Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN TUGAS

MODUL 6

FTC

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

KETUA : ALBERT ROBERTO ( 5303019018)

ANGGOTA 2 : ALDO APRILLIO (5303019015)

ANGGOTA 3 : JEFFRY SETIAWAN (5303019001)

ANGGOTA 4 : LORENSIA PUTRI (5303019017)

PROGAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

2022
I. PENDAHULUAN
Tata letak pabrik adalah suatu cara untuk melakukan pengaturan fasilitas-fasilitas
pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi. Di dalam proses produksi terdapat
pemindahan atau pergerakan material yang sedang diproses dari departemen satu ke
departemen lainnya. Dengan pemindahan dan pergerakan tersebut, maka perlu adanya suatu
teknik untuk melakukan perencanaan tata letak pabrik dan pemindahan bahan yang optimal.
Teknik tersebut yaitu From To Chart (FTC). FTC dapat menghasilkan desain sesuai dengan
kebutuhan perusahaan dan cara ini dapat lebih optimal jika perencana memiliki kreatifitas yang
tinggi dalam menyusunnya.
Teknik FTC akan mengukur pemindahan dan pergerakan material secara kuantitatif
yaitu dengan melihat jumlah perpindahan material setiap jamnya, jumlah pergerakan setiap
hari, banyak kilo per minggu, hingga ongkos dari perpindahan material tersebut. FTC memiliki
beberapa kegunaan, antara lain: menganalisis perpindahan bahan, merencanakan pola aliran
produksi, menentukan lokasi kegiatan, melakukan perbandingan pola aliran pengganti,
mengukur efisiensi pola aliran, dan menunjukan ketergantungan satu departemen dengan
departemen yang lainnya. Dengan adanya FTC ini didapatkan perpendekan jarak perjalanan
selama proses, menunjukan keterkaitan lintas produksi, dan menunjukan volume perpindahan
antar departemen.
Dengan melihat betapa pentingnya pembuatan FTC ini dalam melakukan perencanaan
tata letak pabrik, maka pada Modul VI ini akan membahas mengenai cara pembuatan FTC,
implementasi FTC dalam pabrik pembuatan lemari rak piring, interpretasi hasil yang
ditunjukan dari perhitungan FTC guna untuk kelancaran proses produksi, pola aliran
perpindahan barang yang terjadi, dan layout departemen produksi untuk memproduksi lemari
rak piring.

I. METODE
Pada Modul VI, dalam pembuatan FTC, diperlukan data dari modul sebelumnya, yaitu
routing sheet dan Operation Process Chart (OPC). Routing sheet membantu dalam melakukan
inisialisasi departemen, penentuan bahan yang diperlukan dalam sehari atau quantity for day,
dan routing dari masing-masing komponen. OPC membantu dalam menentukan jumlah
komponen untuk memproduksi lemari rak piring. Pembuatan FTC dilakukan dalam beberapa
tahapan. Langkah pertama adalah melakukan inisialisasi proses atau penentuan departemen
yang diperlukan, kemudian menentukan komponen dan kuantitas yang diperlukan dalam sehari
2
untuk memenuhi permintaan sebanyak 5000 mobil mainan per harinya. Setelah itu,
mengidentifikasi routing untuk setiap komponennya, lalu menghitung relative importance dari
masing-masing komponen. Langkah selanjutnya membuat FTC dan melakukan analisis
penalty cost serta menghitung efisiensi dari pola aliran yang dihasilkan. Efisiensi yang
ditargetkan adalah lebih besar dari 60 persen. Pembuatan FTC dilakukan sebanyak 4x iterasi
hingga mendapatkan efisiensi yang paling besar. Iterasi tersebut dilakukan dengan mengganti
urutan mesin yang digunakan dalam proses produksi.

II. HASIL DAN DISKUSI


Pada Tabel 6.1 dapat dilihat pemberian inisialisasi atau notasi pada setiap departemen
dalam memproses mobil mainan. Pemberian inisialisasi ini bertujuan untuk mempermudah
penyebutan suatu proses produksi dan sebagai langkah awal untuk membuat Form-To Chart
(FTC).
Tabel 6.1 Inisialisasi Proses
Departemen Inisialisasi
Pengukuran A
Peleburan &
B
pencetakan
Pendinginan C
Pemeriksaan D
Pemotongan E
Perakitan F
Inventory G

Tabel 6.2 didapatkan dari data routing sheet yang telah dilakukan perhitungannya pada
Modul III. Dalam Tabel 6.2 memaparkan kebutuhan kuantitas komponen yang diperlukan
dalam satu hari dan tingkat kepentingan komponen tersebut atau relative importance tiap
komponen. Relative importance dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Relative Importance = (1)

Contoh perhitungan pada komponen 1 yaitu kerangka bawah dengan kuantitas tiap harinya
sebesar 5000 buah. Terlihat pada kolom quantity for day paling kecil adalah 5000, maka:

3
5000
Relative Importance = 5000 = 1

Tabel 6.2 Data Awal Pembuatan Form-To Chart


Quantity for Relative Importance
Nama Komponen Routing
day (buah) (dalam pembulatan)
Kerangka Bawah
1 5000 B-C-D-F 1
Mobil
As Mobil 2 10000 A-E-D-F 2
Pelg Mobil 3 20000 B-D-F 4

Ban Mobil 4 20000 B-D-F 4

Body Mobil 5 5000 B-D-F 1

Atap Mobil 6 5000 B-D-F 1


Kap Mobil 7 5000 B-D-F 1
Pintu Mobil Depan
8 5000 B-D-F 1
Kanan
Pintu Mobil Depan
9 5000 B-D-F 1
Kiri
Pintu Mobil
10 5000 B-D-F 1
Belakang Kanan
Pintu Mobil
11 5000 B-D-F 1
Belakang Kiri
Rakitan Mobil 12 5000 F-G 1

Setelah mempersiapkan data awal untuk pembuatan FTC, langkah selanjutnya adalah
mulai membuat FTC. Pembuatan FTC dilakukan dengan beberapa iterasi dengan mengubah
urutan departemen sesuai dengan kreativitas pembuat. Iterasi pembuatan FTC dilakukan
sebanyak 4 iterasi dengan urutan departemen yang berbeda-beda. Perhitungan FTC dilakukan
dengan cara membuat tabel berisi urutan departemen secara horizontal dan vertikal, seperti
yang terlihat pada Tabel 6.3. Setelah itu, melakukan perhitungan dengan menjumlahkan pada
setiap perpindahan komponen berdasarkan departemen kerja. Contohnya seperti yang terlihat
pada Tabel 6.3, perpindahan komponen yang berasal dari departemen B ke departemen D
adalah komponen 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 (dari Tabel 6.2). Setelah mengetahui
komponen mana saja yang berpindah dari departemen B ke D, jumlahkan relative important

4
komponen tersebut, sehingga departemen B-D sejumlah 15. Perhitungan pada kolom-kolom
berikutnya mempunyai langkah yang sama. Jika semua routing sudah dimasukan, maka dapat
melakukan perhitungan total setiap baris dan juga kolom.
Dalam menemukan efisiensi proses produksi, diperlukan analisa momen. Analisa
momen diperoleh dari perkalian antara relative important dari FTC dengan jarak terhadap
diagonal matriks. Asumsi yang diterapkan dalam analisa ini adalah perpindahan bolak-balik
(di bawah diagonal) disebut backward akan dikenakan penalti. Hal tersebut dikarenakan
backward harus dihindari dan diminimalkan. Penalti backward dikenakan 2 (nilai dikalikan 2)
untuk tiap satu jarak dari diagonal dan untuk forward dikenakan 1 (nilai dikalikan 1) untuk tiap
satu jarak dari diagonal. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.4. Setelah itu, dilakukan
perhitungan total penalty cost, sehingga dapat memperhitungkan efisiensi proses produksi
dengan rumus sebagai berikut:

Efisiensi = (2)

Tabel 6.3 From-To Chart (FTC) Iterasi Pertama


FTC
Dari – ke A B C D E F G Total
A 2 0 2
B 1 15 16
C 1 1
D 18 18
E 2 3
F 1 0
G 0
Total 0 0 1 18 2 18 1 40

5
Tabel 6.4 Penalty Cost Iterasi Pertama
Penalty Cost
Dari - Penalty
A B C D E F G Total
ke Cost

A 2x4 = 8 8
2
15x2 =
B 1x1 = 1 16 31
30
C 1x1 = 1 1 1
18x2 =
D 18 36
36
2x2 =
E 3 4
4
F 1x1 = 1 0 1
G 0 0
Total 0 0 1 18 2 18 1 40 81
Efisiensi 49,4%

Dengan menggunakan rumus (2), efisiensi dihitung dengan cara, 40/81 x 100%
didapatkan hasil 49,4%. Dalam iterasi pertama FTC dapat dilihat pada Tabel 6.3. Asumsi
urutan departemen kerja dimulai dari pengukuran, peleburan & percetakan, pendinginan,
pemeriksaan, pemotongan, perakitan, dan inventory (A-B-C-D-E-F-G). Dalam pembentukan
urutan ini terdapat backward situation pada proses pemotongan ke pemeriksaan. Kemudian
untuk mendapatkan efisiensi proses produksi dengan menggunakan urutan departemen
tersebut, dicari dengan menghitung total FTC dibagi dengan total penalty cost yang dapat
dilihat pada Tabel 6.6. Didapatkan nilai efisiensi pada proses produksi sebesar 49,4%.
Berdasarkan dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa proses produksi iterasi pertama belum
baik atau tidak efisien, sehingga perlu dilakukan iterasi kembali dengan mengganti urutan
departemen kerja.

6
Tabel 6.5 FTC Iterasi Kedua
FTC
dari - ke A B C D F E G Total
A 2 2
B 1 15 16
C 1 1
D 18 18
F 1 1
E 2 2
G 0
Total 0 0 1 18 18 2 1 40

Tabel 6.6 Penalty Cost Iterasi Kedua


Penalty Cost
dari - ke A B C D F E G Total Penalty Cost
A 10 2 10
B 1 30 16 31
C 1 1 1
D 18 18 18
F 2 1 2
E 8 2 8
G 0 0
Total 0 0 1 18 18 2 1 40 70
Efisiensi 57,14%

Kemudian dalam iterasi kedua yang dapat dilihat pada Tabel 6.5 digunakan urutan
departemen kerja dari pengukuran, peleburan & percetakan, pendinginan, perakitan,
pemeriksaan, pemotongan, dan inventory (A-B-C-F-D-E-G). Pada Tabel 6.6 dengan
menggunakan urutan proses produksi seperti ini didapatkan hasil efisiensi sebesar 57.14%,
hasil ini lebih besar dibandingkan dengan hasil efisiensi iterasi pertama. Namun hasil ini belum
cukup untuk dikatakan baik, karena nilai efisiensi proses produksi yang relatif rendah dan

7
adanya backward situation, sehingga dapat dikatakan bahwa urutan proses produksi ini masih
tidak efisien.
Tabel 6.7 FTC Iterasi Ketiga
FTC
dari – ke A B D F C E G Total
A 2 2
B 15 1 16
D 18 18
F 1 1
C 1 1
E 2 2
G 0
Total 0 0 18 18 1 2 1 40

Tabel 6.8 Penalty Cost Iterasi Ketiga


Penalty Cost
dari – ke A B D F C E G Total Penalty Cost
A 10 2 10
B 15 3 16 18
D 18 18 18
F 3 1 3
C 4 1 4
E 12 2 12
G 0 0
Total 0 0 18 18 1 2 1 40 65
Efisiensi 61,54%

Lalu urutan departemen kerja dikembangkan kembali untuk membentuk iterasi ketiga
yang dapat dilihat pada Tabel 6.7 dengan urutan departemen kerja dari pengukuran, peleburan
& percetakan, pemeriksaan, perakitan, pendinginan, pemotongan, dan inventory (A-B-D-F-C-
E-G). Dalam Tabel 6.8 dapat dilihat bahwa hasil dari nilai efisiensi adalah sebesar 61,54%,
nilai ini semakin meningkat walaupun tidak besar, namun dilakukan iterasi kembali untuk
menemukan efisiensi yang relatif baik.

8
Tabel 6.9 FTC Iterasi Keempat
FTC
dari - ke A B D F E C G Total
A 2 2
B 15 1 16
D 18 18
F 1 1
E 2 2
C 1 1
G 0
Total 0 0 18 18 2 1 1 40

Tabel 6.10 Penalty Cost Iterasi Keempat


Penalty Cost
dari - ke A B D F E C G Total Penalty Cost
A 8 2 8
B 15 4 16 19
D 18 18 18
F 3 1 3
E 8 2 8
C 6 1 6
G 0 0
Total 0 0 18 18 2 1 1 40 62
Efisiensi 64,52%

Kemudian dilakukan iterasi keempat yang dapat dilihat pada Tabel 6.9 dengan urutan
departemen kerja dari pengukuran, peleburan & percetakan, pemeriksaan, perakitan,
pemotongan, pendinginan, dan inventory (A-B-D-F-E-C-G). Pada Tabel 6.10 didapatkan nilai
efisiensi urutan proses produksi sebesar 64,52%. Setelah itu dilakukan beberapa kali percobaan
kembali yang ternyata hasilnya tidak melebihi 64,52%, maka dari itu, dapat dikatakan bahwa
urutan departemen A-B-D-F-E-C-G pada iterasi keempat ini sudah cukup baik dengan nilai

9
efisiensi yang cukup tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses produksi dengan urutan
seperti ini cukup efisien.
Tujuan menghitung FTC ini agar dapat melihat prioritas kedekatan antar departemen.
Penentuan kedekatan prioritas tiap departemen dilakukan dengan mengidentifikasi nilai paling
besar ke nilai paling kecil pada FTC tiap departemennya seperti yang terlihat pada Tabel 6.11.

Tabel 6.11 Skala Prioritas Departemen Kerja


Skala Prioritas Terbesar
I II III IV
A E
B C D
D F
F G
E D
C D
G -

Gambar 6.1 Layout Departemen Produksi yang Efisien

Pada Gambar 6.1 ini diperoleh layout berdasarkan skala priotitas pada Tabel 6.11. Alasan
dipilihnya layout seperti pada Gambar 6.1 ini karena proses A harus dekat dengan proses B,
proses B harus dekat dengan proses C, proses C harus dekat dengan proses E,D,F,G, dan H,
proses E harus dekat dengan proses F, proses F harus dekat dengan proses G, proses D harus
dekat dengan proses G, dan proses G harus dekat dengan proses C.

10
III. KESIMPULAN
Berdasarkan Hasil dan Diskusi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, untuk
memproduksi mobil mainan dibutuhkan layout pabrik seperti pada Gambar 6.1, dengan urutan
departemen A-B-D-F-E-C-G. Hal tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu hasil
perhitungan FTC dan analisis penalty cost serta menghitung efisiensi dari pola aliran yang
dihasilkan. Efisiensi yang ditargetkan adalah lebih besar dari 60%, sehingga untuk mencapai
target efisiensi tersebut, dilakukan perhitungan dengan 4x iterasi. Iterasi pertama hingga iterasi
kelima diperoleh hasil efisiensi berturut-turut, 49.4%, 57.14%, 61.54%, 64.52%.
Selanjutnya, dari urutan iterasi tersebut, maka didapatkan hasil yang paling efisien
adalah pada iterasi keempat dengan 64,52%. Selain itu, untuk menentukan layout pabrik,
diperlukan pula perhitungan inflow yang bertujuan untuk melihat prioritas proses setiap
departemen, sehingga dapat menentukan layout yang optimal. Perhitungan inflow
menunjukkan bahwa proses A harus dekat dengan proses B, proses B harus dekat dengan
proses C, proses C harus dekat dengan proses E,D,F,G, dan H, proses E harus dekat dengan
proses F, proses F harus dekat dengan proses G, proses D harus dekat dengan proses G, dan
proses G harus dekat dengan proses C

11

Anda mungkin juga menyukai