku, bangunan rumah sakit termasuk dalam klasifikasi
bahaya kebakaran ringan.

2. Pompa Pemadam Kebakaran


Pompa pemadam kebakaran yang direncanakan untuk gedung ini adalah :
- Electric Fire Pump (EFP),
- Diesel Fire Pump (DFP), dan
- Jockey Pump.

3. Bak Penampung / GWT (Ground Water Tank) Untuk Air Pemadam Kebakaran
GWT yang digunakan untuk air pemadam kebakaran adalah GWT air bersih dengan kapasitas
total 300 m3.

4. Jarak Tempuh Mobil Pemadam Kebakaran Dari Kantor Dinas Pemadam Kebakaran Kota
Samarinda Ke Rumah Sakit Dirgahayu
- Jarak tempuh mobil pemadam kebakaran dari kantor dinas pemadam kebakaran kota
Samarinda ke Rumah Sakit Dirgahayu adalah sejauh 2,6 km, atau sama dengan perjalanan 7 -
15 menit dengan kecepatan mobil rata-rata 40 km per jam.
- Berdasarkan jarak tempuh tersebut, cadangan air untuk pemadam kebakaran harus mampu
mencukupi kebutuhan 15 - 30 menit penyiraman.
- Untuk rumah sakit ini, cadangan air untuk pemadam kebakaran disediakan untuk penyiraman
1 jam atau 60 menit.

5-2
5. Sistem Hydrant Gedung (Indoor)
- Tipe sistem pipa tegak adalah sistem pipa tegak basah yang mempunyai pasokan air mampu
memasok kebutuhan sistem secara otomatik.
- Kelas sistem pipa tegak adalah sistem kelas III. Sistem harus menyediakan kotak slang
berukuran 40 mm (1,5”) untuk memasok air yang digunakan oleh penghuni bangunan dan
slang ukuran 65 mm (2,5”) untuk memasok air dengan volume lebih besar untuk digunakan
oleh petugas pemadam kebakaran atau mereka yang terlatih.
- Sambungan slang ukuran 65 mm dan sambungan slang ukuran 40 mm dihubungkan ke pipa
tegak. Letak sambungan slang ukuran 65 mm ada di dalam tiap tangga kebakaran.
- Tekanan minimum untuk mendapatkan laju aliran air pada tekanan sisa 6,9 bar (100 Psi) pada
keluaran sambungan slang 65 mm (2,5”) terjauh dihitung secara hidraulik, dan 4,5 bar (65 psi)
pada ujung kotak hidran 40 mm (2,5”) terjauh dihitung secara hidraulik.
- Laju aliran minimum dari pipa tegak hidraulik terjauh sebesar 500 gpm.

6. Sistem Hydrant Halaman (Outdoor)


- Pada site gedung, dipasang hydrant halaman berupa hydrant pillar dan box hydrant.
- Jarak antar hydrant halaman maksimum 100 meter.
- Pompa untuk hydrant halaman juga digunakan untuk pompa hydrant gedung.
- Selain hydrant halaman, juga perlu disediakan Siamese Connection yang terhubung dengan
jaringan pemadam kebakaran gedung.
- Siamese Connection dipasang di setiap akses masuk ke site gedung.

7. Sambungan Pemadam Kebakaran


- Sambungan pemadam kebakaran diletakkan dekat pintu masuk halaman gedung, dan dekat
dengan jalan raya untuk parkir mobil pemadam kebakaran.
- Jarak sambungan pemadam kebakaran tidak lebih 18 meter dari mobil pemadam.
- Instalasi sambungan pemadam kebakaran langsung ke jaringan sistem pemipaan.

8. Sistem Sprinkler (Untuk Bahaya Kebakaran Ringan)


- Kepadatan pancaran air dari sprinkler adalah 2,55 mm/menit.
- Luas daerah kerja sprinkler adalah 84 m2.
- Persyaratan debit aliran air dari sprinkler adalah 225 liter/menit.
- Persyaratan tekanan air pada ujung terjauh jaringan sprinkler adalah 2,2 kg/cm2, ditambah
tekanan air yang ekuivalen dengan perbedaan tinggi antara katup kendali dengan sprinkler
tertinggi. Tekanan diukur pada katup kendali.
- Jarak maksimum antar kepala sprinkler adalah 4,6 meter, dan jarak maksimum kepala
sprinkler ke dinding adalah 2,0 meter.

5-3
- 1 buah katup kendali (branch control valve) dapat melayani sampai dengan 1000 kepala
sprinkler head.
- Pipa tegak sistem kombinasi untuk mensuplai air ke sistem sprinkler dan juga merupakan pipa
tegak untuk katup sambungan slang kebakaran (KSSK).
- Pompa untuk sistem sprinkler juga merupakan pompa untuk KSSK.

9. Sistem APAR (Alat Pemadam Api Ringan)


- Penggolongan kebakaran untuk bangunan ini adalah Golongan A, B & C.
- Jenis APAR yang digunakan pada ruang umum adalah APAR bubuk kimia kering tipe ABC
kapasitas 3,5 kg.
- Jenis APAR yang digunakan pada ruang pompa, genset dan panel listrik utama adalah APAR
CO2 kapasitas 25 kg.
- Luas maksimum lantai yang dilindungi oleh satu unit APAR adalah 250 m2.
- Jarak maksimum ke tempat pemadam APAR adalah 20 meter.

5.4. Kapasitas Pompa Pemadam Kebakaran

Untuk sistem pipa tegak kelas III, laju aliran minimum dari pipa tegak hidraulik terjauh harus sebesar
550 USGPM. Laju aliran minimum untuk pipa tegak tambahan harus sebesar 250 USGPM untuk
setiap pipa tegak.

Jumlah total pipa tegak yang direncanakan aktif (saat kebakaran) pada gedung ini adalah sebanyak 3
buah, sistem kelas III.

Jumlah total laju aliran :


= 3 buah pipa tegak
= 550 USGPM + 250 USGPM + 250 USGPM
= 1050 USGPM

Sesuai dengan perhitungan di atas, maka kapasitas pompa pemadam kebakaran yang dipilih adalah
1000 USGPM.

5-4
5.5. Perhitungan Volume Cadangan Air Pemadam Kebakaran

Volume cadangan air untuk pemadam kebakaran dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan pompa
untuk memadamkan api, yaitu berkisar antara 30 s.d. 60 menit (sesuai dengan NFPA). Untuk proyek
ini, lama waktu pemadaman api yang diambil adalah 60 menit.

Perhitungan :
Kapasitas pompa hydrant = 1000 USGPM
Lama waktu pemadaman api = 60 menit

Volume Air Pemadam Kebakaran :


= Kapasitas pompa hydrant x Lama waktu pemadaman api
= 1000 USGPM x 60 menit
= 60.000 USG
= 227 m3 (hasil konversi)

Maka, volume air untuk pemadam kebakaran yang dibutuhkan adalah sebesar 230 m3 (dibulatkan).

5-5
Bab 6 :
Elevator (ELV)
Bab 6
Elevator (ELV)

6.1. Lingkup Perancangan - Elevator

Yang termasuk dalam lingkup perancangan sistem transportasi dalam gedung, antara lain sebagai
berikut.
1. Kriteria desain sistem lift medis dan passenger, dan
2. Analisa trafik lift.

6.2. Standar dan Peraturan Yang Berlaku - Elevator

Standar dan peraturan yang digunakan sebagai dasar perencanaan adalah :


- Standar :
1. SNI 2189-1999 tentang Definisi, Istilah Lif dan Eskalator.
2. SNI 6040-1999 tentang Syarat-syarat umum konstruksi lif penumpang yang dijalankan dengan
motor traksi.
3. SNI 2190-1999 Konstruksi Lift Penumpang dengan Motor Traksi.
4. SNI-03-6248-2000 Konstruksi Elevator.
5. SNI 6573-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Transportasi Vertikal dalam gedung
(lif).
6. SNI 7017.1-2004 tentang Pemeriksaan dan Pengujian Lif Traksi Listrik pada Bangunan
Gedung, Pemeriksaan dan Pengujian Berkala.
7. SNI 7017.2-2004 tentang Tata Laksana Pemeriksaan dan Pengujian Lif Traksi Listrik pada
bangunan gedung.
- Peraturan :
1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI, nomor : 02/PRT/M/2015 tanggal 18 Februari 2015,
tentang Bangunan Gedung Hijau.
2. Peraturan Departemen Tenaga Kerja tentang Lift Listrik, Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut.
3. Undang-undang Republik Indonesia, nomor 28 tahun 2002, tentang bangunan gedung.
- Referensi :
1. Gina Barney, Dr., “Elevator Traffic Handbook, Theory and Practice”, Spon Press, 2003.

6-1
2. Barney G.C., and Loher AG.,“Elevator Electric Drives, Concept and Principles, Control and
Practice”, Ellis Horwood Ltd., 1990.
3. Walter T. Grondzik, Alison G. Kwok, “Mechanical and Electrical Equipment for Buildings
12th Edition”, Wiley, 2014.

6.3. Kriteria Desain Lift Medis dan Passenger

Berikut ini adalah kriteria desain untuk lift medis dan passenger.
1. Tipe lift adalah bed lift / hospital lift.
2. Lift medis direncanakan beroperasi dengan tenaga listrik.
3. Jumlah unit lift medis ditentukan sesuai dengan kebutuhan jalur medis.
4. Jumlah unit lift passenger ditentukan dengan menggunakan analisa trafik lift. Lift medis beroperasi
pada kondisi listrik normal (PLN dan genset), dan tidak dapat beroperasi pada saat terjadi
kebakaran.
5. Seluruh lift direncanakan memiliki machine room (ruang mesin), dengan tipe motor gearless.
6. Seluruh lift dikendalikan secara otomatis oleh masing-masing panel kontrol lift.
7. Kapasitas unit lift medis yang dipilih adalah : Lift 1600 kg.
8. Kapasitas unit lift passenger yang dipilih adalah : Lift 1600 kg.
9. Ketinggian langit-langit kereta lift tidak kurang dari 2800 mm di mana terdapat pintu darurat yang
hanya bisa dibuka dari atas kereta dan dilengkapi safety switch.
10. Di dalam unit lift harus dilengkapi dengan lampu, CCTV, fan, dan pada bagian atasnya harus
dilapisi dengan suatu bahan peredam suara.
11. Pada lantai dasar (level ground) terdapat Fire Switch di sisi pintu masuk ke dalam lift, yang terpisah
di dalam suatu box yang dilindungi dengan kaca tipis.
12. Pada masing-masing unit lift, harus terdapat fitur-fitur antara lain sebagai berikut.
- Overload devices;
- Safety edge;
- Fire Emergency return dihubungkan dengan sistem fire alarm;
- Emergency stop switch;
- Car arrival gong;
- Up & down indicator arrows;
- Door photo cell;
- Earth quick devices;
- Automatic Resque Device (ARD); dan
- EPO (Emergency Power Operation).

6-2
6.4. Analisa Trafik Lift Passenger Gedung

1. Jumlah Populasi
Jumlah populasi dalam rumah sakit dihitung berdasarkan fungsi gedung dan asumsi populasi
per lantai, berdasarkan gambar perencanaan.

A. Lantai 1
• Pasien Radiologi = 6 orang
• Pendamping Pasien Radiologi = 12 orang
• Pasien IGD = 12 orang
• Pendamping Pasien IGD = 24 orang
• Pasien Klinik = 5 orang
• Pendamping Pasien Klinik = 10 orang
• Asumsi Jumlah Staff Rumah Sakit Lantai 1 = 45 orang
• Ruang Tunggu Lantai 1 = 75 orang
Total = 189 orang

B. Lantai 2
• Pasien Klinik = 20 orang
• Pendamping Pasien Klinik = 40 orang
• Pasien Lab = 2 orang
• Pendamping Pasien Lab = 4 orang
• Ruang Meeting Staff = 100 orang
• Asumsi Jumlah Staff Rumah Sakit Lantai 2 = 60 orang
• Ruang Tunggu Lantai 2 = 200 orang
Total = 426 orang

C. Lantai 3
• Pasien Ruang OK = 5 orang
• Pasien Pre-OP = 4 orang
• Pasien Post-OP = 6 orang
• Pasien ICU / PICU / ICCU = 15 orang
• Asumsi Jumlah Staff Rumah Sakit Lantai 3 = 30 orang
• Ruang Tunggu Lantai 3 = 60 orang
Total = 120 orang

6-3
D. Lantai 4
• Pasien Rawat Inap = 30 orang
• Pendamping Pasien Rawat Inap = 60 orang
• Pasien Bersalin = 10 orang
• Pendamping Pasien Bersalin = 20 orang
• Asumsi Jumlah Staff Rumah Sakit Lantai 4 = 20 orang
Total = 140 orang

E. Lantai 5
• Pasien Rawat Inap = 48 orang
• Pendamping Pasien Rawat Inap = 96 orang
• Asumsi Jumlah Staff Rumah Sakit Lantai 5 = 15 orang
Total = 159 orang

F. Lantai 6
• Pasien Rawat Inap = 48 orang
• Pendamping Pasien Rawat Inap = 96 orang
• Asumsi Jumlah Staff Rumah Sakit Lantai 6 = 15 orang
Total = 159 orang

G. Lantai 7
• Pasien Rawat Inap = 48 orang
• Pendamping Pasien Rawat Inap = 96 orang
• Asumsi Jumlah Staff Rumah Sakit Lantai 6 = 15 orang
Total = 159 orang

H. Lantai 8
• Pasien Rawat Inap = 17 orang
• Pendamping Pasien Rawat Inap = 34 orang
• Asumsi Jumlah Staff Rumah Sakit Lantai 6 = 10 orang
Total = 61 orang

Total Populasi
=A+B+C+D+E+F+G+H
= 189 + 426 + 120 + 140 + 159 + 159 + 159 + 61
= 1413 orang
Jumlah total populasi ini akan digunakan untuk menghitung kebutuhan lift secara keseluruhan.

6-4
2. Handling Capacity (HC)
Berikut ini adalah tabel kriteria waktu tunggu rata-rata di lobby utama dan kriteria tuntutan arus
sirkulasi.

Kriteria Waktu Tunggu Rata-Rata Di Lobby Utama dan Kriteria Tuntutan Arus Sirkulasi.

Waktu tunggu Tuntutan Arus


rata-rata (WTR) Sirkulasi (TAS) dalam % Pola sirkulasi
No Jenis Bangunan
dalam detik terhadap jumlah penghuni jam sibuk
AWT tiap-tiap 5 menit
Gedung Kantor
1. 25 - 35 10 - 12 Pagi hari, naik
Mewah
Gedung Kantor
2. 25 - 35 11 - 13 Pagi hari, naik
Komersial
Gedung Kantor
3. 30 - 40 14 - 17 Pagi hari, naik
Instansi
Tengah hari,
4. Hotel Berbintang 40 - 60 12 - 15
imbang
5. Hotel Resort 60 - 90 10 - 12 Pagi hari, turun
Tengah hari,
6. Rumah Sakit 40 - 60 10
imbang
7. Apartemen 60 - 90 6-8 Pagi hari, turun
Pagi hari, naik
8. Gedung Kuliah 40 - 90 12.5 - 25
Tengah hari

Dari persentase Tuntutan Arus Sirkulasi (TAS), dapat dihitung nilai Handling Capacity (HC)
atau kapasitas angkut lift. Sesuai dengan tabel di atas, persentase TAS yang diambil untuk
gedung ini adalah 10% (rumah sakit).

Maka, total nilai Handling Capacity (HC) atau kapasitas angkut lift keseluruhan adalah :
= 1413 orang x 10%
= 142 orang

3. Spesifikasi Unit Lift


Kapasitas untuk tiap-tiap lift yang dipilih untuk gedung ini antara lain :
Kecepatan : 1 (m/s)
Kapasitas : 21 person / 1600 kg

4. Tinggi Dan Jumlah Lantai


Berikut ini adalah data tinggi dan jumlah lantai dari arsitektur.

6-5
- Tinggi antar lantai (floor-to-floor) adalah = ± 4,2 meter (rata-rata)
- Jumlah lantai yang dilayani oleh lift adalah = 8 lantai

5. Waktu Perjalanan Bolak-Balik untuk 1 Unit Lift (Round Trip Time)


Waktu perjalanan bolak-balik (round trip time) dapat dihitung dengan menggunakan rumus
pendekatan berikut :
(2𝐻 + 4𝑆)(𝑁 − 1) + 𝑆(3𝑀 + 4)
𝑇=
𝑆
Di mana :
T = waktu perjalanan bolak-balik lift (round trip time) - (s)
H = tinggi antar lantai - (m)
S = kecepatan rata-rata lift - (m/s)
N = jumlah lantai dalam 1 zona
M = kapasitas lift - (person)

Berdasarkan data perhitungan pada poin-poin sebelumnya, diperoleh data untuk gedung ini
antara lain sebagai berikut.
H = tinggi antar lantai - (m) = 4,2 m
S = kecepatan rata-rata lift - (m/s) = 1 m/s
N = jumlah lantai dalam 1 zona = 8 lantai
M = kapasitas lift - (person) = 21 person

Maka, perhitungan waktu perjalanan bolak-balik lift (round trip time) adalah sebagai berikut.
(2𝐻 + 4𝑆)(𝑁 − 1) + 𝑆(3𝑀 + 4)
𝑇=
𝑆
[(2 ∙ 4,2 m) + (4 ∙ 1 m/s)] ∙ (8 lantai − 1) + [1 m/s ∙ ((3 ∙ 21 person) + 4)]
𝑇=
1 m/s
𝑻 = 𝟏𝟓𝟒 𝐝𝐞𝐭𝐢𝐤

Maka, nilai round trip time adalah selama 154 detik per unit lift.

6. Handling Capacity / Kapasitas Angkut Dalam 5 Menit untuk 1 Unit Lift (HC5)
Handling capacity dalam 5 menit untuk 1 unit lift (HC5) dihitung dengan menggunakan rumus
berikut :
300 ∙ 𝑀
𝐻𝐶5 =
𝑇
Di mana :
HC5 = Handling capacity dalam 5 menit untuk 1 unit lift
M = kapasitas lift - (person)
T = waktu perjalanan bolak-balik lift (round trip time) - (s)

6-6
Maka, nilai HC5 adalah :
300 ∙ 𝑀
𝐻𝐶5 =
𝑇
300 ∙ 21 person
𝐻𝐶5 =
154 detik
𝑯𝑪𝟓 = 𝟒𝟏 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠

Maka nilai handling capacity dalam 5 menit adalah sebesar 41 orang per unit lift.

7. Jumlah Unit Lift Passenger Yang Dibutuhkan


Jumlah unit lift diperoleh dari perbandingan nilai HC terhadap nilai HC5, antara lain sebagai
berikut.
𝐻𝐶
Jumlah unit lift =
𝐻𝐶5
142 orang
Jumlah unit lift =
41 orang
Jumlah unit lift = 3,5
dibulatkan = 4 unit

Dari perhitungan di atas, telah diperoleh jumlah unit lift passenger yang dibutuhkan; yakni
sebanyak 4 unit.

8. Jumlah Unit Lift Passenger Yang Dipasang


Jumlah unit lift yang dipasang adalah sebanyak 4 unit.

9. Waiting Time
Waiting time adalah rata-rata waktu tunggu penumpang sebelum bisa masuk ke dalam lift.
Perhitungannya antara lain sebagai berikut.

Waiting Time
= Round Trip Time : Jumlah Unit Lift Yang Dipasang
= 154 detik : 4 unit lift
= 39 detik

6-7
Bab 7 :
Gas Medis (GM)
Bab 7
Gas Medis (GM)

7.1. Lingkup Perancangan - Gas Medis

Yang termasuk dalam lingkup perancangan sistem gas medis, antara lain sebagai berikut.
1. Oksigen,
2. Nitrous Oxide,
3. Compressed Air, dan
4. Vacuum / Suction.

7.2. Standar dan Peraturan Yang Berlaku - Gas Medis

Standar dan peraturan yang digunakan sebagai dasar perencanaan adalah :


- Peraturan :
1. Kementerian Kesehatan RI - Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Bina
Pelayanan Penunjang Medis dan Sarana Kesehatan Tahun 2014 : Pedoman-pedoman Teknis
Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang
Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.
- Referensi :
1. NFPA 99 : Fasilitas Perawatan Kesehatan (1999).
2. NFPA 70 : Kode Elektrik Nasional.
3. NFPA 50 : Sistem O2 pada perlindungan konsumen.
4. CSA Z305. 1-1992 : Sistem Pemipaan Gas Medis Tidak Mudah Terbakar.
5. ASTM B-819/280 : Spesifikasi Standar Untuk Pipa Tembaga Tanpa Kelm Pada Sistem
Pemipaan Gas Medis.
6. CGA G-4. 1 : Peralatan Kebersihan Untuk Servis Oksigen.
7. CGA V-1 : Outlet Valve Cylinder Compressor Gas dan Penghubung Inlets.
8. HTM 2022 : Medical gas pipeline system.
9. Walter T. Grondzik, Alison G. Kwok, “Mechanical and Electrical Equipment for Buildings
12th Edition”, Wiley, 2014.

7-1
7.3. Kriteria Desain Sistem Oksigen Sentral

Kriteria desain untuk sistem oksigen sentral, antara lain sebagai berikut.
1. Peralatan sentral jaringan oksigen yang digunakan adalah peralatan baru, terdiri dari tabung gas
oksigen dengan manifold otomatis.
2. Pipa instalasi yang digunakan adalah copper tube jenis “hard-drawn seamless copper”; class L
ASTM B819. Detail pemipaan seperti pada gambar perencanaan.
3. Pipa tembaga harus mempunyai kandungan CU 99,90% dan bersertifikat pada masing-masing
ukuran.
4. Setiap pipa yang digunakan harus aman menahan tekanan kerja minimal 5 bar, dan tekanan test
uji sampai 20 bar.
5. Instalasi pipa oksigen harus ditest sampai dengan tekanan mencapai 1,5 – 2 kali tekanan kerja
atau 10 bar selama 24 (dua puluh empat) jam terus menerus.
6. Kelengkapan instalasi oksigen sentral terdiri dari : medical gas alarm, reducing station, auto
change over, dan valve.
7. Outlet oksigen yang dipasang adalah outlet type quick connect lengkap dengan nameplate, color
code ring, fixing screw push and dust cap. dan stainless panel.
8. Berikut ini adalah persyaratan kualitas dan spesifikasi oksigen.
• Standar keluaran tekanan kerja : 4 - 5 bar.
• Komposisi unsur :
- Oksigen (O2) pabrikan : > 99,5%
- Karbon Dioksida (CO2) : < 5,0 Ppm
- Karbon Monoksida (CO) : < 5,0 Ppm
- Nitrogen (N2) : <100,0 Ppm
- Argon (Ar) : < 0,5 Ppm
- Methane (CH4) : < 50,0 Ppm
- Hidrogen (H2) : < 5,0 Ppm
- Nitrogen Oksida (N2O) : < 5,0 Ppm
- Moisture (H2O) : < 25,0 Ppm
• O2 harus dijauhkan dari minyak, oli, gemuk dan bahan lain yang mudah terbakar.
• Tabung O2 harus dijauhkan dari suhu panas yang tinggi, karena bisa meledak jika terkena
panas yang tinggi dan dijauhkan dari zat-zat yang dapat menyebabkan terjadinya
karatan/kerusakan. Suhu silinder harus dijaga tidak boleh melampaui 52oC.

7-2
7.4. Kriteria Desain Sistem Nitrous Oxide Sentral

Kriteria desain untuk sistem nitrous oxide sentral, antara lain sebagai berikut.
1. Peralatan sentral jaringan nitrous oxide yang digunakan adalah peralatan baru, terdiri dari tabung
gas nitrous oxide dengan manifold otomatis.
2. Pipa instalasi yang digunakan adalah copper tube jenis “hard-drawn seamless copper”; class L
ASTM B819. Detail pemipaan seperti pada gambar perencanaan.
3. Pipa tembaga harus mempunyai kandungan CU 99,90% dan bersertifikat pada masing-masing
ukuran.
4. Setiap pipa yang digunakan harus aman menahan tekanan kerja minimal 5 bar, dan tekanan test
uji sampai 20 bar.
5. Instalasi pipa nitrous oxide harus ditest sampai dengan tekanan mencapai 1,5 – 2 kali tekanan
kerja atau 10 bar selama 24 (dua puluh empat) jam terus menerus.
6. Outlet oksigen yang dipasang adalah outlet type quick connect lengkap dengan nameplate, color
code ring, fixing screw push and dust cap. dan stainless panel.
7. Kelengkapan instalasi nitrous oxide sentral terdiri dari : medical gas alarm, reducing station, auto
change over, dan valve.
8. Berikut ini adalah persyaratan kualitas dan spesifikasi Dinitrogen Oksida / Nitrous Oxide (N2O).
• Standar keluaran tekanan kerja : 4 - 5 bar.
• Komposisi unsur :
- Nitrous Oksida (N2O) : > 99,0%
- Oksigen (O2) : < 0,1%
- Nitrogen (N2) : < 0,9%
- Karbon Monoksida (CO) : < 10 Ppm
- Nitric Oxsida/Nitrogen Oksida : < 1 Ppm
- Moisture : < 65 Ppm
- Methane : niil
• N2O harus dijauhkan dari minyak, oli, gemuk dan bahan lain yang mudah terbakar, metal
garam, metal oksida, peroksida dan basa.
• Tabung N2O harus dijauhkan dari suhu panas yang tinggi, karena bisa meledak jika terkena
panas yang tinggi serta suhu silinder harus dijaga tidak boleh melampaui 52oC.
• N20 bersifat narkotik dalam konsentrasi yang tinggi; dan dapat membentuk campuran yang
ekplosif dengan udara.

7-3
7.5. Kriteria Desain Sistem Compressed Air Sentral

Kriteria desain untuk sistem compressed air sentral, antara lain sebagai berikut.
1. Peralatan sentral jaringan compressed air adalah peralatan baru, terdiri dari mesin compressor
lengkap dengan tangki.
2. Peralatan kompresor sentral bekerja menggunakan tenaga listrik pada kondisi listrik normal (PLN
atau genset), dan tidak dapat beroperasi pada saat terjadi kebakaran.
3. Spesifikasi kompresor sentral antara lain :
• Oil free.
• Duplex (2 unit mesin kompresor).
• Reciprocating, refrigerated air dried D-10.
• Tekanan kerja berkisar antara 8 s.d. 10 kg/cm2.
4. Pipa instalasi yang digunakan adalah copper tube jenis “hard-drawn seamless copper”; class L
ASTM B819. Detail pemipaan seperti pada gambar perencanaan.
5. Pipa tembaga harus mempunyai kandungan CU 99,90% dan bersertifikat pada masing-masing
ukuran.
6. Setiap pipa yang digunakan harus aman menahan tekanan kerja minimal 5 bar, dan tekanan test
uji sampai 20 bar.
7. Sistem compressed air sentral harus handal dalam pengujian dengan tekanan mencapai 15 bar
selama 24 (dua puluh empat) jam terus menerus.
8. Berikut ini adalah persyaratan kualitas dan spesifikasi Udara Tekan Medis (Medical Compressed
Air).
• Standar keluaran tekanan kerja : 4 - 5 bar.
• Komposisi unsur :
- Oksigen (O2) : 21 % ± 1 %
- Nitrogen (N2) : 78 % ± 1 %
- Argon (Ar) :<1%
- Carbon dioksida (CO2) : 350 ppm
- Methane (CH4) : < 2 ppm
- Carbon monoksida (CO) : < 1 ppm
- Moisture : < 25 ppm
- Kandungan oli maksimum (Maximum oil content) : max 5 mg/m3

7-4
7.6. Kriteria Desain Sistem Vacuum Air / Suction Sentral

Kriteria desain untuk sistem vacuum air / suction sentral, antara lain sebagai berikut.
1. Peralatan sentral jaringan vacuum air (suction) adalah peralatan baru, terdiri dari mesin vacuum
sentral lengkap dengan tangki.
2. Mesin-mesin vakum bekerja menggunakan tenaga listrik pada kondisi listrik normal (PLN atau
genset), dan tidak dapat beroperasi pada saat terjadi kebakaran.
3. Spesifikasi mesin vakum sentral antara lain :
- Duplex (2 unit mesin vakum).
- Water sealed.
- Tekanan kerja berkisar antara 0,6 s.d. 1 kg/cm2.
4. Pipa instalasi yang digunakan adalah copper tube jenis “hard-drawn seamless copper”; class L
ASTM B819. Detail pemipaan seperti pada gambar perencanaan.
5. Pipa tembaga harus mempunyai kandungan CU 99,90% dan bersertifikat pada masing-masing
ukuran.
6. Setiap pipa yang digunakan harus aman menahan tekanan kerja minimal 5 bar, dan tekanan test
uji sampai 20 bar.
7. Sistem vacuum air/suction sentral harus handal dalam pengujian dengan tekanan mencapai 1 bar
selama 24 (dua puluh empat) jam terus menerus.
8. Daya hisap tertinggi di unit pelayanan : 600 mm Hg atau ± 0,82 kg/cm2.

7.7. Persyaratan dan Keamanan Untuk Ruang Sentral Gas Medis

Berikut ini adalah persyaratan dan kemanan untuk ruang sentral gas medis.
1. Lokasi ruang sentral gas medis mudah dijangkau transportasi untuk pengiriman dan pengambilan
tabung.
2. Harus aman/jauh dari kegiatan yang memungkinkan terjadinya ledakan/kebakaran.
3. Aman dari sumber panas, oli dan sejenisnya.
4. Ruangan sentral gas medis harus memenuhi persyaratan :
- Konstruksi bangunan permanen;
- Penerangan yang memadai;
- Sirkulasi udara yang baik; dan
- Lantai terbuat dari bahan yang kuat, tidak licin, dan datar.

7-5
5. Pada pintu ruangan yang berisi gas medik selain dari oksigen dan udara medik harus berlabel
sebagai berikut :

6. Pintu ruangan yang berisi sistem pasokan sentral atau silinder yang hanya berisi oksigen atau
udara medik harus berlabel sebagai berikut :

7.8. Persyaratan Penataan Ruang Sentral Gas Medis

Berikut ini adalah persyaratan penataan ruang sentral gas medis.


1. Harus diatur penempatan tabung–tabung kosong dan tabung berisi.
2. Dilarang menyimpan barang–barang selain untuk keperluan penanganan gas pada ruangan
penyimpanan gas dan sentral gas.
3. Apabila tabung tidak dipergunakan atau tidak dihubungkan ke instalasi perpipaan Gas Medik,
katup tabung harus selalu tertutup, walaupun tabung dalam keadaan kosong.
4. Apabila header bar dalam keadaan kosong atau terhubung dengan tabung kosong katup header
bar harus selalu tertutup dengan benar.
5. Setiap tabung harus diberi tanda kondisi tabung isi atau kosong.
6. Tabung harus diberi pengaman/terikat ke konstruksi permanen.
7. Silinder dan kontainer yang boleh digunakan hanya yang dibuat, diuji dan dipelihara sesuai
spesifikasi dan peraturan atau standar yang berlaku.
8. Isi silinder harus diidentifikasi dengan suatu label atau cetakan yang ditempelkan pada silinder
dan kontainer yang menyebutkan isi silinder sesuai ketentuan yang berlaku.
7-6
9. Sebelum digunakan isi silinder dan kontainer harus dipastikan.
10. Label tidak boleh dirusak, diubah, atau dilepas, dan fiting penyambung tidak boleh dimodifikasi

7.9. Persyaratan Keamanan Kebakaran di Ruang Sentral Gas Medis

Berikut ini adalah persyaratan keamanan kebakaran di ruang sentral gas medis.
1. Ruang sentral gas medis harus dilengkapi dengan detektor kebakaran jenis fixed heat temperature
(detektor panas) dan detektor gas. Detektor kebakaran harus berfungsi dan terhubung dengan
panel kontrol utama sistem fire alarm.
2. Pada ruang sentral gas medis, harus disediakan instalasi sprinkler dan unit APAR (alat pemadam
api ringan) jenis chemical powder 3,5 kg.

7-7
Bab 8 :
Tata Udara Gedung (TUG)
Bab 8
Tata Udara Gedung (TUG)

8.1. Lingkup Perancangan - Tata Udara Gedung

Yang termasuk dalam lingkup perancangan sistem tata udara gedung, antara lain sebagai berikut.
1. Tata udara ruang umum,
2. Tata udara ruang isolasi,
3. Tata udara ruang operasi umum,
4. Tata udara ruang operasi operasi,
5. Ventilasi mekanik, dan
6. Pressurized fan tangga kebakaran.

8.2. Standar dan Peraturan Yang Berlaku - Tata Udara Gedung

Standar dan peraturan yang digunakan sebagai dasar perencanaan adalah :


- Standar :
1. SNI 1735-2000, tentang Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan dan Akses Lingkungan
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
2. SNI 6571-2001, Sistem Pengendalian Asap Kebakaran Pada Bangunan Gedung.
3. SNI 6572-2001, Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada
Bangunan Gedung.
4. SNI 7012-2004, Sistem Manajemen Asap di dalam MAL, Atrium dan Ruangan Bervolume
Besar.
5. SNI 6196-2011, Prosedur Audit Energi pada Bangunan Gedung.
6. SNI 6389-2011, Konservasi Energi Selubung Bangunan Pada Bangunan Gedung.
7. SNI 6390-2011, Konservasi Energi Sistem Tata Udara Pada Bangunan Gedung.
- Peraturan :
1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI, nomor : 02/PRT/M/2015 tanggal 18 Februari 2015,
tentang Bangunan Gedung Hijau.
2. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI, nomor 14 tahun 2012 tentang
Manajemen Energi.
3. Undang-undang Republik Indonesia, nomor 28 tahun 2002, tentang bangunan gedung.

8-1
4. Kementerian Kesehatan RI - Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Bina
Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan Tahun 2014 : Pedoman-pedoman Teknis
Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang
Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.
- Referensi :
1. Carrier, Handbook of Air Conditioning System Design, McGraw-Hill Book Company.
2. ANSI/ASHRAE 90.2 – 1993, ASHRAE Standard, Energy Efficient Design of New Low
Rise - Residential Buildings.
3. HVAC Design Manual for Hospitals and Clinics 2nd Edition | 2003, 2013 ASHRAE.
4. Walter T. Grondzik, Alison G. Kwok, “Mechanical and Electrical Equipment for Buildings
12th Edition”, Wiley, 2014.

8.3. Kriteria Desain Sistem Tata Udara Ruang Umum

Kriteria desain untuk sistem tata udara ruang umum, antara lain sebagai berikut.
1. Jenis sistem tata udara yang direncanakan adalah VRF system (single outdoor, multi indoor).
2. Tipe unit indoor AC yang dipilih adalah tipe wall mounted, ceiling cassette, dan duct connection.
3. Kondisi udara luar adalah sebagai berikut :
- Temperatur : ± 33 - 35o C
- Relative Humidity : ± 75 - 80 % RH
4. Kriteria temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan, dikondisikan sebagai berikut.
Relative
Temperatur
Ruang Humidity
(°C )
(%RH)
Ruang Pasien 24 + 2 55 + 10
Ruang Sterilisasi 22 + 2 55 + 5
Ruang Dokter/Perawat 24 + 2 55 + 10
Ruang Poliklinik 24 + 2 55 + 10
Ruang Tunggu 25 + 1 55 + 10
Ruang Rapat 24 + 2 55 + 10
Ruang Kantor Administrasi 24 + 2 55 + 10
Ruang Server/Kontrol 22 + 2 55 + 10
Ruang Teknisi 25 55 + 10
Main Lobby/Lift Lobby/Corridor 24 + 2 55 + 10

8-2
Relative
Temperatur
Ruang Humidity
(°C )
(%RH)
Kantin 25 + 1 55 + 10

5. Kriteria kebisingan dalam ruangan, dikondisikan sebagai berikut.


- Ruang Pasien : 35 – 45 dB
- Ruang Dokter/Perawat : 35 – 45 dB
- Ruang Operasi (OK) : 35 – 40 dB
- Ruang Poliklinik : 35 – 45 dB
- Ruang Tunggu : 35 – 45 dB
- Ruang Kontrol : 35 – 45 dB
- Ruang Teknisi : 35 – 45 dB
- Lift Lobby/ Main Lobby/Corridor : 40 – 50 dB
- Kantin : 40 – 50 dB
6. AC beroperasi dengan menggunakan tenaga listrik pada kondisi normal PLN dan pada kondisi
normal genset.
7. Seluruh unit AC tidak dapat beroperasi pada saat kondisi kebakaran.
8. Kabel instalasi AC yang digunakan adalah NYM dan NYY.

8.4. Kriteria Desain Sistem Tata Udara Ruang Isolasi

Berikut ini adalah kriteria desain sistem tata udara ruang isolasi.
1. Ruang perawatan isolasi harus dilengkapi dengan ruang antara (air lock).
2. Tekanan udara di dalam ruang perawatan isolasi lebih negatif terhadap ruang antara (air lock).
3. Tekanan udara di dalam ruang antara (air lock) adalah sebagai berikut.
- Lebih positif terhadap ruang perawatan isolasi.
- Lebih negatif terhadap ruang luar / ruang di sebelahnya.
4. Temperatur ruangan 22o-24oC.
5. Kelembaban relatif 40-60%.
6. Sistem tata udara khusus untuk ruang isolasi adalah sistem full fresh air (100%) bertekanan
negatif.
7. Tipe AC yang digunakan adalah AC duct connection.
8. Sistem exhaust air yang digunakan adalah in-line exhaust fan menggunakan ducting, dilengkapi
dengan HEPA filter (tingkat resiko tinggi) dan UV lamp.
9. Total pertukaran udara dalam ruangan adalah 12 kali per jam.

8-3
8.5. Kriteria Desain Sistem Tata Udara Ruang Operasi Umum

Berikut ini adalah kriteria desain sistem tata udara ruang operasi umum.
1. Tekanan udara dalam ruangan lebih besar/positif dari ruangan-ruangan yang bersebelahannya.
2. Temperatur ruangan 19o-24oC.
3. Kelembaban relatif 40-60%.
4. Total pertukaran udara minimal 4 kali per jam pada saat ruangan tidak digunakan, dan 20 kali per
jam pada saat ada operasi.
5. Ruangan ini merupakan ruangan steril dengan HEPA Filter (tingkat resiko sangat tinggi), yang
mempunyai jumlah maksimal partikel debu ukuran dia. 0,5 μm per m3 yaitu 35.200 partikel (ISO
6-ISO 14644-1 cleanroom standards, 1999).
6. AC yang digunakan pada ruang operasi gedung ini adalah AC single, tipe duct connection atau
AHU Dx Coil dengan kapasitas pendinginan (cooling capacity) sebesar 8 s/d 12 PK.
7. Selain HEPA Filter, unit AC juga harus dilengkapi dengan Pre-Filter dan Medium Filter.
8. Untuk mengatur kelembaban udara, perlu dipasang unit Dehumidifier.
9. Agar udara dingin yang keluar dari unit AC mampu menembus filter-filter dan untuk memenuhi
pertukaran udara sebanyak 20 kali per jam, maka perlu dipasang Unit Booster Fan khusus pada
sistem AC Ruang Operasi.
10. Sistem AC Ruang Operasi harus dilengkapi dengan indikator yang mampu menampilkan
beberapa parameter, antara lain :
- Temperatur.
- RH (Relative Humidity).
- Pressure Indicator (Terhadap Ruangan Luar).

8.6. Kriteria Desain Sistem Tata Udara Ruang Operasi Infeksius

Berikut ini adalah kriteria desain sistem tata udara ruang operasi infeksius.
1. Ruang operasi infeksius dilengkapi dengan ruang antara (air lock).
2. Tekanan udara di dalam ruang operasi infeksius lebih positif terhadap ruang antara (air lock).
3. Tekanan udara di dalam ruang antara (air lock) adalah sebagai berikut.
- Lebih negatif terhadap ruang operasi infeksius.
- Lebih negatif terhadap ruang luar / ruang di sebelahnya.
4. Temperatur ruangan 19o-24oC.
5. Kelembaban relatif 40-60%.

8-4
6. Total pertukaran udara minimal 4 kali per jam pada saat ruangan tidak digunakan, dan 20 kali per
jam pada saat ada operasi.
7. Ruangan ini merupakan ruangan steril dengan HEPA Filter (tingkat resiko sangat tinggi), yang
mempunyai jumlah maksimal partikel debu ukuran dia. 0,5 μm per m3 yaitu 35.200 partikel (ISO
6-ISO 14644-1 cleanroom standards, 1999).
8. AC yang digunakan pada ruang operasi gedung ini adalah AC single, tipe duct connection atau
AHU Dx Coil dengan kapasitas pendinginan (cooling capacity) sebesar 8 s/d 12 PK.
9. Selain HEPA Filter, unit AC juga harus dilengkapi dengan Pre-Filter dan Medium Filter.
10. Untuk mengatur kelembaban udara, perlu dipasang unit Dehumidifier.
11. Sistem exhaust air yang digunakan adalah in-line exhaust fan menggunakan ducting, dilengkapi
dengan HEPA filter (tingkat resiko tinggi) dan UV lamp.
12. Agar udara dingin yang keluar dari unit AC mampu menembus filter-filter dan untuk memenuhi
pertukaran udara sebanyak 20 kali per jam, maka perlu dipasang Unit Booster Fan khusus pada
sistem AC Ruang Operasi.
13. Sistem AC Ruang Operasi harus dilengkapi dengan indikator yang mampu menampilkan
beberapa parameter, antara lain :
- Temperatur.
- RH (Relative Humidity).
- Pressure Indicator (Terhadap Ruangan Luar).

8.7. Tabel Perhitungan Kebutuhan AC Ruangan

Berikut ini adalah tabel perhitungan kebutuhan AC ruangan.

Lantai 1

Kapasitas AC
Luas Tinggi
BTU/h Kebutuhan Yang
No Ruangan Ruangan Ruangan
Per m2 AC (BTU/h) Diperlukan
(m2) (m)
(PK)

1 Ruang IGD - Observasi 154 3 200 92400 7 PK

2 Ruang Tindakan IGD 9,6 3 200 5760 3/4 PK

3 Ruang Resusitasi 13,7 3 200 8220 1 PK

4 Ruang MRI 44,5 3 200 26700 3 PK

5 Ruang Mesin MRI 10,7 3 200 6420 3/4 PK

8-5
6 Ruang CT-Scan 22 3 200 13200 1,5 PK

7 Ruang Mesin CT-Scan 3,6 3 200 2160 1/2 PK

8 Ruang X-Ray 11,2 3 200 6720 3/4 PK

9 Ruang Operator Radiologi 21,2 3 200 12720 1,5 PK

10 Ruang Panoramic 8,9 3 200 5340 3/4 PK

11 Ruang USG 11,2 3 200 6720 3/4 PK

12 Ruang Klinik 11,1 3 200 6660 3/4 PK

13 Ruang Rekam Medik 14,8 3 200 8880 1 PK

14 Ruang Racik Farmasi 42,5 3 200 25500 3 PK

15 Lobi Utama 215 3 200 129000 15 PK

16 Ruang Kepala Instalasi 7 3 200 4200 1/2 PK

Lantai 2

Kapasitas AC
Luas Tinggi
BTU/h Kebutuhan Yang
No Ruangan Ruangan Ruangan
Per m2 AC (BTU/h) Diperlukan
(m2) (m)
(PK)

1 Ruang Klinik 11,2 3 200 6720 3/4 PK

2 Ruang Tunggu Poliklinik 374,2 3 175 196455 20 PK

3 Ruang USG 11,3 3 200 6780 3/4 PK

4 Ruang Vaksin 12 3 200 7200 3/4 PK

5 Ruang Laboratorium 108 3 200 64800 7 PK

6 Ruang Admisi Laboratorium 49 3 200 29400 3,5 PK

7 Ruang Sampling Laboratorium 14,1 3 200 8460 1 PK

8 Ruang Bank Darah 15,9 3 200 9540 1 PK

9 Ruang Rekam Medik 86 3 200 51600 6 PK

10 Ruang Meeting Kecil 62,5 3 200 37500 4 PK

11 Ruang Meeting Besar 98 3 200 58800 7 PK

8-6
Lantai 3

Kapasitas AC
Luas Tinggi
BTU/h Kebutuhan Yang
No Ruangan Ruangan Ruangan
Per m2 AC (BTU/h) Diperlukan
(m2) (m)
(PK)

1 Ruang OK Mayor (OT-1) 50 3 800 120000 12 PK

2 Ruang OK (OT-2, OT-3, OT-4) 42 3 800 100800 10 PK

3 Koridor Ruang OT 100 3 500 150000 15 PK

Ruang Pre-OP, Post-OP, Gudang


4 164 3 600 295200 30 PK
Steril CSSD

5 Ruang ICU 200 3 500 300000 30 PK

6 Ruang Tunggu Keluarga 95 3 175 49875 5 PK

7 Ruang Pengepakan CSSD 16 3 200 9600 1 PK

Lantai 4

Kapasitas AC
Luas Tinggi
BTU/h Kebutuhan Yang
No Ruangan Ruangan Ruangan
Per m2 AC (BTU/h) Diperlukan
(m2) (m)
(PK)

1 Ruang Rawat Inap VIP 16 3 175 8400 1 PK

2 Ruang Rawat Inap Kelas 1 24 3 175 12600 1,5 PK

3 Ruang Rawat Inap Kelas 2 31 3 175 16275 1,5 PK

4 Ruang Rawat Inap Kelas 3 46 3 175 24150 2,5 PK

5 Ruang Rawat Inap Isolasi 21,5 3 300 19350 2 PK

6 Koridor Ruang Rawat Inap 270 3 175 141750 15 PK

7 Ruang Bersalin (VK) 16 3 200 9600 1 PK

8 Ruang Bersalin (VK) Isolasi 12,5 3 300 11250 1,5 PK

Koridor Ruang Bersalin dan Ruang


9 105 3 200 63000 7 PK
Kala

10 Ruang Tindakan Bersalin (VK) 13 3 200 7800 3/4 PK

11 Ruang Bayi Sehat 18 3 200 10800 1 PK

8-7
12 Ruang Tunggu Keluarga Area VK 35 3 175 18375 2 PK

13 Ruang Laktasi 5,5 3 200 3300 1/2 PK

Lantai 5

Kapasitas AC
Luas Tinggi
BTU/h Kebutuhan Yang
No Ruangan Ruangan Ruangan
Per m2 AC (BTU/h) Diperlukan
(m2) (m)
(PK)

1 Ruang Rawat Inap Kelas 1 24 3 175 12600 1,5 PK

2 Ruang Rawat Inap Kelas 2 31 3 175 16275 1,5 PK

3 Ruang Rawat Inap Kelas 3 46 3 175 24150 2,5 PK

4 Koridor Ruang Rawat Inap 205 3 175 107625 10,5 PK

Lantai 6

Kapasitas AC
Luas Tinggi
BTU/h Kebutuhan Yang
No Ruangan Ruangan Ruangan
Per m2 AC (BTU/h) Diperlukan
(m2) (m)
(PK)

1 Ruang Rawat Inap Kelas 1 24 3 175 12600 1,5 PK

2 Ruang Rawat Inap Kelas 2 31 3 175 16275 1,5 PK

3 Ruang Rawat Inap Kelas 3 46 3 175 24150 2,5 PK

4 Koridor Ruang Rawat Inap 205 3 175 107625 10,5 PK

Lantai 7

Kapasitas AC
Luas Tinggi
BTU/h Kebutuhan Yang
No Ruangan Ruangan Ruangan
Per m2 AC (BTU/h) Diperlukan
(m2) (m)
(PK)

1 Ruang Rawat Inap Kelas 1 24 3 175 12600 1,5 PK

2 Ruang Rawat Inap Kelas 2 31 3 175 16275 1,5 PK

3 Ruang Rawat Inap Kelas 3 46 3 175 24150 2,5 PK

4 Koridor Ruang Rawat Inap 205 3 175 107625 10,5 PK

8-8
Lantai 8

Kapasitas AC
Luas Tinggi
BTU/h Kebutuhan Yang
No Ruangan Ruangan Ruangan
Per m2 AC (BTU/h) Diperlukan
(m2) (m)
(PK)

1 Ruang Rawat Inap Kelas VIP 31,3 3 175 16432,5 2 PK

2 Ruang Rawat Inap Kelas VVIP 34 3 175 17850 2 PK

3 Koridor Ruang Rawat Inap 205 3 175 107625 10,5 PK

8.8. Kriteria Desain Sistem Ventilasi Mekanik

Berikut ini adalah kriteria desain sistem ventilasi mekanik.


1. Jenis sistem ventilasi mekanik yang dipilih ventilasi mekanik lokal menggunakan cerobong
udara.
2. Tipe ventilasi mekanik adalah ceiling exhaust fan (per ruangan) dan axial fan (per zona ruangan-
ruangan).
3. Cerobong udara menggunakan pipa PVC 4” untuk kapasitas sampai dengan 100 CFM, dan
ducting bahan BJLS dibentuk kotak untuk kapasitas di atas 100 CFM sampai dengan tidak
terbatas.
4. Pergantian udara dalam ruangan gedung direncanakan sebesar 6 sampai dengan 12 kali
pergantian udara per jam.
5. Kebisingan dalam ruangan di-settingdalam rentang 35 dB sampai dengan 50 dB.
6. Ventilasi mekanik beroperasi dengan menggunakan tenaga listrik pada kondisi normal PLN dan
pada kondisi normal genset.
7. Kabel instalasi ventilasi mekanik yang digunakan adalah NYM dan NYY.

8.9. Kriteria Desain Sistem Pressurized Fan Tangga Kebakaran

Kriteria desain sistem pressurized fan tangga kebakaran, antara lain sebagai berikut.
1. Setiap 1 unit tangga kebakaran (tangga darurat), harus dilengkapi dengan 1 unit pressurized fan.
Pressurized fan berfungsi untuk menjaga tekanan udara positif di dalam tangga kebakaran.

8-9
2. Sistem injeksi pressurized fan yang digunakan adalah sistem injeksi jamak; terdapat satu unit
grille pressurized fan di setiap lantai tangga darurat. Untuk menunjang sistem injeksi ini, tangga
darurat harus dilengkapi dengan shaft yang berfungsi sebagai ducting.
3. Pressurized fan bekerja menggunakan tenaga listrik, dan dimasukkan ke dalam kelompok beban
emergency yang hanya beroperasi pada saat kebakaran.
4. Kabel instalasi pressurized fan harus menggunakan kabel tahan api / FRC (Fire Resistant Cable).
5. Jenis fan yang digunakan adalah centrifugal fan.
6. Kapasitas air flow dan tekanan statis pressurized fan, ditentukan berdasarkan perhitungan.

8.10. Perhitungan Kapasitas Air Flow Pressurized Fan Tangga Kebakaran

Kapasitas kebutuhan pressurized fan untuk tangga darurat dihitung berdasarkan pintu tangga darurat
yang terbuka pada saat kebakaran dan kecepatan udara. Berikut ini perhitungan kebutuhan udara
pressurized fan.

Kapasitas Aliran Udara Tangga Darurat


Lebar pintu tangga darurat = 0,85 m
Tinggi pintu tangga darurat = 2,2 m
Kecepatan udara = 2,5 m/s
Jumlah pintu terbuka = 2
Kapasitas aliran udara tangga darurat
= 0,85 m x 2,2 m x 2,5 m/s x 2
= 9,35 m3/s
= 19811 CFM (hasil konversi)

Berdasarkan perhitungan di atas, kapasitas air flow pressurized fan yang akan dipasang yaitu sebesar
20.000 CFM (dibulatkan), tipikal untuk semua unit pressurized fan.

8 - 10
8.11. Perhitungan Tekanan Statis Pressurized Fan Tangga Kebakaran

Tekanan statis yang dibutuhkan pressurized fan tangga darurat dihitung berdasarkan panjang saluran
dan rugi-rugi tekanan pada setiap grille. Berikut ini adalah perhitungan tekanan statis pressurized fan.

Kerugian Ducting
Total Saluran Ducting = 42 m (138 feet)
Kerugian Ducting = 0,002 in.wg. / feet
Kerugian Tekanan Ducting :
= 138 feet x 0,002 in.wg.
= 0,276 in.wg.

Total Tekanan Statis


Kerugian Tekanan Ducting = 0,276 in.wg
Kerugian Intake Grille (Estimasi) = 0,15 in.wg
Kerugian Supply Grille (Estimasi) = 0,15 in.wg
Tekanan pada Pancaran Ruangan (Estimasi) = 0,25 in.wg

Total Tekanan Statis


= 0,276 + 0,15 + 0,15 + 0,25
= 0,826 in.wg.

Safety Factor 10% = Total Tekanan Statis x 10%


= 0,826 x 10%
= 0,083 in.wg.

Total tekanan statis + safety factor (10%) = 0,826 in.wg. + 0,083 in.wg.
= 0,91 in.wg.

Dari perhitungan di atas maka, tekanan statis minimal untuk setiap unit pressurized fan tangga
kebakaran adalah 0,91 in.wg.

8 - 11
Bab 9 :
Sistem Pengelolaan Sampah
Bab 9
Sistem Pengelolaan Sampah

9.1. Klasifikasi Jenis Sampah

Jenis sampah dibedakan menjadi dua kelompok, yakni sampah medis dan sampah non-medis.
1. Sampah Medis, bisa disebut pula sampah klinis yang berasal dari pelayanan medis, perawatan,
gigi, farmasi atau yang sejenisnya, pengobatan, dan perawatan yang menggunakan bahan
beracun, infeksius, berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan
tertentu. Berdasarkan potensi bahaya yang terkandung dalam sampah medis, maka jenisnya dapat
digolongkan sebagai berikut :
- Sampah Benda Tajam
Adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang
dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet
pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam tersebut dapat menyebabkan cidera
melalui sobekan atau tusukan. Benda tajam terbuang bisa mengkontaminasi darah, cairan
tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun, citotoksik ataupun radioaktif. Selain itu bahaya
lainnya adalah infeksi atau cidera juga potensi penularan penyakit bila benda tajam tersebut
digunakan untuk pengobatan pasien infeksi.
- Sampah Infeksius
Sampah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular ataupun
limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan
ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
- Sampah Jaringan Tubuh
Meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh yang dihasilkan saat pembedahan
atau otopsi.
- Sampah Citotoksik
Adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat citotoksik
selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik.
- Sampah Farmasi
Sampah yang berasal dari: obat kadaluwarsa, obat yang terbuang karena tidak memenuhi
spesifikasi atau kemasan terkontaminasi, obat yang dikembalikan oleh pasien, obat yang
tidak lagi diperlukan oleh rumah sakit termasuk semua limbah yang dihasilkan selama
produksi obat-obatan.
- Sampah Kimia
Dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses
sterilisasi dan riset.

9-1
- Sampah Radioaktif
Bahan yang terkontaminasi oleh radio isotop yang berasal dari penggunaan medis. Sampah
tersebut dapat berasal dari tindakan radiologi.
2. Sampah Non-Medis, merupakan buangan padat (solid waste), di luar sampah medis atau klinis.
Pada umumnya sampah non-medis berasal dari :
- Aktivitas kantor administrasi berupa kertas dan alat tulis.
- Aktivitas dapur dan bagian gizi berupa sampah mudah busuk yang berasal dari penyiapan
pengolahan dari penyajian makanan, sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur
dan lain-lain.
- Aktivitas laundry berupa pembungkus dan kemasan.
- Aktivitas halaman/kebun berupa sisa pembungkus, daun ranting, debu.
- Aktivitas umum berasal dari pengunjung berupa kemasan makanan-minuman, sisa makanan.

9.2. Sistem Pengumpulan dan Seleksi

Sistem pengumpulan sampah menggunakan bin (bak sampah) dengan pembedaan warna pada kantong
plastik pengumpul dan tulisan berdasarkan seleksi. Pengelolaan pengumpulan dan seleksi
menggunakan prosedur yang telah dipakai saat ini yaitu :
1. Hitam untuk umum
2. Kuning untuk pasien
3. Merah untuk medis infeksius
4. Biru untuk medis non-infeksius

Ritasi pengosongan bin direncanakan sebagai berikut.

Ritasi minimal
Sumber Sampah Keterangan
Basah Kering

Kantor Administrasi 2x perhari 1x per dua hari

Unit obstetric dan ruang 2x perhari 2x perhari


perawatan obstetric

Unit emergency dan bedah 4x perhari 4x perhari Sampah bedah langsung


termasuk ruang perawatan dikosongkan

Unit laboratorium, ruang 4x perhari 4x perhari Sampah pathologi dan autopsi


mayat, pathologi dan langsung dikosongkan
autopsi

9-2
Ritasi minimal
Sumber Sampah Keterangan
Basah Kering

Unit isolasi 3x perhari 3x perhari

Unit perawatan 3x perhari 3x perhari

Unit pelayanan 2x perhari 1x per dua hari

Unit gizi/dapur 3x perhari 2x perhari

Halaman 1x perhari 1x perhari

9.3. Prasarana Pengumpul

Sampah ditampung di tempat produksi sampah untuk sementara. Penampungan tidak boleh lebih dari
1 jam untuk sampah infeksius, citotoksik dan radio aktif. Sedangkan aktivitas dapur dengan produksi
sampah organik basah terbanyak, penampungan tidak boleh lebih dari 5 jam.

Untuk itu setiap unit hendaknya disediakan tempat penampung dengan bentuk, ukuran dan jumlah
yang disesuaikan dengan jenis dan jumlah sampah serta kondisi setempat. Untuk beberapa hal sampah
bisa diangkut langsung ke tempat penampungan blok atau pemusnahan.

1. Persyaratan Bak Penampung Sampah


Tempat-tempat penampung sampah hendaknya memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut:
- bahan tidak mudah berkarat
- kedap air, terutama untuk menampung sampah basah
- tertutup rapat
- mudah dibersihkan
- mudah dikosongkan atau diangkut
- tidak menimbulkan bising
- tahan terhadap benda tajam dan runcing
- tempat pengumpul sampah harus mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa
mengotori tangan
- terdapat minimal 1 buah untuk setiap kamar atau setiap radius 10 meter dan setiap radius 20
meter pada ruang tunggu terbuka.

9-3
2. Kantong Plastik Pelapis dalam Bak Sampah
Untuk memudahkan pengosongan dan pengangkutan, penggunaan kantong plastik pelapis dalam
bak sampah sangat disarankan. Kantong plastik tersebut membantu membungkus sampah waktu
pengangkutan sehingga mengurangi kontak langsung mikroba dengan manusia dan mengurangi
bau, tidak terlihat sehinga dapat diperoleh rasa estetis dan memudahkan pencucian bak sampah.
Penggunaan kantong plastik ini terutama bermanfaat untuk sampah laboratorium, ketebalan
plastik disesuaikan dengan jenis sampah yang dibungkus dengan mempertimbangkan keamanan
pengangkutan. Karena itu, hendaknya pembuangan benda-benda tajam ini dipisahkan. Sebaiknya
benda tajam, seperti jarum dan lain-lain ditampung di kaleng, kertas karton atau tempat khusus
untuk dikembalikan ke produsen.

3. Bak Sampah Laboratorium


Paling tidak diperlukan tiga tipe tempat penampung sampah di laboratorium yaitu untuk tempat
penampung sampah gelas dan pecahan gelas untuk mencegah cidera. Sampah yang basah dengan
solvent untuk mencegah penguapan bahan-bahan solvent dan mencegah timbulnya api. Tempat
penampung dari logam untuk sampah yang mudah terbakar. Kadang-kadang masih diperlukan
satu tempat penampung untuk jenis sampah infeksi. Mungkin tidak diperlukan bila sampah
infeksi langsung di autoclave sebelum dibuang ke tempat penampungan sampah.

9.4. Prasarana Pembuangan

1. Gerobak Sampah (Garbage Trolley)


Gerobak sampah adalah alat angkut yang umum digunakan. Untuk merencanakan pengangkutan
perlu mempertimbangkan :
- Penyebaran tempat penampungan sampah.
- Jalur jalan khusus sampah dalam rumah sakit yang terpisah dengan jalur manusia.
- Jenis dan jumlah sampah, jumlah tenaga dan sarana yang tersedia gerobak/becak pengangkut
disarankan terpisah antara sampah medis dan non-medis. Hal ini berkaitan dengan metoda
pembuangan dan pemusnahannya.
- Kereta pengangkutan hendaknya memenuhi persyaratan.
- Permukaan bagian dalam harus rata dan kedap air.
- Mudah dibersihkan, mudah diisi dan dikosongkan.
2. Pengelolaan sampah di rumah sakit harus menggunakan prosedur pengangkutan sampah internal
dan eksternal. Pengangkutan internal berasal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan.
3. Sampah yang diangkut dari sumber harus dikemas sedemikian rupa agar aman tidak berceceran.
Khusus sampah medis harus dimasukkan dalam peralatan kotak tertutup. Peralatan-peralatan

9-4
tersebut harus jelas dan diberi label, dibersihkan secara regular dan hanya digunakan untuk
mengangkut sampah. Setiap petugas hendaknya dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja
khusus.
4. Pembuangan sampah direncanakan terpisah antara sampah medis/klinis dengan non-medis.
Pemisahan ini dimungkinkan bila Dinas Kebersihan setempat dapat diandalkan untuk mengelola
sampah hingga ke TPA Kota, sehingga rumah sakit tinggal bertanggung jawab terhadap
pengelolaan sampah medis. Namun bila hal tersebut tidak memungkinkan maka tidak
direkomendasikan penimbunan sampah on-site. Untuk selanjutnya secara berkala Pemerintah
Daerah melakukan pemantauan dan evaluasi dampak pengelolaan sampah baik melalui institusi
Dinas Lingkungan maupun Dinas Kebersihan.

9.5. Penyimpanan Sementara Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah limbah yang memiliki potensi untuk menimbulkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Untuk membangun tempat penyimpanan sementara
limbah bahan berbahaya dan beracun, pihak rumah sakit harus memiliki Surat Ijin Penyimpanan
Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari pemerintah kota setempat.

Berikut ini adalah tanggung jawab pihak rumah sakit terhadap limbah bahan berbahaya dan beracun.
1. Mematuhi jenis Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang dapat disimpan pada Tempat
Penyimpanan Sementara adalah :
- Limbah klinis memiliki karakterisistik infeksius (tajam dan non tajam) : kategori 1 dari
sumber spesifik umum;
- Minyak pelumas bekas : kategori 2 dari sumber tidak spesifik;
- Abu dari insinerator : kategori 1 dari sumber spesifik umum;
- Baterai bekas : kategori 2 dari sumber tidak spesifik;
- Lampu TL : kategori 2 dari sumber tidak spesifik; dan
- Aki Bekas : kategori 1 dari sumber tidak spesifik.
2. Mematuhi jenis Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang dapat disimpan pada Tempat
Penyimpanan Sementara adalah :
3. Mengatur semua Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang disimpan sesuai jenis,
karakteristiknya pada Tempat Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
4. Menghindari terjadinya tumpahan/ceceran dari jenis-jenis Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
yang disimpan.

9-5
5. Mencatat arus jumlah Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang keluar masuk tempat
penyimpanan sesuai jenis dan jumlah volumenya kedalam formulir Neraca Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.
6. Menyimpan limbah B3 paling lama 90 (Sembilan puluh) hari untuk limbah minyak pelumas
bekas (oli bekas), abu dari insenerator, baterai bekas, lampu TL, dan aki bekas.
7. Menyimpan limbah klinis memiliki karakterisistik infeksius (tajam dan non tajam), paling lama
48 (empat puluh delapan) jam pada musim hujan dan palimng lama 24 (dua puluh empat) jam
pada musim kemarau.
8. Melakukan upaya 3R (reuse, recycle, recovery) untuk keperluan sendiri, sesuai sifat dan
karakterisitik limbah tersebut dengan mengacu kepada peraturan yang berlaku.
9. Menjalin perjanjian kerjasama pengelolaan limbah B3 (pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan)
dengan pihak ketiga yang telah mempunyai izin dari Kementrian Perhubungan dan Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
10. Mematuhi jangka waktu penyimpanan dan/atau pengumpulan limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
11. Melaporkan realisasi kegiatan Penyimpanan sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada :
- Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan u.p. Deputi Bidang Pegelolaan bahan
Berbahaya dan Beracun dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;
- Gubernur Setempat u.p. Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Setempat;
- Walikota/Bupati Setempat u.p. Kepala Badan Lingkungan Hidup Setempat.

9.6. Gambar Diagram Rencana Sistem Pengelolaan Sampah Rumah Sakit

Berikut ini adalah gambar diagram rencana sistem pengelolaan sampah rumah sakit.

9-6
9.7. Jalan Akses Menuju TPSS (Tempat Penampungan Sampah Sementara)

Lokasi TPSS (tempat penampungan sampah sementara) terletak di zona servis. Sampah yang telah
terkumpul di TPSS ini akan diangkut oleh Dinas Lingkungan Hidup setempat atau pihak ketiga. Jalur
akses menuju TPSS melalui jalur servis yang terpisah dari sirkulasi umum. Jalur servis ini diakses dari
Jl. Bukit Barisan Gg. 1.

TPSS yang digunakan adalah TPSS eksisting rumah sakit, dengan estimasi kapasitas penampungan
15.000 kg per hari.

9.8. Estimasi Sampah Yang Dihasilkan (kg) Per Hari

Estimasi sampah yang dihasilkan gedung baru rumah sakit dihitung sebesar 2,045 kg per orang per
hari. Total estimasinya adalah sebagai berikut.

Pelaku Jumlah Berat Total


Sampah (kg)
Pasien 200 bed = 200 orang 409
Dokter dan staff medis 300 orang 613,5
Petugas non medis 300 orang 613,5
Pengunjung 200 orang 409
Total 2045 kg

Berdasarkan estimasi di atas, total sampah yang dihasilkan rumah sakit adalah 2045 kg per hari.

9-7
9.9. Persentase Pembagian Jenis Sampah dan Jenis Pengelolaan

Tabel persentasi pembagian jenis sampah dan jenis pengelolaannya adalah sebagai berikut.

Jenis Sampah Persentase Berat Sampah Jenis Pengelolaan


(%) (kg)
Sampah umum 62% 1267,9 Off site, dikelola oleh
Dinas Lingkungan Hidup
Sampah infeksius 23% 470,35 Off site, dikelola oleh
pihak ketiga
Sampah non degradable 12% 245,4 Off site, dikelola oleh
pihak ketiga
Sampah bio-medical sharp 3% 61,35 Off site, dikelola oleh
pihak ketiga
Total : 2045 kg

9-8

Anda mungkin juga menyukai