JURNAL
JURNAL
Abstrak
The practice of the nominee treaty has clearly violated the principle of
nationalism existing in Indonesian agrarian law. In exercising the authority, duties
and functions of the Notary Supervisory Council and the Notary Publicity Council
have not done so optimally, that is, the extent to which the Notary Supervisory
Board and the Notary Public Honor Council oversee and supervise the notary in
relation to the making of the nominee agreement agreement. In conducting such
supervision and guidance, the form of sanction given is still uncertain from both of
these institutions to the notaries that violate the code of notary ethics related to the
making of the nominee agreement agreement, so there is still a notary who violate
the notary code of ethics by smuggling the law through the making of the deed
Nominee agreement. In Bali Province especially in Denpasar City, the practice of
nominee agreement between Indonesian citizens and foreigners who violate the
rules of Notary Code of Ethics and UUJN is still happening.
In this thesis will analyze the role of Supervisory Board Notary and Honorary
Council of Notary as well as the form of sanction given to the Notary who made the
deed nominee agreement. Research method in writing this thesis is juridical
empirical.
Based on the results of the research, MPN's role in this case, conducts a
hearing to examine notaries and administer administrative sanctions. The role of
MKN in solving the case of violation of the code of ethics of Notary to Notary which
makes the nominee agreement very limited, because MKN can only conduct
examination on the petition filed by the investigator, prosecutor and judge; And
grant approval or rejection of a request for approval of a Notary's invitation to be
present in the investigation, prosecution and judicial proceedings. Against a Notary
who makes a nominee agreement may be subject to civil sanctions, the
administration may also be subject to criminal sanctions. The responsibility of the
notary is criminally levied when a notary commits a criminal act, such as a signature
fraud accompanied by the deed of nominee agreement.
Keywords: Assembly of Supervisors, Honorary Council, Nominee Agreement
A. Pendahuluan
sebagai pejabat publik, sekaligus agar tidak melanggar maupun berbenturan dengan
aturan dalam suatu hukum, karena fungsi Notaris merupakan seorang profesional
Notaris, secara terminologi berasal dari kata Notarius (Romawi) yang berarti
seorang penulis (juru tulis). Nama Notarius sendiri berasal dari kata Nota Literaria
yang mempunyai arti suatu tanda tulisan (letter mark) atau karakter yang
menerangkan sesuatu (Soegondo, 1993, 12). Notaris adalah pejabat publik yang
terkait dengan semua perjanjian, penetapan dan perbuatan yang diharuskan oleh
notariil adalah keinginan dari Warga Negara Asing (selanjutnya disebut WNA)
untuk memiliki atau menguasai hak atas tanah di Indonesia yaitu hak milik, dengan
yang berdasarkan aturan hukum dilarang untuk dapat menjadi subyek hukum hak
milik atas tanah. Hak penguasaan atas tanah merupakan hak yang diberikan oleh
pemilik tanah kepeada pihak lain untuk menguasai tanah tersebut untuk melakukan
suatu tindakan hukum seperti layaknya pihak yang memiliki hak milik hak milik
atas suatu tanah tersebut (Boedi, 2008, 23). Menurut pakar hukum pertanahan,
Oloan Sitorus, menguasai dalam hak untuk menguasai tersebut mempunyai arti
yaitu, berisi tentang kewenangan yang luas, bahkan hak dari penguasaan atas tanah
tersebut lebih luas daripada hak atas tanah (Oloan, 2004, 13).
Negara Indonesia berlandaskan hukum yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur
(Sumardika, 2007, 39). Dalam situasi ini, yakni WNA yang meminjam namanya
dengan Warga Negara Indonesia (selanjutnya disebut WNI), dengan maksud agar
WNA itu bisa memiliki atau menguasai tanah atas hak milik secara nyata (de facto),
namun secara hukum atau legal-formal (de jure) tanah hak milik tersebut diatas
namakan WNI. Dengan kata lain, WNI tersebut “dipinjam” namanya oleh WNA
tersebut (Maria, 2012, 2). Banyak WNA yang menguasai tanah hak milik WNI
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis data primer, data sekunder dan data tersier,
yang terdiri dari : Data Primer, sumber dari data primer didapat dengan cara
meneliti secara langsung untuk terjun ke lapangan yang meliputi data, informasi
dan keterangan hasil wawancara atau interview dengan pihak-pihak berkaitan
langsung dengan permasalahan.
Data Tersier, sumber data tersier merupakan sumber data yang secara tidak
langsung, berupa keterangan yang mendukung data primer dan sekunder, seperti
ensiklopedia, internet dan sebagainya. Dalam kepustakaan akan dijumpai puluhan
bahkan ratusan atau mungkin lebih konsep-konsep hukum. Hal itu karena orang
dalam memahami hukum masuk dari sudut yang berbeda-beda. Dari sudut yang
berbeda tersebut menyebabkan orang melakukan studi secara berbeda pula
(Satjipto, et al, 2016, 67).
Penggugat pada tanggal 12 Juni 2007 telah membeli sebidang tanah sesuai
dengan Setipikat Hak Milik Nomor: 1022/Desa Pererenan, dengan Nomor
Identifikasi Bidang Tanah: 22.03.05.18.0113, dengan Surat Ukur Nomor:
1216/Pererenan/2008, tertanggal 12 Maret 2008, seluas 975 m2 (sembilan ratus
tujuh puluh lima meter persegi) yang terletak di Jalan Jantuk Angsa (dahulu
bernama Gang Sabana), Desa Pererenan, Kecamatan Mangwi, Kabupaten Badung,
Propinsi Bali tercatat atas nama KW (Penggugat) berdasarkan Akta Jual Beli Nomor:
169 tertanggal 12 Juni 2007 yang telah dibuat dan ditandatangani di Kantor Notaris
dan PPAT Kabupaten Badung, ENW (Tergugat II) yang beralamat di Komplek
Pertokoan Segitiga Emas Kav. 31-32, Jalan By Pass Ngurah Rai Nomor 5, Kuta,
Kabupaten Badung, Propinsi Bali, yang kemudian pada awal tahun 2008 tanah
tersebut telah dibangun sebuah villa dengan nama EMMANUELLE yang ditempati
oleh penggugat sendiri hingga saat ini.
Penggugat dan Tergugat I telah saling mengenal dengan baik sejak tahun
2006. Dengan bujuk rayu dan iming-iming janji bahwa tanah yang dibeli Penggugat
tersebut akan segera dibangun Villa dan akan disewakan kepada pihak lain yang
kemudian hasil yang didapat dari pengelolaan Villa tersebut akan dibagi bersama,
Tergugat I kemudian meminta Penggugat untuk membuatkan akta-akta atas tanah
tersebut dihadapan Tergugat II, adapun Akta-Akta Notaris tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Akta Notaris Nomor 89 tanggal 24 Maret 2008 tentang Sewa Menyewa Tanah
antara Penggugat selaku Pihak Pertama yang Menyewakan dan Tergugat I selaku
Pihak Kedua sebagai Pihak Penyewa;
c. Akta Notaris Nomor 91 tanggal 24 Maret 2008 tentang Pernyataan dan Kuasa
antara Penggugat selaku yang menyatakan dan Pemberi Kuasa dan Tergugat I
selaku yang menerima Pernyataan dan Penerima Kuasa;
d. Akta Notaris Nomor 108 tanggal 1 April 2008 tentang Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) atas nama Alain Maurice Pons, selaku Tergugat I, yang
beralamat di 10, rue Jean Vidaihet 31800 St. Gaudens, France.
Obyek tanah tersebut di atas yang dibuatkan dan dibebani dengan Akta-akta yang
dibuat dihadapan Notaris sangat jelas memposisikan Penggugat selaku nominee.
Saat ini, gugatan ini telah dicabut oleh pihak ST di Pengadilan Negeri
Denpasar dan antara ST (pelapor) dan Notaris ESP,SH dilakukan proses mediasi
oleh MPN. Namun, untuk penerapan sanksi yang dilakukan oleh lembaga Notaris
tetap diberikan terhadap tergugat Notaris ESP,SH karena telah melakukan
pelanggaran jabatan dan kode etik notaris dalam hal pemalsuan tanda tangan dan
pembuatan akta perjanjian nominee.
Ada beberapa faktor yang mendasari para pihak dan Notaris untuk membuat
perjanjian nominee. Dalam hal ini, Ibu Notaris Nella Hasibuan mengatakan :
2. Dari pihak WNI, WNI tersebut juga kurang paham dan mendapat
keuntungan dari pembuatan akta perjanjian nominee dengan pembagian
keuntungan.
3. Dari pihak WNA, WNA tersebut juga sama-sama kurang paham dan ingin
memiliki seumur hidup dari tanah tersebut karena takut hak atas tanahnya hilang.
WNA hanya ingin secure saja untuk berinvestasi di Indonesia.
Jadi, pada awalnya para pihak tidak ada yang ingin untuk niat buruk ,
walaupun ada beberapa yang paham namun terus untuk dilanjutkan pembuatan
perjanjian nominee.”
Menurut Pasal 26 ayat (2) UUPA, Hak Milik kepada WNA dilarang dan
pelanggaran terhadap pasal ini mengandung sanksi terhadap perjanjian nominee
tersebut batal demi hukum. Namun demikian, UUPA tidak menutup sama sekali
kesempatan WNA untuk mempunyai hak atas tanah di wilayah Indonesia. Akta
sebagaimana dimaksud salah satunya dikenal sebagai Akta Antidateren, yaitu isi
akta ditulis tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Contohnya adalah
Akta Pernyataan WNI terhadap WNA dalam perbuatan hukum jual beli tanah,
dalam hal ini WNA sebenarnya adalah orang yang menurut Undang-Undang tidak
diperbolehkan memiliki hak atas tanah tertentu (Andi, 2010, 38-40). Perjanjian
nominee tersebut hanya berdasarkan kesepakatan para pihak dan kebebasan
berkontrak. Asas kebebasan berkontrak” dalam perjanjian tersebut sebenarnya
dibatasi oleh syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang telah diatur
dalam “Pasal 1320 ayat (3) dan (4) KUHPer” yang harus dipatuhi. “Hal ini
bertujuan, agar nantinya perjanjian yang telah dibuat tidak menjadi dapat
dibatalkan dan ataupun perjanjian menjadi batal demi hukum karena dilanggarnya
syarat-syarat subyektif dan obyektif dari sahnya suatu perjanjian (Artadi, et al, 2010,
47).
Majelis Pengawas dibentuk oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia dengan cara "pendelegasian" kewajibannya dalam mengawasi
dan membina Notaris yang meliputi perilaku dan pelaksanaan jabatan Notaris,
sebagaimana disebutkan dalam pasal 67 UUJN juncto pasal 1 ayat 1 Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10
Tahun 2004.
MKN mempunyai tugas dan fungsi yang diatur di dalam Pasal 18 ayat (1)
dan (2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 7 tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris, yaitu :
(2). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana disebutkan pada ayat (1), Majelis
Kehormatan Notaris Wilayah mempunyai fungsi melakukan pembinaan dalam
rangka:
a. Menjaga martabat dan kehormatan Notaris dalam menjalankan profesi
jabatannya; dan
a. Ketua yang merangkap sebagai anggota, yang berjumlah 1 (satu) orang; dan
Dalam hal pemanggilan Notaris diatur lebih lanjut Pasal 23, yaitu :
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat paling
sedikit:
a. nama Notaris;
c. nomor akta dan/atau surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol
Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
(5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
terlampaui, dianggap Majelis Kehormatan Notaris Wilayah menerima permintaan
persetujuan.
Terhadap kasus yang terjadi di kota Denpasar yaitu, dalam pembuatan akta
perjanjian nominee oleh Notaris. Sekretaris Majelis Kehormatan Notaris Wilayah
Kota Denpasar, Bapak Ida Bagus Made Danu Kresnawan, mengatakan :
Peran MKN dalam hal penyelesaian kasus pelanggaran kode etik Notaris
terhadap Notaris yang membuat perjanjian nominee sangat terbatas, karena sesuai
dengan UUJNP Pasal Pasal 18 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan
Notaris, MKN hanya dapat melakukan pemeriksaan terhadap permohonan yang
diajukan oleh penyidik, penuntut umum, dan hakim; serta memberikan persetujuan
atau penolakan terhadap permintaan persetujuan pemanggilan Notaris untuk hadir
dalam penyidikan, penuntutan, dan proses peradilan.
“Selama yang saya amati, Notaris yang terkena kasus perjanjian nominee itu
dikenakan sanksi berupa teguran baik lisan maupun tertulis.”
Prosedur penjatuhan sanksi administratif dilakukan secara langsung oleh
Majelis Pengawas Notaris Wilayah Kota Denpasar. Penjatuhan sanksi administrasi
adalah sebagai langkah preventif (pengawasan) dan langkah represif (penerapan
sanksi). Langkah preventif dilakukan melalui pemeriksaan protokol notaris secara
berkala dan kemungkinan adanya pelanggaran dalam pelaksanaan jabatan notaris.
b. Sanksi Perdata
Sanksi ini berupa penggantian biaya, ganti rugi dan bunga merupakan akibat
yang akan diterima Notaris atas tuntutan para penghadap yang merasa dirugikan
atas pembuatan akta oleh Notaris. Penggantian biaya, ganti rugi atau bunga harus
didasarkan pada suatu hubungan hukum antara Notaris dengan para pihak yang
menghadap Notaris. Jika ada pihak yang merasa dirugikan sebagai akibat langsung
dari suatu akta Notaris, maka yang bersangkutan dapat menuntut secara perdata
terhadap Notaris.
c. Sanksi Pidana
Sanksi pidana terhadap Notaris atas akta yang dibuatnya tidak diatur dalam
UUJN-P namun tanggung jawab notaris secara pidana dikenakan apabila notaris
melakukan perbuatan pidana, seperti pemalsuan tanda tangan disertai pembuatan
akta perjanjian nominee dalam kasus Nomor 158/Pdt.G/2015/PN.DPS. Dalam hal
pemberian sanksi pidana kepada Notaris, MKN baru ikut berperan dalam proses
peradilan dengan memberikan persetujuan terhadap permintaan persetujuan
pemanggilan Notaris untuk hadir dalam penyidikan, penuntutan, dan proses
peradilan. Ibu Notaris Nella Hasibuan, mengatakan :
“Dalam hal perjanjian nominee, Notaris bisa dikenakan sanksi pidana jika di
dalamnya terdapat pemalsuan tanda tangan oleh Notaris”
“Notaris itu bisa kena sanksi pidana, apabila Notaris itu terbukti yang
menganjurkan para pihak untuk membuat perjanjian nominee, karena itu sudah
termasuk keterangan palsu, pasal 263, 264 KUHP”
Dalam praktek ditemukan kenyataan bahwa pelanggaran atas sanksi tersebut
kemudian dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh
Notaris.
Kesimpulan
2. Bentuk sanksi yang diberikan oleh, Majelis Pengawas Notaris dan Majelis
Kehormatan Notaris terhadap notaries yang membuat akta perjanjian nominee.
Terhadap Notaris yang membuat perjanjian nominee dapat dijatuhi sanksi perdata,
administrasi juga dapat dijatuhi sanksi pidana. Sanksi administrasi berdasarkan
UUJN-P disebutkan ada 5 (lima) jenis sanksi administrasi yang diberikan apabila
seorang notaris melanggar ketentuan UUJN-P seperti dalam pembuatan akta
perjanjian nominee, yaitu peringatan lisan, peringatan tertulis, pemberhentian
sementara, pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian dengan tidak
hormat. Sanksi perdata berupa penggantian biaya, ganti rugi dan bunga merupakan
akibat yang akan diterima Notaris atas tuntutan para penghadap yang merasa
dirugikan atas pembuatan akta oleh Notaris.Tanggung jawab notaris secara pidana
dikenakan apabila notaris melakukan perbuatan pidana, seperti pemalsuan tanda
tangan disertai pembuatan akta perjanjian nominee.
Saran
1. Peran MPN dan MKN terhadap penyelesaian kasus pelanggaran kode etik
Notaris terhadap Notaris yang membuat akta perjanjian nominee belum maksimal,
disarankan kedua lembaga untuk lebih aktif lagi dalam menanggulangi kasus
perjanjian nominee ini serta perlu adanya kesadaran dari Para Pihak dan Notaris itu
sendiri untuk tetap menjaga keluhuran jabatan Notaris.
2. Sanksi yang diterapkan MPN dan MKN terhadap Notaris yang membuat akta
perjanjian nominee hanya terkesan “seadanya” dan tidak menimbulkan efek jera,
disarankan memang perlu untuk dibuatkan peraturan khusus mengenai perjanjian
nominee beserta sanksinya agar para pihak dan Notaris benar-benar mematuhi
aturan yang berlaku di Indonesia.
Daftar Pustaka
Buku Literatur:
Adjie, Habib, 2008, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung.
Fachruddin, Irfan, Stout HD, de Betekenissen van de wet, , 2004, Pengawasan Peradilan
Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah, Alumni, Bandung.
Harsono, Boedi, 2008, Hukum Agraria Indonesia: sejarah pembentukan undang-undang
pokok agraria, isi dan pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta.
Notodisoerjo, R. Soegondo, 1993, Hukum Notariat Di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja
Grafindo Perasada, Jakarta.
Prajitno, Andi., 2010, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia,
Surabaya.
Rahardjo, Satjipto, Rachmad Safa’at, 2016, Ilmu Hukum Di Tengah Arus Perubahan, Surya
Pena Gemilang, Malang.
Safa’at, Rachmad, 2016, Advokasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa : Edisi Revisi, PT.
Surya Pena Gemilang, Malang.
Sitorus, Oloan, 2004, Kapita Selekta Perbandingan Hukum Tanah, Mitra Kebijakan Hukum
Tanah Indonesia, Jakarta.
Soekanto, Soejono., 1982, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta.
Sumardjono, Maria S.W., 2012, Penguasaan Tanah Oleh Warga Negara Asing Melalui
Perjanjian Nominee, Rapat Kerja Wilayah Ikatan Notaris Indonesia(INI) Pengurus
Wilayah Bali dan NTT, Denpasar
Waluyo, Bambang., 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta.
Artikel dari Jurnal Ilmiah
Sumardjono, Maria S.W., 2007, Alternatif Kebijakan Pengaturan HakAtas Tanah Beserta
Bangunan Bagi Warga Negara Asing Dan Badan Hukum Asing, Kompas, Jakarta.
Artadi, I Ketut, I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Implementasi Ketentuan-Ketentuan
Hukum Perjanjian kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press,
Denpasar.
Hadjon, Philipus M., tanpa tahun, Tentang Wewenang, Makalah, Universitas Airlangga,
Surabaya.
Sumardika, I Nyoman, 2007, Penguasaan Tanah Oleh Warga Negara Asing Di Kabupaten
Badung, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, 2007, Yogyakarta.
Susanto, Satugus, 2016, Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Yang Dinyatakan Batal Demi
Hukum Dalam Perkara Nominee Di Pengadilan Negeri Denpasar, Tesis, Universitas
Udayana, Denpasar.
Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2016
tentang Majelis Kehormatan Notaris
Putusan :
Putusan No.787/Pdt.G/2014/PN.DPS