Anda di halaman 1dari 33

BAB III

PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

III.1 Kolam Pelabuhan dan Kolam Putar


Kolam pelabuhan merupakan perairan dimana kapal dapat berlabuh
untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang, pengisian ulang bahan
bakar dan air bersih, perbaikan, dan lain-lain. Secara fungsional, batas-batas
kolam pelabuhan sulit ditentukan dengan tepat. Namun, kolam pelabuhan
secara teknis dapat dibatasi oleh daratan, pemecah gelombang (breakwater),
dermaga, dan batas administrasi pelabuhan.
Kolam pelabuhan harus tenang, mempunyai luas dan kedalaman yang
cukup, sehingga memungkinkan kapal berlabuh dengan aman dan
memudahkan bongkar muat barang. Selain itu, tanah dasar harus cukup baik
untuk bisa menahan anchored dari pelampung penambat. OCDI
memberikan beberapa besaran untuk menentukan dimensi kolam
pelabuhan.Daerah kolam yang digunakan untuk menambatkan kapal, selain
penambatan di depan dermaga dan tiang penambat, mempunyai luasan air
yang melebihi daerah lingkaran dengan jari-jari yang diberikan dalam Tabel
III.1.
Pada kolam yang digunakan untuk menambat di depan dermaga atau
tiang penambat, mempunyai daerah perairan yang cukup. Panjang kolam
tidak kurang dari panjang total kapal (Loa) ditambah dengan ruang yang
diperlukan untuk penambatan yaitu sebesar lebar kapal, sedangkan lebarnya
tidak kurang dari yang diperlukan untuk penambatan dan keberangkatan
kapal yang aman. Lebar kolam diantara dua dermaga yang berhadapan
ditentukan oleh ukuran kapal, jumlah tambatan, dan penggunaan kapal
tunda.

30
31

Tabel III.1 Sket Kapal Rencana

1. Kolam Putar
Luas kolam putar yang digunakan untuk mengubah arah kapal
minimum adalah luasan lingkaran dengan jari-jari 1,5 kali panjang
kapal total (Loa) dari kapal terbesar yang menggunakannya. Apabila
perputaran kapal dilakukan dengan bantuan jangkar atau menggunakan
kapal tunda, luas kolam putar minimum adalah luas lingkaran dengan
jari-jari sama dengan panjang total kapal (Loa).
2. Kedalaman Kolam Pelabuhan
Dengan memperhitungkan gerak osilasi kapal karena pengaruh alam
seperti gelombang, angin dan arus pasang surut, kedalaman kolam
pelabuhan adalah 1,1 kali draft kapal pada muatan penuh di bawah
elevasi muka air rencana. Kedalaman tersebut diberikan dalam Tabel
III.2.
32

Tabel III.2 Sket Kapal Rencana

3. Ketenangan di Pelabuhan
Kolam pelabuhan harus cukup tenang baik dalam kondisi biasa maupun
badai. Kolam di depan dermaga harus tenang untuk memungkinkan
penambatan selama 95% - 97,5% dari hari atau lebih dalam satu tahun.
Tinggi gelombang kritis untuk bongkar muat barang di kolam di depan
fasilitas tambatan ditentukan berdasarkan jenis kapal, ukuran dan
kondisi bongkar muat, yang diberikan dalam Tabel III.3.
33

Tabel III.1 Sket Kapal Rencana

Catatan:
Kapal kecil : Kapal kurang dari 500 GRT yang selalu
menggunakan kolam untuk kapal kecil
Kapal sedang dan besar : Kapal selain kapal kecil dan sangat besar
Kapal sangat besar : Kapal lebih dari 500.000 GRT yang
menggunakan dolphin besar dan tambatan
di laut.
Persyaratan yang dijadikan pertimbangan dalam perencanaan kolam
pelabuhan adalah sebagai berikut:
1. Perairan harus cukup tenang, yaitu daerah yang terlindung dari angin,
gelombang, dan arus sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan kapal di
pelabuhan tidak terganggu.
2. Kapal yang bersandar memiliki kemudahan bergerak (maneuver).
3. Areal harus cukup luas sehingga menampung semua kapal yang datang
berlabuh dan kapal masih dapat bergerak dengan bebas.
4. Radius harus cukup besar sehingga kapal dapat melakukan gerakan
memutar dengan leluasa dan sebaiknya memiliki lintasan gerakan
memutar melingkar yang tidak terputus.
5. Perairan cukup dalam supaya kapal terbesar masih dapat masuk saat
kondisi muka air surut terendah.
Perencanaan Kolam Pelabuhan
Parameter yang digunakan dalam penentuan perencanaan kolam pelabuhan
adalah sebagai berikut:
1. Batimetri perairan.
2. Elevasi muka air laut rencana berdasarkan pasang surut.
3. Kondisi angin di lokasi perairan.
4. Arah, kecepatan, dan tinggi gelombang di lokasi perairan.
34

5. Arah dan kecepatan arus.


6. Ukuran kapal rencana yang akan masuk ke pelabuhan.
Data kapal:
 Tipe = Kapal Barang Umum
 Bobot mati = 10000 ton
 Loa = 137 m
 B = 19.9 m
 Draft (d) = 8.5 m
Kolam pelabuhan terdiri dari:
Kolam pendaratan, kolam perbekalan, kolam tambat, kolam putar, dan
perairan untuk maneuver.
a) Luas kolam pendaratan, kolam perbekalan, kolam tambat:
A1 = 2 × (1.15 × Loa ) × (1.5 × B)
A1 = 2 × (1.15 × 154) × (1.5 × 19.9)
A1 = 9405.74 m2
b) Luas minimal perairan untuk maneuver:
Kolam / W = 2 × Loa
Kolam / W = 2 × 137
= 274 m2
A2 = 2 × W
A2 = 2 × 274
A2 = 548 m2

Gambar III. 1 Area Manuever Kapal


35

c) Luas kolam putar ditentukan berdasarkan kapal terbesar yang


menggunakan pelabuhan:
Kolam / W = 2 × Loa
Kolam / W = 2 × 137
Kolam / W = 274 m2
Ap = π × W 2
Ap = π × 2742
Ap = 235738.64 m2

Luas kolam pelabuhan adalah jumlah luas dari tiap kolam. Berdasarkan tiap-
tiap kolam yang telah dihitung, maka total luas kolam pelabuhan adalah:
AKolam Pelabuhan = A1 + A2 + Ap
AKolam Pelabuhan = 9405.74 + 548 + 235738.64
AKolam Pelabuhan = 245692.38 m2
AKolam Pelabuhan ≈ 24.6 ha

III.2 Alur Pelayaran


Alur pelayaran adalah jalur lalu lintas kapal yang berada di bagian laut
atau sungai yang berfungsi sebagai jalur masuk atau keluar dari dan ke
kolam pelabuhan. Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang
akan masuk ke kolam pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus
cukup tenang terhadap pengaruh gelombang dan arus. Perencanaan alur
pelayaran dan kolam pelabuhan ditentukan oleh kapal terbesar yang akan
masuk ke pelabuhan dan kondisi meteorologi dan oseanografi.
Dalam perjalanan masuk ke pelabuhan melalui alur pelayaran, kapal
mengurangi kecepatannya sampai kemudian berhenti di dermaga. Secara
umum, ada beberapa daerah yang dilewati selama perjalanan tersebut, yaitu:
1. Daerah tempat kapal melempar sauh di luar pelabuhan.
2. Daerah pendekatan di dalam daerah terlindung.
3. Alur masuk di luar pelabuhan dan kemudian di dalam daerah terlindung.
4. Saluran menuju ke dermaga, apabila pelabuhan berada di dalam daerah
daratan.
36

5. Kolam putar.
Alur pelayaran ini ditandai dengan alat bantu pelayaran yang berupa
pelampung dan lampu-lampu. Pada umumnya, daerah-daerah tersebut
mempunyai kedalaman yang kecil, sehingga sering diperlukan Gambar III.1
menunjukkan contoh layout dari alur masuk ke pelabuhan,

Gambar III.3 Tampang Alur Pelayaran

Gambar III.2 Layout Alur Pelayaran

Keterangan Gambar:
 Di daerah pendekatan h = 0
 Di alur masuk 0 < h < H dan
perbandingan h/H < 0,4
 Di saluran h > H
dengan:
h : kedalaman pengerukan
H : kedalaman alur
37

Daerah tempat kapal melempar sauh di luar pelabuhan digunakan sebagai


tempat penungguan sebelum kapal bisa masuk ke dalam pelabuhan, baik
karena sedang menunggu kapal tunda dan pandu yang akan membantu kapal
masuk ke pelabuhan atau keadaan meteorologi dan oseanografi belum
memungkinkan (pasang surut) atau karena dermaga penuh. Dasar ini yang
harus terletak sedekat mungkin dengan alur masuk kecuali daerah yang
diperuntukkan bagi kapal yang mengangkut barang berbahaya. Dasar dari
daerah ini harus merupakan tanah yang mempunyai daya tahanan yang baik
untuk bisa menahan jangkar yang dilepas. Kedalaman tidak boleh < 1,15
kali draft maksimum kapal terbesar dan tidak boleh > 100 m (Graillot A.
1983).
Pada waktu kapal akan masuk ke pelabuhan, kapal tersebut melalui alur
pendekatan. Di sini kapal diarahkan untuk bergerak menuju alur masuk
dengan menggunakan pelampung pengarah (rambu pelayaran). Sedapat
mungkin alur masuk ini lurus. Tetapi, apabila alur terpaksa membelok,
misalnya untuk menghindari dasar karang, maka setelah belokan harus
dibuat alur stabilisasi yang berguna untuk menstabilkan gerak kapal setelah
membelok. Pada ujung akhir alur masuk terdapat kolam putar yang
berfungsi untuk mengubah arah kapal yang akan merapat ke dermaga.
Panjang alur tergantung pada kedalaman dasar laut dan kedalaman alur yang
diperlukan. Di laut/pantai yang dangkal diperlukan alur pelayaran yang
panjang, sementara di pantai yang dalam (kemiringan besar) diperlukan alur
pelayaran yang lebih pendek.
Alur pendekatan biasanya terbuka terhadap gelombang besar
dibandingkan dengan alur masuk atau saluran. Akibatnya, gerak vertikal
kapal karena pengaruh gelombang di alur pendekatan lebih besar daripada
di alur masuk atau di saluran.
Alur pelayaran berada di bawah permukaan air, sehingga tidak dapat
terlihat oleh nahkoda kapal. Untuk menunjukkan posisi alur pelayaran, di
kanan kirinya dipasang pelampung, dengan warna berbeda. Pelampung di
sebelah kanan, terhadap arah ke laut berwarna merah sedangkan di sebelah
38

kiri berwarna hijau. Kapal harus bergerak diantara kedua pelampung


tersebut. Gambar III.4 menunjukkan alur pelayaran dan posisi pelampung.

Gambar III.4 Alur Pelayaran

Sebelum masuk ke mulut pelabuhan, kapal harus mempunyai kecepatan


tertentu untuk menghindari pengaruh angin, arus, dan gelombang. Setelah
masuk ke kolam pelabuhan, kapal mengurangi kecepatan. Untuk kapal
kecil, kapal tersebut bisa merapat ke dermaga dengan menggunakan
mesinnya sendiri. Tetapi untuk kapal besar, diperlukan kapal tunda untuk
menghela kapal merapat di dermaga. Gambar III.5 adalah contoh gerak
(maneuver) kapal dari luar pelabuhan menuju ke dermaga dan
meninggalkan dermaga ke luar pelabuhan dari pelabuhan Asean Aceh
Fertiliser (AAF) (PCI, 1980). Pelabuhan tersebut direncanakan untuk bisa
menerima kapal 15.000 DWT di masa mendatang. Sementara ini kapal yang
menggunakan pelabuhan adalah antara 8.000 DWT dan 10.000 DWT.
Untuk membantu masuk/keluar kapal tunda (tug boat) dengan kapasitas 800
HP dan 1.000 HP. Pelabuhan tersebut mempunyai dua dermaga, yaitu: A
dan B.
39

Gambar III.5 Gerakan Kapal masuk dan Keluar Pelabuhan

Alur masuk ke pelabuhan biasanya sempit dan dangkal. Alur-alur


tersebut merupakan tempat terjadinya arus, terutama yang disebabkan oleh
pasang surut. Sebuah kapal yang mengalami/menerima arus dari depan akan
dapat mengatur gerakannya (maneuver), tetapi apabila arus berasal dari
belakang kapal akan menyebabkan gerakan yang tidak baik. Faktor-faktor
yang mempengaruhi pemilihan karakteristik alur masuk ke pelabuhan
adalah:
1. Keadaan trafik kapal.
2. Keadaan geografi dan meteorologi di daerah alur.
3. Sifat-sifat fisik dan variasi dasar saluran.
4. Fasilitas-fasilitas atau bantuan-bantuan yang diberikan pada pelayaran.
5. Karakteristik maksimum kapal-kapal yang menggunakan pelabuhan.
6. Kondisi pasang surut, arus, dan gelombang.
40

Suatu alur masuk ke pelabuhan yang lebar dan dalam akan memberikan
keuntungan-keuntungan baik langsung maupun tidak langsung, seperti:
1. Jumlah kapal yang dapat bergerak tanpa tergantung pada pasang surut
akan lebih besar.
2. Berkurangnya batasan gerak dari kapal-kapal yang mempunyai draft
besar.
3. Dapat menerima kapal yang berukuran besar ke pelabuhan.
4. Mengurangi waktu penungguan kapal-kapal yang hanya dapat masuk
ke pelabuhan pada waktu air pasang.
5. Mengurangi waktu transito barang-barang.
Selain keuntungan-keuntungan tersebut, dalam menentukan karakteristik
alur ini perlu ditinjau pula biaya pengerukan yang lebih besar apabila alur
tersebut lebar dan dalam, dibandingkan dengan alur yang sempit dan
dangkal.
Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal, maka kedalaman air di
alur masuk harus cukup besar untuk memungkinkan pelayaran pada muka
air terendah dengan kapal bermuatan penuh.
Kedalaman air ini ditentukan oleh berbagai faktor seperti yang
ditunjukkan dalam Gambar III.6.

Gambar III.6 Kedalaman Alur Pelayaran


41

Kedalaman air total dapat dihitung dengan rumus:


H= d+G+R+P+S+K
dimana:
d : draft kapal
G : gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat
R : ruang kebebasan bersih
P : ketelitian pengukuran
S : pengendapan sedimen antara dua pengerukan
K : toleransi pengerukan
Kedalaman air diukur terhadap muka air referensi. Biasanya muka air
referensi ini ditentukan berdasarkan dari muka air surut terendah pada saat
pasang purnama (spring tide) dalam periode panjang, yang disebut LLWS
(lower low water spring tide).
Elevasi pengerukan alur ditetapkan dari elevasi dasar alur nominal
dengan memperhitungkan beberapa hal berikut ini:
1. Jumlah endapan yang terjadi antara dua periode pengerukan.
2. Toleransi pengerukan.
3. Ketelitian pengerukan.
Lebar alur pelayaran biasanya diukur pada kaki sisi miring saluran atau
pada kedalaman yang direncanakan. Lebar alur tergantung pada beberapa
faktor, yaitu:
1. Lebar, kecepatan, dan gerakan kapal.
2. Trafik kapal, apakah alur direncanakan untuk satu atau dua jalur.
3. Kedalaman alur.
4. Apakah alur sempit atau lebar.
5. Stabilitas tebing alur.
6. Angin, gelombang, arus, dan arus melintang dalam alur.
Cara lain untuk menentukan lebar alur yang diberikan oleh OCDI (1991).
Lebar alur untuk dua jalur diberikan oleh Tabel II.4. Untuk alur di luar
pemecah gelombang, lebar alur harus lebih besar daripada yang diberikan
dalam tabel tersebut, supaya kapal bisa melakukan gerakan (maneuver)
42

dengan aman di bawah pengaruh gelombang, arus, topografi, dan


sebagainya.

Tabel III. Lebar Menurut OCDI

ditentukan oleh kondisi lokal dan tipe kapal yang akan menggunakannya.
Beberapa ketentuan berikut ini perlu diperhatikan dalam merencanakan
trase alur pelayaran.
1. Sedapat mungkin trase alur harus mengikuti garis lurus.
2. Satu garis lengkung akan lebih baik daripada sederetan belokan kecil
degan interval pendek.
3. Garis lurus yang menghubungkan dua kurva lengkung harus
mempunyai panjang minimum 10 kali panjang kapal terbesar.
4. Sedapat mungkin alur tersebut harus mengikuti arah arus dominan,
untuk memperkecil alur melintang.
5. Jika mungkin, pada waktu kapal terbesar masuk pada air pasang, arus
berlawanan dengan arah kapal yang datang.
6. Gerakan kapal akan sulit apabila dipengaruhi oleh arus atau angin
melintang. Hal ini dapat terjadi ketika kapal bergerak dari daerah
terbuka ke perairan terlindung. Untuk itu maka lebar alur dan mulut
pelabuhan harus cukup besar.
7. Pada setiap alur terdapat apa yang disebut titik tidak boleh kmbali
dimana kapal tidak boleh berhenti atau berputar, dan mulai dari titik
tersebut kapal-kapal diharuskan melanjutkan sampai ke pelabuhan.
Titik tersebut harus terletak sedekat mungkin dengan mulut pelabuhan
dengan merencanakan/membuat suatu lebar tambahan.
Apabila terdapat belokan, maka belokan tersebut harus berupa kurva
lengkung. Jari-jari busur pada belokan tergantung pada sudut berlokan
43

terhadap sumbu alur. Jari-jari minimum untuk kapal yang membelok tanpa
bantuan kapal tunda adalah seperti Gambar III.7.

Gambar III.7 Alur Pada Belokan


Dimana: Dengan:
R ≥ 3L untuk α < 25o R : jari-jari belokan
R ≥ 5L untuk 25o < α < 35o L : panjang kapal
R ≥ 10L untuk α > 35o α : sudut belok
Lebar alur pada belokan dibuat lebih besar dibandingkan dnegan lebar
alur pada bagian lurus, yang dimaksudkan untuk memudahkan gerak kapal.
Tergantung pada olah gerak kapal dan jari-jari belokan, pelebaran bervariasi
dari sekitar dua kali lebar kapal terbesar pada bagian lurus sampai empat
kali lebar kapal terbesar di belokan.
Perencanaan Alur Pelayaran
Diketahui:
 Tipe = Kapal Barang
 Bobot mati = 10000 ton
 Loa = 137 m
 B = 19.9 m
 Draft (d) = 8.5 m
 Kedalaman awal (perairan alur pelayaran) = 4m
 Gerak vertikal akibat gelombang dan squat (G) = 0.5 m
 Ruang kebebasan bersih (R) = 0.5 m
 Ketelitian pengukuran (P) = 5% × h
 Pengendapan sedimen antara dua pengerukan (S) = 15% × h
 Toleransi pengerukan (K) = 5% × h
 Kedalaman total pengerukan = h
44

a) Kedalaman minimal alur pelayaran (H)


H = d + G + R + P + S + K,
dimana:
H=h+4
H =d+G+R+P+S+K
h + 4 = 8.5 + 0.5 + 0.5 + (5% × h) + (15% × h) + (5% × h)
h + 4 = 9.5 + (25% × h)
h − (25% × h) = 9.5 − 4
h − (0,25 × h) = 5.5
0,75 × h = 5.5
5.5
h= = 7.33 m
0,75
Maka, kedalaman minimal alur pelayaran adalah:
H = h + 4 = 7.33 + 4 = 11.33 m
b) Lebar alur pelayaran
Lebar alur pelayaran = 7,6 × B = 7,6 × 28,6 = 151.240 m
c) Lebar keamanan tepi
Lebar keamanan tepi = 1,5 × B = 1,5 × 28,6 = 29.850 m
d) Lebar keamanan antara kapal
Lebar keamanan antara kapal = 1 × B = 1 × 28,6 = 19.9 m
e) Lebar jalur kapal
Lebar jalur kapal = 1,8 × B = 1,8 × 28,6 = 35.820 m
f) Panjang alur pelayaran
LAlur Pelayaran = 2,5 × Loa = 2,5 × 197 = 342.5 m

PerkiraanVolume Pengerukan Tanah pada Alur Pelayaran


Volume material yang akan dikeruk dapat diperkirakan melalui data
kedalaman yang diperoleh dari “pre-dredge sounding”pada daerah
pengerukan, serta kedalaman yang direncanakan. Untuk memudahkan
perkiraan volume material yang akan dikeruk, alur pelayaran dibagi menjadi
beberapa segmen dengan jarak antar segmen ditentukan. Selanjutnya tiap-
tiap segmen digambarkan penampang melintang berdasarkan data
45

pengerukan di atas. Adapun perkiraan volume material yang akan dikeruk


dapat dihitung berdasarkan rumus:
𝐴𝑖 + 𝐴𝑖+1
V = ∑[ ]𝑥𝐿
2
Dimana: V = perkiraan volume (m3)
Ai= luas penampang melintang alur pada segmen (i)
Ai+1= luas penampang melintang alur pada segmen (i+1)
Diketahui:
 Lebar alur pelayaran = 342.50 m
 Kedalaman minimal alur pelayaran = 11.33 m

A1 A2 A3

760m 2450m
-5m -11m -17m

Tampak atas alur pelayaran


46

-5m
- Nama potongan : A1
- Kedalaman awal : -5 m
- Kedalaman rencana :-11.3 m
-11.3m - Luas kerukan : 2049.264 m2

- Nama potongan : A2
- Kedalaman awal : -10 m
- Kedalaman rencana :-11.3 m
- Luas kerukan : 422.864 m2
-10m

-11.3m

- Nama potongan : A3
- Kedalaman awal : -13 m
- Kedalaman rencana :-11.3 m
- Luas kerukan : 0 m2
-11.3m

Jadi, perkiraan volume pengerukan alur pelayaran adalah:


𝐴1 +𝐴2
 V1 = ∑[ 2
] 𝑥𝐿

2049.264 + 422.864
= ∑[ ] 𝑥 760
2
= 939408.64 m3
𝐴2 +𝐴3
 V2 = ∑[ ] 𝑥𝐿
2

422.864+0
= ∑[ ] 𝑥 2450
2

= 518008.4 m3
47

 𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 939408.64 + 518008.4 = 1457417.04 m3

○ Jadi, perkiraan volume total pengerukan dasar alur pelayaran adalah


sebesar 1457417.04 m3.

III.3 Alat Bantu Navigasi


Untuk memperlancar pelayaran suatu kapal yang masuk maupun yang
keluar pelabuhan, maka perlu dibantu dengan alat–alat bantu navigasi.
Karena perencanaan pelabuhan ini adalah langsung berhadapan dengan laut,
maka alat bantu navigasi ini lebih berperan dalam pelayaran suatu kapal.
Adapun tugas rambu navigasi adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan pengoperasian dan pemeliharaan sarana bantu navigasi.
2. Sistem radio pantai, untuk menghubungkan antara kapal yang akan
masuk kepelabuhan dengan stasiun radio pantai atau kekantor pusat perlu
adanya saling tukar informasi guna kelancaran arus pelayaran.
3. Melakukan pemeliharaan kapal negara (dock kapal).
Macam-macam alat bantu navigasi adalah sebagai berikut:
1. Menara Suar
Menara suar dibangun di kedua ujung pemecah gelombang dan di
darat, sedangkan di kanan dan kiri alur pelayaran ditempatkan
pelampung. Bagi pengamat yang bergerak dari pelabuhan menuju ke
arah laut, alat pemandu pelayaran yang berada di sebelah kanan
berwarna hijau dan bernomor ganjil. Selain itu, di darat juga terdapat
mercusuar berwarna putih. Menara suar tersebut juga dilengkapi
dengan lampu yang terang.
Menara suar berwarna merah berada di ujung pemecah gelombang
sebelah kanan, di sebelah kiri berwarna hijau, sedangkan menara suar
di darat berwarna putih. Ketika bergerak menuju pelabuhan, nahkoda
harus mengarahkan kapal pada posisi dimana menara suar warna putih
berada di antara menara suar warna merah dan hijau. Demikian juga
supaya kapal tetap berada di alur pelayaran, kapal harus bergerak
diantara pelampung warna merah dan hijau.
48

Gambar III.8 Rambu Pelayaran di Pelabuhan

2. Rambu Pelayaran pada Pier, Wharf, Dolphin


Untuk mengetahui batas-batas dari pier, wharf, dolphin, penambat,
dan bangunan-bangunan lainnya, maka rambu suar ditempatkan pada
ujung-ujung bangunan tersebut. Untuk dolphin atau bangunan yang
kecil ditempatkan 1 buah rambu. Biasanya rambu yang mengeluarkan
cahaya (lampu) tersebut berwarna putih yang dipasang pada bangunan.
Cahaya tersebut biasanya menggunakan sumber cahaya listrik.

Gambar III.9 Rambu Suar pada Dolphin

3. Rambu Suar pada Pemecah Gelombang dan Pantai


49

Rambu atau menara suar ini merupakan konstruksi tetap yang


ditempatkan di ujung pemecah gelombang pada mulut pelabuhan dan
ditempat-tempat yang berbahaya bagi kapal. Bangunan ini dibuat dari
konstruksi rangka baja berbentuk menara dengan sumber cahaya berada
di puncak bangunan. Sumber cahaya bisa berupa tenaga listrik dari
pantai, baterai, atau gas acetyline. Apabila diperlukan pada puncak
menara dipasang radar reflector.

Gambar III.10 Struktur enara Suar Pada Ujung Pemecah Gelombang

4. Mercu Suar
Mercu suar adalah konstruksi menara yang tinggi dengan lampu suar
ditempatkan di puncaknya. Bangunan ini biasanya didirikan di suatu
titik pantai guna memandu kapal yang akan menuju pelabuhan. Mercu
suar juga dapat ditempatkan di karang, gosong, atau di tempat yang
berbahaya untuk pelayaran. Mercu suar bisa dibuat dari pasangan batu
dan konstruksi baja, dan harus cukup kuat untuk bisa menahan serangan
gelombang.
Menara harus cukup tinggi sehingga lampu suar dapat dilihat oleh
kapal yang sedang mendekat, paling tidak jarak 32 km, dengan
memperhatikan bentuk bumi yang bulat. Tinggi mercu suar agar dapat
50

terlihat dari kapal yang berada pada suatu jarak tertentu dari mercu suar
dapat dihitung dengan rumus: D = 3,86 × (√H + √H1 )
dimana:
D = jarak horizontal antara kapal dan mercu suar (km)
H = tinggi mercu suar (m)
H1 = tinggi mata yang memandang di atas permukaan laut (m)

Cahaya lampu suar bisa putih atau berwarna dan berkelap-kelip, dan
sumber tenaganya bisa berasal dari arus listrik, baterai, atau gas
acetyline. Berkelap-kelipnya cahaya dihasilkan oleh motor listrik yang
memutar lampu. Ada juga mercu suar yang dilengkapi dengan sinyal
yang memberikan berbagai macam suara. Sinyal ini digunakan apabila
cuaca berkabut. Kadang-kadang mercu suar juga dilengkapi dengan
stasiun radio yang dapat mengirimkan sinyal ke segala arah untuk
menuntun kapal.

Gambar III.11 Mercu Suar Gambar III.11 Cara Penentuan


Tinggi Mercu Suar

Pelampung (buoys) diletakkan di suatu tempat tertentu. Pelampung


ini diberi alat pemberi tanda peringatan yang bisa berupa lampu,
pemantul gelombang radar (radar reflector), bel, atau bunyi peringatan
lainnya, yang tergantung pada penggunaannya. Sumber cahaya berasal
dari baterai listrik atau gas. Gas ini dimasukkan dalam ruangan gas yang
ada dalam pelampung dan cukup untuk menyalakan lampu siang dan
51

malam sampai beberapa bulan. Saat ini, penggunaan panel energi surya
digunakan sebagai sumber listrik. Pada tipe ini, alat pemandu pelayaran
dapat berupa kapal rambu suar atau pelampung dengan bentuk yang
telah distandarisasi.
Jenis-jenis pelampung (buoys) adalah sebagai berikut:
a) Pelampung Berbentuk Tiang (Spar Buoy)
Pelampung berbentuk tiang (spar buoy) adalah pelampung yang
tidak bercahaya dan berbentuk tiang panjang dan tipis terbuat dari
kayu atau logam, panjangnya berkisar antara 6 m dan 15 m, di cat,
serta tampak di permukaan air, dan diikat dengan rantai yang
dihubungkan dengan beban yang diletakkan di dasar laut. Biasanya
pelampung ini digunakan pada kanal dengan arus yang cepat atau
pasang surut yang besar. Juga sebagai tanda yang bersifat sementara.

b) Pelampung Berbentuk Kaleng (Can Buoy)


Pelampung berbentuk kaleng (can buoy) adalah pelampung yang
tidak bercahaya, bagian atas rata dan diletakkan di sebelah kiri
pelabuhan atau di sebelah kiri alur bilamana kapal masuk dari arah
laut. terbuat dari logam, dicat hitam dan diberi nomor dengan nomor
ganjil.
c) Pelampung Tidak Bercahaya (Nun Buoy)
Pelampung tidak bercahaya (nun buoy) adalah pelampung dengan
bagian yang di atas air berbentuk kerucut, dan diletakkan di sebelah
kanan kapal atau di sebelah kanan alur apabila kapal masuk dari arah
laut. Pelampung ini dibuat dari logam, dicat merah, dan diberi nomor
dengan nomor genap.
d) Pelampung Bercahaya (Lighted Buoy)
Pelampung bercahaya (lighted buoy) adalah pelampung yang
mempunyai kerangka (menara baja) yang tinggi atau konstruksi
menara yang terletak pada konstruksi dasar yang terapung yang
dilengkapi dengan pelampung yang stabil dan mampu menahan
angin. Dasar yang terapung tersebut juga direncanakan untuk
52

menampung cadangan bahan bakar yang biasanya adalah gas


acetylene atau baterai.
Cahaya lampu diletakkan pada bagian atas konstruksi. Pelampung
ini digunakan pada kedua sisi alur atau pada tempat khusus, sesuai
dengan kebutuhan pelayaran. Pelampung ini dicat dan diberi nomor
menurut posisinya sepanjang kanal atau tempat lainnya.
e) Pelampung Berbentuk Bola (Spherical Buoy)
Pelampung berbentuk bola (spherical buoy) biasanya diletakkan
pada tempat khusus di kanal pada tempat yang dangkal. Pelampung
jenis ini kadang-kadang diberi lampu dan kadang-kadang tidak
diberi lampu. Pelampung ini dibuat dari logam dan dicat menurut
posisinya dan digunakan pada kanal.
f) Pelampung dengan Tanda Suara (Sound Warning Buoy)
Pelampung dengan tanda suara (sound warning buoy) adalah
pelampung yang dilengkapi dengan cahaya ataupun tidak,
mempunyai kerangka logam yang tinggi dan terletak pada dasar
yang terapung yang dilengkapi dengan pelampung yang stabil dan
mampu menahan angin. Pelampung ini serupa dengan pelampung
bercahaya. Lampu tersebut berada pada puncak konstruksi,
sedangkan sumber suara diletakkan di bawahnya.
Tanda suara bisa berupa bel, gong, peluit atau terompet, yang
dioperasikan sesuai gerakan pelampung atau secara otomatis.
Pelampung ini digunakan pada tempat yang khusus atau tersembunyi
untuk memberi peringatan pada kapal yang terkena kabut pada siang
atau malam hari. Pelampung ini dicat dan diberi nomor menurut
lokasinya. Apabila perlu bisa dilengkapi dengan radar reflektor.
53

Gambar III.13 Bentuk-bentuk Pelampung (Buyos)

Perencanaan Mercu Suar


Diketahui:
 AHB = permukaan bumi
 BL = tinggi pelampung
 AE = tinggi mata
 H = horizon atau garis cakrawala
 EH + HL = total Range O’ Visibility
Rumus:
8
HL (Nautical Miles) = × BL
7

HE (Nautical Miles) = 1.885 m


EL = total Range O’ Visibility
= ± 15 mil
= 24.140,2 m
a) AE = 35 feet = 10,668 m
54

8 8
HE = × AE = × 10,668 = 12,192 m
7 7
HL = EL − HE = 24.140,2 − 12,192 = 24.128,008 m
7 7
BL = × HL = × 24.128,008 = 21.112,007 m
8 8
BL 21.112,007
= = 11,200 m
HE 1.885
b) AE = 25 feet = 7,62 m
8 8
HE = × AE = × 7,62 = 8,709 m
7 7
HL = EL − HE = 24.140,2 − 8,709 = 24.131,491 m
7 7
BL = × HL = × 24.131,491 = 21.115,055 m
8 8
BL 21.115,055
= = 11,202 m
HE 1.885
Karena tinggi mercu suar tidak boleh lebih dari tinggi kapal variatif, maka
dapat diambil tinggi mercusuar 35 feet = 10,5 meter, dimana tinggi kapal
variatif adalah 11,200 meter

III.4 Pemecah Gelombang (Breakwater)


Pemecah gelombang adalah bangunan yang digunakan untuk melindungi
daerah perairan pelabuhan dari gangguan gelombang. Bangunan ini
memisahkan daerah perairan dari laut bebas, sehingga perairan pelabuhan
tidak banyak dipengaruhi oleh gelombang besar di alut. Daerah perairan
dihubungkan dengan laut oleh mulut pelabuhan dengan lebar tertentu, dan
kapal ke luar/masuk pelabuhan melalui celah tersebut. Dengan adanya
pemecah gelombang ini daerah perairan pelabuhan menjadi tenang dan
kapal bisa melakukan bongkar muat barang dengan mudah. Gambar III.14
menunjukkan contoh bentuk pemecah gelombang.
Pada prinsipnya, pemecah gelombang dibuat sedemikian rupa sehingga
mulut pelabuhan tidak menghadap ke arah gelombang dan arus dominan
yang terjadi di lokasi pelabuhan. Gelombang yang datang dengan
membentuk sudut terhadap garis pantai dapat menimbulkan arus sepanjang
55

pantai. Kecepatan arus yang besar akan bisa mengangkut sedimen dasar dan
membawanya searah dengan arus tersebut. Mulut pelabuhan yang
menghadap arus tersebut akan memungkinkan masuknya sedimen ke dalam
perairan pelabuhan yang berakibat terjadinya pendangkalan.

Gambar III.14 Pemecah Gelombang Sisi Miring

Pemecah gelombang bisa dibuat dari tumpukan batu, blok beton, beton
massa, turap, dan sebagainya. Tipe masing-masing pemecah gelombang
akan dibahas setelah ini. Dimensi pemecah gelombang tergantung pada
banyak faktor, diantaranya adalah ukuran dan layout perairan pelabuhan,
kedalaman laut, tinggi pasang surut dan gelombang, ketenangan pelabuhan
yang diharapkan (besarnya limpasan air melalui puncak bangunan yang
diizinkan), transpor sedimen di sekitar lokasi pelabuhan.
Pemecah gelombang harus mampu menahan gaya-gaya gelombang yang
bekerja. Pada pemecah gelombang sisi miring, butir-butir atau blok beton
harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga tidak runtuh oleh serangan
gelombang. Demikian juga, pemecah gelombang dinding tegak harus
mampu menahan gaya-gaya pengguling yang disebabkan oleh gaya
gelombang dan tekanan hidrostatis. Resultan dari gaya berat sendiri dan
gaya-gaya gelombang harus berada pada sepertiga lebar dasar bagian
tengah. Selain itu, tanah dasar juga harus mampu mendukung beban
bangunan di atasnya.
Pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Pemecah Gelombang Sisi Miring
Pemecah gelombang ini terbuat dari dari tumpukan batu alam, blok
beton, gabungan antara batu pecah dan blok beton, batu buatan dari
56

beton dengan bentuk khusus seperti tetrapod, quadripods, tribars,


dolos, dan sebagainya. Di bagian atas pemecah gelombang tipe ini
biasanya juga dilengkapi dengan dinding beton yang berfungsi
menahan limpasan air di atas bangunan.
2. Pemecah Gelombang Sisi Tegak
Pemecah gelombang ini terbuat dari dinding blok beton massa yang
disusun secara vertikal, kaison beton, sel turap baja yang didalamnya
diisi batu, dinding turap baja atau beton, dan sebagainya.
3. Pemecah Gelombang Campuran
Selain kedua tipe tersebut, pada kedalaman air yang besar, dimana
pembuatan pemecah gelombang sisi miring atau vertikal tidak
ekonomis, dibuat pemecah gelombang tipe campuran yang
merupakan beberapa contoh ketiga tipe pemecah gelombang.
Tipe pemecah gelombang yang digunakan biasanya ditentukan oleh
ketersediaan material di atau di dekat lokasi pekerjaan, kondisi dasar laut,
kedalaman air, fungsi pelabuhan, dan ketersediaan peralatan untuk
pelaksanaan pekerjaan.

Gambar III.14 Pemecah Gelombang Sisi Miring


57

Gambar III.1 5Pemecah Gelombang Sisi Miring

Perencanaan Pemecah Gelombang (Breakwaters) dan Kontrol


Terhadap Stabilitas Guling

Diketahui:
 w = 1,00 t/m³
 beton = 2,40 t/m³
 tanah = 1,8 t/m³
 Vgip = 29,698 knot
 L = 20 feet=6,096 m
 D = H2 = 15 m
 Tinggi Gelombang (H) = 4m
Menghitung Kedalaman H4
Diasumsikan:
 Porositas Tanah (n) = 0,25
 Sudut Geser () = 28°
 β = 0°

a) Koefisien Tekanan Tanah Aktif


cos β − √cos2 β − cos2 
Ka = × cos β
cos β + √cos2 β − cos2 

cos 0° − √cos 2 0° − cos 2 28°


Ka = × cos 0°
cos 0° + √cos 2 0° − cos 2 28°
Ka = 0,361
58

b) Koefisien Tekanan Tanah Pasif


cos β + √cos2 β − cos2 
Kp = × cos β
cos β − √cos2 β − cos2 

cos 0° + √cos 2 0° − cos 2 28°


Kp = × cos 0°
cos 0° − √cos 2 0° − cos 2 28°
Kp = 2,770
c) Menghitung Kedalaman H4
Ka
H4 = × (H1 + H3 )
Kp − Ka
0,361
H4 = × (20 + 5)
2,770 − 0,361
H4 = 3.747 ≈ 3,8 m

Distribusi Tekanan Tanah


π × H2 2π × D
a) h0 = [ ] × cot [ ]
L L

π × 2,52 2π × 15
=[ ] × cot [ ]
6,096 6,096
= 11,646 m
b) h1 = H1 + h0
= 20 + 11,646
= 31.646m
c) h2 = D − h0
= 15 − 11,646
= 3,354 m
d) h3 = D − H3
= 15 − 5
= 10 m
e) H + h0 = 2.5 + 11,646 = 114.146 m
f) γsub = γsat − γw
n
= γtanah +
γw
59

0,25
= 1,8 + = 1,05 t/m³
1
g) Aa3 = γsub × (H2 + H3 + H4 )
= 1,05 × (15 + 5 + 3,747)
= 24.934 m
h) Aa4 = γsub × H4 × Kp
= 1,05 × 3.747 × 2,770
= 10.898m

Tekanan Aktif

1
Pa1 = × (H1 − H2 )2 × γtanah × Ka
2
1
= × (20 − 15)2 × 1,8 × 0,361
2
= 8.123 t/m

Pa2 = (H1 − H2 ) × γtanah × Ka × H2


= (20 − 15) × 1,8 × 0,361 × 15
= 48.740 t/m

1
Pa3 = × (H1 − H2 ) × γsub × Ka × H2
2
1
= × (20 − 15) × 1,065 × 0,361 × 15
2
= 14.216 t/m

1
Pa4 = × H2 2 × γw
2
1
= × 152 × 1
2
= 112,5 t/m

Patotal = Pa1 + Pa2 + Pa3 + Pa4


= 8.123 + 48.740 + 14.216 + 112.5
= 183.578 t/m
60

PaH = Patotal × cos ∅


= 183.578 × cos 28°
= 162.090 t/m

Tekanan Pasif
1
Pp1 = × [H2 × (H3 + H4 )]2 × γw × Kp
2
1
= × [15 × (8.747)]2 × 1 × 2,770
2
= 4315.043 t/m

1
Pp2 = × (H3 + H4 )2 × γsub × Kp
2
1
= × (8.747)2 × 1,05 × 2,770
2
= 111.259 t/m

Pptotal = Pp1 + Pp2


= 4315.043 + 111.259
= 4426.293 t/m
Titik Berat
1
Yp1 = ( × H1 ) + (H3 + H4 )
3
1
= ( × 20) + (8.747)
3
= 13.747 m
1
Yp2 = × (H3 + H4 )
3
1
= × (8.747)
3
= 2.916 m

∑ M Pp = (Pp1 × Yp1 ) + (Pp2 × Yp2 )

= (4315.034 × 13.747) + (111.259 × 2.916)


= 59643329 t
61

∑ M Pp
Yp =
Pptotal
59643.329
=
4426.293
= 13.475 m

Kontrol Terhadap Guling


a) Luas
1
A1 = A3 = × γw × H1
2
1
= × 1 × 20
2
= 10.00 m2
A2 = 4 × H1
= 4 × 20
= 80 m2
1
A4 = A6 = × 2 × (H3 + H4 )
2
1
= × 2 × (8.747)
2
= 8.747 m2
A5 = (1 + 1 + 5 + 1 + 1) × (H3 + H4 )
= (1 + 1 + 4 + 1 + 1) × (8.747)
= 78.723 m2
b) Berat
W1 = W3 = A1 × γbeton
= 10 × 2,4
= 24 t. m
W2 = A2 × γbeton
= 80 × 2,4
= 240 t. m
W4 = W6 = A4 × γbeton
= 8.747 × 2,4
= 20.993 t. m
62

W5 = A5 × γbeton
= 78.723 × 2,4
= 188.936 t. m

∑ W = W1 + W2 + W3 + W4 + W5 + W6

∑ W = 24 + 240 + 24 + 20.993 + 188.936 + 20.993

= 473.929 t. m
Titik Berat
2
x1 = × 1 = 0,667 m
3
1
x2 = ( × 4) + 1 = 3 m
2
1
x3 = ( × 1) + 4 + 1 = 5,333 m
3
1
x4 = ( × 2) + 1 = 1,667 m
3
1
x5 = × 5 = 2.5 m
2
1
x6 = ( × 2) + 1 + 1 + 5+= 8,667 mx
3
∆Lp = (x_1 + x_2 + x_(3 ) + x_4 + x_5 + x_6)/6
= (0,667 + 3 + 5,33 + 1,667 + 2 + 8,667)/6
= 3,806 m
c) Momen Guling
PaH 162.090
∑ MG = = = 12.029 t
Yp 13.475
d) Momen Tahanan
∑ W 473.929
∑ MT = = = 124.536 t
x 3.806
e) Safety Factor= 1,25
∑ MT 124.536
Maka: n = ∑ MG = = 10.353 > 1,25 … OK‼!
3.806

Jadi, dimensi rencana breakwater tipe wall layak digunakan.

Anda mungkin juga menyukai