Anda di halaman 1dari 17

BAB IV

ALUR PELAYARAN

4.1. Pendahuluan

Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke kolam
pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang terhadap pengaruh
gelombang dan arus. Perencanaan alur pelayaran dan kolam pelabuhan ditentukan oleh
kapal terbesar yang akan masuk ke pelabuhan dan kondisi meteorologi dan oseanografi.

Dalam perjalanan masuk ke pelabuhan melalui alur pelayaran, kapal mengurangi


kecepatannya sampai kemudian berhenti di dermaga. Secara umum ada beberapa daerah
yang dilewati selama perjalanan tersebut yaitu :
1. Daerah tempat kapal melempar sauh di luar pelabuhan.
2. Daerah pendekatan di alur masuk.
3. Alur masuk di luar pelabuhan dan kemudan di dalam daerah terlindung.
4. Saluran menuju ke dermaga, apabila pelabuhan berada di dalam daerah daratan.
5. Kolam putar

Alur pelayaran ini ditandai dengan alat bantu pelayaran yang berupa pelampung dan
lampu – lampu. Pada umumnya daerah – daerah tersebut mempunyai kedalaman yang
kecil, sehingga sering diperlukan pengerukan untuk mendapatkan kedalaman yang
diperlukan. Gambar 4.1. menunjukkan contoh layout dari alur masuk ke pelabuhan.

Daerah pendekatan, alur masuk dan saluran dapat dibedakan menurut tinggi tebing, yang
masing – masing ditunjukkan dalam Gambar 4.2.
- Di daerah pendekatan h = 0
- Di alur masuk 0 < h < H dan perbandingan h/H < 0,4
- Di saluran h > H
Dengan h adalah kedalaman pengerukan dan H adalah kedalaman alur. Di sini perlu
diperhatikan perbandingan antara h dan H, yaitu h/H. Kondisi pelayaran di alur pelayaran
tidak banyak berbeda dengan di laut (dasar rata) apabila h/H < 0,4. Apabila h/H < 0,4
maka pelayaran adalah serupa dengan di saluran dengan kedua tebing di kedua sisinya.

Gambar 4. 1 Layout Alur Pelayaran

Gambar 4. 2 Tampang Alur Pelayaran


Daerah tempat kapal melempar di luar pelabuhan digunakan sebagai tempat penungguan
sebelum kapal bisa masuk ke dalam pelabuhan, baik karena sedang menunggu kapal dan
pandu yang akan membantu kapal masuk ke pelabuhan, atau keadaan meteorologi dan
oseanografi belum memungkinkan (pasang surut) atau karena dermaga sedang penuh.
Daerah ini harus terletak sedekat mungkin dan dengan alur masuk kecuali daerah yang
diperuntukkan bagi kapal yang mengangkut barang berbahaya. Dasar dari daerah ini
harus merupaan tanah yang mempunyai daya tahanan yang baik untuk bisa menahan
jangkar yang dilepas. Kedalaman tidak boleh dari 1,15 kali dari draft maksimum kapal
terbesar dan tidak boleh lebih dari 100 m (Graillot, A., 1983).

Pada waktu kapal akan masuk ke Pelabuhan, kapal akan melalui alur pendekatan. Di sini
kapal diarahkan untuk bergerak menuju alur masuk dengan menggunakan pelampung
pengarah (rambu pelayaran). Sebisa mungkin alur masuk ini lurus. Tetapi apabila alur
terpaksa membelok, misalnya untuk menghindari dasar karang, maka setelah belokan
harus dibuat alur stabilisasi yang berguna untuk menstabilisasikan gerak putar yang
berfungsi untuk mengubah arah kapal yang akan merapat ke dermaga. Panjang alur
pelayaran tergantung pada kedalaman dasar laut dan kedalaman alur yang diperlukan. Di
laut/pantai yang dangkal diperlukan alur pelayaran yang panjang, sementara di pantai
yang dalam (kemiringan besar) diperlukan alur pelayaran lebih pendek.

Alur pedekatan biasanya terbuka terhadap gelombang besar dibanding dengan alur masuk
atau saluran. Akibatnya, gerak vertikal kapal karena pengaruh gelombang di alur
pendekatan lebih besar daripada alur masuk atau di saluran.

Alur pelayaran berada dibawah permukan air, sehingga tidak dapat terlihat oleh nahkoda
kapal. Untuk menunjukkan posisi alur pelayaran, di kanan kirinya dipasang pelampung,
dengan warna berbeda. Pelampung di sebelah kanan, terhadap arah ke laut berwarna
merah sedang di sebelah kiri berwarna hijau. Kapal harus bergerak di antara kedua
pelampung tersebut. Gambar 4.3 di bawah ini menunjukkan alur pelayaran dan posisi
pelampung.
Gambar 4. 3 Alur Pelayaran

Sebelum masuk ke mulut Pelabuhan kapal harus mempunyai kecepatan tertentu untuk
menghindari pengaruh angin, arus dan gelombang. Setelah masuk ke kolam pelabuhan,
kapal mengurangi kecepatan. Untuk kapal kecil, kapal tersebut bisa merapat ke dermaga
dengan menggunakan mesinnya sendiri. Tetapi untuk kapal besar, diperlukan kapal tunda
untuk membantu menyandarkan kapal merapat di dermaga. Kapal tunda adalah kapal
yang ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada kapal dengan panjang lebih dari 70
meter, kapal inilah yang akan melakukan gerakan di perairan wajib pandu, baik untuk
kapal yang akan ke Pelabuhan maupun yang meninggalkan pelabuhan Gambar 4.4 adalah
contoh gerak (maneuver) kapal dari luar pelabuhan menuju dermaga dan meninggalkan
dermaga ke luar pelabuhan dari Pelabuhan Asean Aceh Fertiliser AAF (PCI, 1980).
Pelabuhan tersebut direncanakan untuk bisa menerima kapal 15.000 DWT di masa
mendatang. Sementara ini kapal yang mengunakan pelabuhan adalah kapal denga ukuran
antara 8000 DWT dan 10.000 DWT . Untuk membantu masuk/keluar kapal ke/dari
Pelabuhan digunakan kapal tunda (tug boat) dengan kapasitas 800 hp dan 1000 hp.
Pelabuhan tersebut mempunyai dua dermaga yaitu A dan B.

4.2. Pemilihan Karakteristik Alur

Alur masuk ke pelabuhan biasanya sempit dan dangkal. Alur-alur tersebut merupakan
tempat terjadinya arus, terutama yang disebabkan oleh pasang surut. Sebuah kapal yang
mengalami/menerima arus dari depan akan dapat mengatur gerakannya (maneuver),
terjadi apabila arus berasal dari belakang kapal akan menyebabkan Gerakan yang tidak
baik. Faktor- faktor yang mempengaruhi pemilihan karakteristik alur masuk ke pelbuhan
adalah sebagai berikut ini.
1. Keadaan trafik kapal.
2. Keadaan geografi dan meteorologi di daerah alur.
3. Sifat-sifat fisik dan variasi dasar saluran.
4. Fasilitas-fasilitas atau bantuan-bantuan yang diberikan pada pelayaran.
5. Karakteristik maksimum kapal-kapal yang menggunakan pelabuhan.
6. Kondisi pasang surut, arus, dan gelombang.

Gambar 4. 4 Gerak Kapal Masuk dan Keluar Pelabuhan

Suatu alur masuk ke pelabuhan yang lebar dan dalam akan memberikan keuntungan-
keuntungan baik langsung maupun tidak langsung seperti :
1. Jumlah kapal yang dapat bergerak tanpa tergantung pada pasang surut akan lebih
besar
2. Berkurangnya Batasan gerak dari kapal-kapal yang mempunyai draft besar
3. Dapat menerima kapal yang berukuran besar ke pelabuhan
4. Mengurangi waktu penggunaan kapal-kapal yang hanya dapat masuk ke pelabuhan
pada waktu air pasang
5. Mengurangi waktu transit barang-barang

Selain keuntungaan-keuntungan tersebut, dalam menentukan karakteristik alur ini perlu


ditinjau pada biaya pergerakan yang lebihbesar apabila alur tersebut lebar dan dalam,
dibanding dengan alur yang sempit dan dangkal

4.3. Kedalaman Alur

Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal kedalaman air di alur masuk harus cukup
besar untuk memungkinkan pelayaran pada muka air terendah dengan kapal bermuatan
penuh.
Kedalaman air ini ditentukan oleh berbagai faktor seperti yang ditunjukkan dalam
Gambar 4.5. Kedalaman air total adalah :
𝐻 =𝑑+𝐺+𝑅+𝑃+𝑆+𝐾 (4.1)

Gambar 4. 5 Kedalaman Alur Pelayaran


Dengan :
d : Draft kapal
G : Gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat
R : Ruang kebebasan bersih
P : Ketelitian pengukuran
S : Pengendapan sedimen antara dua pengerukan
K : Toleransi pengerukan.

Kedalaman air diukur terhadap muka air referensi. Biasanya muka air referensi ini
ditentukan berdasarkan dari muka air surut terendah pada saat pasang purnama (spring
tide) dalam periode panjang, yang disebut LLWS (lower low water spring tide).

Beberapa definisi yang terdapat dalam Gambar 4.4. adalah sebagai berikut ini. Elevasi
dasar alur nominal adalah elevasi di atas mana tidak terdapat rintangan yang mengganggu
pelayaran. Kedalaman elevasi ini adalah jumlah dari draft kapal dan ruang kebebasan
bruto yang dihitung terhadap muka air rencana. Ruang kebebasan bruto adalah jarak
antara sisi terbawah kapal dan elevasi dasar alur nominal, pada draft kapal maksimum
yang diukur pada air diam. Ruang ini terdiri dari ruang gerak vertikal kapal karena
pengaruh gelombang dan squat dan ruang kebebasan bersih. Ruang kebebasan bersih
adalah ruang minimum yang tersisa antara sisi terbawah kapal dan elevasi dasar alur
nominal kapal, pada kondisi kapal bergerak dengan kecepatan penuh dan pada gelombang
dan angin terbesar. Ruang kebebasan bersih minimum adalah 0,5 m untuk dasar laut
berpasir dan 1,0 m untuk dasar karang.

Elevasi pengerukan alur ditetapkan dari elevasi dasar alur nominal dengan
memperhitungkan beberapa hal berikut ini.
a. Jumlah endapan yang terjadi antara dua periode pengerukan
b. Toleransi pengerukan
c. Ketelitian pengukuran

4.3.1. Draft Kapal


Draft kapal ditentukan oleh karakteristik kapal terbesar yang menggunakan pelabuhan,
muatan yang diangkut, dan juga sifat-sifat air seperti berat jenis, salinitas dan temperatur.
Tabel 1.1. memberikan draft kapal untuk berbagai ukuran. Nilai yang ada dalam tabel
tersebut perlu ditambah dengan angka koreksi karena adanya salinitas dan kondisi
muatan. Angka koreksi minimum kedalaman adalah sebesar 0,3 m.

4.3.2. Squat

Squat adalah pertambahan draft kapal terhadap muka air yang disebabkan oleh kecepatan
kapal. Squat ini diperhitungkan berdasarkan dimensi dan kecepatan kapal dan kedalaman
air.

Seperti yang terlihat pada Gambar 4.6., kecepatan air di sisi kapal akan naik disebabkan
karena gerak kapal. Berdasar hukum Bernoulli, permukaan air akan turun karena
kecepatan bertambah. Squat akan tampak jelas di saluran sempit, tetapi juga terjadi di
saluran dengan lebar tak terhingga. Dua faktor yang menentukan besar squat adalah
kedalaman alur pelayaran dan kecepatan kapal. Squat dihitung berdasarkan kecepatan
maksimum yang diijinkan.

Gambar 4. 6 Squat

Besar squat dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut yang didasarkan pada
percobaan di laboratorium (Brunn, P., 1981).
∆ 𝐹𝑟 2
𝑧 = 2,4 𝐿2 (4.2)
𝑝𝑝 √1−𝐹𝑟 2

Dengan :
∆ : Volume air yang dipindahkan (m3)
Lpp : Panjang garis air (m)
Fr : angka Fraude = √𝑔ℎ tidak berdimensi
V : Kecepatan (m/d)
g : Percepatan gravitasi (m/d2)
h : Kedalaman air (m)

4.3.3. Gerak Kapal karena Pengaruh Gelombang

Gerak kapal relatif terhadap posisinya pada waktu tidak bergerak di air diam adalah
penting di dalam perencanaan alur pelayaran dan mulut pelabuhan. Gerak vertikal kapal
digunakan untuk menentukan kedalaman alur, sedang gerak horisontal terhadap sumbu
alur yang ditetapkan adalah penting untuk menentukan lebar alur. Gambar 4.7. adalah
beberapa gerakan kapal karena pengaruh gelombang. Skala dari gambar tersebut
didistorsi untuk memberikan gambaran yang lebih jelas.

Kenaikan draft yang disebabkan oleh gerak tersebut kadang-kadang sangat besar. Untuk
kapal yang lebar, pengaruh rolling dapat cukup besar, terutama bila frekwensi rolling
kapal sama dengan frekwensi gelombang. Sebagai contoh untuk kapal tanker dengan
lebar 60 m dan oleng dengan membentuk sudut 3º, maka pertambahan draft adalah 60/2
x sin 3° 1,6 m. Apabila kedalaman air terbatas, gerak kapal akan diredam oleh air yang
berada di antara dasar kapal dan dasar alur.

Beberapa parameter yang diberikan di atas harus diperhitungkan di dalam menentukan


elevasi dasar alur nominal. Untuk menyederhanakan hitungan, Brunn (1981) memberikan
nilai ruang kebebasan bruto secara umum untuk berbagai daerah berikut ini.
1. Di laut terbuka yang mengalami gelombang besar dan kecepatan ka-pal masih besar,
ruang kebebasan bruto adalah 20% dari draft kapal maksimum.
2. Di daerah tempat kapal melempar sauh di mana gelombang besar, ruang kebebasan
bruto adalah 15% dari draft kapal.
3. Alur di luar kolam pelabuhan di mana gelombang besar, ruang
4. kebebasan bruto adalah 15% dari draft kapal.
5. Alur yang tidak terbuka terhadap gelombang, ruang kebebasan bruto adalah 10% dari
draft kapal.
6. Kolam pelabuhan yang tidak terlindung dari gelombang, ruang kebebasan bruto
adalah 10% - 15% dari draft kapal.
7. Kolam pelabuhan yang terlindung dari gelombang, ruang kebebasan bruto adalah 7%
dari draft kapal.

Gambar 4. 7 Pengaruh Gelombang pada Gerak Kapal

Selain acuan yang diberikan oleh Brunn tersebut di atas, OCDI (1991) juga memberikan
cara penentuan kedalaman alur, yaitu dengan menambahkan suatu kelonggaran
(kedalaman tambahan untuk keamanan) terhadap kedalaman kolam pelabuhan seperti
diberikan dalam Tabel 4.4. (dalam Sub Bab 4.6. Kolam Pelabuhan). Kelonggaran yang
diberikan tergantung pada gerak vertikal kapal karena pengaruh gelombang seperti
rolling, pitching, squad kapal dan kondisi dasar laut. Untuk alur pelayaran di luar
pemecah gelombang, tinggi kelonggaran tersebut adalah sekitar dua-pertiga dari tinggi
gelombang untuk kapal kecil dan sedang, dan setengah tinggi gelombang untuk kapal
besar.

Beberapa aturan untuk menentukan kedalaman alur yang diberikan oleh Brunn dan OCDI
adalah untuk menentukan elevasi dasar alur nominal. Untuk menetapkan kedalaman alur
pelayaran perlu diperhitungkan ruang untuk pengendapan dan toleransi pengukuran dan
pengerukan.
4.4. Lebar Alur

Lebar Alur biasanya dilihat dari sisi – sisi miring saluran atau pada kedalaman yang
direncanakan. Lebar alur tergantung pada beberapa faktor, yaitu :
1. Lebar, kecepatan dan Gerakan kapal
2. Trafik kapal atau arus lalu lintas kapal, apakah direncanakan satu jalur atau dua jalur?
3. Kedalaman alur
4. Apakah alur sempit atau lebar ?
5. Stabilitas tebing alur
6. Angin, gelombang, arus dan arus melintang dalam alur

Tidak ada rumus yang memuat faktor- faktor tersebut secara explisit, tetapi beberapa
kriteria telah ditetapkan berdasarkan pada lebar kapal dan faktor- faktor tersebut secara
implisit. Pada alur untuk satu jalur (tidak ada simpangan), lebar alur dapat ditentukan
dengan mengacu Gambar 4.8; sedang jika kapal boleh bersimpangan, lebar alur dapat
ditentukan dengan menggunakan Gambar 4.9. (Bruun, P., 1981)

Cara lain dalam menentukan lebar alur diberikan oleh OCDI (1991). Lebar alur untuk dua
lajur diberikan oleh Tabel 4.1. untuk alur di luar pemcah gelombang, lebar alur harus
lebih besar daripada yang disajikan di dalam tabel tersebut, agar kapal bisa melakukan
manuver dengan aman di bawah pengaruh gelombang, arus, topografi dan sebagainya.

Tabel 4. 1 Lebar ALur Menurut OCDI

Panjang Alur Kondisi Pelayaran Lebar


Kapal sering bersimpangan 2Loa
Relatif Panjang
Kapal jarang bersimpangan 1,5 Loa
Kapal sering bersimpangan 1,5 Loa
Selain dari alur di atas
Kapal jarang bersimpangan Loa
Gambar 4. 8 Lebar Alur Satu jalur (Bruun, P., 1981)

Gambar 4. 9 Lebar Alur Dua jalur (Bruun, P., 1981)

4.5. Layout Alur Pelayaran

Untuk mengurangi kesulotan dalam pelayaran, sedapat mungkin trase alur pelayaran
merupakan garis lurus. Apabila hal ini tidak mungkin, misalnya karena adanya dasar
karang, maka sumbu alur dibuat dengan beberapa baagian lurus yang dihubungkan
demgam busur lingkaran. Faktor – factor yang berpengaruh pada pemilihan trase adalah
kondisi tanah dasr laut, kondisi pelayaran (angin, arus, gelombang), peralatan bantu
(lampu – lampu, radar) dan pertimbangan ekonomis. Secara garis besar trase alur
ditentukan oleh kondisi lokal dan tipe kapal yang akan menggunakannya. Beberapa
ketentuan berikut ini perlu diperhatikan dalam merencanakan trase alur pelayaran.
1. Sedapat mungkin trase alur harus mengikuti garis lurus.
2. Satu garis lengkung akan lebih baik daripada sederetan belokan kecil dengan interval
pendek.
3. Garis lurus yang menghubungkan dua kurva lengkung harus mempunyai panjang
minimum 10 kali panjang kapal terbesar.
4. Sedapat mungkin alur tersebut harus mengikuti arah arus dominan, untuk
memperkecil alur melintang.
5. Jika mungkin, pada waktu kapal terbesar masuk pada air pasang, arus berlawanan
dengan arah kapal yang datang.
6. Gerakan kapal akan sulit apabila dipengaruhi oleh arus atau angin melintang. Hal ini
dapat terjadi ketika kapal bergerak dari daerah terbuka ke perairan terlindung. Untuk
itu maka lebar alur dan mulut Pelabuhan harus cukup besar.
7. Pada setiap alur terdapat apa yang disebut titik tidak boleh Kembali di mana kapal
tidak boleh berhenti atau berputar, dan mulai dari titik tersebut kapal– kapal
diharuskan melanjutkan sampai ke Pelabuhan. Titik tersebut harus terletak sedekat
mungkin dengan mulur pekaabuhan dengan merencanakan/membuay tempat keluar
yang memungkinkan kapal – kapal yang mengalami kecelakaan dapat meninggalkan
tempat tersebut, atau dengan membuat suatu lebar tambahan.

Apabila terdapat belokan maka belokan tersebut harus berupa kurva lengkung. Jari – jari
busur pada belokan tergantung pada sudut belokan terhadap sumbu alur. Jari – jari
minimum untuk kapal yang membelok tanpa bantuan kapal tunda adalah seperti berikut
ini. (Gambar 4.10)
R ≥ 3L untuk α < 25°
R ≥ 5L untuk 25° < α < 35°
R ≥ 10L untuk α > 35°

Dengan :
R : jari – jari belokan
L : panjang kapal
α : sudut belokan
Lebar alur pada belokan dibuat lebih besar disbanding dengan lebar pada alur pada bagian
lurus, yang dimaksudkan untuk memudahkan gerak lapar. Tergantung pada olah gerak
kapal dan jari – jari belokan, pelebaran bervariasi dari sekitar dua kali lebar kapal terbesar
pada bagian lurus sampai empat kali lebar kapal terbesar di belokan.

Gambar 4. 10 Alur pada Belokan

4.6. Kolam Pelabuhan

Untuk memungkinkan kapal berlabuh dengan aman dan memudahkan bongkar muat
barang, kolam pelabuhan harus memiliki luas dan kedalaman yang mencukupi, serta
harus dalam keadaan tenang. Selain itu, tanah dasar kolam harus cukup kuat untuk
menahan angker dari pelampung penambat. OCDI telah menetapkan beberapa ukuran
standar untuk menentukan dimensi kolam pelabuhan. Luas daerah kolam yang digunakan
untuk menambatkan kapal, termasuk penambatan di depan dermaga dan tiang penambat,
harus lebih besar dari lingkaran dengan jari-jari tertentu yang tercantum dalam Tabel 4.2.
Untuk pelampung penambat, daerah perairannya harus memenuhi ukuran jari-jari yang
tertera dalam Tabel 4.3. Pada kolam yang digunakan untuk penambatan di depan dermaga
atau tiang penambat, daerah perairannya harus cukup lebar dan dalam. Panjang kolam
tidak boleh kurang dari panjang total kapal (Loa) ditambah dengan ruang yang dibutuhkan
untuk penambatan, yang sama dengan lebar kapal, sedangkan lebar kolam tidak boleh
kurang dari yang dibutuhkan untuk penambatan dan keberangkatan kapal dengan aman.
Lebar kolam di antara dua dermaga yang berhadapan ditentukan oleh ukuran kapal,
jumlah tambatan, dan penggunaan kapal tunda. Jika dermaga digunakan untuk
menambatkan tiga kapal atau kurang, maka lebar kolam di antara dermaga adalah sama
dengan panjang kapal (Z). Sedangkan jika dermaga digunakan untuk menambatkan
empat kapal atau lebih, maka lebar kolam adalah 1,5 Loa.

Tabel 4. 2 Luas Kolam untuk Tambatan

Tanah Dasar atau


Penggunaan Tipe Tambatan Jari- Jari (m)
Kecepatan Angin
Penungguan di Tambatan bisa Pengangkeran baik Loa + 6H
lepas pantai atau berputar 360° Pengangkeran jelek Loa + 6H + 30
bongkar muat Tambatan dengan Pengangkeran baik Loa + 4,5H
barang dua jangkar Pengangkeran jelek Loa + 4,5H + 25
Penambatan selama Kec. Angin 20 m/d Loa + 3H + 90
ada badai Kec. Angin 30 m/d Loa + 4H + 145
H : Kedalaman Air

4.6.1. Kolam Putar

Untuk mengubah arah kapal, diperlukan kolam putar yang memiliki luas minimum
berbentuk lingkaran dengan jari-jari sebesar 1,5 kali panjang kapal total (L) dari kapal
terbesar yang akan menggunakan kolam tersebut. Namun, apabila kapal memerlukan
bantuan jangkar atau kapal tunda untuk melakukan perputaran, maka luas minimum
kolam putar adalah lingkaran dengan jari-jari sebesar panjang total kapal (Loa).

4.6.2. Kedalaman Kolam Pelabuhan

Kedalaman kolam pelabuhan harus mempertimbangkan gerakan osilasi kapal akibat


pengaruh dari kondisi alam seperti gelombang, angin, dan pasang-surut. Oleh karena itu,
kedalaman kolam pelabuhan harus setidaknya 1,1 kali draft kapal pada muatan penuh,
diukur dari elevasi muka air rencana. Rincian mengenai kedalaman ini dapat dilihat pada
Tabel 4.3.
Tabel 4. 3 Kedalaman Kolam Pelabuhan

4.6.3. Ketenangan di Pelabuhan

Untuk memastikan keamanan kapal dan fasilitas tambatan, kolam pelabuhan harus
memiliki keadaan yang cukup tenang, baik saat kondisi normal maupun saat badai. Kolam
yang digunakan untuk penambatan di depan dermaga harus memiliki ketenangan yang
memadai untuk memungkinkan penambatan selama minimal 95% hingga 97,5% dari
seluruh hari dalam satu tahun.

Tinggi gelombang kritis yang dapat mempengaruhi proses bongkar muat barang di kolam
di depan fasilitas tambatan harus ditentukan berdasarkan jenis dan ukuran kapal serta
kondisi bongkar muat. Informasi tentang tinggi gelombang kritis dapat dilihat pada Tabel
4.4.

Tabel 4. 4 Tinggi Gelombang Kritis di Pelabuhan

Tinggi Gelombang Kritis unutk


Ukuran Kapal
Bongkar Muat (H1/3)
Kapal Kecil 0,3 m
Kapal Sedang dan Besar 0,5 m
Kapal Besar 0,7 – 1,5 m

Catatan :
Kapal kecil : kapal < 500 GRT yang selalu menggunakan kolam untuk
kapal kecil
Kapal sedang dan besar : kapal selain kapal kecil dan sangat besar
Kapal sangat besar : kapal > 500.000 GRT yang menggunakan dolphin besar
dan tambatan di laut

Anda mungkin juga menyukai