Anda di halaman 1dari 26

Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo 736 Gresik Telp. (031) 3950552, 3958499 Fax.

(031)3958599

Lampiran
Keputusan Direktur RSU Denisa Gresik
Nomor : SK-DEN/01/42/VIII/2017
Tentang : Keb Pely Anestesi di RSU
Denisa Gresik

PANDUAN PELAYANAN ANESTESI


RUMAH SAKIT UMUM DENISA GRESIK

BAB I
DEFINISI
1.1 Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif adalah pelayanan dalam rangka
menerapkan Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif di berbagai unit kerja RSU
DENISA GRESIK.
1.2 Tim Pelaksanan Pelayanan Anestesi terdiri dari dokter spesialis anestesiologi,
perawat anestesi. Dalam melakukan pelayanan Dokter Anestesiologi dapat
mendelegasikan tugas pemantauan kepada anggota Tim namun tetap
bertanggungjawab atas pasien secara keseluruhan.
1.3 Apabila dalam hal Dokter Spesialis Anestesi RSU Denisa berhalangan maka bisa
digantikan kepada Dokter Anestesi dari luar yang telah dilakukan kredensialing
sebelumnya.
1.4 Pelayanan tindakan resusitasi adalah pelayanan resusitasi pada pasien yang berisiko
mengalami henti jantung meliputi bantuan hidup dasar, lanjut dan jangka panjang di
lingkungan RSU Denisa Gresik.
1.5 Pelayanan anestesi di luar kamar operasi adalah tindakan pemberian sedasi moderat
di luar dan dalam kamar operasi.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pelayanan Anestesiologi di RSU Denisa meliputi

1. TINDAKAN UNTUK MENGATASI PASIEN GAWAT,


2. PENATALAKSANAAN NYERI,
3. PENILAIAN PRA-ANESTESI, INTRA ANESTESI,DAN PASCA ANESTESI
4. PELAYANAN SEDASI MODERAT DAN DALAM.

BAB III
TATA LAKSANA

3.1 Pelayanan Pasien Gawat.


Pelayanan pasien gawat adalah penanganan anestesi yang ditujukan untuk menangani
kegawatan pada pasien yang melingkupi kegawatan jalan napas, kegawatan napas,
kegawatan sirkulasi, kegawatan akibat gangguan kesadaran, kegawatan akibat exposure
terhadap bahan atau zat berbahaya.

3.2 Pelayanan Code Blue RSU Denisa Gresik


Pelayanan code blue melingkupi penanganan kegawatan ruang perawatan bangsal maupun
pada ruang poliklinik serta ruang diagnostic terhadap pasien yang mengalami gangguan
fungsi vital (Airway, Breathing, Circulation, dan Disability) yang bertujuan agar pasien
dapat stabil untuk dilakukan terapi definitif dari penyakit yang diderita melalui proses
diagnosis lebih lanjut yang dapat dilakukan pada ruangan tersebut maupun perawatan
intensif lanjutan pada Intesive Care Unit (ICU). Mekanisme pemanggilan dengan prosedur
tertentu yang telah disepakati bersama.

3.3 Pelayanan Pra Operasi


Pelayanan pra operasi dilakukan sebagai langkah persiapan operasi sejak pasien berada
dalam ruangan perawatan bangsal, maupun pada VK untuk operasi emergency dan elektif
yang bertujuan agar pasien siap untuk dilakukan pembiusan dengan keadaan aman dengan
mengedepankan prinsip patient safety.
Pelayanan Pra Operasi meliputi kunjungan preoperatif, informed consent (untuk
mendapatkan persetujuan tindakan), dan persiapan pre operasi (meliputi persiapan pasien,
mesin anestesi, alat dan obat, serta premedikasi).
3.3.1 Kunjungan preoperatif
1) Kunjungan preoperatif juga bertujuan untuk menggali informasi terkait dengan kondisi
pasien, riwayat penyakit sebelumnya dan permasalahan lainnya terkait dengan tindakan
yang akan dijalani.
2) Pernilaian klinis yang baik dan lengkap sebelum pasien menjalani rawat inap itu harus
dilakukan secara teliti dan sistematis.
3) Komunikasi antara anggota tim, seperti dokter bedah, dokter anestesi, perawat dan tenaga
kesehatan lain yang terlibat, sangat diperlukan untuk mengetahui kebutuhan khusus atau
spesifik pasien dalam menjalani suatu tindakan pembedahan dan persiapan perioperatif
memberikan jaminan bahwa hal tersebut telah siap saat sebelum tindakan pembedahan.
4) Kunjungan preoperatif meliputi penerimaan atau evaluasi pasien di pasien rawat jalan,
rawat darurat (untuk pembedahan emergensi), HCU, dan pasien yang akan menjalani
tindakan diagnostik.
5) Pasien dapat dikonsulkan ke bagian lain (penyakit dalam, jantung, dll) untuk memperoleh
gambaran kondisi pasien secara lebih spesifik bila ditemukan kondisi klinis yang
mendukung.
6) Konsultasi ke bagian lain dijadikan bahan pertimbangan dan diskusi dalam melakukan
pelayanan anestesi berikutnya.
7) Konsultasi ke bagian lain dijadikan bahan pertimbangan dan diskusi dalam melakukan
pelayanan anestesi berikutnya.
8) Penentuan status fisik pasien berdasarkan kriteria yang dikeluarkan ASA (American
Society of Anesthesiologist)
a) ASA 1: tanpa ada penyakit sistemik
b) ASA 2: kelainan sistemik ringan sampai sedang
c) ASA 3: kelainan sistemik berat, ketergantungan pada obat-obatan, aktivitas terbatas.
d) ASA 4: kelainan sistemik berat yang mengancam nyawa, sangat tergantung dengan
obat-obatan, aktivitas sangat terbatas.
e) ASA 5: dioperasi atau tidak, dalam 24 jam akan meninggal. Tanda-tandanya: nadi
tidak teraba, pasien rupture aneurisma aorta.
f) ASA 6: untuk pasien yang akan menjalani donor organ
g) Keterangan khusus : Pasien usia > 60 tahun, pasien obesitas tergolong kategori ASA
2
3.3.2 Informed consent
1) Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara
dokter dengan pasien dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak
akan dilakukan terhadap pasien.
2) Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak,
melainkan lebih kea rah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.
3) Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak (yaitu
pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada dokter
untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi informasi
secukupnya.
4) Informed consent harus diberikan oleh tenaga medis yang kompeten.
5) Informed consent yang disampaikan harus berdasarkan pemahaman yang adekuat sehingga
pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat (understanding).
6) Informed consent ini juga harus memenuhi unsure voluntariness (kesukarelaan, kebebasan)
dan authorization (persetujuan).
7) Informed consent dinyatakan secara tertulis.
8) Informed consent dapat diberikan kepada pasien, suami/istri, anak, orang tua, saudara
kandung, dan seterusnya.
9) Informed consent tidak berlaku pada 5 keadaan :
a) Keadaan darurat medis
b) Ancaman terhadap kesehatan masyarakat
c) Pelepasan hak memberikan consent (waiver)
10) Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada pasien yang
melepaskan haknya memberikan consent.
11) Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent

3.3.3 Persiapan Pre Operasi


1) Persiapan perioperatif idealnya memerlukan waktu 24 – 48 jam sebelum pelaksanaan
tindakan
2) Persiapan pasien minimal mencangkup nama, umur, jenis kelamin dan prosedur tindakan
3) Penilaian klinik awal diperlukan untuk menemukan permasalahan atau kebutuhan spesifik
pasien, seperti alergi, gangguan mobilitas, gangguan pendengaran atau riwayat penyakit
dahulu yang memerlukan terapi terlebih dahulu.

4) Persiapan pasien :
a) Persiapan pasien mulai dilakukan di instalasi rawat jalan, ruang perawatan inap,
ruang rawat darurat, ICU dan dari rumah pasien ataupun dari ruang penerimaan
pasien di kamar operasi.
b) Operasi elektif sebaiknya dilakukan pemeriksaan dan dipersiapkan oleh tim dokter
yang kompeten maksimal pada H-1 pelaksanaan pembedahan
c) Operasi darurat dilakukan persiapan yang lebih singkat disesuaikan dengan kondisi
klinis pasien dan kondisi yang melatar belakangi kegawatannya
d) Pasien dengan tindakan pembedahan poliklinik (one day care) dilakukan persiapan
sejak di rumah dengan sebelumnya diberi penjelasan dan informasi terkait saat
melakukan kunjungan di poliklinik sebelumnya.
e) Persiapan pre operasi secara umum minimal meliputi :
i. Pengosongan lambung dengan cara puasa, memasang NGT
ii. Pengosongan kandung kemih
iii. Informed consent anestesi dan bedah
iv. Pemeriksaan fisik ulang
v. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya
vi. Premedikasi secara intramuscular ½ - 1 jam menjelang operasi atau secara intravena
jika diberikan beberapa menit sebelum operasi.
f) Pada operasi darurat dimana pasien tidak puasa atau belum cukup, maka dilakukan
pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
5) Premedikasi
a) Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum tindakan induksi anestesi
b) Tujuan premedikasi adalah meredakan kecemasan dan ketakutan, memperlancar
induksi anestesia, mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, meminimalkan
jumlah obat anestetik (obat anestetik adalah obat yang berefek menghilangkan
sensasi seperti rasa raba sampai dengan kesadaran), mengurangi mual mentah pasca
bedah, menciptakan amnesia, mengurangi isi cairan lambung, mengurangi reflex
yang membahayakan.
c) Kebutuhan premedikasi bagi masing-masing pasien dapat berbeda.
d) Pemberian obat sedative atau penenang memberikan penurunan aktivitas mental dan
berkuarngnya reaksi terhadap rangsang sehingga memerlukan observasi ketat
terhadap fungsi vital.
i. Pemberian obat premedikasi bisa diberikan secara oral (mulut), rectal maupun
intravena
ii. Pemberian premedikasi mempertimbangkan kondisi klinis pasien seperti usia, suhu
tubuh, emosi, nyeri dan jenis penyakit yang sedang dialami pasien
e) Obat-obat yang sering digunakan dalam premedikasi adalah obat antikolinergik, obat
sedative (penenang) dan obat analgetik narkotik (penghilang nyeri)
6) Persiapan alat dan obat-obatan meliputi persiapan obat-obat anesthesia, obat pendukung
anesthesia dan obat resusitasi
7) Persiapan alat meliputi :
a) Mesin anestesi
b) Set intubasi termasuk bag and mask (ambubag)
c) Alat pemantau tanda vital
d) Alat/bahan untuk antisepsi (kalau menggunakan anestesi regional)
e) Alat-alat penunjang :
i. Alat penghisap (suction)
ii. Sandaran infus
iii. Sandaran tangan
iv. Bantal
v. Tali pengikat tangan
8) Persiapan obat-obatan meliputi :
a) Obat anestesi
b) Obat premedikasi
c) Obat induksi
d) Obat anestesi volati/abar
e) Obat resusitasi
f) Obat penunjang anestesi
g) Pelumpuh otot
h) Antidote dan reversal
i) Hemostatika
j) Obat lain sesuai dengan jenis operasi

3.4 Pelayanan Intra Operasi


3.4.1 Pelayanan intra operasi/anestesi adalah pelayanan anestesia yang dilakukan
selama tindakan anestesia meliputi pemantauan fungsi vital pasien secara
kontinyu.
3.4.2 Dokter spesialis anestesiologi dan atau tim pengelola harus tetap berada di
kamar operasi selama tindakan anestesia umum dan regional serta prosedur yang
memerlukan tindakan sedasi.
3.4.3 Pemantauan dan evaluasi secara kontinual terhadap oksigenasi, ventilasi,
sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan harus dilakukan selama pemberian anestesia
serta didokumentasikan pada catatan anestesia. Pengakhiran anestesia harus
memperhatikan kondisi oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan
dalam kondisi stabil.
3.4.4 Pelayanan ini mencakup beberapa hal umum yang perlu diperhatikan seperti re-
evaluasi terhadap kondisi dan persiapan pre operasi, tindakan anestesi (meliputi
prosedur induksi, rumatan dan pengakhiran anestesi), posisi operasi dan
pencegahan hipotermi.
3.4.5 Re-evaluasi kondisi dan persiapan pre-operasi
3.4.6 Anestesi umum adalah kondisi atau prosedur ketika pasien menerima obat untuk
amnesia, analgesia, melumpuhkan otot dan sedasi.
3.4.7 Anestesia umum dapat menggunakan obat intravena (injeksi) atau inhalasi.
3.4.8 Anestesi regional adalah anestesi lokal dengan menyuntikan obat anestesi di
sekitar syaraf sehingga area yang disyarafi teranestesi.
3.4.9 Anestesi regional dibagi menjadi epidural, spinal dan blok saraf tepi.
3.4.10 Spinal anestesi adalah suntikan obat anestesi ke dalam ruang sub arachnoid.
3.4.11 Anestesi epidural adalah penyuntikan obat lokal anestesi ke dalam ekstradural.
3.4.12 Blok saraf tepi dilakukan penyuntikan di saraf yang memberikan persarafan di
daerah yang akan dioperasi.
3.4.13 Anestesi umum dan regional serta prosedur pembedahan dapat menyebabkan
kondisi vital paasien menjadi tidak stabil sehingga perlu dilakukan pemantauan
dan evaluasi secara kontinual terhadap oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan
perfusi jaringan.
3.4.14 Semua kegiatan yang dilakukan selama tindakan anestesi harus
didokumentasikan pada catatan rekam medis anestesi.

3.5 Pelayanan Pasca Operasi


3.5.1 Pelayanan pasca operasi meliputi pelayanan anestesi setelah dilakukan operasi
dalam ranah emergency maupun elektif dengan mengedepankan prinsip patient
safety.
3.5.2 Tujuan pelayanan pasca operasi adalah agar pasien terbebas dari efek obat
anestesi, stabilisasi hingga fungsi-fungsi metabolisme tubuh kembali normal
hingga penanganan nyeri pasca operasi.
3.5.3 Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu pernafasan: oksigen,
laringoskop, set trakeostomi, peralatan bronchial, kateter nasal, ventilator
mekanik dan peralatan suction.
3.5.4 Ruang pulih sadar harus terdapat alat yang digunakan untuk memantau status
hemodinamika dan alat-alat untuk mengatasi permasalahan hemodinamika,
seperti: apparatus tekanan darah, peralatan parenteral, plasma ekspander, set
intravena, set pembuka jahitan, defibrillator, kateter vena dan tourniquet.
3.5.5 Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien untuk
dikeluarkan dari Ruang Pulih Sadar adalah:
1) Fungsi pulmonal yang tidak terganggu
2) Hasil oksimetri nadi menunjukkkan saturasi oksigen yang adekuat
3) Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
4) Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang
5) Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam
6) Mual dan muntah dalam control
7) Nyeri minimal
Atau menggunakan kriteria di bawah ini :

TABEL ALDRETE SCORE


KRITERIA SKALA NILAI
SKORSING
1.AKTIVITAS MOTORIK
- Mampu menggerakkan ekstremitas dengan 2
perintah
- Mampu menggerakkan 2 ekstrimitas dengan 1
perintah
- Tidak mampu menggerakkan semua 0
ekstremitas
2.RESPIRASI
- Nafas adekuat dan dapat batuk 2
- Nafas kurang adekuat/hipoventilasi/usaha 1
bernafas
- Apneu 0
3. SIRKULASI
- TD berbeda ± 20% dari semula pre-anestesi 2
- TD berbeda ± 20 % - 50 % dari semula pre- 1
anestesi
- TD berbeda ± 50% dari semula pre-anestesi 0
4. KESADARAN
- Sadar penuh 2
- Bangun jika di panggil
- Tidakada respon / belu sadar 0
5. WARNA KULIT
- Kemerahan 2
- Pucat 1
- Sianosis 0
TOTAL
Keterangan : score ≥ 8 boleh pindah ruangan
3.6 Pelayanan Anestesi Di Luar Kamar Operasi
3.6.1 Pelayanan anestesi di luar kamar operasi meliputi pelayanan pembiusan di luar
kamar operasi dengan pemberian sedasi dalam berbagai tingkatan, analgetik dan
muscle relaxant sesuai dengan indikasi dan kondisi pasien yang bertujuan agar
prosedur diagnostic maupun prosedur tindakan lain yang dimaksudkan dapat
berjalan dengan baik dan pasien tetap dalam keadaan aman.
3.6.2 Evaluasi pra-bedah harus dilakukan dengan baik pada setiap pasien yang
direncanakan untuk dilakukan prosedur di luar kamar operasi.
3.6.3 Alat-alat yang tersedia di ruang radiologi atau ruangan lainnnya idealnya harus
seperti di kamar bedah.
3.6.4 Alat-alat yang dimaksud meliputi: monitor EKG, Pulse oksimetri, tekanan darah
yang harus kompetibel dengan alat MRI, gas oksigen, alat pengisap (suction),
alat untuk membebaskan jalan nafas, alat resusitasi serta obat-obatan anestesi
dan emergensi.
a. Pelayanan anestesi pada pemeriksaan diagnostik
1) Pelayanan anestesi pada pemeriksaan diagnostik meliputi pelayanan anestesi
yang dilakukan pada ruang diagnostik yang invasif maupun non-invasif.
2) Tindakan dapat berupa pemberian sedasi dalam berbagai tingkatan, analgetik
maupun muscle relaxant bila diperlukan pada diagnostik dengan menggunakan
endoskopi maupun radiologis.
3) Evaluasi dan monitoring harus dilakukan secara kontinyu, baik sebelum, selama
dan setelah prosedur diagnostik.
b. Pelayanan anestesi pada tindakan di luar kamar operasi
1) Pelayanan anestesi pada tindakan di luar kamar operasi meliputi tindakan
pembiusan yang dilakukan pada ruangan perawatan bagsal maupun high care
unit untuk tujuan tertentu, misalnya intubasi, penggunaan bantuan ventilasi
mekanik maupun tindakan lainnya.
2) Pelayanan ini juga meliputi pelayanan gawat darurat dan bantuan pemeriksaan
diagnostik.
c. Pelayanan sedasi di unit-unit pelayanan rumah sakit
1) Pelayanan sedasi di unit-unit pelayanan rumah sakit meliputi pemberian sedasi
ringan, sedang dan berat yaaang dilakukan pada ruang perawatan, instalasi
gawat darurrrat pada ruang resusitasi maupun ruang perawatan intensif untuk
tujuan tertentu deeengan mengedepankan prinsip patient safety.
2) Sedasi minimal (anxyolisis) adalah kondisi yaaang disebabkan karena obat di
mana pasien berespon normal terhadap perintah verbal. Meskipun fungsi
kognitif dan koordinasi mungkin terganggu, tetapi fungsi ventilasi dan
kardiovaskular tidak terimbas.
3) Kedalaman sedasi dapat berlanjut dan pasien dapat dengan mudah melaju dari
satu level ke level berikutnya (misalnya: sedasi minimal ke sedang).
4) Tenaga medis harus melakukan persiapan untuk perawatan pasien bila level
sedasi bertambah dalam.
5) Kontra indikasi
i. Riwayat alergi terhadap obat-obatan
ii. Hemodinamik tidak stabil
iii. Risiko tinggi aspirasi paru oleh isi lambung
iv. Risiko tinggi kegagalan sedasi

Tingakatan sedasi, sebuah Continuum

Sedasi Sedasi Sedasi Anestesia


Minimal Sedang Dalam Umum
Respons Normal Respons Respons Tidak dapat
(terhadap atau sedikit bertujuan bertujuan dibangunkan
rangsangan) berubah terhadap terhadap
verbal/taktil taktil/nyeri
Jalan Napas Normal Tidak perlu Intervensi Diperlukan
atau sedikit intervensi bila intervensi
berubah diperlukan
Ventilasi Normal Adekuat Mungkin Inadekuat
Spontan atau sedikit adekuat
berubah
Tanda Vital Normal Normal atau Normal atau Mungkin
atau sedikit sedikit sedikit terganggu
berubah berubah berubah

Tata laksana pada berbagai pelayanan anestesi


1.1 Pelayanan Pasien Gawat
3.1.1 Kegawatan Pra Hospital (ambulan siaga PPGD & Siaga VVIP/VIP)
3.1.1.1 Kegawatan Pra Hospital meliputi pelayanan ambulan siaga PPGD
dan siaga VVIP/VIP
3.1.1.2 Pelayanan ini melibatkan unit pelayanan ambulan, dokter spesialis
anestesi, dokter spesialis bedah dan unit-unit atau disiplin ilmu
terkait.
3.1.1.3 Pelayanan ini siap siaga selama 24 jam penuh.
3.1.2 Pelayanan Resusitasi
3.1.2.1 Pelayanan tindakan resusitasi meliputi bantuan hidup dasar, lanjut
dan jangka panjang dengan tata laksana.
3.1.2.2 Dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi memainkan peranan penting sebagai tim resusitasi dan
dalam melatih dokter, perawat serta paramedik.
3.1.2.3 Standar internasional serta pedoman praktis untuk resusitasi jantung
paru mengikuti European Resuscitation Council dan/atau American
Heart Association (AHA).
3.1.2.4 Semua upaya resusitasi harus dimasukkan ke dalam audit yang
berkelanjutan.
3.1.3 Pelayanan Emergency
3.1.4 Pelayanan Code Blue RSU DENISA GRESIK
3.1.4.1 Pelayanan tindakan code blue meliputi bantuan hidup dasar, lanjut
dan jangka panjang dengan tata laksana.
3.1.4.2 Dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi memainkan peranan penting sebagai tim resusitasi dan
dalam melatih dokter, perawat serta paramedic.
3.1.4.3 Standar internasional serta pedoman praktis untuk resusitasi jantung
paru mengikuti European Resuscitation Council dan/atau American
Heart Association (AHA).
3.1.4.4 Semua upaya resusitasi code blu harus dimasukkan ke dalam audit
yang berkelanjutan.

1.2 Penatalaksanaan Nyeri


3.2.1 Pelayanan Nyeri Akut Pasca Operasi
3.2.1.1 Pelayanan nyeri akut adalah pelayanan penanggulangan nyeri (rasa
tidak nyaman yang berlangsung dalam periode tertentu). Pada nyeri
akut, rasa nyeri timbul secara tiba-tiba yang terjadi akibat
pembedahan, trauma, persalinan dan umumnya dapat diobati.
3.2.2 Penanggulangan efektif nyeri akut pasca operasi dilakukan berdasarkan
pedoman/panduan/standar prosedur operasional penanggulangan nyeri akut
yang disusun mengacu pada standar pelayanan kedokteran di RSU DENISA
GRESIK Pelayanan Tim Nyeri Rumah Sakit
3.2.2.1 Pelayanan nyeri adalah pelayanan penanggulangan nyeri (rasa tidak
nyaman yang berlangsung dalam periode tertentu). Rasa nyeri dapat
timbul secara tiba-tioba yang terjadi akibat pembedahan, trauma,
persalinan dan umumnya dapat diobati maupun pada nyeri kronis
dan nyeri kanker.
3.2.2.2 Penanggulangan efektif nyeri dilakukan berdasarkan
pedoman/panduan/standar prosedur operasional penanggulangan
nyeri yang disusun mengacu pada standar pelayanan kedokteran di
RSU DENISA GRESIK Praktik pengelolaan nyeri melibatkan
petugas medis dan paramedis di bawah tanggung jawab DPJP
masing-masing bagian yang ada di tiap ruangan (rawat inap, rawat
jalan, ruang emergensi, ruang perawatan intensif, ruang recovery dan
kamar operasi) dan apabila diperlukan dapat berkonsultasi kepada
tim manajemen nyeri.
3.2.2.3 Pelayanan nyeri di rumah sakit dilakukan 24 jam dengan
penanggung jawab adalah dokter DPJP masing-masing dan
pelaksanaannya melibatkan tenaga keperawatan, apabila keluhan
nyeri pasien tidak dapat ditangani maka dapat dikonsultasikan ke tim
manajemen nyeri untuk pemberian terapi nyeri sesuai kebutuhan.
3.2.2.4 Pasien rawat jalan/ODC penilaian dilakukan pada saat pasien
melakukan kontrol atau apabila pasien tetap merasakan nyeri yang
tidak dapat diatasi dapat datang kembali ke UGD untuk dilakukan
pengelolaan nyeri dan tatalaksananya oleh DPJP dan tim manajemen
nyeri. Tugas dan wewenang tim manajemen nyeri:
1) Membuat pedoman manajemen nyeri RSU DENISA GRESIK
2) Mensupervisi pembuatan panduan dan SPO nyeri di masing-
masing instalasi/SMF terkait
3) Melakukan sosialisasi pedoman manajemen nyeri di lingkungan
rumah sakit
4) Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan
nyeri
5) Menerima konsultasi dalam praktik pengelolaan nyeri
6) Mengangkat anggota sesuai kebutuhan
7) Membuat struktur organisasi
1.3 Pelayanan Perioperatif
3.3.1 Pelayanan Pra Operatif
3.3.1.1 Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesiologi harus
dilakukan sebelum tindakan anestesia untuk memastikan bahwa pasien
berada dalam kondisi yang layak untuk prosedur anestesi.
3.3.1.2 Dokter spesialis anestesiologi dan tim dokter yang kompeten
bertanggung jawab untuk menilai dan menentukan status medis pasien
pra-anestesia berdasarkan prosedur sebagai berikut:
1) Anamnesis dan pemeriksaan pasien.
2) Meminta dan/atau mempelajari hasil-hasil pemeriksaan dan
konsultasi yang diperlukan untuk melakukan anestesia.
3) Mendiskusikan dan menjelaskan tindakan anestesia yang akan
dilakukan dan memastikan bahwa pasien telah mengerti dan
menandatangani persetujuan tindakan (informed consent).
4) Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anestesia dan
obat-obat yang akan dipergunakan.
5) Pemeriksaan penunjang pra-anestesia dilakukan sesuai Standard
Profesi dan Standard Prosedur Operasional.
6) Tersedianya oksigen dan gas medic yang memenuhi syarat dan
aman.
3.3.1.3 Pelayanan pra anestesia ini dilakukan pada semua pasien yang akan
menjalankan tindakan anestesia
3.3.1.4 Pada keadaan yang tidak biasa, misalnya gawat darurat yang ekstrim,
langkah-langkah pelayanan pra anestesia sebagaimana diuraikan di
panduan ini dapat diabaikan dan alasannya harus didokumentasikan di
dalam rekam medis pasien.
3.3.1.5 Tata cara kunjungan pra operasi:
1) Mempelajari status rekam medis penderita.
2) Memperkenalkan diri pada penderita dan keluarga penderita.
3) Melakukan anamnesis penderita (riwayat penyakit dahulu, penyakit
sekarang, operasi sebelumnya, terapi medikamentosa saat ini).
4) Melakukan pemeriksaan fisik secara teliti (B1-B6) dan bila perlu
ditambah pemeriksaan penunjang yang mendukukung.
5) Melakukan assement PS ASA penderita.
6) Penjelasan dan Inform consent dan keluarga pasien (pembiusan,
prosedur pembiusan, resiko, komplikasi, alternative tindakan).
7) Menulis pesanan pre-op pada perawat yang bertugas.
8) Dokter/PPDS Anestesiologi yang bertanggung jawab membuat
rencana kerja.
3.3.1.6 Informed consent diberikan oleh Dokter/PPDS Anestesiologi dan
Reanimasi dan tim dokter yang akan melakukan tindakan medis dan
disaksikan oleh satu orang tenaga medis yang lain sebagai saksi.
3.3.1.7 Tata cara urutan melakukan informed consent :
1) Dijelaskan mengenai tindakan yang akan dilakukan kepada pasien
oleh dokter yang akan mengoperasi atau yang akan mengerjakan
kepada pasien dan keluarganya.
2) Pada saat memberikan penjelasan harus ada saksi dari
keluarga/pasien dan dari petugas atau pihak rumah sakit.
3) Harus ada formulir khusus dari rumah sakit tentang informed
consent.
4) Setiap pasien harus selalu memiliki lembar informed consent yang
sudah terisi lengkap diserta dengan tanda tangan dokter serta tanda
tangan pasien dan keluarganya sebagai tanda tangan persetujuan.
5) Petugas harus memberikan penjelasan dengan sopan, senyum serta
manusiawi terhadap penderita.
6) Bahasa yang digunakan harus dimengerti oleh pasien dan keluarga.
7) Kelengkapan formulir Informed Consent harus sudah dibuat sebelum
pasien dikirim ke kamar operasi, bisa di ruangan atau poliklinik.
8) Kemudian diberikan premedikasi lebih awal oleh petugas yang
berkompeten (bagian anestesi), 1 (satu) jam sebelum pembedahan.
3.3.1.8 Persiapan pasien pre operasi di ruang perawatan meliputi :
1) Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT.
2) Pengosongan kandung kemih.
3) Informed consent (surat izin operasi dan anestesi)
4) Pemeriksaan fisik ulang.
5) Pembersihan daerah yang akan dioperasi, bila dimungkinkan dicukur
atau mandi dan keramas.
6) Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya.
3.3.1.9 Persiapan pasien pre operasi di ruang premedikasi meliputi :
1) Tegur, sapa, sentuh dan salami pasien.
2) Pada saat tegur sapa dan menyentuh pasien, sekaligus menilai A-B-
C-D (lihat panduan menilai jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan
kesadaran)
3) Cek ulang data pasien dengan melihat rekam medic, informed conset
label, form persiapan darah.
4) Baringkan pasien pada posisi yang dirasa nyaman oleh pasien.
5) Pasang onitoring yang ada, tensi, suhu, dan EKG.
6) Pasang infus.
7) Siapkan obat premedikasi danberikan kepada pasien.
8) Pantau ketat fungsi vital.
9) Semua dicatat di dalam rekam medik.

3.3.2 Pelayanan Intra Operatif


3.3.2.1 Dokter spesialis anestesiologi dan tim pengelola harus tetap berada di
kamar operasi selama tindakan anestesia umum dan regional serta
prosedur yang memerlukan tindakan sedasi.
3.3.2.2 Selama pemberian anestesia harus dilakukan pemantauan dan evaluasi
secara kontinual terhadap oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan
perfusi jaringan serta didokumentasikan pada catatan anestesia.
3.3.2.3 Pengakhiran anestesia harus memperhatikan oksigenasi, ventilasi,
sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan dalam keadaan stabil.

3.3.3 Pelayanan Pasca Operatif


3.3.3.1 Setiap pasien pasca tindakan anestesia harus dipindahkan ke ruang
pulih sadar (RR) atau ekuivalennya kecuali atas perintah khusus
dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang bertanggung jawab
terhadap pasien tersebut, pasien juga dapat dipindahkan langsung ke
unit perawatan kritis (ICU)
3.3.3.2 Fasilitas, sarana dan peralatan ruang pulih sadar harus memenuhi
persyaratan yang berlaku.
3.3.3.3 Sebagiam besar pasien dapat ditatalaksanan di ruang pulih sadar tetapi
diantaranya memerlukan perawatan di unit perawatan kritis (ICU)
3.3.3.4 Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi oleh
PPDS/Dokter spesialis anestesiologi atau anggota tim pengelola
anestesi. Selama pemindahan, pasien harus dipantau/dinilai secara
kontinual dan diberikan bantuan sesuai dengan kondisi pasien.
3.3.3.5 Setelah tiba di ruang pulih sadar dilakukan serah terima pasien kepada
perawat ruang pulih dan disertai laporan kondisi pasien.
3.3.3.6 Perawat ruang pulih sadar menempatkan pasien di daerah perawatan
yang tersedia.
3.3.3.7 Kondisi pasien di ruang pulih sadar harus dinilai secara kontinual dan
bila perlu melakukan tindakan tertentu yang dibutuhkan oleh pasien
(contoh: usaha membebaskan jalan nafas, memberikan oksigen,
memberikan selimut hangat)
3.3.3.8 Tindakan tertentu tersebut selanjutnya akan diatur dalam protap-
protap khusus yang terperinci.
3.3.3.9 Perawat Ruang Pulih Sadar melakukan pencatatan di buku register
Ruang Pulih Sadar.
3.3.3.10 Pasien berada di Ruang Pulih Sadar dilakukan perawatan pasca
anestesi dan pembedahan sampai memenuhi persyaratan tertentu
untuk dapat dipindahkan ke ruangan atau pulang atau di transport ke
rumah sakit tempat asal pasien.
3.3.3.11 Tim pengelola anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien
dari ruang pulih.

3.3.4 Pelayanan Anestesi di Luar Kamar Operasi


3.3.4.1 Pelayanan Anestesi Pada Pemeriksaan Diagnostik
1) Pasien terlebih dahulu dikonsulkan ke Dokter Anestesi pada hari
kerja.
2) Pasien dengan status fisik ASA 1 dan 2 yang terkendali sesuai
penilaian dokter spesialis anestesiologi sebelum hari-H dan
dievaluasi ulang pada hari H.
3) Pelayanan di radiologi meliputi MRI dan CT Scan.
4) Pemantauan fungsi vital selama tindakan anestesi atau sedasi di
Radiologi sesuai standar pemantauan anestesi dan sedasi.
5) Pemantauan di luar tindakan pembedahan atau di luar kamar bedah
dapat dilakukan oleh dokter PPDS atau perawat anestesi yang
mendapat supervisi dokter spesialis anestesiologi.
3.3.4.2 Pelayanan anestesi pada tindakan di luar kamar operasi
1) Pelayanan anestesi pada tindakan di luar kamar operasi dapat
berupa pasien kondisi kritis yang diperlukan pada pasien dengan
kegagalan organ yang terjadi akibat komplikasi akut penyakitnya
atau akibat sekuele dari regimen terapi yang diberikan.
2) Pelayanan anestesi pada tindakan di luar kamar operasi dilakukan
oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi.
3) Seorang dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang
memiliki kompetensi harus senantiasa siap untuk mengatasi setiap
perubahan yang timbul akibat tindakan pembiusan maupun akibat
penyakit yang diderita atau pasien dengan komorbiditi perlu
koordinasi yang baik dalam penanganannya. Seorang dokter
anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi diperlukan
untuk menjadi koordinator yang bertanggung jawab secara
keseluruhan mengenai semua aspek penanganan pasien,
komunikasi dengan pasien, keluarga dan dokter lain.
4) Pada keadaan tertentu ketika segala upaya maksimal telah
dilakukan tetapi prognosis pasien sangat buruk, maka dokter
spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi
harus melakukan pembicaraan kasus dengan dokter lain yang
terkait untuk membuat keputusan penghentian upaya terapi dengan
mempertimbangkan manfaat bagi pasien, faktor emosional
keluarga pasien dan menjelaskannya kepada keluarga pasien
tentang sikap dan pilihan yang diambil.
5) Semua kegiatan dan tindakan harus dicatat dalam rekam medis.
6) Dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi berperan dalam masalah etika untuk melakukan
komunikasi dengan pasien dan keluarganya dalam pertimbangan
dan pengambilan keputusan tentang pengobatan dan hak pasien
untuk menentukan nasibnya terutama pada kondisi akhir
kehidupan.
3.3.4.3 Pelayanan sedasi di unit pelayanan rumah sakit. Pengelolaan Akhir
kehidupan
1) Pelayanan sedasi meliputi sedasi minimal sampai sedasi dalam.
2) Pemantauan fungsi vital selama tindakan sedasi sedang dan dalam
dilakukan sesuai standar pemantauan sedasi dan sedasi dalam.
3) Sedasi sedang dan dalam dapat dilakukan oleh dokter spesialis
anestesi/PPDS atau perawat anestesi dapat dirumat oleh dokter
PPDS atau perawat anestesi.
4) Sedasi sedang dan dalam hendaknya dimulai dan dirumat hanya
ditempat-tempat dengan perlengkapan resusitasi serta obat-obatan
yang dan dapat segera tersedia untuk menangani kendala yang
berkaitan dengan prosedur.
3.3.4.4 Pengelola Akhir Kehidupan
Prosedur pemberian atau penghentian bantuan hidup ditetapkan
berdasarkan klasifikasi setiap pasien di ICU, yaitu :
1) Bantuan total dilakukan pada pasien sakit atau cedera kritis yang
diharapkan tetap dapat hidup tanpa kegagalan otak berat yang
menetap. Walaupun sistem organ vital juga terpengaruh, tetapi
kerusakannya masih reversible. Semua usaha yang memungkinkan
harus dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan motalitas.
2) Semua bantuan kecuali RJP (DNR = Do not resuscitation),
dilakukan pada pasien-pasien dengan fungsi otak yang tetap ada
atau dengan harapan pemulihan otak, tetapi mengalami kegagalan
jantung, paru atau organ yang lain atau dalam tingkat akhir
penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
3) Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasaa, pada pasien-pasien
yang jika diterapi hanya memperlambat waktu kematian dan bukan
memperpanjang kehidupan. Untuk pasien ini dapat dilakukan
penghentian atau penundaan bantuan hidup. Pasien yang masih
sadar tapi tanpa harapan, hanya dilakukan tindakan
terapeutik/paliatif agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.
4) Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan
fungsi batang otak yang ireversibel. Setelah kriteria Mati Batang
Otak (MBO) yang ada terpenuhi, pasien ditentukan meninggal dan
disertifikasi MBO serta semua terapi dihentikan. Jika
dipertimbangkan donasi organ, bantuan jantung paru pasien
diteruskan sampai organ yang diperlukan telah diambil.
5) Keputusan penentuan MBO dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu
dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi, dokter spesialis saraf dan 1 (satu) dokter lain yang
ditunjuk oleh komite medis rumah sakit.
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi terkait pelayanan anestesi


Pada status anestesi RSU Denisa Gresikterdapat bagian utama yang harus dilengkapi mulai
dari pra, intra sampai dengan pasca anestesi, yaitu:
4.1 Data Dasar
Data dasar meliputi:
4.1.1 Identitas pasien, berupa nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin dan nomor
register pasien. Pengisian dilakukan sesuai data yang ada di rekam medis
pasien.
4.1.2 Nama harus diisi dengan tepat sesuai KTP/kartu identitas yang berlaku, jangan
sampai ada salah tulis atau huruf yang berbeda, contoh: Soeparno dengan
Suparno, Deni dengan Denny.
4.1.3 Bila ada stiker label pasien, maka kolom identitas dapat ditempel stiker label
pasien.
4.1.4 Informasi mengenai tindakan yang akan dilakukan, berupa diagnosis pra-
anestesi, jenis tindakan operatif, waktu dan tempat akan dilakukan tindakan
beserta pengisian data tersebut dilakukan konfirmasi ulang saat dilakukan time
out.
4.1.5 Nama-nama pihak yang terlibatdalam tindakan (baik anestesi maupun bedah),
pengisian nama pihak sesuai dan dikonfirmasi ulang saat dilakukan time out di
kamar operasi.

4.2 Evaluasi Pra-Anestesi


Ditujukan untuk mencari masalah yang ada pada pasien, serta menyusun rencana
anestesi yang sesuai dengan keadaan pasien. Evaluasi meliputi:
4.2.1 Anamnesis dasar, meliputi riwayat anestesi dan komplikasinya, riwayat alergi,
dan obat-obatan yang sedang dikonsumsi. Pengisian sesuai dengan hasil
anamnesis yang dilakukan pemeriksa terhadap pasien dan atau keluarga pasien
pada saat kunjungan pra anestesi (gambar 2)
4.2.2 Vital sign, meliputi berat badan tinggi badan, tekanan darah, nadi, frekuensi
pernapasan, suhu tubuh, saturasi perifer dan skor nyeri. Pengisian sesuai
dengan hasil pemeriksaan saat kunjungan pra anestesi (gambar 2)
Gambar 2. Kolom Anamnesis dan Vital Sign

4.2.3 Evaluasi jalan nafas, ditujukan untuk memperkirakan tingkat kesulitan dalam
mempertahankan jalan napas, melakukan intubasi, maupun melakukan
ventilasi. Pengisian sesuai dengan hasil pemeriksaan saat kunjungan pra-
anestesi. (gambar 3)

Gambar 3. Kolom Evaluasi Jalan Napas


4.2.4 Fungsi sistem organ, ditujukan untuk mencari penyulit anestesi. Pengisian
sesuai dengan pemeriksaan, anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun
pemeriksaan penunjang, pada saat kunjungan pra-anestesi. (gambar 4)
Gambar 4. Kolom pemeriksaan sistem organ.

4.2.5 Pemeriksaan laboratorium dan penunjang. Pengisian sesuai dengan hasil


pemeriksaan laboratorium/penunjang pasien. Dicantumkan juga tanggal
dilakukannya pemeriksaan laboratorium/penunjang yang tercatat (gambar 5)

Gambar 5. Kolom Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang


4.2.6 Simpulan evaluasi pra-anestesi, meliputi PS ASA, CRI, penyulit dan
komplikasi yang dapat terjadi pada pasien. Diisi setelah mengevaluasi kondisi
pasien secara keseluruhan. (Gambar 6)
4.2.7 Pemeriksa mengisikan identitasnya dengan nama yang jelas, membubuhkan
waktu, tanggal dan tanda tangan. (gambar 6)

Gambar 6. Kesimpulan Kondisi Pasien

Setelah melengkapi kesemuanya, cantumkan nama pemeriksa dan waktu


kunjungan pra anestesi serta bubuhkan tanda tangan pemeriksa pada kotak
yang telah disediakan.
4.3 Rencana Pra Anestesi
Rencana Pra Anestesi, tempat untuk merencanakan rencana anestesi dan obat-obat
yang akan digunakan. Rencana Anestesi, diisi sesuai dengan kondisi pasien yang telah
dievaluasi, dan disetujui oleh pasien (dibuktikan dengan lembaran Informed Consent).
(gambar 6)
4.4 Evaluasi Pra Induksi
Evaluasi Pra-Induksi, merupakan re-evaluasi pra anestesi sesaat sebelum melakukan
induksi. Meliputi tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi napas, saturasi oksigen
perifer dan suhu tubuh), kecukupan puasa, masalah saat induksi, perubahan rencana
anestesi dan pemberian premedikasi yang telah direncanakan (gambar 7)
4.4.1 Tanda vital diisi sesuai dengan hasil pemeriksaan yang didapatkan, bila mana
didapatkan kelainan maka dicantumkan dalam status, dan bila mana kondisi
tersebut tidak memungkinkan untuk induksi atau ada perubahan jenis anestesi,
maka dituliskan pada “Perubahan rencana Anestesi......” dan lakukan informed
consent kembali pada pasien dan keluarganya.
4.4.2 Kecukupan puasa diisi sesuai hasil interogasi terhadap pasien / keluarga pasien.
4.4.3 Dokter anestesi membubuhkan tanda tangan dan nama terang di kolom evaluasi
pra-induksi.
4.4.4 Pemberian premedikasi diisi oleh pihak yang memberikan premedikasi dengan
menuliskan nama obat yang diberikan, dosis, waktu serta membubuhkan tanda
tangan dan nama terang.
Gambar 7. Evaluasi Pra-Induksi

4.5 Induksi
Kolom induksi, meliputi jam induksi, teknik induksi, obat anestesi, teknik intubasi,
evaluasi jalan napas, posisi pasien dan ketersediaan iv line. (gambar 8)
4.5.1 Jam induksi diisi sesuai dengan dimulainya induksi anestesi.
4.5.2 Teknik induksi diisi sesuai dengan teknik yang digunakan, titrasi obat yang
digunakan, jam dimasukkan obat dan oleh siapa.
4.5.3 Evaluasi jalan napas meliputi penggunaan ETT maupun LMA yang digunakan.
Diisi sesuai dengan alat yang digunakan, ukuran, kedalaman dan jenis respirasi
yang diberikan.
4.5.4 Pengisian obat anestesi untuk anestesi regional termasuk jenis regional anestesi
yang digunakan, teknik yang digunakan, jenis obat, dosis obat serta ketinggian
blok yang dicapai
4.5.5 Pengisian posisi pasien, iv line, CVC sesuai dengan yang terpasang pada
pasien.
Gambar 8. Kolom Data Induksi
4.6 Monitoring intra anestesi
Monitoring Intra anestesi, meliputi tabel monitoring intra anestesi, balans cairan dan
catatan
4.6.1 Tabel monitoring diisikan sesuai dengan keadaan pasien (tanda sesuai
“keterangan” yang telah tersedia pada lembaran status anestesi) (tekanan darah,
nadi dan frekuensi napas bila pasien bernapas spontan) setiap 5 menitnya
(gambar 9)
4.6.2 Jika menggunakan anestesi regional, berikan keterangan mengenai teknik,
raegen yang digunakan, tipe, volume dan keterangan lain pada kolom yang
disediakan. (Gambar 8)
4.6.3 Rangkuman balans cairan intra anestesi dituliskan pada kotak dan baris yang
telah disediakan (gambar 10)

Gambar 9. Kolom Monitoring Intra Anestesi

Gambar 10. Kolom Balans Cairan

4.6.4 Masalah atau keterangan lain yang terjadi intra-anestesi dapat dicantumkan
pada kotak catatan (gambar 12)
4.6.5 Setelah proses anestesi selesai bubuhkan tanda tangan dan nama pada kolom
yang tersedia (gambar 12)
4.6.6 Tanggal dan waktu saat masuk kamar operasi, saat induksi, saat insisi dicatat
pada kolom yang disediakan (gambar 11)
Gambar 11. Kolom Waktu Operasi

4.6.7 Tanggal dan waktu saat keluar kamar operasi, saat selesai operasi, saat selesai
anestesi dicatat pada kolom yang disediakan.
4.6.8 Pada operasi yang berhubungan dengan persalinan, maka bayi yang lahir
dicatat jam berapa, Apgar score yang dinilai, dan jenis kelamin (gambar 13)

Gambar 12. Kolom Catatan dan Tanda Tangan

Gambar 13. Bayi Lahir

4.7 Monitoring Pasca Anestesi


Monitoring pasca anestesi, meliputi tabel monitoring pasca anestesi, skor Aldrette
pasca anestesi, pesanan/tindakan di ruang pulih sadar, skor nyeri, skor bromage pasca
anestesi dan pesana pasca anestesi pada catatan integrasi.
4.7.1 Tabel monitoring pasca anestesi diisikan sesuai dengan kondisi pasien selama
di ruang pulih sadar. Cantumkan data dasar pasien dan pemeriksaa pada tabel
terlebih dahulu pada saat menerima pasien. Kemudian tabel diisi dengan
memberikan tanda pada tabel (tanda yang digunakan sama dengan tanda pada
tabel monitoring intra anestesi) sesuai dengan kondisi pasien.
4.7.2 Keterangan lain selama pulih sadar dapat dituliskan pada baris keterangan.
Skor nyeri, bromage dan aldrette diiskan sesuai dengan hasil pemeriksaan
dengan tidak lupa mencantumkan waktu evaluasi. Pesanan/tindakan pasca
anestesi di ruang pulih sadar diisi langsung setiap setelah memberikan
pesanan/tindakan dengan mencantumkan profesi dan waktu, pesanan/tindakan
dan tanda tangan pada kolom yang sesuai.

Gambar 14. Monitoring Pasca Anestesi

4.7.3 Pesanan Pasca Anestesi ditulis pada kolom catatan integrasi, diisi
sebelum pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar dan ditanda-tangani
oleh ahli anestesi yang bertugas saat itu.

Gambar 15. Catatan Integrasi

4.7.4 Ketika pasien akan dipindahkan dari ruang pulih sadar, cantumkan
tempat yang dituju, waktu, nama supervisor yang mengetahui dan
menyetujui pemindahan pasien dari ruang pulih sadar. (gambar 15)
4.8 Informed Consent
Pemberian inform consent didokumentasikan pada dokumen rekam medis pesetujuan
tindakan pembiusan.

Direktur
Rumah Sakit Umum Denisa Gresik

dr. Bambang Prihadi, SpOG ( K )

Anda mungkin juga menyukai