Dasar Teori
Respirasi berarti satu inspirasi dan satu ekspirasi. Seorang dewasa normal
melakukan 14-18 kali respirasi setiap menit, dan dalam keadaan istirahat
sebanyak 12-15 kali. Selama ini paru-paru mempertukarkan udara di
dalamnya dengan atmosfir.Untuk mengukur volume udara yang dipertukarkan,
dipergunakan spirometer (respirometer) (Basuki, 2000).
Selama proses bernapas normal, kira-kira 500ml udara bergerak ke
saluran napas dalam setiap inspirasi, dan jumlah yang sama bergerak keluar
dalam setiap ekspirasi. Hanya kira-kira 350 ml volume tidal benar-benar
mencapai alveoli, sedangkan yang 150ml tetap berada di hidung, faring,
trakhea, dan bronkhi, yang disebut sebagai volume udara mati (Soewolo,
2003).
Dengan bernapas sangat kuat, kita dapat menghisap lebih dari 500ml
udara. Kelebihan udara yang dihirup ini, yang disebut volume udara cadangan
inspiratori, rata-rata 3.100ml. Dengan demikian sistem pernapasan dapat
menarik 3.100ml (volume cadangan respiratori) + 500ml (volume udara tidal)
= 3.600ml (Soewolo, 2003).
Bila kita melakukan inspirasi normal dan kemudian melakukan
ekspirasi sekuat-kuatnya, kita akan dapat mendorong keluar 1.200ml udara,
volume udara ini disebut volume cadangan ekspiratori. Susudah volume udara
cadangan ekspiratori dihembuskan, sejumlah udara masih tetap berada dalam
paru-paru karena tekanan intrapleural lebih rendah sehingga udara yang
tinggal ini dipakai untuk mempertahankan agar alveoli tetap sedikit
menggembung, juga beberapa udara masih tetap ada pada saluran udara
pernapasan. Udara ini disebut udara residu, jumlahnya kira-kira 1.200ml
(Soewolo, 2003).
Kapasitas paru-paru dapat dihitung dengan menjumlah semua volume
udara paru-paru. Kapasitas inspiratori adalah keseluruhan kemampuan
inspiratori paru-paru, yaitu jumlah volume udara tidal dan volume udara
cadangan inspiratori = 500ml + 3.100ml = 3.600 ml. Kapasitas residu
fungsional adalah jumlah volume udara residu dan volume udara cadangan
ekspiratori = 2.400 ml. Kapasitas vital adalah volume udara cadangan
inspiratori + volume udara tidal + volume udara cadangan ekspiratori =
banyak
factor-faktor
lain
yang
lebih
dominan
keadaaan
normal,
kegiatan
inspirasi
dan
ekpirasi
atau
3.
4.
5.
6.
Stopwatch/ arloji
Beberapa kantong plastik:- yang kosong
- yang berisi O2
- yang berisi CO2 10%
Sfigmomanometer + stetoskop
Alat analisis gas Fyrite: untuk CO2
Manometer air raksa + Botol perangkap
Manometer air
Tata Kerja
Tetapkanlah lamanya o.p dapat menahan napas (dalam detik) dengan cara menghentikan
pernapasan dan menutup mulut dan hidungnya sendiri sehingga tercapai breaking point pada
berbagai kondisi pernapasan seperti tercantum dalam daftar di bawah ini (berilah istirahat 5
menit anatara 2 percobaan).
1.
2.
3.
4.
5.
menit.
6. Pada akhir inspirasi tunggal yang kuat dari kantong plastik berisi O2.
7. Pada akhir inspirasi tunggal setelah bernapas dalam dan cepat selama 3 menit dengan 3
kali pernapasan yang terakhir dari kantong plastik berisi O2.
8. Pada akhir inspirasi yang kuat dari kantong plastik berisi CO2 10%.
9. Pada akhir inspirasi tunggal yang kuat segera sesudah berlari di tempat selama 2 menit.
10. Setelah breaking point pada percobaan no. 9 tercapai, biarkanlah o.p. bernapas lagi
selama 40 detik, kemudian tentukan berkali-kali lama menahan napas sesudah inspirasi
tunggal yang kuat dengan diselingi bernapas selama 40 detik sampai o.p. bernapas lagi
dengan
tenang
sebelum
berlari.
Hasil Praktikum
o.p: M. Rifki Kholis
Percobaan Ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pembahasan
Pada saat inspirasi biasa, waktu yang diperlukan untuk tahan napas lebihpanjang
dibandingkan dengan ekspirasi biasa. Hal ini terjadi karena cadangan O2 di dalam paru-paru
pasca inspirasi lebih besar dibandingkan pasca ekspirasi. Apabila hasil keduanya sama
bahkan/terbalik, terjadi karena volume tidalnya(udara yang keluar masuk) tidak sama antara
yang dikeluarkan dengan yang dimasukkan.
Pada saat inspirasi tunggal kuat, udara yang masuk ke dalam paru lebih banyak. Sehingga
kapasitas paru-paru pun menjadi lebih maksimal dan cadangan O2 di dalam paru menjadi
lebih besar. Akibatnya wakttu yang diperlukan untuk tahan napas lebih lama. Tetpai pada
akhir ekspirasi kuat terjadi pengosongan paru secara maksimal. Sehingga cadangan O2 di
dalam paru menjadi lebih sedikit, akibatnya waktu yang diperlukan untuk tahan napas
menjadi lebih sedikit.
Pada akhir ispirasi tunggal yang kuat setelah bernapas dalam dan cepat selama 1 menit,
waktu yang diperlukan untuh tahan napas cukup lama. Karena mulai terjadi
hiperventilasi(napas cepat, dalam) sehingga lebih banyak O2 yang masuk dan lebih banyak
CO2 yang keluar.
Pada akhir inspirasi tunggal kuat dengan menghirup O 2, waktu yang diperlukan untuk
tahan napas juga agak panjang. Pada akhir inspirasi tunggal pasca nafas dalam dan cepat
selama 3 menit dengan 3 kali pernapasan yang terakhir dari kantong plastik yang berisi O 2
murni, waktu yang diperlukan untuk tahan napas paling lama jika dibandinkan dengan semua
keadaan.
Pada saat akhir inspirasi tunggal yang kuat dengan menghirup CO2 10% waktu tahan
napas yang dihasilkan lebih sebentar dibandingkan dengan pernapasan normal. Karena udara
yang masuk dalam paru-paru bukan O2 melainkan CO2. Akibatnya, paru-paru membutuhkan
gas O2 yang banyak dan waktu tahan napas pun menjadi lebih sebentar.
Pada saat akhir inspirasi yang kuat tunggal pasca lari di tempat selama 2 menit, memiliki
breaking point yang sangat pendek, karena tubuh butuh O 2 yang banyak di pembuluh darah
dari biasanya, sedangkan CO2 lebih banyak dihasilkan sebagai hasil metabolisme energi.
Menjawab Pertanyaan
P-IV.1.1 Apa yang dimaksud dengan breaking point?
Jawab: suatu keadaan di mana seseorang tidak mampu menahan napas
P-IV.1.2 Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya breaking point?
Jawab: peningkatan PCO2 atau penurunan PO2
P-IV.1.3.
Bagaimana perubahan PO2 dan PCO2 dalam udara alveoli dan darah pada
waktu kerja otot dan dalam keadaan hiperventilasi?
Jawab:
Lebih banyak O2 yang diekstraksi dari darah di tingkat jaringan, sehingga PO 2 vena
sistemik berkurang menjadi lebih rendah daripada 40 mmHg (misalnya 30 mmHg).
Sewaktu darah ini kembali ke paru, terbentuk gradien PO 2 yang lebih besar dari
normal antara darah yang baru datang dan udara alveolus. Perbedaan PO 2 antara
alveolus dan darah menjadi 70 mmHg (PO2 alveolus 100 mmHg dan PO2 darah 30
mmHg), dibandikan gradien PO2 normal sebesar 60 mmHg (PO 2 alveolus 100
mmHg dan PO2 darah 40 mmHg). Dengan demikian, lebih banyak O 2 yang berdifusi
dari alveolus dalam darah mengikuti penurunan gradien tekanan parsial sebelum
PO2 setara dengan PO2 alveolus. Peningkatan perpindahan O2 ke dalam darah
menggantikan jumlah O2 yang dikonsumsi, sehingga pemyerapan O2 sesuai dengan
pemakaian O2, bahkan sewaktu konsumsi O2 ditingkatkan ventilasi terangsang
sehingga O2 dari atmosfer yang masuk ke alveolus lebih cepat untuk mengganti O 2
yang berdifusi ke dalam darah. Jumlah CO 2 yang disalurkan ke alveolus meningkat
untuk dikeluarkan ke atmosfer
Respons terhadap peningkatkan latihan fisik bertahap. Dengan bertambahnya
pembentukan asam laktat, peningkatan ventilasi dan pembentukan CO 2 tetap
berimbang, sehingga CO2 alveol dan darah arteri hampir tidak berubah (pembuferan
isokapnik).
Oleh
bertambahnya
adanya
akumulasi
hiperventilasi,
asam
laktat,
Po2
alveol
peningkatan
meningkat.
ventilasi
Dengan
melampaui
pembentukan CO2, sehingga Pco2 alveol dan Pco2 darah arteri berkurang. Penurunan
Pco2 darah arteri merupakan kompensasi pernapasan pada asidosis metabolik yang
ditimbulkan oleh kelebihan asam laktat.
Kesimpulan
Breaking Point (suatu keadaan di mana seseorang tidak dapat menahan napas) ditentukan
oleh peningkatan CO2 dan penurunan O2. Waktu breaking point dapat diperpanjang dengan
cara inspirasi sebelum menahan napas atau hiperventilasi selama 1 menit. Namun pada
hiperventilasi kerja otot waktu napas akan justru mengurangi breaking point.
Daftar Pustaka
Basoeki, Soedjono,dkk. 2000. Petunjuk Praktikum Anatomi dan Fisiologi
Manusia. Malang: IMSTEP JICA.
Soewolo. 2003. Fisiologi Manusia. Malang: Universitas Negeri Malang.