Anda di halaman 1dari 9

MENYUSUN RENCANA BISNIS YANG EFEKTIF

UNTUK SOSIAL ENTERPRISE

1. Pendahuluan

Belakangan ini kita sering mendengar istilah social enterprise yang menjadi tren baru di
dalam dunia bisnis. Sedikit demi sedikit kata entrepreneur akan mulai tergantikan dengan istilah
tersebut. Dulu istilah entrepreneur dikenal sebagai pekerjaan yang sangat populer karena dapat
menghidupi diri sendiri dari apa yang telah dikembangkan. Pada umumnya bisnis tersebut akan
menjadi brand terkenal yang dikenal banyak orang sehingga menguntungkan pemiliknya sendiri.
Sekarang, kebanyakan anak muda termasuk para generasi milenial mengembangkan usahanya bukan
hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga bermanfaat untuk kehidupan sosial sekitarnya.

Social enterprise atau perusahaan sosial adalah sebuah ide bisnis yang menggabungkan antara
konsep dasar berdagang yaitu mencari keuntungan dengan kewajiban kita membantu lingkungan
sosial, di mana sebuah perusahaan akan memaksimalkan pendapatannya sejalan dengan manfaat yang
diberikan kepada masyarakat. Jadi secara prinsip, hasil keuntungan akan dimanfaatkan sebesar-
besarnya untuk mendanai program sosial yang sudah direncanakan. Di Indonesia sendiri, kegiatan-
kegiatan social entrepreneurship memiliki bentuk suatu usaha yang tidak mencari keuntungan, namun
hanya membutuhkan dukungan operasional. Tujuan dari usaha tersebut dilakukan adalah semata-mata
hanya untuk kepentingan masyarakat. Sehingga dengan kata lain, usaha tersebut tidak berorientasi
pada mencari profit saja. Social enterprise secara sederhana dapat diartikan sebagai ide bisnis yang
profit-oriented sekaligus social-oriented. Fokus dari bisnis model ini adalah memaksimalkan
keuntungan sekaligus memaksimalkan manfaat untuk sosial dan lingkungan. 

Dalam prakteknya, social enterprise bisa digolongkan sebagai bisnis komersial artinya tetap
menjual produk atau jasa demi mencari keuntungan. Namun, keuntungan tersebut prinsipnya akan
digunakan kembali untuk kepentingan sosial.  Contohnya seperti kegiatan-kegiatan amal, pelatihan
ibu-ibu rumah tangga, atau membantu perbaikan fasilitas umum. Sehingga, tidak hanya bermanfaat
untuk bisnismu tapi juga untuk lingkungan sekitar. Seseorang yang ingin menjadi seorang
entrepreneur maupun social entrepreneur, harus memiliki motivasi kuat, passion serta pengetahuan.
Pengetahuan yang dimaksud meliputi segala hal yang berkaitan dengan bisnis dan pasar. Selain hal
tersebut, social entrepreneur juga harus memiliki sifat yang teladan yang bertujuan untuk menggerus
iklim ekonomi yang kurang berpihak pada permasalahan sosial masyarakat seperti liberalisme dan
kapitalisme yang sering terjadi saat ini. Indonesia saat ini membutuhkan banyak pelaku baru di dalam
bidang social entrepreneurship agar masalah kemiskinan, pendidikan, kesehatan serta lapangan
pekerjaan dapat diselesaikan dengan kewirausahaan. Dengan begitu maka akan tercipta negara yang
lebih sejahtera, makmur dan adil merata.

Pembahasan

1. Rencana Bisnis Sosial Interprise di Indonesia


Layaknya ekosistem hutan yang terdiri dari berbagai jenis makhluk hidup yang saling
berinteraksi, ekosistem kewirausahaan sosial juga terdiri dari banyak hal yang bersifat
spesifik dan unik. Jika dibahas satu per satu, mungkin ini harus menyediakan 1.000 halaman
untuk membahas ekosistem saja. Namun, tujuan bagian ini bukan untuk membuat pembaca
menjadi ahli ekosistem kewirausahaan di Indonesia. Bagian ini bertujuan memberikan
gambaran kepada pembacaan mengenai kondisi Indonesia agar pembaca dapat menyusun atau
menyesuaikan rencana usaha sosial dengan lebih mantap. Oleh karena itu, pembahasan
mengenai kondisi ekosistem akan berdasarkan beberapa aspek utama saja. Mengacu pada
Domains of the Entrepreneurship Ecosystem olehDaniel Is dari Babson Global’s New
Entrepreneurship Ecosystem Project (BEEP), ekosistem kewirausahaan terdiri dari enam
aspek utama. Keenam aspek tersebut adalah kebijakan pemerintah, fasilitas keuangan, kondisi
budaya, fasilitas pendukung, kualitas modal manusia, dan kondisi pasar. Dalam rangka
menyesuaikan dengan kondisi Indonesia yang merupakan kepulauan, aspek lokasi geografis,
untuk memberikan gambaran bahwa suatu ide atau rencana usaha sosial dapat dijalankan
secara efektif jika sudah disesuaikan dengan kondisi dari lokasi geografisnya.

1.1 Kebijakan Pemerintah


Sampai saat ini kebijakan di Indonesia belum memberikan perhatian khusus terhadap
kewirausahaan sosial. Namun, Perhatian terhadap isu kewirausahaan secara umum telah
ada. Berbagai paket kebijakan tersebut bertujuan untuk melahirkan wirausaha baru dan
mendukung perkembangan bisnis para wirausaha dan usaha kecil agar mampu
meningkatkan produksi secara global melalui peningkatan efisiensi menggunakan
teknologi tepat guna. Dalam mengoptimalkan program pemerintah, sangat disarankan
untuk proaktif mencari informasi misalnya dengan aktif bertanya kepada teman, dosen,
sanak saudara yang bekerja di kantor-kantor terkait, atau rajin-rajin googling dengan kata
kunci di atas. Hal ini karena pada umumnya program pemerintah belum disertai dengan
mekanisme sosialisasi yang baik sehingga tidak banyak yang menyadari adanya. Perlu
digarisbawahi, seorang wirausahawan sosial tidak perlumenunggu fasilitas pendukung
tersedia terlebih dulu baru memutuskan bertindak.

1.2 Keuangan
Dana adalah sumber daya utama untuk memulai usaha apa pun, termasuk perusahaan
sosial. Dana dapat berasal dari berbagai sumber, sehingga tidak perlu melulu
mengandalkan kemampuan sendiri yang terbatas. Dana semikomersial adalah dana yang
tidak gratis namun menawarkan skema skema yang lunak. Dana komersial adalah dana-
dana yang berasal dari lembaga keuangan komersial seperti bank dan perusahaan
pembiayaan yang berupa pinjaman dengan suku bunga sesuai harga pasar atau
penanaman modal dari perusahaan modal ventura (PMV) komersial yang memiliki target
deviden atau peningkatan nilai perusahaan tertentu. PMV umumnya ingin menjual
kembali perusahaan yang dimodalinya ketika nilai perusahaannya sudah meningkat
signifikan.

1.3 Dukungan
Aspek dukungan di dalam ekosistem kewirausahaan sosial yang dimaksud di sini adalah
kondisi atau fasilitas yang dapat mendukung seorang wirausahawan sosial dalam
mengaktualisasikan visinya. Bentuk-bentuk dukungan pemerintah dan fasilitas dari
berbagai pihak sudah dijelaskan di bagian sebelumnya. Bagian ini akan lebih membahas
bentuk dukungan lainnya, yaitu dukungan moral, kegiatan pendukung, infrastruktur, dan
dukungan keahlian.
1. Dukungan moral
Menjadi wirausaha, terutama wirausaha sosial, memang tidak mudah karena
banyak tantangan yang harus dihadapi. Tantangan untuk menjadi wirausaha
pemula di dunia bisnis konvensional saja sudahmendapatkan pekerjaan dengan
gaji tinggi sebagai pegawai negeri atau pegawai swasta. Cara pandang ini masih
harus dihadapi oleh para sosial wirausaha muda di indonesia. Namun,
sehubungan dengan promosi masifnya kewirausahaan, banyak orang yang
mendukung mereka mengaktualisasikan diri dengan mencoba menjadi seorang
wirausaha sosial.
2. Dukungan infrastruktur
Dukungan infrastruktur terhadap perkembangan kewirausahaan sosial di
Indonesiatampaknya masih sangat rendah mengingat masalah infrastruktur
merupakan masalah struktural yang belum terpecahkan di negeri ini. Aspek
infrastruktur keras seperti jalan, bandara, dan pasokan energi, serta aspek
infrastruktur lunak seperti jaminan sosial dan kesehatan merupakan masalah yang
perlu diselesaikan oleh wirausahawan sosial di Indonesia.
3. Kegiatan Pendukung
Kegiatan pendukung lain yang dimaksud di sini adalah kegiatan yang
menyuburkan iklim kewirausahaan sosial di tanah air. Kegiatan-kegiatan ini pada
umumnya berupa kompetisi business plan, seminar atau workshop, konferensi,
dan penghargaan. Kegiatan semacam ini terlihat sudah tersedia di Indonesia
meskipun masih berpusat di kota-kota besar, terutama Jakarta.
4. Dukungan Keahlian
Bentuk dukungan ini diperlukan sesuai dengan perkembangan skala kegiatan dan
skala usaha sosial. dukungan keahlian ini dapat berupa keahlian di bidang
penyusunan rencana bisnis, manajemen keuangan, teknologi tepat guna,
sertifikasi produk, sertifikasi proses produksi, rekrutmen dan manajemen sumber
daya manusia, sampai keahlian di bidang komunikasi bisnis, baik yang berkaitan
dengan publik maupun branding untukmendukung pemasaran.

1.4 Budaya
Menurut (EY,2008) ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh suatu negara untuk
mendorong budaya kewirausahaan yang tinggi.
1. Menghilangkan stigma buruknya terhadap kegagalan.Pemberian dukungan kaum
marginal untuk membuka kesempatan berwirausaha.
2. Adanya contoh kasus terhadap kisah wirausaha yang berhasil di bidangnya.
Pentingnya menunjukkan kasus dari proyek kewirausahaan yang sukses,
beberapa LSM yang berfokus pada pengembangan program kewirausahaan sosial
di Indonesia untuk menyebarkan kisah sukses para wirausaha sosial di Indonesia,
seperti yang dilakukan oleh (British Council, 2004) melalui Community
Journalism Competition.
a. Individualisme
Tingkat individualisme di Indonesia sangat rendah yakni sebesar 14
poin, khususnya jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang
mencapai angka 91 poin. Hal ini menjadi peluang bagi berkembangnya
kewirausahaan sosial di Indonesia, terutama melalui semacam koperasi
atau kelompok swadaya masyarakat yang mengutamakan semangat
kebersamaan antar anggota, yaitu patungan modal bersama, bekerja
bersama, dan sejahtera bersama.
b. Kejantanan
Dalam hal maskulinitas, masyarakat Indonesia lebih rendah daripada
Amerika Serikat. Aspek budaya ini mengacu pada tingkat kompetisi,
orientasi terhadap prestasi dan keberhasilan, yang ditentukan oleh
kesuksesan menjadi pemenang atau yang terbaik di lapangan.

c. Penghindaran ketidakpastian
Budaya ini menilai masyarakat Indonesia yang secara umum tidak
menyukai dan menghindari menghindari masalah konflik.
d. Orientasi jangka panjang
Skor tinggi di Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia memiliki budaya
pragmatis berupa pendambaan kondisi kehidupan yang terjamin dalam
jangka panjang.

1.5 Modal Manusia


1. Sumber Daya Manusia
Kualitas SDM Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari rata-rata lama
pendidikan secara nasional yang masih di bawah delapan tahun. Artinya, mayoritas
orang Indonesia tidak tamat SMP
2. Institusi Pendidikan
Peran institusi pendidikan, khususnya universitas, untuk mendorong kewirausahaan
sosial dapat dilihat dari tiga pilar utama utama universitas. Tiga pilar utama yanglebih
dikenal sebagai Tridharma perguruan tinggi ini terdiri dari pendidikan, penelitian, dan
pengabdian masyarakat.
3. Pendidikan
Untuk Tridharma yang pertama ini, dapat dikatakan bahwa belum banyak universitas
di Indonesia yang telah secara khusus memiliki program studi dalam bidang
kewirausahaan sosial.

1.6 Kondisi Pasar


Ada dua hal dalam aspek kondisi pasar yang dapat memengaruhi perkembangan
kewirausahaan sosial, yaitu konsumen dan jejaring. Dalam hal profil konsumen, secara
umum potensi konsumen dan pasar Indonesia sangat besar. Namun, tidak banyak social
entrepreneur yang mampu memanfaatkan potensi tersebut. Entah karena kurangnya
jaringan, kurangnya kemampuanmenjaga kualitas produk, kurangnya kemampuan
mengembangkan strategi pemasaran, atau mungkin karena alasan teknis lainnya. Namun,
perlu digarisbawahi bahwa sebagai organisasi yang memiliki modal berupa misi sosial
serta proses produksi yang melibatkan proses pemberdayaan, sebuah usaha sosial untuk
mampu mengembangkan cerita produk (brand story) yang akan selalu melekat pada
produk yang dihasilkan, baik di dalam kemasan, brosur, poster, maupun media-media
promosi lainnya. Cerita itulah yang akan menjadi salah satu kunci sukses dalam
memasarkan produk yang dihasilkan oleh socialenterprise, tentunya dengan tetap menjaga
kualitas produk.

1.7 LOKASI GEOGRAFI


Ada tiga hal utama dalam aspek lokasi geografis yang berkaitan erat dengan
kewirausahaan sosial dan perlu diketahui oleh kamu yang berani menjadi wirausaha
sosial. Ketiga hal tersebut adalah karakteristik misi, sumber daya alam, dan karakteristik
wilayah.
1. Kemiskinan
Dalam 10 tahun terakhir, menurut BPS, tingkat kemiskinan di Indonesia sudah
mengalami penurunan sekitar 17,42% pada tahun 2003 menjadi 11,47% pada
tahun 2013. Dengan demikian, rata-rata penurunan kemiskinan hanya sekitar
0,6% per tahun.

2. Sumber Daya Alam


Indonesia merupakan negara kepulauan yang dibentuk oleh gugusan pulau-pulau
dengan sumber daya alam yang berbeda-beda. Setiap wirausaha sosial perlu
memahami potensi sumber daya alam di lokasi operasi mereka. Jangan sampai
berdasarkan kegiatanatau program yang dilakukan tidak dirancang berdasarkan
pemetaan potensi lokal karena dalam konteks proses pemberdayaan, tidak ada
satu solusi yang dapat berlaku disemua konteks.
3. Karakteristik Wilayah
Karakteristik dan potensi sumber daya alam, karakteristik wilayah dari lokasi
operasi juga merupakan hal-hal yang penting untuk dipetakan oleh seorang
wirausahawan sosial. Secara umum, karakteristik wilayah dapat diklasifikasikan
ke dalam dua kategori. Kategori pertama, apakah lokasi tersebut merupakan
wilayah perkotaan (urban) atau perdesaan (pedesaan). Kategori kedua, apakah
lokasi tersebut merupakan wilayah pegunungan, dataran, atau pesisir.
karakteristik wilayah seperti ini biasanya merupakan faktor pembentuk budaya
karakteristik masyarakatnya. Sebagai contoh, masyarakat cenderung lebih
individualis daripada masyarakat perdesaan. Memaksa masyarakat untuk
kelompok lebih dulu sebelum mengikuti program pemberdayaan bisa diaktifkan
dengan sedikitnya jumlah pendaftar. Di wilayah perdesaan, hal tersebut justru
dapat menjadi motivasi tersendiri bagi masyarakat untuk mendaftarkan diri
dalam suatu program.

2. Sosial Entreprise Berbasis Ekonomi Proteksi


Sebagai sebuah perusahaan sosial perusahaan agar dapat terus berdiri tegak dan
berkembang agar dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat sosial dan dapat
membantu dalam menyelesaikan permasalahan sosial di masyarakat. Menjadi perusahaan
yang berkelanjutan merupakan suatu keharusan demi tercapainya tujuan perusahaan
(Palesangi, 2012). Social enterprise is salah satu bentuk wirausaha yang inovatif dan kreatif
dalam pelaksanaannya. Inovasi dan kreativitas sangat diperlukan mengingat permasalahan
sosial yang selalu muncul dan bersifat kompleks. Usaha sosial dapat memberikan
penyelesaian yang baik dan tepat agar dapat menanggulangi permasalahan tersebut.
Kewirausahaan sosial atau social enterprise dianggap mampu megentaskan permasalahan
sosial terutama permasalahan kemiskinan yang ada di mayarakat (Firdaus, 2014), hal ini
dikarenakan social enterprise mencoba menyelesaika permasalahan bukan dengan cara
memberikan bantuan finansial kepada masyarakat yang justru akan meningkatkan tinkat
konsumsi masyarakat tanpa diikuti dengan kemmpuan produksi, perusahaan sosial jalan
keluar dari permasalahan dengan cara meningkatkan kemampuan produksi masyarakat dan
juga mengalokasikan keuntungan untuk program bantuan masyarakat sehingga
perekonomian masyarakat meningkat dan menigkatkan kemampuan produksi dan
kemampuan mereka memberikan solusi yang tepat.

Keberhasilan yang dicapai oleh social enterprise tidak serta membuat nya terhindar
dari kemungkinan kegagalan, social enterprise banyak mengalami kegagalan yang
disebabkan oleh buruknya manajemen dan juga kegagalan dari aspek finansial (Ghina,
2015). Kegagalan ini harus diselesaiksan mengingat social enterprise merupakan perusahaan
yang bergerak di bidang penyelesaian permasalahan sosial sehingga apabila kegagalan ini
tidak diperhatikan akan menghambat proses penyelesaian permasalahan sosial. Salah satu
tindakan yang dianggap tepat dalam menimalisir kegagalan finansial yang ada di social
enterprise adalah dengan penerapan konsep ekonomi proteksi, praktik ekonomi proteksi
berhasil menjaga kestabilan perusahaan dengan cara memperkuat perdagang, perlindungan
dari usaha sejenis, dan menejemen pasar yang baik (Kartika, 2010). Penerapan ekonomi
proteksi dalam social enterprise memiliki beberapa bentuk antara lain:
1. Menciptakan usaha milik masyarakat.
Untuk memaksimalkan dampak sosial bagi masyarakat, perusahaan sosial
memerlukan partisipasi masyarakat secara pasif sehinga memudahkan proses
penyelesaian masalah sosial dan juga menjaga agar dampak sosial yang dihasilkan
dapat berjalan secara berkelanjutan. Social enterprise tidak hanya menjadikan
masyarakat sebagai pekerja dalam perusahaan tetapi dapat memfasilitasi mereka
untuk menciptakan usaha mereka masing-masing dengan konsep join venture atau
kerjasama dimana social enterprise memberkan bantuan yang diinginkan dan usaha
baru akan membagi keuntungan (Mardianto & Ariani, 2004). menciptakan usaha
milik masyarakat adalah bentuk proteksi bagi perusahaan sosial dalam hal
perusahaan sosial tidak hanya bergantung pada usaha yang dijalankannya untuk
memberikan bantuan sosial, karena perusahaan sosial juga akan mendapatkan bagi
hasil dari usaha masyarakat, selain itu proses penyelesaian masalah sosial akan lebih
ringan mengingat masyarakat sudah memilki usaha sendiri.
2. Perlindungan usaha masyarakat.
Setelah usaha milik masyarakat sudah berkembang dengan baik dan keuntungan
baik bagi perusahaan sosial maupun kepada masyarakat, perusahaan sosial yang
diwajibkan anggotakan perlindungan kepada usaha milik masyarakat itu sendiri.
Perlindungan usaha milik masyarakat oleh social enterprise antara lain sebagai
berikut:
a) Meniadakan persaingan usaha sejenis.
Banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat yaitu persaingan antara usaha
sejenis dan menimbulkan persaingan harga dan produk yang berdampak pada
bangkrutnya suatu usaha. Untuk menghindari hal tersebut maka social
enterprise harus memberikan edukasi terhadap bahayanya usaha sejenis
dengan cara memberikan wadah usaha bersama sehingga sebuah usaha tidak
memiliki pesaing yang sejenis. Wadah usaha ini akan memberikan dampak
positif karena dua atau lebih usaha yang sejenis akan saling melengkapi
sehingga keuntungan akan lebih maksimal.
b) Meminimalisir masuknya produk selain produk social enterprise.
Salah satu penyebab gagalnya suaru usaha adalah masuknya produk dari luar
usaha tersebut yang menawarkan barang yang sejenis, walaupun barang
tersebut dijual dengan harga murah atau bahkan memiliki kualitas yang lebih
baik tentunya jika dibiarkan akan memberikan dampak negatif kepada
pertumbuhan. Untuk menjaga juga usaha di perusahaan sosial maka
meminimalkan produk dari perusahaan sosial menjadi suatu keharusan, selain
untuk menjaga usaha, kebijakan ini menjamin agar produk yang dihasilkan
oleh perusahaan sosial dapat diserap oleh pasar yang menjadi target dari
perusahaan sosial itu sendiri .
4. Menciptakan pasar bagi produk sosial ennterprise
Sebuah usaha selain harus kualitas produk juga harus meikirkan pasar mana
yang akan menjadi target sasaran dari produk. Produk yang biasanya
ditawarkan oleh social enterprise adalah produk yang dibutuhkan oleh
masyarakat karena social enterprise dalam mendorong baik input maupun
outputnya adalah berorientasi sosial. Untuk menjamin agar produk yang di
produksi oleh social enterprise maka harus dilakukan segmentasi pasar dan
pasar yang potensial adalah masyarakat sasaran dari social enterprise itu
sendiri. Sehingga setiap produk yang dikeluarkan oleh social enterprise dapat
langsung diserap pasar dan keuntungan untuk kebutuhan operasional maupun
kegiatan sosial. Kebijakan menciptakan usaha masyarakat, perlindungan
kepada usaha masyarakat, dan juga menciptakan pasar bagi produk social
enterprise merupakan sebuah kebijakan untuk menjaga keberlangsungan dari
social enterprise dan menjaganya dari kegagalan finansial maupun kegagalan
manajerial sehingga proses penyelesaian masalah sosial yang dilakukan oleh
social enterprise tidak terhambat.

3. Tips Menyusun rencana bisnis sosial interprise


Ketertarikan terhadap social entrepreneurship di Indonesia semakin luas. semakin banyak
orang yang ingin menjadi bagian dari arus ini, dan banyak juga yang kebingungan
bagaimana memulainya. Berikut ini ada tips bagaimana membentuk sosial interprise:
1. Menyeimbangkan keuntungan dan dampak
Di dalam social enterprise terdapat double bottom line, yaitu ada komunitas yang
diuntungkan, namun secara otomatis juga bisa mendapatkan profit dari kegiatan yang
dilakukan. Semakin banyak komunitas blue collar yang diuntungkan, maka akan
semakin banyak pula mendapatkan profit dari perusahaan yang menjadi channel.
2. Menjaga kepercayaan dari para channel
Dengan cara menjalin interaksi pihak-pihak yang sebenarnya butuh untuk melakukan
kebaikan dengan para penerima manfaat dan konten apa yang membeli.
3. Menentukan gaji
Menentukan gaji dapat dilakukan dengan prinsip “Cukup bagi Anda untuk fokus pada
bisnis Anda”. menentukan di level mana social enterprise yang sedang berjalan.
Misalnya, jika profit bisa didapatkan di awal, maka profit dapat langsung dibagikan
ke deviden. Namun jika tidak, perumusan gaji bisa didasarkan pada tingkat evaluasi.
setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Kenali di panggung mana perusahaan sosial berada
b. Harus mencukupi kebutuhan
c. Sejauh mana Anda mau berkorban.
4. Mengenalkan model bisnis ke publik
Hal ini dapat dilakukan dengan cara mendatangi berbagai acara bisnis untuk
menumbuhkan kesadaran mengenai apa yang ingin dibawa. Kemudian, untuk
membentuk tim di awal, gaet orang-orang yang memang mau membantu. Ceritakan
gairah di bisnis yang sedang dijalankan, dan jangan lupa untuk selalu menetapkan
standar orang seperti apa yang dicari.

Kesimpulan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan ekosistem kewirausahaan


sosial di Indonesia masih belum ideal untuk mendukung tumbuh suburnya wirausaha-wirausaha sosial
baru. Hal ini mungkin karena perkembangan kewirausahaan sosial di Indonesia saat ini masih dalam
tahap awal. .Jika diibaratkan dengan masa tumbuh kembang manusia, perkembangan kewirausahaan
sosial kita saat ini seperti bayi yang baru bisa. Beberapa dukungan memang sudah ada, namun
hambatan juga masih cukup banyak. Masalah sosial yang harus kita tanggulangi juga masih banyak.

Kemiskinan menjadi penyakit laten yang sulit untuk diselesaikan dengan metode
konvensional, dalam menghilangkan permasalahan yang dibutuhkan sebuah gerakan yang berbeda
dan inovatif. Salah satu gerakan inovatif alam berusaha mengatasi permasalahan kemiskinan adalah
dengan menciptkan usaha sosial. Perusahaan sosial adalah suatu bentuk dari kewirausahaan yang
tidak berorientasi pada keuntungan, melainkan berorientasi pada penyelesaian permasalahan sosial.
Kewirausahaan sosial dianggap dapat membantu dalam penyelesaian permasalahan sosial dengan
asumsi bahwa sebuah kewirausahaan dapat memberikan kekuatan finansial kepada para pelaku dan
menciptakan dari usaha sosial tersebut. Layaknya sebuah usaha pada umumnya, sebuah perusahaan
sosial tidak lepas dari kegagalan suatu usaha adalah dengan ekonomi proteksi, ekonomi proteksi akan
memberikan perlindungan kepada sebuah usaha dengan memberikan kbijakan-kebijakan dalam hal
produk, perdagangan dan lainnya. Perusahaan sosial berbasis ekonomi proteksi memberikan
kebijakan baru dalam kegiatannya antara lain menciptakan usaha masyarakat, memberikan
perlindungan terhadap usaha masyarakat, dan menciptakan pasar bagi produk dari perusahaan sosial
itu sendiri.

Daftar Pustaka
Aisyianita, R.A. (2017). Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan di D.I. Yogyakarta Melalui
Pendekatan Kewirausahaan Sosial (Sociopreneurship). Jurnal Media Wisata, Vol 15, No 2.
Ambarwati, T. (2021). Nilai-Nilai Kewirausahaan Dan Komitmen Berwirausaha Terhadap Kinerja
UMKM dengan Strategi Bisnis Sebagai Moderasi. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 8(1).
AZIZAH, L. N. STRATEGI PEMASARAN PADA BISNIS ONLINE NYEMIL CEMIL.
Darung, F., & Kristinae, V. (2021). STRATEGI BISNIS DALAM MENINGKATKAN KINERJA
BISNIS RUMAH MAKAN DI KALIMANTAN TENGAH. JUIMA: JURNAL ILMU
MANAJEMEN, 11(2), 69-78.
Firdaus, N. (2014). Pengentasan Kemiskinan Melalui Pendekatan Kewirausahaan Sosial. Jurnal
Ekonomi dan Pembangunan Vol 22, No. 1.
Firmansyah, H., & Hendra, E. (2015). Implikasi Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Bebas
Terhadap Stabilitas Nilai Rupiah. Asy-Syariah, Vol 17. No 1.
Fildzah, A. N., & Mayangsari, I. D. (2018). Analisis Strategi Promosi pada UMKM Social Enterprise
(Studi Kasus Pascorner Cafe and Gallery). Jurnal komunikasi, 12(2), 101-112.
Ghina, A. (2015). Analisis Penerapan Social Bricolage di Social Enterprise. e- Prosiding Manajemen,
Vol 2, No.1.
Hadi, P., & Nuryanti, S. (2005). Dampak Kebijakan Perlindungan Terhadap Ekonomi Gula Indonesia.
Jurnal Agro Ekonomi, Vol 23. No. 1.
Hulgard, L. (2010). Wacana Kewirausahaan Sosial-Variasi Tema yang Sama. EMES Jaringan
Penelitian Eropa.
IRMAWATI, B., TRIHARJANTI, C., & RETNAWATI, B. B. (2019, November). Pengaruh
Corporate Social Responsibility Intervening Komitmen Organisasional. FORUM
MANAJEMEN INDONESIA KOORDINATOR WILAYAH KALTIMTARA.
Suwarni, E., & Handayani, M. A. (2020). Strategi Pengembangan Bisnis Usaha Mikro Kecil
Menengah Keripik Pisang Dengan Pendekatan Business Model Kanvas. Journal Management,
Business, and Accounting, 19(3), 320-330.
Oktaviana, R. (2019). Strategi Internasional: Global Value Chain, Strategic Alliance, dan Social
Enterprise.
Qonaah, S. (2021). Strategi Bisnis Startup Social Enterprise Wahyoo Dalam Menghadapi Situasi
Pandemi Covid-19. Cakrawala-Jurnal Humaniora, 21(1), 1-9.

GLOSARIUM

Absentiisme absenreeisme: Ketidakhadiran

2. Administrasi: Dalam arti sempit tulis menulis, mencatatkan/pencatatan. Dalam arti luas
penguasaan .

3. Adpertens: Alat untuk me reklamekan barang atau jasa yang dihasilkan/dijual; bentuknya
tertentu dan biasanya dipasang pada media, misalnya surat kabar dan majalah.

4. Afiliasi affiliation: Dalam akuntansi berarti di bawah pengawasan perusahaan lain. Afiliasi
antara perusahaan induk dan anak perusahaan, antara dua perusahaan atau dua organisasi
yang dimiliki dan diawasi oleh perusahaan ketiga.

5. Agen: perantara perdagangan yang nama perusahaan menjualkan barangnya pada daerah
tertentu. Dari istilah ekonomi agen, masih terbagi lagi menjadi lima.

6. Agen del credere: Agen yang menyetujui untuk menjamin prinsipalnya bila terjadi
kerugian karena perpanjangan periode kredit yang diberikan agen atas nama prinsipal pada
pihak ketiga.

7. Agen ekspor: Perantara yang bergerak dalam bidang jasa dan perdagangan barang untuk
diekspor.
8. Agen manufaktur: Petantara yang menjual sebagian produk yang dihasilkan prinsipalnya
dalam daerah penjualan yang terbatas. Harga dan syarat-syarat penjualan ditentukan oleh
prinsipalnya.

9. Agen pembelian: Perantarra yang mewakili pembeli dalam melakukan pembelian barang
yang dibutuhkan. Mereka sering kali mengumpulkan pesanan dari para prinsipalnya dengan
tujuan memperoleh laba yang lebih besar.

10. Agen penjualan: Perantara yang berfungsi sebagai agen penjualan bagi prinsipalnya.
Mereka menjual seluruh hasil produksi prinsipalnya secara kontinu dalam daerah penjualan
yang tidak terbatas.

Anda mungkin juga menyukai