Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

SPIROMETRI DENGAN PEMBEBANAN

Nama: IKA AISYAH CAESARRIA

NIM: 2110913120008

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2021
1. PENDAHULUAN
Sistem pernafasan mencakup seluruh pernapasan yang berjalan ke
paru. Dalam keadaan normal paru mengandung sekitar 2 sampai 2,5 liter
udara selama siklus respirasi, tetapi dapat diisi sampai 5,5 liter atau
dikosongkan sampai tersisa 1 liter.Pada orang dewasa sehat, rata-rata
jumlah udara maksimum yang dapat dikandung oleh kedua paru adalah
sekitar 5,7 liter pada pria (4,2 liter pada wanita). Bentuk anatomis, usia,
distensibilitas paru, dan ada atau tidaknya penyakit pernafasan
mepengaruhi kapasitas paru total ini. Perubahan-perubahan volume paru
yang terjadi selama bernafas dapat diukur menggunakan spirometer.
Spirometer merupakan suatu metode sederhana untuk mencatat volume
udara yang masuk dan keluar paru-paru. Spirometer ini terdiri dari sebuah
drum yang dibalikkan di atas bak air , dan drum tersebut diimbangi oleh
suatu beban. Dalam drum terdapat oksigen untuk bernafas , dan sebuah
pipa yang menghubungkan mulut dengan ruang gas atau oksigen. Apabila
seseorang bernafas dari dank e dalam ruang ini, drum akan naik turun dan
terjadi perekaman yang sesuai di atas gulungan kertas yang berputar.

Proses ventilasi paru yang tercatat pada kimograf ditunjukkan dalam


volume dan kapasitas paru sebagai berikut 1 :

1. Volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali bernafas


normal disebut dengan volume alun nafas (volume tidal = TV).
Besarnya kira-kira 500 ml pada rata-rata orang dewasa.
2. Volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah dan di atas
volume alun nafas normal disebut volume cadangan inspirasi
( inspiratory reserve volume/VCI). Besarnya mencapai 3000 ml.
3. Volume udara ekstra yang dapat dieskpirasi oleh ekspirasi kuat
pada akhir ekspirasi alun nafas normal disebut volume cadangan
ekspirasi ( expiratory reserve volume/VCE). Jumlah normalnya
1100 ml.

1
4. Volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah
ekspirasi paling kuat disebut volume residu (VR).Volume ini
besarnya kira-kira 1200 ml.
5. Kapasitas inspirasi (KI) adalah jumlah udara yang dapat dihirup
oleh seseorang, dimulai dari tingkat ekspirasi normal dan
pengembangan paru sampai jumlah maksimum.
Kapasitas Inspirasi (IC) = Volume alun nafas (VT) + volume
cadangan inspirasi (IRV)
6. Kapasitas residu fungsional (KRF) adalah jumlah udara yang
tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal
Kapasitas residu fungsional (FRC) = Volume cadangan ekspirasi
(ERV) + Volume residu (RV)
7. Kapasitas vital (KV) adalah julah udara maksimum yang dapat
dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi
paru secara maksimum dan mengeluarkan sebanyak-banyaknya.
Kapasitas vital (VC) =volume cadangan inspirasi (IRV) + volume
alun nafas (VT) + volume cadangan ekspirasi (ERV)
8. Kapasitas paru total (KPT) adalah volume maksimum di mana paru
dapat dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa.
Kapasitas paru total (KPT) = VT + IRV + ERV + RV. Nilai rata-
ratanya = 5.700-6.000 ml.
9. Volume ekspirasi paksa dalam satu detik (Forced Expiratory
Volume, FEV₁). Volume udara yang dapat diekspirasi selama detik
pertama eksprasi pada penentuan KV. Biasanya KEV₁ adalah
sekitar 80%; yaitu dalam keadaan normal 80% udara yang dapat
dipaksa keluar dari paru yang mengembang maksimum dapat
dikeluarkan dalam 1 detik pertama. Pengukuran ini memberikan
indikasi laju aliran udara maksimum yang dapat terjadi di paru.

Volume pernapasan masing-masing orang berbeda satu dengan


yang lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya
adalah frekuensi pernapasan dari masing-masing orang yang berbeda.

2
Frekuensi pernapasan yang berkaitan dengan jumlah proses inspirasi-
ekspirasi seseorang dalam hitungan waktu ini akan sangat
berpengaruh dalam jumlah udara yang dapat masuk maupun keluar
paru-paru. Frekuensi pernapasan inipun tidak luput dari berbagai factor
yang dapat mempengaruhinya diantaranya sebagai berikut 2:

A. Usia
Bertambahnya umur seseorang mengakibatkan frekuensi
pernapasan menjadi semakin lambat. Pada usia lanjut, energi yang
dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan pada saat pertumbuhan,
sehingga oksigen yang diperlukan relative sedikit. Untuk
mengimbangi kebutuhan oksigen yang relatif kecil ini maka
frekuensi pernapasan pada orang dengan usia lanjut jauh lebih
kecil dibandingkan dengan orang yang usianya lebih muda dalam
masa pertumbuhan yang memiliki kebutuhan energi yang lebih
besar. Frekuensi yang kecil ini menunjukkan juga bahwa volume
udara yang dapat masuk maupun keluar paru akan lebih kecil bila
dibandingkan dengan volume udara pernapasan pada orang dengan
usia lebih muda dan frekuensi pernapasan yang lebih besar.

B. Suhu tubuh
Jika suhu tubuh menurun, tubuh akan meningkatkan
metabolismenya, sehingga kebutuhan akan oksigen meningkat.
Sama halnya dengan factor usia, kebutuhan akan oksigen yang
meningkat akibat peningkatan metabolisme tubuh juga
meningkatkan frekuensi napas yang dengan otomatis juga
berpengaruh pada volume udara pernapasan seseorang.

C. Posisi tubuh
Posisi tubuh mempengaruhi banyaknya otot yang bekerja.
Misalnya pada saat berdiri otot akan berkontraksi sehingga oksigen
yang dibutuhkan lebih banyak dan laju pernapasan pun akan
menigkat dibandingkan pada saat orang duduk.

3
D. Jenis kelamin
Pada umumnya laki-laki banyak memutuhkan energi. Oleh
karena itu, kebutuhan oksigennya lebih banyak daripada
perempuan.

E. Tahap perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-
paru yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Pada
orang dewasa thorax diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia
juga terjadi perubahan pada bentuk thorax dan pola napas.

F. Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi
oksigenasi. Makin tinggi daratan, makin rendah tekanan parsial
oksigen darah arteri, sehingga makin sedikit oksigen yang dihirup
individu. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari permukaan
tubuh akan mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga
kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan yang
dingin akan terjadi kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya
meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-
kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.

G. Gaya hidup
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman
pernapasan dan denyut jantung, demikian juga suplai oksigen
dalam tubuh. Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang
berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit paru.

H. Status kesehatan
Pada orang yang sehat system kardiovaskuler dan pernapasan
dapat menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Akan tetapi penyakit pada system kardiovaskuler
kadang berakibat pada terganggunya pengiriman oksigen ke sel-se
tubuh.

4
I. Narkotika
Narkotika seperti morfin dapat menurunkan laju dan
kedalaman pernapasan ketika depresi pusat pernapasan di medulla.

Perubahan atau gangguan pada fungsi pernapasan

Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang


dapat mempengaruhi pernapasan yaitu :

1. Pergerakkan udara ke dalam atau keluar paru


2. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan
kapiler paru
3. Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke
dan dari sel jaringan.
4. Hipoksia, yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan
oksigen di dalam tubuh yang diinspirasi sampai jaringan.
5. Sianosis, ditandai dengan warna kebiruan pada kulit, dasar
kuku dan membrane mukosa yang disebabkan oleh
kekurangan kadar oksigen dalam hemoglobin.
6. Perubahan pola napas
Bernapas yang sulit disebut dyspnea atau sesak.
Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena usaha
inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat.
Orthopneo yaitu kemampuan untuk bernapas kecuali pada
posisi duduk dan berdiri seperti pada penderita asma.

7. Obstruksi jalan napas


Obstruksi jalan napas bagian atas meliputi : hidung,
faring, laring, atau trakea, dapat terjadi karena adanya
benda asing seperti makanan, karena lidah yang jatuh
kebelakang bila individu tidak sadar atau bila sekresi
menumpuk disaluran napas.

5
2. TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat :

1. Menjelaskan hubungan aktivitas fisik dengan fungsi pernapasan.


2. Menjelaskan cara melakukan tes spirometri dengan pembebanan

3. ALAT DAN BAHAN


Alat yang dipergunakan pada percobaan ini adalah:

1. Spirometer BTL-08 Spiro, yang terdiri dari:


Main unit, merupakan bagian utama dari rangkaian spirometer
BTL-08.
Pneumotachograph set, yang terdiri dari pneumotachograph unit,
plastic mouthpiece, dan silicone seal.
2. Kapas alkohol, yang digunakan untuk membersihkan mouthpiece
sebelum dan setelah dipakai.

Gambar Spirometer BTL-08 Spiro


4. PROSEDUR/CARA KERJA
4.1 Meletakkan spirometer pada tempat yang datar dan kuat sehingga tidak
mengganggu jalannya percobaan.
4.2 Merakit pneumotachograph set, yaitu dengan menghubungkan plastic
mouthpiece dengan pneumotachograph serta meletakkan silicone seal
untuk mencegah terjadinya kebocoran saat melakukan pemeriksaan.
4.3 Menghubungkan pneumotachograph set dengan main unit
4.4 Menghubungkan spirometer dengan sumber listrik.
4.5 Sebelum melakukan pengukuran spirometri, menyuruh probandus
melakukan lari cepat selama 6 menit.

6
4.6 Setelah melakukan pembebanan probandus disuruh beristirahat selama
5 menit.
4.7 Lakukan test force spirometry :
a. Nyalakan alat dengan menekan tombol ON/Off
b. Tekan tombol forced untuk melakukan tes force spirometry
c. Tekan tombol , kemudian masukan data pasien, pengisian harus
tepat karena akan mempengaruhi nilai predictive vital capacity.
d. Tekan tombol start, dan bersiaplah untuk melakukan percobaan.
e. Probandus memegang pneumotachograph set dan mulut
diletakkan pada bagian mouthpiece kemudian probandus disuruh
melakukan inspirasi maksimal, lalu melakukan ekspirasi maksimal
dengan cepat dan tuntas.
f. Jika prosedur e telah dianggap benar, tekan tombol accept.
g. Probandus disuruh bernapas normal minimal selama 30 detik.
h. Ulangi prosedur d, e dan f sebanyak 3 kali.
i. BTL-08 spiro akan secara otomatis memilih hasil percobaan yang
terbaik.
j. Tekan tombol print untuk mencetak hasil percobaan.
4.8 Hitung perubahan nilai FEV1 post pembebanan dengan nilai FEV1
sebelum pembebanan dengan rumus
FEV 1 pre pembebanan−FEV 1 post pembebanan
% ∆ FEV = X 100 %
FEV 1 pr e pembebanan

4.9 Diskusikan hasil percobaan yang telah dilakukan.

Catatan : pelajari tentang penyakit paru yang dapat dipicu oleh


pembebanan.

7
5. HASIL
Praktikum : SPIROMETRI DENGAN PEMBEBANAN

Tabel 11. Ciri-ciri Individual naracoba

Umur Tinggi Badan Berat Badan


No. Nama Sex
(Th) (cm) (kg)

Laki-
1. Tn. A 19 160 65
laki

Laki-
2. Tn. B 20 167 49
laki

Forced Expiratory Volume (FEV)


No. Nama
Pre pembebanan Post pembebanan

FEV1 FEV2 FEV1 FEV2

1. Tn. A 4,33 - 4,66 -

2. Tn. B 4,12 - 4,28 -

Persentase ∆ Forced Expiratory Volume


No. Nama
(%∆FEV1)

1 Tn. A % ΔFEV1 = 4,33 - 4,66 x 100%

4,33

= -0,33 x 100

4,33

8
= -7,62%

% ΔFEV1 = 4,12 - 4,28 x 100%

4,12

2 Tn. B = -0,16 x 100

4,12

= -3,88%

Kesimpulan :

Fungsi Paru naracoba 1 : normal

Fungsi Paru naracoba 2 : normal

Banjarbaru, 25 November 2021

Mengetahui,

(Assisten mahasiswa)

9
6. PEMBAHASAN
Respirasi atau pernapasan adalah usaha tubuh untuk memenuhi
kebutuhan O2 dalam proses metabolisme dan mengeluarkan CO2 sebagai
hasil metabolisme dengan perantara organ paru dan saluran napas bersama
kardiovaskular sehingga dihasilkan darah yang kaya oksigen. Respirasi
mempunyai 3 tahap yaitu: ventilasi, difusi, perfusi. Ketiga komponen ini
selalu bekerjasama dan bila ada gangguan pada salah satu atau lebih
komponen maka akan terjadi gangguan pertukaran gas. Situasi faal paru
seseorang dikatakan normal jika hasil kerja proses ventilasi, difusi, perfusi,
serta hubungan antara ventilasi dengan perfusi pada orang tersebut dalam
keadaan santai menghasilkan tekanan parsial gas darah arteri (PaO2 dan
PaCO2) yang normal 6. Yang dimaksud keadaan santai adalah ketika
jantung dan paru tanpa beban kerja yang berat. Pemeriksaan fungsi paru
merupakan satu metode yang objektif dalam menilai perubahan atau
gangguan fungsi paru seorang penderita dengan penyakit paru atau
dicurigai mengalami gangguan paru. Dengan hasil pemeriksaan fungsi
paru akan dapat menentukan bagaimana pola gangguan fungsi, apakah
gangguan obstruktif atau restriktif. Informasi yang diperoleh dari evaluasi
objektif ini sangatlah penting untuk menentukan bagaimana dan kapan
pengobatan penderita dimulai dan apakah pengobatan yang diberikan
memberi respons atau tidak.

Beberapa tes yang direkomendasikan oleh GINA tahun 2015 serta


hasil positif dari pasien dewasa :

a. Bronchodilator (BD) reversibility test positif :


Peningkatan FEV1 >12% dan >200 mL dari baseline, 10–15
menit
setelah inhalasi albuterol 200–400 mcg atau obat ekuivalennya
b. Variabilitas hasil PEF dua kali sehari yang eksesif selama 2
minggu :
Variabilitas PEF diurnal rata-rata >10%

10
c. Peningkatan fungsi paru signifikan setelah pengobatan dengan
anti inflamasi selama 4 minggu :
Peningkatan FEV1 >12% dan >200mL (atau PEF >20%) dari
baseline setelah terapi 4 minggu, tanpa infeksi saluran nafas
d. Exercise challenge test positif :
Penurunan FEV1 >10% dan 200mL dari baseline
e. Bronchial challenge test positif :
Penurunan FEV1 ≥20% dari baseline dengan dosis methacholin
atau histamine standar atau penurunan ≥15% dengan
rangsangan hiperventilasi terstandar, salin hipertonis, atau
manitol
f. Variasi fungsi paru yang eksesif antara kunjungan ke dokter :
Variasi FEV1 >12% dan >200mL antara kunjungan, tanpa
adanya infeksi saluran nafas
Pemeriksaan spirometri adalah pemeriksaan untuk mengukur volume
paru statik dan dinamik seseorang dengan alat spirometer. Spirometri
sederhana biasanya memberikan informasi yang cukup. Sejumlah
spirometer elektronik yang murah dan kadang-kadang spirometer
komputer mampu mengukur dengan tepat parameterparameter tertentu
seperti kapasitas vital, volume ekspirasi paksa dalam detik pertama
(FEV1) dan puncak expiratory flow. Meskipun spirometer sendiri tidak
mungkin membuat diagnosis spesifik namun dapat menentukan adanya
gangguan obstruktif dan restriktif serta dapat memberi perkiraan derajat
kelainan. Dalam tinjauan kepustakaan ini membahas tentang faal paru
statik yaitu volume udara pada keadaan statis yang tidak terkait dengan
dimensi waktu, terdiri atas: (1) Tidal volume (TV), (2) Inspiratory reserve
volume/ volume cadangan inspirasi (IRV/VCI), (3) Expiratory reserve
volume/volume cadangan ekspirasi (ERV/VCE), (4) Residual volume
(RV), (5) Inspiratory capacity/kapasitas inspirasi (IC/KI), (6) Functional
residual capacity/kapasitas residu fungsional (FRC/KRF), (7) Vital
capacity/kapasitas vital (VC/KV), (8) Forced vital kapasity/kapasitas vital
paksa (FVC/KVP), (9) Total lung capacity/kapasitas paru total

11
(TLC/KPT). Fisiologi Sistem Respirasi Istilah faal mempunyai arti kerja
atau fungsi. Faal paru berarti kerja atau fungsi paru dan uji faal paru
mempunyai arti menguji apakah fungsi paru seseorang berada dalam
keadaan normal atau abnormal. Pada kehidupan suatu individu, paru mulai
berfungsi saat individu lahir, yaitu saat tangis pertama yang menunjukkan
adanya proses mekanika inspirasi pertama disusul dengan ekspirasi
pertama. Begitulah seterusnya proses pernapasan itu terdiri atas inspirasi
dan ekspirasi berlangsung dimulai sejak lahir sampai napas berhenti pada
akhir hayat seseorang individu.5,6 Sistem respirasi secara fundamental
merupakan sarana untuk menghirup udara, memfasilitasi pertukaran gas
dalam udara dengan suatu cairan (darah) dan akhirnya mengembuskan
keluar udara dengan komposisi yang berbeda. Sebagaimana dijelaskan
lewat hukum gas ideal dan hokum Boyle, udara dan gas yang menjadi
komponennya ditandai oleh kuantitas, volume dan tekanannya. Demikian
pula fisiologi pernapasan dapat dijelaskan sebagai suatu rangkaian
perubahan yang digerakkan oleh tekanan dalam volume gas di dalam paru-
paru. Rangkaian perubahan ini memungkinkan regulasi O2, CO2, dan pH
di dalam darah. Fungsi paru atau fungsi sistem pernapasan yang utama
adalah melaksanakan pertukaran gas antara O2 dan CO2 di membran
respirasi (pada pernapasan eksterna) dan pada pernapasan interna meliputi
pengangkutan O2 dan CO2 dalam peredaran darah serta utilisasi O2 di
jaringan-jaringan dan pembebasan sisa metabolisme CO2 untuk dibuang
keluar tubuh oleh membran respirasi. Proses respirasi dibagi atas tiga
tahap utama yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah peristiwa
masuk dan keluarnya udara kedalam paru (inspirasi dan ekspirasi). Difusi
adalah perpindahan oksigen (O2) dari alveoli ke dalam darah dan diikat
oleh Hemoglobin (Hb) menjadi senyawa Oksi-Hb dan karbondioksida
(CO2) lepas dari ikatan karbamino keluar dari darah ke alveoli. Dan
perfusi adalah distribusi Oksi-Hb dalam darah ke jaringan seluruh tubuh
dan CO2 dari jaringan ke alveoli paru. Fungsi yang lain dari sistem
pernapasan adalah: fungsi fonasi (bicara), pertahanan tubuh oleh paru dan
saluran napas, fungsi keseimbangan asam–basa dan keseimbangan air.

12
Tes fungsi paru atau spirometri adalah prosedur untuk memeriksa
kondisi dan fungsi sistem pernapasan. Pemeriksaan ini juga dapat
membantu dokter untuk mendiagnosis penyakit saluran pernapasan serta
memantau efektivitas pengobatan. Beberapa parameter yang dapat diukur
oleh spirometer adalah 3 :

1. Forced expiratory volume in one second (FEV1), yaitu jumlah


udara yang diembuskan dalam satu detik
2. Forced vital capacity (FVC), yaitu jumlah maksimal udara yang
dapat diembuskan setelah menarik napas sedalam mungkin
3. Rasio FVC/FEV1, yaitu nilai yang menunjukkan persentase
kapasitas udara paru-paru yang dapat diembuskan dalam 1 detik

Dengan parameter di atas, pemeriksaan fungsi paru dapat mendeteksi


adanya dua jenis gangguan pernapasan berikut:

Normal

Hasil normal pada pemeriksaan spirometri dipengaruhi oleh:

a. Usia : fungsi paru dapat mengalami peningkatan sampai usia 25


tahun, kemudian menurun seiring dengan pertambahan usia.
b. Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan usia prepubertas biasanya
memiliki fungsi paru yang sama. Namun, pada masa post pubertas,
dada yang bidang dan volume thorax yang lebih cepat mengalami
pertumbuhan, menyebabkan laki-laki memiliki volume paru yang
lebih besar pula
c. Tinggi badan : tinggi badan berbanding lurus dengan ukuran paru,
semakin tinggi maka ukuran paru akan semakin besar
d. Berat badan : berat badan dapat mempengaruhi fungsi paru,
semakin tinggi berat badan maka fungsi paru juga akan meningkat.
Hal ini terjadi sampai pasien mengalami obesitas, setelah ini fungsi
paru akan menurun

13
e. Etnis : faktor etnis mempengaruhi fungsi paru. Pada etnis
Polinesia, India, Jepang, Pakistan, dan Afrika, hasil referensi akan
dikalikan 0,90. Hal ini disebabkan karena bentuk tubuh dan
perbedaan nutrisi pada mereka yang berasal dari negara
berkembang
f. Kebiasaan merokok : akan menyebabkan penurunan fungsi paru
dibandingkan mereka yang tidak merokok. Hal ini harus
disesuaikan kembali dengan interpretasi hasil, karena pada hasil
spirogram semua yang mengalami penurunan akan dinyatakan
abnormal. Rasio FEV1/FVC ≥0,7 atau ≥70% dan FVC ≥80% dari
nilai prediksi dapat dijadikan acuan umum untuk menyatakan
bahwa hasil spirometri normal. Prediksi nilai kondisi normal pada
tiap pasien dapat berbeda-beda, tergantung umur, berat badan, dan
jenis kelamin. Jika spirometer menunjukan hasil di bawah 80%
dari nilai yang telah prediksi, pasien bisa dikatakan mengalami
gangguan pada saluran pernapasan.

Obstruktif

grafik perbedaan normal,obstruction, dan restriction


Penyakit paru obstruktif ditandai dengan adanya penurunan aliran
udara karena adanya penurunan diameter jalan napas oleh kontraksi otot
polos, inflamasi, mucus plugging, atau kolaps saluran napas
karena emfisema. Pada spirogram post bronkodilator, pasien
dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) akan menunjukkan 4

14
1. Kurva volume-time: FVC akan tetap normal, namun FEV1 akan turun
secara signifikan, sehingga rasio FEV1/FVC menurun di bawah lower
limit of normal range (<LLN) atau < 0,70
2. Kurva flow-volume loop terlihat konkaf pada ekspirasi
Intinya, pasien dengan PPOK tidak akan menunjukkan perbaikan
FEV1/FVC setelah pemberian bronkodilator.

Pada penyakit paru obstruktif, terjadi peningkatan TLC, yang klinisnya


terlihat pada pasien PPOK dengan rongga dada yang terlihat lebih
besar (barrel chest). Pada keadaan ini, TV tetap sama, namun IRV
menurun sedangkan ERV dan RV meningkat. Sehingga apabila
dilakukan perhitungan FVC maka hasilnya akan tetap normal atau
menurun, namun FRV meningkat. Hal ini disebabkan oleh adanya
penurunan aliran darah ke paru karena adanya obstruksi, serta air
trapping yang menyebabkan hiperinflasi dan peningkatan FRC.Asma
merupakan penyakit obstruktif, namun bersifat reversibel sehingga
hasil spirometri dapat normal pada mereka yang sedang tidak
mengalami eksaserbasi atau pasca pemberian bronkodilator. spirometri
pada asthma post bronkodilator menunjukkan:
3. FEV1 (atau FVC) meningkat ≥12% dan ≥ 200ml
Karena asthma bersifat reversibel, maka setelah pemberian
bronkodilator atau tidak dalam serangan, fungsi paru dapat normal.
4. Pemeriksaan spirometri pada pasien dengan asthma dilakukan sebelum
menginisiasi terapi dan ketika dilakukan terapi rumatan. Pada pasien
yang diindikasikan untuk mendapatkan terapi bronkodilator, maka
disarankan untuk memberikan bronkodilator short-acting 6-8 jam
sebelum melakukan pemeriksaan.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya dengan 1 kali pemeriksaan
spirometri, hal ini harus dikonfirmasi dengan manifestasi klinis
lainnya, dan apabila memadai dilakukan spirometri serial. Lower limit
of normal range (LLN) adalah preferensi cut off untuk
mengidentifikasi nilai abnormal pada pemeriksaan spirometri. Untuk

15
PPOK, dinyatakan rasio FEV1/FVC < 0,70, atau nilai FEV1 <80%
post pemberian bronkodilator dimana cut off ini dinyatakan sebagai
LLN. Sedangkan untuk asthma, cut off untuk rasio FEV1/FVC adalah
< 0,75-0,80 untuk menyatakan adanya obstruksi saluran napas 4 .

Restriksi

Gangguan restriksi ditandai dengan penurunan volume paru karena


penyakit paru interstitial atau penyakit dari luar paru yang menyebabkan
jaringan paru menjadi lebih “kaku”, seperti pada penyakit dinding dada
(kyphoscoliosis), gangguan neurologis, space occupying lesions (SOL),
ankylosing spondylitis, dan obesitas. Kekakuan pada jaringan paru
mengganggu komplians dan kapasitas paru, sehingga nilai TLC akan
menurun, namun TV dapat tetap normal, dengan IRV, ERV, dan RV akan
menurun. Sehingga, FVC akan menurun dan FRC juga akan menurun.
Hasil spirogram akan memperlihatkan 5:

1. Grafik flow-volume: shifting grafik ke kanan bila dibandingkan


dengan grafik normal. Hal ini karena TLC dan RV menurun, sehingga
VC juga menurun. Pada bagian ekspirasi, kurva ini dapat menjadi
konveks.
2. Grafik volume-time: FVC menurun <80% nilai prediksi. Namun,
FEV1 tidak terlalu berpengaruh seperti pada penyakit paru obstruktif,
bahkan dapat normal atau menurun sedikit. Rasio FEV1/FVC tidak
terlalu mengalami gangguan, dapat normal atau menurun sedikit,
karena tidak ada obstruksi aliran udara. Namun, hasil ini tetap
bergantung pada kerja sama pasien. Apabila pada saat melakukan
manuver FVC, pasien melakukan terminasi ekspirasi lebih cepat atau
gagal mengambil napas dalam yang maksimal, maka rasio FEV1/FVC
juga akan meningkat.

16
Campuran

Pasien dengan penyakit paru restriktif dapat disertai dengan penyakit


obstruktif. Pada keadaan ini dapat terlihat pola spirometri campuran,
dengan nilai FVC dan rasio FEV1/FVC yang di bawah LLN. Dalam hal
ini, diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya dengan pemeriksaan
spirometri, namun perlu adanya pemeriksaan lain yang menunjukkan
adanya penyakit paru restriktif, serta rujukan ke laboratorium khusus yang
dapat mengukur Total Lung Capacity (TLC) dan gas transfer. Menurunnya
nilai VC dan FEV1/VC di bawah LLN akan mengarahkan diagnosis
menjadi gangguan obstruktif atau campuran. Dalam hal ini, TLC
dibutuhkan untuk membedakan keduanya. Pada campuran, FVC, FEV1,
dan rasio FEV1/FVC seluruhnya mengalami penurunan.

Forced expiratory volume adalah volume gas yang dikeluarkan selama


interval waktu yang ditentukan, diukur pada saat melaksanakan
pengukuran forced vital capacity/ FVC. Interval dapat 0.5 , 1 , 2, atau 3
detik sehingga diperoleh FEV0.5 ; FEV1.0; FEV 2.0 dan FEV 3.0. Forced
expiratoty volume (FEV1) yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan
sebanyak-banyaknya dalam 1 detik pertama pada waktu ekspirasi
maksimal setelah inspirasi maksima. Parameter FEV1 masih merupakan
salah satu parameter yang penting, terutama pada laboratorium yang
mempunyai fasilitas yang kurang lengkap. Kelemahan dari FEV1: 1)
Diperlukan pengertian yang baik dari penderita yang diperiksa sehingga
tes ini bisa dilakukan semaksimal mungkin; 2) FEV1 hanya bisa
mendeteksi kelainan di saluran pernapasan besar, tidak bisa mendeteksi
adanya kelainan di saluran pernapasan kecil. FEV1 dapat membedakan
antara kelainan restriksi dan obstruksi 5:. Pada restriksi nilai absolut FEV1
menurun dan nilai relatif FEV1/VC normal. Sedangkan pada obstruksi,
terjadi penningkatan tahanan jalan napas sehingga nilai FEV1 dan ratio
FEV1/VC akan menurun. Interpretasi Pada Gangguan Obstruksi Dan
Retriksi Pemeriksaan faal paru dapat dilakukan dengan pemeriksaan

17
spirometri sederhana ataupun dengan spirometri yang canggih seperti
bodypletyismography. Bodypletyismograph merupakan alat yang dapat
mengukur volume paru lebih lengkap daripada spirometri konvensional.
Tes faal paru dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi
darah paru dan transport gas O2 dan CO2 dalam peredaran darah. Untuk
uji skrining, biasanya penilaian faal paru seseorang cukup dengan
melakukan uji fungsi ventilasi paru. Untuk menilai fungsi ventilasi
digunakan spirometer untuk mencatat grafik pernapasan berdasarkan
jumlah dan kecepatan udara yang keluar atau masuk ke dalam spirometer.
Gangguan ventilasi terdiri atas gangguan restriksi dan gangguan obstruksi.
Restriksi adalah gangguan pada pengembangan paru oleh sebab apapun.
Pada gangguan restriksi, paru menjadi kaku sehingga daya tarik kedalam
lebih besar maka dinding dada mengecil. Volume paru menjadi mengecil
dan sela iga menyempit sebagai parameter yang diukur adalah VC. Nilai
normal VC 80%-120% prediksi. VC kurang dari 80% nilai prediksi
dianggap gangguan restriksi. VC lebih dari 120% nilai prediksi merupakan
suatu keadaan over atau hiperinflasi. Selain itu, pada penyakit-penyakit
restriktif kecepatan aliran normal, walaupun kadang-kadang kecepatan
aliran akan berkurang secara proporsional terhadap berkurangnya
kapasitas vital. Pada gangguan obstruksi, menunjukkan adanya penurunan
kecepatan aliran ekspirasi dan kapasitas vital normal. Pada obstruksi,
aliran udara lebih hebat. Pada obstruksi, aliran udara lebih hebat, kapasitas
vital mungkin turun sebagai akibat terperangkapnya udara. Sebagai contoh
pada penyakit asma, bronkhitis kronik, dan emfisema merupakan
penyakit-penyakit obstruktif yang paling banyak kita temukan. Respon
terhadap terapi bronkhodilator harus dievaluasi. Peningkatan kapasitas
vital setelah inhalasi bronkhodilator biasanya dianggap menunjukkan
respon yang baik terhadap terapi bronchodilator yang diberikan. Nilai
FEV, yang banyak dipakai adalah FEV1/FVC, abnormal bila <80%, rasio
FEV1/ FVC < 80 %. Parameter ini sangat penting karena tingkat akurasi
untuk obstruksi di sentral airway cukup besar. FEV1/FVC akan normal

18
apabila FVC nya sangat rendah. Berdasarkan nilai fungsi ventilasi, dapat
ditentukan beberapa data tentang ventilasi paru berikut:

a. Penilaian pola ventilasi. Data dapat dipakai untuk menilai


frekuensi nafas tiap menit dan amplitude pernapasan atau volume
tidal dan rasio inspirasiekspirasi.
b. Penilaian kecepatan aliran udara ekspirasi paksa diukur adalah
kecepatan aliran udara ekspirasi paksa. Penderita disuruh
menghirup udara nafas sebanyak-banyaknya kemudian meniupkan
udara sekuat-kuatnya dan secepat-cepatnya ke dalam spirometer.
Analisis menggunakan spirogram dapat diperoleh data mengenai:
kapasitas vital paksa/ FVC (satuan mililiter), volume ekspirasi
paksa satu detik pertama/ FEV1 (satuan mililiter), kecepatan aliran
ekspirasi paksa maksimal/ MVV (satuan liter/ menit), aliran tengah
maksimal/ PEFR (satuan liter/ menit ), nilai % FEV1 (volume
ekspirasi paksa detik pertama) dan % FVC (kapasitas vital paksa),
untuk menentukan status faal paru penderita yang diperiksa.
Sebagian besar spirometer elektonik dapat menghasilkan dua tipe
grafik yaitu kurva arus per volume atau flow/volume dan kurva
volume per waktu atau volume/time 3:. Interpretasi spirometri selalu
menggunakan rasio VEP1/KVP untuk menentukan adanya
kelainan obstruksi. Sedangkan tingkat derajat obstruksi dengan
menggunakan persen prediksi VEP1. Jika rasio VEP1/ KVP diatas
nilai batas bawah yang masih normal maka spirometri adalah
normal. Kelainan hasil pemeriksaan yang ditunjukkan oleh
spirometri paling sering adalah adanya obstruksi saluran napas
yang digambarkan oleh berkurangnya kecepatan aliran, menurunan
rasio VEP1/KVP dan VEP1. Spirometri dapat menggambarkan dua
pola dasar yaitu kelainan obstruktif dan retriktif. VEP1 merupakan
pemeriksaan yang dapat menunjukkan kelainan obstriktif pada
saluran napas. Sedangkan KVP dan KV digunakan untuk
memonitoring penyakit restriktif dan kelemahan neuromaskular.
KVP lebih kecil dari 80% nilai prediksi dengan nilai rasio

19
VEP1/KVP dalam batas normal maka hal ini kemungkinan
disebabkan oleh kelainan paru restriksi. Kecenderungan untuk
menginterpretasikan suatu bentuk gabungan antara kelainan
obstruktif dan restriktif apabila ditemukan nilai KVP yang rendah.

7. MENJAWAB PERTANYAAN DALAM SKENARIO


Fungsi Paru naracoba 1 : normal

Fungsi Paru naracoba 2 : normal

Apabila terjadi perubahan FEV1 d atas 10% maka dapat


didiagnosis asma. Tetapi di tabel terlihat pada naracoba 1 perubahannya
sebesar 7,62% yang artinya perubahannya tidak melebihi 10% maka dari
itu pasiennya tidak sedang kondisi asma dengan kata lain normal. Begitu
juga dgn naracoba 2 perubahannya sebesar 3, 88% artinya perubahannya
tidak melebihi 10% juga kan sehingga naracoba 2 ini fungsi parunya juga
normal.

20
DAFTAR PUSTAKA

Godfrey MS, Jankowich MD. The vital capacity is vital: epidemiology and
clinical significance of the restrictive spirometry pattern. Chest. 2016 Jan
1;149(1):238-51.

Sari N. HUBUNGAN GANGGUAN PERNAPASAN DENGAN FAAL PARU


PADA PEKERJA PENYAPU JALAN DI KOTA MEDAN.Universitas Sumatera
Utara.2018 Nov

Bakhtiar A, Tantri RIE. Faal Paru Dinamis.Universitas Airlangga.2017 Sep

Sukmawati A, Amin A. Perbandingan Nilai Forced Expiratory Flow (FEF)25-


75% pada Perokok dan Bukan Perokok.Universitas Airlangga.2016

Aini N. PERBEDAAN FAKTOR USIA, MASA KERJA DAN FAKTOR


PEKERJAAN DENGAN KAPASITAS FUNGSI PARU PADA PEKERJA
DALAM DUCKDOWN ROOM DI PT. X, SUKABUMI. STIKes Mitra RIA
Husada.2017

Bakhtiar A, Amran WS.Faal Paru Statis.Universitas Airlangga.2016 Sep

21

Anda mungkin juga menyukai