Anda di halaman 1dari 12

ANATOMI PARU-PARU

Paru - paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di
atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua
yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-
paru kiri mempunyai dua lobus. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa sub-bagian
menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru
kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum.
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi pleura
viseralis dan pleura parietal. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung membungkus paru,
sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua
pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura.
Sistem pernafasan dapat dibagi ke dalam sistem pernafasan bagian atas dan
pernafasan bagian bawah.
a. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan faring.
b. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan alveolus
paru.
Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses, yaitu inspirasi dan
ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi
adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar
dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot
pernafasan dibagi menjadi dua yaitu:
a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna, sternokleidomastoideus,
skalenus dan diafragma.
b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus.

FISIOLOGI PARU
Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer.
Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan
mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah
sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi pernafasan harus tetap
dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon dioksida tersebut.
Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit yaitu
bronkus dan bronkiolus yang bercabang pada trakea. Pipa tersebut berakhir di gelembung-
gelembung paru-paru yaitu alveoli yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen
dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta
alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis. Alveoli tersebut dipelihara dalam
keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli
untuk mengempis.
Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat
mekanisme dasar, yaitu :
a. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan atmosfer.
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
c. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan
dari sel
d. Pengaturan ventilasi
Pada waktu menarik nafas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi pengeluaran
pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam, penarikan nafas
melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga
diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula.
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama bernafas tenang,
tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada
permulaan, inspirasi menurun sampai - 6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih
mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara
mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi
ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan
pernafasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru.
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas
dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada
turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume
toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura
maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi
terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir
menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveoli ke
dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi dapat terjadi
dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang
berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor
sirkulasi. Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan
dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi paru adalah sebagai berikut :


a. Usia
Kekuatan otot maksimal pada usia 20-40 tahun dan dapat berkurang sebanyak 20%
setelah usia 40 tahun. Selama proses penuan terjadi penurunan elastisitas alveoli,
penebalan kelenjar bronkial, penurunan kapasitas paru.
b. Jenis kelamin
Fungsi ventilasi pada laki-laki lebih tinggi 20-25% dari pada wanita, karena ukuran
anatomi paru laki-laki lebih besar dibandingkan wanita. Selain itu, aktivitas laki-laki
lebih tinggi sehingga recoil dan compliance paru sudah terlatih.
c. Tinggi badan
Seorang yang memiliki tubuh tinggi dan besar, fungsi ventilasi parunya lebih tinggi
daripada orang yang bertubuh kecil pendek

VOLUME DAN KAPASITAS PARU  BACA SLIDE


Volume paru terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:
a. Volume Tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada setiap kali
pernafasan normal. Besarnya ± 500 ml pada rata-rata orang dewasa.
b. Volume Cadangan Inspirasi adalah volume udara ekstra yang diinspirasi setelah
volume tidal, dan biasanya mencapai ± 3000 ml.
c. Volume Cadangan Eskpirasi adalah jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan
dengan ekspirasi maksimum pada akhir ekspirasi normal, pada keadaan normal
besarnya ± 1100 ml.
d. Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru-paru
setelah ekspirasi kuat. Besarnya ± 1200 ml.
Kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa volume paru dan dibagi menjadi empat
bagian, yaitu:
a. Kapasitas Inspirasi, sama dengan volume tidal + volume cadangan inspirasi. Besarnya
± 3500 ml, dan merupakan jumlah udara yang dapat dihirup seseorang mulai pada
tingkat ekspirasi normal dan mengembangkan paru sampai jumlah maksimum.
b. Kapasitas Residu Fungsional, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume
residu. Besarnya ± 2300 ml, dan merupakan besarnya udara yang tersisa dalam paru
pada akhir ekspirasi normal.
c. Kapasitas Vital, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume tidal + volume
cadangan ekspirasi. Besarnya ± 4600 ml, dan merupakan jumlah udara maksimal
yang dapat dikeluarkan dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara
maksimal dan kemudian mengeluarkannya sebanyak-banyaknya.
d. Kapasitas Vital paksa (KVP) atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari
udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh
ekspirasi paksa minimum. Hasil ini didapat setelah seseorang menginspirasi dengan
usaha maksimal dan mengekspirasi secara kuat dan cepat.
e. Volume ekspirasi paksa satu detik (VEP1) atau Forced Expiratory Volume in One
Second (FEV1) adalah volume udara yang dapat dikeluarkan dengan ekspirasi
maksimum per satuan detik. Hasil ini didapat setelah seseorang terlebih dahulu
melakukakan pernafasan dalam dan inspirasi maksimal yang kemudian
diekspirasikan secara paksa sekuat-kuatnya dan semaksimal mungkin, dengan cara
ini kapasitas vital seseorang tersebut dapat dihembuskan dalam satu detik.
f. Kapasitas Paru Total, sama dengan kapasitas vital + volume residu. Besarnya
±5800ml, adalah volume maksimal dimana paru dikembangkan sebesar mungkin
dengan inspirasi paksa.Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita ± 20 – 25%
lebih kecil daripada pria, dan lebih besar pada atlet dan orang yang bertubuh besar
daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis.
PENGELOLAAN JALAN NAPAS/ AIRWAY MANAGEMENT

PENILAIAN JALAN NAPAS


Pengelolaan jalan napas dimulai dengan penilaian terhadap jalan napas untuk
mengidentifikasi adanya gangguan ataupun potensi masalah dalam pengelolaan jalan napas.
Penilaian ini dapat dilakukan melalui anamnesis maupun pemeriksaan fisik.

ANAMNESIS
Penilaian jalan napas melalui anamnesis meliputi riwayat dan keluhan pasien yang
bekaitan dengan gangguan pada jalan napas serta riwayat pembiusan sebelumnya. Riwayat
penyakit atau kondisi bawaan lahir juga perlu diketahui karena beberapa kelainan
kongenital dihubungkan dengan gangguan jalan napas.
Selain bertanya kepada pasien, peninjauan terhadap rekam medis pasien untuk
melihat riwayat pembiusan atau pembedahan berkaitan dengan jalan napas juga
merupakan hal yang penting. Data mengenai kesulitan, upaya, dan hasil pengelolaan yang
pernah ada pada pasien dapat diperoleh melalui sistem pencacatan yang baik pada rekam
medis milih pasien.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada penilaian jalan napas ditujukan untuk menilai parameter
anatomis dan fungsional dari jalan napas. Dengan demikian, kesulitan dalam pengelolaan
jalan napas dapar diprediksi. Pemeriksaannya meliputi, daerah orofaring, submandibula,
kemampuan pergerakan vertebra servikal, dan habitus pasien secara umum. Penilaian
tersebut dapat berupa:
 Penilaian Mallampati, yaitu penilaian ukuran lidah relatif terhadap rongga mulut.
Semakin tinggi derajat Mallampati, semakin besar kemungkinan kesulitan intubasi
terjadi. Pemeriksaan Mallampati dilakukan dengan mata pemeriksa dan pasien
berada pada posisi yang sama tinggi, kepala pasien dalam posisi netral dan diminta
untuk membuka mulut selebar mungkin dengan menjulurkan lidah tanpa bersuara.
Klasifikasi Mallampati sebagai berikut:
- Kelas I : palatum molle, fauces, uvula, pilar anterior, dan posterior terlihat
- Kelas II: palatum molle, fauces, dan uvula terlihat
- Kelas III : palatum molle dan dasar uvula terlihat
- Kelas IV : palatum molle tidak terlihat
- Untuk kelas I dan II tidak menandakan adanya kesulitan intubasi, dan apabila
score mallampati ≥ 3 menandakan adanya kemungkinan kesulitan intubasi
 Selanjutnya yaitu 3-3-2 Rule
3  pasien membuka mulut dan memasukkan 3 jari di antara gigi  evaluasi akses
airway dan epiglottis view baik
3  penilaian jarak hiomental dilakukan dengan meletakkan 3 jari pada dasar
mandibula, diantara mentum dan tulang hioid  kemampuan defleksi /
menyingkirkan laringoskop dengan lidah baik
2  penilaian jarak tirohioid dilakukan dengan meletakkan 2 jari diantara kartilago
tiroid dan tulang hioid  memperkirakan lokasi laring hingga dasar lidah baik
 Upper lip bite test yaitu penilaian daerah submandibula dilakukan dengan menilai
kemampuan pergerakan mandibula ke anterior. Salah satu manuver yang dapat
diperiksa adalah kemampuan gigi seri bagian bawah pasien untuk menggigit bibir
bagian atas
- Kelas I: Gigi seri bawah dapat menggigit bibir atas di atas garis vermillion
- Kelas II: Gigi seri bawah dapat menggigit bibir atas di bawah garis vermillion
- Kelas III: Gigi seri bawah tidak bisa menggigit bibir atas
- Kelas I & II dianggap sebagai prediktor intubasi yang mudah dan Kelas III adalah
intubasi yang sulit

TANDA BAHWA JALAN NAPAS TIDAK PATEN  BACA SLIDE

MANAJEMEN JALAN NAPAS


Pengelolaan jalan napas diawali dengan membuka atau membebaskan jalan napas
atas dari sumbatan secara manual yaitu dengan melakukan head tilt-chin lift, jaw thrust
atau dengan bantuan peralatan seperti oropharyngeal airway (OPA) atau nasopharingeal
airway (NPA).
Pembukaan jalan napas secara manual:
 Head tilt – chin lift (angkat kepala angka dagu) pada penderita yang diketahui tidak
mengalami trauma servikal
- Posisikan telapak tangan pada dahi sambil mendorong dahi ke belakang, pada
waktu yang bersamaan ujung jari tangan yang lain mengangkat dagu.
- Ibu jari dan telunjuk harus bebas agar dapat digunakan menutup hidung jika pelu
memberikan napas buatan
 Jaw thrust pada penderita yang dicurigai trauma servikal, teknik head tilt chin lift
tidak bisa dilakukan, sehingga dilakukan jaw thurst dengan menarik rahang tanpa
melakukan ekstensi kepala.
- Posisikan setiap tangan pada sisi kanan dan kiri kepala korban. Dengan siku
bersandar pada permukaan tempat pasien terlentang, dan pegang sudut rahang
bawah dan angkat dengan kedua tangan sehingga akan mendorong rahang
bawah ke depan

Pembukaan jalan napas dengan alat bantu:


 Oropharyngeal airway (OPA)
- Digunakan pada pasien tidak sadar bila head tilt chin lift tidak berhasil
mempertahankan jalan napas atas terbuka
- Alat ini tidak boleh digunakan pada pasien sadar/ setengah sadar karena dapat
menyebabkan batuk dan muntah
 Nasopharingeal airway (NPA)
- Dapat digunakan pada pasien sadar atau setengah sadar
- Indikasi lain penggunaan NPA adalah bila terdapat kesulitan penggunaan OPA
seperti ada trauma di sekitar mulut atau trismus.

Pemberian ventilasi manual


Bila pernapasan tidak adekuat, maka tindakan yang harus dilakukan adalah
memberikan bantuan napas (ventilasi) dimana dapat diventilasi secara optimal dengan
bantuan sungkup muka.
Penggunaan sungkup muka dapat memfasilitasi pengaliran oksigen kepada pasien
untuk mencapai kemampuan penghantaran gas yang optimal. Oleh karena itu, dibutuhkan
pemasangan sungkup wajah yang bersegel sehingga tidak terjadi kebocoran. Ukuran dan
bentuk sungkup wajah disesuaikan dengan kontur wajah pasien.
 Ventilasi dengan kantong napas - sungkup muka (bag mask ventilation)  alat
ventilasi kantong napas – sungkup muka terdiri dari sebuah kantong ventilasi
(yang selalu mengembang) yang didalamnya berisi udara kamar atau O2 melekat
pada sebuah sungkup muka wajah dan katup satu arah.
 Indikasi penggunaan alat ventilasi kantong napas- sungkup muka :
- Henti napas
- Napas spontan tidak adekuat
- Mengurangi kerja napas dengan membantu memberikan tekanan positif pada
saat inspirasi pasien
 Ventilasi tekanan positif dengan menggunakan bag valve mask dilakukan dengan
cara:
- Pasang OPA bila pasien tidak mempunyai refleks batuk atau muntah, agar jalan
napas tetap terbuka.
- Teknik ventilasi dengan sungkup wajah dan pompa manual (bag mask ventilation,
BMV) dapat dilakukan oleh satu orang, yaitu bila sungkup wajah digunakan untuk
melakukan ventilasi tekanan positif dengan memeras breathing bag. Sungkup
wajah dipasang di wajah pasien dan sedikit ditekan pada badan sungkup wajah
dengan ibu jari dan telunjuk, sedangkan jari tengah dan jari manis menaruk
mandibula untuk ekstensi sendi atlantooksipital. Tekanan jari-jari dipusatkan
pada tulang mandibula, buka pada jaringan lunak yang menopang dasar lidah
agar tidak terjadi obstruksi jalan napas. Jari kelingking ditempatkan di bawah
sudut rahang untuk melakukan manuver jaw thrust.
- Pada pasien dengan jalan napas yang sulit, diperlukan dua tangan untuk
mendapatkan jaw thrust yang adekuat dan sungkup wajah yang rapat. Pada
kondisi tersebut diperlukan seorang asisten untuk membantu ventilasi dengan
memompa breathing bag.
Pemberian ventilasi dengan alat bantu jalan napas tingkat lanjut yaitu
INTUBASI ENDOTRAKEA
Intubasi endotrakea merupakan proses memasukkan pipa endotrakea ke dalam trakea
pasien
TUJUAN DAN INDIKASI  BACA SLIDE
Peralatan yang diperlukan:
 Sarung tangan
 Laringoskop + bilah yang sesuai  adalah alat yang digunakan untuk melihat laring
secara langsung agar kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar.
Secara garis besar dikenal 2 macam laringoskop:
- Bilah, daun lurus (Macintosh) untuk bayi – anak – dewasa
- Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar - dewasa
 Spuit  direk meliputi laringoskop, pipa trakea, stylet, spuit untuk
 Plester  untuk fiksasi endotrake tube supaya tidak mudah lepas
 Stetoskop  untuk pengecekan apakah posisi endotrakea tube sudah sesuai dengan
yang diinginkan yaitu di trakea
 Endotracheal tube
- Plih ukuran yang sesuai (ID = Internal Diameter)
- Perlu untuk menyiapkan satu ukuran di bawah dan diatas
 Stylet
 Lubrikan  unutk mempermudah masuknya endotrakea tube ke trakea
 AMBU BAG  berguna untuk memberikan ventilasi tekanan positif sebelum
dilakukan intubasi
 Oropharyngeal airway (OPA)  untuk mencegah ET supaya tidak tergigit
 Alat suction dengan suction catheter

Pemilihan ukuran pipa endotrakea:


 Dewasa wanita: 7.0 – 7.5mm
 Dewasa pria: 7.5 – 9.0 mm
 Dengan cut length masing-masing 24 cm
 Atau kurang lebih sebesar kelingking kiri pasien
Cara memilih pipa endotrakea untuk bayi dan anak kecil:
 Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4 + ¼ umur (tahun)
 Cut length (cm) = 14 + ½ umur (tahun)

Memastikan posisi pipa endotrakea:


Pemeriksaan posisi pipa endotrakea dapat dilakukan dengan cara melihat dada
mengembang, lakukan auskultasi di 5 tempat yaitu di atas perut, lapangan paru atas kanan-
kiri, dan lapangan paru bawah kanan-kiri.
Bila dinding dada tidak terlihat mengembang dan pada asukultasi terdengar bunyi gurgling
di epigastrium berarti pipa endotrakea masuk ke esofagus. Segera cabut pipa endotrakea
dan:
 Berikan ventilasi dengan kantong napas – sungkup muka atau pertimbangkan
penggunaan alat bantu napas lanjut lainnya seperti LMA atau combitube
 Ulangi intubasi pipa endotrakea setelah melakukan reoksigenasi dengan ventilasi
kantong napas – sungkup muka. Setelah intubasi ulang, lakukan penilaian ulang.
 Apabila belum yakin dengan posisi pipa endotrakea, maka lakukan laringoskopi ulang
untuk memastikan ujung pipa endotrakea telah melewati pita suara.

SUNGKUP LARING (LARYNGEAL MASK AIRWAY)


LMA merupakan pipa yang ujungnya berbentuk sungkup dengan balon yang bisa
dikembangkan. LMA dimasukkan ke dalam faring tanpa laringoskopi
No Indikasi Kontraindikasi
1. Ketidakmampuan penolong Obstruksi dari glotis atau supraglotis
memberikan ventilasi dengan alat
kantong napas-sungkup muka
2. Henti napas dan henti jantung Adanya risiko aspirasi
3. Pada pasien dengan pembukaan mulut
atau ekstensi leher yang sangat
terbatas.

COMBITUBE (PIPA ESOFAGUS – TRAKEA)


Combitube merupakan pipa dengan dua lumen dan dua balon. Pipa ini dipasang
tanpa perlu memvisualisasi pita suara. Pada alat ini terdapat 2 daerah berlubang, satu
lubang di distal dan beberapa lubang ditengah, lubang lubang ini dihubungkan melalui 2
saluran yang terpisah dengan 2 lubang di proksimal yang merupakan interface untuk alat
bantu napas. Selain itu terdapat 2 buah balon, satu proksimal dari lubang distal dan satu
proksimal dari deretan lubang di tengah.
Bila combitube dimasukkan ke dalam mulut dan balon faring dikembangkan, balon
akan berada pada posisi yang tepat dan memisahkan orofaring dari hipofaring.
Pengembangan balon esofagus akan memisahkan trakea dan esofagus. Kontraindikasi
penggunaan combitube adalah pasien dengan refelsk laring atau faring.
Fungsi pipa endotrakea:
- Memelihara jalan napas atas terbuka (paten)
- Membantu pemberian oksigen konsentrasi tinggi
- Memfasilitasi pemberian ventilasi dengan volume tidak yang tepat untuk
memelihara pengembangan paru yang adekuat
- Mencegah jalan napas dari aspirasi isi lambung atau benda padat atau cairan dari
mulut, kerongkongan, atau jalan napas atas
- Mempermudah penyedotan cairan dalam trakea
Indikasi:
- Ventilasi tekanan positif dengan kantong napas – sungkup muka yang tidak
memungkinkan atau tidak efektif pada henti jantung
- Pasien gagal napas, hipoksia hipoksemia yang memerlukan oksigen aliran tinggi
yang gagal dengan alat-alat ventilasi yang tidak invasif
- Pasien yang tidak bisa mempertahankan jalan napas sendiri, misalnya pasien
koma/ berada dibawah pengaruh obat anestesi

Prosedur intubasi endotrakeal pada dewasa:


1. Periksa peralatan dalam keadaan steril
2. Periksa semua komponen dalat untuk menilai apakah ada yang cacat
3.

PENGELOLAAN JALAN NAPAS DENGAN SUPRAGLOTIK


Penggunaan BMV memiliki banyak kertebatasan sehingga gold standard untuk
memberikan ventilasi yang efektif dan mencegah aspirasi isi lambung adalah intubasi trakea.
Alat supraglotik yang banyak digunakan adalah laryngeal mask airway (LMA). Penggunaan
alat jalan napas supraglotik dikontraindikasikan apabila terdapat obstruksi dari glotis atau
supraglotis, risiko aspirasi, dan pada pasien dengan pembukaan mulut atau ekstensi leher
yang sangat terbatas.
Teknik pemasangan alat jalan napas supraglotik, yaitu:
 Tentukan ukuran LMA yan akan dipasang berdasarkan berat badan pasien
 Untuk mengurangi risiko terlipatnya epiglotis, dianjurkan untuk mengempiskan
sepenuhnya LMA sebelum pemasangan
 Balon LMA sebaiknya diberikan gel berbahan dasar air sebagai pelumas
 Apabila tidak terdapat kontraindikasi, kepala dan leher pasien diposisikan sniffing
(menengadahkan kepala pasien) untuk membantu membuka mulut pasien
 Untuk memudahkan pemasangan, manuver pengangkatan rahang bawah dapat
dilakukan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang tidak dominan
 LMA dimasukkan ke dalam mulut dengan meletakkan jari telunjuk pada perbatasan
sungkup dan pipa LMA, menekan balon LMA terhadap palatum sambil mendorong
LMA masuk ke orofaring mengikuti lengkungan dinding faring posterior. Tahanan
akan dirasakan pada saat LMA menempati hipofaring dan LMA tidak didorong lebih
lanjut
 Balon LMA kemudian dikembangkan dengan udara secukupnya sampai tidak
terdeteksi kebocoran pada saat dilakukan ventilasi tekanan positif.
 Posisi pasien dikembalikan pada posisi netral dan LMA difiksasi dengan pita perekat
pada wajah pasien

PENGELOLAAN JALAN NAPAS DENGAN PIPA ENDOTRAKEAL


Intubasi endotrakea sering kali dicapai melalui prosedur laringoskopi direk. Selain itu,
intubasi trakea dapat dilakukan dengan bantuan laringoskop video atau bronkoskop
fleksibel.
Tujuan intubasi endotrakea:
 Mempertahankan patensi jalan napas
 Melindungi jalan napas dari aspirasi
 Memungkinkan ventilsai tekanan positif
 Memungkinkan pembersihan sekresi jalan napas
 Memungkinkan napas kendali dengan oksigen 100%
 Jalur pemberian obat-obat tertentu saat henti jantung
Persiapan laringoskopi direk meliputi pengaturan posisi pasien, preoksigenasi
adekuat, dan memastikan ketersediaan serta fungsi peralatan yang dibutuhkan, keberadaan
asisten terlatih yang dapat membantu proses laringoskopi dan intubasi sangat dianjurkan.
Posisi pasien untuk laringoskopi dan intubasi yang optimal adalah dengan memosisikan
pasien dalam posisi sniffing, dimana pada posisi tersebut, aksis anatomis dari mulut, faring
dan laring terletak hampir sejajar sehingga memudahkan visualisasi laring.
Peralatan yang diperlukan untuk intubasi trakea melalui laringoskopi direk meliputi
laringoskop, pipa trakea, stylet, spuit untuk mengembangkan balon pipa trakea, pipa dan
alat pengisap, peralatan untuk ventilasi, dan sumber oksigen.
Langkah-langkah intubasi endotrakea meliputi membuka mulut, memasukkan bilah
laringoskop, pengaturan posisi ujung bilah laringoskop, mengangkat mandibula untuk
membantu visualisasi laring dan memasukkan pipa trakea melalui pita suara.
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan normal
terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-paru dengan
mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding
dada berada di bawah tekanan atmosfer.

KLASIFIKASI
Istilah jalan napas sulit didefinisikan oleh American Society of Anesthesiologist (ASA)
sebagai keadaan klinis dimana seorang dokter spesialis anestesiologi yang berpengalam
dan terlatih mengalami kesulitan ventilasi jalan napas atas dengan menggunakan
sungkup wajah, kesulitan dalam intubasi trakea, atau keduanya. Kesulitan tersebut
merupakan suatu proses interaksi kompleks antara faktor pasien, kondisi klinis, dan
kemampuan dokter spesialis anestesiologi tersebut.
Berdasarkan penilaian jalan napas yang telah dilakukan, kesulitan pengelolaan jalan
napas pada pasien dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Sulit ventilasi dengan sungkup wajah
Ketidakmampuan dokter spesialis anestesiologi tanpa bantuan asisten untuk
menjaga saturasi (SpO2) >90% dengan menggunakan FiO2 100% dan ventilasi
tekanan positif, sedangkan saturasi pasien dalam kondisi >90% sebelumnya.
Ventilasi sungkup wajah yang tidak adekuat disebabkan oleh dua penyebab,
yaitu ketidakmampuan untuk membuat segel yang memadai antara wajah dan
sungkup yang akhirnya menyebabkan kebocoran pada ventilasi tekanan positif
yang diberikan dan tidak adekuatnya patensi jalan napas pada tingkat nasofaring,
orofaring, hipofaring, laring, atau trakea. Kondisi ini menyebabkan gas tidak
memiliki kemampuan untuk masuk ke dalam paru-paru meski memiliki tekanan
yang cukup memadai.
Tanda-tanda ventilasi yang tidak memadai meliputi gerakan dada yang tidak
ada atau tidak memadai, suara napas tidak ada atau tidak adekuat, sianosis atau
desaturasi oksigen, meningkatnya kadar karbondioksida dalam darah, tida ada
atau tidak adekuatnya aliran gas yang diembuskan dan perubahan hemodinamik
yang terkait dengan hipoksemia atau hiperkarbia seperti hipertensi, takikardia,
dan aritmia
2. Sulit pemasangan alat ekstraglotik
3. Sulit laringoskopi dan intubasi
4. Sulit kritiroidotomi

Setelah jalan napas terbuka, maka pasien dapat diventilasi secara optimal dengan bantuan
sungkup wajah.
Sebagai bagian dari persiapan laringoskopi dan intubasi, sebaiknya preoksigenasi
dilakukan. Dimana bertujuan untuk meningkatkan cadangan oksigen dalam paru-paru
sehingga dapat memperlama waktu apneu sebelum terjadi desaturasi. Preoksigenasi dapat
dilakukan dengan bantuan sungkup wajah dan pompa manual yang dialiri oleh oksigen
100%.

Anda mungkin juga menyukai