Anda di halaman 1dari 14

RINGKASAN

A. PENDAHULUAN

1. Definisi
Stroke merupakan kelainan neruologis dengan karakteristik adanya penggumpalan pada
pembuluh darah. Adanya sumbatan aliran darah ke otak, yang dapat mengakibatkan rusaknya
pembuluh darah termasuk arteri bahkan dapat mengakibatkan pendarahan di otak. Dengan
rusaknya arteri yang membawa darah ke otak mengakibatkan banyak sel otak yang mati akibat
kekuranga oksigen. Berdasarkan the International Classification of Disease 11 (ICD-11), stroke
termasuk dalam klasifikasi gangguan pembuluh darah, namun setelah dilakukan kalsifikasi
ulang dan hasilnya stroke termasuk bagian dai neurological disease (1. Diji).
Stroke yang juga dikenal dengan istilah Cerebrovascular accidents (CVAs) didefinisikan
sebagai kelainan neurologis dengan onset yang cepat akibat terhambatnya aliran darah ke otak.
Onset dari stroke ini biasanya terjadi secara mendadak. Individu yang terkena stroke akan
mengalami kelainan atau hilangnya fungsi organ tubuh speerti mengalami kelemahan anggota
gerak tubuh secara permanen atau temporary (2. Suzanne buku). Stroke merupakan penyakit
yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada populasi dan saat ini menempatai
penyakit terbesar kedua yang dapat meningkatkan kematian. Stroke dikategorikan dalam stroke
iskemik, hemoragik atau subarachnoid, dan diantara ketiganya stroke iskemik yang menduduki
kasus paling tinggi. ( 3. channing ebook).
Stroke iskemik diakibatkan oleh adanya penyumbatan pada aliran darah terutama pada
arteri cerebral , biasanya oleg thrombus atau emboli. Sebanyak 75% kasusnya diakibatkan oleh
adanya emboli yang berasal dari arterioarterial atau cardiac genesis sehingga aliran darah ke
otak terhambat dan sel di otak mnegalami nekrosis karena kekurangan oksigen. ( 4. P. ebook).

2. Data Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian kelima di seluruh dunia bila dibanidngkan dnegan
penyakit kardiovaskular lainnya. Di Amerika, terjadi kasus sekitar 795.000 pasien stroke yang
berhasil pulih dengan prevalensi usia beragam. Risiko untuk terkena stroke lebih banyak pada
wanita dibandingkan pria dengan ekspetasi hidup tidak lama (3).
Stroke dialami oleh sebanyak 13,7 juta orang dan telah membunuh sebanyak 5,5 juta
populasi. Sebanyak 87% stroke iskemik yang dialami dengan prevalensi yang terus meningkat
dari tahun 1990 hingga 2016. Kejadian stroke dua kali lebih banyak dialami oleh populasi
dengan kondisi ekonomi menengah kebawah di negara berkembang, namun sebesar 42% negara
maju juga mengalami stroke. Berdasarkan usia, rerata terjadi stroke adalah diusisa 55 tahun,
akan tetapi rentang usia 20-54 tahun memiliki riisko yang tinggi dan meningkat dari 12,9%
menjadi 18,6% dari tahun 1990 hingga 2016. Berdasarkan jenis kelamin, stroke lebih banyak
dialami oleh wanita dewasa muda namun insiden pada laki-laki meningkat diusia lebih dari 50
tahun. Adanya perbedaan hormonal mengakibatkan wanita lebih rentan untuk terkena stroke.
Sedangkan pada laki-laki penyebab stroke didapat dari kebiasan buruk seperti merokok,
konsumsi alcohol. (1).
Di Indonesia sendiri, stroke menduduki peringkat atas sebagai penyebab kematian terbesar
selama 5 tahun belakang, dengan angka 15,4% kematian dari berbagai gender, usia dengan
99/100 000 kasus. Prevalensi stroke di daerah pedesaan di Indonesia cukup besar yaitu sebanyak
0,0017% , di daerah urban lebih banyak sekitar 0,022% dan di daerah perkotaan seperti Jakarta
sebanyak 0.5% dan di Indonesia secara keseluruhan sebanyak 0,8% angka kejadian stroke.
(5.kusuma).
Epidemiologi kasus stroke selama kasus pandemic merupakan tantangan besar bagi petugas
di stroke centre. Catatan kasus di Wuhan sendiri dari 27 Januari 2020 hingga 5 Maret 2020
sebanyak 50 apsien kasus baru stroke dengan 90% adalah kasus ischemic dan 10% hemoragik.
Sedangkan dari total pasien 3556 pasien yang terdiagnosis COVID-19 yang dirawat dari 15
Maret 2020 hingga 19 April 2020 sebanyak 0,9% mengalami stroke di New York. (6 Georgius).

3. Etiologi
Ada dua factor yang mengakibatkan stroke yaitu iskemik dan hemoragik. Berdasarkan data
CDC tahun 2015, sebanyak 85% kasus adalah iskemik sedangakan 15% adalah kasus
hemoragik dan kasus hemoragik menyumbang kasus kematian paling banyak. (2)
Untuk kasus stroke iskemik sendiri diakibatkan oleh dua factor yaitu thrombotic atau
embolic yang dapat mengakibatkan penurunan aliran darah ke otak. Pada kasus dengan
thrombotic diakibatkan oleh penurunan aliran darah karena kerusakan dari pembuluh darah
sehingga terjadi disfungsi dari pembuluh darah itu sendiri yang akibatnya adalah terjadi
kekurangan pasokan energi dan oksigen di otak. Thrombotic sendiri diakibatkan oleh adanya
atherosclerosis, arterial dissection, fibromuscular dysplasia atau kondisi inflamasi. Sedangkan
untuk kasus emboli diakibatkan adanya zat atau gumpalan lemak dan menyumbat pembuluh
darah sehingga aliran darah berkurang. Kedua penyebab stroke tersebut memiliki prognosis dan
penanganan yang berbeda pula. (3).
4. Patologi
Aliran darah yang menuju ke otak dibawa oleh 2 internal carotids anterior dan 2 arteri
vertebral posterior (the circle of Willis). Stroke iskemik yang disebabkan oleh adanya
penyumbatan pada aliran darah di kedua pembuluh darah tersebut, sehingga
mengakibatkan kekurangan oksigen pada sel di otak. Stroke iskemik disebabkan oleh dua
factor yaitu emboli dan thrombotic yang mengakibatkan necrosis yang merusak membrane
plasma dari sel di otak, bengkak pada organelle sel, sehingga merusak organ sel secara
keseluruhan. Akibat rusaknya sel otak, fungsional dari neuronal juga akan menghilang.
Inflamasi pada sel otak menyebabkan peningkatan energi yang besar ke dalam sel otak oleh
tubuh, sehingga hilangnya homesotatis dari organ, acidosis dan meningkatkanya level
kalsium intraseluler, excitocity dan juga meningkatknay radikal bebas, cytokine, dan juga
oxidative berlebih. Hal ini memicu meunculnya infiltrasi leukosit yang mengakibatkan
parahnya kerusakan pada sel neuronal di otak. Rusak sel neuronal yang berfungsi pada
pergerkan tubuh mengakibatkan efek pada otot, fungsi berbicara hingga keseimbangan
tergantung dari luas atau banyaknya sel yang mengalmai nekrosis di otak.

Gambaran mekanisme stroke secara molecular.


5. Gambaran Klinis
Berdasarkan studi yang telah dilakukan didapatkan, Gejala klinis yang sering dialami oleh
Rosa et al di Indonesia didapatkan hasil bahwa penderita stroke adalah terjadinya kelemahan
pada kedua ekstremitas (76,4% dan 71,4%) yang mana juga disertai dengan adanya gangguan
diwajah yaitu kelemahan sebelah sisi sehingga Nampak tidak simetris (sebanyak 2 -3,6%).
Gejala klinis yang dialami oleh penderita stroke mayoritas adalah sebagai berikut :
 Penurunan kesadaran
 Aphasia
 Kelemahan ekstremitas
 Dysarthria
 Facial asymmetry (7. Rosa).

B. PROSES ASESSMENT FISIOTERAPI

1. History Taking
Paisien A Pasien B Case Report

Pasien mengeluh Pasien Pasien stroke yang digunakan sebagai sampel dalam studi
lemah pada tubuh mengeluh merupakan pasien stroke yang mengalami stroke ischemic
sisi kanan, kelemahan pada dengan kerusakan di left middle cerebral artery. Dimana
terutama
kesulitan untuk tubuh sisi pasiennya mengeluh mengalami kelemahan pada sebagin
kanan,
Mnegangkat bicara pelo, tubuhnya. Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien
lengan dan juga onset seminggu sampel antara lain Lovenox, imovan , Zoloft dan lexomil.
belum mampu dan juga (Becheva).
duduk sendiri. memiliki
Onset kejadian Riwayat
selama sebulan penyakit
dan sudah penyerta yaitu
Merupakan hipertensi.
kejadian berulan
dengan Riwayat
Stroke
sebelumnya 3
tahun lalu.
Kelemahan yang
dirasakan lebih
Parah
Dibandingkan
sebelumnya.
Pasien memiliki
Riwayat
hipertensi tidak
terkontrol.

Kesimpulan :
Keluhan pasien stroke pada contoh kasus diatas sama yaitu dengan kelemahan disisi dextra dan
dengan Riwayat penyakit hipertensi yang merupakan salah satu factor risiko untuk mengalami
penyumbatan pada pembuluh darah ke otak sehingga mengakibatkan Stroke ischemic.
2. Inspeksi/Obsevasi
Pasien A Pasien B Case Report
Inspeksi statis: - Inspeksi statis Pada study case report yang dilakukan oleh
- Wajah terlihat Becheva and danail, 2017, pasien yang
- Tidak terdapat diperiksa namnpak mengalmai paralysis facials
oedema. asimetris
di sebelah kanan, mengalami sensory apahsia
- Bibir kiri mencong
- Pengembangan dada Pipi kiri sedikit terlihat
dan juga mengelami kelemhana otot.
simetris,
turun
otot wajah
simetris. Inspeksi dinamis :
- Pasien mampu
- Bahu tampak mengerakan AGA dan
asimetris (bahu kanan
AGB bagian dextra
lebih
tinggi daripada bahu - Pasien kesulitan
kiri) mengerakan AGA dan
AGB bagian sinistra
Inspeksi dinamis:
- Reaksi asosiasi ada
- Pasien datang pada AGB dextra
menggunakan
- Saat tersenyum wajah
kursi roda dan
terlihat tidak simetris
berpindah dari
kursi roda ke bed - Saat bicara gerakan
dengan bantuan bibir tidak simetris Saat
oranglain. bicara suara pelo
- Pasien mampu
miring kanan dan
kiri secara
mandiri.

Kesimpulan :
Inspeksi pasien dilakukan 2 kali yaitu saat kondisi statis dan dinamis, inpeksi statis dilakukan saat
pertama kali melihat pasien dalam posisi diam sedangkan inspeksi dinamis dilakukan saat pasien
melakukan Gerakan ataupun diisntruksikan melakukan Gerakan. Pasien stroke diatas saat diinspeksi
dinamis mengeluhkan kelemahan atau abhakn tidak mampu bergerak yang merupakan gejala dari stroke.

3. Pemeriksaan/Pengukuran
Paisien A Pasien B Case Report
1. Pemeriksaan ROM - Pemeriksaan Pada study case report yang dilakukan,
aktif : Terdapat ROM aktif : pengukuran yang digunakan adalah untuk
gerakan kompensasi Mampu mengukur pergerakan pasien dengan Michel’s
berupa gerakan neck, mengerakan dengan rating -1 sampai -2. Kemudian
trunk, dan shoulder extremitas atas pengukuran berjalan dengan melihat
sisi kontralateral saat sisi kanan menggunakan atau tanpa alat bantu jalan. Dan
mengerakkan fleksi secara minimal terakhir skala nyeri diukur dengan menggunakan
dan abduksi shoulder., - Mampu skala nyeri EVA .
Terdapat gerakan mengerakan
kompensasi berupa extremitas bawah
gerakan hip, knee, dan sisi kanan secara
ankle sisi kontralateral minimal
saat fleksi hip., Pada - Mampu
Paisien A Pasien B Case Report
saat diinstruksikan mengerakan
melakukan gerakan extremitas atas
aktif pada kedua sisi kiri normal
ekstremitas bawah, - Mampu
pasien belum mampu mengerakan
melakukannya., extremitas bawah
Pasien mampu sisi kiri normal
melakukan gerakan - Belum mampu
mengangkat pantat ke menarik sudut
atas (core stability) bibir kanan,
dengan posisi fleksi belum mampu
knee kurang dari 10 memanyunkan
detik. bibir kanan,
2. Pemeriksaan Refleks 2. Pemeriksaan
Babinski dextra kesadaran dengan
positif. GCS mendapat hasil
3. Pemeriksaan Sensoris compos mentis
masih kategori baik 3. Refleks Babinski =
4. Pemeriksaan orientasi postif
dengan history taking 4. Pemeriksaan
mendapatkan hasil kekuatan otot dengan
normal Manual Muscel Test
5. Pemeriksaan (MMT) sinistra = 3
allesthesia dengan 5. Skala Stroke dengan
sentuhan : pasien NIHSS = 5 (Stroke
dapat membedakan Sedang )
bagian anggota gerak 6. Pemeriksaan
atas dan bawah sisi kemampuan
kanan. fungsional dengan
6. Pemeriksaan National Index Barthel =
Institute of Health ketergantunagn berat
Stroke Scale (NIHSS) 7. Penilaian Risiko
= 6 (stroke sedang) jatuh dengan Morse
7. Penilaian risiko jatuh scale = tinggi.
dengan Skala Morse =
12 (tinggi)
8. Pemeriksaan
Kemampuan
Fungsional dengan
Barthel Index = 10
(ketergantungan
sedang).
9. Pemeriksaan kekuatan
otot dengan Manual
Muscle Test (MMT)
sinistra = 3
Kesimpulan :
Pemeriksaan neurologis yang wajib dilakukan pada pasien stroke adalah pengukuran kekuatan otot yang
dapat dilakukan dengan Manual Muscle Test (MMT). Pemeriksaan ROM dapat dilakukan bila pasien
mampu aktif melakukan sendiri, namun bila pasien belum mampu dapat dicek ROM pasif untuk melihat
kondisi capsule sendi guna upaya preventif selanjutnya. Pemeriksaan yang harus dilakukan lainnya
adalah mengecek reflex untuk melihat gangguan di otak. Pemeriksaan skala stroke dengan skala NIHSS
dan kemampuan fungsional dengan Barthel Index serta skala jatuh dengan skala Morse.
4. Algoritma Assessment

Kelemahan separuh sisi Ho : Stroke


tubuh

Kelemahan sisi tubuh kanan

Anamnesis
Hipertensi (+)

Afaxia motorik, gangguan


menelan atau gangguan berbicara

 Pemeriksaan Vital - Inspeksi Statis


Sign - Inpeksi Dinamis :
 Pemeriksaan kesadaran Pergerakan ekstremitas dan
cara pasien berjalan bila
mampu

Pemeriksaan Inspeksi statis dan dinamis


fisik
PFGD Aktif, Pasif, Isometrik
(jika mampu)

Pemeriksaan Skala morse, barthel


Pengukuran
Khusus indeks, MMT, NIHSS

Pemeriksaan neurologis Orientasi, speech, refleks,


sensorik. core stability,
dan pemeriksaan terkait balance, reaksi kompensasi,
analisis gerak, ADL
Pemeriksaan
Penunjang

CT Scan: Laboratorium:
- Sub acute infarction pada WBC (tinggi), NE%
daerah nucleus caudatus kiri
(tinggi), LY% (rendah),
Diagnosa - Age related brain atrophy
NE# (tinggi), HGB
(rendah), Kreatinin
(tinggi), Asam Urat
Stroke Non Hemoragic (tinggi)
Berulang
5. Diagnosis Fisioterapi
Pasien mengalami kelemahan pada anggota gerak atas dan bawah sisi dextra yang
menyebabkan terjadinya gangguan aktivitas fungsional (keterbatasan dalam duduk, berdiri,
berjalan dan merawat diri) et cause Stroke Ischemic

6. Differential Diagnosis : dengan kondisi yang sama diagnose lain yang kemungkinan
antara lain facial nerve lesion, cerebrovascular disease .

7. Problem Impairment, Activity Limitation, dan Participation Restriction


Paisien A Pasien B Case Report

Body structure : Body Structure Pada studi case report yang


dilakukan diganosa yang digunakan
Struktur otak s1108.3.7.8 Structure of brain, tidak menggunakan kategori ICF
other 11pecified ( seperti body structure, body
a. s110 structure rupture mikro
of brain function, activity limitation dan
aneurisma participation restriction. Diagnose
Intracerebral ) dilakukan dari pihak rumah sakit
Body function : s1106.3.8.2 Structure of dengan diganosa medis.

Fungsi sensory cranial nerve (Gangguan pada


saraf n.vii dan xii)
a. b270.3
s398.2.2.2 Structures
sensor
y functions involved in voice and speech,
related to other specified
temperature s730.2.2.2 Structure of
and other upper extremity
stimuli
s740. 2.2.2 Structure of
Fungsi dari otot lower extremity
a. b730 muscle s3204.1.2.2 Structure of lips
power function

b. b710 mobility s7104.1.0.2 Muscles of


of joint function head and neck region

c. b715 stability of
joint functions
Body Function
d. b7320 power b7303.1 Power of
muscle of one
muscle of one
side of the body
side of body
e. B7351 tone of b7352.1 Tone of muscle
muscles of one of one side of
limb body
f. b740 muscle b2401.1 Dizziness
endurance
function b3101.1 Quality of voice

Activity limitation : b740.2 Muscle


Mobility Endurance
Paisien A Pasien B Case Report

a. d415.2 Functions
Maintaining a
body position Activity limitation

b. d420.2 d4103 Sitting


Transfering d4104 Standing
oneself
d420 Transferring oneself
Self-care
d520 Caring for body parts
a. d440.1 Fine
hand use d530 Toileting
b. d450.2 Walking d540 Dressing
c. d540.2 Participation restriction :
Dressing
d640 Doing house work
d. d550.2 Eating
d710 Basic interpersonal
e. d560.2 interaction
Drinking
d840 Work
Komunikasi
d6200 Shopping
a. d3150
communication
skill

Participation
Restriction :
a. d840.3 Work and
employment
b. d910.2
Community life
c. d930.2 Religion
and spirituality
d. d920.2 Recreation
and leisure
C. PROSES INTERVENSI FISIOTERAPI

1. Strategi Intervensi Fisioterapi


a. Rencana Intervensi Fisioterapi Pasien A
1) Tujuan Jangka Pendek :
- Mengajarkan kembali pola gerakan dari anggota gerak
- Meningkatkan kekuatan dan stabilitas core
- Meningkatkan kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah
- Meningkatkan kemampuan dalam mobilisasi duduk dan berdiri
2) Tujuan Jangka Panjang :
- Pasien mampu ambulasi secara mandiri
- Pasien dapat kembali melakukan aktivitas fungsional sehari-hari

b. Rencana Intervensi Fisioterapi Pasien B


1) Tujuan Jangka Pendek :
- Meningkatkan kekuatan otot - otot extremitas bagian dextra
- Menjaga lingkup gerak sendi
- Dapat mobilisasi dari duduk ke berdiri, berdiri ke berjalan secara mandiri
- Mencegah efek tirah baring lama

2) Tujuan Jangka Panjang :


- Dapat ambulasi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu (seperti : walker, ripod)
- Dapat melakukan aktivitas secara fungsional

c. Program Intervensi Fisioterapi


1) Pasien A
Intervensi Langkah dan tujuan Dosis
PNF - Tujuan: 5-8x repetisi
Untuk membantu memberikan stimulasi, fasilitasi, dan 2-3 set setiap
aktivasi gerak pada AGA dan AGB serta mengajarkan variasi gerakan
pola gerak pada sisi tubuh yang sakit.
- Prosedur:
Megajarkan pola gerakan secara pasif kepada pasien.
Kemudian instruksikan pasien untuk menggerakkan
ekstrimitas sesuai dengan pola gerakan seara aktif
partisipatif. Dapat ditambahkan tahanan/beban jika telah
terdapat kekuatan otot pada ekstrimitas.
Selain itu, dilakukan juga latihan otot-otot postural,
mobilisasi pelvic, dan positioning.
Selama latihan, pasien diminta untuk memperhatikan
setiap gerakan untuk menghasilkan gerakan dengan
sedikit usaha dan kekuatan
Intervensi Langkah dan tujuan Dosis
Bobath - Tujuannya untuk membentuk pola gerak dan rangsang 5-8 kali
gerak dengan fungsi sensomotoris melalui reseptisi,
stimulus/fasilitasi propioceptor sehingga mendapat 2-3set
respon neuromuscular secara benar dan lebih ditekankan
pada gerak volunteer. Fisioterapi mengajarkan pola
gerak fungsional kepada pasien, pegangan tangan
fisioterapis 20% untuk tujuan fasilitasi dan aktivasi
dengan arah gerakan diagonal, pasien tetap berusaha
menggerakan anggota gerak bersama dengan bantuan
Fisioterapi
Fasilitasi latihan - Tujuan : 5-8x repetisi
Core stability Meningkatkan kekuatan otot core sebagai persiapan
untuk duduk aktif
- Prosedur :
Tekuk kedua lutut pasien, letakan kedua tangan
fisioterapis di atas pinggang sejajar SIAS pasien.
Instrusikan pasien untuk menekan tangan fisioterapis
dengan pinggangnya dan tahan. Usahakan
meminimalisir kontraksi dari otot gluteus.
Mobilisasi bertahap - Tujuan : 5-10 menit
Untuk melatih kemampuan pasien dalam merubah posisi Disesuaikan
dan membantu pasien dalam menyesuaikan dengan dengan kondisi
perubahan posisi. umum pasien
- Secara perlahan dan memperhatikan kondisi pasien,
pasien diberikan mobilisasi dari tidur ke duduk di
pinggir bed. Mobilisasi dapat dilanjutkan dengan berdiri
di sekitar bed dengan memperhatikan keluhan pasien dan
kondisi umum pasien
Task Spesific - Tujuan: meningkatkan keterampilan fungsional AGA 30 menit sehari,
Exercise 5x seminggu

2) Pasien B
Intervensi Langkah dan tujuan Dosis
Positioning Tujuan : Stroke dapat menyebabkan kelumpuhan pada satu Setiap 2 jam sekali
sisi tubuh, sehingga sulit bagi pasien untuk bergerak di
tempat tidur. Pergantian posisi yang teratur penting untuk
meminimalkan risiko pasien akan kerusakan kulit,
kontraktur dan komplikasi pada organ respirasi.

Prosedur : Jika pasien berbaring telentang di tempat tidur:


Gunakan handuk untuk memposisikan kepala secara
terpusat. Bantal kemudian ditempatkan di bawah bahu dan
lengan yang lebih lemah. Pastikan kaki yang lemah
diposisikan dalam posisi netral. Anda juga bisa
menggunakan bantal untuk menahan posisi kaki.

Fasilitasi Gerakan Tujuan : untuk peningkatan aktivitas otot untuk mencapai 3 set dengan 5
kontrol motorik yang lebih baik dengan memanfaatkan repetisi
neuroplastisitas.

Prosedur : Reflex Inhibiting Posture/patter-n (RIP) :


meletakkan anggota gerak dalam posisi pola antispastik
- Key Point of Control (KPOC) : menghambat spastisitas
& pola gerak abnormal sekaligus memberi fasilitasi pola
gerak yang normal
Intervensi Langkah dan tujuan Dosis
Facial exercise - Tujuan :Membantu terjadinya kontraksi otot dan Tiap gerakan
meningkatkan kekuatan otot. - 8-10x repetisi.

- Prosedur : Dilakukan di depan cermin, untuk melihat


kesimetrisan kedua sisi wajah. Pasien kemudian
diinstruksikan untuk mengerutkan dahi, mengangkat alis,
menutup mata secara perlahan dan rapat,
mengembangkempiskan cuping hidung, tersenyum
dengan bibir tertutup dan terbuka, mencoba bersiul
dengan mengerutkan bibir dan mengempiskan pipi,
kencangkan dagu dan leher untuk menarik bibir ke
bawah dan memperlihatkan gigi bawah. Juga dengan
berlatih mengucapkan vokal a,i,u e dan o.
Core Stability - Tujuan : Untuk menstabilkan otot- otot dada dan 3 set 8-10 kali
exercise panggul yang mengalami kelemahan. repetisi

- Prosedur : pasien dapat dilatih dengan posisi abdominal


drawing-in maneuver (ADIM) dan latihan bridge. Tidur
telentang di lantai. Tekuk kedua lutut. Telapak kaki
menyentuh lantai. Atur jarak antar kaki sedikit lebih
lebar dan pinggul. . Kontraksikan otot perut lalu tahan
untuk menjaga panggul dan tulang belakang pada posisi
normal. Kontraksikan otot bokong lalu angkat pinggul
dan lantai. Posisi tulang punggung tetap lurus. Tahan
sebentar, turunkan bokong sedikit tapi tetap tak
menyentuh lantai. Ulangi.

2. Clinical Prediction Rule


a. Pasien A
Jenis Intervensi Frekuensi Prognosis
Terapi
Kombinasi PNF dan bobath, 3 kali Prognosis : Pasien mampu melakukan
Faciliattion exercise seminggu atifitas fungsional, namun untuk
Core stability exercise fungsional mendekati normal sulit
Task Function Exercise dikarenakan sudah mengalami stroke
berulang. Prognosa untuk duduk bisa
normal, jalan dengan alat bantu dan
aktifitas lain yang masih membutuhkan
bantuan.

b. Pasien B
Jenis Intervensi Frekuensi Prognosis
Terapi
Kombinasi Positioning exercise (karena 5 kali Prognosis :
pasien masih dirawat), facial expression seminggu Pasien dapat melakukan Gerakan dan
exercise, core exercise dan fasilitasi meningkatkan aktifitas fungsional bila
Gerakan. rajin Latihan selama kurang lebih 3-5
bulan.
1. Evaluasi
a. Pasien A : setelah 6x fisioterapi diberikan inetrvensi yang sama dan bantuan alat seperti
Inframerah didapatkan hasil sebagai berikut :

Evaluasi
Awal terapi Akhir Terapi
MMT sinistra: 3 MMT sisnistra masih 3
Reflex Babinski : + Reflex babinksi : tidak ada
atau muncul Kembali saat
Gerakan terntu

b. Pasien B : pasien sedang dirawat sehingga fisioterapi dapat dilakukan 2 kali yang
seharusnya setiap hari dan dimulai di hari ktigas serangan.

Evaluasi
Awal terapi Akhir Terapi
Masing mengalmai HO Pusing akibat HO berkurang dan
Nilai MMT : 3 setelah fisioterapi kedua kali sudah
Reflex babnisnki : + tida ada.
Nilai MMT : 3
Reflex Babinski : sudah tidak ada

Anda mungkin juga menyukai