Paru - paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di
atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua
yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-
paru kiri mempunyai dua lobus. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa sub-bagian
menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru
kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum.
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi pleura
viseralis dan pleura parietal. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung membungkus paru,
sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua
pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura.
Sistem pernafasan dapat dibagi ke dalam sistem pernafasan bagian atas dan
pernafasan bagian bawah.
a. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan faring.
b. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan alveolus
paru.
Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses, yaitu inspirasi dan
ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi
adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar
dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot
pernafasan dibagi menjadi dua yaitu:
a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna, sternokleidomastoideus,
skalenus dan diafragma.
b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus.
FISIOLOGI PARU
Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer.
Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan
mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah
sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi pernafasan harus tetap
dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon dioksida tersebut.
Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit yaitu
bronkus dan bronkiolus yang bercabang pada trakea. Pipa tersebut berakhir di gelembung-
gelembung paru-paru yaitu alveoli yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen
dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta
alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis. Alveoli tersebut dipelihara dalam
keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli
untuk mengempis.
Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat
mekanisme dasar, yaitu :
a. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan atmosfer.
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
c. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan
dari sel
d. Pengaturan ventilasi
Pada waktu menarik nafas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi pengeluaran
pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam, penarikan nafas
melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga
diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula.
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama bernafas tenang,
tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada
permulaan, inspirasi menurun sampai - 6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih
mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara
mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi
ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan
pernafasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru.
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas
dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada
turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume
toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura
maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi
terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir
menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveoli ke
dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi dapat terjadi
dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang
berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor
sirkulasi. Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan
dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah.
ANAMNESIS
Penilaian jalan napas melalui anamnesis meliputi riwayat dan keluhan pasien yang
bekaitan dengan gangguan pada jalan napas serta riwayat pembiusan sebelumnya. Riwayat
penyakit atau kondisi bawaan lahir juga perlu diketahui karena beberapa kelainan
kongenital dihubungkan dengan gangguan jalan napas.
Selain bertanya kepada pasien, peninjauan terhadap rekam medis pasien untuk
melihat riwayat pembiusan atau pembedahan berkaitan dengan jalan napas juga
merupakan hal yang penting. Data mengenai kesulitan, upaya, dan hasil pengelolaan yang
pernah ada pada pasien dapat diperoleh melalui sistem pencacatan yang baik pada rekam
medis milih pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada penilaian jalan napas ditujukan untuk menilai parameter
anatomis dan fungsional dari jalan napas. Dengan demikian, kesulitan dalam pengelolaan
jalan napas dapar diprediksi. Pemeriksaannya meliputi, daerah orofaring, submandibula,
kemampuan pergerakan vertebra servikal, dan habitus pasien secara umum. Penilaian
tersebut dapat berupa:
Penilaian Mallampati, yaitu penilaian ukuran lidah relatif terhadap rongga mulut.
Semakin tinggi derajat Mallampati, semakin besar kemungkinan kesulitan intubasi
terjadi. Pemeriksaan Mallampati dilakukan dengan mata pemeriksa dan pasien
berada pada posisi yang sama tinggi, kepala pasien dalam posisi netral dan diminta
untuk membuka mulut selebar mungkin dengan menjulurkan lidah tanpa bersuara.
Klasifikasi Mallampati sebagai berikut:
- Kelas I : palatum molle, fauces, uvula, pilar anterior, dan posterior terlihat
- Kelas II: palatum molle, fauces, dan uvula terlihat
- Kelas III : palatum molle dan dasar uvula terlihat
- Kelas IV : palatum molle tidak terlihat
- Untuk kelas I dan II tidak menandakan adanya kesulitan intubasi, dan apabila
score mallampati ≥ 3 menandakan adanya kemungkinan kesulitan intubasi
Selanjutnya yaitu 3-3-2 Rule
3 pasien membuka mulut dan memasukkan 3 jari di antara gigi evaluasi akses
airway dan epiglottis view baik
3 penilaian jarak hiomental dilakukan dengan meletakkan 3 jari pada dasar
mandibula, diantara mentum dan tulang hioid kemampuan defleksi /
menyingkirkan laringoskop dengan lidah baik
2 penilaian jarak tirohioid dilakukan dengan meletakkan 2 jari diantara kartilago
tiroid dan tulang hioid memperkirakan lokasi laring hingga dasar lidah baik
Upper lip bite test yaitu penilaian daerah submandibula dilakukan dengan menilai
kemampuan pergerakan mandibula ke anterior. Salah satu manuver yang dapat
diperiksa adalah kemampuan gigi seri bagian bawah pasien untuk menggigit bibir
bagian atas
- Kelas I: Gigi seri bawah dapat menggigit bibir atas di atas garis vermillion
- Kelas II: Gigi seri bawah dapat menggigit bibir atas di bawah garis vermillion
- Kelas III: Gigi seri bawah tidak bisa menggigit bibir atas
- Kelas I & II dianggap sebagai prediktor intubasi yang mudah dan Kelas III adalah
intubasi yang sulit
KLASIFIKASI
Istilah jalan napas sulit didefinisikan oleh American Society of Anesthesiologist (ASA)
sebagai keadaan klinis dimana seorang dokter spesialis anestesiologi yang berpengalam
dan terlatih mengalami kesulitan ventilasi jalan napas atas dengan menggunakan
sungkup wajah, kesulitan dalam intubasi trakea, atau keduanya. Kesulitan tersebut
merupakan suatu proses interaksi kompleks antara faktor pasien, kondisi klinis, dan
kemampuan dokter spesialis anestesiologi tersebut.
Berdasarkan penilaian jalan napas yang telah dilakukan, kesulitan pengelolaan jalan
napas pada pasien dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Sulit ventilasi dengan sungkup wajah
Ketidakmampuan dokter spesialis anestesiologi tanpa bantuan asisten untuk
menjaga saturasi (SpO2) >90% dengan menggunakan FiO2 100% dan ventilasi
tekanan positif, sedangkan saturasi pasien dalam kondisi >90% sebelumnya.
Ventilasi sungkup wajah yang tidak adekuat disebabkan oleh dua penyebab,
yaitu ketidakmampuan untuk membuat segel yang memadai antara wajah dan
sungkup yang akhirnya menyebabkan kebocoran pada ventilasi tekanan positif
yang diberikan dan tidak adekuatnya patensi jalan napas pada tingkat nasofaring,
orofaring, hipofaring, laring, atau trakea. Kondisi ini menyebabkan gas tidak
memiliki kemampuan untuk masuk ke dalam paru-paru meski memiliki tekanan
yang cukup memadai.
Tanda-tanda ventilasi yang tidak memadai meliputi gerakan dada yang tidak
ada atau tidak memadai, suara napas tidak ada atau tidak adekuat, sianosis atau
desaturasi oksigen, meningkatnya kadar karbondioksida dalam darah, tida ada
atau tidak adekuatnya aliran gas yang diembuskan dan perubahan hemodinamik
yang terkait dengan hipoksemia atau hiperkarbia seperti hipertensi, takikardia,
dan aritmia
2. Sulit pemasangan alat ekstraglotik
3. Sulit laringoskopi dan intubasi
4. Sulit kritiroidotomi
Setelah jalan napas terbuka, maka pasien dapat diventilasi secara optimal dengan bantuan
sungkup wajah.
Sebagai bagian dari persiapan laringoskopi dan intubasi, sebaiknya preoksigenasi
dilakukan. Dimana bertujuan untuk meningkatkan cadangan oksigen dalam paru-paru
sehingga dapat memperlama waktu apneu sebelum terjadi desaturasi. Preoksigenasi dapat
dilakukan dengan bantuan sungkup wajah dan pompa manual yang dialiri oleh oksigen
100%.