Abstraksi
Proyek bhuvana adalah sebuah konsep hunian condotel dan apartment yang
terintegrasi dalam sebuah kawasan yang strategis. Bhuvana condotel dan apartment berdiri
diatas lahan seluas 21.000 m2 dengan satu tower setinggi 15 lantai. Akan merangkum
sebanyak 101 unit apartment dan 203 unit condotel. Pekerjaan mep (mechanical electrical
plumbing) yang dikerjakan oleh pt. Unicorn tosan perkasa diproyeksikan selesai selama 515
hari kalender sejak 06 september 2016 sampai dengan 27 maret 2018. Pada proses pengerjaan
mep (mechanical electrical plumbing) memerlukan perencanaan dan perancangan sistem
plumbing, electrical, hydrant, tata udara, tata suara, electronik dan lift yang baik guna
memenuhi kualitas standarisasi juga kenyamanan dalam penggunaan bhuvana condotel dan
apartment.
Mengingat gedung bhuvana ini berada pada posisi yang paling tinggi diantara gedung
– gedung sekitar maka resiko gangguan keamanan bangunan tersebut. Salahsatu
kemungkinan gangguan yang terjadi ialah gangguan dari sambaran petir. Untuk mencegah
resiko tersebut maka pada proyek bhuvana dipasang proteksi, salah satu proteksi yang
dipasangan adalah pengakal petir dan grounding.
Penangkal petir
1. Petir
Petir adalah salah satau fenomena kelistrikan udara di alam. Proses terjadinya petir
akibat perpindahan muatan negatif (elektron) menuju ke muatan positif (proton). Para
ilmuan menduga bahwa ada beberapa tah apan yang biasanya dilalui. Pertama adalah
pemampatan muatan listrik pada awan bersangkutan. Umumnya, akan menumpuk di
bagian paling atas awan adalah listrik muatan negatif, di bagian tengah adalah listrik
bermuatan positif, sementara di bagian dasar adalah muatan negatif yang berbaur dengan
muatan positif, pada bagian inilah petir biasa berlontaran. Petir dapat terjadi antara awan
dengan awan, dalam awan itu sendiri, antara awan dan udara, antara awan dengan tanah
(bumi). Energi yang dihasilkan oleh satu sambaran 55 kw/hour.
2. Proses terjadinya petir
3. Bahaya akibat sambaranpetir
a. Sambaran petir langsung melalui bangunan
Sambaran petir yang langsung mengenai struktur bangunan rumah, kantor dan
gedung, tentu saja hal ini sangat membahayakan bangunan tersebut beserta seluruh
isinya karena dapat menimbulkan kebakaran, kerusakan perangkat elektrik/elektronik
atau bahkan korban jiwa. Maka dari itu setiap bangunan di wajibkan
memasang instalasi penangkal petir. Cara penanganannya adalah dengan cara
memasang terminal penerima sambaran petir serta instalasi pendukung lainnya yang
sesuai dengan standart yang telah di tentukan.
b. Sambaran petir melalui jaringan listrik
Bahaya sambaran ini sering terjadi, petir menyambar dan mengenai sesuatu di luar
area bangunan tetapi berdampak pada jaringan listrik di dalam bangunan tersebut, hal
ini karena sistem jaringan distribusi listrik/pln memakai kabel udara terbuka dan
letaknya sangat tinggi, bilamana ada petir yang menyambar pada kabel terbuka ini
maka arus petir akan tersalurkan ke pemakai langsung. Cara penanganannya adalah
dengan cara memasang perangkat arrester sebagai pengaman tegangan lebih (over
voltage). Instalasi surge arresterlistrik ini dipasang harus dilengkapi dengan grounding
system.
4. Kerusakan yang diakibatkan sambaran petir
a. Kerusakan thermis, kerusakan yang menyebabkan timbulnya kebakaran.
b. Kerusakan mekanis, kerusakan yang menyebabkan struktur bangunan retak, rusaknya
peralatan elektronik bahkan menyebabkan kematian.
5. Alasan kenapa harus ada penangkal petir
a. Efek listrik
Ketika arus petir melalui kabel penyalur (konduktor) menuju resistansi elektroda
bumi instalasi penangkal petir, akan menimbulkan tegangan jatuh resistif, yang
dapat dengan segera menaikan tegangan sistem proteksi kesuatu nilai yang tinggi
dibanding dengan tegangan bumi. Arus petir ini juga menimbulkan gradien
tegangan yang tinggi disekitar elektroda bumi, yang sangat berbahaya bagi makluk
hidup. Dengan cara yang sama induktansi sistem proteksi harus pula diperhatikan
karena kecuraman muka gelombang pulsa petir. Dengan demikian tegangan jatuh
pada sistem proteksi petir adalah jumlah aritmatik komponen tegangan resistif dan
induktif
b. Efek tegangan tembus – samping
Titik sambaran petir pada sistem proteksi petir bisa memiliki tegangan yang lebih
tinggi terhadap unsur logam didekatnya. Maka dari itu akan dapat menimbulkan
resiko tegangan tembus dari sistem proteksi petir yang telah terpasang menuju
struktur logam lain. Jika tegangan tembus ini terjadi maka sebagian arus petir akan
merambat melalui bagian internal struktur logam seperti pipa besi dan kawat.
Tegangan tembus ini dapat menyebabkan resiko yang sangat berbahaya bagi isi dan
kerangka struktur bangunan yang akan dilindungi
c. Efek termal
Dalam kaitannya dengan sistem proteksi petir, efek termal pelepasan
muatan petir adalah terbatas pada kenaikan temperatur konduktor yang dilalui
arus petir. Walaupun arusnya besar, waktunya adalah sangat singkat dan
pengaruhnya pada sistem proteksi petir biasanya diabaikan. Pada umumnya luas
penampang konduktor instalasi penangkal petir dipilih terutama umtuk memenuhi
persyaratan kualitas mekanis, yang berarti sudah cukup besar untuk membatasi
kenaikan temperatur 1 derajat celcius
d. Efek mekanis
Apabila arus petir melalui kabel penyalur pararel (konduktor) yang berdekatan atau
pada konduktor dengan tekukan yang tajam akan menimbulkan gaya mekanis yang
cukup besar, oleh karena itu diperlukan ikatan mekanis yang cukup kuat. Efek
mekanis lain ditimbulkan oleh sambaran petir yang disebabkan kenaikan temeratur
udara yang tiba-tiba mencapai 30.000 k dan menyebabkan ledakkan pemuaian
udara disekitar jalur muatan bergerak. Hal ini dikarenakan jika konduktifitas logam
diganti dengan konduktifitas busur api listrik, enegi yang timbul akan
meningkatkan sekitar ratusan kali dan energi ini dapat menimbulkan kerusakan
pada struktur bangunan yang dilindungi.
e. Efek kebakaran karena sambaran langsung
Ada dua penyebab utama kebakaran bahan yang mudah terbakar karena sambaran
petir, pertama akibat sambaran langsung pada fasilitas tempat penyimpanan bahan
yang mudah terbakar. Bahan yang mudah terbakar ini mungkin terpengaruh
langsung oleh efek pemanasan sambaran atau jalur sambaran petir. Kedua efek
sekunder, penyebab utama kebakaran minyak. Terdiri dari muatan terkurung, pulsa
elektrostatis dan elektromagnetik dan arus tanah
f. Efek muatan terjebak
Muatan statis ini di induksikan oleh badai awan sebagai kebalikan dari proses
pemuatan lain. Jika proses netralisasi muatan berakhir dan jalur sambaran sudah
netral kembali, muatan terjebak akan tertinggal pada benda yang terisolir dari
kontak langsung secara listrik dengan bumi, dan pada bahan bukan konduktor
seperti bahan yang mudah terbakar. Bahan bukan konduktor tidak dapat
memindahkan muatan dalam waktu singkat ketika terdapat jalur sambaran.
6. Parameter yang harus diperhatikan
a. Tingkat perkiraan bahaya
Berdasarkan peraturan umum instalasi penangkal petir besarnya kebutuhan tersebut
mengacu kepada penjumlahan indeks-indeks tertentu yang mewakili keadaan
bangunan di suatu lokasi dan dituliskan sebagai berikut;
R = a+b+c+d+e
Dari persamaan tersebut maka akan terlihat bahwa semakin besar nilai indeks akan
semakin besar pula resiko (r) yang di tanggung suatu bangunan sehingga semakin
besar kebutuhan bangunan tersebut akan sistem proteksi petir. Bebarapa indeks
perkiraan bahaya petir di tunjukkan ke dalam tabel berikut ini
Indeks a : bahaya berdasarkan jenis bangunan
Penggunaan dan isi Indeks a
Bangunan biasa yang tak perlu diamankan -10
baik bangunan maupun isinya
Bangunan dan isinya jarang dipergunakan 0
misalnya menara atau tiang dari metal
Bangunan yang berisi peralatan sehari- 1
hari atau tempat tinggal misalnya rumah
tinggal, industri kecil, stasiun kereta
Bangunan dan isinya cukup penting 2
misalnya menara air, toko barang-barang
berharga dan kantor pemerintah
Bangunan yang isinya banyak sekali 3
orang misalnya sarana ibadah, sekolah
dan atau monumen sejarah yang penting
Instalasi gas minyak atau bensin, dan 5
rumah sakit
Bangunan yang mudah meledak dan 15
menimbulkan bahaya yang tak terkendali
bagi sekitarnya misalnya instalasi nuklir.
Pemasangan grounding
Pada tahap awal pengerjaan di mulai dengan mengerjakan bagian grounding system
terlebih dahulu, dengan pertimbangan keamanan dan kemudahan. Kemudian dilakukan
pengukuran resistansi/tahanan tanah menggunakan earth testermeter, apabila hasil
pengukuran tersebut menunjukan < 5 ohm maka tahapan kerja berikutnya dapat
dilakukan. Seandainya hasil resistansi/tahanan tanah menunjukan > 5 ohm maka di
lakukan pembuatan atau penambahan grounding lagi di sebelahnya dan di pararelkan
dengan grounding pertama agar resistansi/tahanan tanahnya menurun sesuai dengan
standarnya < 5 ohm.
1. Goundin
Grounding atau Pentanahan adalah sistem pentanahan yang terpasang pada suatu instalasi
listrik yang bekerja untuk meniadakan beda potensial dengan mengalirkan arus sisa dari
kebocoran tegangan atau arus dari sambaran petir ke bumi. Cara pemasangan grounding
ini dapat menggunakan sebuah elektroda khusus untuk pembumian yang ditanam di
bawah tanah.
2. Jenis – jenis gerounding
3. Hal – hal yang mempengaruhi nilai resistansi tanah
a. Sifat geologi tanah
Merupakan faktor utama yang menentukan tahanan jenis tanah. Tanah liat umumnya
memiliki tahanan jenis rendah dibanding dengan tanah yang bercampur dengan
bebatuan.
(Cari tahanan jenis tanah)
b. Komposisi zat kimia dalam tanah
Kandungan zat – zat dalam tanah terutama sejumlah zat organik maupun anorganik
yang dapat larut perlu diperhatikan. Di daerah yang memiliki curah hujan tinggi
biasanya memiliki tahanan jenis tanah yang tinggi disebabkan garam yang terkandung
pada lapisan atas larut. Untuk memperoleh tahanan yang efektif yaitu dengan
menanam batang elektroda pada kedalaman yang lebih dalam dimna masih terdapat
larutan garamnya.
c. Kandungan air tanah
Kandungan air tanah sangat berpengaruh terhadap perubahan tahanan jenis tanah
terutama kandungan air tanah sampai denga 20%
d. Temperatur tanah
Temperatur bumi pada kedalaman 1,5 m biasanya stabil terhadap perubahan
temperatur.
Di indonesia yang merupakan daetah tropic perbedaan temperatur setahun tidak
banyak , sehingga faktor ini tidak ada pengaruhnya.
4. Cara agar nilai resistensi dapat bertambah
5. Alasan kenapa harus ada grounding
6. Satandarisasi yang menjadi acuan
7. Sistem yang digunakan
a. Pembumian pengkal petir
Grounding penangkal petir merupakan suatu perangkat instalasi yang berfungsi untuk
melepas arus petir kedalam bumi.
Sistem yang digunakan untuk grounding penagkal petir di proyek bhuvana ini adalah
single groundin yaitu dengan menancapka satu batang elektroda pentanahan yang
telah terhubung dengan kabel penghantar berupa kawat bc berukuran 70 mm 2
elektroda pentanahan terbuat dari copper road dilgavanisir dengan diameter 1,1/4 inc
(3 cm) dan panjang 30 cm dan di tancapkan pada kedalaman 6meter. Untuk
memenuhi standar kelayakan grounding pengkal petir harus mempunyai tahanan
tanah smaksimum 3 ohm.
b. Pembumian instalasi listrik
Sistem pembumian ini meliputi pembumian panel putr, panel sdp lantai 3, 8 dan 13
yang melayani beberapa panel penerangan, panel pkg dan panel mvdp.
Sistem grounding yang digunakan adalah sistem single grounding yaitu sama dengan
sistem pembumina penangkal petit. Tahanan yang diperlukan untuk memenuhi
standar kelayakan grounding pengkal instalasi listrik nilai tahanan tanah maksimum 2
ohm. Untuk kabel penghantarnya menggunakan kawat bc yang diameternya
disesuikan dengan besar penampang konduktor daya yang digunakan oleh instalasi
listrik.
c. Pembumian body genset
Sistem grounding yang digunakan adalah sistem single grounding yaitu sama dengan
sistem pembumina penangkal petit. Tahanan yang diperlukan untuk memenuhi
standar kelayakan grounding pengkal instalasi listrik nilai tahanan tanah maksimum 2
ohm. Untuk kabel penghantarnya menggunakan kawat bc dengan ukuran 120 mm2.
d. Pembumian body trafo
Sistem grounding yang digunakan adalah sistem single grounding yaitu sama dengan
sistem pembumina penangkal petit. Tahanan yang diperlukan untuk memenuhi
standar kelayakan grounding pengkal instalasi listrik nilai tahanan tanah maksimum 2
ohm. Untuk kabel penghantarnya menggunakan kawat bc dengan ukuran 120 mm2
e. Pembumian trafo neutral
Sistem pembuminan body trafo ini menggunakan sistem tt dimna titik nentral
dihubungkan dengan tanah menggunakan kabel nya 3 x 120 mm2 dengan tahanan
tanah maksismum 2 ohm. Pembuian titik netral ini digunakan agar menghidari
f. Pembumian elktronik
Instalasi elektronik ini meliputi cctv, ac, lift, speakr dan fasiltas yang ada disuatu
gedung. Sisitempembumian ini menggunakan single grounding, dengan
menggunakan penghantar kawat bc berukuran 70 mm2 dengan nilai tahanan tanah
maksimal 1 ohm.
8. Komponen yang diguankan
Dalam sistem pembumian terdapat boks kontrol dimana boks kontrol ini berupakan
pertemuan atara kabel grounding dari komponen yang akan digroundingkan dan titik
grounding itu senditi.
a. Splitzen
b. Kawat tembaga bc
c. Pipa pvc
d. Terminal grounding ( plat tembaga )
e. Kunci pas baut
f. Schoen
g. Baut
h. Beton
i. Handle
j. Kuku macan
9. Jenis elektroda Pentanahan
Ada 3 jenis elektroda yang digunakan pada elektroda pentanahan :
a. Elektroda batang
Ditanam vertikal ditanah, biasanya terbuat dari tembaga, stainless steel atau galvanis
couple. Namun jenis galvanis dapat menyebabkan korosi.
b. Elektroda Plat
c. Elektroda Pita
10. Pengukuran resistansi pada titik grounding
Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui tingkat besar tahanan tanah agar didapat nilai
tahanan yang memenuhi standar kelayakan grounding yang mengacu pada persyaratan
umum instalasi listrik atau puil 2000 (peraturan yang sesuai dan berlaku hingga hingga
saat ini) yaitu kurang dari atau sama dengan 5 ohm. Dijelaskan bahwa nilai sebesar 5 ohm
merupakan nilai maksimal atau batas tertinggi dari hasil resistan pembumian (grounding)
yang masih bisa di toleransi. Nilai yang berada pada pada range 0-5 ohm adalah nilai
aman dari suatu instalasi pembumian grounding. Nilai tersebut berlaku untung seluruh
sistem dan instalasi yang terdapat pembumian (grounding) di dalamnya, baik pada
pembumian penangkap petir, instalasi listrik, trafo, genset, dan elektronik. Untuk
mengukuran tahanan tanah yang akan dijadikan titik grounding tanah diukur menggunkan
alat ukur grounding yang disebut “eart tester”
a. Langkah – langkah pengukuran :
a) Kalibrasi jarum pada alat ukur harus dalam posisi nol.
b) Earth tester memiliki tiga kabel diantaranya adalah kabel merah, kuning dan
hijau. Hubungkan kabel merah dan kuning ke tanah dengan masing-masing jarak
kurang lebih 10 meter dari titik grounding.
c) Hubungkan kabel hijau ke titik grounding yang sudah tertanam, dari ketiga kabel
diatas hubungkan ke alat ukur sesuai dengan warnanya.
d) Setelah itu putar selektor pada alat ukur untuk kita arahkan pada pengukuran
dengan nilai tertinngi (skala 1000 Ω) lalu tekan tombol tes.
b. Hasil pengukuran resistansi grounding (cari standarisasi)
No Titik grounding Resistansi (ohm)
1 Penangkal petir 0,8
2 Panel elktronik 0,9
3 Panel mvdp 1
4 Trafo 0,8
5 Putr/lvmdp 0,8
6 Pkg 0,8
7 Body genset 1 1,2
8 Body genset 2 1,2