BRKP
BULETIN RISET KEBIJAKAN PERBANKAN
BRKP
BULETIN RISET KEBIJAKAN PERBANKAN
Vol. 3, No. 1, November 2021
Pengarah
Heru Kristiyana, S.H., M.M.
Penasihat
Dr. Teguh Supangkat S.E., Akt., M.Si. CA.
Penanggung Jawab
Dr. Anung Herlianto E.C., S.E., Akt., CA., M.B.A.
Mohamad Miftah, S.E., M.B.A.
Reviewer
Prof. Ir. Roy Sembel, MBA, Ph.D., CSA.
Dr. Sulaeman Rahman Nidar, S.E., M.B.A.
Dr. Irene Rini Demi Pengestuti, M.E.
Dr. Irwan Trinugroho
Andry Asmoro, S.E., M.A.
Mohammad Miftah, CA, SE, MBA
Ayahandayani Kussetyowati, SE, AK, MBA
Woro Kusumaningrum, SE, AK, MACC
Rizal Wisnajaya, SE, MH
Editor Umum
Yudhisti Ramadiantio
Nila Khusnika Sari
Sekar Dwi Nadesky
Kontributor
M. Saeful Hakim dan Alif Ihsan A Fahta, Universitas Indonesia
Ihsanul Ihwan dan Aisyah Assalafiyah, International Islamic University dan Tazkia Institute Bogor
Tri Wahyu Ari Hastuti, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Alexander Natanael S. dan Daniel Wira K., Universitas Diponegoro
Fitri Susilowati, Universitas PGRI Yogyakarta
M. Aulia Putra S. dan Putri Wella H., Kementerian Koordinator bidang Perekonomian
Dina Puji Lestari dan Putri Permatasari, Universitas Siliwangi
KATA PENGANTAR
P
uji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa, karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya, Buletin Riset Kebijakan Perbankan (BRKP) ini dapat diterbitkan.
Penerbitan BRKP Vol. 4, No. 1 November 2021 ini merupakan salah satu upaya
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mendorong peningkatan publikasi riset mengenai
kebijakan dan perkembangan industri perbankan untuk mewujudkan kebijakan berbasis
penelitian (research-based policy). Hal tersebut sangat mendukung pelaksanaan tugas
pokok OJK dalam mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan, termasuk sektor
perbankan.
Penerbitan BRKP kali ini menyajikan sejumlah karya terpilih hasil kompetisi
tahunan Call for Paper Seminar Riset Kebijakan Perbankan OJK tahun 2021 dengan
tema “Memperkuat Ketahanan dan Digitalisasi Sektor Perbankan untuk mendukung
Pemulihan Ekonomi saat Pandemi”. Karya ilmiah dalam BRKP ini telah melalui proses
penjurian yang selektif oleh dewan juri yang terdiri dari akademisi, praktisi, dan
tim OJK. Beragam topik menarik terkait penguatan perbankan di masa pemulihan
ekonomi pascapandemi disajikan dengan mengidentifikasi permasalahan yang ada,
menganalisis berdasarkan teori dan metodologi yang sesuai kaidah keilmuan, dan
memberikan kesimpulan serta rekomendasi kebijakan yang bermanfaat terhadap
perumusan kebijakan OJK.
Sebagaimana kita ketahui bersama, pandemi Covid-19 yang melanda dunia
sejak tahun 2020 lalu memberikan tekanan yang berat bagi perekonomian. Berbagai
kebijakan pembatasan mobilisasi masyarakat dalam rangka menekan laju penyebaran
Covid-19 berdampak pada tertekannya sisi supply dan demand secara bersamaan,
yang berakibat pada menurunnya pendapatan masyarakat. Berbagai kebijakan untuk
menstimulasi perekonomian baik dari sisi supply maupun demand telah dikeluarkan
oleh otoritas fiskal dan moneter, termasuk OJK. Dari sisi supply, pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan stimulasi berupa penurunan tarif pajak dan transfer payment
berupa peningkatan perlindungan sosial, sementara dari sisi demand telah dilakukan
upaya untuk menjaga cash flow dan menjaga keberlanjutan usaha dari para pelaku
usaha.
Deputi Komisioner
Pengawas Perbankan I
Otoritas Jasa Keuangan
Teguh Supangkat
Daftar Isi
Abstrak
Krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19 memaksa lembaga keuangan
seperti bank untuk bersiap menghadapi tantangan masa depan yang sulit dan
beragam. Dengan menggunakan data finansial bank yang terdiri atas 78 bank di
Indonesia selama 13 triwulan sejak triwulan I tahun 2018 hingga triwulan I 2021,
penelitian ini menggunakan model random effect untuk menginvestigasi dampak
pandemi COVID-19 terhadap stabilitas keuangan dan kinerja bank di Indonesia
dalam accounting-based performance dan risk-based indicators. Penelitian ini
menemukan bahwa pandemi COVID-19 memengaruhi efisiensi operasi dan
secara tidak langsung signifikan risiko serta performa bank. Selain itu, peneliti juga
menemukan dampak perbedaan karakteristik bank sebagai determinan performa
dan risiko bank. Berdasarkan temuan, peneliti menyarankan regulator untuk
merumuskan strategi agar dapat memastikan bahwa risiko yang muncul di sektor
perbankan saat ini tidak akan membuat Indonesia jatuh ke krisis lainnya di saat
nantinya kita sudah mulai pulih dari pandemi COVID-19.
Abstract
A pandemic-led economic crisis has forced financial institutions such as banks
to face a future with multiple problems and challenges. Using financial data from 78
banks in Indonesia for 13 quarters from the first quarter of 2018 to the first quarter
of 2021, this study uses random effects regression model to investigate the impact
of the COVID-19 pandemic on the finances and performance of banks in Indonesia
in terms of performance-based accounting and risk-based indicators. This study
found that the COVID-19 pandemic affected the company’s operational efficiency
and risk and indirectly bank performance. In addition, this paper also saw the impact
of differences in bank characteristics as the determinant of bank performance and
risk. Based on the findings, this study suggests regulators formulate strategies to
ensure that the risks in the banking sector today will not make Indonesia fall into
another crisis when the economy starts to recover from the COVID-19 pandemic.
1. Pendahuluan
Krisis yang bermula dari krisis kesehatan akibat pandemi COVID-19 dengan
cepat berkembang menjadi krisis ekonomi akibat kebijakan pembatasan mobilitas
masyarakat di berbagai daerah untuk mengurangi penyebaran COVID-19.
Penurunan aktivitas ekonomi di Indonesia terlihat pada triwulan I dan triwulan II
2020 dengan pertumbuhan ekonomi mencapai -5,32% (Y-o-Y) pada triwulan II
2020, tingkat terendah dalam dua dekade terakhir (LPEM, 2021). Ketidakpastian
penanganan pandemi dan ekspektasi pemburukan kinerja ekonomi ke depan
tentunya juga menimbulkan tekanan pada stabilitas sistem keuangan di Indonesia.
Kejutan secara mendadak berupa pandemi ini mengharuskan lembaga
keuangan seperti bank untuk bersiap menghadapi tantangan masa depan yang
sulit dan beragam. Penyebaran gejolak ini telah mempengaruhi aktivitas perbankan
di banyak negara dan telah memicu reaksi kehati-hatian dari para deposan (Barua,
2020; Baldwin dan di Mauro, 2020; Sharma et al., 2020). Pada saat yang sama,
terdapat dampak operasional dari usaha bank untuk menjaga operasi keuangan
yang hemat biaya, profitabilitas, dan pemenuhan kebutuhan permodalan sehingga
layanan perbankan tetap berjalan di tengah pandemi (Elnahass et al., 2021).
Di Indonesia, krisis yang sedang berlangsung memberikan fraksi dampak
terhadap masyarakat. Terjadi peningkatan tabungan kelompok menengah ke atas
bersamaan dengan penurunan tabungan kelompok masyarakat termiskin (LPEM,
2021). Selain itu, pandemi COVID-19 menyebabkan pertumbuhan kredit mengalami
penurunan drastis dan mencatatkan pertumbuhan negatif pertamanya sejak Krisis
Finansial Asia tahun 1998 dikarenakan mengganggu dunia usaha (LPEM, 2021).
Kedua hal tersebut memberi tekanan besar pada sektor perbankan akibat tidak
mampunya sektor perbankan menyalurkan likuiditas ke pinjaman yang produktif
pada sektor riil (LPEM, 2021). Banjirnya likuiditas pada sektor perbankan tanpa
adanya penyaluran yang produktif ke sektor riil diterjemahkan menjadi performa
perbankan yang suram. Hal tersebut dibuktikan dengan loan to deposit ratio (LDR)
yang mencapai titik terendahnya dalam delapan tahun terakhir. Ancaman lain
perhatian yang sangat penting bagi pembuat kebijakan. Sejauh mana efek
pemulihan selanjutnya pada stabilitas perbankan akan tergantung pada efektivitas
tindakan kebijakan yang diambil untuk mendukung industri perbankan global dan
sejauh mana kepercayaan publik dalam pemulihan industri (Elnahass et al., 2021).
Penelitian terdahulu telah berhasil meneliti berbagai determinan atas
performa bank serta risiko yang dimiliki oleh bank. Dalam konteks performa bank,
penelitian awal dilakukan oleh Bourke (1989) serta Demirgüç-Kunt dan Huizinga
(1999) dengan menggunakan return dan net interest margin. Kemudian, penelitian
yang dilakukan oleh Goddard et al. (2004) dan Heffernan dan Fu (2010) dengan
menggunakan return on average asset dan equity. Penelitian juga dilakukan dalam
konteks negara seperti Angbazo (1997), Miller dan Noulas (1997), dan Kosmidou
(2008). Selain itu, terdapat penelitian dengan analisis pada tingkat regional dan
multinegara seperti penelitian yang dilakukan oleh Molyneux dan Thornton (1992),
Staikouras dan Wood (2004), serta Menicucci dan Paolucci (2016). Penelitian pada
konteks tersebut juga diperkaya oleh penemuan dari Guisse (2012), Al-Baidhani
(2013), Terraza (2015), Al-Hawari (2006), Fernandes et al. (2021), dan Olokoyo et
al. (2021).
Penelitian juga difokuskan pada konteks risiko perbankan seperti yang
dilakukan oleh Stiroh (2006), Haq dan Heaney (2012), Zhang et al. (2016), dan Trinh
et al. (2020). Penelitian mengenai determinan performa dan risiko di Indonesia
juga telah berhasil dilakukan oleh Setiawan dan Hermanto (2017), Hidayanti et al.
(2021), dan Manurung et al. (2020). Meskipun begitu, penelitian mengenai dampak
COVID-19 terhadap aspek risiko dan profitabilitas masih terfokus pada penelitian
tingkat dunia atau di negara lain seperti Park dan Shin (2021), Elnahass et al., (2021),
dan Hladika (2021).
Kekosongan penelitian tersebut mendorong peneliti untuk melakukan analisis
pada konteks: (i) accounting-based dan (ii) risk-based indicators perbankan setelah
adanya pandemi COVID-19 di Indonesia. Temuan dalam studi ini memberikan
implikasi kebijakan yang berharga untuk regulator dan pelaku pasar yang terlibat
dengan sektor perbankan di Indonesia dan sistem perbankan yang berbeda.
Temuan ini juga penting bagi deposan dalam hal memilih antara bank syariah dan
konvensional atau bank asing dan lokal selama periode keuangan yang penuh
tekanan ini, dan bagi manajer bank yang ingin mengidentifikasi pendorong utama
stabilitas keuangan bank.
2.2. Metodologi
Peneliti mengadopsi model yang dibuat oleh Elnahass et al (2021). Model
tersebut digunakan untuk mengetahui dampak dari adanya pandemi COVID-19
pada risiko serta kinerja perbankan. Dalam meneliti dampak tersebut, peneliti
menggunakan variabel accounting-based performance seperti return on asset
(roa), return on equity (roe), return on average asset (roaa), return on average
equity (roae), serta beban operasional terhadap pendapatan operasional (bopo)
untuk mengukur dampak kemunculan pandemi COVID-19 terhadap kinerja bank
di Indonesia. Selanjutnya, untuk mengukur perubahan tingkat risiko pada bank di
Pada model tersebut, Yit merupakan variabel dependen yang terdiri dari
accounting-based performance serta risk-based indicators. Selanjutnya, peneliti
memasukkan variabel dummy berupa covidt, islamici, dan asingi. Pada variabel
covidt, bank akan mendapatkan nilai satu (=1) ketika bank diobservasi pada
triwulan dengan kasus COVID-19 di Indonesia. Sedangkan untuk dua variabel
dummy lainnya, yaitu islamici dan asingi, bank akan mendapatkan nilai satu ketika
bank merupakan bank syariah serta mendapatkan nilai satu jika bank merupakan
bank asing. Selanjutnya, peneliti memasukkan Ω (variabel kontrol) pada model.
Variabel tersebut berisikan variabel keterlibatan pada program laku pandai
(lakupandai), penerapan open API (openapi), ketersediaan layanan mobile banking
(mobinetbank), bentuk logaritma natural dari total aset bank (size), leverage yang
ditunjukkan oleh rasio antara total liabilitas dengan total aset (leverage), posisi
likuiditas yang ditunjukkan oleh rasio antara total kas dengan total aset (cashta),
serta variabel makroekonomi berupa bentuk logaritma natural dari pendapatan
per kapita (gdp). Selain itu, peneliti juga memasukkan interaksi dari variabel kontrol
dengan variabel covidt.
interaksi antara kedua variabel tersebut menjelaskan bahwa risiko aset bank yang
menerapkan layanan mobile banking lebih tinggi. Hal tersebut ditunjukkan oleh
penurunan roasdroa pada Tabel 3 kolom 3 baris 14. Kondisi tersebut dapat terjadi
dikarenakan setelah memasukkan variabel interaksi variabel covid tidak signifikan.
Hal tersebut menjelaskan bahwa mobile banking merupakan perantara antara
dampak pandemi COVID-19 terhadap bank. Selain itu, pada Tabel 3 kolom 4 baris
14, ditemukan bahwa interaksi antara kedua variabel menurunkan bopo sebesar
-4.8. Penurunan tersebut mengindikasikan bahwa pada kondisi pandemi, bank
yang menerapkan layanan mobile banking memiliki efisiensi yang lebih tinggi.
1.covid#1.
-4.420***
lakupandai
(0.821)
1.covid#1.
-1.213* -4.799**
mobinetbank
(0.683) (2.330)
Constant 94.04* 96.47* 93.32* -118.7
(52.01) (51.56) (52.24) (178.5)
Observations 1,014 1,014 1,014 1,014
Number of bank 78 78 78 78
banking, laku pandai, dan open banking akan meningkatkan risiko bank pada masa
pandemi COVID-19. Meskipun penerapan mobile banking meningkatkan risiko
bank, penerapan tersebut akan meningkatkan efisiensi bank pada masa pandemi.
Melalui hasil penelitian ini, peneliti menyarankan kepada otoritas regulator
terkait untuk segera merumuskan strategi agar dapat memastikan bahwa dampak
yang ditimbulkan oleh kemunculan pandemi COVID-19 terhadap sektor perbankan
menjadi minimal. Selain itu, dengan melihat bahwa model bisnis bank syariah
memiliki risiko aset yang lebih rendah di saat pandemi COVID-19, maka perlu bagi
otoritas regulator terkait untuk segera mendorong pengembangan perbankan
syariah dalam masyarakat dan sistem perbankan. Di sisi lain otoritas regulator
terkait perlu membantu bank asing untuk membuat skema yang terkait dengan
upaya meminimalkan risiko default dan likuiditas. Sementara untuk perbankan,
peneliti menyarankan bahwa bank perlu menerapkan manajemen risiko untuk
dapat meminimalkan risiko aset. Dengan adanya usaha untuk dapat mencegah
kenaikan risiko aset, bank dapat mendorong penggunaan mobile banking agar
bank memiliki efisiensi yang lebih tinggi. Selain itu bank perlu membuat framework
yang tepat dalam menjalankan laku pandai dan open banking guna meminimalisasi
risiko aset.
Ke depannya, penelitian lebih lanjut dapat menggunakan data mobilitas
penduduk agar dapat melihat dampak aktivitas ekonomi secara riil terhadap
stabilitas keuangan dan performa perbankan di Indonesia. Selain itu, penelitian
juga dapat menggunakan sistematika baru sehingga dapat menginkorporasi
bank perkreditan rakyat. Selanjutnya, penelitian dapat ditingkatkan dengan
menggunakan market-based performance sebagai pelengkap accounting-based
performance dan risk-based indicators agar dapat memberikan hasil penelitian
yang lebih beragam.
Daftar Referensi
Abdelsalam, O., Elnahass, M., Ahmed, H., & Williams, J. (2020). Asset securitizations
and bank stability: evidence from different banking systems. Global Finance
Journal, 100551.
Al-Baidhani, A. M. (2013). The effects of corporate governance on bank performance:
Evidence from the Arabian Peninsula. SSRN Electronic Journal, 1-31.
Al-Hawari, M. (2006). The effect of automated service quality on bank financial
performance and the mediating role of customer retention. Journal of Financial
Services Marketing, 10(3), 228-243.
Angbazo, L. (1997). Commercial bank net interest margins, default risk, interest-
rate risk, and off-balance sheet banking. Journal of Banking & Finance, 21(1),
55-87.
Baldwin, R., & di Mauro, B. W. (2020). Economics in the time of COVID-19: A new
eBook. VOX CEPR Policy Portal, 2-3.
Barua, S. (2020). Understanding Coronanomics: The economic implications of the
coronavirus (COVID-19) pandemic. Available at SSRN 3566477.
Beck, T., & Levine, R. (2004). Stock markets, banks, and growth: Panel evidence.
Journal of Banking & Finance, 28(3), 423-442.
Berger, A. N., & Sedunov, J. (2017). Bank liquidity creation and real economic
output. Journal of Banking & Finance, 81, 1-19.
Bourke, P. (1989). Concentration and other determinants of bank profitability in
Europe, North America and Australia. Journal of Banking & Finance, 13(1), 65-
79.
Demirgüç-Kunt, A., & Huizinga, H. (1999). Determinants of commercial bank
interest margins and profitability: some international evidence. The World
Bank Economic Review, 13(2), 379-408.
Elnahass, M., Trinh, V. Q., & Li, T. (2021). Global banking stability in the shadow of
Covid-19 outbreak. Journal of International Financial Markets, Institutions and
Money, 72, 101322.
Fernandes, G., dos Santos Mendes, L., & de Oliveira Leite, R. (2021). Cash holdings
and profitability of banks in developed and emerging markets. International
Review of Economics & Finance, 71, 880-895.
Goddard, J., Molyneux, P., & Wilson, J. O. (2004). The profitability of European
banks: a cross‐sectional and dynamic panel analysis. The Manchester School,
72(3), 363-381.
Guisse, M. L. (2012). Financial performance of the Malaysian banking industry:
Domestic vs foreign banks (Doctoral dissertation, Eastern Mediterranean
University (EMU)).
Haq, M., & Heaney, R. (2012). Factors determining European bank risk. Journal of
International Financial Markets, Institutions and Money, 22(4), 696-718.
Heffernan, S. A., & Fu, X. (2010). Determinants of financial performance in Chinese
banking. Applied Financial Economics, 20(20), 1585-1600.
Hidayanti, U., Pratiwi, L. N., & Tamara, D. A. D. (2021). Analisis Perbandingan Kinerja
Keuangan Sebelum dan Setelah Penerapan Program Branchless Banking.
Journal of Applied Islamic Economics and Finance, 1(2), 276-296.
Hladika, M. (2021). IMPACT OF COVID-19 PANDEMIC ON THE LOANS QUALITY,
PROVISIONS AND PROFITABILITY OF THE BANKING SECTOR. In Economic
and Social Development (Book of Proceedings), 69th International Scientific
Conference on Economic and Social (p. 138).
Jayaratne, J., & Strahan, P. E. (1996). The finance-growth nexus: Evidence from bank
branch deregulation. The Quarterly Journal of Economics, 111(3), 639-670.
Kosmidou, K. (2008). The determinants of banks’ profits in Greece during the period
of EU financial integration. Managerial finance.
Levine, R., & Zervos, S. (1998). Stock markets, banks, and economic growth.
American economic review, 537-558.
LPEM. (2021). Seri Analisis Makroekonomi: Indonesia Economic Outlook, Triwulan
I-2021. https://www.lpem.org/id/macroeconomic-analysis-series-indonesia-
economic-outlook-q1-2021/
Manurung, A. H., Hutahayan, B., & Deniswara, K. (2020). Determinant of Bank Risk
in Indonesia.
Menicucci, E., & Paolucci, G. (2016). Factors affecting bank profitability in Europe:
An empirical investigation. African Journal of Business Management, 10(17),
410-420.
Miller, S. M., & Noulas, A. G. (1997). Portfolio mix and large-bank profitability in the
USA. Applied Economics, 29(4), 505-512.
Molyneux, P., & Thornton, J. (1992). Determinants of European bank profitability: A
note. Journal of banking & Finance, 16(6), 1173-1178.
Olokoyo, F., Ibhagui, O., Babajide, A., & Yinka-Banjo, C. (2021). THE IMPACT OF
MACROECONOMIC VARIABLES ON BANK PERFORMANCE IN NIGERIA.
Savings and Development, 42, 31-47.
Otoritas Jasa Keuangan. (2021). Statistik Perbankan Syariah. https://www.ojk.go.id/
id/kanal/syariah/data-dan-statistik/statistik-perbankan-syariah/Default.aspx
Özsoy, S. M., Rasteh, M., Yönder, E., & Yücel, M. (2020). COVID-19 Impacts on Bank
Stability in a Liquidity-Backed Environment. Available at SSRN 3713526.
Pappas, V., Ongena, S., Izzeldin, M., & Fuertes, A. M. (2017). A survival analysis of
Islamic and conventional banks. Journal of Financial Services Research, 51(2),
221-256.
Park, C. Y., & Shin, K. (2021). COVID-19, nonperforming loans, and cross-border
bank lending. Journal of Banking & Finance, 106233.
Rahma, A. (2021). Kredit Bank Asing di Indonesia Turun Tajam, Ini Alasannya.
liputan6.com. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4519646/kredit-bank-
asing-di-indonesia-turun-tajam-ini-alasannya
Setiawan, A., & Hermanto, B. (2017). Comparative study: determinant on banking
profitability between buku 4 and buku 3 bank in indonesia. Benefit: Jurnal
Manajemen dan Bisnis, 2(1), 92-101.
Sharma, P., Leung, T. Y., Kingshott, R. P., Davcik, N. S., & Cardinali, S. (2020).
Managing uncertainty during a global pandemic: An international business
Abstrak
Selama dua tahun terakhir, pandemi COVID-19 telah mempengaruhi industri
perbankan, baik bank konvesional maupun syariah. Pada era berkelanjutan
saat ini, peningkatan efisiensi merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai
oleh perbankan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efisiensi perbankan,
khususnya pada masa pandemi COVID-19 terhadap 30 bank di Indonesia dalam
kurun waktu 6 tahun, dari tahun 2015 hingga 2020. Metode Data Envelopment
Analysis (DEA) digunakan sebagai metode penelitian dalam mengukur efisiensi.
Hasil DEA juga digunakan untuk mengidentifikasi variabel input dan output yang
harus ditingkatkan jika suatu Decision Making Unit (DMU) perlu meningkatkan
efisiensinya dalam bentuk potential improvement. Hasil penelitian menunjukkan
bahwasanya COVID-19 berdamapak pada efisiensi perbankan, yang juga
dikonfirmasi dengan Return to Scale (RTS) yang termasuk pada kategori Decreasing
Return to Scale (DRS). Perbankan syariah mendapatkan skor 0.66, lebih tinggi
daripada bank konvesional dengan skor 0.59. selain itu, variabel paling penting
untuk ditingkatkan oleh perbankan selama pandemi adalah output pembiayaan
(total kredit atau total pembiayaan).
Abstract
Over the past two years, the COVID-19 pandemic has affected the banking
industry, both conventional and Islamic. In the current sustainable era, increasing
efficiency is one of the goals to be achieved by banks. This study aims to measure
banking efficiency, especially during the COVID-19 pandemic in 30 banks in Indonesia
over a 6 years period, from 2015 to 2020. Data Envelopment Analysis (DEA) was
employed as a research method in measuring efficiency. The DEA results are also
used to identify input or output variables that must be improved if the Decision-
Making Unit (DMU) needs to improve efficiency in form of potential improvement.
The results showed that COVID-19 had an impact on banking efficiency, also
confirmed by Return to Scale (RTS) which was included in the Decreasing Return to
Scale (DRS) category. Islamic banking got a higher score of 0.66 than conventional
banking with a score of 0.59. In addition, the most important variable performance
to be improved by banks during the pandemic is financing output (total credit or
total financing).
1. INTRODUCTION
1.1. Background
The banking industry aims to serve people with surplus and deficit to improve
their standard of living (Julia & Kassim, 2020). Various countries currently have
implemented a dual banking system mechanism where there is a conventional
banking system and a sharia banking system in the banking industry (Yunita,
2020). Therefore, banks continue to strive to grow and improve their efficiency
performance. Islamic banking itself has existed for more than three decades, but
its market acceptance is relatively lower when compared to conventional banks
(Shaikh et al., 2020). However, Islamic banking specifically seeks to develop the
economy by increasing real economic activities that following sharia principles
(Muneeza & Mustapha, 2020).
Various policies issued by governments in various countries aim to maximize
banking efficiency so that they can be more optimal in realizing financial prosperity
and economic equity, especially in the era of the COVID-19 pandemic, where most
countries in the world are affected (Jamaruddin & Markom, 2020). COVID-19 has
become a global challenge and has had devastating consequences in terms of
pandemics, economic and social problems (Shahabi et al., 2020), including in the
banking industry.
The impact of COVID-19 on the banking industry sector was initiated by the large
number of business owner customers who had difficulty paying their obligations
to banks, resulting in bad loans. The increase in the ratio of non-performing loans
(NPL) and funding freezes are one of the direct impacts of COVID-19 in the banking
industry (Baldwin & Weder, 2020).
(Jaelani & Hanim, 2020), either through the restructuring process, increasing
the financing period, or providing a grace period of 3-6 months in the future. for
customers affected by COVID-19 (Habibah, 2020).
Many conventional and Islamic banks have implemented restructuring policies
(Iskandar et al., 2020), however, restructuring is not abolition, but provides leeway
to pay off debts or financing payments, so that these funds are not recorded as bad
loans. In the Islamic banking system, this restructuring policy follows the principle
of granting suspensions to problematic customers, as stated in the Al-Quran Surah
Al-Baraqah verse 280.
1.2. Objective
This research has several objectives. Among them are measuring the level of
efficiency of banking in Indonesia during the 2015-2020 period. In addition, it also
analyzes the potential improvement of the slack value between the original data
and the projected data. This is done to identify input or output variables that need
to be improved to produce efficient banking performance.
This research is structured as follows. The second part discusses in general the
theoretical background of banking development and some previous research. The
third section describes the methodology, which consists of data and development
models. The fourth section presents the results of research on bank efficiency in
Indonesia as well as provides an analysis of the most efficient banks and provides
an explanation of potential improvements. The fifth section is the closing, which
contains a summary of the main discussions and recommendations.
2. LITERATURE REVIEW
2.1. Background Theory
The pandemic has hurt the economic and financial sectors, several financial
institutions including banks have reported losses or decreased profits caused by
the increased depreciation of credit scores related to COVID-19. This has resulted
in the attention of countries in the world shifting from the problem of the spread
of disease to focusing on the economic and financial consequences for the nation
and society (Rusydiana, 2021).
From January 2008 to December 2019 before the pandemic, financial crises
in the financial sector occurred several times. It was recorded in 2008 as a global
financial crisis that had a major impact on the stability of the financial sector
including banking, however, the capital of the banking industry, especially Islamic
banking, was still able to survive (Yunita, 2020). The occurrence of the COVID-19
pandemic then had a negative impact in the form of a very severe economic crisis
and had an impact on changes in the structure of the global economic order
(Shahabi et al., 2020).
The shocks that occurred around the world as a consequence of the measures
taken to contain the virus have severely hampered the economic and financial
sectors. Funds channeled from financial institutions to community businesses, as
well as corporations, are affected. The existence of regional quarantine also causes
banking products not to be distributed properly (Aisyah et al., 2020). This causes
the financial system to erode, including conventional bank interest rates, because
many banks have to lower their loan interest rates. As a result of this pandemic,
the financial sector, including banking financial institutions, as one of the industries
predicted to be affected, needs to develop innovations that can to increase the
efficiency of its performance (Afandi, 2020).
3. METHODOLOGY
3.1. Method
This research uses a quantitative non-parametric approach, Data Envelopment
Analysis (DEA). DEA was originally developed by Charnes, Cooper & Rhodes
(1978) and later expanded by Banker, Charnes, & Cooper (1984) to measure the
productivity and efficiency of business units. This allows for multiple outputs
(weighted) and multiple inputs (weighted) in measuring productivity or efficiency,
usually referred to as a weighted output level resulting from a given input. In the
efficiency literature, DEA is widely used to measure technical efficiency, including
the efficiency of financial institutions (Sharma et al., 2013). DEA method can also
provide information about Decision Making Unit (DMU) (in this context is banking
in Indonesia), that do not use efficient inputs and causes of inefficiencies, both
in input and output variables. Last, this method can generate information on how
much input and output must be adjusted to have a maximum relative efficiency
value.
A business unit is said to be efficient if it can produce maximum output for
a certain level of input, or if it can minimize costs for a certain level of output.
Ozcan (2008) divides efficiency into several aspects: technical efficiency, scale
3.2. Data
This study focuses on analyzing the efficiency of 30 banks (both conventional
and syariah) in Indonesia, in the 2015 to 2020 period. The input variables used in
this study are fixed asset, labor cost, dan third-party-funds, whereas output variabel
used are total financing and operating revenues. The selection of input-output
variables is in line with Sufian (2007), Ascarya &Yumanita (2008) and, Rusydiana &
Marlina (2019). Data related to the input and output variables used were obtained
from the financial statements and annual reports of each bank The analytical tool is
the MAXDea 8 software. The efficiency score should range between zero and one.
The radial distance from the projected production limit to the considered DMU is
reflected in the efficiency score (Kamarudin et al., 2017).
Input
Output
Since the DEA window analysis method Based on the input variable, Third
Party Funds (TPF) is the variable with the largest number, far above other variables.
The average Third Party Funds (TPF) of banking in Indonesia is Rp. 134,160,295, with
the largest value of Rp. 1,087,555,173, and the smallest of Rp. 40,162. Meanwhile,
based on the output variable, the amount of financing has an average value that
is greater than operating income, which is Rp. 114,440,359. The largest value of the
variable amount of financing is Rp. 899,458,207, and the smallest value is Rp. 5,066.
This discussion will show the efficiency level of 30 banks in Indonesia during
the 2015-2020 period using the DEA method. The results will be displayed through
an efficiency score with a range of 1-10%. A score of 100% describes the bank’s
ability to manage their input and output variable already optimal. Meanwhile, if
the efficiency score is further away from 100%, it can be indicated that the bank is
inefficient or has not managed its input dan output variable optimally. The efficiency
scores after data processing can be seen in the following table:
CRS
DMU
2015 2016 2017 2018 2019 2020
Mandiri 0,63 0,72 0,66 0,70 0,66 0,60
BRI 0,57 0,66 0,61 0,60 0,61 0,55
BCA 0,61 0,62 0,61 0,63 0,65 0,65
BTN 0,92 0,90 0,85 1,00 0,92 0,90
BNI 0,64 0,64 0,61 0,62 0,62 0,63
CIMB Niaga 0,45 0,49 0,47 0,46 0,47 0,42
OCBC NISP 0,54 0,51 0,53 0,56 0,54 0,47
Panin 0,51 0,57 0,55 0,61 0,59 0,65
Danamon 0,65 0,69 0,67 0,67 0,68 0,61
BTPN 0,63 0,57 0,56 0,64 0,80 0,70
Permata 0,59 0,45 0,48 0,47 0,62 0,63
Maybank Indonesia 0,55 0,56 0,53 0,55 0,54 0,48
Mega 0,63 0,61 0,59 0,55 0,54 0,63
HSBC 1,00 0,64 0,51 0,60 0,51 0,39
DKI Bank 0,63 0,77 0,61 0,72 0,60 0,51
DBS Bank 0,56 0,53 0,53 0,49 0,52 0,56
Aceh Syariah Bank 1,00 0,46 0,56 0,59 0,54 0,48
CRS
DMU
2015 2016 2017 2018 2019 2020
BPD NTB Syariah 0,92 0,82 1,00 1,00 0,65 0,65
Muamalat 0,66 0,53 0,55 0,46 0,44 0,43
Victoria Syariah 0,72 0,57 0,63 0,67 0,70 0,78
BRI Syariah 0,77 0,78 0,73 0,80 0,74 0,79
BNI Syariah 0,65 0,59 0,60 0,54 0,51 0,46
BSM 0,70 0,67 0,65 0,69 0,68 0,73
Jabar Banten Syariah Bank 0,77 0,66 0,60 0,62 0,61 0,59
Mega Syariah 0,63 0,67 0,68 0,60 0,65 0,71
Panin Dubai Syariah 1,00 0,77 0,67 0,59 0,82 0,85
Bukopin Syariah 0,88 0,76 0,66 0,74 0,76 0,97
BCA Syariah 0,50 0,47 0,51 0,55 0,58 0,52
BTPN Syariah 0,86 0,86 0,49 0,54 1,00 0,93
Maybank Syariah Indonesia 1,00 0,99 0,82 1,00 1,00 0,44
Mean 0,70 0,65 0,62 0,64 0,65 0,62
VRS
DMU
2015 2016 2017 2018 2019 2020 RTS
VRS
DMU
2015 2016 2017 2018 2019 2020 RTS
Aceh Syariah Bank 1,00 0,57 0,69 0,70 0,65 0,57 DRS
BPD NTB Syariah 1,00 0,91 1,00 1,00 0,76 0,76 DRS
Jabar Banten Syariah Bank 0,86 0,77 0,70 0,70 0,72 0,70 DRS
Panin Dubai Syariah 1,00 0,84 0,78 0,71 1,00 1,00 DRS
Maybank Syariah Indonesia 1,00 0,99 0,85 1,00 1,00 0,77 IRS
Based on the CRS assumption, none of the banks obtained the maximum
relative efficiency value during the 5-year observation period. BTN obtained the
highest average efficiency score with a score of 0.91, while Bank CIMB Niaga
obtained the lowest average score with a score of 0.46. Meanwhile, based on the
VRS assumption, BRI is the only bank that gets the maximum score, with a relative
efficiency value equal to one during the study period. This result is in line with
the research by Kristianto & Hendrawan (2020) and Hendawan & Nasution (2018),
where BRI is the most efficient bank compared to other banks during the study
period, while BCA Syariah has the lowest efficiency score with an average value of
0.59.
Meanwhile, based on observations during the research period, the average
value of banking efficiency in Indonesia fluctuates every year. Interestingly, there is
a similar pattern, both based on the CRS and VRS assumptions. The value of banking
efficiency in Indonesia decreased from 2015 to 2017. Then there was an increase in
2018 and 2019, and a decline again in 2020. The spread of COVID-19 has already
affected banking activities in many countries, and it has triggered precautionary
reactions on the part of the depositors (eg, withdrawal rates) and counterparties
of financial intermediaries (eg, reducing market funding) (Baldwin et al., 2020). In
Indonesia, overall banking performance also declined when COVID-19 began to
spread (Nugroho et al., 2020).
10%
Besides being able to produce efficiency values, the DEA method can also
produce potential improvements or the level of improvement needed to achieve
optimal efficiency values. So it can be known which variables need to be optimized.
Analysis of potential improvement is carried out using the last year of observation
and is carried out separately from previous years, to describe the real value that
must be achieved. The results of the measurement of potential improvement can
be seen in the figure above.
Based on the analysis of potential improvement, it can be seen that the main
cause of inefficiency in banking is the output variable, where the distribution of
funds for financing has not been optimal. This variable is very dominant in causing
inefficiency compared to other variables, which is 76%. This means that banks
that are not yet efficient should increase the amount of their financing by 76%
to achieve an efficient performance. While the utilization of fixed assets in the
banking period is considered not optimal by 10% in achieving the expected output
so that it becomes the main source of inefficiency in the input variable.
4.2. Discussion
Based on the results of research on Indonesian banking efficiency in the 2015
to 2020 research period, there are several findings that can be used by further
researchers for academic purposes and by regulators as one of the considerations
in making a policy. The first finding is shown by graphs of CCR and BCC scores which
show a timeline of the average development of banking efficiency levels from year
to year and tables of CCR and BCC which show the value of bank efficiency each
year.
Both graphs and tables show that 2020, which is the year COVID-19 began to
spread into a pandemic throughout the world, had an impact on banking efficiency
in general, both Islamic banks and conventional banks. This is in accordance with
research from (Shahabi et al., 2020) which states that developments in the banking
industry indicate that the role of banks in the financial sector has changed a lot as
well as changing customer preferences and demands.
Currently, due to the pandemic and various applicable restrictions, customers
are more interested in using a digital operating system to carry out their banking-
related activities. Financial technology is an innovation that allows banks to be
more efficient in providing services to their customers. Various innovations need
to be carried out by banks in order to facilitate their customers and increase
their declining efficiency level. In the long term, increased customer engagement
enables banks to be more efficient and cost-effective.
In response to reduced efficiency in banking, authorities around the world
are implementing various relief measures to support banks and to ensure the flow
of credit to the real economy while maintaining bank resilience. The steps taken
are for example by providing direct support to borrowers in the form of public
guarantees for bank loans, state subsidies, a moratorium on debt payments, or
encouraging restructuring loans. This effort was carried out to provide flexibility
in financial integrity requirements to help overcome the challenges of banking
efficiency during the COVID-19 pandemic (Feyen et al., 2021).
The next finding from this research is the result of the comparison of the level
of banking efficiency between the categories of Islamic banks and conventional
banks. Islamic banks in 2019 got a score of 0.69225 and decreased in 2020 to
0.664868. Likewise, conventional banks experienced a score of 0.61765 in 2019 and
decreased to 0.587859 in 2020. This data shows that both types of banks, both
sharia and conventional, experienced a decrease in efficiency during the COVID-19
pandemic. However, if the two scores in 2020 are compared, it will be found that
Islamic banks have a higher score, meaning that Islamic banks in terms of efficiency
are better than conventional banks during 2020.
The difference between these two types of industry is basically the point of
Sharia compliance requirements, which refers to the provision of products that are
permitted by Sharia. In addition, Islamic banking needs to protect every transaction
carried out from things that are prohibited in Islamic law, such as usury, gambling,
and obscurity (Jamaruddin & Markom, 2020). Several studies have stated that
Islamic banking is not only able to be more efficient during this pandemic, but also
has the potential an alternative sustainable banking system. The current pandemic
shows that Islamic banks are more stable because they are based on the principles
of risk-sharing, ethics, and morality, and have a social function that safeguards
the interests of the poor and those under crisis (Rabbani et al., 2021). This shows
that it does not mean that Islamic banking is not affected during the COVID-19
pandemic, but that the impact is less than that of conventional banks.
The third finding, this study also compares the level of efficiency between
state-owned banks and private-owned banks to see how the performance of the
two in the last five years, especially during the COVID-19 pandemic in 2020. The
results show that at the beginning of the research period, state banks were able to
achieve a higher efficiency score than private banks, with a score of 0.735051, while
private banks got a score of 0.684931. This difference continued to widen until in
2018, the score gap between the two was even greater with a score of 0.708492
for state banks and 0.596851 for private banks. However, from 2019 to 2020, or
during the COVID-19 pandemic, state banks experienced a more drastic decrease
in efficiency compared to private banks, wherein 2020 state banks scored 0.632275
and Islamic banks scored 0.618144.
Basically, private banks and state banks can freely apply various innovations
to develop their financial services, but the influence of banking services on their
market share may be different, where the system in private banks allows Islamic
banks to do more efforts and development (Nazaritehrani & Mashali, 2020). This
finding can be a consideration for both types of banking to continue to make
Thus, the level of efficiency still needs to be improved in all banks after facing a
decline in 2020 both in Islamic banks, conventional banks, state banks, and private
banks. The entire banking industry must continue to make efficiency efforts by
adjusting to variables that still have a large enough slack value, in accordance with
the table showing potential improvement.
5. CONCLUSION AND RECOMMENDATION
5.1. Conclusion
The results of this study show that the average efficiency score of all banks in
Indonesia included in the 2015-2020 observations fluctuated throughout the study
period. However, in 2020, the average efficiency score decreased both calculated
by CRS and VRS frontier, wherein 2019 the average efficiency score achieved was
0.65 (CRS) and 0.84 (VRS), then decreased in 2020 to a score of 0.62 (CRS) and 0.82
(VRS). This can be explained because the banking industry is affected by COVID-19,
where the impact on banking is caused by bad credit and financing from customers.
Based on the DEA analysis, COVID-19 has more impact on the efficiency level
of conventional banking than Islamic banking, where conventional banking gets
a score of 0.59 and Islamic banking gets a score of 0.66. In addition, government
banking which initially had a high-efficiency score then experienced a more drastic
decline in performance than private banking which experienced an increase before
then declined in 2020.
This study also provides a classification of the potential for improvement for
each input and output variable. The results of the analysis show that Islamic banks
in Indonesia need to improve the output variable of the amount of financing to
achieve optimal efficiency values, because the main cause of inefficiency in banking
is the output variable, namely the distribution of financing is not yet optimal, so
banks need to increase the amount of their financing by 76% in order to achieve
efficient performance.
5.2. Recommendation
Recommendations for practitioners include the need to improve the quality of
human resources in banking and provide innovation in banking products in order
to provide more varied choices for customers so that financing distribution can
REFERENCES
Afandi, M. A. (2020). Switching Intentions among Millennial Banking Customers to
Fintech Lending. IJIEF: International Journal of Islamic Economics and Finance,
3(July), 281–302. https://doi.org/10.18196/ijief.3230
Aisyah, B. N., Yuliani, N. A., Amelia, E., & Nasiroh, F. (2020). Pelarangan Riba dalam
Perbankan: Impact pada Terwujudnya Kesejahteraan di Masa Covid-19. Jurnal
Imara, 4(1), 1. https://doi.org/10.31958/imara.v4i1.2083
Ascarya, A., & Yumanita, D. (2008). Comparing the efficiency of Islamic banks in
Malaysia and Indonesia. Bulletin of Monetary Economics and Banking, 11(2),
95-119. https://doi.org/10.21098/bemp.v11i2.237.
Ascarya. (2012). Efficiency using data envelopment analysis. Working Paper. Center
for Central Banking Education and Studies, April 2012.
Baldwin, R., Weder, B., & Mauro, D. (2020). Economics in the time of COVID-19. In
Economics in the Time of COVID-19. CEPR Press. https://www.ecdc.europa.eu/
en/geographical-distribution-2019-ncov-cases
Banker, R. D., Charnes, A., & Cooper, W. W. (1984). Some models for estimating
technical and scale inefficiencies in data envelopment analysis. Management
Science, 30(9), 1078-1092.
Charnes, A., Cooper, W. W., & Rhodes, E. (1978). Measuring the efficiency of
decision-making units. European Journal of Operational Research, 2(6), 429-
444.
Das, A., & Ghosh, S. (2006). Financial deregulation and efficiency: An empirical
analysis of Indian banks during the post reform period. Review of Financial
Economics, 15(3), 193–221. https://doi.org/10.1016/j.rfe.2005.06.002
Feyen, E., Alonso Gispert, T., Kliatskova, T., & Mare, D. S. (2021). Financial
Sector Policy Response to COVID-19 in Emerging Markets and Developing
Economies. Journal of Banking & Finance, 106184. https://doi.org/10.1016/j.
jbankfin.2021.106184
Habibah, N. F. (2020). Tantangan dan Strategi Perbankan Syariah dalam Menghadapi
Covid-19. Iqtishodiah Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah, 2(1).
Hendrawan, R., & Nasution, A. A. (2018). Assessing Banking Profit Efficiency Using
Stochastic Frontier Analysis. GATR Journal of Finance and Banking Review,
3(4), 67–76. https://doi.org/10.35609/JFBR.2018.3.4(5)
International Monetary Fund. (2021). World Economic Outlook: Managing
Divergent Recoveries. In International Monetary Fund.
Iskandar, A., Possumah, B. T., & Aqbar, K. (2020). Peran Ekonomi dan Keuangan
Sosial Islam Saat Pandemi Covid-19. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I,
7(7), 625–638. https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i7.15544
Jaelani, A., & Hanim, T. F. (2020). Sustainability of Public Finances During The
COVID-19 Outbreak in Indonesia. Al-Amwal: Jurnal Ekonomi Dan Perbankan
Syariah, 12(1), 109–123. https://doi.org/10.24235/amwal.v1i1.6557
Jamaruddin, W. N., & Markom, R. (2020). The Application of Fintech in the Operation
of Islamic Banking Focussing on Islamic Documentation: Post-Covid-19. INSLA
E-Proceedings, 3(1), 31–43.
Julia, T., & Kassim, S. (2020). Exploring green banking performance of Islamic banks
vs conventional banks in Bangladesh based on Maqasid Shariah framework.
Journal of Islamic Marketing, 11(3), 729–744. https://doi.org/10.1108/JIMA-10-
2017-0105
Kamarudin, F., Hue, C. Z., Sufian, F., & Mohamad Anwar, N. A. (2017). Does
productivity of Islamic banks endure progress or regress? Empirical evidence
using data envelopment analysis based Malmquist Productivity Index.
Humanomics, 33(1), 84-118. https://doi.org/10.1108/H-08-2016-0059.
Kamarudin, F., Sufian, F., & Nassir, A. M. (2016). Crisis financiera global, propiedad
y eficiencia de las ganancias en los bancos comerciales estatales y privados
en Bangladesh. Contaduria y Administracion, 61(4), 705–745. https://doi.
org/10.1016/j.cya.2016.07.006
Khalil, F., & Siddiqui, D. A. (2019). Comparative Analysis of Financial Performance
of Islamic and Conventional Banks: Evidence from Pakistan. SSRN Electronic
Journal. https://doi.org/10.2139/SSRN.3397473
Tanwar, J., Seth, H., Kumar, A., & Rao, M. (2020). Revisiting the Efficiency of Indian
Banking Sector: An Analysis of Comparative Models Through Data Envelopment
Analysis. Indian Journal of Finance and Banking, 4(1). www.cribfb.com/journal/
index.php/ijfb
The World Bank. (2021). Global Economy Prospects. In The World Bank Goup.
Vanina Soetanto, T. (2011). Technical Efficiency of Indonesian Commercial Banks: An
Application of Two-Stage DEA. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, 13(2).
Wafik, D., & Tharwat, A. (2015). Investigating Economical Performance for UAE Islamic
Banks versus Commercial Banks. International Journal of Interdisciplinary
Research and Innovations, 3(3), 61–71. www.researchpublish.com
Yunita, P. (2020). The Future of Indonesia Islamic Banking Industry: Bankruptcy
Analyzing the Second Wave of Global Financial Crisis. International Journal of
Islamic Economics and Finance (IJIEF), 3(2), 199–226. https://doi.org/10.18196/
ijief.3227
Zewde Alemu, F. (2016). Evaluating the Technical Efficiency of Commercial Banks
in Ethiopia: A Data Envelopment Analysis. In European Journal of Business and
Management www.iiste.org ISSN (Vol. 8, Issue 28). Online. www.iiste.org
Abstrak
Pandemi Covid-19 yang telah menyebar pada akhirnya membawa risiko yang
buruk bagi perekonomian dunia termasuk wilayah Indonesia khususnya dari sektor
jasa keuangan serta investasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja
jasa keuangan baik bank dan nonbank selama pandemi covid-19 periode triwulan
1 sampai triwulan 4 tahun 2020. Penelitian ini menggunakan metode analisis input-
output. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik kepustakaan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sektor jasa keuangan selama masa pandemi
mengalami gejolak yang berakibat terhadap penurunan permintaan output akhir
perekonomian, penurunan perubahan pendapatan rumah tangga dan perubahan
permintaan kesempatan kerja di sektor jasa keuangan.
Abstract
The Covid-19 pandemic that has spread ultimately carries a bad risk to the
world economy including Indonesia, especially from the financial institutions
and investment sectors. This study aims to analyze the performance of financial
institutions both banks and nonbanks during the covid-19 pandemic period of
the first quarter to the third quarter of 2020. This study uses input-output analysis
method. The types of data used in this study are secondary data and the data
collection techniques used library techniques. The results showed that the financial
institution sector during the pandemic experienced turmoil that resulted in a
decrease in demand for final output of the economy, a decrease in household
income changes and changes in demand for employment opportunities in the
financial institution sector.
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lembaga keuangan seperti bank ataupun nonbank mempunyai tugas dan
wewenang sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Kemudian diubah dalam Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004 tentang kebijakan Bank Indonesia, sebagaimana upaya
pengembangan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) mengalami perubahan
paradigma yang cukup mendasar karena terjadi alih fungsi. Bank Indonesia
tidak dapat lagi memberikan bantuan keuangan atau kredit likuiditas dan dialih
fungsikan kepada pihak lembaga keuangan bank dan nonbank yang berada dalam
lingkup Bank Indonesia. Masing-masing lembaga keuangan bank dan non-bank
yang diharuskan membantu memberi bantuan kemitraan dan permodalan pada
unit usaha mikro untuk lebih mengembangkan usaha (Lintang Venusita, 2013).
Perkembangan perekonomian khususnya saat memasuki awal kuartal
1 tahun 2020 menjadi fenomena mengerikan untuk seluruh umat di dunia.
Organisasi internasional seperti International Monetary Fund dan World Bank
telah memprediksi bahwa pada tahun 2020 ekonomi global akan memasuki resesi
ekonomi yang terlihat tajam (Liu, 2020). Padahal kedua lembaga diatas sebelumnya
telah memproyeksikan bahwa ekonomi global saat memasuki awal kuartal 1 tahun
2020 akan mengalami pertumbuhan sebesar 3% dari kuartal sebelumnya (Carillo-
Larco & Castillo-Cara, 2020). Fenomena mengerikan ini terjadi karena telah muncul
virus baru yang menjangkit seluruh umat di dunia ini yang bernama Coronavirus
Disease atau yang memiliki nama lain Covid-19 yang berasal dari Wuhan, China.
Pandemi COVID-19 yang telah menyebar pada akhirnya membawa risiko yang
sangat buruk bagi perekonomian dunia termasuk Indonesia khususnya dari sektor
lembaga keuangan serta investasi.
Penyebaran kasus Covid-19 merujuk pada Gambar 1.1 terlihat bahwa jumlah
kasus Covid-19 dengan 3 urutan teratas diantaranya adalah Provinsi DKI Jakarta,
Jawa Timur dan disusul Jawa Tengah, Provinsi Jawa Tengah sendiri berdasarkan
data Kementerian Kesehatan memiliki total kasus positif Covid-19 sebanyak 66.517
jiwa. Covid-19 yang berasal dari China menyebabkan alur dan sistem perdagangan
dunia berdampak negatif, tidak terkecuali pada Indonesia. Pandemi Covid-19 ini
tidak hanya berdampak terhadap perdagangan internasional sajatetapi juga ikut
berimbas pada sektor industri, termasuk industri jasa keuangan.
Menurut laporan (Bank Indonesia, 2020) ditinjau berdasarkan sektor ekonomi,
perlambatan penyaluran kredit perbankan di Jawa Tengah berlangsung pada
seluruh kelompok kredit berdasarkan jenis penggunaan. Melambatnya realisasi
kredit berlangsung pada kredit modal kerja dari 6,38% (yoy) pada triwulan lalu
menjadi 1,77% (yoy). Dikutip langsung dari (Organisation for Economic Co-
operation and Development, 2020), karantina wilayah dan pembatasan pergerakan
yang diberlakukan sebagai tanggapan atas krisis kesehatan ini menjadi beban
besar bagi aktivitas ekonomi. Pasar keuangan dan sektor perbankan melemah,
bisnis-bisnis dihadapkan pada pendapatan yang lebih rendah dan meningkatnya
hutang, dan rumah tangga terekspos pada risiko yang meningkat akibat hilangnya
pekerjaan dan prospek tenaga kerja yang lemah.
Merujuk laporan data laju pertumbuhan PDRB (BPS, 2020) sektor jasa keuangan
dan asuransi di Jawa Tengah mengalami penurunan yang cukup drastis saat triwulan
kedua tahun 2020 dengan besaran laju pertumbuhan sebesar -8,10% sedangkan
diketahui sebelumnya laju pertumbuhan sektor jasa keuangan dan asuransi saat
triwulan 1 sebesar 3,08%. Selain sektor industri pertanian saat triwulan 1 dan
triwulan 2 semua sektor industri mengalami penurunan laju pertumbuhan PDRB,
tetapi pada triwulan ke 3 sebagian besar sektor industri mengalami peningkatan
laju pertumbuhan PDRB.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis mengangkat topik
dalam penelitian ini dengan judul “Analisis Kinerja Sektor Lembaga Keuangan
dan Pengaruh Kesempatan Kerja Selama Pandemi Covid-19 di Jawa Tengah”
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini mencakup perekonomian regional Provinsi Jawa Tengah dengan
obyek yang diteliti adalah output akhir perekonomian dan tenaga kerja di Jawa
Tengah yang difokuskan pada sektor lembaga keuangan selama masa pandemi
covid-19 tahun 2020. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kuantitatif, penelitian ini didasarkan atas data sekunder dari beberapa
sumber seperti data Tabel Transaksi Total Input-Output Atas Dasar Harga
Konsumen Provinsi Jawa Tengah tahun 2013, BPS (Badan Pusat Statistik), laporan
triwulanan Bank Indonesia, data World Health Organization, laporan Kementerian
Kesehatan, World Bank, jurnal dan artikel ilmiah terdahulu yang relevan.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis metode
input-output. Analisis ini digunakan untuk mengetahui dampak permintaan akhir
terhadap output perekonomian dan permintaan akhir terhadap tenaga kerja.
Dimana:
BLj=indeks total keterkaitan ke belakang sektor j
αij = unsur matriks kebalikan Leontief
Besaran BLj dapat mempunyai nilai = 1, > 1 atau < 1. Apabila BLj = 1 hal tersebut
berarti bahwa daya penyebaran sektor j sama dengan rata-rata penyebaran seluruh
sektor ekonomi. Apabila BLj > 1 hal tersebut berarti daya penyebaran sektor j
berada di atas ratarata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi. Sebaliknya, bila
BLj < 1 hal tersebut berarti bahwa daya penyebaran sektor j lebih rendah dari rata
–rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi.
Dimana:
FLi = indeks total keterka itan ke depan sektor i
αij = unsur matriks kebalikan Leontief
Nilai FLi dapat bernilai = 1, > 1 atau < 1. Apabila FLi = 1 hal tersebut berarti
bahwa derajat kepekaan sektor i sama dengan rata-rata derajat kepekaan seluruh
sektor ekonomi. Bila FLi > 1 hal tersebut berarti derajat kepekaan sektor i lebih
tinggi dari derajat kepekaan seluruh sektor ekonomi. Sebaliknya, bila FLi < 1
hal tersebut berarti bahwa derajat kepekaan sektor i dibawah rata-rata derajat
kepekaan seluruh sektor ekonomi.
L = ii (I-A)-1
dimana:
L = koefisien pengganda tenaga kerja (labor coefficient)
ii = koefisien tenaga kerja (rasio tenaga kerja terhadap total input setiap sektor.
demikian merujuk pada Gambar 3.1 dapat kita lihat adanya perubahan yang cukup
signifikan terhadap perekonomian di Jawa Tengah dari tahun 2015 sampai tahun
2020 terkhusus sektor 8n (lembaga keuangan, real estate dan jasa perusahaan).
sub-sektor jasa keuangan dan asuransi yang tidak lain adalah subsektor dengan
kontribusi terbesar dari sektor lembaga keuangan dalam menghasilkan kontribusi
output PDRB di regional Jawa Tengah triwulan I senilai Rp 671,53 Milliar, triwulan II
menurun senilai Rp 184,37 Milliar, triwulan III menurun lagi senilai Rp 163,82 Milliar.
BACKWARD LINKAGE
Sektor Langsung Total
1n 0.9733 4.8988
2n 1.2932 6.5089
3n 1.9850 9.9912
4n 0.6690 3.3672
5n 0.6966 3.5063
6n 0.9840 4.9528
7n 0.8229 4.1421
8n 0.8298 4.1765
9n 0.7462 3.7559
dan sektor jasa-jasa lainnya karena ketiga sektor tersebut memerlukan suntikan
tambahan modal dalam mengembangkan dan mengelola output sektor industri
masing- masing.
FORWARD LINKAGE
Sektor Langsung Total
1n 0.159 0.799
2n 0.151 0.757
3n 0.224 1.129
4n 0.244 1.227
5n 0.248 1.249
6n 0.188 0.944
7n 0.222 1.116
8n 0.155 0.782
9n 0.197 0.992
∆ Output Akhir
Sektor Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Akumulasi
1n 188789.15 171194.83 176276.87 180536.99 716797.8448
2n 251005.72 227613.09 234369.93 240034.0104 953022.7504
3n 966949.56 876834.11 902863.51 924683.2449 3671330.425
4n 91134.92 82641.54 85094.81 87151.32091 346022.5909
5n 714971.58 648339.37 667585.75 683719.4716 2714616.172
6n 352096.44 319282.6 328760.71 336705.9551 1336845.705
7n 331709.06 300795.23 309724.54 317209.7286 1259438.559
8n 11613436.61 10531115.35 10843738.43 11105801.88 44094092.27
9n 315853.48 286417.33 294919.81 302047.2162 1199237.836
Total
14825946.52 13444233.45 13843334.4 14177889.82 56291404.1
Output
Berdasarkan hasil analisis shock scenario yang ditunjukkan pada Tabel 3.4,
selama pandemi Covid-19 berlangsung pada tahun 2020 menyatakan bahwa sektor
lembaga keuangan dengan kode (8n) menghasilkan perubahan output Rp 11,613
Milliar di triwulan I, triwulan II mengalami penurunan dengan nilai Rp 10,531 Milliar
dan triwulan III sektor lembaga keuangan mengalami sedikit kenaikan perubahan
output akhir dibandingkan dengan triwulan sebelumnya senilai Rp 10,843 Milliar,
lalu pada triwulan IV sektor lembaga keuangan mengalam kenaikan nilai sebesar
Rp 11,105 Milliar dari total output akhir. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan
dari hasil analisisa shock scenario ini bahwa 9 sektor perekonomian di Jawa Tengah
terdampak adanya pandemi Covid-19 ditunjukkan dengan terjadinya penurunan
perubahan terhadap permintaan output akhir dari setiap sektor pada triwulan III
tahun 2020.
Koefisien
∆ Triwulan ∆ Triwulan ∆ Triwulan
Sektor Pengganda
1-2 2-3 3-4
Pend. RT
1n 0.28959168 0.00000 0.00000 0.0000
2n 0.442938614 0.00000 0.00000 0.0000
3n 0.570150418 4297084.74 -1591978.46 1425115.45
4n 0.110250378 0.00000 0.00000 0.0000
5n 0.178044157 0.00000 0.00000 0.0000
6n 0.320455995 0.00000 0.00000 0.0000
7n 0.264843985 0.00000 0.00000 0.0000
8n 0.185964947 987210.60 -285150.84 -239034.22
9n 0.536865187 1037887.83 -660776.08 -4016.00
2. Dapat melakukan optimalisasi peran BLK (Balai Latihan Kerja), Bantuan Langsung
Tunai (BLT) untuk tenaga kerja terdampak pandemi Covid-19 oleh Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah agar dapat mengurangi angka pengangguran yang
disebabkan adanya Pemutusan Hubungan Kerja di Masa Pandemi Covid-19.
Daftar Referensi
Aditia, D., Nasution, D., Sains, F. S., Pembangunan, U., Budi, P., & Utara, U. S. (2020).
Aditia, 2020. Jurnal Benefita, 5(2), 212–224.
BPS Jawa Tengah Tengah. (2013). Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan Iii
Tahun 2013. 6 November, 50, 1–7. http://jateng.bps.go.id/
BPS. (2019). STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi. Berita Resmi Statistik, No. 15/02/
(15), 1–12.
Input-output, D. P. A. (2004). Peranan sektor padi dalam pembangunan wilayah di
kabupaten kudus (dengan pendekatan analisis input-output).
Malik, K., Meki, M., Morduch, J., Ogden, T., Quinn, S., & Said, F. (2020). COVID-19
and the future of microfinance: Evidence and insights from Pakistan. Oxford
Review of Economic Policy, 36(May), S138–S168. https://doi.org/10.1093/oxrep/
graa014
Maulana, A., Ekonomi, F., Magister, P., Dan, P., & Publik, K. (2012). Universitas
Indonesia Analisa Dampak Perpindahan Bandar Udara Universitas Indonesia.
Pandemi, S., & Umkm, C.-B. (2020). Eco-Entrepreneurship, Vol 6 No 1 Juni 2020.
6(1), 34–42.
Pratiwi, N. M. D., & Adriati, I. G. A. W. (2020). Dampak Penurunan Suku Bunga
Kredit terhadap Penyaluran Kredit di LPD Kuta Saat Pandemi Covid-19. Widya
Manajemen, 2(2), 81–87. https://doi.org/10.32795/widyamanajemen.v2i2.909
Pratomo, K., & Taufik, T. (2018). Mekanisme Pasar dan Penetapan Harga dalam
Perekonomian Islam (Studi Analisis Pemikiran Ibn Taimiyah). Jurnal Ilmiah
Ekonomi Islam, 4(03), 213. https://doi.org/10.29040/jiei.v4i03.331
Prayoga, N. G. (2008). Analisis Sektor Unggulan dalam Struktur Perekonomian
Jawa Tengah Tahun 2000 dan Tahun 2004 (Analisis Input Output ). 2004.
Setiawan, M. A. (2015). Peranan Investasi Sektor Riil Untuk Meningkatkan
Perekonomian Di Sumatera Barat Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN. 1.
United Nations. (2020). The Impact of COVID-19 on South-East Asia. Policy Briefs,
1–29.
Abstrak
Penelitian ini mengeksplorasi pengaruh pandemi COVID-19 terhadap kinerja
perbankan di negara emerging market Asia Pasifik dan Eropa Timur. Penelitian
ini menggunakan sampel bank dari 13 negara. Analisis regresi linear berganda
digunakan dalam penelitian ini untuk menguji pengaruh COVID-19 terhadap
kinerja perbankan. Data dalam penelitian ini terdiri dari 114 bank yang berada
di negara emerging market dari Q2 2020 sampai dengan Q2 2021. Hasil yang
didapatkan adalah COVID-19 berpengaruh negatif terhadap kinerja perbankan
dengan diperkuat oleh adanya fenomena credit crunch dan pinjaman bermasalah.
Kata kunci: Pandemi COVID-19, industri perbankan, ukuran perusahaan, PDB,
loan to deposit ratio, non-performing loan
Abstract
This study explore the impact of the COVID-19 pandemic on banking
performance in emerging market countries in Asia Pacific and Eastern Europe. This
study uses a sample of banks from 13 countries. Multiple linear regression analysis
was used in this study to examine the effect of COVID-19 on banking performance.
The data in this study consists of 114 banks located in emerging market countries
from Q2 2020 to Q2 2021. The results obtained are that COVID-19 has a negative
effect on banking performance, reinforced by the phenomenon of credit crunch
and non-performing loans.
Keyword: COVID-19 pandemic, banking industry, size, GDP, loan to deposit ratio,
non-performing loan
JEL Classification: G21, G28
1. Pendahuluan
Wabah virus corona atau yang lebih dikenal sebagai COVID-19 (coronavirus
disease-19) yang dimulai dari kota Wuhan telah menyebar secara global.
Penyebaran COVID-19 yang sangat cepat terjadi menyebabkan pemerintah
di setiap negara menerapkan kebijakan pembatasan sosial untuk menekan laju
penyebaran COVID-19. Penerapan kebijakan pembatasan yang berlaku secara
global menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi. Penurunan aktivitas ekonomi
yang terjadi secara drastis menyebabkan peningkatan non-performing loan yang
dapat mempengaruhi kinerja perbankan secara keseluruhan (Çolak & Öztekin,
2021).
Bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan dapat
memberikan stimulus kepada aktivitas perekonomian (Thorsten Beck; Levine, 2004)
melalui penyediaan likuiditas secara umum (Berger & Sedunov, 2017) dan alokasi
kredit (Jayaratne & Strahan, 2017). Walaupun begitu, bank dapat mengubah
perilaku penilaian kelayakan dalam memberikan kredit sebagai bentuk respon
dalam menghadapi ketidakpastian dan risiko yang melekat sebagai akibat dari
pemberian kredit.
Perilaku penilaian kelayakan kredit yang ketat akan memberikan efek ketatnya
persyaratan kredit yang harus dipenuhi oleh debitur karena kompensasi bank
dalam kondisi yang penuh risiko. Perilaku bank yang demikian menyebabkan
munculnya fenomena credit crunch, di mana ketersediaan pasokan kredit seolah-
olah berkurang (Sari dan Nidar, 2012).
Selama pandemi COVID-19 melanda dunia, bank sentral di setiap negara
menetapkan kebijakan moneter sebagai respon terhadap adanya kekhawatiran
mengenai solvabilitas dan likuiditas dari perusahaan non keuangan. Pemerintah
di setiap negara juga mengeluarkan kebijakan restrukturisasi kredit sebagai
dukungan pemerintah untuk mendukung kegiatan perekonomian (Bennedsen
et al., 2020). Restrukturisasi kredit, injeksi likuiditas, dan pembelian obligasi yang
dikeluarkan oleh perusahaan oleh pemerintah telah menjadi instrumen kebijakan
pemerintah untuk menyediakan likuiditas kepada perusahaan yang terdampak
pandemi COVID-19 (Alstadsæter et al., 2020). Artikel ini juga membahas pengaruh
pandemi COVID-19 terhadap tingkat pinjaman perbankan pada negara emerging
market di asia pasifik dan eropa timur.
Masuknya dana dari program injeksi likuiditas, deposan, dan tingkat modal
perbankan memungkinkan bank untuk mengakomodasi lonjakan permintaan
likuiditas di awal pandemi COVID-19. Hal ini berbanding terbalik pada saat krisis
keuangan global di mana tingkat permintaan terhadap pinjaman baru turun secara
signifikan (Ivashina & Scharfstein, 2010). Bagaimana pun, survei menunjukkan bahwa
pemberian pinjaman atau kredit disertai dengan peningkatan standar penilaian
kelayakan kredit (Colak et al., 2021). Peningkatan standar penilaian kelayakan kredit
mengakibatkan peningkatan ketidakpastian ekonomi dan pengurangan toleransi
risiko yang dihadapi perbankan. Peningkatan standar penilaian kelayakan kredit
dilakukan sebagai upaya sektor perbankan dalam mengurangi risiko pinjaman
bermasalah yang disertai oleh tingginya permintaan terhadap pinjaman baru
meskipun dapat mempengaruhi kinerja perbankan secara keseluruhan.
Krisis COVID-19 memiliki beberapa kesamaan dengan krisis ekonomi pada
tahun 2008 karena keduanya memberikan tekanan yang signifikan pada ekonomi
global melalui kebangkrutan yang meluas, kekurangan likuiditas, dan kerugian
besar. Krisis COVID-19 tidak seperti krisis sebelumnya, di mana bank sendiri yang
mengalami kerugian. Krisis 2008 adalah proses yang berasal dari dalam, karena
peristiwa yang mengarah ke krisis disebabkan oleh interaksi pelaku pasar dan
kelemahan sistem keuangan. Di sisi lain, krisis COVID-19 yang sedang berlangsung
merupakan proses yang murni terjadi dari luar sistem keuangan global (Hasan et
al., 2020). Dengan demikian, implikasinya terhadap permintaan dan penawaran
kredit bank tidak dapat diselidiki hanya melalui perspektif risiko endogen.
pasifik dan eropa timur dengan menggunakan tingkat penyaluran pinjaman dan
tingkat pinjaman bermasalah sebagai variabel moderasi dan ukuran perusahaan
dan produk domestik bruto sebagai variabel kontrol dan mengetahui pengaruh
pandemi COVID-19 terhadap tingkat kinerja perbankan di negara emerging
market yang berada di asia pasifik dan eropa timur dengan menggunakan tingkat
penyaluran pinjaman dan tingkat pinjaman bermasalah sebagai variabel moderasi
dan ukuran perusahaan dan produk domestik bruto sebagai variabel control.
Penelitian ini menggunakan variabel kontrol berupa produk domestik bruto
dan ukuran perusahaan sebagai salah satu upaya mengontrol keadaan internal
dan keadaan eksternal perbankan dan tingkat penyaluran pinjaman dan tingkat
pinjaman bermasalah sebagai variabel moderasi untuk mengidentifikasi pengaruh
pandemi COVID-19 terhadap kinerja perbankan yang berada di negara ‘emerging
market’ yang terdapat di asia pasifik dan eropa timur.
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan pengaruh positif dari pandemi COVID-19
terhadap tingkat permintaan pinjaman baru di Amerika Serikat (Chodorow-Reich
et al., 2021; Li et al., 2020). Peningkatan ketidakpastian dan risiko menyebabkan
perusahaan-perusahaan untuk menarik pinjaman baru dari perbankan agar dapat
meningkatkan kas mereka sebagai bentuk mitigasi risiko dan ketidakpastian
(Acharya & Steffen, 2020). Walaupun begitu, perbankan sebagai lembaga
intermediasi keuangan yang dapat berfungsi sebagai stimulus ekonomi juga
mengubah penilaian kelayakan kredit sebagai bentuk menghadapi ketidakpastian
dan risiko yang dihadirkan oleh pandemi COVID-19. Ketatnya penilaian kelayakan
kredit menyebabkan fenomena credit crunch di setiap negara khususnya negara
emerging market.
kelayakan kredit oleh perbankan (Colak et al., 2021) selain itu penurunan atau
kenaikan penyaluran pinjaman baru memiliki implikasi terhadap kinerja perbankan
yang bertindak sebagai lembaga intermediasi. Oleh karena itu, kami merumuskan
hipotesis sebagai berikut:
Moderat tapi
Persaingan Besar dan kuat Terbatas
meningkat
Rintangan Moderat sampai Liberalisasi dengan
Minimal
perdagangan tinggi cepat
Variabel Moderasi
LDR
RECOVER ROA
Variabel Dependen
Variabel Independen
DEATH KINERJA ROE
COVID-19
PERBANKAN
Variabel Kontrol
CASE SIZE & GDP NIM
Variabel Moderasi
NPL
RECOVER ROA
Variabel Dependen
Variabel Independen
DEATH KINERJA ROE
COVID-19
PERBANKAN
Variabel Kontrol
CASE SIZE & GDP NIM
4. Pandemi COVID-19
Sebagai proxy untuk pandemi COVID-19, penelitian ini menggunakan tiga
ukuran yakni: tingkat pertumbuhan kasus, jumlah kasus, dan tingkat kematian
(fatality rate). Pengukuran tingkat penyaluran pinjaman dengan menggunakan
tiga ukuran dijelaskan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
NPL 65 -4.34 -0.93 -3.2178 0.85625
LDR 65 0.51 1.40 0.8738 0.17351
CASE 65 -93.110 0.991 -4.27418 17.669854
REC 65 0.00 14.64 10.5402 2.87804
DEA 65 0.00 10.17 6.5762 3.22636
SIZE 65 21.50 35.23 26.9070 3.73255
GDP 65 -17.20 18.30 -0.2906 7.34694
Valid N
65
(listwise)
Nilai rata-rata loan to deposit ratio adalah sebesar 0.8738 dengan standar
deviasi sebesar 0.17351. Berdasarkan tabel tersebut diketahui nilai maksimum dari
variabel loan to deposit ratio adalah sebesar 1.40. Sedangkan nilai minimum dari
variabel loan to deposit ratio adalah sebesar 0.51.
Rata-rata dari data pada proksi dari variabel pandemi COVID-19 yaitu, CASE
sebesar -4.27418; REC sebesar 10.5402; dan DEA adalah sebesar 6.5762. Nilai
standar deviasi dari tiap proksi variabel pandemi COVID-19 yaitu sebesar 17.669854
untuk proksi CASE, 2.87804 untuk proksi REC; dan 3.22636 untuk proksi DEA. Dari
Ttabel 3 tersebut dapat diketahui nilai maksimum dari variabel pandemi COVID-19
yaitu, CASE sebesar 0.991; REC sebesar 14.64; dan DEA sebesar 10.17. Sedangkan
untuk nilai minimumnya adalah sebesar -93.11 untuk CASE dan 0 untuk REC dan
DEA.
SIZE dan GDP adalah variabel kontrol dalam penelitian ini. Hasil statistik
deskriptif dari variabel kontrol tersebut tersaji dalam tabel tersebut. Nilai rata-rata
dari SIZE adalah sebesar 26.9070 dengan nilai standar deviasi sebesar 3.73255.
Pada variabel GDP didapati nilai rata-rata adalah sebesar -0.2906 dengan standar
deviasinya sebesar 7.34694. Nilai maksimum dari variabel kontrol yang digunakan
masing-masing adalah sebesar 35.23 untuk SIZE dan 18.30 untuk GDP. Sedangkan
nilai minimumnya adalah 21.50 untuk SIZE dan -17.20 untuk GDP.
diwakili oleh DEA dengan dimoderasi oleh LDR memberikan pengaruh negatif
signifikan terhadap kinerja perbankan yang diwakili oleh ROA, ROE dan NIM.
Oleh sebab itu, hipotesis pertama ditolak.
2 COVID-19 yang diwakili oleh tiga ukuran yaitu: RECOVER, DEA, dan CASE
memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kinerja perbankan yang diwakili
oleh ROA, ROE, dan NIM dengan dimoderasi oleh NPL. Dari hasil uji pengaruh
COVID-19 terhadap kinerja perbankan dengan adanya NPL sebagai variabel
moderasi, dapat disimpulkan bahwa COVID-19 berpengaruh negatif pada
kinerja perbankan. Dengan demikian hipotesis kedua dapat diterima.
4.2. Rekomendasi
Dari adanya keterbatasan yang ditemukan dalam penelitian ini peneliti
memberikan saran untuk penelitian selanjutnya terkait pengaruh COVID-19
terhadap kinerja perbankan. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan
variabel-variabel yang lebih luas dan diperkirakan memberikan pengaruh
terhadap kinerja perbankan. Selain itu untuk penelitian selanjutnya dalam melihat
dampak COVID-19 terhadap kinerja perbankan di berbagai negara, dapat
mempertimbangkan regulasi-regulasi yang ada di tiap negaranya.
Daftar Referensi
Acharya, V. V., & Steffen, S. (2020). The risk of being a fallen angel and the corporate
dash for cash in the midst of COVID. Review of Corporate Finance Studies,
9(3), 430–471. https://doi.org/10.1093/rcfs/cfaa013
Alstadsæter, A., Bjørkheim, J. B., Kopczuk, W., & Økland, A. (2020). Norwegian
and U.S. Policies Alleviate Business Vulnerability Due To the Covid-19 Shock
Equally Well. National Tax Journal, 73(3), 805–828. https://doi.org/10.17310/
ntj.2020.3.08
Ari, A. (2017). Sovereign Risk and Bank Risk-Taking, WP/17/280, December 2017.
Bennedsen, Morten; Larsen, Birthe; Schmutte, Ian; Scur, D. (2020). Preserving job
matches during the COVID-19 pandemic: firm-level evidence on the role of
government aid. https://www.econstor.eu/handle/10419/221802
Berger, A. N., & Sedunov, J. (2017). Bank liquidity creation and real economic
output. Journal of Banking and Finance, 81, 1–19. https://doi.org/10.1016/j.
jbankfin.2017.04.005
Chodorow-Reich, G., Darmouni, O., Luck, S., & Plosser, M. (2021). Bank liquidity
provision across the firm size distribution. Journal of Financial Economics, xxxx.
https://doi.org/10.1016/j.jfineco.2021.06.035
Colak, G., Gounopoulos, D., Loukopoulos, P., & Loukopoulos, G. (2021). Political
power, local policy uncertainty and IPO pricing. Journal of Corporate Finance,
67(December 2020), 101907. https://doi.org/10.1016/j.jcorpfin.2021.101907
Hasan, I., Politsidis, P. N., & Sharma, Z. (2020). Bank Lending during the COVID-19
Pandemic. SSRN Electronic Journal, 103885. https://doi.org/10.2139/
ssrn.3711021
Ivashina, V., & Scharfstein, D. (2010). Bank lending during the financial crisis of
2008. Journal of Financial Economics, 97(3), 319–338. https://doi.org/10.1016/j.
jfineco.2009.12.001
Jayaratne, J., & Strahan, P. E. (2017). The Finance-Growth Nexus : Evidence from
Bank Branch Deregulation Author ( s ): Jith Jayaratne and Philip E . Strahan
Published by : Oxford University Press Stable URL : http://www.jstor.org/
stable/2946668 JSTOR is a not-for-profit service that helps scho. The Quarterly
Journal of Economics, 111(3), 639–670.
Li, L., Qi, B., Robin, A., & Yang, R. (2020). The effect of enforcement action on audit
fees and the audit reporting lag. Accounting and Business Research, 0(0), 1–29.
https://doi.org/10.1080/00014788.2020.1808441
Moreno, D. Š. K.-Ö. L. L. (2015). Debt Overhang, Rollover Risk and Investment in
Europe.
Pástor, Ŀ., & Veronesi, P. (2013). Political uncertainty and risk premia. Journal
of Financial Economics, 110(3), 520–545. https://doi.org/10.1016/j.
jfineco.2013.08.007
Pranata, D., Hidayat, R., & Nuzula, F. (2014). Pengaruh Total Asset Turnover, Non
Performing Loan, Dan Net Profit Margin Terhadap Return on Asset Studi Pada
Bank. Jurnal Administrasi Bisnis S1 Universitas Brawijaya, 11(1), 82321.
Sulaeman Rahman Nidar; Noviana Puspita Sari. (2012). DETERMINANTS OF CREDIT
CRUNCH : A Study on Commercial Banks in Indonesia in 2005-2010. Repository
UNPAD, 8(5), 55. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/
DETERMINANTS-CREDIT-CRUNCH.pdf
Thorsten Beck; Levine, R. (2004). STOCK MARKETS, BANKS, AND GROWTH: PANEL
EVIDENCE. Academy of Management Journal, 5(3).
Çolak, G., & Öztekin, Ö. (2021). The impact of COVID-19 pandemic on bank lending
around the world. Journal of Banking and Finance, July 2020, 106207. https://
doi.org/10.1016/j.jbankfin.2021.106207
Fitri Susilowati
Universitas PGRI Yogyakarta
Abstrak
Peningkatan jumlah kasus positif covid 19 yang terus meningkat berdampak
pada perlambatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Perlambatan tersebut
mengakibatkan risiko kredit perbankan mengalami peningkatan. Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) melakukan langkah antisipatif dan responsif dengan mengeluarkan
kebijakan Countercyclical Nomor 11 Tahun 2020.
Pengujian efektivitas kebijakan countercyclical terhadap risiko kredit dalam
penelitian ini menggunakan model analisis data panel. Analis dilakukan dengan
data NPL regional pada tiga puluh tiga provinsi di Indonesia. Periode pengamatan
dimulai tahun 2017 dan berakhir di tahun 2020. Total observasi berjumlah 1.485
data.
Berdasarkan pengujian secara statistik kebijakan Countercyclical efektif dalam
menurunkan risiko kredit macet. Implikasi dari hasil penelitian yang pertama
adalah Kebijakan countercyclical dapat dilanjutkan karena secara statistik mampu
mengurangi risiko kredit perbankan. Kedua, efektivitas kebijakan countercyclical
pada kredit investasi dan kredit modal kerja dapat ditingkatkan dengan memberikan
kemudahan akses, pelonggaran restrukturisasi dan pemberian insentif pajak.
Abstract
The increasing number of positive cases of covid 19 which continues to increase
has an impact on the slowdown of economic growth in Indonesia. This slowdown
increased bank credit risk. Financial Services Authority (OJK) takes anticipatory and
responsive steps by issuing counter cyclical policy Number 11 of 2020.
The testing of the effectiveness of OJK policy No. 11 of 2020 on credit risk in this
study using panel data analysis model. The analysis was carried out with regional
NPL data in thirty-three provinces in Indonesia. The observation period begins in
2017 and ends in 2020. The total observations were carried out using 1,485 data.
Based on testing the counter cyclical policy was able to suppress NPL. The increase
in the number of NPL can be controlled after the implementation of the policy. The
results of the first study imply the counter cyclical policy can be continued because
it is statistically able to reduce bank credit risk. Second, countercyclical policies on
investment loans and working capital loans can be improved by providing easy
access, easing restructuring, and providing tax incentives.
1. Pendahuluan
Wabah Covid-19 setidaknya telah menjangkiti 216 negara di dunia sampai
dengan bulan Maret 2020. Dalam konteks di Indonesia, perkembangan konfirmasi
positif terus menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data dari satgas covid 19,
sampai bulan Maret kasus konfirmasi positif telah mencapai lebih dari 1.000 kasus.
Merujuk pada data tersebut, pada bulan Maret pemerintah Indonesia fokus
menekan laju pertumbuhan covid 19. Pemerintah mengeluarkan kebijakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang tertuang dalam PP Nomor 21
Tahun 2020. Kebijakan tersebut bertujuan untuk percepatan penanganan covid
19. Kebijakan PSBB menyebabkan mobilitas manusia dan barang menjadi terbatas.
Hal tersebut akan berdampak pada menurunnya permintaan domestik, kegiatan
produksi dan juga investasi.
Dampak dari penurunan tersebut dapat dilihat dari perlambatan pertumbuhan
ekonomi domestik yang menyentuh level -5,12 % pada kuartal kedua dan
-3,49% pada kuartal tiga. Lebih lanjut, implementasi PSBB juga berdampak pada
pertumbuhan ekonomi regional. Pada triwulan pertama pertumbuhan ekonomi di
Sumatera sebesar -1,85%; Jawa sebesar -1,37%; Bali dan Nusa Tenggara sebesar
-6,99%, Kalimantan sebesar -1,32%, Sulawesi sebesar -5,58% dan Maluku Papua
sebesar -5,79%. Pada triwulan kedua pertumbuhan ekonomi masih menujukkan
perlambatan, Sumatera sebesar -3,7%; Jawa sebesar -7,23%; Bali dan Nusa Tenggara
sebesar -3,21%, Kalimantan sebesar -5,81%, Sulawesi sebesar -0,73 % dan Maluku
Papua sebesar 0,64%. Perlambatan tersebut mengindikasikan terjadinya kontraksi
aktivitas ekonomi baik dari sisi permintaan maupun penawaran di pasar barang.
Kontraksi aktivitas ekonomi mengakibatkan perekonomian mengalami
perlambatan. Dampak perlambatan tersebut akan semakin menekan kinerja
korporasi karena rendahnya permintaan. Kemampuan bayar korporasipun
mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh Interest Coverage Ratio (ICR). Berikut
adalah ICR korporasi berdasarkan lapangan usaha:
Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa pada tahun 2020 triwulan kedua sebagian
besar lapangan usaha mengalami penurunan kemampuan bayar dibandingkan
periode sebelumnya. Sektor pertanian ICR sebesar 0,11; pertambangan sebesar
1,68; industri sebesar 0,71; Listrik, gas dan air sebesar -0,89; konstruksi sebesar 0,21;
perdagangan sebesar 0,51; pengangkutan sebesar 0,063; Jasa dunia usaha sebesar
0,1 dan jasa sosial sebesar 0,41.
Sebagai upaya untuk mengurangi tekanan yang semakin tajam, korporasi
melakukan rasionalisasi operasional dan investasi (Bank Indonesia, 2020). Korporasi
melakukan pengurangan tenaga kerja untuk menurunkan biaya operasional. Di sisi
lain, rasionalisasi yang dilakukan berdampak pada kinerja Rumah Tangga (RT) yang
tercermin pada menurunnya daya beli konsumen. Berikut adalah pengeluaran
konsumsi RT selama satu tahun terakhir:
Pada Gambar 3 terlihat bahwa memasuki bulan Maret 2020 risiko kredit
perbankan menunjukkan kenaikan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai NPL pada
bulan Maret sebesar 2,77% dan cenderung mengalami kenaikan sampai bulan
September. Sementara itu, jumlah kredit yang disalurkan menunjukkan perlambatan.
Pada Bulan Maret sebesar 5,71 Miliar cenderung mengalami perlambatan sampai
bulan September mencapai 5,53 Miliar.
Kenaikan kredit macet dan menurunnya jumlah kredit tersebut akan menekan
stabilitas dan kinerja intermediasi perbankan. Sebagai langkah responsif dan
antisipatif OJK mengeluarkan kebijakan countercyclical yang tertuang dalam POJK
nomor 11/POJK.03/2020. Implementasi kebijakan tersebut dengan memberikan
kelonggaran bagi masyarakat dan lembaga jasa keuangan yang terdampak
Covid 19. Kebijakan tersebut meliputi: (1) Kebijakan penetapan kualitas aset dan (2)
Kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan.
Beberapa studi empiris terkait efektivitas kebijakan countercyclical telah
dilakukan namun hasil penelitian tidak konsisten. Studi-studi tersebut dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok yang menyatakan bahwa kebijakan
countercyclical efektif dan kelompok yang menyimpulkan bahwa kebijakan
countercyclical tidak efektif. Kelompok pertama terdiri dari (Clancy & Merola, 2017),
(Gonzalez et al., 2017), (Guerguil et al., 2017), (Bekiros et al., 2018), (Ben Maatoug
et al., 2019), (Altavilla et al., 2020) menyatakan bahwa countercyclical dapat
meningkatkan stabilitas bank. Kebijakan countercyclical efektif untuk mengatasi
kredit bermasalah atau ancaman krisis. Sebagian besar peneliti menggunakan data
perbankan pada level negara dalam analisisnya.
(Clancy & Merola, 2017) menguji pada analisis makro prudensial untuk
mengetahui efektivitas kebijakan countercyclical. Sementara (Gonzalez et al., 2017)
meneliti pada cadangan modal berdasar Basel Committee on Banking Supervision.
Sedangkan (Guerguil et al., 2017) menyatakan kebijakan fiskal sebagai instrumen
countercyclical dapat mengatasi pertumbuhan kredit. Selanjutnya (Bekiros et al.,
2018) mengembangan model DSGE untuk mengetahui efektivitas penerapan
kebijakan Basel III terhadap stabilitas sektor perbankan di AS. (Ben Maatoug et al.,
2019) menganalisis perilaku bank syariah dan konvensional terhadap penerapan
buffer modal. Analisis dilakukan pada 185 Bank di MENA dengan menggunakan
GMM. Sementara (Altavilla et al., 2020) menekankan pada pemberian kelonggaran
kredit untuk menciptakan keseimbangan sektor riil dalam menciptakan stabilitas
ekonomi.
Lebih Lanjut, beberapa peneliti seperti (Altavilla et al., 2020), (Brancaccio et
al., 2020), (Jackson et al., 2018) juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
(Carpinelli & Crosignani, 2017) yang memberikan kelonggaran suku bunga dalam
kebijakan countercyclical. Demikian juga, (Drechsler et al., 2017) menyatakan bahwa
countercyclical moneter dapat membantu perbankan dalam mengendalikan
jumlah kredit macet.
Hasil yang sama disampaikan oleh (Bekiros et al., 2018), (Casu et al., 2019),
(Gonzalez et al., 2017) dan (Berger et al., 2017) yang menyatakan bahwa ketersediaan
modal bagi perbankan sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas perbankan.
Selain berdasarkan pada bukti empiris, di sisi lain kebijakan POJK akan menjadi
dilema bagi sektor perbankan. Kebijakan pelonggaran kredit yang ditetapkan
oleh OJK di satu sisi akan berimbas pada tingkat pendapatan dan profitabilitas
yang berkurang. Di sisi lain, perbankan memiliki beban kewajiban terhadap biaya
operasional yang harus tetap dibayarkan untuk menunjang perannya sebagai
intermediasi keuangan. Hal tersebut akan berdampak pada kualitas aset, likuiditas
dan kecukupan modal. Apakah kebijakan countercyclical akan meningkatkan
kinerja atau justru meningkatkan risiko kredit macet? Berdasarkan analisis
tersebut kontribusi penelitian untuk mengetahui efektivitas kinerja dari kebijakan
countercyclical pada perbankan di tiga puluh tiga provinsi di Indonesia.
5,1% dibandingkan tahun 2016 tumbuh sebesar 5,0 %. Selain itu secara regional,
seluruh provinsi yang tersebar dalam enam pulau mengalami pertumbuhan positif.
Pada tahun 2017 perekonomian global secara umum juga mengalami pertumbuhan
positif sebesar 3,7 % lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2016 yang hanya
mencapai 3,2%. Tahun 2020 dipilih sebagai tahun berakhirnya pengamatan karena
alasan teknis dari ketersediaan data dan tahun dikeluarkannya POJK Nomor 11
Tahun 2020. Sumber data diperoleh dari www.ojk.go.id, www.bi.go.id. dan www.
bps.go.id
2.2. Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan
pendekatan regresi linear. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan data
panel. Model dalam penelitian ini merupakan pengembangan dari (Beck et al.,
2015); (Ghosh, 2015); (Dimitrios et al., 2016); (Tarchouna et al., 2017); (Bekiros et
al., 2018); (Ben Maatoug et al., 2019); (Breunig & Majeed, 2020); (Chortareas et al.,
2020); (Karadima & Louri, 2020b); (Altavilla et al., 2020) :
Pada penelitian ini risiko kredit diproksi dengan log NPL ((Beck et al., 2015);
(Dimitrios et al., 2016)). Determinasi dari risiko kredit terdiri dari kredit yang
disalurkan (CREDIT) (Beck et al., 2015) dan (Chortareas et al., 2020), Dana Pihak
ketiga (DPK)(Ghosh, 2015), Rasio Kredit Modal Kerja (WCC), Rasio Kredit Investasi
(IC), Rasio Kredit Konsumsi (CC), Inflasi (INF)(Dimitrios et al., 2016), Pengangguran
(UNP)(Tarchouna et al., 2017), Indeks keparahan Kemiskinan (POV)(Breunig &
Majeed, 2020), dan PDRB(Karadima & Louri, 2020b). Pengujian pengaruh dari
kebijakan POJK dengan menggunakan variable dummy. POJK akan bernilai 1 untuk
periode setelah kebijakan dikeluarkan (Maret – September 2020) dan bernilai 0
sebelum dikeluarkan kebijakan (Januari 2017- Februari 2020).
Robust Std.
Coefient T P>t (95% Conf. Interval)
Err
LCREDIT 0,497 0,205 2,41 0,021 0,079 0,915
DPK 0,002 0,003 0,77 0,450 -0,003 0,007
WCC -0,005 0,014 -0,35 0,730 -0,033 0,023
IC 0,018 0,009 1,92 0,064 -0,001 0,037
CC 0,002 0,001 1,35 0,185 -0,001 0,004
ICPOJK 0,005 0,004 1,31 0,199 -0,002 0,012
WCCPOJK 0,009 0,005 1,88 0,069 -0,001 0,019
INF -0,012 0,005 -2,55 0,016 -0,021 -0,002
UNP 0,141 0,168 0,84 0,409 -0,202 0,483
POV 0,400 0,172 2,33 0,027 0,0496 0,749
Pdrb 0,009 0,003 2,97 0,006 0,003 0,016
Pojk -0,296 0,142 -2,09 0,045 -0,585 0,006
C -0,202 2,320 -0,09 0,931 -4,928 4,524
Sumber: data diolah
Gambar 9. NPL dan IKK Gambar 10. IKK, IKE dan IEK
Pada Gambar 9 terlihat bahwa IKK pada bulan Januari 2017 – Maret 2020
masih menunjukkan optimisme yang ditunjukkan oleh IKK diatas 100. Sedangkan
pada bulan April 2020 setelah pemerintah mengumumkan kasus covid pada bulan
Maret terlihat pesimisme konsumen yang ditunjukkan oleh nilai IKK menurun sejak
bulan April yang berada pada level 84,83, Mei sebesar 77,80, Juni sebesar 83,78,
Juli 86,19, Agustus 86,90 dan September 83,36. Penurunan IKK berbanding terbalik
dengan NPL kredit investasi yang cenderung menunjukkan peningkatan.
Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa nilai Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK), Indeks Kondisi Ekonomi (IKE), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) ketiganya
menunjukkan trend penurunan. IKE pada bulan April terkontraksi 62,81; May 50,75;
Juni 45,75; Juli 50,66; Agustus 55,60 dan September 54,14. IEK untuk bulan April
106,85; Mei 104,86; Juni 121,80; Juli 118,20; Agustus 118,20; September 112,58.
Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa dalam setahun terakhir pada bulan Maret
2020 terjadi penurunan suku bunga kredit dan pertumbuhan kredit modal kerja
juga megalami perlambatan. Suku Bunga kredit bulan September 2019 sebesar
10,33%, Oktober 10,26%, November 10,24%, Desember 10,09%. Demikian juga
Bulan Januri 2020 10,13%; Februari 10,07%: Maret 9,97%; April 9,73%; Mei 9,60%,
Juni 9,48%, Juli 9,47%, Agustus 9,44% dan September 9,44%.
Pada Gambar 14 terlihat bahwa kemampuan pelaku usaha dalam memenuhi
kewajibannya mengalami penurunan meskipun suku bunga diturunkan. Hal
tersebut dapat dilihat pada nilai NPL yang cenderung meningkat sejak bulan
April 2020. Lonjakan NPL terjadi sejak bulan Maret sebesar 93,8 milliar, April 94.8
milliar, Mei 97,7 milliar, Juni 100,19 milliar, Juli 101,42 milliar, Agustus 101,42 miliar,
September 98,9 milliar.
Sumber: Bank Indonesia, data diolah Sumber: Bank Indonesia, data diolah
Indeks Penjualan
Gambar 15. Kinerja Korporasi Gambar 16.
Riil
4.2. Rekomendasi
1. Kebijakan countercyclical dapat dilanjutkan karena secara statistik mampu
mengurangi risiko kredit perbankan. Masa pandemi telah membawa sektor
korporasi dan RT terdampak covid sehingga mengalami kesulitan likuiditas
karena tingkat penerimaan yang menurun. Kebijakan countercyclical
mampu menstimulus kinerja korporasi dan RT sehingga mampu mendorong
kegiatan produksi dan konsumsi. Bergairahnya aktivitas korporasi dan RT
dapat mempercepat pemulihan perekonomian nasional.
2. Perbankan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memberikan
restrukturisasi kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi
mengingat risiko dari masing-masing kredit tersebut. Prinsip kehati-hatian
tersebut dapat dilakukan oleh perbankan dengan menyusun pendoman dan
standard operating procedures untuk menentukan debitur yang terdampak
covid-19. Perbankan dapat mengoptimalkan perannya sebagai intermediasi
keuangan dengan menerapkan kebijakan countercyclical untuk mendukung
pemerintah dalam Pemulihan Ekonomi Nasional
3. Pemerintah dapat melakukan perbaikan kebijakan moneter atau fiskal
yang telah dilakukan. Perbaikan dalam kebijakan fiskal tersebut contohnya
pengurangan pajak (insentif pajak) yang membebani produsen, seperti pajak
penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal tersebut dimaksudkan
untuk meningkatkan efektivitas kebijakan countercyclical dalam memitigasi
risiko kredit perbankan.
Daftar Referensi
Acharya, V. V., Berger, A. N., & Roman, R. A. (2018). Lending implications of U.S.
bank stress tests: Costs or benefits? Journal of Financial Intermediation, 34,
58–90. https://doi.org/10.1016/j.jfi.2018.01.004
Altavilla, C., Canova, F., & Ciccarelli, M. (2020). Mending the broken link:
Heterogeneous bank lending rates and monetary policy pass-through.
Journal of Monetary Economics, 110, 81–98. https://doi.org/10.1016/j.
jmoneco.2019.01.001
Bandara, A. (2014). How effective are countercyclical policy tools in mitigating the
impact of financial and economic crises in Africa? Journal of Policy Modeling,
36(5), 840–854. https://doi.org/10.1016/j.jpolmod.2014.08.003
Beck, R., Jakubik, P., & Piloiu, A. (2015). Key Determinants of Non-performing
Loans: New Evidence from a Global Sample. Open Economies Review, 26(3),
525–550. https://doi.org/10.1007/s11079-015-9358-8
Bekiros, S., Nilavongse, R., & Uddin, G. S. (2018). Bank capital shocks and
countercyclical requirements: Implications for banking stability and welfare.
Journal of Economic Dynamics and Control, 93, 315–331. https://doi.
org/10.1016/j.jedc.2018.01.049
Ben Maatoug, A., Ben Ayed, W., & Ftiti, Z. (2019). Are MENA banks’ capital
buffers countercyclical? Evidence from the Islamic and conventional banking
systems. Quarterly Review of Economics and Finance, 74, 109–118. https://doi.
org/10.1016/j.qref.2019.04.006
Berger, A. N., Black, L. K., Bouwman, C. H. S., & Dlugosz, J. (2017). Bank loan supply
responses to Federal Reserve emergency liquidity facilities. Journal of Financial
Intermediation, 32, 1–15. https://doi.org/10.1016/j.jfi.2017.02.002
Brancaccio, E., Califano, A., Lopreite, M., & Moneta, A. (2020). Nonperforming
loans and competing rules of monetary policy: A statistical identification
approach. Structural Change and Economic Dynamics, 53, 127–136. https://
doi.org/10.1016/j.strueco.2020.02.001
Breunig, R., & Majeed, O. (2020). Inequality, poverty and economic growth.
International Economics, 161, 83–99. https://doi.org/10.1016/j.inteco.2019.11.005
Carpinelli, L., & Crosignani, M. (2017). The Effect of Central Bank Liquidity Injections
on Bank Credit Supply. Finance and Economics Discussion Series, 2017(038).
https://doi.org/10.17016/feds.2017.038
Casu, B., di Pietro, F., & Trujillo-Ponce, A. (2019). Liquidity Creation and Bank Capital.
Journal of Financial Services Research, 56(3), 307–340. https://doi.org/10.1007/
s10693-018-0304-y
Chortareas, G., Magkonis, G., & Zekente, K. M. (2020). Credit risk and the business
cycle: What do we know? International Review of Financial Analysis, 67. https://
doi.org/10.1016/j.irfa.2019.101421
Clancy, D., & Merola, R. (2017). Countercyclical capital rules for small open
economies. Journal of Macroeconomics, 54, 1339–1351. https://doi.
org/10.1016/j.jmacro.2017.04.009
Dimitrios, A., Helen, L., & Mike, T. (2016). Determinants of non-performing loans:
Evidence from Euro-area countries. Finance Research Letters, 18(October
2017), 116–119. https://doi.org/10.1016/j.frl.2016.04.008
Drechsler, I., Savov, A., & Schnabl, P. (2017). The Deposits Channel of Monetary
Policy. The Quarterly Journal of Economics, Volume 132(4), 1819–1876. https://
doi.org/https://doi.org/10.1093/qje/qjx019
Fernández, A., Rebucci, A., & Uribe, M. (2015). Are capital controls countercyclical?
Journal of Monetary Economics, 76, 1–14. https://doi.org/10.1016/j.
jmoneco.2015.07.001
Ghosh, A. (2015). Banking-industry specific and regional economic determinants of
non-performing loans: Evidence from US states. Journal of Financial Stability,
20, 93–104. https://doi.org/10.1016/j.jfs.2015.08.004
Gonzalez, R. B., Marinho, L. S. G., & Lima, J. I. A. de V. e. (2017). Re-anchoring
countercyclical capital buffers: Bayesian estimates and alternatives focusing on
credit growth. International Journal of Forecasting, 33(4), 1007–1024. https://
doi.org/10.1016/j.ijforecast.2017.04.006
Guerguil, M., Mandon, P., & Tapsoba, R. (2017). Flexible fiscal rules and countercyclical
fiscal policy. Journal of Macroeconomics, 52, 189–220. https://doi.org/10.1016/j.
jmacro.2017.04.007
Jackson, L. E., Owyang, M. T., & Soques, D. (2018). Nonlinearities, smoothing and
countercyclical monetary policy. Journal of Economic Dynamics and Control,
95, 136–154. https://doi.org/10.1016/j.jedc.2018.08.007
Jha, S., Mallick, S. K., Park, D., & Quising, P. F. (2014). Effectiveness of countercyclical
fiscal policy: Evidence from developing Asia. Journal of Macroeconomics, 40,
82–98. https://doi.org/10.1016/j.jmacro.2014.02.006
Jokivuolle, E., Pesola, J., & Viren, M. (2015). Why is credit-to-GDP a good measure
for setting countercyclical capital buffers? Journal of Financial Stability, 18, 117–
126. https://doi.org/10.1016/j.jfs.2015.03.005
Karadima, M., & Louri, H. (2020a). Economic policy uncertainty and non-performing
loans: The moderating role of bank concentration. Finance Research Letters.
https://doi.org/10.1016/j.frl.2020.101458
Karadima, M., & Louri, H. (2020b). Non-performing loans in the euro area: Does
bank market power matter? International Review of Financial Analysis,
72(October 2019), 101593. https://doi.org/10.1016/j.irfa.2020.101593
Nguyen, T. V. H., Ahmed, S., Chevapatrakul, T., & Onali, E. (2020). Do stress tests
affect bank liquidity creation? Journal of Corporate Finance, 64. https://doi.
org/10.1016/j.jcorpfin.2020.101622
Smith, S., Fuller, D., Bogin, A., Polkovnichenko, N., & Weiher, J. (2016). Countercyclical
capital regime revisited: Tests of robustness. Journal of Economics and
Business, 84, 50–78. https://doi.org/10.1016/j.jeconbus.2015.11.004
Tarchouna, A., Jarraya, B., & Bouri, A. (2017). How to explain non-performing
loans by many corporate governance variables simultaneously? A corporate
governance index is built to US commercial banks. Research in International
Business and Finance, 42, 645–657. https://doi.org/10.1016/j.ribaf.2017.07.008
Badan Pusat Statistik, Tiga Puluh Tiga Provinsi, Pertumbuhan Ekonomi 2017-2020
Otoritas Jasa Keuangan, Statistik Perbankan Indonesia 2017-2020
Abstrak
Pandemi COVID-19 berdampak pada perekonomian Indonesia. UMKM merupakan
salah satu yang terkena imbas dari lesunya perekonomian di masa pandemi.
Merespon kondisi tersebut pemerintah menerapkan beberapa kebijakan stimulus
dalam rangka pemulihan ekonomi nasional dan UMKM menjadi salah satu
penerimanya. Sementara itu, sektor perbankan berperan penting sebagai alat
transmisi kebijakan selama pandemi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
dan mengevaluasi kebijakan stimulus pemerintah melalui sektor perbankan dalam
rangka pemulihan ekonomi nasional, yaitu subsidi bunga, penjaminan kredit,
penempatan dana pemerintah, dan restrukturisasi kredit. Hasil analisis menunjukan
kebijakan-kebijakan tersebut memiliki dampak yang berbeda-beda terhadap
kinerja perbankan. Selain itu, dilakukan juga analisis dampak pemulihan ekonomi
UMKM terhadap sektor perbankan, serta evaluasi efektifitas kebijakan terhadap
pemulihan ekonomi UMKM melalui penyaluran kredit. Penelitian ini memberikan
rekomendasi sebagai tindak lanjut terhadap kebijakan stimulus selama pandemi.
Abstract
The COVID-19 pandemic has had an impact on the Indonesian economy. MSMEs are
one of those affected by the sluggish economy during the pandemic. Responding
to these conditions, the government implemented several stimulus policies in
order of national economic recovery, and MSMEs are also one of the recipients.
Meanwhile, the banking sector has an important role as a policy transmission
tool during the pandemic. The aim of this paper is to analyze and evaluate the
government stimulus policies through banking in order of national economic
recovery, such as interest subsidy, credit guarantee, government fund placement,
and credit restructuring. The analysis results shows that government stimulus
policies have different impacts on each financial indicators. In addition, this paper
also analyzes the impact of MSMEs recovery on banking sector performance and
evaluates the effectivity of the policy on MSMEs recovery through credit growth.
This study provides recommendations as the follow-up to stimulus policies during
the pandemic.
1. Pendahuluan
Pandemi COVID-19 telah membawa dampak bidang kesehatan maupun
perekonomian di Indonesia. Hingga saat ini angka kasus terkonfirmasi positif
terus berfluktuasi mengikuti kebijakan yang diberlakukan pemerintah. Kebijakan
pembatasan mobilitas masyarakat berdampak baik pada sektor kesehatan
karena dapat menekan laju peningkatan angka kasus terkonfirmasi positif.
Namun, pembatasan mobilitas masyarakat menyebabkan terbatasnya aktivitas
ekonomi masyarakat sehingga perekonomian tertekan. Dampak ekonomi dari
wabah COVID-19 terlihat jelas pada Triwulan II 2020 yaitu pertumbuhan ekonomi
terkontraksi hingga -5,3 persen (YoY). Namun kondisi ekonomi mulai membaik
sejak Triwulan III 2020 karena aktivitas ekonomi mulai berjalan secara normal.
Pada Triwulan I 2021 pertumbuhan ekonomi masih terkontraksi 0,74 persen (YoY),
namun periode tersebut telah menunjukan tren pemulihan ekonomi.
pada awal pandemi COVID-19. Penelitian dengan pendekatan yang berbeda oleh
Marcu (2021) menggunakan metode kualitatif menjelaskan bahwa bank dengan
skala besar lebih siap menghadapi pandemi karena kondisi modal yang sudah
tahan terhadap krisis. Pada sisi operasional, penelitian ini menyebutkan kondisi
pandemi mendorong bank untuk beradaptasi dengan mempercepat digitalisasi
dan hal ini memberi manfaat bagi bank.
Selain upaya untuk bertahan di tengan pandemi, bank juga berperan sebagai alat
transmisi kebijakan termasuk dalam rangka rangka pemulihan ekonomi di tengah
pandemi (Falianty, 2019). Laporan bersama dari Financial Services Forum, Institute
of International Finance, dan International Swaps and Derivatives Association oleh
Campbel, Portilla, Gray, Iwamoto, & Kennedy (2021) menyebutkan bahwa bank
berusaha lebih efektif dan efisien dalam menyalurkan kredit kepada rumah tangga
maupun pelaku usaha selama pandemi. Laporan tersebut juga menjelaskan peran
bank berskala besar dengan jaringan bisnisnya yang luas mampu mempercepat
distribusi stimulus pemerintah berupa penyaluran kredit kepada pelaku usaha,
sehingga aktivitas ekonomi lebih cepat pulih. Selain itu, penelitian oleh Funke &
Tsang (2020) yang menganalisis respon kebijkan moneter People’s Bank of China
(PBoC) terhadap krisis pada masa pandemi COVID-19 di Tingkok menemukan
bahwa kebijakan moneter PBoC berperan dalam mendorong perekonomian selama
pandemi COVID-19 di negara tersebut. Tiongkok mulai keluar dari tren penurunan
pertumbuhan ekonomi walaupun belum kembali pada posisi normal. Analisis lain
oleh Tashtamirov (2020) menemukan bahwa peran perbankan saat kondisi krisis
sangat penting dalam meningkatkan ketahanan ekonomi Rusia. Selain perannya
terhadap perekonomian, bank juga perlu memperkuat stabilitasnya selama masa
krisis.
Melihat strategisnya peran perbankan dalam pemulihan ekonomi, maka upaya
memperbaiki dan memperkuat sektor keuangan, khususnya sektor perbankan
menjadi sangat penting. Bank perlu menerapkan strategi adaptasi selama
masa pandemi dan disertai dengan dukungan kebijakan dari Pemerintah untuk
menjaga stabilitas sistem perbankan di samping perannya sebagai alat transmisi
kebijakan selama pandemi. Menurut (Accenture, 2020) program Pemerintah dapat
membantu perbankan dalam mitigasi risiko khususnya risiko kredit yang terjadi
selama masa pandemi. Penerapan kebijakan stimulus perekonomian diharapkan
Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/
atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/
atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional yang
diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 2020,
POJK No. 11 /POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai
Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019, dan
Peraturan Menteri Keuangan No. 138 /PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pemberian
Subsidi Bunga/ Subsidi Margin dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Program
Pemulihan Ekonomi Nasional.
Sektor perbankan berperan penting sebagai alat transmisi kebijakan tersebut,
sehingga ketahanan sektor perbankan pada masa krisis menjadi sangat penting.
Kebijakan-kebijakan tersebut diharapkan mendukung bank dalam menjaga
kinerjanya di samping perannya sebagai alat transmisi kebijakan bagi masyarakat
dan pelaku usaha. Dalam rangka mengukur efektivitas dan dampak kebijakan
stimulus melalui sektor perbankan yang diterapkan dalam rangka merespon
dampak pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional (restrukturisasi
kredit, subsidi bunga, penjaminan kredit, dan penempatan dana pemerintah)
terhadap perbankan, maka dilakukan analisis dampak kebijakan terhadap beberapa
indikator kinerja perbankan. Selain itu, dilakukan juga pengukuran dampak
kebijakan stimulus melalui sektor perbankan terhadap UMKM yang diukur melalui
pertumbuhan ekonomi sektor perdagangan. Penulisan karya tulis ini bertujuan
untuk mengevaluasi dampak kebijakan stimulus pemerintah melalui perbankan
terhadap kinerja sektor perbankan, melihat dampak pemulihan ekonomi UMKM
terhadap sektor perbankan, serta efektivitas kebijakan tersebut terhadap pemulihan
ekonomi UMKM yang diukur dengan PDB sektor perdagangan.
Keuangan, Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, dan lembaga keuangan lainnya.
Sampel data dalam penelitian ini berjumlah 30 bank yang mewakili Bank BUMN,
Bank Pembangunan Daerah (BPD), dan Bank swasta nasional. Metode pemilihan
sampel dilakukan dengan random sampling.
Berdasarkan hasil pengujian untuk memilih model terbaik maka seluruh model
penelitian dianalisis dengan regresi data panel model random effect. Berikut daftar
variabel penelitian.
Berdasarkan hasil regresi model random effect maka model yang terbentuk
untuk setiap indikator kinerja perbankan ialah:
Selain hasil regresi data panel tersebut, dilakukan juga analisis kualitatif
menggunakan kuesioner dengan hasil berikut.
Berdasarkan hasil regresi model random effect maka model yang terbentuk
untuk evaluasi kebijakan stimulus ekonomi terhadap UMKM ialah:
4.2.Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, maka berikut rekomendasi kebijakan
yang dapat dipertimbangkan oleh Pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan, dan
Perbankan:
1. Pemerintah tetap melanjutkan program pemberian subsidi bunga dan
penjaminan kredit kepada UMKM dengan tetap memperhatikan prioritas
alokasi anggaran.
2. Pemerintah perlu melakukan evaluasi kebijakan penempatan dana pemerintah
karena kebijakan tersebut tidak efektif mendorong penyaluran kredit dan
likuiditas bank secara umum dalam kondisi ample.
3. Pemerintah bersama dengan OJK dan perbankan perlu mengevaluasi
pemberlakukan restrukturisasi kredit dalam rangka COVID-19 dan tata cara
mengakhirinya.
4. Pemerintah bersama dengan OJK dan perbankan perlu merumuskan kebijkan
penyelesaian kredit yang berpotensi macet pasca berakhirnya periode
restrukturisasi kredit.
5. Perbankan perlu mengoptimalkan kebijakan stimulus yang diberikan
pemerintah seperti penjaminan kredit untuk meningkatkan penyaluran kredit.
6. Perbankan perlu meningkatkan porsi kredit UMKM dalam bauran kredit yang
diberikan.
Daftar Referensi
Accenture. (2020). RESPONDING TO COVID-19: An open letter to retail and
commercial banking CEOs.
Badan Pusat Statistik. (2021). Laju Pertumbuhan PDB Seri 2010 (Persen). Retrieved
July 27, 2021, from bps.go.id website: https://www.bps.go.id/indicator/11/104/1/-
seri-2010-laju-pertumbuhan-pdb-seri-2010.html
Bank Indonesia. (2020). Merespons Pandemi COVID-19: Menjaga Stabilitas Sistem
Keuangan, Mengakselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional. In Kajian Stabilitas
Keuangan.
Campbel, S. D., Portilla, A., Gray, R., Iwamoto, T., & Kennedy, S. (2021). The Role of
Financial Markets and Institutions in Supporting the Global Economy During
the COVID-19 Pandemic.
Demirgüç-Kunt, A., Morales, A., & Ruiz Ortega, C. (2020). Banking Sector
Performance During the COVID-19 Crisis. In Policy Research Working Paper.
https://doi.org/10.2139/ssrn.3689789
Ekananda, M. (2016). Analisis Ekonometrika Data Panel. Jakarta: Mitra Wacana
Media.
Falianty, T. A. (2019). Teori Ekonomi Makro dan Penerapannya di Indonesia. Depok:
PT RajaGrafindo Persada.
Funke, M., & Tsang, A. (2020). The People’s bank of China’s response to the
coronavirus pandemic: A quantitative assessment. Economic Modelling,
93(August), 465–473. https://doi.org/10.1016/j.econmod.2020.08.018
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 138 /PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi
Bunga/Subsidi Margin dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Program
Pemulihan Ekonomi Nasional. , (2020).
Marcu, M. R. (2021). The Impact of the COVID-19 Pandemic on the Banking Sector.
Management Dynamics in the Knowledge Economy, 9(2), 205–223. https://
doi.org/10.2478/mdke-2021-0013
Abstrak
Penelitian ini berupaya mengkaji dampak pandemi COVID-19 terhadap
risiko perbankan pada konteks Indonesia. Data seri bulanan enam tahun dari
2015 hingga 2021 dan metode Difference In Differences (DID) digunakan untuk
melakukan evaluasi dampak. Hasil kajian mengungkapkan bahwa fenomena credit
crunch terjadi di masa pandemi ketika pertumbuhan kredit melambat pada saat
dana pihak ketiga berlimpah di sektor perbankan. Hasil DID menunjukkan bahwa
perlambatan kredit memiliki dampak yang lebih tinggi terhadap risiko kredit
perbankan pada periode pandemi dibandingkan periode normal. Hasil penelitian
juga menemukan bahwa berdasarkan kategori bank, risiko kredit BUKU2-4 relatif
sedikit meningkat. Penelitian ini tidak hanya mampu menilai keberadaan credit
crunch dengan mengukur dampak pandemi terhadap risiko perbankan, tetapi
juga merekomendasikan business matching ke sektor-sektor yang produktif dan
aman sebagai alternatif pembiayaan sektor riil untuk mengatasi credit crunch.
Abstract
This paper attempts to investigate the COVID-19 pandemic impact on the
banking risk in the context of Indonesia. Six years of monthly series dataset from
2015 to 2021 and the Difference In Differences (DID) method are used to conduct
an impact evaluation. The study revealed that a credit crunch phenomenon takes
place in the pandemic period when credit growth slowing as ample third party
funds in the banking sektor. The DID result shows that the change of credit delivery
has a higher impact on the credit risk during the pandemic period than that of a
normal period. The research finds as well that by bank categories, the credit risk of
BUKU2-4 is slightly increases. This research is not only able to assess the existence
of the credit crunch in measuring the impact of the pandemic on the banking
risk, but also propose a business matching to productive and safe sectors as an
alternative real sector financing to cope with the credit crunch.
1. Pendahuluan
Krisis Keuangan Global 2008-2009 merupakan krisis yang besar dan meluas
disebabkan oleh ketidakstabilan sistem keuangan. Namun krisis Covid-19 adalah
krisis yang sama sekali berbeda karena disebabkan oleh guncangan eksternal
berupa bencana kesehatan. Indonesia sebagai negara dengan perekonomian
terbuka kecil merupakan negara yang rentan dipengaruhi oleh kondisi
perekonomian global. Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung menjadi
tantangan yang mempengaruhi perekonomian, khususnya pada sistem keuangan
Indonesia. Salah satu masalahnya adalah dampak terhadap lembaga keuangan,
seperti melambatnya penyaluran kredit di sektor perbankan. Dampak pandemi
pada sektor keuangan adalah kasus evaluasi dampak yang merupakan bagian dari
agenda yang lebih luas dari pembuatan kebijakan berbasis bukti (Gertler, 2011).
Analisis dampak pandemik COVID-19 juga telah dilakukan di India untuk industri
perbankan, asuransi, dan jasa keuangan (Ramasamy, 2020).
Sekarang ini, perlambatan pertumbuhan ekonomi global terutama dipengaruhi
oleh wabah virus Corona. Pertumbuhan kredit cenderung melambat sejak awal
tahun 2020 akibat wabah Covid-19. Selama masa pandemi, sejak Maret 2020
fungsi intermediasi perbankan terbatas terlihat dari pertumbuhan kredit yang
lebih rendah. Sektor keuangan cenderung konservatif atau risk averse dalam
penyaluran kredit. Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) berupa giro, tabungan
dan deposito semakin tinggi yang menggambarkan motif kehati-hatian nasabah
dalam membelanjakan uang karena kondisi ekonomi yang tidak menentu, lihat
Gambar 1.
Berangkat dari hasil temuan pada penelitian di atas, pada penelitian dilakukan
analisis dampak pandemik COVID-19 terhadap risiko kredit perbankan melalui
analisis fenomena credit crunch, yaitu dengan menilai dampak pandemik terhadap
kinerja kredit dan NPL sebagai persepsi risiko sektor perbankan. Selain itu, riset
ini juga mencari strategi alternatif untuk mengatasi dampak pandemik selain dari
regulasi yang dikeluarkan oleh otoritas. Hipotesis yang diajukan adalah pandemik
akan meningkatkan risiko kredit seiring dengan adanya kebijakan restrukturisasi
dari pemerintah dan menurunkan penyaluran kredit perbankan karena adanya
fenomena credit crunch.
Secara umum, credit crunch adalah penurunan tajam yang mendadak dalam
ketersediaan uang atau kredit dari bank dan pemberi pinjaman lainnya. Hal
tersebut terjadi ketika ada kekurangan dana yang tersedia di pasar kredit, sehingga
sulit bagi peminjam untuk mendapatkan pembiayaan. Dalam situasi ini, karena
nasabah kredit gagal bayar, bank dapat menyita agunan aset dan menjualnya
agar mendapatkan kembali dana yang dipinjam. Dalam kasus saat ini, sektor
keuangan memandang bahwa credit crunch terkait dengan risiko yang lebih tinggi
di sektor riil akibat ketidakpastian masa pandemi. Hal ini menyebabkan risiko kredit
perbankan semakin tinggi. Fenomena tersebut saat ini diperkirakan terjadi sebagai
dampak dari pandemik COVID-19.
Sebagai metode analisis evaluasi dampak pandemik Covid-19 sebagaimana
disebutkan di atas, digunakan metode Difference-In-Differences (DID) yang
merupakan salah satu metode paling banyak digunakan untuk menganalisis
evaluasi dampak. Metode DID merupakan Quasi Experiment (Bertrand Esther
Duflo Sendhil Mullainathan et al., 2002), yaitu pendekatan eksperimen tanpa
eksperimen kontrol. Meskipun metode lain untuk evaluasi dampak dimungkinkan
untuk diterapkan dalam penelitian, seperti Regression Discontinuity Design (RDD),
Instrument Variables (IV), Propensity Score Matching (PSM), dan lain-lain (Khandker
et al., 2010), DID memiliki keunggulan dalam hal pendekatan eksperimen semunya.
Evaluasi dampak kuantitatif menggunakan metode Difference-In-Differences
(DID) biasa digunakan dalam evaluasi dampak (Baker, 2000) (Baker, 2000).
Metode DID memerlukan pembagian dua kelompok yaitu kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol dan minimal dua periode pengamatan yaitu sebelum dan
sesudah perlakuan. Dalam hal ini, kelompok perlakuan adalah kinerja kredit dan
2.2. Metodologi
Model DID untuk kasus dua periode (sebelum dan selama pandemik)
menggunakan estimasi regresi time series dapat ditunjukkan pada persamaan 1,
sebagai berikut:
Dimana, Kredit adalah variabel respon (variabel dependen). NPL adalah variabel
bebas yang diberikan perlakuan dalam hal ini pandemik COVID-19. T_2020 adalah
variabel boneka (dummy) yang menunjukkan periode pandemik. Sementara λ
adalah estimator DID, yaitu perubahan NPL selama pandemik dikurangi perubahan
NPL sebelum pandemik sebagai unit kontrol. Kemudian formula estimasi DID
sebagai berikut
2
OJK mengelompokan perbankan dalam kategori bank umum yang melakukan kegiatan
usaha disingkat BUKU, mulai BUKU-1 s.d. BUKU-4 berdasarkan modal inti (core capital). BUKU-
1 minimum modal inti Rp1 Triliun; BUKU-2 minimum Rp1-5 Triliun; BUKU-3 minimum Rp 5-30
Triliun; BUKU-4 minimum Rp 30 Triliun. (POJK No.6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan
Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank)
Metode DID memerlukan asumsi dasar agar hasilnya valid (robust), yaitu
asumsi tren paralel. Hal itu artinya baik kelompok perlakuan maupun kontrol
memiliki tren linier yang sama jika tidak ada perbedaan perlakuan. Metode DID
mengasumsikan bahwa tren/kemiringan paralel tidak berubah (tren dari waktu ke
waktu sama pada kedua kelompok). DID adalah desain eksperimen semu karena
tidak benar-benar berbeda kelompok terpisah (kelompok perlakuan dan kontrol)
tetapi hanya memisahkan periode data. Data NPL dan pertumbuhan kredit dalam
hal ini telah memenuhi asumsi tren paralel karena memiliki korelasi yang cukup
tinggi (r = - 0,60%) pada periode sebelum pandemik.
Pasca Covid: β (Credit) + δ (CreditT_2020) = -0.05 + 0,04 = -0,01
Pasca Covid :
Pasca Covid: β (Credit) + δ (CreditT_2020) = -3,46 + 14.74 = 11,28
3
Loan at risk (LAR) adalah indikator risiko gagal bayar atas pinjaman yang telah disalurkan.
LAR berisi kredit dengan kolektibilitas yang direstrukturisasi dan kategori dalam perhatian
khusus hingga kredit bermasalah (NPLs).
Triliun dalam bentuk Program Keluarga Harapan (PKH) dan Rp 22 Triliun bantuan
untuk UMKM yang terganggu pandemik. Sedangkan dari sisi penawaran (supply)
secara simultan kebijakan akomodatif yang meningkatkan likuiditas perbankan
perlu disertai upaya mengurangi risiko kredit agar fungsi intermediasi perbankan
kembali dapat optimal. Pada sisi praktis, upaya mempertemukan pihak perbankan
dan UMKM dapat menjadi integrasi kedua sisi, penawaran dan permintaan kredit
melalui business matching pembiayaan. Strategi ini dapat membuka informasi
asimetris dari nasabah (credit rating) sehingga risiko kredit relatif berkurang. Upaya
ini dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi fenomena credit crunch.
Berdasarkan matrik Boston Consulting Group (BCG) yang dimodifikasi,
dapat diidentifikasi beberapa sektor ekonomi prospektif dan aman berdasarkan
tingkat risiko terpapar COVID-19, lihat Gambar 3 Penilaian prospektif diperoleh
dari pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi selama masa pandemik tahun
2020. Sementara tingkat risiko setiap sektor ekonomi berasal dari informasi yang
dikeluarkan oleh Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nasional. Dari matrik
tersebut, sektor komunikasi & informasi dan sektor pertanian termasuk dalam
kelompok Star, atau sektor yang direkomendasikan dibiayai perbankan. Sementara
itu, sektor pertambangan dan penggalian, sektor kontruksi, sektor perdagangan
besar dan eceran, sektor industri pengolahan tergolong Cash Cow, atau sektor yang
potensial karena pertumbuhan rendah dan mempunyai pangsa pasar yang tinggi,
Adapun sektor jasa keuangan dan sektor administrasi publik berada di kelompok
Jasa Keuangan dan Asuransi, Jasa Kesehatan dan kegiatan sosial, Jasa Pendidikan,
Real Estate ada di golongan Question Mark pertumbuhan tinggi dan pangsa pasar
rendah. Sedangkan sektor pengadaan listrik dan gas, penyedia akomodasi dan
makan minum, transportasi dan perdagangan termasuk kelompok Dogs atau
pertumbuhan rendah dan kurang aman. Sektor-sektor tersebut di atas dinilai relatif
prospektif dan aman untuk dibiayai perbankan melalui business matching agar
dapat menjadi motor penggerak pemulihan ekonomi nasional, namun demikian
terdapat beberapa sektor yang harus diperhatikan oleh pihak perbakan dalam
menyalurkan kreditnya khususnya yang termasuk dalam kelompok Dogs.
4.2. Rekomendasi
Dalam upaya mengatasi risiko kredit akibat penyebaran COVID-19 pemeritah
mengupayakan adanya kebijakan Restrukturisasi sesuai dengan ketentuan dan
kebijakan yang dikeluarkan oleh OJK dalam POJK No. 11/POJK.03/2020. Kebijakan
tersebut merupakan kebijakan stimulus kredit perbankan yang bersifat sebagai
mitigasi dampak penyebaran COVID-19 terhadap kinerja dan kapasitas debitur yang
berpotensi menimbulkan risiko kredit dan dapat mengganggu kinerja perbankan
dan sistem keuangan stabilitas di Indonesia. Restrukturisasi kredit atau pembiayaan
dilakukan oleh POJK terhadap penilaian kualitas aset antara lain dengan suku bunga
yang lebih rendah, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok,
pengurangan bunga, penambahan fasilitas kredit atau pembiayaan, dan konversi
kredit atau pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara. Berbagai skema
tersebut diserahkan sepenuhnya kepada bank dan sangat bergantung kepada
hasil identifikasi bank terhadap kinerja keuangan debitur atau penilaian terhadap
prospek usaha dan kemampuan membayar debitur terdampak COVID-19. Jangka
wakrtu restrukturisasi ini sangat bervariasi tergantung penilaian bank terhadap
debiturnya dengan jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Dari sisi Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II-2021, berdasarkan
matriks modifikasi BCG dapat merekomendasikan beberapa sektor yang termasuk
kedalam kelompok Star adalah sektor informasi dan komunikasi serta sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan. Kelompok Star tersebut bisa menjadi
masukan kepada perbankan untuk memberikan kreditnya. Pada kondisi pandemik
covid-19, sektor informasi dan komunikasi serta sektor pertanian tidak begitu
terdampak. Hal tersebut terkonfirmasi dari kualitas kedua sektor tersebut memiliki
tingkat kualitas yang rendah.
Daftar Referensi
Baker, J.L. (2000). Evaluating the Impact of Development Projects on Poverty : A
Handbook for Practitioners.
Bernanke, B. & Lown, C.S. (1991). Credit Crunch. Brookings Papers on Economic
Activity, vol. 22, issue 2, 205-248
Bertrand, M., Duflo, E., & Mullainathan, S. (2002). How Much Should We Trust
Differences-in-Differences Estimates? NBER Working Paper No. 8841.
Gertler, P.J., Martinez, S., Premand, P., Rawlings, L.B., & Vermeersch, C.M.J. (2011).
Impact Evaluation in Practice. World Bank. Washington D.C.
Khandker, S.R., Koolwal, G.B., dan Samad, H.A. (2010). Handbook on Impact
Evaluation: Quantitative Methods and Practices. World Bank. Washington D.C.
Ramasamy, K. (2020). Impact Analysis in Banking, Insurance and Financial services
industry due to COVID-19 Pandemic. Pramana Research Journal, Volume 10,
Issue 8, 2020.
https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-analisis-matriks-bcg-dan-
contohnya/
Andhyka, Nisa & Puwoko. (2017). Penggunaan BUKU dan Kepemilikan dalam
Menganalisis Efisiensi Perbankan di Indonesia. Vol. 3 No. 2, Desember 2017
Ilhami & Husni Thamrin. (2021). Analisis dampak Covid-19 terhadap kinerja
keuangan perbankan Syariah di Indonesia. Jurnal Tabarru : Islamic Banking
and Finance. Vol.4 No.1
Siti Epa Hardiyanti and Lukmanul Hakim Aziz. (2021) The Case of COVID-19 impact
on the level of non-performing loans of conventional commercial banks in
Indonesia. Banks and Bank System. Publisher LLC Consulting Publishing
Company Business Perspectives.
Hari dan Ali Ismail. (2020) dengan judul Banking credit restructuring policy on the
impact of Covid-19 spread in Indonesia. Jurnal Inovasi Ekonomi Vol.05 No.02
Lampiran
Data Total Kredit dan NPL