Anda di halaman 1dari 9

LEGENDA DANAU TOBA

BABAK 1
Terdapatlah seorang pemuda miskin yatim piatu bernama Tuba. Tuba tinggal seorang diri di
sebelah utara Pulau Sumatera. Ia hidup dengan bertani dan memancing ikan.
Pada suatu hari, ketika ia memancing, ia mendapatkan ikan tangkapan yang aneh. Tuba yang
kaget , lalu berseru dengan logat bataknya yang masih kental.
Tuba : “Wah, besar kali ikan ini bah! Cantik kali.”
Tuba lalu melepas pancingnya dan memegangi ikan itu. Namun saat tersentuh tangannya,
ikan itu berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik. Lalu, Tuba pun terlibat
perbincangan menegangkan dengan wanita sang jelmaan ikan.
Tuba: “Kau? Kau ikan yang tadi aku pancing?
Wah… cantiknya! Tapi, kamu tak mungkin seorang manusia biasa.
Beritahu aku siapa kamu sebenarnya!”
Putri ikan: “Aku adalah seekor ikan mas yang dikutuk olah para dewa karena telah melanggar
sebuah aturan. Dan jika tubuhku tersentuh oleh tangan, maka aku akan berubah wujud
menjadi sama seperti wujud makhluk apa yang telah menyentuhku. Kearena aku telah kau
sentuh, aku berubah menjadi sama seperti kamu, manusia.”
Tuba: “Begitu rupanya nasib kau. Cantik-cantik tapi kena kutuk. Berarti kau tak punya
tempat tinggal kan?”
Putri ikan: (mengangguk sambil tersenyum)
Tuba: “Ya, kau ikut sajalah ke gubuk milikku, kebetulan aku tinggal sendirian.” (sambil
seraya menggandeng tangan putri ikan)
Putri ikan: (berjalan mengikuti Ucok)
Sejak saat itu, wanita itu pun tinggal bersama Tuba di gubuk milik Tuba. Tuba terlihat sangat
bahagia karena sang wanita ikan itu sudah sangat membantunya dalam berbagai pekerjaan
rumah
Hingga pada suatu hari Tuba berkeinginan untuk meminang sang Putri Ikan.

Tuba: “Inang, maukah kau menjadi istriku? Aku merasa senang apabila kau ada disini, dan
aku akan lebih senang lagi bila kau mau menjadi istriku.”
Putri Ikan: (mengangguk) “Aku mau menjadi istrimu, bang. Tapi, aku mau abang berjanji
untuk tetap merahasiakan kepada siapapun bahwa aku adalah seekor ikan.”
Tuba: “Gampang lah itu Inang. Akan aku jaga rahasiamu itu kepada siapapun.” (tersenyum
gembira)
Lalu merekapun menikah.

BABAK 2
Lima tahun berlalu sudah. Mereka dikaruniai seorang anak yang lucu dan lincah, bernama
Ucok.
Namun anak mereka selalu merasa lapar.
Walaupun sudah banyak makanan yang masuk ke dalam mulutnya, ia tak pernah
merasa kenyang.
Suatu hari, karena begitu laparnya ia menghabiskan semua maakanan yang ada di meja,
termasuk jatah makanan kedua orang tuanya. Ayahnya pun pulang dari ladang.
Tuba: “Bah, lapar kali aku. Enak kali kalau aku makan masakan istriku.” (berharap)
Tuba: (membuka tudung saji lalu mengerenyitkan dahi)
“Ucok!!!! Kau kemanakan semua makanan masakan Inang kau?”
Ucok: “Sudah Ucok habiskan lah, Amang. Lapar kali Ucok habis main di ladang”
Tuba: “Dasar anak ikan! Rakus kali kau!” (geram)
Ucok menangis, lalu berlari pergi menemui ibunya di ladang.
Putri ikan: “Mengapa kau menangis anakku?” (bingung melihat anaknya menangis)
Ucok: “Inang, benarkah aku ini adalah seorang anak ikan?”
Putri ikan: “Siapa yang bierkata padamu, Nak?” (terkejut)
Ucok: (diam sambil tersedu-sedu)
Putri ikan: “Jawab ibu, Nak!”
Ucok: “Amang yang berkata itu padaku, Inang. Amang bilang aku adalah seorang anak ikan,
makanya aku rakus. Benarkah itu Inang? Amang bohongkah Inang?”
Putri ikan: (diam dan mulai menitikkan air mata)
Ucok: “Jawab Ucok, Inang! Amang hanya berbohong kan, Inang?”
Putri Ikan: “Iii…ya Ucok, Amangmu itu benar sekali. Aku adalah anak ikan. Inangmu ini
adalah seekor ikan sebelum Inang menikah dengan Amang.”
Ucok yang mendengar jawaban dari ibunya, semakin menangis tersedu-sedu. Ia tak mengira
bahwa selama ini dirinya adalah anak ikan.

BABAK 3
Jauh di rumahnya, Tuba baru tersadar bahwa ia sudah melanggar janjinya kepada sang Putri
Ikan.
Ia sangat menyesali perkataanya terhadap anaknya bahwa anaknya adalah anak ikan.
Lalu, ia cepat-cepat bergegas pergi mencari anaknya ke ladang. Sesampainya di ladang
Tuba: “Inang…..”
Putri Ikan: “Kau sudah melanggar janjimu kepadaku. Sekarang aku dan anakmu akan pergi.
Selamat tinggal.” (berdiri menatap ke langit)
Tuba: “Jangan Inang, maafkan aku. Aku memang salah, aku berjanji tidak akan
mengulanginya lagi. Namun, tolong Inang dan Ucok jangan pergi tinggalkan aku. Aku sangat
menyayangi Ucok dan Inang.”
Namun, semuanya sudah terlambat, sang Putri Ikan dan anaknya perlahan naik ke atas langit
dan
kemudian menghilang dari pandangan suaminya. Tuba pun berusaha memanggil istri dan
anaknya.
Tapi, istri dan anaknya tetap terbang menuju langit biru dan kemudian menghilang.
Tuba: “Inang…………. Ucok………..” (berteriak)

Di tanah bekas pijakan istri dan anaknya itu, tiba-tiba ada mata air yang menyembur.
Makin lama makin besar. Air itupun menenggelamkan Tuba yang tak peduli lagi dengan
apapun karena kehilangan istri dan anaknya. Lalu, air itu lama-lama menjadi sebuah
kumpulan air yang luas yang biasa disebut danau. Oleh rakyat sekitar, danau ini disebut
Danau Tuba yang namanya berasal dari nama laki-laki yang tenggelam itu. Namun, karena
rakyat sekitar sulit menyebut Tuba, maka nama danau tersebut sekarang berubah menjadi
Danau Toba.
“ Asal Usul Danau Toba”
Disusun Oleh :
Andri J. Laksana sebagai Pa Toba
Andika Galih P. sebagai Samosir
Lufita Aditya sebagai Putri
Juliana Limbong sebagai Perempuan 1
Poppy Aprilia S. sebagai Perempuan 2

Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hiduplah seorang petani bernama Pa Toba. Ia


seorang petani yang hidup seorang diri dan rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak
luas. Di suatu pagi yang cerah, petani itu pergi memancing di sungai.
Petani              :Ya Allah., Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar.

Beberapa saat setelah kailnya dilemparkan, kail tersebut bergoyang-goyang lalu ia


segera menarik kailnya.
Petani              :Terima kasih Tuhan, kau memberikanku ikan yang besar, dan ikan ini juga
indah sekali. Sisiknya berwarna merah bersinar seperti emas. Hmmm…. Pasti nikmat sekali
bila ku makan nanti..
Putri                :Tunggu, kau jangan memakan ku..! Aku bersedia menemanimu asal aku tidak
kau makan.
Petani              : Oops….! Siapa yang bicara itu..?? Ada suara, tetapi.. tak ada orang.
Putri                :Ini, aku yang bicara.
Petani              :whaaat..??

Petani melepaskan kailnya tanpa sengaja dan ikan tersebut jatuh. Kemudian tidak
berapa lama ikan tadi berubah menjadi seorang gadis yang cantik jelita.
Putri                :Jangan takut pak, aku juga manusia sama seperti engkau. Aku sangat berutang
budi padamu karena kau telah menyelamatkanku dari kutukan Sang Dewata. Aku bersedia
menjadi istrimu.
Petani              :Benarkah..??
Putri                :Tentu saja..
Petani              :Ngomong-ngomong., siapakah namamu?
Putri                :Namaku Putri, dan kau?
Petani              :Namaku Toba. Mari kita lekas pulang. Aku sudah tak sabar ingin
memberitahukan bahwa kau telah menjadi istriku. Hahha…
Putri                :Tapi Toba, ada satu hal yang harus kau rahasiakan tentang diriku. Aku mohon
kau tidak menceritakan asal usulku yang berasal dari ikan, karena jika masyarakat itu tahu
akan hal tersebut pasti akan terjadi bencana besar yang melanda desa ini.
Petani              :Baiklah, percayakan semua ini padaku. Ayo kita pulang.

Lalu Pa Toba dan Putri pun pulang ke rumah. Saat mereka memasuki kampong Pa
Toba, ada beberapa orang yang tidak suka akan kehadiran Putri.
Perempuan 1   :Hei inang, tahu tidak kau itu si Toba tadi ku tengok membawa pulang seorang
cewe. Waah.. bodinya mantap.
Perempuan 2   :Baah…. Alaah, paling sic ewe itu dia guna-guna biar tertarik padanya. Kau
kan tau si Toba itu BUPUK, alias Bujang Lapuk.
Perempuan 1   :Oh iyayah.. Pintar kali kau ini.
Perempuan 2   :Sudahlah, lekas kita pulang jijik aku melihatnya.

Sebenarnya Putri Mendengar hal tersebut, tetapi dia tidak langsung mengambil
pusing. Mereka pun pulang ke rumah dan menjalankan kehidupan mereka layaknya sepasang
suami istri. Pa Toba merasa bahagia dan tentram. Setahun kemudian, kebahagiaan Pa Toba
dan Putri bertambah karena Putri melahirkan seorang anak laki-laki dan diberi nama
Samosir. Samosir tumbuh menjadi seorang anak laki-laki yang sehat dan kuat, tetapi agak
nakal. Ia mempunyai kebiasaan yang aneh, yaitu selalu merasa lapar dan ia juga selalu
membuat jengkel kedua orangtuanya karena ia tidak pernah mau membantu pekerjaan orang
tuanya.

Petani              :Ibu, mana makan siang untukku?


Putri                :Tadi sudah kusiapkan di atas…..
                         Wah Samosir, ke mana makanan tadi?
Samosir           :Sudah kuhabiskan bu.. kan saya ini masih dalam masa pertumbuhan.
Sekarang pun sebenarnya aku masih lapar, tapi sudahlah.. aku pergi bermain dulu yaa bu..
dadah bapa…
Petani              :Samosir…!!!! Ah ibu ini selalu saja memanjakan dia, saya ini lapar bu..
Putri                :Sabar ya pak, ingatlah dia kan buah hati kita satu-satunya. Jangan sampai hal
sepele seperti ini membuatmu emosi.
Petani              :Ya sudahlah buu.. Buatkan aku makanan sajalah.., perutku sudah lapar sekali.
Putri                :Tunggulah, aku akan membuatkannya.

Petani itu masih bisa menahan kesabarannya. Namun kesabaran seseorang itu pasti
ada batasnya. Sampai suatu ketika petani tersebut tidak dapat menahan amarahnya.
Putri                :Samosir, Bantu ibu nak..
Samosir           :Apa sih buu.. aku sedang asyik bermain nih..
Putri                :Bawakan bekal ini untuk bapamu di sawah. Kasihan dia sudah menunggu.
Samosir           :Ah, ibu sajalah yang pergi.
Putri                :Ibu sedang masak Samosir. Cepatlah kau antarkan, nanti bapamu marah.
Samosir           :Ah ibu ini., menggangguku saja. Sini..!!

Dari awal Samoair memang sudah tidak berniat makanan tersebut. Sesampainya di
pertengahan jalan.
Samosir           :Jalan ke sawah saja sudah membuatku lelah, lebih baik kumakan saja bekal
bapa ini.

Tanpa sadar bekal tadi telah habis dimakan oleh Samosir. Lalu dengan perasaan tak
bersalah, Samosir pun pulang dan melanjutkan permainannya. Bapanya yang sudah
kepanasan dan kelaparan menunggu memutuskan untuk pulang. Sesampainya di rumah.,
Petani              :Ibu, mana bekal makan siangku..? Kau siapkan tidak, Haah???
Putri                :Tadi kusuruh Samosir untuk mengantarkannya Pa. .
Petani              :Samosir, kemari kau..!!
Samosir           :Apa sih pa? Aku lagi asyik main nih..
Petani              :KAU KEMANAKAN BEKAL MAKAN SIANGKU ??
Samosir           :Aku makan pak.. Habisnya, perjalanan ke sawah membuatku lelah dan lapar..
Petani              :Anak tidak tau diuntung..!!! Tak tau diri…!! Dari tadi aku kelaparan
menunggu makanan itu, dan sekarang makanan itu sudah habis… DASAR ANAK
IKAN…!!!!
Samosir           :Ibu….,,,,,
Putri                :Cepat kau lari nak…..
                         Bapa, kau telah melanggar janji kita.
Petani              :Tapi aku tidak sengaja, aku sedang emosi. Maafkan aku Putri.
Putri                :Terserah apa katamu… Terimalah apa yang terjadi nanti..!!

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, seketika itu juga Samosir dan Putri hilang lenyap tanpa jejak
dan bekas. Tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras, sehingga desa petani serta
desa yang ada di sekitarnya terendam membentuk sebuah danau dan terdapat pulau kecil
di tengahnya. Pulau itu kini dikenal dengan nama Pulau Samosir karena banyak orang
beranggapan di sanalah Samosir berdiri untuk menyelamatkan diri, dan danau yang ada
di sekitarnya disebut dengan Danau Toba yang merupakan desa di mana Pa Toba tinggal
dan terkena rendaman air yang sangat deras itu
 “ Asal Usul Danau Toba”
Disusun Oleh :
Muhammad Kemal sebagai Pa Toba
Abiradi sebagai Samosir
Septira sebagai Putri
Intan sebagai Ibu Toba
Bestalia sebagai Perempuan 1
Melly sebagai Perempuan 2
Dara sebagai Masyarakat 1
Wildan sebagai Masyarakat 2
Raden Prima sebagai Suara Gaib
Tiara sebagai Narator

   Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hiduplah seorang petani bersama ibunya bernama
Toba dan Ibu Toba. Pada malam hari, Toba bermimpi buruk sekali, dalam mimpinya dia
diterkam oleh seekor harimau, dia pun langsung terbangun, ketika dia sedang memikirkan
apa arti dari mimpi itu, tiba-tiba ibunya batuk dan sesak napas. Toba pergi ke kamar ibunya.
Toba    : “Ibu..Ibu.. Ibu kenapa?”
Ibu       : “Anakku ibu tidak apa-apa, ibu hanya sesak napas dan batuk biasa saja, jangan
                khawatir.”

   Tapi batuk dan sesak napas yang dialami ibu semakin parah, tadinya batuk biasa menjadi
batuk darah.
Toba    : “Tidak ibu, ibu sangat kesakitan.”
Ibu       : “Anakku tolong ambilkanlah minum untuk ibu, napas ibu sangat sesak.”
Toba    : “Baik ibu (sambil membawa air minum). Ini bu.”
Ibu       : “Anakku ibu sudah tidak tahan lagi, mungkin ajal ibu sudah dekat.”
Toba    : “Ibu jangan tinggalkan Toba sendiri disini.”
Ibu       :  “Anakku kau harus bisa hidup tanpa ibu, kau kan kuat? Kau anak ibu yang paling
                 berani. Hiduplah dengan baik.”( Ibu Toba pun meninggal dunia)

   Kini dia hidup seorang diri dan rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Di
suatu pagi yang cerah, Toba pergi memancing di sungai.
Toba    :”Ya Allah. Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar.”
     Beberapa saat setelah kailnya dilemparkan, kail tersebut bergoyang-goyang lalu ia segera
menarik kailnya.
Toba    :”Terima kasih Tuhan, kau memberikanku ikan yang besar, dan ikan ini juga indah
sekali.
             Sisiknya berwarna merah bersinar seperti emas. Pasti nikmat sekali bila ku makan
nanti.
   Toba mencari kayu bakar untuk membakar ikan yang ditangkapnya hari ini. Ikannya pun
dia simpan di dapur. Ketika ia sedang mencari kayu bakar, tiba-tiba ikan yang ditangkap oleh
Toba berubah menjadi seorang gadis yang cantik jelita, Toba pun datang dengan membawa
kayu bakar. Toba terkejut ketika melihat ikan di ember tidak ada.
Toba    : “Aduh dimanakah ikan besar cantik nan rupawan itu, apakah dia di makan kucing?”
Putri    :Tunggu, kau jangan memakan ku. Aku bersedia menemanimu asal aku tidak kau
              makan.
Toba    :”Siapa yang bicara itu?.”
Putri    : “Jangan takut pak, aku juga manusia sama seperti engkau. Aku sangat berutang budi
                padamu karena kau telah menyelamatkanku dari kutukan Sang Dewata. Aku
bersedia
                menjadi istrimu.”
Toba    : “Benarkah?”
Putri    : “Tentu saja.”
Toba    : “Namaku Toba. Mari kita lekas pulang. Aku sudah tak sabar ingin memberitahukan
                bahwa kau akan menjadi istriku.”
Putri    : “Tapi Toba, ada satu hal yang harus kau rahasiakan tentang diriku. Aku mohon kau
                 tidak menceritakan asal usulku yang berasal dari ikan, karena jika masyarakat itu
tahu
                 akan hal tersebut pasti akan terjadi bencana besar yang melanda desa ini.
Toba    : “Baiklah, percayakan semua ini padaku. Ayo kita pulang.”

    Saat mereka memasuki kampung Pa Toba, ada beberapa orang yang tidak suka akan
kehadiran Putri.
Perempuan 1   : “Hei inang, tahu tidak kau itu si Toba tadi ku tengok membawa pulang
seorang
                               cewe. Uh..bodinya mantap.”
Perempuan 2   : “Alaah, paling si cewe itu dia guna-guna biar tertarik padanya. Kau kan tau si
                                Toba itu BUPUK, alias Bujang Lapuk.”
Perempuan 1   : “Oh iyayah.. Pintar kali kau ini.”
Perempuan 2   : “Sudahlah, lekas kita pulang jijik aku melihatnya.”
  
    Putri Mendengar hal tersebut, tetapi dia mengabaikannya. Mereka pun pulang ke rumah
dan menjalankan kehidupan mereka layaknya sepasang suami istri. Pa Toba merasa bahagia
dan tentram. Setahun kemudian, kebahagiaan Pa Toba dan Putri bertambah karena Putri
melahirkan seorang anak laki-laki dan diberi nama Samosir. Samosir tumbuh menjadi
seorang anak laki-laki yang sehat dan kuat, tetapi agak nakal. Ia mempunyai kebiasaan yang
aneh, yaitu selalu merasa lapar dan ia juga selalu membuat jengkel kedua orangtuanya karena
ia tidak pernah mau membantu pekerjaan orang tuanya.
Toba    : “Ibu, mana makan siang untukku?”
Putri    : “Tadi sudah kusiapkan di atas meja. Wah Samosir, ke mana makanan tadi?”
Samosir : “Sudah kuhabiskan bu. Kan saya ini masih dalam masa pertumbuhan. Sekarang
pun
                   sebenarnya aku masih lapar, tapi sudahlah, aku pergi bermain dulu ya bu.”
Toba    : “Samosir. Ah ibu ini selalu saja memanjakan dia, saya ini lapar bu.
Putri    : “Sabar ya pak, ingatlah dia kan buah hati kita satu-satunya. Jangan sampai hal sepele
                seperti ini membuatmu emosi.”
Toba    : “Ya sudahlah bu. Buatkan aku makanan sajalah, perutku sudah lapar sekali.”
Putri    : “Tunggulah, aku akan membuatkannya.”

   Toba masih bisa menahan kesabarannya. Namun kesabaran seseorang itu pasti ada
batasnya. Sampai suatu ketika Toba tidak dapat menahan amarahnya.
Putri    : “Samosir, Bantu ibu nak.”
Samosir : “Apa bu. aku sedang asyik bermain nih.”
Putri    : “Bawakan bekal ini untuk bapamu di sawah. Kasihan dia sudah menunggu.”
Samosir : “Ah, ibu sajalah yang pergi.”
Putri    : “Ibu sedang masak Samosir. Cepatlah kau antarkan, nanti bapamu marah.”
Samosir : “Ah ibu ini, menggangguku saja. Sini!”

   Dari awal Samosir memang sudah tidak berniat mengantarkan makanan tersebut.
Sesampainya di pertengahan jalan.
Samosir : “Jalan ke sawah saja sudah membuatku lelah, lebih baik kumakan saja bekal bapa
ini.”

   Tanpa sadar bekal tadi telah habis dimakan oleh Samosir. Lalu dengan perasaan tak
bersalah, Samosir pun pulang dan melanjutkan permainannya. Bapanya yang sudah
kepanasan dan kelaparan menunggu memutuskan untuk pulang. Sesampainya di rumah.
Toba    : “Bah, lapar kali aku. Enak kali kalau aku makan masakan istriku.”
Toba    : (membuka tudung saji lalu mengerenyitkan dahi) “ Samosir! Kau kemanakan semua
                 makanan masakan Ibu kau?”
Samosir : “Sudah Samosir habiskan lah, bapa. Ketika sedang mengantarkan makanan bapa
aku
                     memakannya, karena perjalanan ke sawah sangat melelahkan ”
Toba    : “Dasar anak ikan! Rakus kali kau!” (geram)

   Samosir menangis, lalu berlari pergi menemui ibunya di ladang.


Putri    : “Mengapa kau menangis anakku?” (bingung melihat anaknya menangis)           
Samosir : “Ibu, benarkah aku ini adalah seorang anak ikan?”
Putri    : “Siapa yang berkata padamu, Nak?” (terkejut)
Samosir : (diam sambil tersedu-sedu)
Putri    : “Jawab ibu, Nak!”
Samosir : “Bapa yang berkata itu padaku, Ibu. Bapa bilang aku adalah seorang anak ikan, 
                   makanya aku rakus. Benarkah itu Ibu? Bapa bohongkah Ibu?”
Putri    : (diam dan mulai menitikkan air mata) “Iii…ya Samosir, Bapamu itu benar sekali. Kau
                 adalah anak ikan. Ibumu ini adalah seekor ikan sebelum Ibu menikah dengan
Bapa.”
Putri    : “Sekarang, Ibu minta kau untuk tidak mempedulikan perkataan Bapamu.
                 Segeralah pergi mendaki bukit yang terletak tidak begitu jauh dari rumah
kita
                 dan kau harus memanjat pohon kayu tertinggi yang terdapat di puncak
bukit
                 itu.”

Samosir: “Baik, Bu!”

   Tiba- tiba ada suara yang muncul dari langit.


Suara Gaib : “Huahahaha..Suamimu sudah melanggar janjinya. Sekarang kamu tidak bisa
hidup
                        dimuka bumi ini. Kau harus meninggalkan muka bumi ini. Kau harus kembali ke
                        tempat asal kau yaitu ke sungai kembali menjadi ikan. Kau tidak berhak lagi
tinggal  
                        disini. Cepat lah kau pergi ke sungai!”

   Setelah mendengar suara gaib, seketika itu juga Samosir dan Putri lenyap tanpa jejak dan
bekas. Tiba-tiba langit menjadi gelap dan turun hujan yang sangat deras disertai petir.
Masyarakat 1 : “ Ada apa ini?”
Masyarakat 2 : “ Aku tidak tahu, !”
Masyarakat 1 : “Tidak biasanya hujan deras seperti ini.”
masyarakat 2 :”Aku rasa akan terjadi bencana yang sangat dasyat menimpa desa kita”
Masyarakat 1 : “Ya benar, lama kelamaan desa kita akan tenggelam. Ayo kita pergi ke tempat
                             yang lebih tinggi.”
Masyarakat 2:” Ayo.”
Masyarakat 1: “Tapi semuanya  telah sia-sia, kita sudah terlambat sungai di desa kita akan
                             meluap dikarenakan hujan deras ini. tak lama lagi, air sungai di
desa kita akan
                             menggenangi desa ini.”

   Akhir cerita, setibanya Putri di tepi sungai, mendadak langit menggelap, kilat
menyambar disertai bunyi guruh yang menggelegar. Putri kemudian melompat ke
dalam sungai. Ia berubah menjadi seekor ikan besar lagi. Toba tak bisa
menyelamatkan dirinya, ia mati tenggelam oleh genangan air. Lama-kelamaan,
genangan air itu semakin luas dan berubah menjadi danau yang sangat besar. Di
kemudian hari, orang-orang menyebutnya Danau Toba dan pulau kecil yang berada
di tengah-tengahnya dinamai Pulau Samosir.

Anda mungkin juga menyukai