Kisah berlaku di Gunung Mandi Angin yang dikuasai dan diperintah oleh
seorang Raja yang bernama Raja Madong Bongsu. Sang Raja memiliki seorang
putera yang lahir dengan penuh keajaiban karena apabila puteranya terjatuh di tikar
maka tikar akan koyak, jika jatuh ke lantai maka lantai akan patah dan kemudia
terjatuh di tabah yang kemudian diambil oleh Bidan Nan Tujuh.
Putera ini pun terlahir bersama sebilah pedang di tangan kanan dan juga
sebilah telur yang ada di tangan kiri beserta dengan selaras senapang yang berada di
bahu kanannya. Puteranya ini diberi nama Raja Donan dan dikenal pula dengan nama
Awang Donan. Pada suatu hari Sang Raja memanggil Nujum Nan Tujuh ke Istana
guna menilik nasib puteranya, apakah nasib baik atau buruk. Enam nujum telah
memberikan penglihatannya jika sang putera kelak akan memberikan nasib buruk
pada negeri Gunung Mandi Angin.
Kemudian Raja mempercayai tilikan ke enam Nujum Nan Bongsu dan ingin
membunuh puteranya namun hal tersebut digagalkan oleh Temenggung Bendahara
dan Mak Inang Tanda Pengasuh. Raja Donan pun dibawa dan diasuh oleh mereka
berdua ke Pulau Sembilan. Waktu berlalu dan Raja Donan tumbuh menjadi remaja
yang tangguh, suatu hari Raja Donan menebang Buluh untuk membuat seruling di
tepi sungai namun seruling ini tidak bisa mengeluarkan suara merdu. Tiba – tiba
muncul seekor gagak betina yang buta bersama anaknya ke tempat Raja Donan. Sang
burung gagak betina berujar jika dia akan mengajari Raja Donan untuk membuat
seruling asalkan Raja Donan bersedia memerikan anaknya kerak nasi. Raja Donan
pun mengambil karak nasi dan memberikannya pada gagak dan memukul gagak
dengan karak nasi, hasilnya gagak betina itu bisa melihat kembali dan sesuai dengan
janji gagak tersebut kemudian mengajari Raja Donan membuat seruling. Sang gagak
berkata untuk membuang buluh ke sungai dan mengambilnya kembali ke hulu sungai
untuk dibuat menjadi seruling. Dengan saran dari burung gagak Raja Donan berhasil
membuat seruling yang mengeluarkan suara merdu.
Pada suatu malam ketika Raja Donan memainkan serulingnya dia mendengar
dentuman bedil dari arah negeri Gunung Angin Mandi. Mengetahui ayahannya
terancam, Raja Donan meminta izin pada Temenggung Bendahara dan Mak Inang
Tanda Pengasuh untuk menyelamatkan ayahannya. Setelah sampai di sana Raja
Madong Bongsu, ayahannya Raja Donan telah kalah dari Raja Mambang Nan Tujuh
setelah melakukan perlawanan sengit.
Raja Madong Bongsu akhirnya hidup kembali dan mengetahui bahwa anak
yang hendak dibunuhnya yang telah menghidupkannya kembali. Raja Madong
Bongsu pun menyesal dan ingin mencari puteranya ke Pulau Sembilan namun dia
hanya menemukan tiga nelayan yang merupakan Rada Donan, Temenggung
Bendahara dan Mak Inang Tanda Pengasuh yang sedang menyamar.
Raja Madong Bongsu kembali ke istana dengan hati sedih, mana kala dia
kembali ke Pulau Sembilan intuk mencari anaknya, dia pun kembali tak menemukan
Raja Donan yang menyamar menjadi gabus bersama Temenggung Bendahara dan
Mak Inang Tanda Pengasuh. Sang Raja pun hidup dengan penyelasan selamanya.
A. KARAKTERISTIK HIKAYAT