Anda di halaman 1dari 44

BAB I

DEFENISI
A. PENGERTIAN
Anestesiolologi adalah suatu ilmu kedokteran yang melibatkan :
a. Evaluasi pasien preoperatif.
b. Rencana tindakan anestesi.
c. Perawatan intra dan pasca operatif.
d. Manajemen sistem dan petugas yang termasuk didalamnya.
e. Konsultasi perioperatif.
f. Pencegahan dan penanganan kondisi perioperatif yang tak diinginkan.
g. Tata laksana nyeri akut dan kronis.
h. Perawatan pasien dengan sakit berat/kritis.
Pelayanan anestesi adalah tindakan medis yang dilakukan oleh
dokter spesialis anestesi dalam kerjasama tim meliputi penilaian pra
anestesi, intra anestesi dan pasca anestesi serta pelayanan lain sesuai
bidang anestesi antara lain terapi intensif, gawat darurat dan
penatalaksanaan nyeri di lingkungan RSUD Bumi Panua Kab. Pohuwato.
Tim pengelolaan pelayanan anestesi adalah tim yang dipimpin
oleh dokter anestesi dengan perawat anestesi dan atau perawat yang
sudah mendapatkan pelatihan.
Dokter spesialis anestesi adalah dokter yang telah menyelesaikan
pendidikan program studi dokter spesialis anestesi di institusi pendidikan
yang diakui atau lulusan luar negeri dan yang telah mendapat Surat
Tanda registrasi ( STR ) dan Surat Ijin Praktek ( SIP ).
Perawat anestesi adalah tenaga keperawatan yang telah
menyelesaikan pendidikan ilmu keperawatan anestesi dan atau perawat
yang telah mengikuti pelatihan keperawatan anestesi.
Pelayanan pra anestesi adalah penilaian untuk menentukan status
medis pra anestesi dan pemberian informasi serta persetujuan bagi
pasien yang memperoleh tindakan anestesi.
Pelayanan intra anestesi adalah pelayanan anestesi yang
dilakukan selama tindakan anestesi yang meliputi pemantauan fungsi vital
pasien secara kontinue.
Pelayanan pasca anestesi adalah pelayanan pada pasien pasca
anestesi sampai pasien pulih dari tindakan anestesi.
Pelayanan anestesi rawat jalan adalah subspesialisasi dari
anestesi yang di khususkan kepada perawatan pra, intra dan post operatif
pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan rawat jalan.
Pelayanan anestesi regional adalah tindakan pemberian anestetik
untuk blok syaraf regional sehingga tercapai anestesi di lokasi operasi
sesuai dengan yang diharapkan.
Pelayanan anestesi/analgesiadiluar kamar operasi adalah
tindakan pemberia anestesi/analgesia diluar kamar operasi.

B. TUJUAN
Tujuan pelayanan anestesia di RSUD Bumi Panua Kab. Pohuwato
adalah
1. Meningkatkan kualitas pelayanan pasien dengan memberikan pelayanan
anestesi, analgesic dan sedasi yang aman, efektif, berperikemanusiaan
dan memuaskan bagi pasien yang menjalani pembedahan, prosedur
medis dan trauma yang menyebabkan nyeri. Kecemasan dan stress psikis
lainnya dengan mengunakan ilmu kedokteran yang mutakhir dan teknologi
tepat guna dan mendayagunakan manusia yang berkompeten dan
profesional dengan mengunakan peralatan dan obat-obatan yang sesuai
standar, pedoman dan rekomendasi profesi anestesi.
2. Menunjang fungsi vital tubuh terutama jalan nafas, pernafasan, peredaran
darah dan kesadaranpasien yang mengalami gangguan atau ancaman
nyawa karena menjalani pembedahan, prosedur medis, trauma dan
penyakit lain.
3. Menerapkan budaya keselamatan pasien.
4. Menstandarisasi layanan kesehatan dirumah sakit yang sesuai dengan
akreditasi.
BAB II

RUANG LINGKUP

Panduan ini diterapkan pada kegiatan pelayanan anastesi meliputi


pelayanan anastesi di kamar bedah dan luar kamar bedah (radiologi,
IGD, ICU, bangsal perawatan, poli gigi dan mulut, kamar bersalin dan
poliklinik), Pelayanan Sedasi, Pelayanan Perioperatif, Penanggulangan
nyeri akut, Penaggulangan nyeri kronik dan Resusitasi jantung paru

2.1 Prinsip

A. Pelayanan anestesi adalah tindakan medis yang dilakukan oleh


dokter spesialis anastesiologi dalam kerjasama tim meliputi
penilaian para operatif (pra anastesia), intra anastesia dan pasca
anastesia serta pelayanan lain terapi intensif, gawat darurat dan
penatalaksanaan nyeri.
B. Pelayanan Sedasi adalah tindakan dimana terjadi penurunan
tingkat kesadaran, yang dibagi menjadi:
a) Sedasi Ringan adalah suatu tindakan dimana terjadi sedikit
penurunan tingkat kesadaran sehingga pasien masih tetap dapat
mempertahankan patensi jalan nafasnya dan merespon terhadap
stimulus fisik serta perintah verbal secara terus menerus.
b) Sedasi Moderat adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan
kesadaran dan respon pasien terhadap cahaya, stimulasi fisik dan
verbal mulai terganggu, namun pasien masih dapat menjaga
patensi jalan nafasnya sendiri( dapat menjaga jalan nafasnya dari
aspirasi sekret).
c) Sedasi Dalam adalah suatu keadaan penurunan kesadaran pasien
di mana respon ventilasi sudah mulai terganggau, nafas spontan
sudah mulai tidak adekuat dan pasien tidak dapat mempertahankan
patensi jalan nafasnya( hilangnya sebagian atau seluruh refleks
protektif jalan nafas ) pada sedasi dalam terjadi penurunan fungsi
kardiovaskuler, gangguan respon terhadap stimuli nyeri, gangguan
fungsi motorik secara moderat dan tonus otot menurun.
d) Pelayanan Perioperatif pelayanan anestesia yang mengevaluasi,
memantau dan mengelola pasien pra, intra dan pasca anestesia
dan sedasi.
e) Penanggulangan nyeri akut adalah pelayanan penangulangan nyeri
(rasa tidak nyaman yang berlangsung dalam periode tertentu).
Pada nyeri akut, rasa nyeri timbul secara tiba-tiba yang terjadi
akibat pembedahan, trauma, persalinan dan umumnya dapat
diobati.
f) Penanggulangan nyeri kronis adalah pelayanan penangulangan
nyeri (rasa tidak nyaman yang berlangsung dalam periode
tertentu). Pada nyeri kronis, nyeri berlangsung menetap dalam
waktu tertentu dan seringkali tidak responsif terhadap pengobatan.
g) Resusitasi jantung paru adalah Pelayanan tindakan resusitasi
meliputi bantuan hidup dasar, lanjut dan jangka panjang

2.2. Kewajiban dan Tanggung jawab

A. Kepala SMF Anastesi

a. Tugas:

1) Mengoordinasi kegiatan pelayanan anestesiologi dan sedasi


sesuai dengan sumber daya manusia, sarana, prasarana dan
peralatan yang tersedia;
2) Melakukan koordinasi dengan bagian / departemen /
SMF/Instalasi terkait
b. Tanggung Jawab:
1) Menjamin kompetensi sumber daya manusia yang
melaksanakan pelayanan anestesiologi dan sedasi;
2) Menjamin sarana, prasarana dan peralatan sesuai dengan
kebutuhan pelayanan dan standar;
3) Menjamin dapat terlaksananya pelayanan anestesiologi dan sedasi
yang bermutu dengan mengutamakan keselamatan pasien;
4) Menjamin terlaksananya program kendali mutu dan kendali biaya;
5) Meningkatkan dan mengembangkan kompetensi sumber daya
manusia pelayanan anestesiologi dan sedasi secara
berkesinambungan.

B. Koordinator Pelayanan
Koordinator pelayanan adalah dokter spesialis anestesiologi dan
konsultan anastesi. Jika tidak ada dokter spesialis anestesiologi
maka koordinator pelayanan ditetapkan oleh direktur rumah sakit
yang diatur dalam peraturan internal rumah sakit.
a. Tugas:
1) Mengawasi pelaksanaan pelayanan anestesia setiap hari;
2) Mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan
anestesia;
3) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dan membuat laporan
kegiatan berkala.

b. Tanggung Jawab:
1) Menjamin terlaksananya pelayanan anestesiologi dan sedasi
yang bermutu dengan mengutamakan keselamatan pasien;
2) Pelaksanaan pencatatan, evaluasi dan pembuatan laporan
kegiatan di dalam rumah sakit;
3) Pelaksanaan program menjaga mutu pelayanan anestesia dan
keselamatan pasien di dalam rumah sakit.

C. Perawat Kamar Bedah Yang Terlatih


Perawat yang telah bekerja pada pelayanan Anestesia di Rumah
Sakit minimal 1 tahun dan telah mengikuti pelatihan minimal 6
bulan-bersertifikat pelatihan perawat anastesi.
a. Tugas:
1) Melakukan asuhan keperawatan pra-anestesia, yang meliputi:
 Pengkajian keperawatan pra-anestesia;
 pemeriksaan dan penilaian status fisik pasien;
 Pemeriksaan tanda-tanda vital;
 Persiapan administrasi pasien;
 Analisis hasil pengkajian dan merumuskan masalah pasien;
evaluasi tindakan keperawatan pra-anestesia,
mengevaluasi secara mandiri maupun kolaboratif;
 Mendokumentasikan hasil anamnesis/pengkajian.
 Persiapan mesin anestesia secara menyeluruh setiap kali
akan digunakan dan memastikan bahwa mesin dan monitor
dalam keadaan baik dan siap pakai.
 Pengontrolan persediaan obat-obatan dan cairan setiap hari
untuk memastikan bahwa semua obat-obatan baik obat
anestesia maupun obat emergensi tersedia sesuai standar
rumah sakit.
 Memastikan tersedianya sarana prasarana anestesia
berdasarkan jadwal, waktu dan jenis operasi tersebut.
2) Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anestesi, yang
meliputi:
 Menyiapkan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan
perencanaan teknik anestesia;
 Membantu pelaksanaan anestesia sesuai dengan sesuai
instruksi dokter spesialis anestesi;
 Membantu pemasangan alat monitoring non invasif;
 Membantu dokter melakukan pemasangan alat monitoring
invasif;
 Pemberian obat anestesi;
 Mengatasi penyulit yang timbul;
 Pemeliharaan jalan napas;
 Pemasangan alat ventilasi mekanik;
 Pemasangan alat nebulisasi;
 Pengakhiran tindakan anestesia;
 Pendokumentasian semua tindakan yang dilakuka agar
seluruh tindakan tercatat bai k dan benar.

3) Melakukan asuhan keperawatan pasca anestesi, yang meliputi:


 Merencanakan tindakan keperawatan pasca tindakan
anestesia;
 pelaksanaan tindakan dalam manajemen nyeri;
 pemantauan kondisi pasien pasca pemasangan kateter
epidural dan pemberian obat anestetika regional;
 evaluasi hasil pemasangan kateter epidural dan pengobatan
anestesia regional;
 pelaksanaan tindakan dalam mengatasi kondisi gawat;
 pendokumentasian pemakaian obat-obatan dan alat
kesehatan yang dipakai.
 pemeliharaan peralatan agar siap untuk dipakai
padatindakan anestesia selanjutnya.
b. Tanggung Jawab:
1) Perawat anestesi dan perawat bertanggung jawab langsung
kepada dokter penanggung jawab pelayanan anestesia;
2) Menjamin terlaksananya pelayanan/asuhan keperawatan
anestesia di rumah sakit;
3) Pelaksanaan asuhan keperawatan anestesia sesuai standar.
BAB III

TATA LAKSANA

3.1. ANESTESI
Pelayanan Anestesi dan Terapi intensif adalah pelayanan dalam
rangka menerapkan Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif di berbagai unit
kerja.
Tim pelaksana pelayanan anestesi terdiri dari dokter spesialis
anestesi, dan perawat anestesi. Dalam melakukan pelayanan, dokter
anestesiogi dapat mendelegasikan tugas pemantauan kepada anggota tim
namun tetap bertanggung jawab atas pasien secara keseluruhan.
Dokter spesialis anestesi yaitu dokter yang telah menyelesaikan
pendidikan program studi dokter spesialis anestesi di institusi pendidikan
yang telah diakui yang telah mendapat surat tanda registrasi (STR) dan
surat izin praktek (SIP).
Perawat anestesi adalah perawat yang minimal telah mengikuti
pelatihan sehingga memiliki pengalaman dalam aktivitas keperawatan
pada tindakan anestesi. Perawat anestesi bekerja sama dan
mendapatkan supervisi langsung dari dokter yang kompeten dan terlatih
baik.
Kepala Pelayanan Anestesi adalah seorang dokter spesialis
anestesiologi yang diangkat oleh Direktur Rumah Sakit.
Standar prosedur operasional adalah suatu perangkat
instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu
proses kerja rutin tertentu, berdasarkan standar kompetensi, standar
pelayanan kedokteran dan pedoman nasional yang disusun, ditetapkan
oleh rumah sakit sesuai kemampuan rumah sakit dengan memperhatikan
sumber daya manusia, sarana, prasarana dan peralatan yang tersedia.
Pelayanan pra anestesi adalah penilaian untuk menentukan status
medis pra anestesia dan pemberian informasi serta persetujuan bagi
pasien yang memperoleh tindakan anestesi.
Pelayanan intra anestesia adalah pelayanan anestesia yang
dilakukan selama tindakan anestesia meliputi pemantauan fungsi vital
pasien secara kontinu.
Perawatan pasca anestesi adalah pelayanan anestesia yang
dilakukan kepada semua pasien yang menjalani anestesi
umum/regional, atau perawatan anestesi terpantau.
Pelayanan kritis adalah pelayanan yang diperuntukkan bagi pasien
sakit kritis di lingkungan RS.
Pelayanan tindakan resusitasi adalah pelayanan resusitasi pada
pasien yang berisiko mengalami henti jantung meliputi bantuan hidup
dasar, lanjut dan jangka panjang dilingkungan RS.
Pelayanan anestesia regional adalah tindakan pemberian anestetik
untuk memblok saraf regional sehingga tercapai anestesia di lokasi
operasi sesuai dengan yang diharapkan.
Pelayanan anestesia/analgesia di luar kamar operasi adalah
tindakan pemberian anestetik/analgesik di luar kamar operasi.
Pelayanan penatalaksanaan nyeri adalah pelayanan
penanggulangan nyeri, terutama nyeri akut, kronik dan kanker dengan
prosedur intervensi (interventional pain management).
Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif meliputi tindakan untuk
mengatasi pasien gawat, penatalaksanaan nyeri, penilaian pra
anesthesia, intra anestesi dan pasca anestesi serta pelayanan lain sesuai
bidang anestesiologi dan terapi intensif.

1. Pelayanan Pasien Gawat


Pelayanan pasien gawat adalah penanganan anestesi yang ditujukan
menangani kegawatan terhadap pasien yang melingkupi kegawatan jalan
nafas, kegawatan nafas, kegawatan sirkulasi dan kegawatan akibat
gangguan kesadaran serta kegawatan akibat paparan terhadap bahan
atau zat berbahaya.
A. Pelayanan Resusitasi
Pelayanan Kegawatan Resusitasi melingkupi penanganan
kegawatan di ruang resusitasi untuk stabilisasi pasien yang
mengalami gangguan fungsi vital (Airway, Breathing, circulation dan
Dissability) yang bertujuan agar pasien segera stabil dan dilakukan
terapi definitif dari penyakit yang diderita melalui proses diagnosis
lebih lanjut

B. Pelayanan Pada Pasien Gawat Darurat


Pelayanan pada trauma maupun non trauma yang mengalami
kegawatan di IGD sehingga membutuhkan tindakan anestesi dan
reanimasi. Penanganan pasien ini bersifat life support dengan
kolaborasi dengan sejawat spesialis terkait.

2. Pelayanan Perioperatif
Pelayanan perioperatif merupaka pelayanan anestesi yang merujuk
pada semua perjalanan prosedur tindakan anestesi dan termasuk
sebelum (pre-), selama (intra-) dan sesudah (pasca-) operasi dan anestesi
yang dilakukan pada ranah gawat darurat maupun elektif.

Pelayanan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk


menggambarkan keragaman fungsi pelayanan yang berkaitan dengan
anestesi dan pembedahan.

Masa perioperatif dimulai saat pasien datang ke rumah sakit,


kemudian direncanakan atau dilakukan tindakan prosedur pembedahan
atau diagnostik sampai pada saat pasien pulang dari rumah sakit. Oleh
karena itu, pelayanan perioperatif merupakan pelayanan yang
memerlukan kerjasama dan melibatkan semua unsur dan unit pelayanan
yang ada.
A. Pelayanan Pra Operasi
Pelayanan pra operasi dilakukan sebagai langkah persiapan
operasi sejak pasien berada dalam ruangan perawatan bangsal, ruang
perawatan intensif, maupun pada VK untuk operasi emergency dan elektif
yang bertujuan agar pasien siap untuk dilakukan pembiusan dengan
keadaan aman dengan mengedepankan prinsip keselamatan pasien.

Pelayanan Pra Operasi meliputi kunjungan preoperatif, informed


consent (untuk mendapatkan persetujuan tindakan), dan persiapan pre
operasi (meliputi persiapan pasien, mesin anestesi, alat dan obat, serta
premedikasi).

a. Pemeriksaan pre operatif


a) Kunjungan pre operatif juga bertujuan untuk menggali informasi
terkait dengan kondisi pasien, riwayat penyakit sebelumnya dan
permasalahan lainnya terkait dengan tindakan yang akan dijalani,
meliputi :
 Nama / umur / alamat
 Pekerjaan
 Riwayat penyakit sekarang dan penyakit dahulu
 Riwayat pengobatan
 Riwayat alergi
 Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya
 Kebiasaan merokok, alkoholik atau obat-obatan
b) Penilaian klinis yang baik dan lengkap sebelum pasien menjalani
rawat inap itu harus dilakukan secara teliti dan sistematis.
Pemeriksaan meliputi :
 Fisik
 Pemeriksaan fisik lengkap, termasuk semua sistem organ
secara umum
 Pemeriksaan khusus sesuai dengan riwayat penyakit yang ada
dan pemeriksaan fisik yang didapat secara umum.
 Laboratorium
 Laboratorium rutin
 Laboratorium sesuai dengan penyakit yang ada.
 Penunjang lain :
 Radiologi : Foto thorax
 Skrining pra anestesi untuk mengetahui bila ada tanda-tanda
atau gejala yang menunjukkan kelainan paru/jantung.
 EKG : dilakukan pada pasien diatas usia 40 tahun, dan pada
pasien yang menunjukkan adanya kelainan kardiovaskuler
walaupun usia dibawah 40 tahun.
c) Komunikasi antara anggota tim, seperti dokter bedah, anestesi,
perawat dan tenaga kesehatan lain yang terlibat, sangat diperlukan
untuk mengetahui kebutuhan khusus atau spesifik pasien dalam
menjalani suatu tindakan pembedahan, dan persiapan perioperatif
memberikan jaminan bahwa hal tersebut telah siap saat sebelum
tindakan pembedahan.
d) Kunjungan pre operatif meliputi penerimaan atau evaluasi pasien di
pasien rawat jalan, rawat darurat (untuk pembedahan emergensi),
poli anestesi, ICU/ROI dan pasien yang akan menjalani tindakan
diagnostik.
e) Pasien dapat dikonsulkan ke bagian lain (penyakit dalam, jantung,
dll) untuk memperoleh gambaran kondisi pasien secara lebih
spesifik bila ditemukan kondisi klinis yang mendukung.
f) Konsultasi ke bagian lain dijadikan bahan pertimbangan dan diskusi
dalam melakukan pelayanan anestesi berikutnya.
g) Konsultasi ke bagian lain bukan untuk meminta kesimpulan /
keputusan apakah pasien ini boleh dianestesi atau tidak.
h) Penetuan status fisik pasien berdasarkan kriteria yang dikeluarkan
ASA (American Society of Anesthesiologist).
 ASA 1 : tanpa ada penyakit sistemik
 ASA 2 : kelainan sistemik ringan sampai sedang. Misalnya
apendisitis akut tanpa komplikasi
 ASA 3 : kelainan sistemik berat, ketergantungan pada obat-
obat, aktivitas terbatas. Misal ileus
 ASA 4 : kelainan sistemik berat yang mengancam nyawa,
sangat tergantung dengan obat-obat, aktivitas
sangat terbatas.
 ASA 5 : dioperasi ataupun tidak, dalam 24 jam akan mati
juga. Tanda-tandanya nadi tidak teraba, pasien
ruptur aneurisma aorta.
 ASA 6 : untuk pasien yang akan menjalani donor organ
Pasien usia > 60 tahun, pasien obesitas tergolong
kategori ASA 2
 ASA E : Pasien dalam salah satu klasifikasi ASA yang
menjalani operasi emergensi.
b. Informed Consent
a) Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan
komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan
bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak
akan dilakukan terhadap pasien.
b) Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai
perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan
sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.
c) Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari
orang yang berhak (yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang
isinya berupa izin atau persetujuan kepada dokter untuk
melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut
diberi informasi secukupnya.
d) Informed consent harus diberikan oleh tenaga medis yang
kompeten.
e) Informed consent yang disampaikan harus berdasarkan
pemahaman yang adekuat sehingga pasien dapat mencapai
pemahaman yang adekuat (understanding).
f) Informed consent ini juga harus memenuhi unsur voluntariness
(kesukarelaan, kebebasan) dan authorization (persetujuan).
g) Informed consent dinyatakan secara tertulis
h) Informed consent dapat diberikan kepada pasien, suami/istri, anak,
orang tua, saudara kandung, dst.
i) Informed consent tidak berlaku pada 5 keadaan :
 Keadaan darurat medis
 Ancaman terhadap kesehatan masyarakat
 Pelepasan hak memberikan consent (waiver)
j) Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat
dilakukan pada pasien yang melepaskan haknya memberikan
consent.
k) Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent.
c. Persiapan Pre Operasi
a) Persiapan perioperatif idealnya memerlukan waktu 24-48 jam
sebelum pelaksanaan tindakan.
b) Persiapan pasien minimal mencangkup nama, umur, jenis kelamin
dan prosedur tindakan.
c) Penilaian klinis awal diperlukan untuk menemukan permasalahan
atau kebutuhan spesifik pasien, seperti alergi, gangguan mobilitas,
gangguan pendengaran atau riwayat penyakit dahulu yang
memerlukan terapi terlebih dahulu
d) Persiapan Pasien :
 Persiapan pasien mulai dilakukan di poli anestesi, ruang
perawatan (bangsal), ruang rawat darurat, ICU /ROI dan dari
rumah pasien ataupun dari ruang penerimaan pasien di kamar
operasi.
 Operasi elektif sebaiknya dilakukan pemeriksaan dan
dipersiapkan oleh tim dokter yang kompeten pada H-2 hari
pelaksanaan pembedahan.
 Operasi darurat dilakukan persiapan yang lebih singkat
disesuaikan dengan kondisi klinis pasien dan kondisi yang
melatar belakangi kegawatannya.
 Pasien dengan tindakan pembedahan poliklinik (one day care)
dilakukan persiapan sejak dirumah dengan sebelumnya diberi
penjelasan dan informasi terkait saat melakukan kunjungan ke
Poli terkait.
 Persiapan pre operasi secara umum minimal meliputi :
 Pengosongan lambung, dengan cara puasa, memasang
NGT.
 Pengosongan kandung kemih.
 Informed consent (tindakan kedokteran anestesi dan
operasi).
 Pemeriksaan fisik ulang
 Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori
lainnya.
 Premedikasi secara intramuskular ½ - 1 jam menjelang
operasi atau secara intravena jika diberikan beberapa menit
sebelum operasi.
 Pada operasi darurat dimana pasien tidak puasa atau belum
cukup, maka dilakukan pemasangan NGT untuk dekompresi
lambung.

e) Premedikasi
 Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum tindakan
induksi anestesi
 Tujuan premedikasi adalah meredakan kecemasan dan
ketakutan, memperlancar induksi anestesia, mengurangi
sekresi kelenjar ludah dan bronkus, meminimalkan jumlah obat
anestetik (obat anestetik adalah obat yang berefek
menghilangkan sensasi -- seperti rasa raba -- dan kesadaran),
mengurangi mual muntah pasca-bedah, menciptakan amnesia,
mengurangi isi cairan lambung, mengurangi refleks yang
membahayakan.
 Kebutuhan premedikasi bagi masing-masing pasien dapat
berbeda.
 Pemberian obat sedatif atau penenang memberikan penurunan
aktivitas mental dan berkurangnya reaksi terhadap rangsang
sehingga memerlukan observasi ketat terhadap fungsi vital.
 Pemberian obat premedikasi bisa diberikan secara oral (mulut),
rectal maupun intravena (melalui vena).
 Pemberian premedikasi mempertimbangkan kondisi klinis
pasien seperti usia, suhu tubuh, emosi, nyeri dan jenis penyakit
yang sedang dialami pasien.
 Obat-obat yang sering digunakan dalam premedikasi adalah
obat antikolinergik, obat sedatif (penenang) dan obat analgetik
narkotik (penghilang nyeri).
f) Persiapan alat dan obat-obatan, meliputi persiapan obat-obat
anestesia, obat pendukung anestesia dan obat resusitasi.
g) Persiapan alat, meliputi
 mesin anestesi: Encore
 N2O
 Pastikan flow-meter berfungsi baik
 Pastikan vaporizer tidak bocor dan terisi baik oleh volatile
Halothan, Enfluran maupun Isofluran.
 Pastikan sirkuit aliran oksigen dan gas anestesi baik dan
tidak bocor.
 Pastikan balon reservoar tidak bocor dan ukurannya sesuai
dengan besarnya pasien.
 Pastikan Sodalime berfungsi baik, yaitu belum berubah
warna dan hangat bila diraba.
 O2
 Pastikan tabung O2 terisi dengan regulator O2 tidak bocor
 Pastikan Flow-meter O2 berfungsi baik.
 Alat-alat intubasi
 Tube Endotracheal
 Berbagai ukuran sesuai dengan umur dan besar pasien
 Disiapkan tube endotracheal dengan ukuran satu nomor
lebih besar atau lebih kecil untuk tiap pasien yang akan
dilakukan anestesi.
 Periksa balon tube tidak bocor.
 Oropharyngeal airway : Dengan ukuran sesuai dengan umur
pasien dan besarnya mulut.
 Laryngoscope
 Pediatric set, bila pasien anak-anak
 Adult set, bila pasien dewasa
 Pastikan lampu blade menyala
 Juga sediakan Mandrain, Magill Forceps dan sungkup muka
dengan ukuran sesuai dengan besar muka pasien.
 Alat untuk anestesi regional, berupa
 Jarum spinal / epidural / kaudal
 Spuit 2,5 mL / 5 ml / 10 mL
 Kateter epidural untuk anestesi regional epidural

 Alat pemantau tanda vital


 Alat emergensi :
 Laringoskop
 Oropharyngeal airway berbagai ukuran
 Magyl forcep
 Face mask
 Suction catheter
 Infus set
 Transfusi set
 CVP set
 Ambu bag
 Alat/bahan untuk antisepsis (kalau menggunakan anestesi
regional).
 alat-alat penunjang : alat pengisap (suction), sandaran infus,
sandaran tangan bantal, tali pengikat tangan, anesthesia pin
screen / boug dll
h) Persiapan obat-obatan, meliputi
 obat anestesi : obat premedikasi dan obat induksi serta obat
anestesi volatil / abar

Obat Premedikasi Dosis Rute

Sulfas Atropin 0,02 mg/kgBB IV

Diazepam ( Valium ) 0,15–0,2 mg/kgBB Oral, IV


Midazolam ( Dormicum ) / 0,15 mg/kgBB Oral, IV
Hypnoz

Opioid ( Petidin/Fentanyl) 1 mg/kg/BB IV

Droperidol /Ondavel 0,02-0,05 IV


/cendatron mg/kgBB

Aminofilin 25 mg/kgBB Supposituria,


IV

Obat Induksi Dosis Rute

Golongan Hipnotik

Thiopental ( Pentothal ) 4-5 mg/kgBB IV

Ketamine ( Ketalar ) 1-2 mg/kgBB IV

Midazoluam / Dormicum 0,15 mg/kgBB IV

Diazepam / Valium 0,15–0,2 mg/kgBB IV

Propofol ( Safol / Recofol ) 2-2,5 mg/kgBB IV

Golongan pelumpuh otot

Succinyl Choline 1 mg/kgBB IV

Quelicine 1 mg/kgBB IV

Vercuronium ( Norcuron ) 0,1 mg/kgBB IV

Pancuronium ( Pavulon ) 0,1 mg/kgBB IV

Atracurium ( Tracurium ) 0,5 mg/kgBB IV

Rocuronium (Reculax) 0,6-1,2 mg/kgBB IV


Golongan analgetik

Meperidin ( Petidin ) 1 mg/kg/BB IV

Fentanyl 1 g/kg/BB IV

Ketorolac 0,2 mg/kgBB Oral, IV

Tramadol 1-2 mg/kgBB IV

Gas dan Volatilene

Halothan 0,5-4% Inhalasi

Enfluran ( Ethrane ) 2-4,5% Inhalasi

Isofluran 1,5-3% Inhalasi

N2O ( Nitrous Oxida ) 40% Inhalasi

O2 ( Oksigen ) 60% Inhalasi

 Obat anestesi regional


Obat Anestesi Regional Dosis Rute

Lidocaine 5% Spinal

Lidocaine 2% Epidural/kaudal

Bupivacaine heavy 0,5 Spinal/epidural/kaudal

Marcaine 0,75% Spinal

Bivanes 0,5% / Regivel 0,5% Spinal

 Obat resusitasi/emergensi

Obat Resusitasi Dosis Rute


Sulfas Atropine 0,02 mg/kgBB IV

Adrenalin 0,1 cc/kgBB IV

Bicnat ( Meylon ) 1-2cc/kgBB IV

Lidocain 0,1 cc/kgBB IV

Aminofilin 25 mg/kgBB IV

Dexamethaxone 0,1-1 mg/kgBB IV

Efedrin 0,25-1mg/kgBB IV

B. Pelayanan Intra Operasi


1) Pelayanan intra operasi / anestesi adalah pelayanan anestesia yang
dilakukan selama tindakan anestesia meliputi pemantauan fungsi vital
pasien secara kontinu.
2) Dokter spesialis anestesiologi dan atau tim pengelola harus tetap
berada di kamar operasi selama tindakan anestesia umum dan
regional serta prosedur yang memerlukan tindakan sedasi.
3) Pemantauan dan evaluasi secara kontinual terhadap oksigenasi,
ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan harus dilakukan selama
pemberian anestesia, serta di dokumentasikan pada catatan
anestesia. Pemantauan meliputi :
a. Frekuensi nadi
b. Tekanan darah
c. Perfusi perifer
d. Saturasi oksigen
e. EKG
f. Jumlah perdarahan
g. Urine output
4) Pelayanan ini mencangkup beberapa hal umum yang perlu
diperhatikan seperti re-evaluasi terhadap kondisi dan persiapan pre
operasi, tindakan anstesi (meliputi prosedur induksi, rumatan dan
pengakhiran anestesi), posisi operasi dan pencegahan hipotermi.
5) Re-evaluasi kondisi dan persiapan pre operasi, sebagai berikut :
a) Dilakukan evaluasi ulang kondisi dan persiapan yang sudah
dilakukan selama periode pre operasi.
b) Evaluasi ketat ulang perlu pada kondisi pembedahan emergensi
dimana kondisi pasien saat akan menjalani operasi masih belum
optimal.
c) Evaluasi ulang diperlukan pada kondisi operasi atau prosedur
diagnostik poliklinik atau one day care untuk mengetahui persiapan
operasi yang dilakukan dirumah oleh pasien dan keluarga pasien
sendiri.
d) Re-evaluasi ini juga penting untuk memastikan kondisi pasien
setelah menjalani optimalisasi selama fase pre operasi dan
memastikan tidak ada penyulit tambahan yang dapat terjadi selama
fase optimalisasi tersebut, terutama pada kasus emergensi atau
pasien ICU/ROI
e) Tindakan anestesi secara umum terdiri dari anestesi umum dan
anestesi regional.
6) Anestesi umum adalah kondisi atau prosedur ketika pasien menerima
obat untuk amnesia, analgesia, melumpuhkan otot, dan sedasi.
7) Anestesi umum dapat menggunakan obat intravena (injeksi) atau
inhalasi.
8) Anestesi regional adalah anestesi lokal dengan menyuntikan obat
anestesi di sekitar saraf sehingga area yang di sarafi teranestesi.
9) Anestesi regional dibagi menjadi epidural, spinal, caudal dan blok saraf
tepi. Penatalaksanaannya sebagai berikut :
 Posisi pasien dapat duduk dengan kaki ditekuk/ ditarik ke arah
dada atau posisikan pasien tidur miring dengan kedua kaki ditarik
kearah dada.
 Daerah tempat tusukan jarum dan sekitarnya dibersihkan dengan
alcohol dan betadin.
 Tentukan daerah yang akan ditusuk  L 2-3 / L 3-4 / L 4-5 atau
daerah kaudal
 Spinal :
 Tusuk dengan jarum spinal dengan arah tegak lurus terhadap
vertebra sampai terlihat keluar cairan bening dalam jarum
 Masukan obat anestesi regional dengan terlebih dahulu
dilakukan barbotase
 Cabut jarum dan tutup dengan gaas betadine
 Penderita kembali ke posisi semula dan lakukan test apakah
terjadi analgesia atau tidak.
 Epidural :
 Tusukan jarum epidural dengan arah tegak lurus dan ujung
jarum menghadap ke atas.
 Pasang spuite 10 mL kosong pada ujung jarum dan untuk test
apakah jarum sudah masuk ke rongga epidural. Bila jarum
sudah berada di daerah epidural, maka udara dalam spuit
tidaka ada tahanan bila ditekan.
 Berikan test dose dengan Marcaine 0,5 % sebanyak 3 mL.
 Masukan kateter epidural ke dalam jarum epidural sampai
ukuran yang tertentu.
 Jarum epidural perlahan-lahan dicabut dengan
mempertahankan keteter tetap pada tempatnya dan kateter
difiksasi.
 Masukan obat anestesi local ke dalam kateter dengan jumlah
sesuai kebutuhan untuk menghasilkan analgesia.
10) Spinal anestesi adalah suntikan obat anestesi ke dalam ruang sub
arachnoid.
11) Anestesi epidural adalah penyuntikan obat lokal anestesi ke dalam
ekstra dural.
12) Blok saraf tepi dilakukan penyuntikan di saraf yang memberikan
persarafan didaerah yang akan dioperasi.
13) Anestesi umum dan regional serta prosedur pembedahan dapat
menyebabkan kondisi vital pasien menjadi tidak stabil sehingga perlu
dilakukan pemantauan dan evaluasi secara kontinual terhadap
oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan
14) Semua kegiatan yang dilakukan selama tindakan anestesi harus di
dokumentasikan pada catatan rekam medis anestesi.

C. Pelayanan Pasca Operasi


1) Pelayanan pasca operasi meliputi pelayanan anestesi setelah
dilakukan operasi dalam ranah emergency maupun elektif dengan
mengedepankan prinsip patient safety.
2) Tujuan pelayanan pasca operasi adalah agar pasien terbebas dari efek
obat anestesi, stabilisasi hingga fungsi-fungsi metabolisme tubuh
kembali normal hingga penanganan nyeri pasca operasi.
3) Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu pernafasan :
oksigen, laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial, kateter
nasal, ventilator mekanik dan peralatan suction.
4) Ruang pulih sadar harus terdapat alat yang digunakan untuk
memantau status hemodinamika dan alat-alat untuk mengatasi
permasalahan hemodinamika, seperti : apparatus tekanan darah,
peralatan parenteral, plasma ekspander, set intravena, set pembuka
jahitan, defibrilator, kateter vena, torniquet.
5) Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien
untuk dikeluarkan dari ruang pemulihan adalah Skor Aldrete untuk
dewasa pasca anestesi umum, Skor Steward untuk anak pasca
anestesi umum, dan Skor Bromage untuk pasca anestesi regional,
yaitu :

Skor Aldrette

SKOR KRITERIA

2 Dapat menggerakkan 4 ekstremitas

Motorik 1 Dapat menggerakkan 2 ekstremitas

0 Tidak dapat menggerakkan ekstremitas

2 mampu napas dalam dan batuk

Respirasi 1 sesak napas /napas terbatas

0 Apnoe

2 Perbedaan TD < 20% dari TD pre anestesi

Sirkulasi 1 Perbedaan TD < 20% s/d 50% dari TD pre anestesi

0 Perbedaan TD > 50% dari TD pre anestesi

2 Sadar Penuh

Kesadaran 1 Bangun bila di panggil

0 Tidak ada respon bila di panggil

2 Warna kulit kemerahan'

Perifer 1 Pucat bercak-bercak

0 Sianosis

Jika total skor ≥9, boleh pindah ruangan


Skor Steward

SKOR KRITERIA

2 Bangun

Kesadaran 1 Adanya Respon Terhadap Rangsang

0 Tidak Ada Respon

2 Batuk/Menangis

Respirasi 1 Berusaha nafas

0 Perlu bantuan nafas

2 Gerakan bertujuan

Motorik 1 Gerakan tanpa tujuan

0 Tidak bergerak

Jika total skor ≥9, boleh pindah ruangan

Skor Bromage

SKOR KRITERIA

3 Tidak dapat mengangkat kaki sama sekali

Tidak dapat mengangkat tungkai bawah tetapi masih dapat


2 menekuk lutut
1 Tidak dapat menekuk lutut tetapi dapat mengangkat kaki

0 Dapat mengangkat tungkai bawah

Jika skor <2, pasien dapat dipindah ke bangsal

3. Pelayanan Anestesi di Luar Kamar Operasi


Pelayanan anestesi di luar kamar operasi meliputi pelayanan
pembiusan di luar kamar operasi dengan pemberian sedasi dalam
berbagai tingkatan, analgetik dan pelumpuh otot sesuai dengan indikasi
dan kondisi pasien yang bertujuan agar prosedur diagnostik maupun
prosedur tindakan lain yang dimaksudkan dapat berjalan dengan baik dan
pasien tetap dalam keadaan aman.

Evaluasi pra anestesi tetap harus dilakukan dengan baik pada


setiap pasien yang direncanakan untuk dilakukan prosedur di luar kamar
operasi.

Alat-alat yang tersedia di ruangan lainnya di luar kamar operasi


dimana akan dilakukan anestesi idealnya harus seperti di kamar bedah.
Alat-alat yang dimaksud meliputi : monitor EKG, pulse oksimetri, tekanan
darah yang harus kompatibel, gas oksigen, alat pengisap (suction
apparatus), alat untuk membebaskan jalan nafas, alat resusitasi, serta
obat-obatan anestesi dan emergensi.

1) Pelayanan anestesi pada pemeriksaan diagnostik


1. Pelayanan anestesi pada pemeriksaan diagnostik meliputi
pelayanan anestesi yang dilakukan pada ruang diagnostik yang
invasif maupun non-invasif.
2. Tindakan dapat berupa pemberian sedasi dalam berbagai
tingkatan, analgetik maupun muscle relaxant bila diperlukan pada
diagnostik dengan menggunakan endoskopi maupun radiologis.
3. Evaluasi dan monitoring harus dilakukan secara kontinu, baik
sebelum, selama dan setelah prosedur diagnostik.
2) Pelayanan anestesi pada tindakan di luar kamar operasi
1. Pelayanan anestesi pada tindakan di luar kamar operasi meliputi
tindakan pembiusan yang dilakukan pada ruangan perawatan
bangsal maupun high care unit untuk tujuan tertentu, misalnya
intubasi, penggunaan bantuan ventilasi mekanik maupun tindakan
lainnya.
2. Pelayanan ini juga meliputi pelayanan gawat darurat dan bantuan
pemeriksaan diagnostik.

3.2 Penatalaksaan Anestesi Berdasarkan Jenis Operasi


A. Anestesi Pada Pediatrik
1. Anestesi pada anak :
 Neonatus : Usia sampai 1 bulan
 Bayi : Usia 1 –12 bulan
 Anak : Usia 1- 12 tahun
2. Persiapan anestesi / operasi :
 Persiapan psikologis : Terutama untuk anak-anak yang lebih
besar dari orang tua pasien.
 Penilaian pre anestesi : sesuai dengan persiapan anestesi
secara umum.
 Puasakan anak : Biasanya puasa pada anak adalah 4 jam
sebelum anestesi/operasi berlangsung bagi anak-anak  5
tahun dan 4-6 jam pada anak-anak yang lebih besar.
 Persiapan alat-alat
 Abocath No.24  Bayi
 Abocath No.22 Balita
 Abocath No.20 Usia 6 tahun
 Transfusion set
 Infusion set  mikrodrip untuk bayi dan balita
 Spuit 2,5 mL / 5 mL / 10 mL sesuai kebutuhan
 Stetoskop
 Laringoskop pediatric
 Tube endotracheal baik jenis balon, spiral atau polos dengan
ukuran sesuai dengan umur bayi / anak.
 Gas basah untuk Pack mulut pada penggunaan tube jenis
polos.
 Plester dan spalk untuk infus.
 Mesin N2O untuk bayi dan balita

3. Premedikasi :
 Sulfas atropin 0,01 mg/kgBB bila perlu
 Midazolam 0,5 mg/kgBB per oral mulai usia 6 bulan ke atas
4. Penatalaksanaan anestesi :
a. Induksi anestesi :
 Inhalasi melalui sungkup muka ( face mask ) dengan O 2 / N2O
dan Halothan/Ethrane/Isofluran dengan konsentrasi gas
dinaikkan secara perlahan-lahan.
 Bila anak dapat dipasang jalur infus ( intra vena line ) secara
sadar (awake), induksi dengan Propofol (Safol) 1-2 ml/KgBB
/Theopenthal ( Pentothal ) 4-5 mg/kgBB

b. Intubasi endotracheal
 Intubasi dalam keadaan sadar ( Awake intubation ) : Indikasi :
 Neonatus
 Anak dengan airway bermasalah
 Anak dengan lambung penuh
 Intubasi dalam NU :
 Dengan pelumpuh otot ( muscle relaxant )
 Tanpa pelumpuh otot
 Setelah intubasi, periksa kedua paru apakah VBS kiri = kanan.
 EET difiksasi dengan baik sehingga menghindari lepasnya tube.
c. Maintenance/rumatan anesthesia
 O2 / N2O / Halothan, Ethrane atau Isofluran
 Napas spontan / dibantu ( assisted )
 Napas kontrol dengan menggunakan pelumpuh otot ( muscle
relaxant )
 Pemberian cairan infus pada pasien pediatric selama operasi
dihitung dengan menggunakan rumus 4 – 2 – 1, sebagai berikut :
 BB s/d 10 kg  kebutuhan cairan : 4 mL/kgBB/jam
 BB 11-20 kg  kebutuhan cairan : 40 + 2 mL/kgBB/jam untuk
tiap 1 kg diatas 10 kg
 BB > 20 kg  kebutuhan cairan : 60 + 1 mL/kgBB/jam untuk
tiap 1 kg berat diatas 20 kg
 Pemberian transfusi darah pada pediatric, biasanya dilakukan bila
perdarahan mencapai 10 % dari Estimate Blood Volume ( EBV )
 Neonatus 90 mL/kgBB
 Bayi sampai 1 tahun 80 mL/kgBB
 Usia 1 tahun sampai adolescence 70-75 mL/kgBB
 Dewasa 55-65 mL/kgBB
 Pemberian jumlah darah sesuai dengan perkiraan perdarahan yang
terjadi
 Khusus pada operasi Laparatomi pada bayi / anak  pemberian
cairan harus diperhitungkan dengan kehilangan cairan karena
penguapan dari usus yang terbuka. Biasanya cairan yang
diberikan:
 N4 /KA-EN IB  untuk cairan maintenance dan ganti puasa
yaitu 4 mL/kgBB/jam
 RL  untuk mengganti cairan yang hilang karena penguapan
dari usus yang terbuka dengan jumlah
- < 4 mL/kgBB/jam  untuk operasi sedang
- < 6 mL/kgBB/jam  untuk operasi besar
Diberikan tiap seperempat jam.
d. Monitoring. Sesuai dengan pemantauan dan evaluasi pasca anestesi
pada umumnya

B. Anestesi Pada Operasi Mata


1. Ketentuan umum :
a. Anak-anak dilakukan dengan anestesi umum dengan intubasi
tube endotracheal
b. Dewasa dapat dengan anestesi umum atau local
c. Pemakaian epinefrin 1 : 200.000, hati-hati penggunaan Halothan
pada anestesi umum.
d. Oculacardiac refleks :
 Sering terjadinya pada penekanan bola mata, tarikan otot-otot
mata, yang akan menyebabkan timbulnya bradikardia dan
aritmia jantung hingga cardiac arrest
 Dapat dicegah dengan pemberian sulfas atrofin intra vena
sebelum operasi
e. Aberasi kornea dapat terjadi karena penekanan Face Mask
f. Penggunaan succinyl choline adalah kontra indikasi pada operasi
intra okuler. Penggunaan succinyl choline pada penderita yang
mendapat terapi echotiopate, harus hati-hati karena akan
memperpanjang apnoe.
2. Persiapan anestesi
Sesuai dengan persiapan anestesi secara umum
3. Penatalaksanaan anestesi
1) Premedikasi
 Sulfas atropine : 0,01 mg/kgBB dilakukan di OK
 Diazepam ( Valium ) : 0,2 mg/kgBB peroral
 Midazolam ( Dormicum ): 0,5 mg/kgBB per-oral untuk anak-
anak diberikan di OK.
2) Induksi dan intubasi :
 Hindari penggunaan Ketamin karena akan meningkatkan
tekanan darah, sehingga meningkatkan tekanan intra-okuler.
 Hindari penderita tegang ( straining ) , batuk, muntah,
obstruksi napas.
 Induksi dengan :
- Propofol ( Safol ) 1 % w/v atau Thiopental 2,5 % intra vena
- Muscle relaxant : Nurcuron / Tracrium untuk fasilitas
intubasi
- O2 / N2O Halothan, Ethrane atau Isofluran dengan ventilasi
spontan / kontrol.
3) Monitoring
 Nadi  bradikardia atau aritmia karena ocolocardiac refleks
 Tekanan darah  pertahankan tekanan darah dalam batas
normal karena kenaikan tekanan darah akan menyebabkan
kenaikan tekanan intra okuler.
 Hindari pasien bangun selama anestesi ( light anestesi )
karena dengan anestesi yang dalam akan menurunkan
tekanan intra-okuler
 Hiperventilasi akan menurunkan tekanan intra-okuler.

C. Anestesi pada Operasi Kebidanan dan Ginekologi


1. Pada operasi kebidanan didapatkan :
a. Faktor Ibu
 Regurgitasi dan aspirasi asam lambung
 Hipotensi karena kompresi pada Aorta dan Vena Cava
 Hipoksemia karena metabolic rate meningkat dan menurunnya
FRC (Functional Residual Capasity )
 Kemungkinan sulit intubasi.
 Perdarahan karena atonia uteri
 Awareness
b. Faktor janin
 Depresi janin karena obat-obatan yang melalui sawar plasenta
 Hipoksia janin karena :
- Hipoksia ibu
- Hipotensi
- Kompresi aorta dan vena cava
- Vasokonstriksi uteri
2. Persiapan pra anestesi
 Sesuai dengan persiapan anestesi secara umum
 Premedikasi dengan H2 antagonis untuk mengurangi sekresi
asam lambung. Dapat diberikan Metoclopropamid 10 mg per-oral
atau intra vena, 1 – 2 jam sebelum induksi.
 Karena pada operasi kebidanan ( seskio sesarea ) biasanya
bersifat cito (emergensi), sehingga pasien sering tidak puasa.
Oleh karena itu untuk menghindari regurgitasi dan aspirasi cairan
lambung sebaiknya dipasang NGT.
 Karena pada wanita hamil kemungkinan sulit intubasi sangat
besar, maka untuk antisipasi kegagalan intubasi disediakan
mandrain dan blade laringoskop berbagai ukuran
3. Penatalaksanaan anestesi
1) Anestesi umum
a. Pasien diletakan terlentang dengan bokong kiri lebih rendah
daripada yang kanan
b. Diberikan pre-oksigenisasi dengan O2 100% selama 3-5 menit
sebelum induksi.
c. Induksi dan intubasi dialkukan bila operator (Dokter Kebidanan)
sudah siap, dengan cara induksi cepat (Crush Induction) dengan
penekanan Cricoid (Selleck Manuver). Induksi dilakukan dengan
menggunakan :
- Propofol ( Safol ) 1-2 ml/KgBB atau Thiopental ( Pentothal ) :
4-5 mg/kgBB.
- Succinyl choline / Quelicin : 1 mg/kgBB
- Ketamine 1 mg/kgBB sebagai pengganti Pentothal pada
pasien-pasien hippovolemi atau asma
 Operasi dimulai setelah intubasi. Hiperventilasi yang
berlebihan harus dihindari karena dapat mengurangi aliran
darah uterus (Utrine Blood Flow) dan berhubungan dengan
asidosis janin.
 N2O : O2  50 % : 50 % dengan konsentrasi volatile ( Gas
anestesi ) yang rendah.
 Digunakan pelumpuh otot ( muscle relaxant ) dengan lama
kerja yang sedang ( intermediate ), seperti :
- Vervuronium : 0,05 mg/kgBB
- Atracurium : 0,05 mg/kgBB
d. Setelah bayi lahir diberikan :
 Opipoid ( petidin ) 1 mg/kgBB
 Oxytocin 10 – 20 unit kedalam cairan infus
e. Setelah plasenta lahir diberikan :
 Methergin 0,2 mg secara intra vena
 Pada akhir operasi dimana efek pelumpuh otot telah kembali
dan napas penderita telah spontan, NGT diangkat dan
penderita diekstubasi dalam keadaan sudah bangun.

2) Anestesi Regional
A. Kontraindikasi anestesi regional adalah :
 Perdarahan ante-partum atau kecenderungan perdarahan.
 Hipovolemik
 Sepsis local didaerah tempat penusukan jarum, deformitas
tulang belakang atau penyakit neuropati
 Pasien menolak
B. Subarachnoid block ( spinal ) dapat dipakai pada prosedur elektif
dan emergensi.
C. Epidural block hanya cocok untuk operasi-operasi yang tidak
darurat.
D. Persiapan anestesi :
a. Berikan pre-load cairan RL atau NaCl sebanyak 500 – 1000 cc
b. Siapkan obat-obatan vasokontriktor ( efedrin ) 50 mg yang
diencerkan dalam 10 cc aquades.
c. Pasien biasanya diletakan pada posisi lateral decubitus, suntikan
larutan :
 Lidocaine Hyperbarik (5%) 60-90 mg atau
 Buvivacaine Hyperbarik 12 – 15 mg dengan menggunakan
jarum spinal No.22 atau yang lebih kecil lagi.
d. Kemudian pasien diposisikan terlentang kembali dengan bokong
kiri lebih rendah daripada kanan.
e. Berikan oksigen 2 – 3 liter / menit dan tekanan darah diukur tiap
1 – 2 menit sampai keadaan stabil.
f. Bila terjadi penurunan tekanan darah lebih dari 30 % dari
tekanan darah sebelum anestesi, berikan vasokinstriktor
(efedrin) 5 – 10 mg intra-vena.
g. Monitoring, sesuai dengan pemantauan anestesi pada
umumnya.

3.3. SEDASI
Pelayanan sedasi merupakan tindakan sedasi yang bertujuan untuk
mengurangi kecemasan dan ketidaknyamanan pasien dalam menjalani
suatu tindakan/prosedur.
Layanan sedasi sedang dan dalam dilakukan secara seragam di
seluruh pelayanan di lingkungan RSUD Tani dan Nelayan sesuai dengan
standar, peraturan, dan undang-undang yang berlaku. Pelayanan sedasi
yang seragam meliputi :
a) Kualifikasi staf yang memberikan sedasi
b) Peralatan medis yang digunakan
c) Bahan yang dipakai
d) Cara monitoring di rumah sakit

1. Klasifikasi layanan sedasi meliputi :


a) Sedasi ringan
Suatu keadaan dimana setelah pemberian obat sedasi pasien
masih ttap sadar dan memiliki respon terhadap perintah verbal.
Walaupun fungsi kogniti dan koordinasi terganggu, kesadaran,
fungsi pernafasan dan kardiovaskular tidak terpengaruh. Refleks
gag dan reflex protektif jalan nafas masih berfungsi. Stadium ini
disebut juga ansiolitik.
b) Sedasi sedang/moderat
Suatu keadaan dimana setelah pemberian obat sedasi
menyebabkan penurunan kesadaran, namun pasien masih memiliki
respon terhadap rangsang suara, baik disertaii ataupun tidak
dengan rangsang sentuhan. Ventilasi spontan masih adekuat dan
belum diperlukan intervensi untuk menjaga patensi jalan napas.
Fungsi kardiovaskular masih tidak berubah.
c) Sedasi dalam
Suatu keadaan dimana setelah pemberian obat terjadi penurunan
kesadaran, pasien hanya bereaksi dengan pemberian rangsang
nyeri. Fungsi pernapasan dapat terganggu. Pasien membutuhkan
bantuan untuk menjaga patensi jalan nafas dan pernafasan
spontan dapat menjadi tidak adekuat. Fungsi kardiovaskular
biasanya tidak terganggu.
Layanan sedasi sedang dan dalam dapat diberikan pada :
a) Pasien dewasa
b) Pasien anak
c) Pasien geriatri

Pelaksana pemberi layanan sedasi sedang dan dalam adalah


Dokter Spesialis Anestesi, sedangkan sedasi ringan dapat
dilaksanakan oleh dokter lain. Dokter yang memberikan sedasi ringan
harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memberikan
sedasi yang aman dan sudah menjalani pelatihan Basic Life Support
(BLS) atau yang sederajat.
Pelayanan sedasi sedang dan dalam dilakukan oleh staf anestesi
dan terapi intensif RSUD Bumi Panua serta memiliki Surat Penugasan
Klinis dan Surat Kewenangan Klinis.
Pemberi layanan sedasi sedang dan dalam harus memiliki
kompetensi dalam :
a) Menguasai berbagai teknik dan jenis-jenis sedasi
b) Melakukan monitoring atau pemantauan selama sedasi
c) Melakukan penanganan apabila terjadi komplikasi
d) Mengetahui dan menguasai farmakologi dari obat-obat sedasi dan
penggunaan obat-obat reversal
e) Mampu melakukan sekurang-kurangnya bantuan hidup dasar.
Layanan sedasi sedang dan dalam dilakukan di lingkungan RSUD
Bumi Panua, antara lain :
a) Kamar bersalin
b) Ruang perawatan intensif
Setiap tindakan sedasi sedang dan dalam yang akan dilakukan
harus melalui proses komunikasi dan pemberian informasi atau
edukasi berupa risiko, manfaat, dan alternatif tindakan sedasi serta
mendapat persetujuan dari pasien atau keluarga pasien serta
didokumentasikan dalam rekam medis. Pemberian informasi/edukasi
ini dilakukan oleh dokter spesialis anestesi yang kompeten.
Setiap pasien yang akan dilakukan sedasi sedang dan dalam harus
melalui proses penilaian pra sedasi dan menjadi dasar untuk
menentukan proses perencanaan sedasi yang aman dan sesuai.
Penilaian pra sedasi dilakukan oleh Dokter Spesialis Anestesi yang
sudah dinyatakan kompeten dan harus didokumentasikan di dalam
rekam medis pasien (formulir asesmen pra sedasi).
Dokter spesialis anestesi bertanggung jawab untuk menilai dan
menentukan status medis pasien dengan melakukan penilaian pra
sedasi berdasarkan prosedur sebagai berikut :
a. Subjektif : anamnesis terhadap keadaan sekarang dan riwayat
penyakit pasien.
b. Objektif : melakukan pemeriksaan fisik, mengidentifikasi adanya
permasalahan yang menyangkut jalan nafas, meminta dan/atau
mempelajari hasil-hasil pemeriksaan dan konsultasi dari bagian lain
yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan sedasi.
c. Asesmen : mendiskusikan dan menjelaskan rencana tindakan
sedasi yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarga
d. Perencanaan :
1. Memilih dan merencanakan tindakan sedasi yang akan
dilakukan
2. Merencanakan perawatan pasca sedasi dan obat analgesia
pasca sedasi yang akan digunakan.
Pemeriksaan pra sedasi digunakan sebagai dasar interpretasi
temuan yang akan didapatkan selama pemantauan anestesi dan masa
pemulihan. Selama pemberian sedasi sedang dan dalam harus
dilakukan pemantauan dan evaluasi terhadap :
a. Kesadaran dilakukan dan dicatat setiap 5 menit
b. Pengukuran tekanan darah dilakukan dan dicatat setiap 5 menit
c. Perhitungan laju nadi dilakukan dan dicatat setiap 5 menit
d. Perhitungan laju nafas dilakukan dan dicatat setiap 5 menit
e. Saturasi oksigen dilakukan secara kontinyu dan dicatat setiap 5
menit

Semua hasil pemantauan dicatat dan didokumentasikan pada


rekam medis sedasi. Pemantauan EKG digunakan pada pasien
dengan kelainan kardiovaskular. Tindakan pemantauan selama sedasi
sedang dan dalam dilakukan oleh dokter anestesi atau residen
anestesi yang telah dinyatakan kompeten untuk melakukan
pemantauan selama anestesi dibantu oleh perawat anestesi.
Asisten sedasi dilaksanakan oleh perawat anestesi yang bekerja
sesuai dengan instruksi dokter anestesi. Perawat anestesi
bertanggung jawab mengelola pasien selama proses sedasi sedang
dan dalam (monitoring dan memberikan bantuan jalan nafas). Asisten
sedasi yang melakukan pemantauan selama tindakan sedasi sedang
dan dalam harus memiliki kompetensi dalam :
a) Melakukan pemantauan tanda vital
b) Mengatasi komplikasi yang mungkin terjadi
c) Menggunakan obat-obatan reversal
d) Mampu melakukan sekurang-kurangnya bantuan hidup dasar
e) Mengetahui kriteria pemulihan dari sedasi
Semua pasien pasca sedasi sedang dan dalam harus menjalani
tatalaksana pasca sedasi yang tepat sesuai kondisi pasien dan
dilakukan pemantauan tanda vital sesuai dengan kondisi pasien.
Selama periode pasca sedasi sedang dan dalam, dilakukan
pemantauan kesadaran, tekanan darah, laju nadi, laju nafas, saturasi
oksigen, dan derajat nyeri setiap 15 menit selama satu jam pertama,
setiap 30 menit selama satu jam kedua, dan selanjutnya dilakukan
pemantauan setiap jam. Hasil pemantauan selama periode sedasi
didokumentasikan dalam rekam medis sedasi.
Pemindahan pasien dari ruang pemulihan pasca sedasi atau
menghentikan monitoring pemulihan, memakai salah satu alternatif :
a) Pasien dipindahkan (atau menghentikan monitoring pemulihan)
oleh dokter anestesi atau PPDS anestesi yang berkompeten.
b) Pasien dipindahkan (atau menghentikan monitoring pemulihan)
oleh seorang perawat anestesi sesuai dengan kriteria pengeluaran
pasien dari ruang pemulihan yang telah ditetapkan dan bukti
pemenuhan kriteria didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
Penilaian Skor Modified Aldrette dilakukan pada 15 menit, 30
menit, selanjutnya setiap 1 jam dan apabila skor sudah mencapai nilai
lebih dari 8 maka pasien dapat dipulangkan/dipindahkan ke ruang
perawatan.
Hasil asesmen pra sedasi, monitoring intra sedasi, dan pasca
sedasi didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
Berikut adalah daftar peralatan yang harus tersedia pada saat
melakukan sedasi :
a. Peralatan intravena
1) Sarung tangan
2) Tourniquet
3) Swab alkohol
4) Kassa steril
5) Kateter intravena/kanul infus
6) Selang infus
7) Cairan intravena/cairan infus
8) Spuit dengan beragam ukuran
9) Perekat

b. Peralatan untuk manajemen jalan nafas dasar


1) Sumber oksigen yang bertekanan
2) Mesin suction
3) Kateter untuk suction
4) Sungkup wajah
5) Satu set self-inflating breahting bag-valve
6) Oropharyngeal airways dan nasopharyngeal airways
7) Lubrikan/gel pelur

c. Peralatan untuk manajemen jalan nafas lanjut (untuk petugas


dengan keahlian intubasi)
1) Laryngeal mask airways (LMA)
2) Pegangan laringoskop
3) Bilah laringoskop
4) Tabung endotrakeal dengan balon
5) Stilet/mandarin
d. Obat-obatan antagonis
e. Nalokson
f. Obat-obatan emergensi
1) Epinefrin
2) Efedrin
3) Atropine
4) Amiodarone
5) Lidokain
6) Dextrose 10%, dan 40%
7) Difenhidramin
8) Hidrokortison, metilprednisolon, atau deksametason
BAB IV

DOKUMENTASI

A. PRINSIP
Catatan anestesi atau rekaman medik yang baik merupakan bagian
penting catatan medik pasien.

B. FUNGSI
1. Catatan anestesi menunjukkan penggunaan teknik anestesi dan
obat-obat yang diberikan, menggambarkan perjalanan anestesi,
masalah-masalah yang terjadi pre operatif, durante operatif dan
pasca operatif dengan terapi yang diberikan
2. Memberikan informasi kepada ahli bedah tenaga medis diruang pulih
dan perawat bangsal
3. Mencatat terjadinya komplikasi dan penanganannya
4. Memberi informasi hal-hal yang mungkin berpengaruh dalam
anestesi
5. Memberi nilai edukasi baik bagi ahli anestesi maupun yang
berhubungan dengan ahli lain
6. Memberi data penelitian
7. Berfungsi dalam aspek medico-legal

C. JENIS DOKUMENTASI
Dalam pelaksanaan pelayanan anastesi dan sedasi didokumentasikan
dalam:

1. Lembar evaluasi pra anastesi


2. Lembar evaluasi pra sedasi
3. Lembar checklist asuhan keperawatan perioperative
4. Lembar checklist keselamatan pasien
5. Lembar checklist pre dan post operatif
6. Lembar status anesthesia
7. Lembar status sedasi
8. Lembar pemantauan ruang pemulihan
9. Formulir edukasi tindakan anestesi dan sedasi
10. Lembar persetujuan tindakan anestesi
11. Lembar persetujuan tindakan sedasi

Anda mungkin juga menyukai