Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak

disebelah inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami

pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan

menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Pada pasien

dengan usia diatas 50 tahun, kelenjar prostatnya mengalami pembesaran,

memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin

dengan menutupi orifisium uretra (Brunner & Suddarth, 2017)

Berdasarkan beberapa hasil studi autopsi dunia memperkirakan

prevalensi BPH sebanyak 20% pada pria usia 40 tahun, 60% pada pria usia

60 tahun, dan meningkat sampai 90% pada pria usia 70-80 tahun. Penyakit

BPH semakin meningkat dalam waktu beberapa tahun belakangan. Di

Amerika Serikat, angka kejadian BPH adalah 70% pada pria berusia 60-69

tahun dan 80% pada pria berusia 70 tahun keatas. Angka kejadian BPH di

Indonesia yang pasti belum ada penelitiannya, tetapi sebagai gambaran

hospital prevalence di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) adalah

3.804 kasus tahun 1994-2014. Angka kejadian BPH di Provinsi Bali

berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Bali tahun 2018 sebanyak 4.122

orang dimana penderita BPH tertinggi ada di Kabupaten Gianyar yaitu

1
2

sebesar 794 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2018). Berdasarkan studi

pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 4 Januari 2022 dengan

melakukan telaah dokumen register pasien masuk ICU, diperoleh angka

kejadian post operasi TUR-P di ruang ICU RSU Surya Husadha Denpasar

dari bulan juli-desember 2021 sebanyak 15 kasus.

Tindakan TUR-P merupakan tindakan untuk menghilangkan

obstruksi prostat dengan menggunakan cystoscope melalui urethra. Reseksi

kalenjar prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan cairan irigan

(pembilas) supaya daerah yang akan dioperasi tetap terang dan tidak tertutup

oleh darah.. Nyeri akut post TURP disebabkan oleh resektoskopi yang

dimasukan melalui uretra untuk mereksi kalenjar prostat yang obstruksi

sehingga menimbulkan luka bedah yang menyebabkan nyeri.

Nyeri merupakan perasaan tubuh atau bagian tubuh seseorang yang

menimbulkan respon tidak menyenangkan dan nyeri dapat memberikan suatu

pengalaman alam rasa (Judha,2012). Nyeri yang dialami pasien di ICU harus

segera di atasi supaya tidak mengganggu hemodinamik pasien. Nyeri akan

membuat pasien menjadi tidak nyaman, sedangkan kondisi pasca operasi

TUR-P mengharuskan pasien untuk tidak menggerakan kaki yang terpasang

traksi oleh dokter selama kurang lebih 24 jam pasca operasi.

Penatalaksanaan nyeri terbagi menjadi farmakologi dan

nonfarmakologi, salah satu contoh tindakan nonfarmakologi adalah foot

massage therapy. Foot massage therapy adalah salah satu metode yang paling

umum dari terapi komplementer. Pada tindakan foot massage berarti


3

sentuhannya dapat merangsang oksitosin yang merupakan neurotransmitter

diotak yang berhubungan dengan perilaku seseorang dengan kata lain

sentuhan merangsang produksi hormone yang menyebabkan perasaan aman

dan menurunkan stress serta kecemasan (Nurlaily Afianti, 2017).

Foot massage sangat populer dibeberapa negara. Foot Massage

adalah suatu teknik yang dilakukkan dengan manipulasi jaringan ikat melalui

pukulan, gosokan atau meremas untuk memberikan dampak pada peningkatan

sirkulasi, memperbaiki sifat otot dan memberikan efek relaksasi. Foot

massage dapat mempercepat sirkulasi darah, meningkatkan sistem endokrin

dan memberikan imunitas pada beberapa penyakit (Jiang, 2017). Mekanisme

foot massage dapat menurunkan nyeri dijelaskan dengan menggunakan Gate

Control Theory. Menurut teori ini, ketika substansi gelatinosa distimulus,

maka akan mengeluarkan hormon endorfin yang disebut dengan endogeous

opioids. Endorfin mencegah pengeluaran substansi P yang memiliki peran

dalam transmisi nyeri dan memblok transmisi nyeri (Potter, 2017)

Mekanisme foot massage dapat menurunkan nyeri disebabkan

karena kaki adalah fokus alami untuk penyembuhan dan merupakan salah satu

area permukaan tubuh yang paling dipersarafi serta kompleks, dengan 7000

ujung saraf pada masing-masing kaki (Bright, 2001). Pemijatan pada kaki

akan menstimulus serabut saraf (A-Beta) pada kaki dan lapisan kulit yang

terdiri dari reseptor taktil dan tekanan. Reseptor akan mentransmisikan impuls

saraf ke sistem saraf pusat dan hal ini sesuai dengan sistem kerja dari gate

control theory.
4

Foot massage therapy dapat dijadikan alternative utama dalam

pelaksanaan manajemen nyeri non farmakologi pada pasien-pasien post

operasi TUR-P dirumah sakit khususnya di ruang ICU sebab pasien berada

dalam fase observasi pasca operasi hari ke nol yang pastinya akan muncul

nyeri, pasien masih dalam keadaan terpasang traksi dan mobilisasi pasien

masih sangat terbatas. Karena tindakan foot massage mudah dilakukan,

ekonomis dan efektif menurunkan nyeri maka pijat kaki/foot massage

merupakan mekanisme modulasi nyeri yang dipublikasikan untuk

menghambat rasa sakit dan untuk memblokir transmisi implus nyeri sehingga

menghasilkan analgetik dan nyeri yang dirasakan setelah operasi diharapkan

berkurang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aay Rumhaeni (2019)

dari 27 pasien menunjukkan lebih dari setengah klien post operasi sectio

caesarea berada di skala nyeri 6 sebelum dilakukan foot massage dan hampir

setengah memiliki skala nyeri 3 sesudah dilakukan foot massage dan

didapatkan nilai p value = 0.000, sehingga disimpulkan ada pengaruh foot

massage terhadap skala nyeri pada klien post operasi sectio caesarea.

Penelitian yang dilakukan (Nila Krisna, 2016) dari jumlah sampel sebanyak

12 responden post operasi laparotomy menunjukkan bahwa sebelum rata –

rata skala nyeri pasien sebelum diberikan therapy foot massage adalah 5,00

dengan standar deviasi ± 0,603, nilai terendah 4 dan nilai tertinggi 6. Rata –

rata skala nyeri setelah diberikan therapy foot massage adalah adalah 2,42

dengan standar deviasi ± 0,515, nilai terendah 2 dan nilai tertinggi 3.


5

Penelitian (Muliani, 2019) sampling sebanyak 22 orang lansia. Hasil

penelitian menunjukan sebagian kecil lansia mengalami skala nyeri 5 sebelum

dilakukan stimulasi kutaneus : foot massage dan sebagian lansia mengalami

skala nyeri 3 sesudah dilakukan pemberian stimulasi kutaneus : foot massage.

Hasil uji Wilcoxon menunjukan P-value 0.000 (P< 0.05) sehingga

disimpulkan ada pengaruh stimulasi kutaneus(foot massage) terhadap skala

nyeri pada lansia dengan rheumatoid arthritis.

Dari hasil analisa situasi di ruang ICU RSU Surya Husadha

Denpasar tanggal 3 Februari 2022 terdapat pasien post operasi TUR-P hari ke

nol, dimana pasien tersebut mulai merasakan rasa tidak nyaman akibat nyeri

karena posisi tubuh yang masih bedrest total dan kaki yang terpasang traksi

belum boleh di gunakan. Pasien mengatakan ia tidak bisa tidur, dan merasa

cemas ketika melihat cairan di selang kateternya berwarna merah, nyeri di

bagian kemaluan yang terpasang kateter .

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik melakukan

penelitian tentang “Analisis Asuhan Keperawatan pada Pasien Post Operasi

TUR-P melalui Intervensi Foot Massage Therapy dengan Masalah Nyeri Akut

di Ruang ICU RSU Surya Husadha Denpasar”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

proyek inovasi ini adalah : “Bagaimana analisis asuhan keperawatan pada


6

pasien post operasi TUR-P melalui intervensi foot massage therapy dengan

masalah nyeri akut di ruang ICU RSU Surya Husadha Denpasar?”

C. Tujuan Proyek Inovasi

1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien post operasi TUR-P

melalui intervensi foot massage therapy dengan masalah nyeri akut di

ruang ICU RSU Surya Husadha Denpasar.

b. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tingkat nyeri pasien post operasi TUR-P sebelum

dilakukan intervensi foot massage therapy

b. Mengidentifikasi tingkat nyeri pasien post operasi TUR-P sesudah

dilakukan intervensi foot massage therapy

D. Manfaat Proyek Inovasi

1. Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam merawat pasien

post operasi dan dapat digunakan untuk memberikan rasa aman dan

nyaman kepada pasien di rumah sakit

2. Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan masyarakat mengetahui ilmu

intervensi komplementer yang aman dan mudah di aplikasikan di

masyarakat
7

3. Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini sangat berguna dan dapat memberikan konstribusi

yang besar nterhadap hasanah keilmuan.

4. Pengembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk menambah mata ajar

keperawatan kritis dan bedah tentang ilmu intervensi komplementer

tentang foot massage therapy.

Anda mungkin juga menyukai