Anda di halaman 1dari 8

JIM FKep Volume VI Nomor 1 Tahun 2022

20222022

GAMBARAN PARKTIK PEMBERIAN MP -ASI PADA ANAK


STUNTING DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN INGIN
JAYA

Description Of The Principles Of Compositioning Only For Stunting Children In The Working Area Of
The Puskesmas Kecamatan Ingin Jaya

Siti Mudrikah1; Sufriani2; Darmawati3


1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2
Bagian Keilmuan Keperawatan Maternitas Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia
3
Bagian Keilmuan Keperawatan Keluarga Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
Email: sittimudrikah@gmail.com; sufriani@gmail.com; darmawati.fkep@unsyiah.ac.id

ABSTRAK
Kekurangan gizi menjadi masalah signifikan pada balita di Indonesia. Kondisi ini menyebabkan
gagal tumbuh pada balita sehingga balita terlalu pendek untuk usianya. Bayi sangat rentan selama
masa transisi ketika makanan pendamping dimulai. Untuk memastikan bahwa kebutuhan nutrisi
terpenuhi, makanan pendamping harus: tepat waktu, adekuat, aman dan diberikan dengan cara yang
benar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan praktik pemberian MP-ASI dengan
kejadian stunting pada balita. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelatif dengan
pendekatan cross-sectional. Sampel dalam penelitian ini yaitu seluruh ibu yang memiliki balita
stunting usia 2-3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar,
menggunakan teknik random sampling yang berjumlah 90 orang. Alat ukur yang digunakan berupa
kuesioner praktik pemberian MP-ASI yang telah di uji dengan nilai validitas r >0,378 dan papan
pengukur. Praktik pemberian MP-ASI yang tidak memenuhi standar menjadi salah satu
penyebab yang erat hubungannya dengan kejadian stunting pada anak balita, sehingga
kondisi tersebut dapat diatasi dengan menjadi fokus pelayanan utama pada balita.
Kata Kunci : Balita, Stunting, Praktik Pemberian MP-ASI

ABSTRACT

Malnutrition is a significant problem for children under five in Indonesia. This condition causes
failure to thrive in toddlers so that toddlers are too short for their age. Babies are especially
vulnerable during the transition period when complementary foods are started. To ensure that
nutritional needs are met, complementary foods must be: timely, adequate, safe and given in the right
way. The purpose of this study was to determine the relationship between the practice of giving
complementary feeding with the incidence of stunting in toddlers. This study uses a descriptive
correlative method with a cross-sectional approach. The sample in this study were all mothers who
had stunting toddlers aged 2-3 years in the Working Area of the Puskesmas, Sub-district of Want
Jaya, District of Aceh Besar, using a random sampling technique totaling 90 people. The measuring
instrument used in the form of a complementary feeding practice questionnaire that has been tested
with a validity value of r > 0.378 and a measuring board. The practice of giving MP-ASI that does
not meet the standards is one of the causes that is closely related to the incidence of stunting in
children under five, so that this condition can be overcome by becoming the main focus of service
for children under five.

Keywords: Under-five, Stunting, Complementary Feeding

377
JIM FKep Volume VI Nomor 1 Tahun 2022
20222022
PENDAHULUAN Jangka Pendek meliputi: peningkatan kejadian
kesakitan dan kematian, perkembangan
Balita merupakan istilah umum untuk
kognitif, motorik, verbal pada anak tidak
anak-anak berusia 1-3 tahun (balita) dan anak-
optimal, dan peningkatan biaya kesehatan.
anak prasekolah usia 3-5 tahun. Pada usia
Lalu terdapat dampak Jangka Panjang yang
balita, anak masih sepenuhnya bergantung
meliputi: Postur tubuh yang tidak optimal saat
pada orang tuanya untuk melakukan aktivitas
dewasa (lebih pendek dibandingkan pada
penting seperti mandi, buang air kecil, dan
umumnya), meningkatnya risiko obesitas dan
makan. Perkembangan anak berbicara dan
penyakit lainnya, menurunnya kesehatan
berjalan bertambah, namun kapasitas lainnya
reproduksi, kapasitas belajar dan performa
masih terbatas (Sutomo, 2010). Usia balita
yang kurang optimal saat masa sekolah,
merupakan masa di mana proses pertumbuhan
produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak
dan perkembangan terjadi sangat pesat.
optimal (Buletin Jendela Data dan Informasi
Asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah dan
Kesehatan, 2018).
kualitas yang lebih banyak sangat dibutuhkan
Menurut World Health Organization
pada masa ini, karena pada umumnya anak
(WHO) dan United Nations International
memiliki aktivitas fisik yang cukup tinggi dan
Children's Emergency Fund (UNICEF) (2018),
masih dalam perubahan belajar. Apabila
ada empat rekomendasi pemberian makanan
asupan gizi tidak terpenuhi maka
pada bayi dan anak yaitu: memberikan Inisiasi
pertumbuhan fisik dan intelektualitas balita
Menyusu Dini (IMD) segera setelah lahir
akan mengalami gangguan (Welas Asih &
selama minimal 1 jam, memberikan ASI (Air
Wirjatmadi, 2012).
Susu Ibu) eksklusif pada bayi sejak lahir
Malnutrisi dan kurang gizi membuat
sampai dengan umur 6 bulan, memberikan
jutaan anak lebih rentan terhadap penyakit dan
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang
kematian. Secara global prevalensi stunting
bergizi sesuai tumbuh kembangnya pada saat
pada tahun 2017 adalah 150,8 juta atau sebesar
bayi usia 6 bulan, dan menyusui anak
22% pada anak dibawah usia 5 tahun
diteruskan sampai umur 24 bulan.
(Kementerian Perencanaan Pembangunan
Berdasarkan Global Strategy for Infant
Nasional (Bappenas) dan United Nations
and Young Child Feeding (2003), terdapat
Children’s Fund, 2017). Kekurangan gizi juga
empat standar untuk menyiapkan MP-ASI
menjadi masalah signifikan di Indonesia;
yaitu sebagai berikut: Tepat waktu (timely),
kondisi stunting, berat badan rendah, dan anak
adekuat (adequate), aman (safe), diberikan
sangat kurus (wasting) terus mempengaruhi
dengan cara yang benar (properly fed).
anak usia balita. Kondisi ini dapat
Pemberian MP-ASI dimulai pada usia diatas 6
berimplikasi signifikan terhadap kesehatan
bulan dimana ASI eksklusif sudah tidak dapat
dan keberlangsungan hidup anak dalam
mencukupi kebutuhan nutrisi bayi, adekuat
jangka panjang serta produktivitas ekonomi
dalam aspek kandungan gizi MP-ASI, aspek
Indonesia dan kemampuan bangsa ini
aman memiliki beberapa hal yang perlu
mencapai target pembangunan nasional dan
dilakukan yaitu mencuci bahan makanan
internasionalnya (UNICEF,2020)
sebelum dimasak dan dimakan, menggunakan
Stunting merupakan kondisi gagal
sumber air yang bersih, memasak makanan
tumbuh pada anak balita akibat dari
dengan benar, penyimpanan yang benar,
kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu
mencuci tangan dan menggunakan peralatan
pendek untuk usianya (Sekretariat Wakil
yang bersih. Sedangkan aspek cara yang benar
Presiden RI, 2017). Berdasarkan Badan
yakni MP-ASI diberikan dengan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
memperhatikan tanda-tanda anak mengalami
(Riset Kesehatan Dasar, 2018) persentase
rasa lapar dan kenyang (child’s signals, dengan
balita sangat pendek dan pendek usia 0-23
tetap memperhatikan kebutuhan nutrisi pada
bulan di Indonesia tahun 2018 yaitu 12,8% dan
anak.
17,1%. Kondisi ini meningkat dari tahun
Berdasarkan hasil wawancara yang
sebelumnya dimana persentase balita sangat
dilakukan kepada 7 orang ibu yang memiliki
pendek yaitu sebesar 6,9% dan balita pendek
balita di wilayah Kecamatan Ingin Jaya,
sebesar 13,2%. Dampak yang ditimbulkan
didapatkan 3 dari 7 ibu memberikan MP-ASI
stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka
pada anak kurang dari 6 bulan/tidak tepat
pendek dan jangka panjang. Pada dampak
waktu. Sedangkan pada pemberian MP-ASI

378
JIM FKep Volume VI Nomor 1 Tahun 2022
20222022
yang aman, 7 ibu memberikan makanan pada 4 Pendapatan
anaknya dengan mencuci bahan dan tangannya Keluarga :
sebelum diberikan pada anak. Berdasarkan < UMP Aceh 61 67,8
permasalahan tersebut maka peneliti tertarik (<Rp.
3.166.450)
untuk melakukan penelitian dengan judul
≥ UMP Aceh 25 32,2
“Gambaran Praktik Pemberian MP-ASI Pada (≥Rp.
Anak Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja 3.166.450)
Puskesmas Kecamatan Ingin Jaya Aceh 5 Jumlah
Besar”. Anggota
Keluarga :
METODE 1-4 orang 60 66,7
Metode penelitian yang digunakan 5-10 orang 30 33,3
adalah deskriptif korelatif. Teknik Sumber: Data Primer (Diolah, 2022)
pengumpulan data menggunakan angket.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 12 Mei Berdasarkan tabel 1 diatas,
2022. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas menunjukkan bahwa mayoritas usia ibu berada
Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar. Alat pada kategori dewasa muda (20-30 tahun)
pengumpulan data berupa kuesioner praktik sebanyak 57 (63,3%) responden, mayoritas
pemberian MP-ASI dibuat sendiri oleh pendidikan terakhir ibu adalah SMA yakni 31
peneliti.berdasarkan sesuai dengan standar (34.4%) responden. Ditinjau dari segi
Global Strategy for Infant and Young Child pekerjaan, mayoritas responden adalah ibu
Feeding. Populasi dalam penelitian ini adalah rumah tangga sebanyak 56 (62.2%) responden
yaitu ibu yang memiliki anak usia 2-3 tahun dengan mayoritas pendapatan keluarga
yang memiliki tinggi badan pendek dan sangat keluarga perbulannya yaitu Rp. 1.000.000 –
pendek dengan total 485 anak diwilayah kerja 2.000.000 sebanyak 43 (47,8%) responden.
Puskesmas Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar. Kemudian, untuk jumlah anggota keluarga
Jumlah sampel sebanyak 90 responden. mayoritas responden tinggal bersama 1-4 orang
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik di rumah yakni 60 (66,7%) responden.
random sampling. Analisa data menggunakan
Analisa univariat. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Data
Demografi anak (n=90)
No. Demografi Frekuensi Persentase
HASIL
1 Jenis
Berdasarkan pengumpulan data yang Kelamin :
dilakukan terhadap 90 responden, didapatkan Laki-Laki 53 58,9
hasil sebagai berikut. Perempuan 37 41,1
2 Anak ke
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Data berapa :
Demografi Ibu (n=90) Anak 36 40,0
No Demografi Frekuensi Persentase pertama
1 Usia : Anak kedua 39 43,3
Dewasa Muda 57 63,3 Anak ketiga 15 16,7
(20-30) 3 Usia :
Dewasa (31-60) 33 36,7 24-30 bulan 42 46,7
2 Pendidikan 31-36 bulan 48 53,3
Terakhir : Sumber: Data Primer (Diolah, 2022)
Pendidikan 19 21,1
Dasar Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa
Pendidikan 52 57,7 mayoritas usia anak adalah 31-36 bulan
Menengah sebanyak 48 (53,3%) responden, mayoritas
Pendidikan 19 21,1 jenis kelamin adalah Laki-Laki sebanyak 53
Tinggi (58,9%) responden, dan mayoritas responden
3 Pekerjaan :
merupakan anak kedua sebanyak 39 (43,3%)
IRT 56 62,2
Wiraswasta 8 8,9
responden dan tinggi badan anak mayoritas
PNS 11 12,2 kategori sangat pendek sebanyak 68 (75,6%)
Buruh 15 16,7

379
JIM FKep Volume VI Nomor 1 Tahun 2022
20222022
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Praktik PEMBAHASAN
Pemberian MP-ASI Di Wilayah Kerja 1. Gambaran Praktik Pemberian MP-ASI
Puskesmas Kecamatan Ingin Jaya Tepat Waktu Pada Anak Stunting Di
Kabupaten Aceh Besar (n=90) Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Ingin
Jaya Kabupaten Aceh Besar.
Frekuensi Persentase Berdasarkan data kuesioner
Tepat waktu didapatkan sebanyak 55,6% responden
Ya 38 42,2 menjawab bahwa memberikan MP-ASI pada
Tidak 52 57,8
anak sebelum umur 6 bulan dan sebagian besar
Adekuat
Ya 32 35,6
responden memberikan pisang yang telah
Tidak 58 64,4 dihaluskan kepada balita. Hal ini sejalan
Aman dengan penelitian Widaryanti (2019),
Ya 17 18,9 memperoleh hasil bahwa pemberian MP-ASI
Tidak 73 81,1 yang tidak tepat sebagian besar responden
Diberikan mengalami stunting, responden mulai
dengan benar memberikan makan sejak usia 5 bulan,
Ya 8 8,9 makanan yang diberikan berupa pisang lumat
Tidak 82 91,1 dan bubur beras. Pemberian MP ASI harus
Sumber: Data Primer (Diolah, 2022) memperhatikan Angka Kecukupan Gizi (AKG)
yang dianjurkan berdasarkan kelompok umur
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa : dan tekstur makanan yang sesuai
1. Sebagian besar responden memiliki perkembangan usia balita. Terkadang orang tua
praktik pemberian MP-ASI yang tidak memberikan MP ASI sebelum usia 6 bulan,
tepat waktu, yaitu sebanyak 52 padahal usia tersebut kemampuan pencernaan
responden (57,8 %). bayi belum siap menerima makanan tambahan,
2. Sebagian besar responden memiliki berakibat diare pada anak.
praktik pemberian MP-ASI yang tidak Hasil penelitian Budiawan (2018) MP-
adekuat, yaitu sebanyak 58 responden ASI dengan kejadian balita stunting
(64,4 %). menunjukkan hasil bahwa usia balita saat
3. Sebagian besar responden memiliki pertama kali mendapat MPASI memiliki
praktik pemberian MP-ASI yang tidak hubungan signifikan dengan status stunting
aman, yaitu sebanyak 73 responden pada balita dengan korelasi mendapatkan hasil
(81,1 %). -0,182 artinya semakin tepat usia pemberian
4. Sebagian besar responden memiliki MP-ASI pada balita semakin rendah risiko
praktik pemberian MP-ASI yang tidak terjadinya stunting. Menurut peneliti,
diberikan dengan benar, yaitu pemberian MP-ASI terlalu dini yang diberikan
sebanyak 82 responden (91,1 %). oleh ibu balita dikarenakan kurangnya
pengetahuan tentang ASI eksklusif dan
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kejadian persepsi yang muncul dari ibu bahwa sudah
Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas turun temurun memberikan makanan pada
Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh balita seperti yang dilakukan keluarga yang
Besar (n=90) terdahulu dan ibu merasa ASI saja tidak cukup
sehingga memberikan makanan bahkan
No Tinggi Frekuensi Persentase sebelum anak berusia tepat 6 bulan.
Badan 2. Gambaran Praktik Pemberian MP-ASI
1 Pendek 22 24,4 Adekuat Pada Anak Stunting Di Wilayah
2 Sangat 68 75,6 Kerja Puskesmas Kecamatan Ingin Jaya
pendek
Kabupaten Aceh Besar.
Sumber: Data Primer (Diolah, 2022)
Berdasarkan data kuesioner
didapatkan bahwa sebagian besar responden
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa mayoritas
masih jarang memberikan MP-ASI yang
tinggi badan anak adalah sangat pendek
adekuat, yaitu 54,4% responden menjawab
sebanyak 68 (75,6%) responden.
masih jarang memberikan MP-ASI berupa
umbi-umbian. 61,2% responden menjawab

380
JIM FKep Volume VI Nomor 1 Tahun 2022
20222022
masih jarang memberikan MP-ASI berupa 3. Gambaran Praktik Pemberian MP-ASI
kacang-kacangan, dan 46,7% responden Aman Pada Anak Stunting Di Wilayah
menjawab masih jarang memberikan MP-ASI Kerja Puskesmas Kecamatan Ingin Jaya
berupa sayuran dan buah yang kaya vitamin Kabupaten Aceh Besar.
seperti wortel,labu,mangga dan lainnya. Berdasarkan data kuesioner
Berdasarkan data kuesioner yang diisi oleh ibu, didapatkan bahwa sebagian besar responden
alasan jarang memberikan MP-ASI yang masih jarang memberikan MP-ASI yang aman,
adekuat dikarenakan anak balita yang sangat yaitu responden masih jarang mencuci sayur
pemilih terkait makanan seperti anak yang dan buah sebelum makan (50%), responden
tidak suka sayur , ibu yang hanya memberikan jarang menghindari mencampur makanan
makanan apa yang tersedia saja untuk anak mentah dengan makanan yang sudah matang
atau tidak rutin menyediakan beberapa MP- (42,2%) dan menyimpan makanan di tempat
ASI seperti kacang kacangan, umbi-umbian yang aman seperti kulkas pendingin
dan sayur. Didapatkan sebagian besar ibu dikarenakan beberapa responden masih belum
(64,4%) masih memberikan MP-ASI yang memiliki kulkas di rumahnya (33,3%).
tidak memenuhi standar WHO tahun 2021 Hasil penelitian Asmirin (2021)
yaitu mencakup delapan kelompok makanan menunjukkan proporsi responden yang tidak
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun) memiliki
nutrisi pada anak yaitu : ASI, umbi-umbian status gizi stunting lebih banyak, yaitu sebesar
dan pisang raja. kacang-kacangan (kacang (51,7%) dibandingkan dengan responden yang
polong, kacang kedelai, lentil),dan biji-bijian. CTPS (27,6%). Hasil analisis menunjukkan
Produk susu (susu, susu formula, yogurt, keju). bahwa ibu yang tidak CTPS berisiko memiliki
Makanan daging (daging, ikan, unggas, balita stunting sebesar 2,808 dibandingkan ibu
jeroan). Telur, buah dan sayuran yang kaya yang CTPS. Pada dasarnya ibu rumah tangga
vitamin A (Wortel, Ubi jalar, labu, Mangga), di wilayah penelitian mayoritas sudah CTPS,
buah-buahan dan sayuran lainnya (buncis, namun caranya masih banyak yang salah,
alpukat, pisang). misalnya cuci tangan tetapi tidak menggunakan
Menurut penelitian Nurkomala (2018) sabun, tidak menggunakan air mengalir dan
jika dilihat berdasarkan variasi bahan MPASI, mayoritas masyarakat cuci tangan
lebih dari separuh subjek pada kelompok menggunakan air sungai yang secara kualitas
stunting mengkonsumsi MPASI dengan bahan tidak layak digunakan.
makanan 2-3 jenis, yaitu hanya mengutamakan Hasil penelitian Lestari (2014)
makanan pokok dengan lauk berupa sayur, menunjukkan bahwa pola asuh yang kurang
kacang-kacangan (tahu dan tempe), dan hanya baik merupakan faktor risiko stunting pada
sedikit saja mengkonsumsi makanan hewani. anak umur 6-24 bulan. Hasil penelitian ini
Hal ini berbeda dengan kelompok tidak menunjukkan bahwa ibu memberikan makan
stunting dimana mayoritas subjek anak tidak memperhatikan pola gizi seimbang.
mengkonsumsi MPASI dengan bahan Anak juga sering diberi makanan jajanan
makanan yang lebih bervariasi, yaitu antara 4- sehingga kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi
5 jenis bahan makanan dalam sehari sesuai secara optimal. Praktek kebersihan anak
dengan rekomendasi WHO. mempengaruhi pertumbuhan linier anak
Menurut penelitian Prastia dan melalui peningkatan kerawanan terhadap
Listyandini (2020) anak yang mengkonsumsi penyakit infeksi. Berdasarkan pengamatan di
makanan tidak beragam memiliki persentase lapangan ada sebagian ibu yang tidak mencuci
yang lebih tinggi (37,1%) mengalami stunting tangannya saat memberi makan pada anak dan
daripada anak yang mengkonsumsi makanan setelah membersihkan buang air besar anak.
beragam. Anak yang memiliki status gizi Peneliti berpendapat bahwa
normal memiliki persentase lebih banyak pada pentingnya pemberian MP-ASI yang aman
anak yang mengkonsumsi jenis makanan terhadap balita seperti mencuci tangan
beragam (83,6%). Peneliti berpendapat bahwa memakai sabun sebelum menyiapkan makanan
pentingnya variasi MP-ASI yang diberikan dan saat sebelum menyajikannya kepada balita,
(adekuat) pada anak agar tercukupinya gizi menggunakan alat makanan yang bersih ketika
pada anak sehingga dapat mencegah dan menyiapkan makanan, mencuci sayur dan buah
menurunkan risiko terjadinya stunting pada sebelum dimakan, menghindari mencampur
balita. makanan mentah dengan makanan yang sudah

381
JIM FKep Volume VI Nomor 1 Tahun 2022
20222022
matang, menggunakan sumber air bersih dengan cara halus ataupun dengan memarahi
menyimpan makanan di tempat yang aman bayinya (14,5%) dan terdapat sekitar 65,5% ibu
(seperti lemari pendingin) dimana hal tersebut yang memberikan tontonan televisi/ gawai
akan menurunkan risiko kejadian stunting pada kepada bayinya saat makan. Peneliti
balita. berpendapat bahwa pemberian MP-ASI
4. Gambaran Praktik Pemberian MP-ASI diberikan dengan benar salah satu yang
Diberikan Dengan Benar Pada Anak menentukan keberhasilan pemberian makan
Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas pada anak. Ibu dengan praktik MP-ASI
Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh diberikan dengan benar memiliki anak dengan
Besar. status gizi yang baik.
Berdasarkan kuesioner sebagian besar
responden menjawab masih banyak yang KESIMPULAN
memaksakan anak untuk makan dikarenakan Berdasarkan hasil penelitian yang
sebagian besar anak sangat sulit makan dan dilakukan pada balita stunting di Wilayah
sangat pemilih makanan (62,2%), ibu juga Kerja Puskesmas Kecamatan Ingin Jaya Aceh
jarang menawarkan makanan yang dapat Besar 12-20 Mei 2022, maka dapat
digenggam (finger food) dikarenakan anak disimpulkan bahwa Gambaran Parktik
yang rewel sehingga ibu harus menyuapi Pemberian Mp-Asi Pada Anak Stunting Di
makanan kepada balita (44,4%), ibu juga Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Ingin
jarang mengkombinasikan makanan pada anak Jaya Aceh Besar berada pada kategori kurang
karena ibu hanya memberikan makanan yang yaitu :
hanya tersedia saja (45,6%), ibu juga jarang 1. Praktik pemberian MP-ASI yang tidak
meminimalkan gangguan saat makan jika anak tepat waktu, yaitu sebanyak 52
mudah kehilangan minat (47,8%). responden (57,8 %).
Berdasarkan penelitian Nurfitri (2021) 2. Praktik pemberian MP-ASI yang tidak
didapatkan hasil bahwa pengetahuan adekuat, yaitu sebanyak 58 responden
responsive feeding pada anak stunting maupun (64,4 %).
tidak stunting mayoritas ibu sudah mengetahui 3. Praktik pemberian MP-ASI yang tidak
cara memberikan makan yang baik dengan aman, yaitu sebanyak 73 responden (81,1
perlahan dan sabar. Namun pada kelompok %).
stunting ketika anak tidak mau makan ibu lebih 4. Praktik pemberian MP-ASI yang tidak
memaksa anak dengan tetap memberikan diberikan dengan benar, yaitu sebanyak
makan sampai habis, berbeda dengan ibu pada 82 responden (91,1 %).
anak dengan tidak stunting ketika anak tidak Diharapkan penelitian ini dapat
mau makan ibu menghentikan makanan hingga menjadi perhatian bagi tenaga kesehatan
anak merasa lapar kembali. Pengetahuan Puskesmas Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar
responsive feeding ibu terkait respon agar dapat bekerja sama dengan tokoh
penolakan makan anak pada kelompok stunting masyarakat untuk memberikan promosi
di poin indikator ini lebih rendah dibandingkan kesehatan kepada masyarakat di wilayah kerja
anak tidak stunting. Pada kelompok stunting Puskesmas Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar
ketika anak tidak mau makan ibu lebih banyak tentang praktik pemberian MP-ASI yang tepat
membiarkan dan tidak mencoba sebagai upaya untuk mengatasi dan mencegah
mengkombinasi dengan makanan lain. Pada stunting pada balita.
kelompok anak tidak stunting ketika anak
menolak makan ibu lebih banyak
REFERENSI
mengkombinasi dan mengganti dengan
Andriani, R., Supriyatno, B., & Sjarif, D. R.
makanan yang lain.
(2021). Gambaran karakteristik ibu,
Berdasarkan penelitian Andriani
pengetahuan, dan praktik pemberian
(2021) ditemukan beberapa cara ibu untuk
makanan pendamping air susu ibu
membuat bayi mau makan, yaitu secara
pada bayi di Kota Pontianak. Sari
persuasif seperti membujuk (97,3%) dan
Pediatri, 22(5), 277-84.
makan sambil jalan-jalan (76,4%). Meskipun
demikian, masih ditemukan adanya ibu yang Asmirin, A., Hasyim, H., Novrikasari, N., &
melakukan pemaksaan dalam proses Faisya, F. (2021). Analisis
pemberian makan terhadap bayinya, baik

382
JIM FKep Volume VI Nomor 1 Tahun 2022
20222022
determinan kejadian stunting pada pada anak stunting dan tidak
balita (Usia 24-59 Bulan). Jurnal stunting usia 6-24 bulan. Journal of
‘Aisyiyah Medika, 6(2), 16-33. Nutrition College, 7(2), 45-53.

Badan Penelitian dan Pengembangan Prastia, T. N., & Listyandini, R. (2020).


Kesehatan. (2019). Laporan Keragaman Pangan Berhubungan
Provinsi Aceh Riskesdas dengan Stunting Pada Anak Usia 6-
2018. Lembaga Penerbit Badan 24 Bulan. HEARTY: Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat, 8(1), 33-41.
Kesehatan, Jakarta. ISBN 978-602-
373-137-4 Sutomo, B., & Anggraini, DY. (2010). Menu
Sehat Alami Untuk Batita & Balita.
Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta : DeMedia.
(2018). Situasi Balita Pendek
(Stunting) di Indonesia. Jakarta : United Nations Children’s Fund (2020). Situasi
Pusdatin Kementrian Kesehatan RI. Anak di Indonesia – Tren, Peluang,
dan Tantangan Dalam Memenuhi
Budiawan, B. (2018). Hubungan Tingkat Hak-Hak Anak. Jakarta: UNICEF
Pendidikan Ibu Dan Pemberian Asi Indonesia.
Eksklusif Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita Di Provinsi Sulawesi .Welasasih & Wirjatmadi. (2012). Beberapa
Selatan Tahun 2015. Media Gizi faktor yang berhubungan dengan
Pangan, 25(1), 25-32. status gizi balita stunting. The
Indonesian Journal of Public Health.
Sekretariat Wakil Presiden RI. 100 8 (3) : 99–104
Kabupaten/Kota Prioritas Untuk
Intervensi Anak Kerdil (Stunting) Widaryanti, R. (2019). Makanan pendamping
Ringkasan. Jakarta Tim Nasional asi menurunkan kejadian stunting
Percepatan Penanggulangan pada balita Kabupaten
Kemiskinan 2017. Sleman. Jurnal Ilmiah Kesehatan Ar-
Rum Salatiga, 3(2).
Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas) dan United World Health Organization. (2003). Global
Nations Children’s Fund (2017). strategy for infant and young child
Laporan baseline SDG tentang feeding. World Health Organization.
anak-anak di indonesia. Jakarta:
BAPPENAS dan UNICEF. World Health Organization (2018). Infant and
Young Child Feeding. Diakses dari:
Lestari, M. U., Lubis, G. and Pertiwi, D. (2014) https://www.who.int/news-
‘Hubungan pemberian makanan room/fact-sheets/detail/infant-and-
pendamping asi (MP-ASI) dengan young-child-feeding.
status gizi anak usia 1-3 tahun di Kota
Padang Tahun 2012’, Jurnal World Health Organization. (2021). Indicators
Kesehatan Andalas, 3(2). doi: for Assessing Infant and Young
10.25077/jka.v3i2.83. Child Feeding Practices: Definitions
and Measurement Methods.
Nurfitri, M., Andhini, D., & Rizona, F. (2021).
hubungan pengetahuan responsive
feeding ibu dengan kejadian
stunting pada anak usia 12-24 bulan.
In Proceeding Seminar Nasional
Keperawatan, 7(1), 99-104.

Nurkomala, S., Nuryanto, N., & Panunggal, B.


(2018). praktik pemberian MP-ASI
(makanan pendamping air susu ibu)

383

Anda mungkin juga menyukai